KAJIAN TERHADAP KARATERISITK CAMPURAN CTB (CEMENT TREATED BASE) DAN CTRB (CEMENT TREATED RECLING BASE)

(1)

(2)

ABSTRAK

KAJIAN TERHADAP KARATERISITK CAMPURAN CTB (CEMENT TREATED BASE) DAN CTRB (CEMENT TREATED RECLING BASE)

Oleh

NI MADE DWI DESMAWATY

Struktur perkerasan membutuhkan pemeliharaan atau perbaikan struktur untuk menjaga masa pelayanannya. Salah satu teknologi yang yang dapat diterapkan adalah dengan teknik daur ulang perkerasan jalan. CTRB (Cement Treated Recycling Base) adalah suatu teknologi stabilisasi pondasi jalan dengan system daur ulang. CTB ( Cement Treated Base ) atau lapis pondasi agregat semen adalah suatu jenis lapi perkerasan yang menggunakan semen Portland sebagai bahan pengikat. Penerapan teknologi CTRb dan CTB baru di lampung sehingga perlu diadakannya kajian untuk mempelajari karateristik campurannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karateristik mekanik campuran CTRB dan CTB.

Data primer yang digunakan adalah proses pengambiolan sampel dengan pengamatan langsung di lapangan, sedangkan data sekunder berupa data pengujian laboratorium dan spesifikasi pekerjaan. Analisa data dari data primer dan data sekunder akan didapat data-data pengujian karateristik mekanik sampel lalu disesuaikan dengan spesifikasi pekerjaan yang dipakai.

Berdasarkan pengujian gradasi RAP (Reclaimed Asphalt Pavement), agregatmya diklasifikasikan agregat kelas B. Pada pengujian gradasi base course agregatnya diklasifikasikan sebagai mendekati agrgegat kelas B. Pada pengujian gradasi kombinasi sampel CTRB dilakukan penambahan kadar semen menjadi 7,9% untuk mendapatkan UCS lebih dari 40kg/cm2. Perbaikan gradasi yang tidak sesuai spesifikasi dilakukan dengan penambahan agregat baru kelas A. Presentase penambahan yaitu agregat bekas 14% dan agregat baru 86%. Pengujian gradasi agregat baru pekerjaan CTB diklasifikasikan sebagai agregat kelas A. Presentase semen yang dipakai sebesar 6,5%


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... B. Rumusan Masalah... C. Tujuan Penelitian... D. Batasan Masalah...

E. Manfaat Penelitian……….

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkerasan Lentur... B. Lapis Permukaan... C. Lapis Pondasi (Base Course)... D. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)... E. Agregat... F. Semen...

G. Air………..

H. CBR... I. Uji Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)………

xi xiv 1 4 4 5 5 6 8 9 10 12 17 31 32 37


(7)

………. III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Rencana Kerja... B. Metode Pengumpulan Data... C. Tempat dan Waktu Penelitian... D. Prosedur Pengumpulan Data...

E. Analisa Data………...

F. Diagram Alir Penelitian……….

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. CTRB (Cement Treated Recycling Base)... B. CTB (Cement Treated Base)... V. PENUTUP

A. Kesimpulan... B. Saran…... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 49 49 50 50 51 52 53 70 75 76


(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkerasan jalan adalah suatu bagian dari jalan yang diperkeras dengan lapisan konstruksi tertentu yang memiliki ketebalan, kekakuan, kekuatan dan kestabilan tertentu sehingga mampu mentransfer beban lalu lintas yang melintas di atasnya ke lapisan tanah dasar.

Jenis perkerasan yang umumnya sering digunakan di Indonesia adalah perkerasan lentur. Seperti struktur perkerasan pada umunya, perkerasan lentur juga akan mengalami penurunan kinerja akibat beban lalu lintas dan lingkungan seiring berjalannya umur rencana perkerasan tersebut. Sehingga struktur perkerasan membutuhkan upaya – upaya pemeliharaan ataupun perbaikan struktur untuk menjaga kinerjanya.

Pemeliharaan dan perbaikan tersebut menjaga kinerja perkerasan agar dapat memberikan pelayanan sampai akhir umur rencananya. Pada akhir umur rencana biasanya kondisi perkerasan telah mencapai kondisi kritis dimana perlu adanya perbaikan. Perbaikan ini bisa dengan pelapisan ulang pada perkerasan lama


(9)

(Overlay) tetapi metode ini akan menambah elevasi jalan yang ada. Pelapisan ulang yang dilakukan terus menerus juga akan membentuk ketebalan lapisan perkerasan yang tinggi dan berakibat terganggunya drainase, ketinggian bahu dan kerb jalan.

Salah satu teknik alternative lainnya yang dapat digunakan untuk memperbaiki kerusakan jalan adalah dengan teknik daur ulang perkerasan jalan (pavement recycling). Pengembangan teknologi recycling ini terhadap perkerasan jalan yang rusak menjadi pondasi dan stabilisasi tanah dasar dengan semen.

Teknologi recycling ini merupakan proses pencampuran aspal dengan menggunakan bahan daur ulang dimana bahan daur ulang ini berasal dari pengupasan sisa perkerasan lama yang dikombinasikan dengan bahan perkerasan yang baru. Metode ini banyak diterapkan pada jalan – jalan yang ada di Indonesia khususnya pulau Jawa, mengingat harga aspal yang cukup tinggi dan adanya kelangkaan agregat sebagai bahan utama suatu lapis perkerasan. Inovasi daur ulang ini didasari atas pertimbangan ekonomi dan juga demi menjaga kelestarian lingkungan serta mengurangi limbah aspal dari penggarukkan.

Penggunaan sistem daur ulang ini merupakan hal yang baru di Provinsi Lampung. Metode daur ulang ini digunakan pada proyek pelebaran jalan Lintas Sumatera Simpang Tiga Panjang – Simpang Tiga Raden Intan yang sedang berlangsung saat ini di Lampung. Lintas Sumatera Simpang Tiga Panjang – Simpang Tiga Raden Intan merupakan jalur transportasi yang sangat penting bagi


(10)

jalur pertumbuhan berbagai aspek di Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan Jalan Lintas Sumatera Simpang Tiga Panjang – Simpang Tiga Raden Intan merupakan jalur yang menghubungkan provinsi yang ada di Sumatera dengan Pulau Jawa sebagai pusat perkembangan di Negara Indonesia ini. Permukaan jalan yang ada merupakan hasil dari pelapisan (overlay) beberapa kali sehingga lapis pondasi yang ada diperkirakan mengalami penurunan kekuatan dan memerlukan peningkatan kembali. Salah satu cara yang dapat menanggulangi hal tersebut adalah dengan menerapkan metode rcycling terhadap perkerasan yang rusak menjadi pondasi dan stabilitas tanah dasar dengan mengkomposisikan semen sebagai bahan pencampurannya. Prinsipnya adalah memanfaatkan material jalan yang sudah tidak memiliki nilai struktur lalu diolah dan ditambah dengan bahan additive sehingga memiliki nilai strutur yang lebih tinggi dan dapat dipergunakan kembali.

CTRB (Cement Treated Recycling Base) adalah suatu teknologi stabilisasi pondasi jalan dengan system daur ulang, material yang didaur ulang adalah material yang sudah ada di perkerasan lama dan digunakan sebagai lapis pondasi atas.

CTB ( Cement Treated Base ) atau Lapis pondasi agregat semen adalah suatu jenis lapi perkerasan yang menggunakan semen Portland sebagai bahan pengikat. Penggunaan CTB biasanya digunakan sebagai lapis konstruksi pondasi bawah (Sub Base) dan pondasi atas (Base Course).


(11)

Pengembangan teknologi dengan metode daur ulang ini diharapkan tidak hanya memperbaiki lubang atau kerusakan yang terjadi tetapi juga memperkuat strutur jalan itu sendiri. Metode ini dapat membuat kekerasan suatu perkerasan mendekati beton tetapi jalan lebih lentur sehingga jika tanah dasarnya turun maka aspalnya pun ikut turun.Teknologi ini juga mengurangi pemakaian material baru, melestarikan sumber daya alam, dan menghemat biaya konstruksi karena mendaur ulang material perkerasan yang lama.

B. Rumusan Masalah

Penggunaan teknologi daur ulang merupakan suatu inovasi yang sangat baru pada proyek pelebaran jalan Seokarno Hatta Lampung. Penerapan metode CTB dan CTRB pada perkerasan diharapkan akan menambah kekuatan dari lapis pondasi suatu perkerasan, sehingga kekerasannya hampir mencapai beton tapi jalan tetap lentur. Dalam kajian ini akan dibahas mengenai evaluasi mekanik pekerjaan CTRB pada pelebaran jalan Seokarno Hatta, kadar optimum pemakan semen pada pekerjaan CTB dan CTRB, Komposisi antara material perkerasan lama dengan material baru yang akan dicampur serta pengujian kuat tekan bebas benda uji UCS.

C. Tujuan Penelitian

1. Mengevaluasi karateristik mekanik dari campuran CTRB dan CTB

2. Mengetahui JMF CTB dan CTRB yang telah digunakan dan terlaksana pada proyek .


(12)

D. Batasan Masalah

Masalah pada kajian ini dibatasi hanya pada pekerjaan CTB dan CTRB pada pelebaran jalan Seokarno Hatta yang ada dilapangan. Beberapa batasan masalah pada kajian ini senagai berikut :

1. Penelitian ini dilakukan hanya pada ruas jalan Tugu Raden Intan sampai dengan Simpang Kali Balok (Paket A).

2. Evaluasi karateristik mekanik CTRB dan CTB 3. JMF CTB dan CTRB yang digunakan pada proyek

4. Evaluasi kualitas pelaksanaan CTB dan CTRB di lapangan 5. General Specification sebagai parameter uji laboratorium E. Manfaat Penelitian

1. Memberikan referensi tentang penggunaan teknologi CTB dan CTRB yang baru pemakaiannya di Lampung.

2. Memperkenalkan teknologi baru pada pengerjaan perkerasan jalan dengan menggunakan material perkerasan lama

3. Mengetahui karateristik dari perkerasan menggunakan teknologi daur ulang atau CTRB dan CTB


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkerasan Lentur ( Flexible Pavement)

Perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Pada umumnya perkerasan lentur baik digunakan untuk jalan yang melayani beban lalu lintas ringan sampai sedang, seperti jalan perkotaan, jalan dengan system ultilitas terletak di bwah perkerasan jalan, perkerasan bahu jalan, atau perkerasan dengan konstruksi bertahap. Perkerasan lentur memiliki beberapa karateristik sebagai berikut ini :

a. Memakai bahan pengikat aspal

b. Sifat dari perkerasan ini adalah memikul beban lalu lintas dan menyebarkannya ke tanah dasar

c. Pengaruhnya terhadap repitisi beban adalah timbulnya rutting (Lendutan pada jalur roda)

d. Pengaruhnya terhadap penurunan tanah dasar yaitu, jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar).


(14)

a. Dapat digunakan pada daerah dengan perbedaan penurunan (differential settlement) terbatas

b. Mudah diperbaiki

c. Tambahan lapisan perkerasan dapat dilakukan kapan saja d. Memiliki tahanan geser yang baik

e. Warna perkerasan member kesan tidak silau bagi pemakai jalan

f. Dapat dilaksanakan bertahap, terutama pada kondisi biaya pembangunan terbatas atau kurangnya data untuk perencanaan.

Kerugian menggunakan perkerasan lentur antara lain : a. Tebal total struktur perkerasan lebih tebal dibandingkan

Perkerasan kaku

b. Kelenturan dan sifat kohesi berkurang selama masa pelayanan c. tidak baik digunakan jika sering digenangi air

d. Menggunakan agregat lebih banyak

Struktur perkerasan lentur terdiri dari beberapa lapis yang mana semakin ke bawah memiliki daya dukung tanah yang jelek. Gambar 2.1 menunjukkan lapis perkerasan lentur , yaitu :

a. Lapis permukaan (surface course) b. Lapis pondasi (base course)

c. Lapis pondasi bwah (subbase course) d. Lapis tanah dasar (subgrade)


(15)

Gambar 2.1 Komponen struktur perkerasan lentur B. Lapis Permukaan

Lapis permukaan merupakan lapis paling atas dari struktur perkerasan jalan, yang fungsi utamanya sebagai :

a. Lapis penahan beban vertikal dari kendaraan, oleh karena itu lapisam harus memiliki stabilitas tinggi selama pelayanan.

b. Lapis aus (wearing course) karena menerima gesekan dan getaran roda dari kendaraan yang mengerem.

c. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atas lapis permukaan tidak meresap ke lapis di bawahnya yang berakibat rusaknya struktur perkerasan jalan

d. Lapis yang menyebarkan beban ke lapis pondasi.

Lapis permukaan perkerasn lentur menggunakan bahan pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapis yang kedap air, berstabilitas tinggi, dan memiliki daya tahan selama masa pelayanan. Namun demikian, akibat kontak langsung dengan roda


(16)

kendaraan, hujan, dingin, dan panas, lapis paling atas cepat menjadi aus dan rusak, sehingga disebut lapis aus. Lapisan di bawah lapis aus yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat disebut dengan lapis permukaan antara (binder course), berfungsi memikul beban lalu lintas dan mendistribusikannya ke lapis pondasi. Dengan demikian lapis permukaan dapat dibedakan menjadi :

a. Lapis aus (wearing course), merupakan lapis permukaan yang kontak dengan roda kendaraan dan perubahan cuaca

b. Lapis permukaan antar (binder course), merupakan lapis permukaan yang terletak di bawah lapis aus dan diatas lapis pondasi

C. Lapis pondasi (base course)

Lapis perkerasan yang terletak di atara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan dinamakan lapis pondasi (base course). Jika tidak digunakan lapis pondasi bawah, maka lapis pondasi diletakkan langsung di atas permukaan tanah dasar.

Lapis pondasi berfungsi sebagai :

a. Bagian struktur perkerasan yang menahan gaya vertikal dari beban kendaraan dan disebarkan ke lapis dibawahnya

b. Lapis peresap untuk lapis pondasi bawah c. Bantalan atau perletakkan lapis permukaan


(17)

Material yang sering digunakan untuk lapis pondasi adalah material yang cukup kuat dan awet sesuai syarat teknik dalama spesifikasi pekerjaan. Lapis pondasi dapat dipilih lapis berbutir tanpa pengikat atau lapis aspal sebagai pengikat.

D. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)

Lapis perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi dan tanah dasar dinamakan lapis pondasi bawah (subbase).

Lapis pondasi bawah berfungsi sebagai :

a. Bagian dari struktur perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban kendaraan ke lapis tanah dasar. Lapis ini harus cukup stabil dan mempunyai CBR sama atau lebih besar dari 20%, serta Indeks Plastis sama atau lebih kecil dari 10%.

b. Efesiensi penggunaan material yang relative murah, agar lapis diatasnya daapt dikurangi tebalnnya.

c. Lapis peresap, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi

d. Lapis pertama, agar pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan lancer sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda alat berat

e. Lapis filter untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan pondasi. Untuk itu lapis pondasi bawah haruslah memenuhi syarat :


(18)

Dengan :

D15 = diameter butir pada persen lolos 15% D85 = diameter butir pada persen lolos 85%

Jenis lapis pondasi bawah yang umum digunakan di Indonesia adalah lapis pondasi agregat kelas C dengan gradasi pada table 2.1 dan ketentuan sifat campuran seperti pada table 2.2. Lapis pondasi agregat kelas C ini dapat pula digunakan sebagai lapis pondasi tanpa penutup aspal.

Tabel 2.1 Gradasi Lapis Pondasi Agregat

Ukuran Saringan Persen Lolos saringan

ASTM (mm) Class A Class B Class C

2 " 50 100 75 -- 100

1⅟₂" 37.5 100 88 -- 95 60 -- 90

1 " 25 79 -- 85 70 -- 85 45 -- 78

⅜ " 9.5 44 -- 58 30 -- 65 25 -- 55

No 4 4.75 29 -- 44 25 -- 55 13 -- 45

No 10 2 17 -- 30 15 -- 40 8 -- 36

No 40 0.425 7 -- 17 8 -- 20 7 -- 23

N0 200 0.75 2 -- 8 2 -- 8 5 -- 15


(19)

Tabel 2.2 ketentuan Sifat Lapis Pondasi Agregat Kelas C

Sifat Kelas C

Abrasi dari agregat kasar (SNI 03-2471-1990) mak 40 % Indeks Plastis ( SNI-03-1966-1990 dan SNI-03-1967-1990) 4 -- 9

Batas Cair (SNI 03-1967-1990) mak 35

Gumpalan lempung dan butir - butir mudah pecah dalam

agregat (SNI 03-1744-1989) mak 1 %

CBR (SNI 03-1744-1989) min. 35 %

Perbandingan persen lolos #200 dan #40 mak 2/3

Sumber : Spesifikasi 2011

E. AGREGAT

Agregat adalah material granural, misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku besi, yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu semen hidraulik atau adukan.

Agregat diperoleh dari sumber daya alam yang telah mengalami pengecilan ukuran secara alamiah melalui proses pelapukan dan aberasi yang berlangsung lama. Atau agregat dapat juga diperoleh dengan memecah batuan induk yang lebih besar. Agregat dibedakan menjadi 2 jenis sesuai dengan ukuran butiran yaitu sebagai berikut :

1. Agregat kasar

Agregat berupa kerikil sebagai hasil disintegrasi alami dari batu-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu, dan mempunyai ukuran butir antara 5-40 mm. Besar butir maksimum yang diizinkan tergantung pada maksud pemakaian. Agregat kasar adalah salah satu material yang digunakan untuk pembuatan lapis pondasi pada struktur


(20)

perkerasan jalan. Agregat kasar terdiri dari agregat kelas A dan agreagt kelas B. Kelas ini menunjukan kualitas serta besar butiran dari agregat tersebut juga kelas agregat menentukan pemakaian material ini pada lapis perkerasan jalan.

Tabel 2.3 Tabel Jenis Agregat dan Lapisannya

Sumber : Spesifikasi 2011

Bentuk permukaan konstruksi agregat pada lapis pondasi atas tidak boleh memiliki kerusakan yang bisa membuat agregat tidak bisa menahan kelembaban dari semua lapis perkerasan.Untuk ketebalan minimum agregat kelas A yang digunakan untuk lapis pondasi tidak boleh kurang dari 1 cm. Ukuran butiran yang lolos saringan untuk tipe kelas agregat dapat ditunjukkan pada table berikut ini

Jenis Agregat dan Lapisan nya Ukuran butiran yang aman Agregat kelas B untuk Sub Base ( hanya

untuk lapis atas sub base )

+ 0 cm - 2 cm Agregat kelas A untuk Surface ( hanya

untuk perkerasan dan bahu jalan)

+ 1 cm - - 1 cm


(21)

Tabel 2.4 Tabel Presentasi Agregat Lolos Saringan Ukuran Saringan Lolos Saringan

ASTM (mm) Class S Class A Class B

2 " 50 100

1⅟₂" 37.5 100 100 88 -- 95

1 " 25 89 -- 100 79 -- 85 70 -- 85

⅜ " 9.5 55 -- 90 44 -- 58 30 -- 65

No 4 4.75 40 --75 29 -- 44 25 -- 55

No 10 2 26 -- 59 17 -- 30 15 -- 40

No 40 0.425 12 -- 13 7 -- 17 8 -- 20

N0 200 0.75 4 -- 22 2 -- 8 2 -- 8

Sumber : Spesifikasi 2011

a. Sifat – sifat mekanik agregat

 Daya lekat

Ukuran agregat sangat mempengaruhi kekuatan beton yang diinginkan atau direncanakan. Tekstur yang lebih kasar akan menyebabkan daya lekat lebih besar Daya lekat baik ditandai dengan banyaknya partikel agregat yang pecah pada beton dalam hal ini lapis pondasi atas akibat pengujian kuat tekan. Tetapi terlalu banyak partikel agregat yang pecah menandakan bahwa agregat terlalu lemah.


(22)

 Kekuatan

Kekuatan yang dibutuhkan pada agregat lebih tinggi daripada kekuatan beton karena tegangan sebenarnya yang terjadi pada masing-masing partikel lebih tinggi daripada tegangan nominal yang diberikan.

 Kekerasan

Kekerasan agregat sangat diperlukan khususnya pada beton untuk struktur jalan atau pada lantai beton yang memikul beban lalu lintas yang berat. Kekerasan agregat dapat diukur dengan Los Angeles Test. b. Sifat-sifat Fisik Agregat

1) Specific Gravity (Berat Jenis)

Berat jenis agregat adalah perbandingan berat agregat di udara dari suatu unit volume terhadap berat air dengan volume yang sama. Pengukuran berat jenis dapat dilakukan pada 3 kondisi :

Apparent Specific Gravity (berat jenis absolut) yaitu perbandingan berat

agregat tanpa pori di udara dengan volumenya

Bulk Specific Gravity (Saturated Surface Dry) yaitu perbandingan berat agregat, termasuk berat air dalam pori dengan volumenya


(23)

Bulk Specific Gravity (Dry) yaitu perbandingan berat agregat, termasuk pori di udara dengan volumenya.Apparent specific gravity berkisar antara 2,5-2,7

2) Bulk Density (Berat Volume)

Berat volume adalah berat aktual yang akan mengisi suatu penampung/wadah dengan volume satuan. Berat volume diukur dalam kondisi padat dan gembur.

3) Porositas dan Absorpsi

Porositas dan absorpsi mempengaruhi daya lekat antara agregat dengan pasta, daya tahan terhadap abrasi, dan mempengaruhi nilai specific gravity. Absorpsi agregat ditentukan dengan pengurangan berat dari kondisi SSD ke kondisi kering oven. Absorpsi adalah perbandingan antara pengurangan tersebut terhadap berat kering dalam persen.

4) Kadar Air

Berbeda dengan absorpsi yang nilainya tetap sedangkan kadar air nilainya berubah ubah sesuai dengan kondisi cuaca. Kadar air ditentukan dengan pengurangan berat agregat dari kondisi tertentu ke kondisi kering oven. Kadar air adalah perbandingan antara pengurangan berat tersebut terhadap berat kering dalam persen. Pengukuran kadar air sangat diperlukan pada pelaksanaan


(24)

pencanpuran beton sehingga kelecakan dan faktor air semen adukan beton tetap seperti yang direncanakan semula.

F. SEMEN

Sejarah semen sama tuanya dengan sejarah konstruksi bangunan. Beberapa jenis semen telah digunakan oleh bangsa Mesir maupun Romawi pada bangunan-bangunan kuno mereka. Semen yang digunakan diperoleh dengan cara membakar batu kapur.

Semen modern mulai diteliti pada tahun 1756 oleh John Smeaton yaitu dengan mencampur batu kapur dengan lempung dan membakarnya sehingga menimbulkan sifat-sifat hidraulik pada semen. Semen jenis ini mulai diproduksi pada tahun 1800 dan selanjutnya menjadi cikal bakal semen portland. Semen portland sendiri telah dipatenkan oleh Joseph Aspdin pada 21 Oktober 1824. Pada awalnya semen portland hanya digunakan untuk pembuatan mortar dan selanjutnya dikembangan ke pembuatan beton.

Sehubungan dengan semangkin berkembangnya penggunaan semen untuk pembuatan beton, maka dibuatlah spesifikasi standar tentang semen. Negara Jerman telah membuat spesifikasi standar semen sejak tahun 1877, Inggris dengan British Standarnya sejak tahun 1904 dan Amerika serikat dengan ASTM sejak tahun 1904.

Pada awalnya penelitian tentang semen masih jarang dilakukan, namun sejak tahun 1921 di Inggris telah dibentuk suatu pusat penelitian semen yang


(25)

terprogram. Beberapa ahli teknologi semen seperti Vicat, Le Chatelier, dan Michaelis merupakan pionir dalam mengukur sifat-sifat semen.

Perkiraan penggunaan semen perkapita pada tahun 1984 di beberapa negara antara lain :

Amerika Serikat 325 kg

Inggris 244 kg

Italy 678 kg

Arab Saudi, Qatar, UEA 2000 kg

Sedangkan Indonesia pada tahun 1998 memproduksi semen sekitar 28 juta ton

Definisi Semen

Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesive dan kohesif yang memungkinkan melekatnya fragmen-fagmen mineral lain menjadi suatu massa yang padat. Pengertian ini dapat diterapkan untuk banyak jenis bahan semen yang biasa digunakan untuk konstruksi beton untuk bangunan. Secara kimia semen dicampur dengan air untuk dapat membentuk massa yang mengeras, smen semacam ini disebut semen hidrolis. Adapun beberapa jenis semen sebagai berikut ini


(26)

Oil Well Cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun lepas pantai.

 Mixed and Fly Ash Cement

Mixed and Fly Ash Cement adalah campuran semen abu Pozzolan buatan (fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batu bara yang mengandung amorphous silica, alumunium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton sehingga menjadi lebih keras.

 Semen Putih

Semen putih adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian(finishing), seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit(calcite) limestone murni.

 Semen Portland

Semen Portland adalah semen yang diperoleh dengan mencampur bahan-bahan yang mengandung kapur dan lempung, membakarnya pada temperatur yang mengakibatkan terbentuknya klinker dan kemudian menghaluskan klinker dengan gips sebagai bahan tambahan. Semen Portland banyak digunakan pada pembangunan fisik.


(27)

 Warna kapur pada umunya berwarna putih sedangkang warna semen Portland adalah abu-abu.

 Semen Portland jika dicampur dengan air akan memakan waktu 30 menit untuk proses ikatan dan mencapai kekuatan cukup besar dalam waktu 1-2 hari sedangkan kapur membutuhkan waktu lebih lama untuk waktu pengikatan maupun pengerasannya.

 Semen Portland beberapa kali lebih kuat dibandingkan kapur

 Kapur tidak diperbolehkan kontak langsung dengan besi, besi karena baja karena besi dapat termakan sedangkan semen Portland melindungi baja dari pengkaratan

 Pabrikasi Semen Portland

Material yang mengandung kapur (misalnya batu kapur), silika dan alumina (misalnya lempung) dihaluskan sampai menjadi bubuk kemudian dicampur dalam proporsi tertentu, dibakar pada temperatur  1400 C sehingga menjadi klinker, didinginkan dan dihaluskan serta gips ditambahkan sebesar  4 % berat.

Pembuatan semen terdiri dari dua proses yaitu proses basah dan proses kering. Pada awalnya pembuatan semen dilakukan dengan proses basah karena dianggap lebih akurat dalam proses pencampuran bahan baku. Bahan baku dicampur dengan air sebesar 35-50 % dan kemudian


(28)

dihaluskan. Namun sekarang hampir seluruhnya pabrik semen telah menggunakan proses kering karena pelaksanaannya lebih ekonomis.

Kimia Dasar Semen

Batu kapur dan tanah liat (lempung) mengandung komponen oksida-oksida utama sebagai berikut :

Silikat (SiO2) ditulis [S] Aluminat (Al2O3) ditulis [A] Kalsium Oksida (CaO) ditulis [C] Ferrit (Fe2O3) ditulis [F]

[S] [A] [C] [F]


(29)

3CaO.SiO2 (C3S) 45 - 70 % 2CaO.SiO2 (C2S) 15 - 35 % 3CaO.Al2O3 (C3A) 0 - 15 % 4CaO. Al2O3. Fe2O3 (C4AF) 3 - 15 % Tabel 2.1. Komposisi Oksida Semen Portland

Oksida Komposisi

CaO 60-67 %

SiO2 17-25 %

Al2O3 3- 8 %

Fe2O3 0,5 -6 %

MgO 0,1- 4 %

K2O, Na2O 0,2-1,3 % SO3 1-3 %


(30)

Senyawa C3S (trikalsium silikat) dan C2S (dikalsium silikat) merupakan bagian yang paling dominan dalam memberikan sifat semen, kedua senyawa ini menempati 70-80 % dari semen. Senyawa C3S berpengaruh besar terhadap pengerasan semen, terutama sebelum mencapai umur 14 hari. Senyawa C2S berpengaruh terhadap pengerasan semen setelah umur lebih dari 7 hari dan memberikan kekuatan akhir. Senyawa C2S juga membuat semen tahan terhadap serangan kimia, persentase C2S yang lebih tinggi menghasilkan proses pengerasan yang lambat.

Senyawa C3A (trikalsium aluminat) berhidrasi secara eksotermik dan sangat cepat, senyawa C3A menyebabkan panas hidrasi yang tinggi. Semen yang mengandung senyawa C3A yang lebih banyak akan kurang tahan terhadap serangan sulfat.

Senyawa C4AF (tetrakalsium aluminoferit) kurang begitu besar pengaruhnya terhadap perilaku semen.

Hidrasi Semen

Dengan adanya air, senyawa silikat dan aluminat membentuk produk hidrasi yang berupa mikrokristal dan kapur mati (padam) yang kemudian membentuk massa yang kuat dan keras. Kapur mati merupakan bagian yang lemah pada beton/mortar setelah mengeras


(31)

oleh sebab itu pada proses pembuatan semen ditambahkan gips sebagai bahan additive.

Reaksi Hidrasi Untuk C3S

2 C3S + 6 H C3 S2 H6 + 3 Ca (OH)2 Untuk C2S

2 C2S + 4 H C3 S2 H6 + Ca (OH)2 Untuk C3A

C3A + 6 H C3AH6 H = H2O

Panas Hidrasi

Reaksi senyawa semen dengan air bersifat eksotermik, yang artinya reaksi yang terjadi melepaskan sejumlah panas. Panas yang dilepaskan ini disebut panas hidrasi. Panas hidrasi adalah jumlah panas (dalam kalori) yang dikeluarkan per gram semen yang belum terhidrasi sampai terjadi hidrasi komplit.

Dibutuhkan air sekitar 23 % dari berat semen untuk keperluan reaksi (proses hidrasi) dengan semen. Untuk semen portland biasa,


(32)

1/2 dari panas total dikeluarkan antara 1-3 hari, 3/4 nya dalam 7 hari dan hampir 90 % dalam 6 bulan

Studi dan pengontrolan pengecoran struktur beton terhadap panas hidrasi sangat penting karena akan dapat menimbulkan keretakan pada proses pengerasan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada bagian dalam beton massa, maka temperatur puncaknya kira-kira 70 C. Akibat penurunan suhu yang tidak sama pada bagian luar dan pada bagian dalam beton, dapat mengakibatkan retak pada struktur beton. Untuk mencegah agar tidak terjadi rerak maka dapat digunakan tipe semen yang menimbulkan panas hidrasi yang rendah atau digunakan bahan penambah yang sesuai.

Tabel 2.5 Panas Hidrasi Senyawa Semen

Senyawa Panas Hidrasi (kal/gr)

C3S 120

C2S 62

C3A 207

C4AF 100


(33)

Jenis Semen Portland

Jenis-jenis semen portland dapat diperoleh dengan mengadakan variasi-variasi dalam proporsi relatif dari komponen-komponen senyawa kimianya serta derajat kehalusan penggilingan bahan klinkernya.

Sesuai dengan tujuan pemakaiannya semen portland dibagi menjadi 5 jenis

Jenis I

Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus seperti pada jenis lain. Semen jenis ini merupakan semen yang paling banyak digunakan yaitu 80-90 % dari produksi semen Portland.

Jenis II

Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang. Untuk mencegah serangan sulfat maka pada semen jenis ini, senyawa C3A harus dikurangi. Semen jenis ini biasanya digunakan pada bangunan-bangunan sebagai berikut

1. Pelabuhan, bangunan-bangunan lepas pantai

2. Pondasi atau basement dimana tanah/air tanah terkontaminasi oleh sulfat


(34)

3. Bangunan-bangunan yang berhubungan dengan rawa 4. Saluran-saluran air buangan/limbah

Jenis III

Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi. Pada semen jenis ini kuat tekan pada umur 3 hari mendekati dengan umur 7 hari pada semen jenis I. Untuk mempercepat proses hidrasi maka semen jenis ini dibuat lebih halus dengan specific surface tidak kurang dari 2800 cm2/gr. Proporsi senyawa C3S dibuat lebih besar dan proporsi senyawa C2S lebih kecil. Semen jenis ini biasanya digunakan pada bangunan-bangunan sebagai berikut

1. Pembuatan beton pracetak

2. Bangunan yang membutuhkan pembongkaran bekisting yang lebih cepat

3. Perbaikan pavement (beton)

4. Pembetonan di daerah cuaca dingin (salju) Jenis IV

Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan panas hidrasi yang rendah. Retak yang terjadi setelah pengecoran beton massa


(35)

membuat para ahli memikirkan jenis semen/cara yang sesuai untuk pengecoran beton massa. Untuk mengurangi panas hidrasi yang terjadi (penyebab retak), maka pada semen jenis ini senyawa C3S dan C3A dikurangi. Semen jenis ini mempunyai kuat tekan yang lebih rendah dari semen jenis I. Semen jenis ini biasanya digunakan pada bangunan-bangunan sebagai berikut

1. Konstruksi Dam 2. Basement

3. Pembetonan pada daerah bercuaca panas Jenis V

Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan yang sangat tahan terhadap sulfat. Penggunaan semen jenis ini sama dengan pada semen jenis II dengan kontaminasi sulfat yang lebih pekat.

Pengujian Semen

Pengujian semen dapat dilakukan dengan dua katagori : Pengujian Lapangan

Umumnya dilakukan terhadap volume pekerjaan yang kecil, pengujian ini dilakukan dengan cara yang sederhana sebagai berikut:


(36)

gumpalan-gumpalan pada semen tersebut.

2. Ambil sedikit semen kemudian rasakan diantara dua jari tangan, semen akan terasa halus dan tidak seperti berpasir.

3. Ambil segenggam semen kemudian taburkan di seember air, maka semen akan mengapung sementara lalu tenggelam.

Pengujian Laboratorium 1. Kehalusan Semen

Karena hidrasi dimulai dari permukaan partikel semen, maka luas permukaan total akan memberikan material yang tersedia untuk hidrasi. Laju hidrasi tergantung dari kehalusan partikel semen, untuk memperoleh pertumbuhan kekuatan yang cepat diperlukan kehalusan yang tinggi. Ukuran kehalusan semen diukur specific surface dengan satuan m2/kg atau cm2/gr. Specific surface diukur dengan alat Blaine Fineness Tester dengan metode air permeability. Kehalusan semen dengan alat Blaine untuk jenis I sampai V minimum 2800 cm2/gr. Ukuran kehalusan dapat juga dilakukan dengan saringan yaitu sisa diatas ayakan 0,09 mm maksimum 10 % berat untuk semen jenis I sampai V.


(37)

2. Waktu Pengikatan Semen

Waktu pengikatan semen (setting time) adalah merupakan waktu perubahan dari keadaan cair menjadi keadaan kaku.

Pengikatan awal yaitu kenaikan temperatur dengan cepat pada adukan, beton kehilangan plastisitas. Sedangkan pengikatan akhir adalah terjadinya temperatur puncak pada beton. Waktu pengikatan semen diukur dengan alat Vicat. Waktu pengikatan awal semen portland untuk jenis I sampai V minimum 45 menit. Sedangkan waktu pengikatan akhir maksimum 480 menit.

3. Kekuatan Semen

Pengujian kekuatan semen dilakukan dengan menekan benda uji kubus mortar ukuran sisi 50 mm. Campuran mortar dengan perbandingan berat adalah semen : pasir = 1: 2,75 dengan faktor air semen 0,485. Hasil pengujian ini harus lebih besar atau sama dengan nilai pada tabel 2.3.


(38)

Tabel 2.6 Kuat Tekan Minimum Semen Portland Umur Kuat Tekan Minimum (kg/cm2)

Jenis I Jenis II Jenis III Jenis IV Jenis V

1 hari - - 125 - -

3 hari 125 100 250 - 85

7 hari 200 175 - 70 150

28 hari - - - 175 210

Sumber : Diktat Teknologi Bahan 2012

G. AIR

Air merupakan bahan yang penting pada beton yang menyebabkan terjadinya reaksi kimia dengan semen. Pada dasarnya air yang layak diminum, dapat dipakai untuk campuran beton. Akan tetapi dalam pelaksanaan banyak air yang tidak layak untuk diminum memuaskan dipakai untuk campuran beton. Apabila terjadi keraguan akan kualitas air untuk campuran beton sebaiknya dilakukan pengujian kualitas air atau diadakan trial mix untuk campuran dengan menggunakan air tersebut.

Persyaratan air sebagai bahan bangunan untuk campuran beton harus memenuhi syarat sebagai berikut :


(39)

1. Air harus bersih

2. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda-benda merusak lainnya yang dapat dilihat secara visual.

3. Tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gr/liter

4. Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak beton (asam-asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gr/liter. Kandungan khlorida (Cl), tidak lebih dari 500 p.p.m dan senyawa sulfat tidak lebih dari 1000 p.p.m

5. Bila dibandingkan dengan kuat tekan beton yang memakai air suling, maka penurunan kekuatan kuat tekan beton yang memakai air yang diperiksa tidak boleh lebih dari 10 %

6. Air yang mutunya diragukan harus dianalisa secara kimia dan dievaluasi mutunya.

7. Khusus untuk beton prategang, kecuali syarat-syarat tersebut diatas, air tidak boleh mengandung Chlorida lebih dari 50 p.p.m.

H. CBR (California Bearing Ratio)

CBR dinyatakan dalam persen, adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi sedalam 0,1 inci atau 0,2 inci antara contoh tanah dengan batu


(40)

pecah standar. Nilai CBR adalah nilai empiris dari mutu tanah dasar dibandingkan dengan mutu batu pecah standar yang memiliki nilai CBR 100%. Pengujian CBR laboratorium mengikuti SNI 03-1744 atau AASHTO T193. Alat pengujian terdiri dari piston dengan luas 3 inchi2 yang digerakkan dengan kecepatan 0,05

inc/menit,vertikal ke bawah. Proving ring digunakan untuk mengukur beban yang dibutuhkan pada penetrasi tertentu, sedangkan untuk mengukur beban yang dibutuhkan pada penetrasi tertentu, sedangkan arloji pengukur untuk mengukur dalamnya penetrasi.

Tabel 2.7 Beban Untuk Melakukan Penetrasi Batu Pecah Standar

Penetrasi Beban Standar Beban Standar

(ichi) (pon) (pon/inci²)

0,1 3000 1000

0,2 4500 1500

0,3 5700 1900

0,4 6900 2300

0,5 7800 6000

Sumber : AASHTO T 193

Jenis CBR


(41)

1. CBR rencana

disebut juga CBR laboratorium atau design CBR, adalah pengujian CBR dimana benda uji disiapkan dan diuji mengikuti SNI 03-1744 atau ASSHTO T 193 di laboratorium. CBR rencana digunakan untuk menyatakan daya dukung tanah dasar, dimana pada saat perencanaan lokasi tanah dasar belum disiapkan sebagai lapis tanah dasar struktur perkerasan. Perencanaan tebal perkerasan jalan baru pada umunya menggunakan jenis CBR ini sebagai petunjuk daya dukung tanah dasar. Jenis CBR ini digunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar pada kondisi tanah dasar akan dipadatkan lagi sebelum struktur perkerasan dilaksanakan.

2. CBR lapangan

CBR lapangan juga dikenal dengan nama CBRinplace atau field CBR, adalah pengujian CBR yang dilaksanakan langsung di lapangan, di loksi tanah dasar rencana. Prosedur pengujian mengikuti SNI 03 -1738 atau ASTM D 4492. CBR lapangan digunakan untuk menyatakan daya dukung tanah dasar dimana tanah dasar direncanakan tidak lagi mengalami proses pemadatan atau peningkatan daya dukung tanah sebelum lapis pondasi dihampar dan pada saat pengujian tanah dasar dalam kondisi jenuh. Dengan kata lain perencanaan tebal perkerasan dilakukan berdasarkan kondisi daya dukung tanah pada saat pengujian CBR lapangan itu.


(42)

Pengujian dilakukan dengan meletakkan piston pada elevasi dimana nilai CBR hendak diukur, lalu dipenetrasikan dengan menggunakan beban yang dilimpahkan melalui gandar truk maupun alat lainnya dengan kecepatan 0,05 inci/menit. CBR ditentukan sebagai hasil perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi 0,1 atau 0,2 inci benda uji dengan beban standar. 3. CBR lapangan rendaman

CBR rendaman disebut juga undisturbed soaked CBR, adalah pengujian CBR laboratorium tetapi benda uji diambil dalam keadaan “undisturbed” dari lokasi tanah dasar dilapangan. CBR lapangan rendaman diperlukan jika dibuthkan nilai CBR pada kondisi kepadatan dilapangan, tetapi dalam keadaan jenuh air, dan tanah mengalami pengembangan (swell) yang maksimum, sedangkan pengujian dilakukan pada saat kondisi tidak jenuh air, sperti pada musim kemarau.

Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan asal tanah untuk benda uji membuat benda uji dan pengujian CBR antar lain :

1. Jenis lapisan tanah dasar, apakah tanah berbutir halus dengan plastisitas rendah, tanah berplastisitas tinggi, atau tanah berbutir kasar. Hal ini sangat berkaitan dengan kemampuan tanah dasar menahan air dan efeknya terhadap pengembangan.

2. Elevasi rencana dari lapis tanah dasar, apakah elevasi tanah galian, tanah urug, atau sesuai dengan muka tanah asli. Benda uji harus disiapkan dari


(43)

tanah yang direncanakan sebagai lapis tanah dasar (subgrade). Oleh karena itu contoh tanah harus berasal dari :

 Permukaan tanah jika elevasi lapis tanah dasar sama dengan elevasi muka tanah.

 Material yang nantinya akan digunakan sebagai tanah dasar rencana terletak di atas tanah urugan.

 Berasal dari lubang bor atau sumur uji (test pit) pada elevasi yang direncanakan sebagai lapis tanah dasar. Hal ini ditemui jika elevasi lapis tanah dasar direncanakan terletak pada tanah galian. Contoh tanah diambil dari lubang bor jika elevasi lapis tanah dasar rencana terletak jauh dari muka tanah saat ini, sedangkan sumur uji digunakan jika elevasi lapis tanah dasar rencana tidak terlalu dalam dan memungkinkan untuk membuat sumur uji. Penentuan nilai CBR rencana untuk contoh tanah yang berasal dari lubang bor hanya mungkin dilakukan dengan menggunakan kolerasi dengan klasifikasi tanah, sedangkan untuk contoh tanah dari sumur uji dilakukan pengujian mengikut SNI 03-1744 atau ASSHTO T 193.

Nilai CBR Dari Satu Titik Pengamatan

Daya dukung tanah dasar dinyatakan dengan nilai CBR yang menunjukan daya dukung tanah sedalam 100 cm. Kadangkala lapis tanah dasar sedalam 100 cm itu memiliki nilai CBR yang berbeda-beda . Untuk itu perlu


(44)

ditentukan nilai CBR yang mewakili satu titik pengamatan dengan menggunakan rumus

Lapis pertama h1, CBR1

Lapis kedua h2, CBR2

Lapis ke n hn, CBRn

CBR titik pengaman ( √ √ )

Dengan :

h1 + h2 +…….+hn = h cm

hn = tebal lapisan tanah ke n

CBRn = nilai CBR pada lapisan ke n I. Uji Kuat Tekan Bebas ( Unconfined Compression Test)

Kuat Tekan Bebas adalah besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan benda uji hancur bila dibebani dengan gaya tekan yang dihasilkan dari mesin penekan. Kuat tekan benda uji dihitung dengan cara membagi beban maksimum selama pengujian dengan luas permukaan benda uji .


(45)

Dengan :

= kuat tekan benda uji (kg/cm2) P = Beban tekan Maksimum (kg) A = Luas permukaan benda uji (cm2)

Kuat tekan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor air semen dan tingkat kepadatannya. Selain itu juga ada beberapa faktor yang tidak kalah penting daripada faktor tersebut yaitu :

 Jenis bahan dan kualitasnya

 Metode perancangan benda uji

 Perawatan benda uji ( curing)

 Pengerasan beton bertambah seiring dengan bertambahnya suhu di sekitar benda uji

Ada beberapa langkah kerja yang dilakukan untuk mengetahui besar kuat tekan bebas suatu benda uji . Adapun langkah kerjanya adalah sebagai berikut :

1. Keluarkan sampel benda uji dari tabung contoh dan masukkan ke dalam cetakkan dengan menekan sampel benda uji sehingga terisi penuh.


(46)

Gambar 2.2 Gambar Memasukkan sampel benda uji ke dalam Mold

2. Ratakan kedua permukaa benda uji dengan pisau pemotong dan keluarkan dengan alat extruder. Ambil sebagian benda uji untuk diuji kadar airnya.


(47)

3. Timbang sampel benda uji yang akan digunakan untuk percobaan.

Gambar 2.4 Pekerjaan menimbang sampel benda uji 4. Letakkan sampel benda uji di atas plat penekan bawah secara sentris.

Gambar 2.5 Meletakkan sampel benda uji di dalam alat uji UCS

5. Atur ketinggian plat atas dengan tepat menyentuh permukaan atas sampel tanah. 6. Atur dial beban dan dial deformasi pada posisi nol.


(48)

Gambar 2.6 Mengatur posisi sampel benda uji pada alat

7. Lakukan percobaan dengan menghidupkan motor(cara electric). Kecepatan regangan diambil ½% - 2% per menit dari tinggi sampel.

Gambar 2.7 Mencatat angka regangan yang ditunjukkan pada alat

8. Baca dial beban dan catat regangannya sampai sampel benda uji mengalami keruntuhan.


(49)

Gambar 2.8 Pembacaan regangan sampai benda uji mengalami keruntuhan 9. Jika benda uji sudah mengalami keruntuhan maka pengujian dihentikan.

Gambar 2.9 Gambar sampel benda uji yang mengalami keruntuhan

Setelah dilakukan pengujian dapat kita hitung kuat tekan bebas nya dengan mengetahui kadar air ,berat sampel, berat cetakkan, luas permukaan sampel benda uji serta pembacaan dial.


(50)

J. CTB (Cement Treated Base)

CTB (Cement Treated Base) adalah campuran dari agregat halus dan kasar, semen, dan air. Bahan-bahan tersebut dicampur dengan alat khusus sehingga dapat menghasilkan campuran beton setengah basah dengan kadar air minimum (Slump Nol). Penggunaan CTB biasanya pada kontstruksi perkerasan jalan sebagai lapis konstruksi pondasi bawah (Sub Base) atau pondasi atas (Base Course). Keuntungan menggunakan metode CTB ini antara lain :

 Lapis konstruksi CTB tidak peka akan air , hal ini sangat membantu untuk struktur dengan muka air tinggi

 Masa pelaksanaan yang relative cepat

 CTB hanya memerlukan waktu curing 3 hari untuk dilalui kendaraan atau melajutkan konstruksi di atasnya setelah pemadatan

 Untuk kuat tekan yang sama dengan campuran beton, CTB memerlukan sedikit semen

 CTB tidak memerlukan bekisting atau cetakan tulangan

 CTB tidak memerlukan sir distalasi maupun construksi joint (sambungan konstruksi)

Metode pelaksanaan CTB ini hampir sama dengan metode CTRB hanya saja pada pelaksanaan pekerjaan CTB agregat yang dipakai adalah fresh agregat atau agregat baru. Metode CTB diterapkan untuk pembuatan jalan baru atau pelebaran jalan.


(51)

Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pelaksanaan pekerjaan CTB ini sesuai dengan spesifikasi yang digunakan antara lain :

1. Agregat yang digunakan pada pembuatan lapis pondasi untuk metode CTB dan CTRB berbeda. Agregat yang dipakai untuk metode CTB adalah agregat yang masih baru atau fresh agregat. Perbedaan metode CTB dan CTRB adalah dari segi material yang digunakan pembuatan lapis pondasi. CTB tidak menggunakan material daur ulang dari lapis perkerasan yang sudah ada tetapi memakai material baru untuk pembuatannya. CTB menggunakan fresh agregat atau agregat baru yang memenuhi standar untuk pembuatan lapis pondasi. Pada umunya agregat yang dipakai adalah agregat kelas B yang mempunyai ukuran butiran sebagai berikut ini.

Tabel 2.8 Tabel Presentasi Agregat Lolos Saringan

Ukuran Saringan Lolos saringan

ASTM (mm) Class B

2 " 50 100

1⅟₂" 37.5 88 -- 95

1 " 25 70 -- 85

⅜ " 9.5 30 -- 65

No 4 4.75 25 -- 55

No 10 2 15 -- 40

No 40 0.425 8 -- 20

N0 200 0.75 2 -- 8


(52)

2. Pada proyek pelebaran jalan baypass Soekarno Hatta ini jenis semen yang dipakai adalah semen Portland. Selain karena mudah didapat semen ini juga harganya tidak terlalu mahal. Untuk pekerjaan CTB dan CTRB persentase semen yang digunakan berbeda dikarenakan jenis material yang digunakan. Penggunaan semen untuk CTB yang menggunakan material baru persentase semen yang dipakai adalah sekitar 6,5 %.

3. Pada proyek pelebaran jalan Baypass Seokarno Hatta ini dilakukan uji CBR. Nilai CBR untuk jalan dengan kualitas tanah dasar yang baik adalah 6 % yang berarti tanah dasar tidak perlu dilakukan beberapa langkah perbaikan tanah. Pada proyek pelebaran jalan Baypass Seokarno Hatta ini nilai CBR yang didapat adalah sekitar mencapai 90% sampai 100% dari 6 % ketentuan CBR yang ada karena itu tanah dasarnya tidak perlu mengalami perbaikan terlebih dahulu.

4. Untuk uji UCS sampel CTB nilai kuat tekan yang diperoleh disesuaikan dengan ketentuan yang ada di Spesification 2011. Uji kuat tekan yang dianjurkan adalah tidak kurang dari 40 kg/m2.

K. CTRB (Cement Treated Recycling Base)

CTRB(Cement Treated Recycling Base) adalah campuran dari agregat halus dan kasar, semen, dan air. Bahan-bahan tersebut dicampur dengan alat khusus sehingga dapat menghasilkan campuran beton setengah basah dengan kadar air minimum (Slump Nol).Hanya saja agregat yang digunakan bukanlah fresh agregat seperti pada pekerjaan CTB (Cement Treated Base). Agregat yang digunakan


(53)

berasal dari perkerasan lama yang sudah ada di jalan tersebut sehingga disebut juga dengan metode recycling karena menggunakan material yang sudah ada untuk pekerjaannya. Penggunaan CTRB (Cement Treated Recycling Base) biasanya pada kontstruksi perkerasan jalan sebagai lapis konstruksi pondasi bawah (Sub Base) atau pondasi atas (Base Course). CTRB (Cement Treated Recycling Base) merupakan suatu inovasi baru dengan menggunakan teknologi dalam proses pencampuran aspal menggunakan bahan daur ulang yang berasal dari pengupasan sisa perkerasan lama yang ditambahkan dengan bahan yang baru. CTRB(Cement Treated Recycling Base) dikembangkan dengan maksud adalah suatu upaya yang dilakukan untuk memperbaiki kerusakan jalan sebagai lapis pondasi dan stabilisasi tanah dasar dengan semen. Adapun keuntungan dengan adanya inovasi dengan teknolgi baru ini adalah :

 Dari segi ekonomi, penggunaan metode ini tidak memerlukan biaya besar dalam pelaksanaannya karena memanfaatkan material lama sebagai bahan utamanya.

 Dari segi Lingkungan, penggunaan metode ini yang mana meminimalisasi penggalian material baru yang sehingga mengurangi aktivitas pengrusakan alam dan bisa mengurangai efek global warming yang mendunia.

 Selain itu juga menghemat energi untuk transportasi material sehingga bias mempertahankan geometric dan elevasi jalan.

 Waktu pelaksaan yang singkat juga menghindari dari kecelakaan lalu lintas dan gangguan lalu lintas saat pekerjaan perbaikan jalan yang sering terjadi.


(54)

 Memperkuat struktur jalan karena dapat menghasilkan kekuatan mendekati beton tetapi jalan lebih lentur, sehingga jika tanah dasarnya turun maka aspalnya juga ikut turun.

Pada penerapannya metode CTRB ini memperbaiki jalaan yang sudah ada. Jalan yang rusak di daur ulang untuk mendapatkan material recycling yang nantinya dipakai untuk material lapis pondasinya.

Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pelaksanaan pekerjaan CTRB ini sesuai dengan spesifikasi yang digunakan antara lain :

1. Jenis agregat yang dipakai dalam metode CTRB adalah agregat recycling hasil dari perkerasan yang lama. CTRB merupakan metode yang menggunakan material daur ulang (recycling) dari lapis perkerasan yang ada. Material agregat yang digunakan adalah hasil dari RAP (Reclaimed Asphalt Pavement). RAP merupakan hasil kupasan aspal yang lama yang masih mengandung agregat kasar dan agregat halus. Material hasil RAP yang bisa digunakan antara lain masih memiliki daya tahan yang baik untuk mempertahankan gradasinya . Jika material RAP tidak memenuhi standar pedoaman yang dipakai maka penambahan agregat baru dapat memperbaiki gradasinya. Material RAP yang digunakan untuk lapis pondasi mengacu pada spesifikasi yang dipakai sebagai pedoman pada proyek.


(55)

2. Pada proyek pelebaran jalan baypass Soekarno Hatta ini jenis semen yang dipakai adalah semen Portland. Selain karena mudah didapat semen ini juga harganya tidak terlalu mahal. Untuk pekerjaan CTB dan CTRB persentase semen yang digunakan berbeda dikarenakan jenis material yang digunakan. Material CTRB yang dipakai adalah material recycling sehingga persentase semen yang digunakan adalah 7,9%.

3. Pada proyek pelebaran jalan Baypass Seokarno Hatta ini dilakukan uji CBR. Nilai CBR untuk jalan dengan kualitas tanah dasar yang baik adalah 6 % yang berarti tanah dasar tidak perlu dilakukan beberapa langkah perbaikan tanah. Pada proyek pelebaran jalan Baypass Seokarno Hatta ini nilai CBR yang didapat adalah sekitar mencapai 90% sampai 100% dari 6 % ketentuan CBR yang ada karena itu tanah dasarnya tidak perlu mengalami perbaikan terlebih dahulu.

4. Untuk uji UCS sampel CTRB nilai kuat tekan yang diperoleh disesuaikan dengan ketentuan yang ada di Spesification 2011. Uji kuat tekan yang dianjurkan adalah tidak kurang dari 40 kg/m2.


(56)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Rencana Kerja

Dalam pelaksanaan penelitian ini diperlukan rencana kerja. Rencana kerja pertama yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan literatur, baik yang berupa buku-buku transportasi, jurnal-jurnal dan penelitian-penelitian tentang perkerasan jalan yang telah dilakukan sebelumnya yang dapat mendukung pengetahuan tentang pelaksanaan pekerjaan CTRB (Cement Treated Recycling Base). Setelah pengumpulan literatur, kemudian dilakukan penelitian di laboratorium Proyek Pelebaran Jalan Bypass (Paket A) untuk mendapatkan data-data primer.

B. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data-data yang diperlukan dibagi menjadi dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara survei dan dari literatur.

Data primer adalah data yang diambil dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan atau pada obyek penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, atau data-data pendukung yang diperlukan pada penelitian ini.


(57)

Dalam menganalisa pelaksanaan pekerjaan CTRB ini data primer yang diperoleh adalah mengamati proses pengambilan benda uji dari produksi di lapangan sampai dengan pengujiaan sampel benda uji di laboratorium.

Sedangkan untuk data sekunder yang diperlukan adalah data-data JMF yang telah dibuat oleh quality control proyek dan specification yang dipakai sebagai parameter pelaksaan pekerjaan.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium kontraktor pelaksana paket A, dalam hal ini adalah PT. Conbloc Infratecno.

Waktu penelitian adalah mengikuti jadwal kerja yang ada di laboratorium PT. Conbloc Infratecno.

D. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan mengikuti prosespengambilan benda uji di lapangan sampai dengan pengujian di laboratorium

Adapun prosedur pengumpulan data adalah sebagai berikut :

1. Data primer diperoleh dengan ikut serta dalam pengambilan benda uji di lapangan dan mengikuti pelaksanaan pengujian sampel di laboratorium PT. Concbloc Infratecno. .

2.Setelah uji dilakukan lalu mengumpulkan data JMF yang telah dirancang oleh oara engineer PT. Conbloc Infratecno serta parameter pelaksanaan pekerjaannya yang dipakai di proyek yaitu General specification 2011.


(58)

E. Analisa Data

Analisa data dilakukan untuk mengolah data – data yang telah diperoleh dari laboratorium PT. Conbloc Infratecno. Dari data primer akan didapatkan data mekanik sampel benda uji seperti pengujian UCS dan kadar airnya. Sedangkan untuk data sekunder yang diperlukan adalah JMF yang telah dibuat oleh engineer proyek serta parameter General Spesification.

Dari hasil analisa data primer dan sekunder akan disesuaikan dengan parameter pengerjaan proyek pelebaran jalan Bypass yaitu General Specification November 2011.


(59)

F. Diagram Alir Penelitian (Flow Chart)

Adapaun diagram alir untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Diagram Alir

Mulai

Identifikasi Masalah ,Tinjauan Pustaka, dan Studi Literatur

Pengumpulan Data

Data Primer :

Proses pengambilan sampel benda uji CTB dan CTRB

Data Sekunder : 1. DMF

Analisa Data : 1. Menganalisa uji UCS 2. Menganalisa uji Gradasi 3. Menganalisa kualitas standar

CTRB dan CTB yang terlaksana

Kesimpulan dan Saran


(60)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penilitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil dari uji gradasi DMF material kombinasi CTRB melewati batasan Spesifikasi 2011, sedangkan gradasi fresh agregat yang menjadi material CTB sudah sesuai dengan Spesifikasi 2011.

2. Berdasarkan uji gradasi agregat yang dilakukan maka RAP (reclaimed Asphalt Pavement) diklasifikasikan sebagai agregat kelas B, sedangkan gradasi Base Course mendekati gradasi agregat kelas B.

3. PT. Conblok Infratecno melakukan percobaan variasi pemakaian presentase kadar semen untuk mencapai nilai UCS yang tidak melewati Spesifikasi 2011. Setelah melalalui beberapa percobaan didapatkan kadar semen untuk CTRB adalah 7,9% agar nilai UCS lebih dari 40 kg/cm2.

4. Upaya dalam memperbaiki gradasi kombinasi yang melewati batasan spesifikasi, bisa dilakukan dengan penambahan material agregat baru. Penambahan agregat dilakukan untuk mendapatkan gradasi yang sesuai spesifikasi. Agregat yang digunakan adalah agregat kelas A. Presentase penambahan adalah 14% agregat recycling kombinasi dan 86% agregat kelas A.


(61)

5. UCS DMF yang direncanakn dengan UCS dari sampel CTRB yang diproduksi di lapangan memilki perbedaan yaitu 44,32 kg/cm2; 43,79 kg/cm2; 42,71 kg/cm2; 41,49 kg/cm2. Hasil dari UCS DMF yang direncanakan adalah sebesar 41,75 kg/cm2. Meskipun ada perbedaan hasi uji kut tekan yang direncanakan dengan yang diproduksi di lapangan hasil yang didapat tidak melewati batasan Spesifikasi 2011 untuk uji UCS yaitu kurang dari 40 kg/cm2

UCS sampel CTB yang diproduksi di lapangan adalah sebesar 44,85kg/cm2; 44, 93 kg/cm2; 43,02 kg/cm2; 46,08 kg/cm2; 43,33 kg/cm2. Nilai UCS DMF yang direncanakan adalah sebesar 42,25 kg/cm2

6. Untuk hasil uji UCS CTB dan CTRB didapat yaitu nilai UCS untuk CTB lebih besar dibandingkan UCS CTRB yang bearti bahwa lapisan CTB lebih kuat dibandingkan CTRB. Hal ini dikarenakan material yang dipakai pada produksi CTB adalah material baru sedangkan material CTRB adalah material daur ulang atau material bekas.

B. Saran

Dari hasil penilitian ini ada beberapa hal yang disarankan antara lain sebagai berikut ini :

1. Pada pengujian gradasi kombinasi agregat CTRB didapat hasil yang melewati batasan Spesifikasi. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar bisa memperbaiki gradasinya yaitu dengan mengurangi komposisi agregat yang lolos saringan. Akan tetapi hal ini sudah tidak bisa dilakukan dikarenakan


(62)

dikarenakan pada saat produksi agregat sudah tercampur sehingga sulit untuk dikurangi ataupun ditambahkan. Sehingga bisa dilakukan menaikkan presentase semen yang dipakai untuk pencampuran agar nilai UCS yang didapat lebih dari 40kg/cm2.

2. Perlu diadakannya penelitian lebih lanjut untuk tinjauan pada pengaruh pengaplikasian lapisan pondasi dengan teknologi CTB dan CTRB pada umur jalan. Hal ini mengingat baru pertama kalinya teknologi ini diterapkan di Lampung


(63)

DAFTAR PUSTAKA

______.2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Universitas Lampung.

______.Spesifikasi Umum Bina Marga 2011 ______.Spesifikasi Umum Bina Marga 2006 ______.Diktat Teknologi Bahan 2012

______.Design Mix Formula CTRB PT. Conbloc Infratecno ______.Design Mix Formula CTB PT. Conbloc Infratecno

______.Back Up Quality CTRB and CTB PT. Conbloc Infratecno Silvia Sukirman 1999. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur. Bandung Wildan M. 2010. Perencanaan Komposisi Daur Ulang Campuran DinginPada

Perkerasan Lama Sebagai Alternatif Peningkatan Struktur Lapisan Pondasi Atas (Skripsi). Jurusan Teknik Sipil ITS


(64)

(65)

(66)

(67)

(68)

(69)

(70)

(71)

(72)

(73)

(74)

(75)

(76)

(77)

(78)

(79)

(80)

(81)

(82)

(83)

(84)

(85)

(86)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)