UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KEMANGI HUTAN (Ocimum santum) TERHADAP KEMATIAN LARVA INSTAR III Aedes aegypti

(1)

ABSTRAK

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KEMANGI HUTAN (Ocimum santum) TERHADAP KEMATIAN LARVA INSTAR III Aedes aegypti

Oleh Ismalia Husna

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan khususnya di negara-negara yang memiliki iklim tropis, termasuk Indonesia. Pemberantasan Aedes aegypti sebagai salah satu vektor penyakit DBD dapat dilakukan terhadap larvanya dengan penggunaan larvasida. Salah satu larvasida dapat dibuat dari daun kemangi hutan (Ocimum sanctum). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi ekstrak yang paling efektif dalam membunuh larva instar III Aedes aegypti, mengetahui nilai LC50 dan LC90, serta

mengetahui nilai LT50 dan LT90 dari ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum

sanctum). Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan faktorial, dimana faktor pertama adalah ekstrak daun kemangi hutan dengan 5 taraf konsentrasi yaitu 0,3%, 0,6%, 0,9%, 1,2%, 1,5%, dan 0% sebagai kontrol, sedangkan faktor kedua adalah waktu pengamatan yang dimulai setelah terjadinya kematian pada larva uji. Pengamatan dilakukan hingga menit ke-4320 atau 72 jam. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh ekstrak daun kemangi hutan terhadap kematian larva instar III Aedes aegypti, dan konsentrasi ekstrak yang paling efektif membunuh larva uji adalah 1,5%. Nilai LC50 dari penelitian ini

adalah 0,97%, sedangkan untuk nilai LC90 adalah 1,42%. Nilai LT50 dan LT90 dari

penelitian ini masing-masing adalah 5,71 jam atau 342,31 menit dan 17,02 jam atau 1021,22 menit. Kesimpulan dari penelitian ini, ekstrak daun kemangi hutan mempengaruhi kematian larva instar III Aedes aegypti, dan konsentrasi ekstrak yang paling efektif yaitu konsentrasi 1,5%.

Kata kunci: Daun kemangi hutan (Ocimum sanctum), larvasida, larva Aedes aegypti


(2)

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KEMANGI HUTAN (Ocimum sanctum) TERHADAP KEMATIAN LARVA INSTAR III Aedes aegypti

(Skripsi)

Oleh

ISMALIA HUSNA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 10 Nopember 1992, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari Bapak M. Ikhsan dan Ibu

Dra. Marhamah, M. Kes.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Aisiyah Bandar Lampung diselesaikan tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) di SD Al-Kautsar Bandar Lampung dari tahun 1998-2003, kemudian di SD Muhammadiyah I Bandar Lampung dari tahun 2003-2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di MtsN1 Tanjung Karang diselesaikan pada tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di MAN I (MODEL) Bandar Lampung pada tahun 2010.

Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA Unila melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Biologi Umum dan praktikum Parasitologi, serta menjadi anggota bidang humas di Organisasi

Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO) FMIPA Unila, dan pernah menjadi anggota di UKM ZOOM Unila.


(7)

Pada tahun 2011, penulis mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) dari Unila. Kemudian pada tahun 2012, penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dari Unila dan pada tahun 2013 penulis mendapatkan beasiswa dari Yayasan a&a Rachmat Jakarta.

Pada tahun 2013, penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sukorahayu, Labuhan Maringgai, Lampung Timur dan di tahun yang sama penulis melakukan Kerja Praktek di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) Salatiga, Jawa Tengah dan

menyelesaikan laporan kerja praktik dengan judul “Kemampuan Predasi

Mesocyclops aspericornis Jantan Terhadap Larva Aedes aegypti di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit


(8)

Tolong-menolonglah kamu dalam

kebaikan dan taqwa, dan janganlah

kamu tolong-menolong dalam dosa dan

pelanggaran

(QS. Al-Ma’idah: 2)


(9)

Persembahan sederhana untuk Ayah dan Ibu

tercinta yang selalu memberikan segalanya

untukku dan selalu mendoakanku dalam

keadaan apapun.


(10)

SANWACANA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Efektivitas Ekstrak Daun Kemangi Hutan (Ocimum sanctum) Terhadap Kematian Larva Instar III Aedes aegypti adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Biologi di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Suharso, Ph. D., selaku Dekan FMIPA Universitas Lampung 2. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA

Universitas Lampung.

3. Dra. Endah Setyaningrum, M. Biomed selaku Pembimbing I yang telah membimbing, memberi masukan, dan saran pada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Dra. Tundjung T. Handayani, M.S., selaku Pembimbing II yang telah membimbing, memberi masukan, dan saran pada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Dr. G. Nugroho Susanto, M. Sc., selaku Penguji Utama pada ujian skripsi yang juga memberikan masukan dan saran pada penulis dalam


(11)

6. Ibu Dra. Ellyzarti, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik.

7. Bapak dan Ibu Dosen dan karyawan Jurusan Biologi FMIPA Unila. 8. Kedua orang tuaku tercinta yang selalu memberikan semangat, nasihat,

perhatian, dan senantiasa mendoakan penulis.

9. Adikku tersayang M. Adnan Zaki yang selalu memberikan semangat serta keceriaan pada penulis.

10.Odang Im, M. Ridwan, dan keluarga besar yang telah memberikan dukungan serta semangat pada penulis.

11.Sahabat-sahabat tersayang biologi 2010, Anggia Putri Saraswati, Arinjani Dwi Harjanti, Dewi Chusniasih, Meita Mahardianti, Rika Erviana, Rodi Astuti, Septina Maulida, dan Yunita Lestari atas segala dukungan, kebersamaan, bantuan, dan canda tawa yang diberikan selama penulis selama ini.

12.Teman-teman seangkatan biologi 2010, kakak-kakak tingkat 2007-2009, adik-adik 2011-2013 atas dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 13.Teman seperjuangan, Anggia Putri Saraswati atas bantuan, motivasi, dan

canda tawa yang telah diberikan kepada penulis.

14.Teman-teman KKN Desa Sukorahayu, Labuhan Maringgai, Lampung Timur, Agustia Indriani, Desi Aryani, Putri Sari Dewi, Sigit Pamungkas, Hartanto Tantriawan, Ari Wibowo, Rizky Yuliansyah, Ade Setiawan, dan Mita Rusmiati.

15.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.


(12)

berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 28 Mei 2014 Penulis,


(13)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Manfaat Penelitian ... 5

D. Kerangka Pikir ... 5

E. Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Kemangi Hutan (Ocimum sanctum) ... 8

1. Klasifikasi ... 8

2. Morfologi ... 8

3. Kandungan Kimia Daun Kemangi Hutan... 10

B. Aedes aegypti ... 13

1. Klasifikasi ... 13

2. Morfologi ... 13

a. Telur ... 13

b. Larva ... 14

c. Pupa ... 16

d. Dewasa ... 16

3. Perilaku dan Siklus Hidup ... 18

C. Macam-Macam Pengendalian ... 20

1. Pengendalian Vektor ... 20

2. Insektisida ... 22

III.METODE PENELITIAN ... 26

A. Waktu dan Tempat ... 26


(14)

C. Rancangan Penelitian ... ...27

D. Prosedur penelitian ... 28

1. Penyediaan Bahan Uji ... 28

2. Pembuatan Ekstrak Daun Kemangi Hutan ... 28

3. Pengujian Ekstrak Daun Kemangi Hutan ... 29

4. Teknik Pengumpulan Data ... 30

5. Analisa Data ... 30

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Hasil ... 31

1. Uji Efektivitas ... 31

2. Lethal Concentration 50% (LC50) dan 90% (LC90) ... 34

3. Lethal Time 50% (LT50) dan 90% (LT90) ... 35

B. Pembahasan ... 36

1. Uji Efektivitas ... 36

2. Lethal Concentration 50% (LC50) dan 90% (LC90) ... 40

3. Lethal Time 50% (LT50) dan 90% (LT90) ... 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

1. Kesimpulan ... 43

2. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan sebagai Pestisida Alami ... 25 Tabel 2. Jumlah Ekstrak Daun Kemangi Hutan yang Dibutuhkan ... 29 Tabel 3. Persentase Rata-rata Kematian Larva Aedes aegypti pada Berbagai

Konsentrasi Ekstrak Daun Kemangi Hutan (Ocimum sanctum) ... 32 Tabel 4. Hasil Analisis Uji ANOVA ... 33 Tabel 5. Rata-rata Jumlah Kematian Larva Instar III Aedes aegypti Setelah Diberi

Ekstrak Daun Kemangi Hutan (Ocimum sanctum) ... 33 Tabel 6. Nilai LC50 dan LC90 Larva Instar III Aedes aegypti pada Berbagai Waktu

Pengamatan ... 34 Tabel 7. Nilai LT50 dan LT90 Kematian Larva Instar III Aedes aegypti pada

Berbagai Konsentrasi ... 35 Tabel 8. Jumlah Kematian Larva Instar III Aedes aegypti Setelah Diberi Ekstrak

Daun Kemangi Hutan (Ocimum sanctum) ... 50 Tabel 9. Uji BNT Terhadap Larva Instar III Aedes aegypti Setelah Diberi Ekstrak

Daun Kemangi Hutan dengan Konsentrasi 0,3% s/d 1,5% ... 53 Tabel 10. Uji BNT Terhadap Larva Instar III Aedes aegypti Berdasarkan Lamanya

Waktu Kontak dengan Ekstrak Daun Kemangi Hutan ... 53 Tabel 11. Uji BNT Terhadap Larva Instar III Aedes aegypti Berdasarkan Interaksi Antara Konsentrasi Ekstrak Daun Kemangi Hutan dan Lamanya Waktu Kontak ... 54


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Morfologi Tanaman Kemangi Hutan ... 9

Gambar 2. Telur Aedes aegypti ... 14

Gambar 3. Larva Aedes aegypti ... 15

Gambar 4. Pupa Aedes aegypti... 16

Gambar 5. Nyamuk Aedes aegypti ... 17

Gambar 6. Siklus Hidup Aedes aegypti... 19

Gambar 7. Jumlah Persentase Kematian Larva Instar III Aedes aegypti Setelah Menit ke-4320 ... 32

Gambar 8. Daun Kemangi Hutan yang Telah Dikeringkan ... 64

Gambar 9. Proses Maserasi ... 64

Gambar 10. Proses Penyaringan ... 65

Gambar 11. Pemekatan Ekstrak Menggunakan Vaccum Rotary Evaporator ... 65

Gambar 12. Ekstrak Daun Kemangi Hutan yang Telah Diencerkan Menjadi 0,3%, 0,6%, 0,9%, 1,2%, dan 1,5% ... 65

Gambar 13. Pengamatan Kematian Larva Setelah Diberi Ekstrak Daun Kemangi Hutan ... 66

Gambar 14. Pengamatan Larva Dibawah Mikroskop ... 66

Gambar 15. Keadaan Larva Aedes aegypti Setelah Diberi Ekstrak Daun Kemangi Hutan ... 66


(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan, khususnya di negara-negara yang memilki iklim tropis. Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968 berjumlah 58 orang terinfeksi dan 24 orang meninggal dunia. Sejak saat itulah penyakit DBD menyebar luas ke seluruh Indonesia. Bahkan sampai akhir tahun 2008, belum ditemukan obat yang secara efektif mampu mengobati penyakit DBD (Depkes RI, 2010).

Bandar Lampung adalah salah satu kota di Indonesia yang tercatat sebagai daerah endemis Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada tahun 2010 terdapat 762 kasus DBD dengan 16 jiwa meninggal, di tahun 2011 terdapat 399 kasus, sedangkan pada tahun 2012, hingga 17 Januari 2012, Dinas Kesehatan Propinsi Lampung mencatat 575 warga Lampung


(18)

menderita penyakit DBD dan 4 diantaranya meninggal dunia (Lampung Post, 2012).

Virus Dengue yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti betina

merupakan penyebab dari penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), yang sampai saat ini belum

ditemukan jenis vaksin dan obat yang dapat mencegah penyakit tersebut. Satu-satunya cara untuk mencegah penyakit DBD adalah dengan

pemberantasan vektor (Setiawan, 2005).

Pemberantasan Aedes aegypti merupakan cara utama yang dilakukan untuk memberantas DBD. Pemberantasannya dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa, yakni dengan cara penyemprotan (fogging) dengan insektisida yaitu organofosfat, piretroid sintetik dan karbamat, sedangkan pemberantasan larvanya dapat dilakukan dengan penggunaan larvasida yang dikenal dengan abatisasi. Larvasida yang sering digunakan adalah temephos (Djakaria, 2008).

Penggunanaan insektisida kimiawi yang berulang akan menimbulkan dampak kontaminasi residu insektisida dalam air. Selain itu, penggunaan insektisida kimiawi membutuhkan biaya yang tinggi dan dapat

menimbulkan resistensi pada berbagi macam spesies nyamuk yang menjadi vektor penyakit (Ndione dkk, 2007). Resistensi larva Aedes aegypti terhadap temephos sudah ditemukan di beberapa negara seperti


(19)

3

Brazil, Bolivia, Argentina, Kuba, French Polynesia, Karibia, dan Thailand, serta di Surabaya (Raharjo, 2006).

Penggunaan insektisida nabati merupakan salah satu alternatif dalam mengendalikan larva Aedes aegypti. Insektisida nabati adalah insektisida berbahan aktif senyawa metabolit sekunder tumbuhan yang mampu memberikan satu atau lebih aktivitas biologi, baik pengaruh pada aspek fisiologi maupun tingkah laku serangga, seperti penghambatan aktivitas makan dan peneluran, pengatur pertumbuhan dan perkembangan serangga, kematian atau mortalitas, dan sebagainya (Dadang dan Prijono, 2008).

Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai larvasida alami adalah daun kemangi hutan (Ocimum sanctum). Berdasarkan penelitian-penelitian pada genus Ocimum, tanaman ini mengandung senyawa alkaloid,

flavonoid, tannin, saponin, triterpenoid, dan minyak atsiri (Ginting, 2004).

Flavonoid merupakan senyawa pertahanan tumbuhan yang dapat bersifat menghambat nafsu makan serangga. Saponin dapat menghambat kerja proteolitik yang menyebabkan penurunan aktivitas enzim pencernaan dan penggunaan protein. Tannin dapat menurunkan kemampuan mencerna makanan pada serangga dengan cara menurunkan aktivitas enzim pencernaan. Eugenol bertindak sebagai racun perut dan menghambat reseptor perasa pada mulut larva (Gunawan, 2011).


(20)

Berdasarkan hal tersebut, maka diadakan penelitian ini untuk melihat kemampuan ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) sebagai larvasida terhadap larva instar III dari nyamuk Aedes aegypti.

Menurut Wulandari et al (2006), larva instar III dianggap cukup mewakili kondisi larva dengan ukuran yang tidak terlalu kecil sehingga mudah untuk diamati, dan menurut Agnesa (2011), larva instar III dipakai sebagai bahan penelitian karena pada fase ini larva sangat aktif bergerak dan mencari makan pada media air. Atas dasar inilah diciptakan larvasida untuk memutus siklus hidup nyamuk Aedes aegypti.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui efektivitas ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) dan konsentrasi yang paling efektif dalam membunuh larva instar III dari nyamuk Aedes aegypti.

2. Mengetahui Lethal Concentration 50% dan 90% (LC50 dan LC90) dari

ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) sebagai biolarvasida terhadap larva instar III Aedes aegypti.

3. Mengetahui Lethal Time 50% dan 90% (LT50 dan LT90) dari ekstrak

daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) sebagai biolarvasida terhadap larva instar III Aedes aegypti.


(21)

5

C. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi ilmu pengetahuan, memperkaya ilmu pengetahuan di bidang

parasitologi, khususnya Entomologi, tentang pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypti dengan menggunakan ekstrak daun kemangi hutan.

2. Bagi masyarakat, memberikan informasi mengenai kemampuan ekstrak daun kemangi hutan sebagai alternatif pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypti secara efektif dan tanpa menimbulkan gangguan lingkungan.

3. Bagi peneliti, menambah pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan mengenai cara pengendalian larva Aedes aegypti dengan

menggunakan bahan alami.

D. Kerangka Pikir

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu permasalah kesehatan masyarakat yang hingga saat ini jenis vaksin maupun obat yang dapat mencegah penyakit ini masih belum ditemukan. Karena itu pencegahan yang dapat dilakukan yakni dengan pengendalian vektor dari penyakit DBD, yakni nyamuk Aedes aegypti.


(22)

Upaya pengendalian yang selama ini telah dilakukan adalah dengan menggunakan insektisida kimiawi, yang sebenarnya dapat menimbulkan residu, bahkan resistensi terhadap beberapa spesies nyamuk. Karena itulah pengendalian dengan menggunakan insektisida nabati mulai diterapkan, untuk mengurangi residu dan mengurangi dampak yang akan terjadi terhadap lingkungan jika menggunakan insektida kimiawi secara terus-menerus.

Dalam hal ini, ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) ingin dilihat kemampuannya sebagai larvasida terhadap larva instar III dari nyamuk Aedes aegypti. Karena telah diketahui bahwa di dalam daun kemangi hutan ini terkandung flavonoid, saponin, tannin, dan eugenol yang merupakan senyawa dalam tumbuhan dan dapat menghambat kegiatan makan, serta diduga menyebabkan kematian pada larva instar III dari nyamuk Aedes aegypti.

Karena terhambatnya kegiatan makan pada larva instar III dari nyamuk Aedes aegypti menyebabkan terputusnya metamorfosis dari nyamuk Aedes aegypti, sehingga penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat berkurang.

Dalam penelitian ini telur Aedes aegypti ditetaskan di dalam air, kemudian menjadi larva instar I, setelah 1 hari larva instar I berubah menjadi larva instar II. Kemudian setelah 1-2 hari, larva berubah


(23)

7

menjadi instar III, dan saat itulah ekstrak daun kemangi hutan diujikan terhadap larva instar III. Kemudian diamati selama 72 jam,

mengapungnya larva atau tidak bergeraknya larva walaupun wadah tempat larva tersebut berada sudah diguncang merupakan tanda bahwa larva tersebut sudah mati, dan banyaknya larva yang mati dicatat.

Ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) akan dibuat dalam berbagai konsentrasi, yakni 0% sebagai kontrol, 0,3%, 0,6%, 0,9%, 1,2%, dan 1,5% menggunakan 20 ekor larva instar III dari nyamuk Aedes aegypti tiap perlakuan dengan pengulangan sebanyak 4 kali selama 72 jam (4320 menit).

E. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) efektif sebagai larvasida terhadap larva instar III dari nyamuk Aedes aegypti.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemangi Hutan (Ocimum sanctum) 1. Klasifikasi

Klasifikasi dari tanaman kemangi hutan menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) adalah sebagai berikut :

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub division : Angiospermae Classis : Dicotyledonae Ordo : Tubiflorae Familia : Labiatae

Genus : Ocimum

Species : Ocimum sanctum

2. Morfologi

Daun kemangi hutan sekilas mirip dengan kemangi, namun bila dicermati akan terlihat perbedaannya, terutama pada daun dan


(25)

9

dibanding daun kemangi, sedangkan pada kulit batang terdapat rambut halus. Kemangi hutan mempunyai nama yang berbeda di daerah tertentu, antara lain :

a. Sumatera: ruku-ruku, ruruku

b. Jawa: klampes, lampes, kemangen, koroko c. Nusa Tenggara: uku-uku

d. Sulawesi: balakama

e. Maluku : lufe-lufe, kemangi utan (Tim Singgah Lumajang, 2013).

(sumber: Koleksi Pribadi) Gambar 1. Morfologi Tanaman Kemangi Hutan.


(26)

Kemangi hutan merupakan semak dan memiliki tinggi 30-150 cm. Batangnya berkayu, berbentuk segi empat, beralur, bercabang, dan berbulu. Daun dari kemangi hutan ini merupakan daun tunggal dengan bentuk bulat telur yang ujungnya runcing, sedangkan pangkalnya tumpul dan tepinya bergerigi dengan tulang daun

menyirip, panjangnya 14-16 mm, lebar 3-6 mm, dan berwarna hijau. Bunganya majemuk berbentuk tandan dan berbulu. Daun pelindung

berbentuk elips, bertangkai pendek, mahkota berbentuk bulat telur dan berwarna putih keunguan. Kemangi hutan memiliki buah kecil dan berwarna hitam, serta memiliki akar tungggang (Proseanet, 2013).

3. Kandungan Kimia Daun Kemangi Hutan

Berdasarkan penelitian-penelitian pada genus Ocimum, tanaman ini mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tannin, saponin,

triterpenoid, dan minyak atsiri (Ginting, 2004).

Beberapa bahan kimia yang terkandung pada seluruh bagian tanaman kemangi diantaranya adalah 1,8 sineol, anthol, apigenin, stigmaasterol, triptofan, tannin, sterol, dan boron, sedangkan pada daunnya penelitian fitokimia telah membuktikan adanya flavonoid, glikosid, asam gallic dan esternya, asam caffeic, dan minyak atsiri yang mengandung eugenol (70,5%) sebagai komponen utama (Kusuma, 2010).


(27)

11

Menurut Peter (2002) dan Meyer et al (1982), daun kemangi mengandung tannin (4,6%), flavonoid, steroid/triterpenoid, minyak atsiri (2%), asam heksauronat, pentosa, xilosa, asam metil homoanisat, molludistin, dan asam ursolat.

Menurut Gunawan (2011), daun kemangi mengandung minyak atsiri dengan eugenol sebagai komponen utama. Cara kerja dari senyawa ini ialah dengan bertindak sebagai racun perut yang mengakibatkan alat pencernaannya terganggu. Selain itu, senyawa ini juga menghambat reseptor perasa pada mulut larva yang mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa, sehingga tidak mampu mengenali makanannya dan pada akhirnya larva mati kelaparan.

Saponin adalah senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh spesies tanaman, terutama tanaman dikotil, dan berperan sebagai bagian dari sistem pertahanan tanaman. Saponin diketahui memiliki efek anti serangga, karena dapat menurunkan aktivitas enzim

pencernaan dan penyerapan makanan. Saponin juga dapat mengikat sterol bebas dalam pencernaan makanan, dimana sterol berperan sebagai prekursor hormon edikson, sehingga dengan menurunnya jumlah sterol bebas akan mengganggu proses pergantian kulit pada serangga (molting) (Gunawan, 2011).


(28)

Menurut Gunawan (2011), tanaman yang mengandung saponin biasanya akan digunakan sebagai sabun untuk mencuci. Bahan sabun tanpa dicampur apapun dapat berfungsi sebagai larvasida. Pengaruh sabun dapat terlihat pada gangguan fisik pada tubuh serangga bagian luar (kutikula), yaitu dapat mencuci lapisan lilin yang melindungi tubuh serangga dan menyebabkan kematian karena serangga akan kehilangan banyak cairan tubuh. Saponin juga dapat masuk melalui organ pernapasan dan menyebabkan membran sel rusak atau proses metabolisme terganggu.

Flavonoid adalah persenyawaan glukosida yang terdiri dari gula dan flavon yang bersifat racun. Flavonoid juga merupakan senyawa pertahanan tanaman yang bersifat menghambat nafsu makan serangga (antifeedant)dan juga bersifat toksik (Gunawan, 2011).

Senyawa polifenol yang menyebabkan rasa sepat pada buah ataupun bagian tanaman lain adalah tannin. Tannin dapat mengendapkan protein, sehingga jika tannin mengalami kontak dengan lidah maka reaksi pengendapan protein ditandai dengan rasa sepat atau astringen. Tannin juga dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan (protease dan amilase) dan mampu mengganggu aktivitas penyerapan protein pada dinding usus. Respon larva pada senyawa ini adalah


(29)

13

B. Aedes aegypti 1. Klasifikasi

Klasifikasi nyamuk Aedes aegypti menurut Djakaria (2004) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Sub phylum : Unimaria Classis : Insecta

Ordo : Diptera

Subordo : Nematosera Familia : Culicidae Sub familia : Culicinae

Genus : Aedes

Species : Aedes aegypti

2. Morfologi a. Telur

Telur Aedes aegypti berwarna hitam, berukuran ± 300 mikron, berbentuk elips menyerupai torpedo dengan titik-titik poligonal pada seluruh dinding selnya dan tidak memiliki pelampung. Telur Aedes aegypti dapat bertahan dalam kondisi kekeringan, bahkan


(30)

dapat bertahan selama 1 bulan dalam keadaan kering. Telur yang baru diletakkan berwarna putih, tetapi sesudah 1-2 jam akan berubah menjadi warna hitam. Telur akan menetas menjadi larva setelah 2-4 hari (Rachim, 2013).

(sumber: Agnesa, 2011) Gambar 2. Telur Aedes aegypti

b. Larva

Menurut Rachim (2013), larva Aedes aegypti memiliki empat tahapan dalam perkembangannya yang disebut dengan instar. Perkembangan larva dari instar I sampai instar IV memerlukan waktu sekitar 5 hari. Larva mengambil makanan dari tempat perindukannya. Thoraks larva nyamuk lebih lebar dari kepalanya. Kepalanya berkembang dengan antenna dan mata majemuk, serta sikat mulut yang menonjol. Abdomen terbagi dalam 10 ruas dan hanya 9 ruas yang jelas, dan ruas terakhir dilengkapi dengan


(31)

15

tabung udara (sifon) yang berbentuk silinder. Proses perubahan larva instar I hingga instar IV sebagai berikut:

1) Larva instar I : kurang lebih 1 hari, berukuran 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong pernapasan pada sifon belum jelas

2) Larva instar II : kurang lebih 1-2 hari, berukuran 2,5-3,5 mm, duri-duri belum jelas, corong kepala mulai menghitam

3) Larva instar III : kurang lebih 2 hari, berukuran 4-5 mm, duri-duri dada mulai jelas dan corong pernapasan berwarna coklat kehitaman 4) Larva instar IV : kurang lebih 2-3 hari, berukuran 5-6 mm

dengan warna kepala gelap

(sumber: Agnesa, 2011)


(32)

c. Pupa

Pupa adalah stadium tidak makan dan sebagian besar waktunya dihabiskan di permukaan air untuk mengambil udara melalui terompet respirasinya. Periode pertumbuhan pupa menjadi dewasa di daerah tropik selama 2-3 hari, sedangkan di daerah subtropik dapat mencapai 9-12 hari. Pupa pada Aedes aegypti khususnya, berbentuk seperti koma, bentuknya lebih besar namun lebih ramping bila dibandingkan dengan larvanya (Surtiretna, 2008).

(sumber: Rini, 2013) Gambar 4. Pupa Aedes aegypti

d. Dewasa

Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culexquinquefasciatus),


(33)

17

mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian-bagian badannya terutama pada kakinya dan dikenal dari bentuk morfologinya yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lira (lire-form) yang putih pada punggungnya (mesonotum), yaitu ada dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan. Ukuran nyamuk jantan umumnya lebih kecil daripada nyamuk betina dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Nyamuk jantan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan,

sedangkan nyamuk betina menghisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Pengisapan darah dilakukan pada pagi dan petang. Nyamuk dewasa biasanya tinggal pada tempat gelap di dalam ruangan seperti lemari baju dan di bawah tempat tidur (Djakaria, 2000).

(sumber: Dailymail, 2013)


(34)

3. Perilaku dan Siklus Hidup

Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina, karena hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur (Womack, 1993). Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak waktu yaitu setelah matahari terbit (8.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00). Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan (Djakaria, 2000).

Tempat perindukan Aedes aegypti di daerah asalnya (Afrika) berbeda dengan di Asia. Nyamuk di Afrika hidup di hutan dan tempat

perindukannya pada genangan air di pohon, sedangkan nyamuk di Asia hidup di daerah pemukiman, dan tempat perindukannya pada genangan air bersih buatan manusia (man made breeding place). Tempat

perindukan Aedes aegypti dapat dibedakan atas tempat perindukan sementara, permanen, dan alamiah. Tempat perindukan sementara terdiri dari berbagai macam tempat penampungan air (TPA), termasuk kaleng bekas, ban mobil bekas, pecahan botol, pecahan gelas, talang air, vas bunga, dan tempat yang dapat menampung genangan air bersih. Tempat perindukan permanen adalah TPA untuk keperluan rumah tangga seperti bak penampungan air, reservoar air, bak mandi,


(35)

19

gentong air. Tempat perindukan alamiah berupa genangan air pada pohon, seperti pohon pisang, pohon kelapa, pohon aren, potongan pohon bambu, dan lubang pohon (Chahaya, 2003).

Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna. Nyamuk betina meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual, terpisah satu dengan yang lain, dan menempel pada dinding tempat perindukannya. Telur menetas dalam satu sampai dua hari menjadi larva. Perkembangan larva dari instar I-IV memerlukan waktu sekitar lima hari. Setelah itu larva berubah menjadi pupa. Pupa bertahan selama dua hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa (Depkes RI, 2007).

(sumber: Global Post Control, 2013) Gambar 6. Siklus Hidup Aedes aegypti


(36)

C. Macam-Macam Pengendalian 1. Pengendalian Vektor

Hingga saat ini cara yang masih dianggap paling tepat untuk

mengendalikan penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan mengendalikan populasi dan penyebaran vektor. Program yang sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3M, yaitu menguras, menutup, dan mengubur.

 Menguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk yang berkembang di dalam air dan tidak ada telur yang melekat pada dinding bak mandi.

 Menutup tempat penampungan air sehingga tidak ada nyamuk yang memiliki akses ke tempat itu untuk bertelur.

 Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dan dijadikan tempat nyamuk bertelur.

Cara lain yang disebut autocidal ovitrap menggunakan suatu tabung silinder warna gelap dengan diameter 10cm dengan salah satu ujung tertutup rapat dan ujung lainnya terbuka. Tabung tersebut diisi air tawar kemudian ditutup dengan kasa nylon. Secara periodik air dalam tabung ditambah untuk mengganti peguapan yang terjadi. Nyamuk yang bertelur disini dan telurnya menetas menjadi larva dalam air tadi, maka akan menjadi nyamuk dewasa yang tetap terperangkap di dalam tabung tadi (Soegijanto, 2003).


(37)

21

Menurut Hidayatulloh (2013), pengendalian nyamuk dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Pengendalian secara mekanik

Pengendalian ini dapat dilakukan dengan mengubur kaleng-kaleng bekas atau tempat-tempat sejenis yang dapat menampung air hujan, serta membersihkan lingkungan yang berpotensi sebagai sarang nyamuk Aedes aegypti, seperti got dan potongan bambu. Cara lain adalah dengan memasang kelambu dan memasang perangkap nyamuk baik menggunakan cahaya lampu ataupun dengan raket pemukul.

2. Pengendalian secara biologis

Untuk menurunkan jumlah Aedes aegypti dapat dilakukan dengan memanfaatkan pemangsa, parasit, dan pesaing bagi Aedes aegypti tersebut. Pengendalian ini dilakukan misalnya dengan cara memelihara ikan, seperti ikan mujaer, di bak atau tempat

penampungan air lainnya untuk menjadi predator bagi larva dan pupa.

3. Pengendalian secara kimia

Penggunaan insektisida merupakan salah satu pengendalian secara kimia. Selama periode sedikit atau tidak ada aktivitas virus

dengue, tindakan reduksi sumber secara rutin yang diuraikan dalam bagian metode pelaksana lingkungan dapat dipadukan dengan


(38)

penggunaan larvasida dalam wadah yang tidak dapat dibuang, ditutup, diisi atau ditangani dengan cara lain. Untuk pengendalian emergensi menekan epidemik virus dengue atau untuk mencegah ancaman wabah, suatu program penghancuran yang tepat terhadap Aedes aegypti adalah dengan penggunaan insektisida.

2. Insektisida

Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia dan digunakan untuk membunuh serangga. Insektisida yang baik menurut Soedarto (1995), yakni memiliki sifat sebagi berikut :

a. Mempunyai daya bunuh yang besar dan cepat, serta tidak berbahaya bagi hewan vertebrata, termasuk manusia dan ternak b. Harganya murah dan mudah didapat dalam jumlah besar c. Memiliki susunan kimia yang stabil dan tidak mudah terbakar d. Mudah digunakan dan dapat dicampur dengan berbagai macam

bahan pelarut

Menurut Soedarto (1995), istilah yang berhubungan dengan insektisida antara lain:

1) Ovisida : insektisida untuk membunuh stadium telur 2) Larvasida : insektisida untuk membunuh stadium larva/nimfa 3) Adultisida : insektisida untuk membunuh stadium dewasa 4) Akarisida : insektisida untuk membunuh tungau


(39)

23

Menurut Soedarto (1995), berdasarkan cara masuknya ke dalam tubuh serangga, insektisida dibagi dalam:

1. Racun kontak (contact poisons)

Insektisida masuk melalui eksoskeleton ke dalam tubuh serangga dengan perantaraan tarsus (jari-jari kaki) pada waktu istirahat di permukaan yang mengandung residu insektisida. Umumnya dipakai untuk memberantas serangga yang mempunyai bentuk mulut tusuk isap.

2. Racun perut (stomach poisons)

Insektisida masuk ke dalam tubuh serangga melalui mulut. Biasanya serangga yang diberantas dengan menggunakan insektisida ini mempunyai bentuk mulut untuk menggigit, lekat isap, kerat isap, dan bentuk mengisap.

3. Racun pernapasan (fumigants)

Insektisida masuk melalui sistem pernapasan dan juga melalui permukaan tubuh serangga. Insektisida ini dapat digunakan untuk mengendalikan semua jenis serangga tanpa harus memperhatikan bentuk mulutnya. Penggunaan insektisida ini harus hati-hati terutama jika digunakan untuk pemberantasan serangga di ruang tertutup.


(40)

Dalam memilih insektisida sebagai usaha memberantas serangga, yang harus dipertimbangkan adalah spesies serangga yang dituju, stadium serangga yang ingin diberantas apakah stadium larva atau dewasa, lingkungan hidup di daerah yang akan diberantas serangganya dan bagaimana sifat-sifat biologik serangga yang akan diberantas agar dapat dipilih insektisida yang paling mudah masuk ke dalam tubuh serangga, misalnya dengan mengetahui cara hidup, cara makan, dan sistem pernapasan serangga yang dituju (Soedarto, 1995).

Penggunaan insektisida yang berlebihan tidak dianjurkan, karena sifatnya yang tidak spesifik sehingga membunuh berbagai jenis serangga lain yang bermanfaat secara ekologis. Penggunaan insektisida yang berlebihan juga dapat memunculkan masalah

resistensi serangga, sehingga mempersulit penanganannya di kemudian hari (Nawangsari, 2013).

Insektisida nabati adalah insektisida yang bahan aktifnya berasal dari tanaman atau bagian tanaman seperti akar, batang, daun, dan buah. Cara kerja insektisida nabati dapat mengendalikan serangga hama dengan sangat spesifik, yaitu merusak perkembangan telur, larva dan pupa, penolak makan, mengurangi nafsu makan, menghambat reproduksi serangga betina, dan lain-lain (Hoedojo, 2008).


(41)

25

Berikut adalah sebagian insektisida nabati yang dapat digunakan untuk membunuh serangga menurut Octavia dkk (2008).

Tabel 1. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan sebagai Pestisida Alami

No Spesies Kegunaan Kandungan kimia

1 Kapasan (Abelmoschus moschatus L.)

Daun, bunga, dan biji dapat digunakan sebagai insektisida (membasmi

serangga)

Akar mengandung minyak atsiri, lemak, asam palmitat,

sterol/terpen. Biji mengandung a-cephalin, fosfatidilserine, fosfatidilkoline plasmalogen, ambrettolid, ambretol, afamesol, furfural, tanin, dan minyak atsiri. Daun kering mengandung a-sitosterol, a-D-glikosida, dan tanin. Bunga mengandung a-sitosterol, mirisetin, dan glikosida

2 Kemangian/Selasih (Ocimum basilicum Linn.)

Insektisida, larvasida, dan fungisida

Daun mengandung minyak atsiri dengan kandungan bahan aktif eugenol 46%, kamfor osimen, pinen, linalool, terpen, sineol 66%

3 Mimba

(Azadirachta indica A. Juss)

Insektisida Azadirachtin, salanin, mehantriol, nimbin, dan nimbidin

4 Widuri (Calotropis gigantea R.Br.)

Insektisida,

pembasmi nyamuk Aedes aegypti dan lalat rumah

Daun dan akar mengandung saponin dan flavonoid. Selain itu daunnya juga mengandung Politenol

5 Babadotan (Ageratum conyzoides Linn.)

Sebagai insektisida, pembasmi nyamuk, nematisida, dan pembasmi hama penggerek pucuk mahoni

Saponin, flavanoid, polifenol, dan minyak atsiri

6 Legetan (Synedrella nodiflora Gaertn.)

Insektisida Saponin dan polifenol 7 Tembelekan

(Lantana camara Linn.)

Insektisida Asam lantanin, lantaden A, lantaden B, asam lantic, minyak asiri, beta-caryophyllene, gamma-terpidene, alpha-pinene, dan pcymene


(42)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014, bertempat di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung. Pembuatan ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA Universitas

Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur berfungsi sebagai tempat untuk mengukur seberapa banyak hasil ekstraksi yang diperoleh, bejana kaca sebagai tempat pembuatan ekstrak, pengaduk berfungsi untuk meratakan rendaman, kertas saring yang berfungsi untuk memisahkan ekstrak dengan filtratnya, vacum rotary evaprator yaitu alat yang berfungsi untuk memekatkan hasil ekstraksi, nampan plastik

berfungsi sebagai tempat penetasan telur hingga menjadi larva instar III, gelas plastik berfungsi sebagai wadah untuk meletakkan larva dengan ekstrak, pipet tetes berfungsi untuk memindahkan larva dari nampan ke


(43)

27

gelas plastik dan berfungsi untuk mengambil ekstrak daun kemangi hutan dari gelas ukur, dan stopwatch berfungsi sebagai alat pencatat waktu pengamatan.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kemangi hutan, larva instar III Aedes aegypti, etanol sebagai pelarut, dan aquades sebagai pengencer ekstrak.

C. Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan ekstrak daun kemangi hutan akan dilakukan berdasarkan WHO (2005), menggunakan 5 konsentrasi yakni 0,3%, 0,6%, 0,9%, 1,2%, 1,5% dan 0% sebagai kontrol yang merupakan faktor

perlakuan pertama, sedangkan faktor perlakuan kedua adalah waktu pengamatan yang dimulai setelah terjadinya kematian pada larva instar III Aedes aegypti dan dengan 4 kali pengulangan sehingga didapat 120 satuan percobaan, setiap 1 satuan percobaan menggunakan 20 larva instar III Aedes aegypti.


(44)

D. Prosedur Penelitian 1. Penyediaan Bahan Uji

Dalam penelitian ini, telur nyamuk Aedes aegypti diperoleh dari Loka Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Ciamis. Daun kemangi hutan diambil dari kebun ibu Zaimah Umar di Padang, Sumatera Barat.

2. Pembuatan Ekstrak Daun Kemangi Hutan

Pembuatan ekstrak daun kemangi hutan menggunakan metode yang digunakan oleh Harbone (1987). Daun kemangi hutan segar sebanyak 1000 gram, kemudian dibersihkan dengan air dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan selama 7x24 jam. Selanjutnya simplisia daun kemangi hutan yang ada dimaserasi selama 24 jam dengan

menggunakan larutan etanol 96%. Setelah selesai maserasi, hasilnya disaring, kemudian maserat yang ada dipekatkan pada suhu 400C-500C di dalam vacum rotary evaporator sehingga dihasilkan 100 gram ekstrak pekat daun kemangi hutan dengan konsentrasi 100%. Kemudian hasil ekstrak yang pekat diencerkan dengan aquades sebanyak lima kali pengenceran dengan masing-masing konsentrasi 0,3%, 0,6%, 0,9%, 1,2%, 1,5% dan 0% sebagai kontrol.


(45)

29

Untuk membuat berbagai konsentrasi yang diperlukan dapat digunakan rumus V1M1=V2M2, dimana: V1= volume larutan yang akan

diencerkan (ml), M1= konsentrasi ekstrak daun kemangi hutan yang

tersedia (%), V2= volume larutan (air + ekstrak) yang diinginkan (ml),

M2= konsentrasi ekstrak daun kemangi hutan yang akan dibuat (%).

Jumlah volume ekstrak daun kemangi hutan secara terperinci disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Ekstrak Daun Kemangi Hutan yang Dibutuhkan

MІ VЇ MЇ VІ = VЇMЇ

Pengulangan (VІ x 4)

100 % 200 ml 0,3 % 0,6 ml 2,4 ml

100 % 200 ml 0,6 % 1,2 ml 4,8 ml

100 % 200 ml 0,9 % 1,8 ml 7,2 ml

100% 200 ml 1,2 % 2,4 ml 9,6 ml

100 % 200 ml 1,5 % 3,0 ml 12,0 ml

Total 30,0 ml

3. Pengujian Ekstrak Daun Kemangi Hutan

Larva instar III Aedes aegypti dimasukkan ke dalam gelas plastik yang telah berisi 200 ml campuran air dan ekstrak daun kemangi hutan dengan masing-masing konsentrasi 0,3%, 0,6%, 0,9%, 1,2%, 1,5% dan 0% sebagai kontrol sebanyak 20 ekor larva dengan 4 kali pengulangan. Menurut WHO (2005) pengamatan dilakukan dengan menghitung larva yang mati pada tiap perlakuan dengan interval waktu 5, 10, 20, 40, 60, 120, 240, 480, 1440, 2880, dan 4320 menit atau sampai 72 jam.


(46)

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan berdasarkan hasil pengamatan visual terhadap perhitungan jumlah larva nyamuk yang mati pada masing-masing konsentrasi ekstrak dengan interval waktu 5, 10, 20, 40, 60, 120, 240, 480, 1440, 2880, dan 4320 menit atau sampai 72 jam.

5. Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA untuk

mengetahui konsentrasi ekstrak yang mampu membunuh larva instar III Aedes aegypti. Jika ada perbedaan pada setiap perlakuan maka

dilakukan uji lanjut dengan BNT (Beda Nyata Terkecil).

Kemudian untuk mengetahui nilai LC50 dan LC90, serta nilai LT50 dan

LT90 dari ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) yang efektif

membunuh larva instar III dari nyamuk Aedes aegypti dianalisis menggunakan Uji Probit.


(47)

43

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Setelah penelitian dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) dengan konsentrasi 1,5% paling efektif untuk membunuh larva instar III Aedes aegypti. 2. Nilai LC50 ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) sebagai

larvasida terhadap larva instar III Aedes aegypti adalah 0,97% pada menit ke-4320, sedangkan nilai LC90 ekstrak daun kemangi hutan

(Ocimum sanctum) yang didapat sebesar 1,42%.

3. Nilai LT50 dan LT90 ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum)

sebagai larvasida terhadap larva instar III Aedes aegypti masing-masing adalah 5,71 jam atau 342,3107 menit dan 17,02 jam atau 1021,222 menit pada konsentrasi 1,5%.


(48)

B. SARAN

Dari hasil penelitian ini maka disarankan untuk :

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui waktu yang lebih singkat dengan konsentrasi yang lebih rendah untuk

menimbulkan kematian pada larva instar III Aedes aegypti. 2. Perlu diadakan penelitian dengan menggunakan bagian lain dari

kemangi hutan (Ocimum sanctum) seperti akar, batang, bunga, ataupun bagian tanaman yang lain.

3. Penelitian menggunakan ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum

sanctum) dapat dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi yang lain seperti penguapan atau destilasi.


(49)

45

DAFTAR PUSTAKA

Agnesa, A. 2011. Makalah Pengendalian Vektor Aedes aegypti.

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health (Diakses pada 22 November 2013 pukul 23:55)

Anggrek. 2014. Racun Kontak. http://www.anggrek.org/pengenalan-insektisida.html (Diakses pada tanggal 17 Maret 2014 pukul 05:00) Chahaya, I. 2003. Pemberantasan Vektor Demam Berdarah di Indonesia. USU

digital library. Medan

Dadang dan Prijono. 2008. Insektisida Nabati: Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengembangan. Departemen Proteksi Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Dailymail. 2013. Morfologi Nyamuk Aedes aegypti.

http://www.dailymail.co.uk/news/article-1350708/Genetically-modified-

mosquitoes-released-Malaysia-sparks-fears-uncontrollable-new-species.html (Diakses pada tanggal 12 September 2013 pukul 15:25) Departemen Kesehatan RI. 2007. Nyamuk Vampir Mini yang Mematikan, Inside

(Inspirasi dan Ide Litbangkes P2B2) Volume 2, Halaman 95. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Loka Litbang Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang. Ciamis

Departemen Kesehatan RI. 2010. Pusat Data dan Surveilens Epidemologi Demam Berdarah Dengue 2010. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta

Djakaria, S. 2000. Vektor penyakit virus, riketsia, spiroketa dan bakteri. Dalam: Srisasi G, Herry DI, Wita P, penyunting. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Djakaria, S. 2004. Pendahuluan Entomologi. Parasitologi Kedokteran Edisi ke-3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Djakaria, S. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit FKUI. Jakarta


(50)

Ginting, S. 2004. Pengaruh Lama Penyulingan Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Atsiri Daun Sereh Wangi. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan

Global Post Control. 2013. Siklus Hidup Aedes aegypti.

http://postcontrolgpm.wordpress.com (Diakses pada 22 November 2013 pukul 22:56)

Gunawan, E. 2011. Efek Potensial Larvasida Kombinasi Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum Linn) dan Biji Jarak (Ricinus communis Linn) Terhadap Aedes aegypti. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Institut Teksnologi Bandung. Bandung

Hidayatulloh, N. 2013. Efektivitas Pemberian Ekstrak Ethanol 70% Akar Kecombrang (Etlingera elatior) Terhadap Larva Instar III Aedes aegypti Sebagai Biolarvasida Potensial. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung Hoedojo, R. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit FKUI.

Jakarta

Istimuyasaroh, Mochamad Hadi, dan Udi Tarwotjo. 2009. Mortalitas Pertumbuhan Larva Nyamuk Anopheles aconitus karena Pemberian Ekstrak Daun Selasih Ocimum basilicum. BIOMA Desember 2009 Vol. 11, No. 2, Hal. 59-63

Kusuma, W. 2010. Efek Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) Terhadap Kerusakan Hepatosit Mencit Akibat Minyak Sawit Dengan Pemanasan Berulang. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Lampung Post. 2012. Serangan DBD Makin Banyak pada Musim Hujan. Terbit : Kamis, 06 Desember 2012

Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE, Jacobsen LB, Nichols DE, and McLaughlin JL. 1982. Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituents. Planta Med May [cited 2009 January 16]; 45(5): 31-4 Nawangsari, A. 2013. Uji Efektivitas Infusa Serbuk Biji Srikaya (Annona

squamosa L.) Terhadap Larva Instar III Dari Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. Politeknik Kesehatan Kemenkes Tanjungkarang. Lampung Ndione, R.D., Faye, O., Ndiaye, M., Dieye, A., and Afoutou, JM. 2007. Toxic

effects of neem products (Azadirachta indica A. Juss) on Aedes aegypti Linnaeus 1762 larvae. In Africa Journal of Biotechnology Vol. 6 (24), pp. 2846-2854


(51)

47

Octavia, D., Susi A., M. Abdul Q., dan Fatahul A. 2008. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Sebagai Pestisida Alami di Savana Bekol Taman Nasional Baluran. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi AlamVol. V No. 4 : 355-365, 2008

Peter, AGM. 2002. Herbal remedies. N Engl J Med Dec [cited 2009 January 16]; Vol. 347 (25): 2046-2056

Proseanet. 2013. Kemangi hutan.

http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=26 (diakses pada 13 November 2013 pukul 10:05)

Rachim, M. 2013. Uji Efektivitas Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum basilicum L.) Terhadap Kematian Larva Instar III Nyamuk Aedes aegypti. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan Kemenkes Tanjungkarang. Bandar Lampung Raharjo, B. 2006. Uji Kerentanan (Susceptibility test) Aedes aegypti (Linnaeus)

dari Surabaya, Palembang dan Beberapa Wilayah di Bandung terhadap Larvasida Temephos (Abate 1 SG). Skripsi. Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB. Bandung

Rini. 2013. Pupa Aedes aegypti. http://rinifitrianingsih.blogspot.com (Diakses pada 22 November 2013 pukul 22:50)

Setiawan, D. 2005. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L.) Terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Aedes aegypti.

http://www.student-research.umm.ac.id (Diakses pada 20 November 2013 pukul 22:50)

Soedarto. 1995. Entomologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Surabaya

Soegijanto. 2003. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue. Dalam: Demam Berdarah Dengue, Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003. Airlangga University Press. Surabaya

Surtiretna, N. 2008. Awas Demam Berdarah. IKAPI. Bandung

Syamsuhidayat S.S. dan Hutapea J.R. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi I. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Jakarta

Tim Singgah Lumajang. 2013. Kemangi Hutan.

http://singgahlumajang.blogspot.com/2013/06/khasiat-dari-lampes-ocimum-sanctum-linn.html (Diakses pada 13 November 2013 pukul 09:08) Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada


(52)

Womack, M. 1993. The yellow fever mosquito, Aedes aegypti. Wing Beats.5(4): 4 World Health Organization (WHO). 2005. Guidelines for Laboratory and Field

Testing of Mosquito Larvasides

Wulandari, D. N., H. Soetjipto, dan S. P. Hastuti. 2006. Skrining Fitokimia dan Efek Larvasida Ekstrak Biji Kecubung Wulung (Datura metel L.)

Terhadap Larva Instar III dan IV Aedes aegypti. Berkala Ilmiah Biologi, Vol. 5(2); 101-107


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Setelah penelitian dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) dengan konsentrasi 1,5% paling efektif untuk membunuh larva instar III Aedes aegypti.

2. Nilai LC50 ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) sebagai larvasida terhadap larva instar III Aedes aegypti adalah 0,97% pada menit ke-4320, sedangkan nilai LC90 ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) yang didapat sebesar 1,42%.

3. Nilai LT50 dan LT90 ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum sanctum) sebagai larvasida terhadap larva instar III Aedes aegypti masing-masing adalah 5,71 jam atau 342,3107 menit dan 17,02 jam atau 1021,222 menit pada konsentrasi 1,5%.


(2)

B. SARAN

Dari hasil penelitian ini maka disarankan untuk :

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui waktu yang lebih singkat dengan konsentrasi yang lebih rendah untuk

menimbulkan kematian pada larva instar III Aedes aegypti.

2. Perlu diadakan penelitian dengan menggunakan bagian lain dari

kemangi hutan (Ocimum sanctum) seperti akar, batang, bunga, ataupun bagian tanaman yang lain.

3. Penelitian menggunakan ekstrak daun kemangi hutan (Ocimum

sanctum) dapat dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi yang lain seperti penguapan atau destilasi.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Agnesa, A. 2011. Makalah Pengendalian Vektor Aedes aegypti.

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health

(Diakses pada 22 November 2013 pukul 23:55)

Anggrek. 2014. Racun Kontak. http://www.anggrek.org/pengenalan-insektisida.html (Diakses pada tanggal 17 Maret 2014 pukul 05:00) Chahaya, I. 2003. Pemberantasan Vektor Demam Berdarah di Indonesia. USU

digital library. Medan

Dadang dan Prijono. 2008. Insektisida Nabati: Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengembangan. Departemen Proteksi Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Dailymail. 2013. Morfologi Nyamuk Aedes aegypti.

http://www.dailymail.co.uk/news/article-1350708/Genetically-modified-

mosquitoes-released-Malaysia-sparks-fears-uncontrollable-new-species.html (Diakses pada tanggal 12 September 2013 pukul 15:25) Departemen Kesehatan RI. 2007. Nyamuk Vampir Mini yang Mematikan, Inside

(Inspirasi dan Ide Litbangkes P2B2) Volume 2, Halaman 95. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Loka Litbang Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang. Ciamis

Departemen Kesehatan RI. 2010. Pusat Data dan Surveilens Epidemologi Demam Berdarah Dengue 2010. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta

Djakaria, S. 2000. Vektor penyakit virus, riketsia, spiroketa dan bakteri. Dalam: Srisasi G, Herry DI, Wita P, penyunting. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Djakaria, S. 2004. Pendahuluan Entomologi. Parasitologi Kedokteran Edisi ke-3.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Djakaria, S. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit FKUI. Jakarta


(4)

Ginting, S. 2004. Pengaruh Lama Penyulingan Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Atsiri Daun Sereh Wangi. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan

Global Post Control. 2013. Siklus Hidup Aedes aegypti.

http://postcontrolgpm.wordpress.com (Diakses pada 22 November 2013 pukul 22:56)

Gunawan, E. 2011. Efek Potensial Larvasida Kombinasi Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum Linn) dan Biji Jarak (Ricinus communis Linn) Terhadap

Aedes aegypti. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Institut Teksnologi Bandung. Bandung

Hidayatulloh, N. 2013. Efektivitas Pemberian Ekstrak Ethanol 70% Akar Kecombrang (Etlingera elatior) Terhadap Larva Instar III Aedes aegypti

Sebagai Biolarvasida Potensial. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung Hoedojo, R. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit FKUI.

Jakarta

Istimuyasaroh, Mochamad Hadi, dan Udi Tarwotjo. 2009. Mortalitas Pertumbuhan Larva Nyamuk Anopheles aconitus karena Pemberian Ekstrak Daun Selasih Ocimum basilicum. BIOMA Desember 2009 Vol. 11, No. 2, Hal. 59-63

Kusuma, W. 2010. Efek Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) Terhadap Kerusakan Hepatosit Mencit Akibat Minyak Sawit Dengan Pemanasan Berulang. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Lampung Post. 2012. Serangan DBD Makin Banyak pada Musim Hujan. Terbit : Kamis, 06 Desember 2012

Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE, Jacobsen LB, Nichols DE, and McLaughlin JL. 1982. Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituents. Planta Med May [cited 2009 January 16]; 45(5): 31-4 Nawangsari, A. 2013. Uji Efektivitas Infusa Serbuk Biji Srikaya (Annona

squamosa L.) Terhadap Larva Instar III Dari Nyamuk Aedes aegypti.

Skripsi. Politeknik Kesehatan Kemenkes Tanjungkarang. Lampung Ndione, R.D., Faye, O., Ndiaye, M., Dieye, A., and Afoutou, JM. 2007. Toxic

effects of neem products (Azadirachta indica A. Juss) on Aedes aegypti Linnaeus 1762 larvae. In Africa Journal of Biotechnology Vol. 6 (24), pp. 2846-2854


(5)

Octavia, D., Susi A., M. Abdul Q., dan Fatahul A. 2008. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Sebagai Pestisida Alami di Savana Bekol Taman Nasional Baluran. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi AlamVol. V No. 4 : 355-365, 2008

Peter, AGM. 2002. Herbal remedies. N Engl J Med Dec [cited 2009 January 16]; Vol. 347 (25): 2046-2056

Proseanet. 2013. Kemangi hutan.

http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=26 (diakses pada 13 November 2013 pukul 10:05)

Rachim, M. 2013. Uji Efektivitas Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum basilicum L.) Terhadap Kematian Larva Instar III Nyamuk Aedes aegypti. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan Kemenkes Tanjungkarang. Bandar Lampung Raharjo, B. 2006. Uji Kerentanan (Susceptibility test) Aedes aegypti (Linnaeus)

dari Surabaya, Palembang dan Beberapa Wilayah di Bandung terhadap Larvasida Temephos (Abate 1 SG). Skripsi. Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB. Bandung

Rini. 2013. Pupa Aedes aegypti. http://rinifitrianingsih.blogspot.com (Diakses pada 22 November 2013 pukul 22:50)

Setiawan, D. 2005. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa

L.) Terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Aedes aegypti.

http://www.student-research.umm.ac.id (Diakses pada 20 November 2013 pukul 22:50)

Soedarto. 1995. Entomologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Surabaya

Soegijanto. 2003. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue. Dalam: Demam Berdarah Dengue, Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003. Airlangga University Press. Surabaya

Surtiretna, N. 2008. Awas Demam Berdarah. IKAPI. Bandung

Syamsuhidayat S.S. dan Hutapea J.R. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi I. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Jakarta

Tim Singgah Lumajang. 2013. Kemangi Hutan.

http://singgahlumajang.blogspot.com/2013/06/khasiat-dari-lampes-ocimum-sanctum-linn.html (Diakses pada 13 November 2013 pukul 09:08) Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada


(6)

Womack, M. 1993. The yellow fever mosquito, Aedes aegypti. Wing Beats.5(4): 4 World Health Organization (WHO). 2005. Guidelines for Laboratory and Field

Testing of Mosquito Larvasides

Wulandari, D. N., H. Soetjipto, dan S. P. Hastuti. 2006. Skrining Fitokimia dan Efek Larvasida Ekstrak Biji Kecubung Wulung (Datura metel L.)

Terhadap Larva Instar III dan IV Aedes aegypti. Berkala Ilmiah Biologi, Vol. 5(2); 101-107