Analisis Perencanaan Program Bus Rapid Transit (BRT) Kota Bandar Lampung tahun 2011

(1)

ABSTRACT

Planning Analysis Program Bus Rapid Transit (BRT) Bandar Lampung in 2011

By

Rostaria Magdalena Sianturi

The concept of public management by visualizing the public needs the government's efforts to use the facilities and infrastructure available. Background in public sector management plan based on the tendency of the government's attention to the problems faced in order to meet public needs. Organizing shape public management by the government to give public service one is the provision of transport services.

This study aimed to (a) describe and analyze the background of the program planning BRT-Trans Bandar Lampung in 2011, (b) describe and analyze processes in planning BRT-Trans Bandar Lampung, and (c) analyzing the involvement of stakeholders in the planning of the BRT program- Trans Bandar Lampung. This research used descriptive type of research with qualitative approach. Data were collected using depth interview and documentation.

The results of this study indicate that the BRT-Trans Bandar Lampung motivated by two things: (a) the mandate of Law Number 22 of 2009 about Road Traffic and Transportation (LLAJ) is a major policy on which to base the development of this program. Bandar Lampung as major cities that have been planned by the central government as the city's duty to develop mass transportation BRT, (b) transportation of Bandar Lampung conditions that must be addressed. However, since the planning and implementation phase of BRT-Trans Bandar Lampung is not equipped with operational directives / guidelines. Processes and stakeholder involvement in the planning of this program can be seen that has not been going well, due to the lack of systematic and comprehensiveness of planning agenda. This research recommends some suggestions: (1) the City Government and Dinas Perhubungan of Bandar Lampung City transport management needs to establish that in the future no longer fill the city streets as it becomes the freight feeder link facilities; (2) The necessity of the City Government and the Dinas Perhubungan of Bandar Lampung City to finish the implementation of the law BRT-Trans Bandar Lampung, and (3) have formed a committee that allows for joint regulation with Dinas Perhubungan of Bandar Lampung City to evaluate the implementation of the BRT-Trans Bandar Lampung.


(2)

ABSTRAK

Analisis Perencanaan Program Bus Rapid Transit (BRT) Kota Bandar Lampung tahun 2011

Oleh

Rostaria Magdalena Sianturi

Konsep manajemen publik memvisualisasikan pemenuhan kebutuhan publik oleh upaya pemerintah dengan menggunakan sarana dan prasarana yang tersedia. Latar belakang perencanaan dalam manajemen sektor publik didasari oleh adanya kecenderungan perhatian pemerintah pada permasalahan yang dihadapi dalam rangka pemenuhan kebutuhan publik. Bentuk penyelengaraan manajemen publik oleh pemerintah salah satunya adalah dengan penyediaan layanan publik yaitu transportasi.

Penelitian ini bertujuan untuk (a) mendeskripsikan dan menganalisis latar belakang perencanaan program BRT-Trans Bandar Lampung tahun 2011; (b) mendeskripsikan dan menganalisis proses dalam perencanaan program BRT-Trans Bandar Lampung; serta (c) menganalisis keterlibatan stakeholder dalam perencanaan program BRT-Trans Bandar Lampung. Metode yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan cara wawancara mendalam dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dilatarbelakangi oleh dua hal. (a) Amanat Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) merupakan kebijakan utama yang menjadi dasar pengembangan program ini. Bandar Lampung sebagai kota besar yang telah direncanakan oleh pemerintah pusat sebagai kota yang wajib mengembangkan angkutan umum massal BRT, (b) kondisi transportasi Kota Bandar Lampung yang harus segera dibenahi. Akan tetapi, sejak proses perencanaan hingga pada tahap pelaksanaan program BRT-Trans Bandar Lampung ini belum dilengkapi dengan juklak/juknis. Proses dan keterlibatan stakeholder dalam perencanaan program ini dapat diketahui bahwa belum berjalan dengan baik, akibat kurang sistematis dan komprehensifnya agenda perencanaan.

Penelitian ini merekomendaikan beberapa hal, diantaranya adalah (1) Pemerintah Kota dan Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung perlu membentuk pengelolaan angkutan kota yang pada masa mendatang tidak lagi mengisi jalan perkotaan melainkan menjadi angkutan pengumpan sebagai fasilitas penghubung dalam rangka pemberian layanan publik; (2) perlunya Pihak Pemerintah Kota dan Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung segera menyelesaikan prodak hukum pelaksanaan program BRT-Trans Bandar Lampung; dan (3) perlu dibentuk adanya


(3)

panitia regulasi yang memungkinkan untuk bersama Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung melakukan evaluasi perencanaan BRT-Trans Bandar Lampung. Kata Kunci: Manajemen Publik, Perencanaan, Perencanaan Transportasi.


(4)

ANALISIS PERENCANAAN PROGRAM BUS RAPID TRANSIT

(BRT) KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2011

Oleh

ROSTARIA MAGDALENA SIANTURI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ADMINISTRASI NEGARA

Pada

Program Studi Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Peta Administrasi Kota Bandar Lampung ... 52 2. Halte BRT-Trans Bandar Lampung yang dilengkapi atap dan belum

dilengkapi atap ... 81 3. Halte BRT sesuai Pedoman Teknis Angkutan Bus Kota dengan Sistem

Jalur Khusus (busway)

... 82


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Publik ... 12

a. Old Public Management ... 14

b. New Public Management ... 16

c. New Public Service ... 17

2.2. Manajemen Perencanaan ... 19

2.2.1. Manajemen ... 19

2.2.2. Konsep Perencanaan ... 21

2.2.3. Fungsi dan Tujuan Perencanaan ... 26

2.2.4. Proses Perencanaan ... 28

2.3. Perencanaan Transportasi ... 32

2.3.1. Transportasi ... 32

2.3.2. Bus Rappid Transit (BRT) ... 33

2.3.3. Perencanaan Transportasi ...33

2.4. Program ...35

III. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...38

3.2. Fokus Penelitian ...40

3.3. Lokasi dan Tempat Penelitian ...40

3.4. Sumber Data ...41

3.5. Teknik Pengumpulan Data ...42

3.6. Analisis Data ...45

3.7. Teknik Keabsahan Data ...47

IV. HASIL dan PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung ...50

4.2. Gambaran Umum Pengembangan Bus Rapid Transit (BRT) Trans Bandar Lampung ...58


(7)

1. Latar Belakang Perencanaan Program BRT-Trans Bandar

Lampung ...65

2. Proses Perencanaan Program BRT-Trans Bandar Lampung ...70

a) Prakiraan ...72

b) Pemrograman ...76

c) Penjadwalan ...86

d) Penganggaran ...89

e) Pengembangan prosedur ...93

3. Keterlibatan Stakeholder dalam Perencanaan Program BRT-Trans Bandar Lampung ...99

4.4. Pembahasan ...104

V. KESIMPULAN dan SARAN 5.1. Kesimpulan ...122

5.2. Saran ...125

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rute Trayek Bus Rapid Transit (BRT) Trans Bandar Lampung

... 7

2. Daftar Informan

... 43

3. Daftar Dokumen yang berkaitan dengan penelitian

... 44

4. Nama kecamatan, ibukota, jumlah kelurahan, dan luas wilayah kota Bandar Lampung per-Kecamatan (km²)

... 51

5. Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung menurut kecamatan dan jenis kelamin

... 53

6. Distribusi PDRB Kota Bandar Lampung atas dasar harga Konstan tahun 2008-2011

... 54

7. Panjang jalan dirinci menurut kelas jalan tahun 2007-2011

... 56

8. Banyaknya kendaraan menurut jenisnya di Kota Bandar Lampung tahun 2005-2009.

... 57

9. Pendapatan perkapita Kota Bandar Lampung tahun 2005-2009

... 58

10. Model pengembangan BRT

... 63

11. Rencana program pengembangan Bus Rapid Transit (BRT) sampai 2014

... 67

12. Perubahan besaran tarif BRT-Trans Bandar Lampung per 1 Oktober 2012

... 85


(9)

13. Kegiatan Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung dalam perencanaan BRT-Trans Bandar Lampung

... 87

14. Stakeholder yang terlibat dalam perencanaan program BRT-Trans Bandar Lampung tahun 2011

... 100


(10)

M O T T O

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia

sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya

yang tunggal, supaya setiap orang yang

percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan

beroleh hidup yang kekal.

(Yohanes 3:16)

Ujilah aku ya Tuhan, dan cobalah aku;

selidikilah batinku dan hatiku.

(Mazmur 26:2)

“Because any moment might be our last.

We will never be here again..”

(Achilles, TROY)

For what it’s worth, It’s never too late

to be whoever you want to be..”

(Benjamin, The Curious Case of Benjamin Button)

“Sabar itu ngga ada batasnya, cuma perlu

berhenti sejenak dan tarik nafas untuk


(11)

P E R S E M B A H A N

Ku persembahkan karya kecil ini kepada :

My Almighty God and Redeemer, Jesus Christ

Kedua orangtua terbaik se-dunia yang berjalan jauh, penuh kerja

keras, kesabaran, dan menjadi simbol kesetiaan dalam hidup

Papa Tersayang (Boni Facius Sianturi)

Madu Tersayang (Tinurmala Sinaga)

My Beloved Brothers and My Lovely Sista,

Marulitua Pandapotan Sianturi., S.E., S.Th.

Yohannes P.K. Situmorang., S.E., M.M./Farida Theresia Sianturi

Brigpol Josua Pardomuan Sianturi., S.H.

Keponakanku yang lucu dan manis,

Hanna Christabella Situmorang

Gladys Felicia Situmorang

Kawan-kawan terbaikku.

Yang mengiringi hingga Sarjana, terima kasih buat doa, cerita, kebersamaan, canda tawa, air mata, dan pengalamannya..

Serta untuk Almamaterku tercinta…

Semoga Tuhan memberkati kita semua..


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandar Lampung pada tanggal 14 April 1989 dalam keadaan sehat walafiat. Penulis merupakan anak terakhir dari 4 bersaudara pasangan Boni Facius Sianturi dan Tinurmala Sinaga. Masa kecil hingga sekarang dihabiskan oleh penulis bersama keluarga tercinta di Kota Bandar Lampung. Pendidikan ditempuh oleh penulis dimulai sejak tahun 1994-1995 yaitu pada TK Sejahtera, kemudian di SD Sejahtera IV Bandar Lampung sejak tahun 1995-2001. Setelah menamatkan pendidikan sekolah dasar, penulis melanjutkan ke SMPN1 Bandar Lampung pada tahun 2001-2004 dan tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Gajah Mada Bandar Lampung lulus pada tahun 2007. Tahun 2008 penulis tercatat sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Kecintaan penulis terhadap dunia organisasi disalurkan melalui beberapa organisasi yang diikuti semasa kuliah. Di tingkat Universitas, penulis bergabung dalam sebuah UKM yang fokus pada kepenyiaran sebagai bentuk eksistensi di dunia broadcasting, yaitu pada UKM Radio Kampus Unila (RAKANILA) 107,9 FM. Penulis magang sebagai penyiar pada tahun 2008, menjadi crew pada bulan April 2009, dan diangkat menjadi HRD selama masa jabatan 2009-2010, lalu dipercaya menjadi Manager SDM pada tahun kepengurusan 2010-2011. Penulis pernah juga tergabung dalam UKM Paduan Suara Mahasiswa (PSM) Unila


(13)

sebagai anggota pada suara Alto. Untuk tingkat Fakultas, penulis tergabung dalam HIMAGARA (Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara).

Pada bulan Juli 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Srirahayu Kec.Banyumas, Kabupaten Pringsewu selama 40 hari. Penulis adalah sosok sederhana dengan prioritas utamanya adalah kesuksesan dan membahagiakan keluarga. Tumbuh dan besar di lingkungan yang hangat dengan kasih sayang, membuat penulis termotivasi untuk terus memberikan yang terbaik bagi orang-orang disekitarnya, terutama orang tua penulis.


(14)

SANWACANA

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat yang diberikan-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi dengan judul “ANALISIS PERENCANAAN PROGRAM BUS RAPID TRANSIT (BRT) KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2011” ini ditujukan untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik guna memperoleh gelar Sarjana (S1) pada Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari hambatan dan kesulitan dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penulis. Namun berkat adanya dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

2. Ibu Rahayu Sulistiowati, S.Sos., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara.

3. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos., M.Si., selaku pembimbing yang telah memberikan banyak waktu dalam bimbingan dan pengarahan kepada penulis, sehingga penulis dapat memperbaiki kesalahan dan kekurangan dalam menyelesaikan skripsi ini.


(15)

4. Bapak Nana Mulyana, S.I.P., M.Si., selaku Pembimbing Akademik penulis yang telah membantu penulis dari awal kuliah sampai saat ini. 5. Bapak Dr. Bambang Utoyo S, Drs., M.Si. selaku penguji utama yang telah

memberikan banyak masukan, saran serta pengarahan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah mewariskan ilmunya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan serta membimbing penulis selama studi.

7. Segenap informan penelitian: Iskandar Zulkarnain, ATD., S.H., M.T. (Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung); Hujatullah, S.H. (Kepala Bidang Angkutan Darat Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung); Fitriyanti, S.T. (Ka.Sub.Bid Sarana Prasarana Bappeda Kota Bandar Lampung); Alm.Yeni Tri Waluyo., S.E. (Dir. Operasional PT. Trans Bandar Lampung dan Sekprov DPD Organda Provinsi Lampung); Sudarto (Ka.Bag Operasional PT.Trans Bandar Lampung); IB. Ilham Malik., S.T., M.T. (Ketua MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia) regional Lampung); Ediyal Tamimi (Kasi Operasi Perum DAMRI Bandar Lampung); Bambang Haryanto S.Sos., dan Desy Katarina Sitepu (Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung), masyarakat, serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan kemudahan dalam penulisan skripsi ini, terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dan keramahtamahannya kepada penulis.


(16)

8. Kedua Orang Tua tercinta Boni Facius Sianturi (Papa) dan Tinurmala Sinaga (Madu) tercinta, semoga ini semua menjadi awal kemandirian penulis untuk menghadapi dunia agar dapat mewujudkan mimpi dan membahagikan madu dan papa. Milyaran kata terimakasih-pun tak akan pernah cukup untuk diucapkan atas kasih, kerja keras, waktu, pengorbanan, dan doa yang telah kalian berikan kepada penulis selama ini. Juga atas kesabaran untuk selalu menunggu hingga skripsi ini terselesaikan. May the grace of Jesus Christ be with you to many more years..

9. Abang-abang terhebat yang menjadi panutan dalam banyak hal, kakak (soulmate) tercinta, keponakan-keponakan yang segera remaja, serta seluruh keluarga besar yang telah banyak memberikan kasih, dukungan dan semangat kepada penulis, semoga Tuhan Yesus Kristus memberkati kalian semua.

10.Administrasi Negara 2006, 2007, dan 2009, serta teman-teman seperjuangan Administrasi Negara 2008 yang telah memberikan semangat, dan motivasi selama masa perkuliahan. Untuk Fruity yang sejak awal menjadi cerita ceria penulis (Annisa, Cici Gamiar, Kartikul, Zabeth, Melon, dan Similikiti); untuk yang paling baik dan banyak membantu semasa kuliah sampai akhir penyusunan skripsi ini (cece Tiara Anggriani), untuk Kartika Ressa Harfilia (yang semangat ya, kul..! Terkadang kita perlu jalan sendiri untuk nunjukin kalau kita bisa..), Annisa Agustina (kawan dalam suka dan duka, ayo Maret guss!), serta Elizabeth Ditalini (yang kompre lebih dulu, ketemu di GSG ya, Beth..!); juga untuk


(17)

kawan-kawan seperjuangan di masa-masa akhir perkuliahan, Step, Reza, Budi, Bayu, Rizky, Wiwik, Dian, Merli, Nursiah, Jume, abah Bachtiar, om Rio, Debi, Lia (my neighbor) Beni, Rifa, Edo, Rege, (bebedakan or bebedasan grup? hahaha.. keep bedass..!) dan kawan-kawan angkatan 2008 yang tidak dapat disebutkan satu persatu terimakasih atas dukungannya.

11.Keluarga Besar Ilmu Administrasi Negara FISIP Unila.

12.Terimaksih kepada UKM RAKANILA tercinta yang memberi banyak pengalaman, pengetahuan, dan menjadi miniatur perusahaan yang sempat dikelola oleh penulis. Abang-abang, kakak-kakak, mbak-mbak tercinta dari angkatan pendiri sampai angkatan 11. Terutama untuk my besties angkatan 8 ter-segalanya, Agustinus (banyak kenangan dengan pendiri ukm boneka ini); Bo Abo, Gres, Tenong, Lindi ( semangat untuk skripsinya..! no more mellow say no to galau); Karung, Dendi, Iman, Jeme, Japung, Dafi, Clara, Ciko, dan Vera, terimakasih semuanya. Semoga kita semua sukses. Amin.

13.Teman-teman kelompok KKN di Pekon Srirahayu, kec. Banyumas, kab. Pringsewu, Mama Ririn, adik Citra, kak Stile, Papa Gusti, Wahbi Genjer, Reja, terimakasih 40 hari yang luar biasa. Juga untuk keluarga Bapak dan Ibu Suryono, Ayu, Rudi, Tika, serta keluarga se-Srirahayu, terimakasih atas doa dan dukungannya.

14.Terima kasih kepada yang kusebut dengan kawan, Eka Nirwana, A.Md, Rati Agustina, A.Md, Cholisa, A.Md, dan Nopa Utari, S.Keb, terima kasih telah memberikan banyak sekali canda di atas duka, dan tawa di atas setiap


(18)

tangis kita. Belum ada lagi selain terima kasih. Teman-teman semasa SMA yang sampai kini masih terus memberikan dukungan, Ardi, Reki, Arie, Ade, dan semuanya; serta teruntuk Martin Gian Aritra yang pernah banyak memberi motivasi, terimakasih.

15.Dan seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi ini tanpa terkecuali, yang tidak dapat ditulis satu persatu. Terimakasih atas dukungan, bantuan, dan doanya.

Akhir kata semoga segala kebaikan dan bantuan serta kasih yang diberikan kepada penulis diberkati oleh Tuhan dan penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, November 2012 Penulis,


(19)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Fokus utama penyelenggaraan pemerintahan adalah berupaya untuk menyediakan berbagai kegiatan pemerintahan yang bertujuan mensejahterakan rakyat. Tugas utama pemerintahan yang paling menjadi pantauan adalah penyediaan barang-barang publik (public goods) dan pemberian pelayanan publik (public service). Konteks manajemen pemerintahan mengutamakan unsur-unsur manajemen sebagai langkah-langkah yang digunakan oleh pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan publik.

Bentuk penyelenggaraan manajemen pemerintah, salah satunya adalah penyediaan transportasi. Tangkilisan (2003:402) mengemukakan bahwa transportasi adalah public goods sehingga peranan pemerintah dan masyarakat sangat vital dalam pengembangan sistemnya. Saat ini, penanganan transportasi telah cukup maju dengan dimilikinya undang-undang tentang jalan, lalu lintas, angkutan jalan, perkeretaapian, pelayaran, penerbangan, dan pelabuhan. Pemberian layanan transportasi yang baik oleh pemerintah merupakan bentuk pelayanan publik. Nasution (1996:11) berpendapat bahwa dibutuhkan sistem transportasi yang baik yang dapat menjamin keamanan, keselamatan, kecepatan, yang dapat dijangkau oleh daya beli masyarakat. Perkembangan masyarakat dalam aktivitas tentu tidak dapat lepas dari bagaimana proses masyarakat dalam mencapai tujuanya. Dukungan terhadap penduduk dalam melakukan aktivitas-aktivitas salah satunya adalah sistem transportasi (pengangkutan). Pengadaan transportasi


(20)

untuk mendukung segala kegiatan harus diperhitungkan setepat dan secermat mungkin dengan prosedur dan tahapan yang harus dilalui (Miro, 2005:2).

Kawasan perkotaan tidak dapat lepas dari pengadaan transportasi. Hal ini didukung oleh pendapat Nasution (1996:16) bahwa bagi daerah perkotaan, transportasi memegang peranan yang cukup menentukan. Kota yang baik ditandai dengan melihat kondisi transportasinya. Transportasi yang aman, lancar, selain mencerminkan keteraturan kota, juga mencerminkan kelancaran kegiatan perekonomian kota. Pelayanan dan pembangunan sektor transportasi perkotaan memiliki aspek yang luas, meliputi tersedianya prasarana dan sarana transportasi yang cukup untuk melayani transportasi perkotaan yang lancar (cepat), selamat (aman), dan nyaman. Hal ini meliputi transportasi kendaraan bermotor dan tidak bermotor (non motorized transportation), sarana angkutan umum dan sarana angkutan pribadi, maka dibutuhkan strategi, kebijakan, perencanaan, dan program pembangunan transportasi perkotaan yang komprehensif dan implementable, serta didukung oleh pengaturan, pengelolaan, kegiatan operasional, dan pengawasan yang efektif dan efisien (Adisasmita, 2011:11).

Sebagai sebuah kota, pengelolaan transportasi menandai adanya kondisi yang teratur, lancar dalam kegiatan dan mobilisasi aktivitas penduduk. Menurut Sadyohutomo (2009:65) ada beberapa kondisi transportasi kota yang buruk yang ditandai oleh beberapa hal, antara lain:


(21)

a. Kemacetan lalu lintas (traffic jams) dan lalu lintas merambat (traffic congestion);

b. kesemrawutan lalu lintas;

c. polusi udara dari knalpot mobil-mobil tua;

d. kendaraan umum yang tidak aman, nyaman, dan tidak tepat waktu; e. kebijaksanaan pemerintah yang memanjakan penggunaan kendaraan

pribadi dan mengabaikan pembinaan pada transportasi umum massal; dan,

f. prasarana jalan yang cepat rusak walau diperbaiki setiap tahun.

Permasalahan kondisi transportasi kota ini juga dialami oleh kota Bandar Lampung yang merupakan ibukota Provinsi Lampung dengan luas wilayah 196 km² dan penduduk kota yang saat ini berjumlah ±1 juta jiwa. Bandar Lampung memiliki andil penting karena secara administrastif sebagai pusat ibukota pemerintahan, Bandar Lampung juga sebagai jalur darat hubungan antara pulau Jawa dan Sumatera. Sesuai dengan klasifikasi kota, maka Kota Bandar Lampung masuk dalam katagori kota besar, dengan panjang jalan kota 900,320 km, jalan negara 65,04 km, dan jalan propinsi sepanjang 43,980 km (slide Reformasi Sistem Transportasi Kota Bandar Lampung, oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung, dipaparkan dalam Forum Diskusi Publik “Pelayanan Transportasi Umum perkotaan melalui pengembangan BRT di Kota Bandar Lampung” pada 23 Februari 2012). Sebagai kota yang menjadi pusat kegiatan baik pemerintahan maupun aktivitas perdagangan di Provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung juga mulai menghadapi situasi dimana kemacetan lalu lintas mulai menjadi


(22)

masalah. Pengaturan angkutan kota yang belum terintegrasi dengan baik salah satunya dapat dilihat saat memasuki kawasan pusat perbelanjaan di Tanjungkarang Pusat di mana angkutan kota menumpuk. Angkutan umum terlibat perebutan penumpang, saling menyalip, serta berhenti di sembarang tempat. Perilaku ini membuat tidak nyaman dan membahayakan pengendara lain (Lampungpost, edisi Minggu 02 Oktober 2011). Keadaan transportasi seperti ini menimbulkan dampak buruk dan ketidaknyamanan bagi masyarakat dalam menjalankan aktivitas.

Tangkilisan (2003:392) mengemukakan bahwa jaringan transportasi di kota dapat menimbulkan masalah apabila jumlah lalu lintas tidak seimbang dengan panjang atau ruas jalan yang ada. Rasio jumlah kendaraan dan panjang jalan turut menentukan terjadinya masalah-masalah lalu lintas, seperti kemacetan. Masalah-masalah kesemrawutan lalu lintas di Bandar Lampung yang menyebabkan kemacetan tentu bukan tanpa alasan. Berdasarkan wawancara prariset penulis pada hari Senin, 28 November 2011 dengan Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung, Iskandar Zulkarnain S.H., M.T., beberapa tantangan transportasi kota yang menjadi masalah kota Bandar Lampung kedepannya adalah sebagai berikut:

a. Pertambahan jumlah kendaraan tidak diikuti oleh penambahan panjang jalan;

b. penggunaan kendaraan pribadi yang sangat tinggi terutama sepeda motor;


(23)

d. masih adanya beberapa bagian di wilayah kota yang belum terlayani oleh jasa angkutan umum, dan

e. pelayanan angkutan yang belum optimal.

Masalah transportasi sudah menjadi isu kebijaksanaan publik karena dampaknya secara material, waktu, dan kenyamanan cukup besar (Sadyohutomo, 2009:157). Masalah dan tantangan transportasi kota untuk jangka panjang ini merupakan hal yang harus diberi perhatian khusus dan dibahas pencegahannya dalam bentuk kebijakan. Melihat kebutuhan akan transportasi yang terus berkembang dengan pesat, maka perlu didukung dengan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penyelenggaraan transportasi.

Seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) pasal 158, disebutkan bahwa pemerintah wajib menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum di kawasan perkotaan (Kawasan Megapolitan, Kawasan Metropolitan dan Kawasan Perkotaan Besar). Angkutan massal harus didukung dengan bus berkapasitas angkutan massal, lajur khusus, trayek angkutan umum lain yang tidak berhimpitan, dan angkutan pengumpan (feeder).

Diperlukan adanya sebuah kebijakan di bidang transportasi yang mampu menghadapi tantangan-tantangan yang dikhawatirkan akan muncul di Kota Bandar Lampung beberapa tahun mendatang, oleh karena itu Pemerintah Kota bersama Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung berusaha


(24)

melakukan perubahan paradigma dengan mengutamakan perwujudan Sistem Angkutan Umum Massal (SAUM) dengan menerapkan pengoperasian angkutan berupa Bus Rapid Transit (BRT) yang dikenal dengan sebutan busway dan diberi nama Trans-Bandar Lampung. BRT merupakan program reformasi angkutan sejalan dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) serta Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM. 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di jalan dengan Kendaraan Umum (Radar Lampung, edisi Kamis 1 Maret 2012).

Keberadaan busway terlebih dulu menjadi sarana transportasi umum di kota-kota besar lainnya seperti di Jakarta (Trans Jakarta), Yogyakarta (Trans Jogja), Bandung (Trans Metro Bandung), Bogor (Trans Pakuan), Pekanbaru (Trans Metro Pekanbaru), dan Palembang (Trans Musi). Pelaksanaan program BRT di kota-kota tersebut tentu menuai sorotan baik dari segi teknis hingga dampak dari program ini. Penelitian mengenai busway sebelumnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti, oleh Arief Effendi (2011) yang menyoroti karakteristik dan persepsi penumpang terhadap pelayanan BRT Trans Semarang koridor I, mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP UNILA, Achmad Barjan (2006) yang melihat dampak kebijakan busway terhadap pengurangan tingkat kemacetan di Provinsi DKI Jakarta, serta penelitian oleh Moniqa Dwi Permatasarie (2009) yang bertujuan menganalisis bagaimana kualitas pelayanan yang dilaksanakan Trans Jakarta terhadap kepuasan konsumen di koridor 6 (Ragunan-Dukuh Atas). Berbeda dengan penelitian-penelitian yang disebutkan di atas, pada


(25)

penelitian ini, peneliti mengangkat sisi perencanaan dari BRT di Kota Bandar Lampung pada tahun 2011. Pemahaman dalam manajemen publik penting bagi pemerintah terkait untuk merencanakan penetapan langkah-langkah yang akan diambil agar peluang bagi pencapaian sasaran dapat terbuka luas dan keberadaan dari program busway ini menjadi alat tepat untuk memecahkan masalah kemacetan di Kota Bandar Lampung. Berikut adalah tabel rencana rute trayek BRT-Trans Bandar Lampung:

Tabel 1. Rute Tayek Bus Rapid Transit (BRT) Trans Bandar Lampung

Trayek Rute

1. Rajabasa – Panjang (via Jl. Soekarno - Hatta)

2. Natar – Rajabasa –

Sukaraja (via Jl. Pagar Alam – Jl. Teuku Umar – Jl. Raden Intan – Jl. P. Diponegoro – Jl. Hasanudin – Jl. Yos Sudarso)

3. Perum Korpri – Sukaraja (via Jl. Ryacudu – Jl. Sultan Agung – Jl. Teuku Umar – Jl. Raden Intan – Jl. A.Yani – Jl. Wolter Monginsidi

– Jl. WR. Supratman – Jl. Patimura – Jl. Hasanudin – Jl. Yos Sudarso)

4. Kemiling – Ir. Sutami (via Jl. Imam Bonjol – Jl. RA. Kartini – Jl. Raden Intan – Jl. Pemuda – Jl. Hayam Wuruk – Jl. P. Antasari – Jl.

SA. Tirtayasa)

5. Kemiling – Sukaraja (via Jl. Imam Bonjol – Jl. RA. Kartini – Jl. Raden Intan – Jl. Sudirman – Jl. Gatot Subroto –

Jl. Yos Sudarso)

6. Rajabasa – Pasar Cimeng (via Jl. ZA. Pagar Alam – Jl. Pramuka – Jl. Teuku Cik Ditiro – Jl. Raden Imba Kesuma – Jl. M. Hasan Rais – Jl. P. Emir M. Noor – Jl. Basuki Rahmat – Jl. WR.

Supratman – Jl Hasyim Ashari) 7. Pasir Putih – Srengsem -

Lempasing (via Jl. Yos Sudarso – Jl. Laks Malahayati – jl. Ikan tenggiri – Jl. RE Martadinata) Sumber : Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam Launching dan Diskusi PSKP

LP Universitas Lampung tanggal 1 Desember 2011.

Pemerintah kota Bandar Lampung bersama Dinas Perhubungan Kota menjadi stakeholder dalam persiapan pelaksanaan BRT, termasuk juga CV. Devis Jaya Advertising yang menjadi mitra pemerintah dalam penyediaan halte BRT (Lampungpost, edisi Jumat, 04 November 2011). Program BRT


(26)

ini telah diwacanakan sejak tahun 2010 oleh pemerintah dan Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung, ternyata dalam perencanaannya masih banyak ketimpangan yang muncul. Persoalan pertama diungkap oleh Komisi C DPRD Bandar Lampung bahwa kebijakan yang diambil Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) tidak mengalokasikan dana penunjang BRT dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2012. Program penunjang BRT tidak disepakati anggarannya oleh TAPD dengan alasan anggaran terbatas (Lampungpost, edisi Sabtu, 05 November 2011). Hal ini menunjukkan indikasi adanya kekurangjelasan dalam perencanaan program BRT.

Dampak dari perencanaan pelaksanaan program BRT ini juga menuai penolakan-penolakan dari para supir angkutan kota jurusan Rajabasa— Tanjungkarang yang menggelar aksi demo sebagai bentuk penolakan kehadiran BRT pada hari Senin, 21 November 2011 lalu. Mereka tidak mengoperasikan kendaraannya, memprotes kehadiran bus Trans Bandar Lampung yang sudah diujicobakan pada 4 hari sebelumnya. Menurut pandangan supir dan pengusaha angkot, BRT merupakan ancaman serius yang dapat mematikan usaha mereka (Lampungpost, edisi Rabu, 23 November 2011). Persoalan ini kemudian memperjelas adanya penolakan dari pihak supir angkutan umum dalam realisasi perencanaan program BRT. Perencanaan dan persiapan program BRT ini tidak lepas dari adanya ketimpangan yang muncul. Seperti kita ketahui di kota-kota lainnya yang telah menggulirkan kebijakan BRT, pada pelaksanaannya telah ditunjang oleh rambu dan marka jalan. Trans Bandar Lampung, dalam proses


(27)

pelaksanaannya pada tahap pembangunan halte dan koridor mengambil sebagian area pejalan kaki. Trotoar dijadikan area pembuatan halte yang menimbulkan ketidaknyamanan dan mengganggu serta mengambil hak pejalan kaki (Lampungpost, edisi Senin, 20 Februari 2012). Penggunaan trotoar sebagai halte BRT ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) pasal 131 yang menekankan bahwa pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung berupa trotoar, tempat penyebrangan dan fasilitas lainnya. Persoalan ini kemudian mengindikasikan adanya perencanaan program BRT yang tidak komprehensif, sedangkan penggunaan trotoar telah memiliki aturan tersendiri.

Merujuk pada realita di atas, Pemerintah Kota dan Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung harus mengimbangi secara maksimal penyediaan anggaran, kemitraan dengan pihak ketiga (stakeholder) terkait sarana dan prasarana, serta mengantisipasi pro dan kontra terhadap hadirnya BRT tersebut. Program BRT ini tidak terlepas dari bagaimana pemerintah Kota Bandar Lampung berupaya memberikan pelayanan transportasi massal yang aman, nyaman, dan terjangkau.

Perencanaan program BRT-Trans Bandar Lampung yang berjalan hingga saat ini, perlu dianalisis apa yang sebenarnya melatarbelakangi pencanangan program Trans Bandar Lampung ini. Perihal proses dalam perencanaan program ini juga akan turut dianalisis oleh penulis. Kemudian keterlibatan


(28)

stakeholder dalam perencanaan program BRT, yakni sejauh mana kepentingan masing-masing stakeholder dalam perencanaan program baru di Provinsi Lampung ini. Upaya mempelajari dan menganalisis pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi suatu hal yang penting karena transportasi menjadi alat pergerakan suatu aktivitas masyarakat daerah/kota.

1.2. Rumusan Masalah

Melihat dari pemaparan latar belakang permasalahan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apa yang melatarbelakangi perencanaan program BRT-Trans Bandar Lampung tahun 2011?

2. Bagaimana proses dalam perencanaan program BRT-Trans Bandar Lampung?

3. Bagaimana keterlibatan stakeholder dalam perencanaan program BRT-Trans Bandar Lampung?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis apa yang melatarbelakangi perencanaan program BRT-Trans Bandar Lampung tahun 2011.


(29)

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis proses dalam perencanaan program BRT-Trans Bandar Lampung.

3. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis keterlibatan stakeholder dalam perencanaan program BRT-Trans Bandar Lampung.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis atau akademis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memperkaya khasanah keilmuan Ilmu Administrasi Negara terutama tentang perencanaan program dalam organisasi sektor publik.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan atau bahan evaluasi bagi Pemerintah Kota Bandar Lampung, Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung, serta stakeholder terkait dalam perencanaan program BRT-Trans Bandar Lampung.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Publik

Manajemen publik atau dapat juga disebut manajemen pemerintah secara umum merupakan suatu upaya pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan publik dengan menggunakan sarana dan prasarana yang tersedia. Unsur manajemen saat ini menjadi suatu unsur penting dalam penyelenggaraan organisasi, baik organisasi pada sektor swasta maupun dalam sektor publik seperti organisasi pemerintahan. Manajemen pada sektor publik yang diangkat dari manajemen sektor swasta tidak menjadikan orientasi tujuan dan pelaksanaan pada organisasi sektor publik menjadi sama dengan sektor swasta. Mahmudi (2010:38-40) mengungkapkan ada setidaknya tujuh karakteristik manajemen sektor publik yang membedakannya dengan sektor swasta:

1. Sektor publik tidak mendasarkan keputusan pada pilihan individual dalam pasar, akan tetapi pilihan kolektif dalam pemerintahan dimana tuntutan masyarakat yang sifatnya kolektif (massa) akan disampaikan melalui perwakilannya yang dalam hal ini adalah partai politik atau DPR. 2. Penggerak sektor publik adalah karena adanya kebutuhan sumber daya, seperti air bersih, listrik, kemanan, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan sebagainya yang menjadi alasan utama sektor publik untuk menyediakannya.

3. Dalam organisasi sektor publik, informasi harus diberikan kepada publik seluas mungkin untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas


(31)

publik, yang artinya sektor publik sifatnya terbuka kepada masyarakat dibandingkan dengan sektor swasta.

4. Organisasi sektor publik berkepentingan untuk menciptakan adanya kesempatan yang sama bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan utama hidupnya, misalnya kebutuhan terhadap kesehatan, pendidikan, transportasi dan sarana-sarana umum lainnya.

5. Sektor publik dihadapkan pada permasalahan keadilan distribusi kesejahteraan sosial, sedangkan sektor swasta tidak dibebani tanggung jawab untuk melakukan keadilan seperti itu.

6. Dalam organisasi sektor publik, kekuasaan tertinggi adalah masyarakat. Dalam hal tertentu masyarakat adalah pelanggan, akan tetapi dalam keadaan tertentu juga masyarakat bukan menjadi pelanggan.

7. Dalam sektor swasta persaingan (kompetisi) merupakan instrument pasar, sedangkan dalam sektor publik tindakan kolektif menjadi instrument pemerintahan. Sangat sulit bagi pemerintah untuk memenuhi keinginan dan kepuasan tiap-tiap orang dan yang mungkin dilakukan adalah pemenuhan keinginan kolektif.

Pada pendekatan manajerialisme, fungsi-fungsi strategik seperti perumusan strategi, perencanaan strategik, dan pembuatan program merupakan hal yang harus dilakukan oleh manajer publik. Manajerialisme sektor publik berorientasi pada pemenuhan tujuan, pencapaian visi dan misi organisasi yang sifat pemenuhannya jangka panjang (Mahmudi, 2010:37). Untuk mewujudkan perubahan menuju sistem manajemen publik yang berorintasi pada kepentingan publik dan lebih fleksibel, Alison dalam Mahmudi


(32)

(2010:37) mengidentifikasikan ada setidaknya tiga fungsi manajemen yang secara umum berlaku di sektor publik maupun swasta, yaitu:

1. Fungsi strategi, meliputi:

a) Penetapan tujuan dan prioritas organisasi;

b) membuat rencana operasional untuk mencapai tujuan. 2. Fungsi manajemen komponen internal, meliputi:

a) Pengorganisasian dan penyusunan staf;

b) pengarahan dan manajemen sumber daya manusia; c) pengendalian kinerja.

3. Fungsi manajemen konstituen eksternal, meliputi: a) Hubungan dengan unit eksternal organisasi; b) Hubungan dengan organisasi lain;

c) Hubungan dengan pers dan publik.

Konsep manajemen publik dalam penelitian ini dipaparkan dalam 3 paradigma, yaitu sebagai berikut:

a. Old Public Administration

Wodrow Wilson dalam Thoha (2008:72-73) mengemukakan konsep pemerintahan dalam konsep Old Public Administration (yang kemudian dikenal dengan OPA) mempunyai tugas melaksanakan kebijakan dan memberikan pelayanan yang pada pelaksanaannya dilaksanakan dengan netral, professional, dan lurus mengarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Ada setidaknya dua tema kunci memahami OPA yang telah diletakkan oleh Wilson. Pertama, ada perbedaan yang jelas antara politik dengan


(33)

administrasi. Perbedaan itu dikaitkan dengan akuntabilitas yang harus dijalankan oleh pejabat terpilih dan kompetensi yang netral dimiliki oleh administrator. Kedua, adanya perhatian untuk menciptakan struktur dan strategi pengelolaan administrasi yang memberikan hak organisasi publik dan manajernya yang memungkinkan untuk menjalankan tugas-tugas secara efektif dan efisien.

Adapun konsep Old Public Administration adalah sebagai berikut (Thoha: 2008:73-74) :

1) Titik perhatian pemerintah adalah pada jasa pelayanan yang diberikan langsung oleh dan melalui instansi-instansi pemerintah yang berwenang;

2) public policy dan administration berkaitan dengan merancang dan melaksanakan kebijakan-kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan politik;

3) administrasi publik hanya memainkan peran yang lebih kecil dari proses pembuatan kebijakan-kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan politik;

4) upaya memberikan pelayanan harus dilakukan oleh para

administrator yang bertanggungjawab kepada pejabat politk dan yang diberikan diskresi terbatas untuk melaksanakan tugasnya; 5) para administrator bertanggung jawab kepada pemimpin politik


(34)

6) program-program kegiatan diadministrasikan secara baik melaui garis hierarki organisasi dan dikontrol oleh para pejabat dari hirearki atas organisasi;

7) nilai-nilai utama (the primary values) dari administrasi publik adalah efisiensi dan rasionalitas;

8) administrasi publik dijalankan sangat efisien dan sangat tertutup, karena itu warga negara keterlibatannya amat terbatas;

9) peran dari administrasi publik dirumuskan secara luas.

b. New Public Management

Organisasi sektor publik sering divisualisasikan sebagai organisasi yang kaku, tidak inovatif, minim kualitas, dan beberapa kritikan lainnya hingga memunculkan sebuah gerakan reformasi di sektor publik yaitu dengan adanya konsep New Public Management (NPM). Ditinjau dari perspektif historis, istilah New Public Management pada awalnya dikenalkan di Eropa tahun 1980-an dan 1990-an sebagai reaksi terhadap tidak memadainya model administrasi publik tradisional (Mahmudi, 2010:33-34). Konsep OPA perlahan tergantikan dengan konsep NPM yang mampu menjawab adanya tuntutan masyarakat yang semakin besar agar sektor publik dapat manghasilkan produk (barang/jasa) yang memiliki kualitas lebih baik atau minimal sama dengan yang dihasilkan sektor swasta.

Diungkapkan oleh Islamy (2003:55-56) bahwa paradigma manajemen publik mengkritisi nilai-nilai administrasi publik yang dianggap fundamental dengan menegaskan beberapa hal, yaitu:


(35)

1) Birokrasi bukanlah satu-satunya penyedia (provider) atas barang dan jasa publik karena sesuai dengan prinsip generic management yang fleksibel, sektor swasta telah lama menjadi pionir dalam menyediakan juga barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat; 2) sistem manajemen swasata yang fleksibel itu bisa diterapkan atau

diadopsi oleh sektor publik;

3) peran ganda sektor publik di bidang politik dan administrasi yang telah lama terjadi bisa lebih terwujud di dalam paradigma baru, manajemen publik;

4) akuntabilitas publik dapat diwujudkan secara lebih nyata. c. New Public Service

Periode ketiga dalam perkembangan manajemen publik yaitu periode New Public Service atau NPS. Berbeda dengan konsep model klasik dan NPM, konsep NPS adalah konsep yang menekankan berbagai elemen. Walaupun demikian NPS mempunyai normatif model yang dapat dibedakan dengan konsep-konsep lainnya. Thoha (2008:84) menyatakan bahwa ide dasar dari NPS dibangun dari konsep-konsep; (1) teori democratic citizenship; (2) model komunitas dan civil society; (3) organisasi humanism; (4) postmodern ilmu administrasi publik. Pemahaman mengenai manajemen dalam sektor publik merupakan adopsi dari unsur-unsur manajemen pada sektor swasta. Oleh karena itu, senada diungkapkan oleh Mahmudi (2010:36) organisasi sektor publik perlu mengadopsi prinsip-prinsip sektor swasta.


(36)

Dari paradigma-paradigma di atas, telah dikemukakan perubahan konsep manajemen publik di masing-masing periode. Pada hakikatnya menurut Islamy (2003:56) manajemen publik memiliki karakter antara lain:

1. Manajemen publik merupakan bagian yang sangat penting dari administrasi publik (yang merupakan bidang kajian yang lebih luas), karena administrasi publik tidak membatasi dirinya hanya pada pelaksanaan manajemen pemerintahan saja tetapi juga mencakup aspek politik, sosial, kultural, dan hukum yang berpengaruh pada lembaga-lembaga publik;

2. manajemen publik berkaitan dengan fungsi dan proses manajemen yang berlaku baik pada sektor publik (pemerintahan), maupun sektor diluar pemerintahan yang tidak bertujuan mencari untung (nonprofit sector); 3. manajemen publik memfokuskan atau mengarahkan administrasi publik

sebagai suatu profesi dan manajernya sebagai praktisi dari profesi tersebut;

4. manajemen publik berkaitan dengan kegiatan internal (internal operations) dari organisasi pemerintahan maupun sektor non pemerintahan yang tidak bertujuan mencari untung;

5. manajemen publik secara spesifik menyuarakan tentang bagaimanakah organisasi (organizational how to) publik melaksanakan kebijakan publik;


(37)

6. manajemen publik memanfaatkan fungsi-fungsi: perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan sebagai sarana untuk mencapai tujuan publik, maka berarti memfokuskan diri pada the managerial tools, techniques, knowledges and skills yang dipakai untuk mengubah kebijakan menjadi pelaksanaan program.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip dalam sektor swasta yang diadopsi ke dalam manajemen sektor publik demi pemenuhan kebutuhan publik dilakukan oleh pemerintah yang menginginkan perubahan yang berorientasi pada kepentingan publik dan lebih fleksibel. Sebagai bentuk nyata dari manajemen publik, pada penelitian ini penyelenggaraan program BRT di Kota Bandar Lampung akan dilihat sisi perencanaanya. Selain itu, pengadopsian aktivitas manajemen yang menekankan pada sasaran akhir demi mewujudkan kepentingan masyarakat kota Bandar Lampung merupakan aspek yang penting dalam penelitian ini.

2.2. Manajemen Perencanaan 2.2.1 Manajemen

Ada beberapa pengertian manajemen yang dapat digunakan dalam penelitian ini antara lain: menurut Manullang (1996:2) yang mengatakan bahwa manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawasan sumber daya untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Jadi dapat dikatakan bahwa manajemen


(38)

merupakan serangkaian kegiatan yang disiapkan dalam rangka pencapaian tujuan.

Selain itu, menurut Stoner dan Wankel dalam Siswanto (2007:2) manajemen diartikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan seluruh sumber daya organisasi lainnya demi tercapainya tujuan organisasi. Dalam hal ini yang dimaksud dengan proses adalah cara sistematis untuk menjalankan suatu pekerjaan.

Menurut Sikula dalam Hasibuan (2006:2) manajemen pada umumnya dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien. Pada konteks manajemen publik barang dan jasa yang dihasilkan bukan dalam bentuk profit atau keuntungan tapi dalam bentuk pelayanan publik. Definisi mengenai manajemen juga dikemukanan oleh Terry (Hasibuan, 2006:2) yang mengemukakan pendapatnya mengenai manajemen sebagai suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya.


(39)

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen mencakup penentuan tujuan, bagaimana rencana untuk mencapai tujuan tersebut dengan menggunakan dan memaksimalkan sumber daya yang ada, yang kesemuanya difokuskan dalam rangka pencapaian tujuan di organisasi tersebut.

2.2.2. Konsep Perencanaan

Untuk memberikan pemahaman mengenai penelitian ini, maka berikut beberapa definisi tentang perencanaan dari para ahli. Kata perencanaan merupakan istilah yang memiliki cakupan yang luas dalam kegiatannya. Perencanaan (planning) adalah fungsi dasar dari manajemen. Perencanaan diproses oleh perencana (planner), hasilnya menjadi rencana (plan). Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan rencana. Produk dari perencanaan adalah rencana (Hasibuan, 2006:91). Para perencana dikemukakan oleh Hamzens (2005:142) bahwa haruslah orang-orang yang profesional di bidangnya yang mampu melihat pada kondisi empiris serta melakukan anlisis sesuai bidangnya masing-masing.

Konsepsi dasar yang diungkapkan oleh Siswanto (2007:42) menggambarkan perencanaan sebagai proses dasar yang digunakan untuk memilih tujuan dan menentukan cakupan pencapaiannya. Tidak jauh berbeda, secara sederhana berkaitan dengan tujuan perencanaan juga diungkapkan oleh Allen dalam Manullang (1996:38) yang merumuskan perencanaan sebagai sebuah penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pendapat ini serupa dengan apa yang dikemukakan oleh Stoner dan Wankel


(40)

dalam Siswanto (2007:2) bahwa perencanaan adalah menetapkan tujuan dan tindakan yang akan dilakukan. Robbins dan Coulter dalam Sule dan Saefullah (2005:96) mendefinisikan perencanaan sebagai sebuah proses yang dimulai dari penetapan tujuan organisasi, menentukan strategi untuk pencapaian tujuan organisasi tersebut secara menyeluruh, serta merumuskan sistem perencanaan yang menyeluruh untuk mengintegrasikan dan mengkordinasikan seluruh pekerjaan hingga tercapainya tujuan organisasi. Secara sederhana pula perencanaan diartikan oleh Tjokroamidjojo dalam Widjaya (1995: xiii) sebagai suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Terry dan Rue (1996:43-44) menjelaskan bahwa di dalam fungsi-fungsi manajemen, perencanaan merupakan sebuah proses memutuskan tujuan-tujuan apa yang akan dikejar selama suatu jangka waktu yang akan datang dan apa yang dilakukan agar tujuan-tujuan itu dapat tercapai. Pelaksanaan perencanaan seperti diungkapkan oleh Hamzens (2005:8) juga harus dipandang sebagai suatu kegiatan yang yang terus-menerus dan berkelanjutan untuk menyelesaikan masalah publik.

Terry dan Rue juga mengemukakan bahwa perencanaan merupakan bagian yang paling awal dari fungsi-fungsi manajemen yang lain dengan urutan siklus sebagai berikut:

1. Planning – menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut.


(41)

2. Organizing – mengelompokkan dan menentukan berbagai kegiatan penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut.

3. Staffing – menentukan kebutuhan-kebutuhan sumber daya manusia, pengarahan, penyaringan latihan dan pengembangan tenaga kerja.

4. Motivating - mengarahkan atau menyalurkan perilaku manusia-manusia ke arah tujuan.

5. Controlling – mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan, menentukan sebab-sebab penyimpangan-penyimpangan dan mengambil tindakan-tindakan korektif bila diperlukan.

Definisi mengenai perencanaan juga diungkapkan oleh Sarwoto dalam Syafii (1998:49) yang menganggap bahwa perencanaan adalah suatu gejala yang umum dan mutlak diperlukan terutama bagi usaha-usaha yang mempunyai lapangan yang luas, serta merupakan fungsi pertama yang harus dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan. Jadi, perencanaan merupakan persiapan teratur dari setiap usaha untuk mewujudkan tujuan.

Terry dalam Syafii (1998:49) kemudian juga mengemukakan bahwa perencanaan adalah memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Oleh sebab itu, maka manajemen perencanaan merupakan sebuah tindakan yang berupaya menghasilkan keputusan-keputusan dan tindakan yang mengarahkan suatu kebijakan pada


(42)

suatu tujuan dan hasil dengan memperhatikan resiko, dan tindakan yang diambil.

Sementara itu, Miro (2005:3) menjelaskan perencanaan sebagai proses, tahapan, langkah-langkah yang harus dilalui dan dilakukan untuk mencapai produk atau hasil, sasaran (object), tujuan (goals), cita-cita atau keinginan (target) serta mewujudkan dan merealisasikan ide-ide atau gagasan yang sudah dinyatakan sebelumnya. Ini menerangkan bahwa tahapan perencanaan merupakan tahap yang menentukan dalam pencapaian sebuah tujuan dan sasaran. Beberapa hal menurut Hasibuan (2006:91) yang membuat perencanaan menjadi tahapan yang sangat penting, karena:

1. Tanpa perencanaan dan rencana berarti tidak ada tujuan yang akan dicapai;

2. tanpa perencanaan dan rencana tidak ada pedoman pelaksanaan sehingga banyak pemborosan;

3. rencana adalah dasar pengendalian, karena tanpa ada rencana pengendalian tidak dapat dilakukan;

4. tanpa perencanaan dan rencana berarti tidak ada keputusan dan proses manajemen yang dilakukan.

Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa perencanaan merupakan kegiatan terintegrasi yang dikoordinasikan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Dari perumusan-perumusan mengenai definisi perencanaan di atas, suatu rencana juga harus memuat hal-hal sebagai berikut:


(43)

1. Penjelasan dari perincian kegiatan-kegiatan yang dibutuhkannya, faktor-faktor produksi yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut agar apa yang menjadi tujuan dapat dihasilkan;

2. penjelasan mengapa kegiatan-kegiatan itu harus dikerjakan dan mengapa tujuan yang ditentukan itu harus dicapai;

3. penjelasan tentang lokasi fisik setiap kegiatan yang harus dikerjakan sehingga tersedia segala fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan itu;

4. penjelasan mengenai waktu dimulainya pekerjaan dan diselesaikannya pekerjaan baik untuk tiap-tiap bagian pekerjaan maupun untuk seluruh pekerja;

5. penjelasan tentang para petugas yang akan mengerjakan pekerjaannya, baik mengenai kuantitas maupun kualitas, yaitu kualifikasi-kualifikasi pegawai, seperti keahlian, pengalaman, dan sebagainya; serta

6. penjelasan tentang tehnik mengerjakan pekerjaan.

Berdasarkan pendapat di atas, dalam penelitian ini konsep perencanaan program BRT Kota Bandar Lampung oleh pemerintah kota dan stakeholder dapat diidentifikasi melalui tujuan program BRT yang akan dicapai di masa depan, pedoman perencanaan program BRT, perincian kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan, hingga aktivitas pemerintah kota Bandar Lampung dan stakeholder yang terkait dalam perencanaan program BRT.


(44)

Beberapa ahli mendeskripsikan fungsi dari tahap perencanaan, beberapa diantaranya adalah fungsi perencanaan menurut Robbins dan Coulter dalam Sule dan Saefullah (2005:07) antara lain sebagai berikut:

1. Perencanaan sebagai pengarah.

Perencanaan akan menghasilkan upaya untuk meraih sesuatu dengan cara yang lebih terkoordinasi. Perencanaan dalam hal ini memegang fungsi pengarahan dari apa yang harus dicapai oleh organisasi.

2. Perencanaan sebagai minimalisasi ketidakpastian.

Dengan adanya perencanaan, diharapkan ketidakpastian yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang dapat diantisipasi.

3. Perencanaan sebagai minimalisasi pemborosan sumber daya.

Jika perencanaan dilakukan dengan baik, maka jumlah sumber daya yang diperlukan, dengan cara bagaimana penggunaanya dan untuk penggunaan apa saja dengan lebih baik dipersiapkan sebelum kegiatan dijalankan. 4. Perencanaan sebagai penetapan standar dalam pengawasan kualitas. Perencanaan berfungsi sebagai penetapan standar kualitas yang harus

dicapai oleh organisasi dan diawasi pelaksanaannya dalam fungsi pengawasan manajemen.

Selain memiliki fungsi, berbicara mengenai perencanaan juga berbicara mengenai tujuan dari perencanaan itu sendiri. Hasibuan (2006:95) mengungkapkan ada setidaknya 9 tujuan dari perencanaan,antara lain: 1. Perencanaan bertujuan untuk menentukan tujuan, kebijakan-kebijakan,

prosedur, dan program serta memberikan pedoman cara-cara pelaksanaan yang efektif dalam mencapai tujuan;


(45)

2. perencanaan bertujuan untuk menjadikan tindakan ekonomis, karena semua potensi terarah dengan baik kepada tujuan;

3. perencanaan adalah satu usaha untuk memperkecil risiko yang dihadapi pada masa yang akan datang;

4. perencanaan menyebabkan kegiatan-kegiatan dilakukan secara teratur dan bertujuan;

5. perencanaan memberikan gambaran yang jelas dan lengkap tentang seluruh pekerjaan;

6. perencanaan membantu penggunaan suatu alat pengukuran hasil kerja; 7. perencanaan menjadi suatu landasan untuk pengendalian;

8. perencanaan merupakan usaha untuk menghindari mismanagement dalam penempatan karyawan;

9. perencanaan membantu peningkatan data guna dan hasil guna organisasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perencanaan berfungsi sebagai pengarah, meminimalisir ketidakpastian termasuk dalam pemborosan sumber daya yang digunakan dalam pelasksanaan rencana kemudian, serta sebagai standar dari target yang akan dicapai. Perencanaan juga memliliki tujuan, dan yang paling utama dari tujuan perencanaan ialah penetapan tujuan yang ingin dicapai, kebijakan-kebijakan, prosedur, dan program yang akan dilakukan guna efisiensi pencapaian tujuan.

2.2.4. Proses Perencanaan

Perencanaan sebagai suatu proses dapat diibaratkan sebagai pengolahan dari keputusan-keputusan yang telah ditetapkan di awal perencanaan. Sebagai


(46)

sebuah proses, perencanaan merupakan suatu cara yang sistematis untuk menjalankan suatu pekerjaan. Perencanaan mengandung suatu aktivitas tertentu yang saling berkaitan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Beberapa ahli mendeskripsikan tahapan dari proses perencanaan, beberapa diantaranya adalah aktivitas perencanaan yang dimaksud oleh Allen dalam Siswanto (2001:45-46):

1. Prakiraan (forecasting)

Merupakan suatu usaha yang sistematis untuk meramalkan atau memperkirakan waktu yang akan datang dengan penarikan kesimpulan atas fakta yang telah diketahui.

2. Penetapan tujuan (esthabilishing objective)

Penetapan tujuan merupakan suatu aktivitas untuk menetapkan sesuatu yang ingin dicapai melalui pelaksanaan pekerjaan.

3. Pemrograman (programming)

Pemrograman adalah suatu aktivitas yang dilakukan dengan maksud untuk menetapkan: (a) Langkah-langkah utama yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan; unit dan anggota yang bertanggungjawab untuk setiap langkah. (b) Urutan serta pengaturan waktu setiap langkah.

4. Penjadwalan (scheduling)

Penjadwalan adalah penetapan atau penunjukan waktu menurut kronologi tertentu guna melaksanakan berbagai macam pekerjaan.


(47)

Penganggaran merupakan suatu aktivitas untuk membuat pernyataan tentang sumber daya keuangan (financial resources) yang disediakan untuk aktivitas dan waktu tertentu.

6. Pengembangan prosedur (developing procedure)

Pengembangan prosedur merupakan suatu aktivitas menormalisasikan cara, teknik, dan metode pelaksanaan suatu pekerjaan.

7. Penetapan dan interpretasi kebijakan (esthablishing and interpreting policies)

Penetapan dan interpretasi kebijakan adalah suatu aktivitas yang dilakukan dalam menetapkan syarat berdasarkan kondisi yang akan melaksanakan perencanaan tersebut.

Beberapa tindakan yang harus dilakukan untuk membuat suatu rencana juga dipaparkan oleh Manullang (1996:42). Ada setidaknya 5 langkah pada proses perencanaan, yaitu:

1. Menetapkan tugas dan tujuan.

Tugas menjadi penentu kegiatan apa saja yang akan dan harus dikerjakan dalam pembuatan suatu rencana. Sedangkan tujuan merupakan landasan dari pembuatan rencana kemudian. Seluruh perencanaan ditujukan kepada pencapaian tujuan, karena perencanaan yang efektif haruslah memiliki tujuan yang akan dicapai dari perencanaan tersebut.

2. Mengobservasi dan menganalisis

Langkah berikutnya adalah mencapai atau mengobservasi faktor yang mempermudah untuk mencapai tujuan. Dalam langkah ini, pembelajaran terhadap pengalaman organisasi/instansi lain dapat dijadikan bahan


(48)

analisis untuk mengetahui apakah faktor tersebut masih efektif untuk digunakan.

3. Mengadakan kemungkinan-kemungkinan

Tersedianya bahan-bahan yang diperoleh pada langkah terdahulu, memberikan perencana untuk dapat membuat beberapa kemungkinan untuk mencapai tujuan.

4. Membuat sintesis

Kemungkinan-kemungkinan yang ada untuk mencapai suatu tujuan membuat perencana harus mengambil pilihan akan alternatif yang ada. Pada fase ini, perencana harus memperhitungkan sisi negatif dari tiap alternatif dan mengambil sisi positif sehingga proses diperoleh sintesis dari beberapa alternatif kemungkinan tersebut.

5. Menyusun rencana.

Sementara itu, Prajudi dalam Syafii (1998:50) membuat beberapa langkah-langkah tertentu, untuk menetapkan perencanaan yang baik, yaitu: identifikasi masalah, analisis situasi, merumuskan yang hendak dicapai, menyusun garis besar senacam proposal, membicarakan proposal yang telah disusun, menetapkan komponen, penentuan tanggung jawab masing-masing komponen, menentukan outline, mengadakan kontak antar unit, pengumpulan data terkait, pengolahan data, penyimpulan data, pendiskusian rencana sesuai data, penyusunan naskah final, evaluasi naskah rencana, persetujuan naskah rencana, penjabaran untuk pelaksanaan.


(49)

Pada tahapan perencanaan juga dilakukan sebuah perumusan terhadap semua rangkaian aktivitas, mengapa keputusan itu diambil, serta bagaimana keputusan itu direalisasikan. Robbins dan Coulter dalam Sule dan Saefullah (2005:97) menjelaskan bahwa paling tidak ada empat fungsi dari perencanaan, yaitu sebagai arahan, meminimalkan dampak dari perubahan, meminimalkan pemborosan dan kesia-siaan, serta menetapkan standar dalam pengawasan kualitas. Jadi, dalam tahap perencanaan akan menghasilkan upaya untuk mengkoordinasikan dampak dari keputusan yang diambil terhadap perencanaan akan perubahan.

Merujuk pada berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tahapan pada proses perencanaan yang paling utama adalah penetapan tujuan sebagai latar belakang dari perencanaan, kemudian mengobservasi dan menganalisis kemungkinan-kemungkinan yang muncul, mengambil pilihan alternatif kemungkinan dan menetapkan pilihan pada aktivitas dalam bentuk program yang terjadwal, serta memiliki anggaran yang jelas.

Pada penelitian mengenai analisis perencanaan program BRT (Trans Bandar Lampung) ini, peneliti merumuskan hanya yang dianggap mewakili dari beberapa tahapan yang telah disebutkan sebelumnya dan sesuai dengan keadaan yang ingin diteliti. Adapun tahapan yang dipakai meliputi: Prakiraan (forecasting), Pemrograman (programming), Penjadwalan (scheduling), Penganggaran (budgeting), dan pengembangan prosedur yang telah diinterpretasikan dalam bentuk-bentuk aktivitas maupun kegiatan.


(50)

2.3. Perencanaan Transportasi 2.3.1. Transportasi

Menurut Miro (2005:4), transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, di mana di tempat lain ini objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu. Lebih jauh, transportasi juga merupakan sebuah proses, yakni proses pindah, proses gerak, proses mengangkut dan mengalihkan di mana proses ini tidak dapat dilepaskan dari keperluan akan alat pendukung untuk menjamin kelancaran proses perpindahan sesuai dengan waktu yang diinginkan.

Sementara itu, menurut Sadyohutomo (2008:159), layanan transportasi adalah memindahkan barang atau manusia dari satu tempat ke tempat lain sehingga memperoleh manfaat. Manfaat pemindahan tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek sesuai dengan tujuannya, yaitu aspek ekonomi, sosial, politis, bahkan hankam. Transportasi dapat dikatakan sangat diperlukan sebagai fasilitas pendukung seluruh kegiatan kehidupan, tanpa harus melihat lokasi, perkembangan transportasi wajib setara dengan perkembangan kegiatan kehidupan, baik kualitas maupun kuantitasnya (Miro, 2005:2). Dikemukakan lebih lanjut oleh Adisasmita (2011:6) bahwa transportasi memiliki peranan dan fungsi yang amat penting, yaitu sebagai fasilitas penunjang dan fasilitas pendorong. Sebagai fasilitas penunjang, transportasi dimaksudkan akan meningkatkan pengembangan berbagai kegiatan di sektor-sektor lain di luar sektor transportasi. Sedangkan sebagai fasilitas pendorong diharapkan akan membantu membuka daerah-daerah terisolasi.


(51)

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa transportasi merupakan suatu upaya pengalihan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain dengan proses pemindahan. Dalam penelitian ini, transportasi terfokus pada pola perencanaan pengangkutan penumpang oleh sarana transportasi angkutan massal dengan jenis angkutan busway.

2.3.2. Bus Rapid Transit (BRT)

Sarana angkutan umum perkotaaan yang banyak digunakan di kota-kota besar adalah jenis bus. Salah satunya adalah busway. Busway adalah alat transportasi massal perkotaan yang memiliki daya tampung penumpang setara dengan 4-5 angkutan kota. Penyelenggaraan busway membutuhknan terminal khusus dan jalur jalan khusus (Adisasmita, 2005:131). Bus Rapid Transit (BRT) beroperasi dengan rute trayek tertentu di jalur yang telah disediakan. Jalur BRT sebagian atau parsial, artinya BRT dengan lajur khusus di beberapa ruas jalan, namun pada ruas jalan dan persimpangan yang tidak memungkinkan dibangun lajur khusus maka BRT bercampur dengan kendaraan lainnya.

2.3.3. Perencanaan Transportasi

Semakin berkembangnya aktivitas penduduk di suatu daerah, maka segala fasilitas pendukung sebaiknya turut dikembangkan mengikuti pergerakan yang ada. Tuntutan akan perkembangan aktivitas, gaya hidup, pertambahan penduduk, kebutuhan hidup yang bertambah, membuat sistem transportasi sebagai sarana perpindahannya harus mampu direncanakan dengan tepat dan sesuai dengan kondisi (Miro, 2005:3).


(52)

Perencanaan transportasi menurut Adisasmita (2011:45) dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang tujuannya mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan manusia dan barang bergerak atau berpindah tempat dengan aman, murah, cepat, dan nyaman. Lebih lanjut, dikatakan bahwa perencanaan transportasi yang baik adalah perencanaan yang mampu meramalkan lalu lintas masa depan, yang ditunjukkan dalam peningkatan kebutuhan pergerakan dalam bentuk perjalanan manusia, barang dan kendaraan yang ditunjang oleh tersedianya kapasitas prasarana transportasi; yang selanjutnya diikuti oleh penjabaran ke dalam keterkaitan antar wilayah yang digambarkan dalam distribusi lalu lintasnya; untuk selanjutnya dilakukan pemilihan moda transportasi yang serasi dan penyusunan rute/proyek yang mampu melayani kebutuhan pergerakan perjalanan lalu lintas masa depan.

Masih diungkapkan oleh Adisasmita, proses perencanaan transportasi meliputi beberapa tahapan analisis, sebagai berikut:

1. Inventarisasi kondisi saat ini, meliputi tata guna lahan, pemilikan kendaraan, pergerakan orang dan kendaraan, fasilitas transportasi, aktivitas ekonomi, sumber dana yang tersedia, dan perjalanan;

2. keputusan kebijakan umum masa mendatang meliputi pengontrolan peraturan dan kebijakan umum terhadap pengembangan lahan pada masa mendatang dan karakteristik dari jaringan trasportasi pada masa mendatang;


(53)

3. perkiraan pertumbuhan daerah perkotaan pada masa mendatang, meliputi perkiraan jumlah penduduk, aktivitas ekonomi, pemilikan kendaraan, tata guna lahan, dan jaringan transportasi pada masa mendatang;

4. perkiraan pergerakan pada masa mendatang, meliputi pembangkitan perjalanan, pemilihan moda, perpindahan antar zona pada jaringan transportasi dan evaluasi terhadap jaringan yang telah tersedia, serta kemajuan teknologi transportasi (perkotaan).

Berdasarkan pemaparan perencanaan transportasi di atas, dapat dipahami bahwa perencanaan transportasi sebagai sebuah proses yang berlangsung dengan beberapa tahapan dari kebijakan yang dipersiapkan untuk keadaan di masa depan. Di dalam penelitian ini, perencanaan transportasi yang dimaksud adalah perencanaan program BRT (Trans Bandar Lampung) sebagai sarana angkutan umum massal yang diterapkan di kota Bandar Lampung.

2.4. Program

Tujuan atau sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi diturunkan dalam bentuk perencanaan. Perencanaan menjadi arahan pada usaha-usaha sebuah organisasi yang diwujudkan dalam bentuk program. Beberapa definisis mengenai program digunakan dalam penelitian ini, antara lain: menurut Kunarjo (2002:206) secara sederhana program merupakan sekumpulan kegiatan yang saling berkaitan satu sama lain untuk mencapai tujuan tertentu. Kemudian Hasibuan (2006:100), mendefinisikan program sebagai


(54)

satu rencana yang pada dasarnya telah menggambarkan rencana yang konkret. Rencana dapat dikatakan konkret, karena dalam program telah tercantum, baik itu sasaran, kebijaksanaan, prosedur, waktu, maupun anggarannya. Jadi, program juga merupakan usaha-usaha untuk mengefektifkan rangkaian tindakan yang harus dilaksanakan menurut bidangnya masing-masing.

Disamping itu, diungkapkan oleh Manullang (1996:41) bahwa program adalah campuran dari politik, prosedur, dan budget yang dimaksudkan untuk menetapkan suatu rangkaian tindakan untuk waktu yang akan datang. Hal ini menjelaskan bahwa ada dimensi politik, aspek prosedural, serta pendanaan yang memadai yang disiapkan dalam menunjang keberadaan sebuah program.

Sementara itu, Terry (2003:64-65) mengatakan bahwa program merupakan jenis rencana komprehensif yang dihimpun oleh ke dalam suatu bentuk gabungan dari berbagai rencana untuk masa yang akan datang berasal dari berbagai sumber di dalam sebuah organisasi. Di dalam program terdapat rencana-rencana jangka panjang atau jangka pendek, rencana orientasi, rencana operasional, sasaran-sasaran kebijaksanaan dan prosedur-prosedur. Namun demikian, sesungguhnya suatu program mencakup bagian-bagian yang besar dari sebuah organisasi, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa program mencakup sasaran, kebijaksanaan, prosedur, waktu, maupun


(55)

anggarannya. Pada program juga terdapat rencana-rencana jangka panjang atau jangka pendek, rencana orientasi, rencana operasional, sasaran-sasaran kebijaksanaan dan prosedur-prosedur program tersebut.


(56)

III. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu. Melakukan sebuah penelitian, peneliti harus memiliki metode yang digunakan sebagai alat yang digunakan untuk meneliti. Menurut Sugiyono (2009:2) metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dengan artian, metode penelitian adalah serangkaian tindakan untuk memperoleh informasi berupa data dengan tujuan dan manfaat telah ditentukan.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dikemukakan oleh Basrowi dan Suwandi (2008:2) adalah salah satu metode penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan melalui proses berfikir induktif. Dalam penelitian kualitatif, peneliti terlibat dalam situasi dan

setting fenomena yang diteliti. Pendapat ini didukung pula oleh Sugiyono

(2009:3) yang mengungkapkan bahwa metode penelitian kualitatif berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (lawan dari eksperimen) dimana peneliti adalah sebagi instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara


(57)

triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna dibandingkan generalisasi.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena untuk memperoleh analisa terhadap situasi perencanaan program Bus Rapid

Transit (BRT) Kota Bandar Lampung, temuan-temuannya tidak dapat

diperoleh dengan menggunakan prosedur statistik sebagaimana pendekatan kuantitatif yang sebagian datanya dapat dihitung. Namun dengan proses kualitatif dimana peneliti harus menafsirkan secara mendalam hasil dari temuan di lokasi penelitian.

Jenis penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif dengan penggambaran hasil penelitian menggunakan narasi dan beberapa tabel. Menurut Soejono dan Abdurahman (1999:23) metode deskriptif diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek peneliti (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif karena peneliti memperoleh data berupa naskah, dokumen, pengamatan, melalui proses wawancara, yang dilakukan kepada aktor-aktor terkait perencanaan program BRT-Trans Bandar Lampung. Semua data yang diperoleh pada saat penelitian berlangsung berkemungkinan menjadi kunci dari penelitian perencanaan program BRT-Trans Bandar Lampung ini.


(58)

3.2. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan masalah penelitian pada 3 hal yaitu Latar belakang perencanaan, proses perencanaan, dan keterlibatan

stakeholder dalam perencanaan program BRT-Trans Bandar Lampung.

1. Latar belakang perencanaan program BRT-Trans Bandar Lampung. 2. Proses perencanaan program BRT-Trans Bandar Lampung berdasarkan

tahapan perencanaan: Prakiraan, pemrograman, penjadwalan, penganggaran, dan pengembangan prosedur.

3. Keterlibatan stakeholder dalam tahapan perencanaan program BRT-Trans Bandar Lampung:

a. Keterlibatan stakeholder dalam tahapan perencanaan;

b. Peran masing-masing stakeholder dalam tahapan perencanaan.

3.3. Lokasi dan Tempat Penelitian

Menururt Moleong (2007:128), lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian terutama dalam menangkap fenomena atau peristiwa yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dalam rangka mendapatkan data-data penelitian yang akurat. Menentukan lokasi penelitian cara terbaik yang ditempuh adalah dengan mempertimbangkan teori substantif dan dengan mempelajari serta mendalami fokus serta rumusan masalah penelitian. Selain itu, perlu dipertimbangkan keterbatasan geografi dan praktis seperti waktu, biaya serta tenaga dalam penentuan lokasi penelitian.


(59)

Lokasi penelitian ini ditentukan dengan sengaja (purposive) yang dilakukan di Kota Bandar Lampung, dengan alasan karena peneliti melihat adanya ketimpangan dalam yang muncul dalam persiapan dan pelaksanaan program BRT. Kemudian peneliti tertarik meneliti program BRT ini dikarenakan merupakan program baru yang diberlakukan di Kota Bandar Lampung, tepatnya sejak 19 Desember 2011, dimana peneliti melihat adanya kesenjangan antara pelaksanaan dengan kondisi ideal penerapan moda transportasi massal seperti BRT pada umumnya. Peneliti dengan lebih spesifik melakukan penelusuran di Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung sebagai regulator program BRT Kota Bandar Lampung dan instansi yang memiliki peran dalam perencanaan program ini.

3.4. Sumber Data

Bila dilihat dari sumber data, menurut Sugiyono (2009:225) pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, contohnya berupa dokumen. Sumber-sumber data dalam penelitian ini adalah:

1. Informan

Informan adalah orang yang dianggap tepat untuk memberikan informasi seputar masalah penelitian. Informan yang dipilih tentunya adalah orang yang tepat dan mempunyai pandangan mengenai permasalahan atau topik terkait penelitian.


(1)

5

Sebagai angkutan umum, BRT tetap dibebankan kewajiban seperti

angkutan umum perkotaan lainnya.

Hujatullah, S.H. (Kepala Bidang Angkutan Darat, Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung) :

“Tentu ada. Karena pemerintah kota ini kan selaku pengendali, selaku Pembina, selaku pengawas, perizinan daripada angkutan BRT, itu sebagai salah satu sokongan PAD kita dalam bentuk retribusi yang memang diatur dalam undang-undang. Yaitu retribusi izin trayek namanya. Nah dari situ curian PAD kita. Selain itu dia juga menyumbang lewat retribusi terminal”.

Kesimpulan: Program ini dipersiapkan secara teknis, namun tidak dalam anggaran. Akan tetapi, Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung pada akhirnya mengajukan permohonan anggaran untuk melengkapi fasilitas pendukung. Artinya, tidak dengan alokasi dana pada tingkat daerah, namun dana bantuan dari pusat untuk penunjang BRT-Trans Bandar Lampung.

Pengembangan Prosedur

Pembentukan konsorsium PT.Trans Bandar Lampung sebagai

operator BRT-Trans Bandar Lampung

Yeni Tri Waluyo, S.E. (Direktur Operasional PT.Trans Bandar Lampung):

Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT. Trans Bandar Lampung tentang kerja sama pengelolaan sistem pelayanan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum di wilayah perkotaan di kota Bandar Lampung.


(2)

“Jadi awalnya kan diserahkan ke masing-masing PO. Jadi Per PO itu dikasih izin prinsip sebanyak 5 unit. Tiap PO 5 unit. Terus ada 35 PO awalnya. Cuma karena sesuatu dan lain hal, akhirnya dibuatlah konsorsium. Tidak diserahkan ke masing-masing PO. Jadi karena terutama karena masalah pembiayaan lah. Jadi dari 35 PO ini ada yang kesulitan masalah pembiayaan lah ya.. Akhirnya dibentuk konsorsium yang terdiri dari 35 PO. Nah sifatnya ada yang KSO, ada yang sifatnya konsorsium. Jadi yang ada 6 PO tidak mau bergabung di konsorsium, tapi memilih KSO.”

Ediyal Tamimi (Kasi Operasi Perum DAMRI Bandar Lampung): “Karena kami juga UPT dan bernaung dibawah lindungan pemerintah, kami mengikuti saja instruksi atasan. Dalam hal ini pak Walikota menginstruksikan perum DAMRI untuk bergeser trayeknya, tentu kami akan mengikuti. Hanya kami sempat meminta waktu beroperasi hingga masa trayek kami habis pada Agustus untuk kelas Ekonomi dan Mei untuk AC, namun itupun tidak bisa dipenuhi. Dan pada akhirnya kami tetap mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah kota untuk tidak beroperasi sejak 1 Maret kemarin, padahal kan kami masih ada sisa waktu. Kalau saya melihat konsep BRT itu tidak menghendaki kalau ada kompetitornya, mungkin saya melihatnya begitu.”

Yeni Tri Waluyo., S.E. (Direktur Operasional PT.Trans Bandar Lampung):

“Jadi gini, yang masalah monopoli itu, yang monopoli itu adalah sistem. Monopoli itu kan kalau yang monopoli pengusahanya, itu baru monopoli murni. Kalau ini kan kepemilikannya nggak. Kecuali BRT di Bandar Lampung ini diserahkan satu orang kepemilikannya, termasuk


(3)

pengoperasiannya. Tapi ini kan nggak. Kita konsorsium, banyak orang. Seperti misalnya contoh BRT Bandar Lampung hanya dikelola oleh Puspa saja, itu baru. Itu hanya salah persepsi saja. Yang jelas ini nggak ada monopoli kepemilikannya. Ini kan maksudnya sistem, terus moda transportasi yang disusun oleh undang-undang. Bukan hanya oleh pemerintah kota.”

Jadwal pengoperasian BRT-Trans Bandar Lampung

Bapak Sudarto (Kepala Bagian Operasional PT.Trans Bandar Lampung) :

“Untuk sekarang, apabila halte belum semua terbangun dengan baik, nanti justru bakal menimbulkan rasa tidak nyaman bagi penumpang yang transit di halte tersebut. Jadi, kita beroperasi sementara hanya sampai jam 6 sore. Masalah standar minimal pelayanan yang harus dipenuhi, kita sudah berusaha memenuhinya sesuai standar tentunya, ya. Halte saja sampai sekarang cuma 6 yang sudah jadi betul. Kekurangan dan kelemahan juga pasti ada dalam pelaksanaannya. Keluhan karena panas sementara itu ada, karena banyak yang belum diatapi, harus tunggu matahari bergeser dulu”.

Rizky Adi (Masyarakat pengguna jasa angkutan umum) :

“Tapi ya kalau cuma beroperasi sampai sore begini ya sama saja, terpaksa naik angkutan kota juga kalau malam. Kalau di Jakarta itu sampai malam. Tapi dulu saya baca di koran kalau Trans Bandar Lampung juga akan beroperasi sampai jam 9 malam kalau tidak salah.”

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor. PM. 10 Tahun 2012 tentang Standar

Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan. (pasal 9):

(1) Keteraturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf f merupakan standar minimal yang harus dipenuhi untuk memberikan kepastian waktu pemberangkatan dan kedatangan mobil bus serta tersedianya fasilitas informasi perjalanan bagi Pengguna Jasa.

(2) Keteraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. waktu tunggu;

b. kecepatan perjalanan; c. waktu berhenti di halte; d. informasi pelayanan;

e. informasi waktu kedatangan mobil bus; f. akses keluar masuk halte;


(4)

Kesimpulan: Pihak PT.Trans Bandar Lampung mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah kota sebagai operator pelayanan angkutan orang di Bandar Lampung. Perum DAMRI harus beroperasi dengan peraturan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah kota, bahwa terhitung sejak 1 Maret 2012 lalu tidak lagi diizikan melayani trayek kota Bandar Lampung, namun beroperasi dengan trayek yang baru.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM.10 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan bahwa setiap pengembangan angkutan umum massal berkewajiban dalam memberikan pelayanan yang berhak diperoleh setiap Pengguna Jasa Angkutan Massal Berbasis Jalan secara minimal. PT.Trans Bandar Lampung sebagai operator diwajibkan memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar operasional prosedur. Jenis pelayanan sesuai dengan Pasal 3 Ayat 4 PM Nomor 10 tahun 2012 Menteri Perhubungan Republik Indonesia. hingga saat ini pengoperasian BRT-Trans Bandar Lampung sangat bergantung pada sarana penunjang seperti halte yang hingaa proses penelitian ini berakhir belum juga tuntas pembangunannya yang menyebabkan warga yang memiliki aktivitas hingga pukul 21:00 WIB tidak memiliki pilihan lain dan tetap berkendara dengan angkutan kota. Namun, standar pelayanan minimal yang berhak diperoleh setiap

h. ketepatan dan kepastian jadwal kedatangan dan keberangkatan mobil bus;

i. informasi gangguan perjalanan mobil bus; J. sistem pembayaran.


(5)

pengguna jasa angkutan massal berbasis jalan telah diberikan sesuai prosedur yang antara lain ditekankan pada fasilitas pengatur suhu ruangan, fasilitas kebersihan, serta kesopanan dan keramahan supir maupun petugas tiket dalam armada BRT-Trans Bandar Lampung.

Fokus 3: Keterlibatan stakeholder dalam perencanaan program BRT-Trans Bandar Lampung No

Sumber Data

Wawancara Dokumentasi

1 2

1 Hujatullah, S.H. (Kepala Bidang Angkutan Darat, Dinas Perhubungan

Kota Bandar Lampung) :

“Memang Dishub dan Pemerintah Kota yang selaku perencana awal dari BRT ini dengan melibatkan semua pihak. Tentu juga ada peran dari tim Ahli kita MTI.”

IB. Ilham Malik, S.T., M.T. (ketua MTI Regional Lampung) :

“Sebenarnya MTI sudah dari zaman dulu ya merekomendasikan BRT. Walaupun di Lampung sejak tahun 2005 ya, saya disini itu mulai. Tapi MTI secara nasional itu sangat mendukung betul yang disebut dengan SAUM (Sistem Angkutan Umum Massal). Sampai kemudian banyak regulasi yang dikeluarkan oleh kementrian untuk mengembangkan angkutan umum, cuma memang khusus untuk MTI di Lampung, itu skema yang kita kembangkan, kita dorong, kita menggodok gimana supaya pengembangan BRT di Bandar Lampung itu tidak menggunakan skema yang selama ini dikembangkan oleh pemerintah pusat. Di situlah Bandar

Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT. Trans Bandar Lampung tentang kerja sama pengelolaan sistem pelayanan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum di wilayah perkotaan di kota Bandar Lampung.


(6)

Lampung bedanya dengan yang lain. Konsep BRT kita ini dikembangkan oleh swasta sendiri, dan investor murni. Pemerintah cukup menyiapkan regulasi yang memperkuat posisi BRT itu.”

Fitriyanti, S.T. (Ka.Sub.Bid. Sarana dan Prasarana Bappeda Kota Bandar Lampung) :

“Kita memfasilitasi ataupun membantu dalam tahap koordinasi Dishub untuk mendapatkan bantuan dari pusat. Dari pemerintah sendiri juga tidak mungin lepas tangan, disitulah kita melalui tim anggaran mendukung pelaksanaan BRT. Tentu ada di RTRW itu semua. RTRW mengakomodir semua, baik itu ekonomi, baik itu lingkungan, sosial, kemasyarakatan, termasuk untuk BRT ini, kan perencanaan ada di situ. Nah untuk pelaksanaan teknis, Dishub lah yang paham soal itu. Semua dipertimbangkan, semua terakomodir dalam RIJ-LLAJ. Itu daya dukung Bappeda dalam perencanaan BRT. Kita istilahnya ya menemani Dishub untuk ke pusat dan sebagainya, terus di dokumentasikan dalam RIJ-LLAJ, koordinasi dengan tim anggaran, ya kira-kira begitulah polanya”.

Kesimpulan: Pemerintah Kota dan Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung merupakan pihak pertama yang merencanakan pengembangan ini dengan melibatkan stakeholder salah satunya adalah MTI regional Lampung. MTI regional Lampung memiliki peran yang berarti dalam perencanaan program BRT. Pemerintah Kota Bandar Lampung, Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung dan juga didukung oleh peran Bappeda Kota Bandar Lampung.