PERBEDAAN KEKUATAN TARIK ANTARA SELF ADHESIF SEMEN DAN SEMEN IONOMER KACA TIPE 1 PADA RESTORASI VENEER INDIREK RESIN KOMPOSIT NANOHIBRID
KARYA TULIS ILMIAH
PERBEDAAN KEKUATAN TARIK ANTARA SELF ADHESIF SEMEN DAN SEMEN IONOMER KACA TIPE 1 PADA RESTORASI
VENEER INDIREK RESIN KOMPOSIT NANOHIBRID
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh:
ASTRID RAHMANIA 20120340117
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(2)
VENEER INDIREK RESIN KOMPOSIT NANOHIBRID
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh:
ASTRID RAHMANIA 20120340117
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(3)
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Astrid Rahmania NIM : 20120340117
Program Studi : Pendidikan Dokter Gigi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 11 Juli 2016 Yang membuat pernyataan,
Astrid Rahmania
(4)
iv
“Jangan mundur sebelum melangkah, setelah melangkah jalani dengan cara terbaik yang kita bisa lakukan.”
(5)
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbilalamin, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Perbedaan Kekuatan Tarik Antara Self adhesif semen Dan Semen ionomer kaca tipe 1 Pada Restorasi Veneer Indirek
Resin Komposit Nanohibrid.” Shalawat dan salam pun senantiasa tercurah pada
junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. H.Andi Pramono,Sp.An.,M. Kes, selaku DekanFakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. drg. Hastoro Pintadi, Sp.Pros, selaku Kaprodi Pendidikan Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. drg. Widya Pramana, MDSc, selaku dosen pembimbing Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan waktu, pengetahuan, bimbingan, saran, dan dorongan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
4. drg. Dwi Aji Nugroho, MDSc, selaku dosen penguji Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.
5. Keluarga tercinta yang telah memberikan semangat dan doa yang tiada henti. 6. Novika Rahmayani yang telah menjadi partner saya dalam penyusunan
Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Sairanee Charaka dan Denura Syabina, teman seperjuangan dalam penelitian Karya Tulis Ilmiah.
8. Semua pihak yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semua bantuan yang diberikan kepada penulis semoga mendapat balasan dari Allah SWT.
(6)
vi bermanfaat bagi pembaca. Amin.
Wassalamualaikum Wr Wb
Yogyakarta, 11 Juli 2016 Penulis
(7)
vii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii
MOTTO ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
INTISARI ... x
ABSTRACT ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Keaslian Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka ... 7
1. Veneer ... 7
2. Resin Komposit ... 9
3. Dental Semen ... 18
4. Kekuatan Tarik/Tensile ... 23
B. Landasan Teori ... 25
C. Kerangka Konsep ... 27
D. Hipotesis ... 27
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 28
B. Identifikasi Variabel ... 28
C. Sampel Penelitian ... 29
D. Definisi Operasional... 30
E. Alat dan Bahan Penelitian ... 31
F. Cara pengambilan Sampel... 32
G. Jalannya Penelitian ... 33
H. Alur Penelitian ... 36
I. Analisis Data ... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 38
B. Pembahasan ... 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 44
B. Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45 LAMPIRAN
(8)
viii
(9)
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Pengukuran Kekuatan Tarik ... 38 Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Shapiro-wilk ... 39 Tabel 3. Rangkuman hasil Independent Sampels T Test
(10)
(11)
x
PERBEDAAN KEKUATAN TARIK ANTARA RESIN SEMEN DAN SEMEN IONOMER KACA PADA RESTORASI VENEER
INDIREK RESIN KOMPOSIT NANOHIBRID Astrid Rahmania1, Widyapramana Dwi Atmaja2
Mahasiswi PSPDG FKIK UMY1, Dosen PSPDG FKIK UMY2
INTISARI
Latar Belakang: Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan merupakan warna gigi normal manusia. Warna gigi ini ditentukan oleh warna dentin yang melapisi di bawahnya, ketebalan dentin, ketebalan email, translusensi dan warna pulpa. Warna gigi ini dapat mengalami perubahan warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi. Perubahan warna gigi tersebut dapat terjadi saat atau setelah terbentuk email dan dentin. Sebagian besar perubahan warna terjadi di dalam dentin dan relatif sukar dirawat secara eksternal, namun apabila perubahan intrinsik lebih superfisial dan jelas lebih dapat diputihkan secara eksternal. Veneer gigi adalah lapisan tipis yang direkatkan pada permukaan gigi dan ditujukan untuk memperindah susunan, tampilan, dan warna gigi, serta mengisi celah antar. Uji kekuatan tarik merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi kekuatan perlekatan bahan kedokteran gigi, diamati daerah yang terjadi patah atau lepasnya perlekatan. Dan letak terjadi patah atau lepasnya perlekatan yang terjadi pada daerah interface antara struktur gigi dengan bahan resin semen adhesif.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kekuatan tarik antara resin semen dan semen ionomer kaca pada restorasi veneer indirek komposit nanohibrid dan mengetahui manakah yang memiliki kekuatan tarik lebih baik antara resin semen dan semen ionomer kaca.
Metodologi Penelitian: Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni. Sampel yang digunakan adalah gigi premolar post-ektraksi yang berjumlah 5 gigi dengan penggunaan bahan sementasi Relay X dan semen ionomer kaca tipe 1. Analisis data menggunakan independent T-Test.
Hasil Penelitian: Menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara satu kelompok dengan kelompok yang lainya atau dalam penelitian ini diasumsikan terdapat perbedaan kekuatan tarik antara RelyX dan semen ionomer kaca tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek resin komposit nanohibrid.
Kesimpulan: Adanya perbedaan kekuatan tarik antara semen resin dan semen ionomer kaca tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek resin komposit nanohibrid.
(12)
xi
Dentistry of PSPDG FKIK UMY1, Lecture of biomaterials PSPDG FKIK UMY2
ABSTRACT
Background : Yellowy white, Greyish Yellow, and Greyish White is a normal teeth colour. The teeth colour is determined by the dentin colour which covers the under seal, thickness of the dentin, thickness of the email, translucency and the pulp colour. this teeth colour can undergo a cooler change or called teeth discolouration. The change in the teeth colour can happen during or after the formation of email and dentin. Most of the colour change happen inside the dentin and relatively hard to be treated externally, but if the intrinsic change is more superficial and evident, it can be whitened externally. Teeth Veneer is a thin coating which is applied to the surface of the teeth and purposed to beautify the arrangement, appearance and teeth colour, also to fill in the gap. The tensile strength test is one of the method to evaluate the adhesion strength of the dentistry material, monitored in area which fractures and removal of the gluing often occur. The place where fracture and removal of the gluing location often happen in an interface area between the teeth structure and the resin adhesive cement. Aim : To understand the difference of the tensile strength between cement resin and glass ionomer cement in indirect resin composite nano hybrid veneer restoration and to understand which one has the better tensile strength between cement resin and glass ionomer cement.
Method : This study’s method is pure laboratory experimental. Sampel that will be used is 5 post-extracted premolar teeth with Relay X cement material and Glass Ionomer cement type 1. Data analysis will use independent T-Test.
Result : Showing a notable difference between one group and other group or in this study can be assumed that there is a different tensile strength between RelayX and Glass Ionomer cement type 1 in indirect resin composite nano hybrid veneer restoration.
Conclusion : There are difference in the tensile strength between cement resin and glass ionomer cement.
(13)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan
merupakan warna gigi normal manusia. Warna gigi ini ditentukan oleh warna
dentin yang melapisi di bawahnya, ketebalan dentin, ketebalan email,
translusensi dan warna pulpa. Warna gigi ini dapat mengalami perubahan
warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi (Grossman, 1995).
Perubahan warna gigi tersebut dapat terjadi saat atau setelah terbentuk
email dan dentin. Faktor yang menyebabkan perubahan warna gigi adalah
sejumlah noda (stain) sebagai hasil prosedur perawatan dental dan dapat juga
karena perubahan warna yang mengenai bagian dalam struktur gigi selama
pertumbuhan gigi (perubahan warna intrinsik). Sebagian besar perubahan
warna terjadi di dalam dentin dan relatif sukar dirawat secara eksternal, namun
apabila perubahan intrinsik lebih superfisial dan jelas lebih dapat diputihkan
secara eksternal. Keberhasilan dari pemutihan ini, leih bergantung pada
kedalaman perubahan warna di dalam email ketimbang pada warna dari
perubahan warna itu sendiri (Walton dan Torabinejad, 1997).
Tujuan perawatan kedokteran gigi adalah mempertahankan dan
meningkatkan mutu kehidupan manusia, hal ini dapat dicapai dengan
mencegah penyakit, menghilangkan rasa sakit, memperbaiki efisiensi
pengunyahan, dan meningkatkan pengucapan (Anusavice, 2004), tetapi dalam
(14)
untuk penampilan dan meningkatkan rasa percaya diri (Saharjo, 2011). Seperti
yang terdapat dalam hadits Rasulullah SAW dibawah ini, menyebutkan bahwa
Allah itu menyukai keindahan.
ٌ لي ج
ٌ بحي
ٌلا جْلا
ٌَّ
ٌَ إ
“Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan” (HR. Muslim).Perawatan kedokteran gigi adalah restorasi dengan sewarna gigi, kawat
gigi, pemutihan gigi, rekonstruksi gusi, dan veneer untuk mendapatkan estetis
(Saharjo, 2011). Veneer gigi adalah lapisan tipis yang direkatkan pada
permukaan gigi dan ditujukan untuk memperindah susunan, tampilan, dan
warna gigi, serta mengisi celah antar gigi (Sodiq, 2014). Terdapat dua macam
teknik veneer yaitu veneer direk dimana pengerjaannya langsung pada gigi
pasien dan veneer indirek yang membutuhkan kerjasama dengan tekniker
laboratorium kedokteran gigi (Heymann dkk, 2002).
Salah satu bahan untuk restorasi veneer adalah bahan dasar porselen dan
bahan dasar komposit (Sodiq, 2014). Kelebihan bahan dasar porselen yaitu
lebih kuat, memiliki daya tahan warna lebih baik dari resin komposit dan
memberikan hasil lebih maksimal, kekurangan bahan dasar porselen ini dari
segi harga bahan ini memang mahal (Sodiq, 2014). Kelebihan bahan dasar
komposit yaitu memiliki warna yang menyerupai dengan warna gigi,
penghantar panas yang rendah, relatif mudah dimanipulasi, tahan lama untuk
gigi anterior, dan tidak larut dalam cairan mulut serta biokompabilitas yang
(15)
3
kekuatan yang baik dan terdapat penyusutan pada saat polimerisasi yang
menyebabkan terbentuknya celah antara dinding kavitas dan resin komposit
yang dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran mikro (Yumira, 2010).
Bahan restorasi resin komposit secara umum telah menjadi pilihan bagi
para dokter gigi untuk merestorasi gigi dengan kualitas estetis dan
kemampuan bahan tersebut untuk berikatan dengan gigi. Kegunaan utama
resin komposit adalah sebagai bahan restorasi baik pada gigi anterior dan
posterior. Resin komposit pertama kali diperkenalkan oleh Bowen pada tahun
1962 dan bahan ini berkembang sebagai bahan restorasi karena mempunyai
sifat estetis yang baik (Yumira, 2010).
Salah satu macam resin komposit adalah resin komposit nanohibrid yang
merupakan gabungan dari komposit microfiller dan komposit nanofiller,
rata-rata berukuran 0,2-3 µm. Komposit nanohibrid memiliki sifat fisik dan
mekanis yang baik serta mudah dipoles (permukaannya halus) (Uskovic,
2010).
Resin komposit tidak mampu berikatan secara kimiawi dengan jaringan
keras gigi sehingga dapat menyebabkan marginal leakage, marginal stain,
karies sekunder dan iritasi pulpa sehingga dibutuhkan suatu bahan adhesif
(Philips, 1991). Terdapat berbagai macam bahan adhesif, salah satunya adalah
self adhesif semen dan semen ionomer kaca tipe 1 (Anusavice, 2004). Philips, (1991) mengatakan bahwa semen resin sebagai pelekat restorasi estetis
merupakan komposit microfilled atau hibrid dengan kandungan utama resin
(16)
ionomer kaca tipe 1 atau disebut dengan ASPA (Aluminate Silicate and
Polyacrilic Acid), selain sebagai bahan restorasi, SIK dapat digunakan sebagai bahan perekat, bahan pengisi untuk restorasi gigi anterior dan posterior,
pelapis kavitas, penutup pit dan fisur, bonding agent pada resin komposit,
serta sebagai semen adhesif pada perawatan estetis (Anusavice, 2004). Ukuran
partikel gelas SIK bervariasi, yaitu 50 µm sebagai bahan restorasi dan sekitar
20 µm sebagai bahan luting (Heymann dkk, 2002).
Uji kekuatan tarik merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi
kekuatan perlekatan bahan kedokteran gigi, diamati daerah yang terjadi patah
atau lepasnya perlekatan. Dan letak terjadi patah atau lepasnya perlekatan
yang terjadi pada daerah interface antara struktur gigi dengan bahan self
adhesif semen adhesif (Dewi, 2003).
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kekuatan tarik dari bahan
self adhesif semen dan semen ionomer kaca tipe 1 pada restorasi veneer indirek resin komposit nanohibrid. Uji tarik dilakukan untuk mengetahui
seberapa bagus kualitas dari sebuah self adhesif semen dan semen ionomer
kaca tipe 1 tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan suatu permasalahan :
Apakah terdapat perbedaan kekuatan tarik antara self adhesif semen dan
(17)
5
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kekuatan tarik antara self adhesif semen dan
semen ionomer kaca tipe 1 pada restorasi veneer indirek komposit
nanohibrid. 2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui perbedaan kekuatan tarik antara self adhesif semen
dan semen ionomer kaca tipe 1 pada restorasi veneer indirek komposit
nanohibrid.
b. Untuk mengetahui manakah yang memiliki kekuatan tarik lebih baik
antara self adhesif semen dan semen ionomer kaca tipe 1.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti
Mengetahui kekuatan tarik dari masing-masing self adhesif semen
dan semen ionomer kaca tipe 1 pada restorasi veneer indirek resin
komposit nanohibrid.
2. Bagi Peneliti Lain
Memberikan gambaran kepada penelitian lain untuk membuat suatu
penelitian baru dan mengembangkan penelitian yang sudah ada.
3. Bagi Dunia kedokteran gigi
Penelitian ini dapat menambah informasi ilmiah terutama bidang
biomaterial mengenai bahan mana yang lebih baik dan lebih tahan untuk
(18)
E. Keaslian Penelitian
1. Perbedaan Kekuatan Tarik Perlekatan Resin Komposit Sinar Tampak pada
Gigi dengan Sistem Bonding Generasi V dan Generasi VII (G-bond) oleh
Kristina Wijaya Gunawan dkk, (2008). Penelitian ini membandingkan dua
bahan adhesif tersebut dengan menggunakan resin komposit sinar tampak
dan direndam dalam akuades selama 24 jam dengan suhu kamar. Hasil
yang diperoleh adalah kekuatan tarik perlekatan resin komposit sinar
tampak pada gigi dengan sistem bonding generasi VII lebih tinggi
daripada sistem bonding generasi V.
2. Comparative evaluation of tensile bond strength of Composite resin to
etched and unetched glass ionomer Cement-an in vitro study oleh Aditya Mitra dkk, (2012). Penelitian ini membandingkan etsa asam dan semen
ionomer kaca tipe 1 liner dengan semen ionomer kaca tipe 1 tanpa etsa
asam untuk mengetahui kekuatan ikatan tarik yang baik pada bahan
restorasi. Kedua jenis bahan yang diteliti tidak menunjukkan perbedaan
signifikan dalam kekuatan tarik, baik dilapisi ataupun tidak dilapisi oleh
etsa asam.
3. Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah mencari tahu tentang
perbedaan kekuatan tarik self adhesif semen relyXTM U200 dengan semen
ionomer kaca tipe 1 Fuji I pada restorasi veneer indirek komposit
(19)
7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka 1. Veneer
a. Pengertian
Veneer adalah sebuah bahan pelapis yang sewarna dengan gigi
diaplikasikan pada sebagian atau seluruh permukaan gigi yang
mengalami cacat pada email, diskolorisasi maupun kelainan bentuk
(Heymann, 2011).
b. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi pemakaian veneer yaitu malformasi permukaan gigi,
perubahan warna gigi, abrasi, erosi atau kesalahan dalam restorasi
sedangkan kontraindikasi dari veneer ini adalah keadaan pembentukan
email tidak sempurna, bernafas melalui mulut atau memiliki kebiasaan
buruk seperti musisi yang selalu menggunakan alat musik tiup, gigi
berjejal parah dan labio versi. Veneer ini bukan solusi yang tepat bagi
anak-anak karena memiliki ukuran tanduk pulpa yang besar dan kamar
pulpa yang muda serta kontur gusi yang belum dewasa (Welbury dkk,
2005).
c. Macam-macam veneer
Berdasarkan cara pembuatannya veneer dapat dibedakan menjadi
(20)
1) Veneer Direk
Suatu cara memperbaiki lapisan gigi yang dilakukan secara
langsung pada gigi pasien (Welbury dkk, 2005), biasanya dengan
menggunakan bahan resin komposit aktivasi sinar (Heymann,
2002). Veneer direk terbagi atas dua tipe, yaitu:
a) Partial Veneer diindikasikan untuk restorasi sebagian
permukaan gigi atau area yang mengalami perubahan warna
karena faktor intrinsik (Heymann dkk, 2011).
b) Full Veneer diindikasikan untuk restorasi seluruh permukaan
gigi atau area yang mengalami perubahan warna karena faktor
intrinsik yang melibatkan sebagian besar permukaan fasial gigi
dengan mempertimbangkan umur pasien, oklusi dan kebersihan
mulut (Heymann dkk, 2011).
2) Veneer Indirek
Suatu cara memperbaiki lapisan gigi yang memerlukan
kerjasama dengan tekniker lab. kedokteran gigi sehingga
membutuhkan waktu yang lama untuk proses pembuatannya.
Biasanya teknik ini terbuat dari bahan resin komposit, porselen dan
keramik. Teknik ini membutuhkan perlekatan pada enamel dengan
bantuan bahan adhesif dan light-cure self adhesif semen (Heymann
(21)
9
Veneer indirek ini memang membutuhkan waktu pembuatan
yang lama tetapi terdapat tiga keunggulan yang diberikan oleh
teknik ini, yaitu:
a) Faktor keindahan yang lebih baik karena veneer ini
membutuhkan seni dan perhatian yang khusus dalam
pembuatannya.
b) Memiliki kekuatan perlekatan yang baik.
c) Indirek veneer dapat bertahan lebih lama dibandingkan direk
veneer terutama jika terbuat dari bahan porselen (Heymann dkk, 2011).
2. Resin Komposit a. Pengertian
Resin komposit merupakan gabungan dua atau lebih bahan
berbeda dengan sifat-sifat yang unggul daripada bahan itu sendiri,
bahan tersebut ialah matriks resin dan partikel bahan pengisi
(Anusavice, 2004). Bowen (1960) melakukan kombinasi dari
keunggulan epoksi dan akrilat, percobaan ini dilakukan karena
kelemahan resin epoksi yaitu lamanya pengerasan dan kecenderungan
berubah warna. Pengembangan molekul bis-GMA inilah yang
merupakan hasil kombinasi yang dilakukan Bowen dan ternyata
memenuhi matriks resin komposit gigi (Philips, 1991). Craig dkk,
(22)
permasalahan dengan oklusal dan memerlukan nilai estetik didalamnya
maka dapat direkomendasikan memakai resin komposit.
Resin komposit diklasifikasikan dalam beberapa cara, tergantung
pada komposisinya. Philips (1991), resin komposit dibagi berdasarkan
ukuran partikelnya, yaitu macro filler komposit yang partikel-partikel
dari 0,1-100 u, micro filler komposit yang ukuran partikel 0,04 µ
partikel, dan hybrid komposit sedangkan William mengklasifikasikan
resin komposit berdasarkan jumlah parameter yaitu persentase (dengan
volume) dari inorganik filler, ukuran dari partikel utama, kekasaran
permukaan dan tekanan kompresif. Selain berdasarkan ukuran
partikelnya, resin komposit dapat ditentukan menurut konsistensinya,
yaitu komposit hybrid yang flowable (kandungan filler yang rendah,
ukuran partikel yang kecil dan kepekatan yang rendah) dan packable
(high-density composite).
b. Komposisi
Resin komposit dibentuk oleh tiga komponen utama yaitu resin
matriks, partikel bahan pengisi, dan bahan coupling. Komponen
tersebut mengikat partikel filler secara bersama-sama melalui agen
coupling (Van Noort, 2007). Kemudian terdapat aktivator inisiator yang berfungsi dalam proses polimerisasi resin dan bahan tambahan
lain untuk meningkatkan stabilitas warna dengan menyerap sinar ultra
(23)
11
dini dan pigmen untuk mendapatkan warna yang sesuai dengan gigi,
yaitu hidrokuinon (Anusavice, 2004).
Powers dan Sakaguchi (2007), empat komponen utama bahan
resin komposit, yaitu:
1) Resin Matriks
Diakrilat aromatik atau alipatik adalah monomer yang paling
sering digunakan oleh bahan komposit. Dimetakrilat yang umum
digunakan dalam resin komposit ialah Bisphenol-A-Glycidyl
Methacrylate (Bis- GMA), Urethane Dimethacrylate (UDMA),
dan Trietilen Glikol Dimetakrilat (TEGDMA). Monomer dengan
berat molekul tinggi, khususnya Bis-GMA sangat kental pada
temperatur ruang (250c). Monomer yang memiliki berat molekul
lebih tinggi dari pada metil metakrilat yang membantu mengurangi
pengerutan polimerisasi. Nilai polimerisasi pengerutan untuk resin
metil metakrilat adalah 22 % vol dimana untuk resin Bis-GMA 7,5 % vol (Craig dkk, 2004).
Terdapat sejumlah komposit yang menggunakan UDMA
daripada Bis-GMA. Berat molekul yang tinggi sehingga memiliki
kekentalan tinggi adalah Bis-GMA dan UDMA. Penambahan filler
dalam jumlah kecil menghasilkan komposit dengan kekakuan yang
dapat digunakan secara klinis, untuk mengatasi masalah tersebut,
monomer yang memiliki kekentalan rendah yang dikenal sebagai
(24)
(MMA), etilen glikol dimetakrilat (EDMA), dan trietilen glikol
dimetakrilat (TEGDMA) adalah yang paling sering digunakan (Van Noort, 2007).
Oligomers dimethacrylate merupakan bahan yang paling
mendasari resin komposit dan yang paling banyak digunakan
bersama bis-GMA dan uretan dimetakrilat (UDMA). Oligomers
tersebut adalah cairan kental yang memerlukan pertambahan
dimetakrilat dengan berat molekul rendah seperti TEGMA (triethylene glycol dimethacrylate) (Fraunhofer, 2010).
2) Bahan Pengisi (filler)
Penambahan partikel bahan pengisi kedalam resin matriks
secara signifikan meningkatkan sifatnya. Jumlah resin sedikit
mengakibatkan berkurangnya pengerutan, penyerapan air dan
ekspansi koefisien panas, serta meningkatkan sifat mekanis seperti
kekuatan, kekakuan, kekerasan, dan ketahanan abrasi.
Faktor-faktor penting lainnya yang menentukan sifat dan aplikasi klinis
komposit adalah jumlah bahan pengisi yang ditambahkan, ukuran
partikel dan distribusinya, radiopak, dan kekerasan (Powers and
Sakaguchi, 2007). Craig dkk, (2004), komposit mempunyai bahan
pengisi dengan rata-rata diameter 0,2-3 µm (fine particles) atau
(25)
13
3) Bahan Pengikat (coupling)
Bahan pengikat berfungsi untuk mengikat partikel bahan
pengisi dengan resin matriks agar lebih fleksibel dalam
meneruskan tekanan ke bahan pengisi yang lebih kaku. Aplikasi
bahan pengikat yang tepat dapat meningkatkan sifat mekanis dan
fisik serta memberikan kestabilan hidrolitik dengan mencegah air
menembus sepanjang pertemuan bahan pengisi dan resin. Adapun
kegunaannya yaitu untuk meningkatkan sifat mekanis dan fisik
resin, dan untuk menstabilkan hidrolitik dengan pencegahan air
(Anusavice, 2004).
Ikatan akan berkurang ketika komposit menyerap air dari
penetrasi bahan pengisi resin. Bahan pengikat yang sering
digunakan adalah silane, silane merupakan ikatan organik yang
menghubungkan antara bahan pengisi dan resin matriks (Craig
dkk, 2004).
4) Inisiator-Akselerator
Sinar tampak merupakan prinsip sistem utama dari
polimerisasi. Sistem polimerisasi ini menggunakan penyinaran
sinar ultra violet (Craig dkk, 2004). Sinar diserap oleh diketon
yang dihasilkan dari amina organik, untuk memulai reaksi
polimerisasi.
(26)
c. Polimerisasi
Mekanisme polimerisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1) Aktivasi kimia, proses ini diawali denngan percampuan dua pasta
yang terdiri dari inisiator benzoil peroksida dan aktivator amin
tersier.
2) Aktivasi sinar, proses ini diawali dengan penyinaran pada molekul
fotoinisiator dan aktivator lainnya yang terdapat dalam satu pasta.
Proses ini lebih sering digunakan dibandingkan proses yang
pertama tersebut (Anusavice, 2004).
Dari mekanisme polimerisasi resin komposit sinar tersebut
terdapat tahapan polimerisasi, yaitu :
1) Tahap Inisiasi
Terjadi kombinasi radikal bebas dengan monomer untuk
menciptakan rantai awal.
2) Tahap Propagasi
Terjadi penambahan monomer terus menerus yang mendorong
terbentunya rantai polimer.
3) Tahap Terminasi
Telah terbentuk molekul yang stabil.
d. Sifat-sifat Resin Komposit
Ada beberapa sifat – sifat yang terdapat pada resin komposit, antara lain:
(27)
15
1) Sifat fisik
a) Warna
Resin komposit resisten terhadap perubahan warna yang
disebabkan oleh oksidasi tetapi sensitif pada penodaan.
Stabilitas warna resin komposit dipengaruhi oleh pencelupan
berbagai noda seperti kopi, teh, jus anggur, arak, dan minyak
wijen. Oksidasi dan akibat dari penggantian air dalam polimer
matriks menyebabkan perubahan warna. Komposit kedokteran
gigi harus memiliki warna visual (shading) untuk mencocokan
dengan warna gigi, dan translusensi yang dapat menyerupai
struktur gigi. Translusensi atau opasitas dibuat untuk
menyesuaikan dengan warna email dan dentin (Anusavice,
2004).
b) Strength Tensile dan compressive strength
Kekuatan resin komposit ini lebih rendah dari amalgam,
hal ini memungkinkan bahan tersebut digunakan untuk
pembuatan restorasi pada pembuatan insisal. Nilai kekuatan
dari masing-masing jenis bahan resin komposit berbeda
(Anusavice, 2004).
c) Setting
Setting komposit ini terjadi selama 20-60 detik sedikitnya waktu yang diperlukan setelah penyinaran. Pencampuran dan
(28)
aplikasi sinar sedangkan pada bahan yang diaktifkan secara
kimia memerlukan setting time 30 detik selama pengadukan.
Apabila resin komposit telah mengeras tidak dapat dicarving
dengan instrument yang tajam tetapi dengan menggunakan
abrasive rotary (Anusavice, 2004). 2) Sifat Mekanis
a) Adhesi
Dua subtansi yang berbeda melekat sewaktu berkontak
disebabkan adanya gaya tarik – menarik yang timbul antara kedua benda tersebut dikatakan adhesi. Resin komposit tidak
berikatan secara kimia dengan email. Adhesi diperoleh dengan
dua cara, pertama dengan menciptakan ikatan fisik antara resin
dengan jaringan gigi melalui etsa. Kedua dengan penggunaan
lapisan yang diaplikasikan antara dentin dan resin komposit
dengan maksud menciptakan ikatan antara dentin dengan resin
komposit tersebut (dentin bonding agent) (Anusavice, 2004).
b) Kekuatan dan keausan
Kekuatan kompresif dan kekuatan tensile resin komposit
lebih unggul dibandingkan resin akrilik. Kekuatan tensile
komposit dan daya tahan terhadap fraktur memungkinkannya
digunakan bahan restorasi ini untuk penumpatan sudut insisal,
(29)
17
matriks yang lunak lebih cepat hilang sehingga akhirnya filler
lepas (Anusavice, 2004).
3) Sifat Khemis
Resin gigi menjadi padat bila berpolimerisasi. Polimerisasi
adalah serangkaian reaksi kimia dimana molekul makro, atau
polimer dibentuk dari sejumlah molekul yang disebut monomer.
Inti molekul yang terbentuk dalam sistem ini dapat berbagai
bentuk, tetapi gugus metrakilat ditemukan pada ujung rantai
percabangan. Salah satu metakrilat multifungsional yang pertama
kali digunakan dalam kedokteran gigi adalah resin Bowen
(Bis-GMA). Resin ini dapat digambarkan sebagai suatu ester aromatik
dari metakrilat, yang tersintesa dari resin epoksi (etilen glikol dari
Bis-fenol A) dan metal metakrilat, karena Bis-GMA mempunyai struktur sentral yang kaku (2 cincin) dan dua gugus OH, Bis-GMA
murni menjadi amat kental. Untuk mengurangi kekentalannya,
suatu dimetakrilat berviskositas rendah seperti trietilen glikol
dimetakrilat (TEDGMA) ditambahkan (Anusavice, 2004). e. Klasifikasi Resin Komposit
Resin komposit diklasifikasikan kedalam lima grup utama
berdasarkan alam dan ukuran partikel filler (Van Noort, 2007). Powers
dan Sakaguchi (2007), resin komposit terdiri atas beberapa macam,
yaitu multi purpose (sifat kekuatan dan modulusnya tinggi),
nanocomposite (sifat kekuatan dan modulusnya tinggi serta sifat
(30)
menghaluskan yang baik tetapi mudah terjadi pengerutan), flowable
(sifat modulusnya yang rendah namun mempunyai sifat aus yang lebih
tinggi) dan packable (sifat yang jarang terjadi pada packable adalah
pengerutan). Anusavice (2004) mengklasifikasikan resin komposit
menjadi komposit tradisional, komposit berdasarkan bahan pengisi
partikel kecil, komposit berbahan pengisi mikro dan komposit hibrid.
f. Resin Komposit Nanohibrid
Resin komposit nanohybrid mengandung partikel yang berukuran
nano (0,005-0,01 mikron) pada matriks resin dengan bahan pengisi
yang lebih konvensional. Resin komposit nanohybrid dapat
diklasifikasikan sebagai resin komposit universal pertama yang
memiliki sifat penanganan dan kemampuan poles didapat dari
komposit mikrofilled serta kekuatan dan ketahanan aus dari hybrid
tradisional. Keuntungan resin komposit nanohibrid diantaranya dapat
digunakan pada restorasi kelas 1, 2, 3, 4 dan 5, kemampuan poles yang
baik karena memiliki ukuran pertikel yang sangat kecil sehingga dapat
mengurangi retensi sisa makanan, memiliki kekerasan yang lebih
bagus daripada bahan restorasi komposit lainnya dan memiliki ciri-ciri
seperti enamel dan dentin.
3. Dental Semen
Philips (1991), Berbagai perawatan gigi memerlukan perlekatan
restorasi tidak langsung dan dengan bantuan semen. Restorasi logam,
logam-resin, resin, logam keramik, veneer dan peralatan ortodontik
(31)
19
suatu bahan yang dapat dibentuk untuk menutup sebelah celah atau untuk
melekatkan dua bahan menjadi satu. Semen dibedakan menjadi semen
basis dan semen pelapik.
Seng fosfat, silikofosfat, polikarboksilat, ionomer kaca, oksida
seng-eugenol dan semen yang berbasis resin merupakan contoh dari bahan
semen tersebut (Philips, 1991).
a. Semen ionomer kaca tipe 1
Semen ionomer kaca tipe 1 mempunyai sifat perlekatan yang
baik. Semen ini melekat pada enamel dan dentin melalui ikatan kimia.
Sifat semen ini adalah biokompabilitas terhadap jaringan gigi, sifat
perlekatan baik secara kimia terhadap dentin dan enamel, serta
memiliki beberapa sifat fisis.
Semen ionomer kaca tipe 1 berdasarkan penggunannya terdiri
dari :
1) Tipe I : Bahan luting semen (perekat)
2) Tipe II : Bahan restorasi (bahan tumpatan)
3) Tipe III : Bahan pelapis (lining atau basis)
Perbedaan kegunaan material ini terletak pada ukuran
partikelnya, dimana material untuk restorasi memiliki ukuran partikel
maksimum 50 µm dan ukuran partikel untuk material perekat atau
pelapis dibawah 20 µm (Anusavice, 2004).
Secara umum semen ionomer kaca tipe 1 ini diklasifikasikan
(32)
konvensional, semen ionomer hybrid, semen ionomer tri-cure dan
semen ionomer yang diperkuat dengan mental (Philips, 1991).
b. Semen ionomer kaca tipe 1 Konvensional
Bahan ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1972 oleh
Wilsondan Kent yang berasal dari asam polyalkenoat cair seperti asam
polyacrilic dan komponen kaca yang biasa digunakan adalah fluoroaluminosilika. Saat bubuk dan cairan dicampur terjadi reaksi
asam basa kemudian asam polyalkenoat mengalami percepatan hingga
terjadi pengentalan sampai semen mengeras.
Sifat umum dari semen ionomer ini adalah mampu membentuk
lapisan setebal 25 µm atau lebih tipis. Waktu kerjanya lebih singkat
dibandingkan semen seng fosfat. Modulus elastisnya hanya separuh
dari seng fosfat, jadi semen ionomer kaca tipe 1 tidak terlalu kaku dan
lebih peka terhadap perubahan bentuk elastisitas sedangkan sifat
biologis dari bahan ini adalah sifat asamnya yang tidak terlalu
mengiritasi tetapi tetap harus dilakukan perlindungan pulpa.
Manipulasi bahan ini adalah dengan mencampurkan bubuk dan cairan
kemudian diaduk dan apabila kelebihan semen saat restorasi dapat
dibuang ketika bahan sudah mengeras (Anusavice, 2004).
Mekanisme adhesi khemis dari semen ionomer kaca tipe 1
terhadap jaringan gigi adalah melalui kombinasi asam polikarboksilat
dengan hidroksiapatit (HA) dan merupakan keunggulana utama dari
(33)
21
poliakrilat dengan ion fosfat pada struktur permukaan dari HA.
Walaupun mekanisme sebenarnya belum diketahui, diduga bahwa
kelembaban yang baik dan formasi ikatan ionik memiliki peran
penting dalam ikatan SIK ke struktur gigi (Lohbauer, 2010).
c. Self adhesif semen
Komposisi dari bahan semen mirip dengan bahan tumpatan resin
komposit, yaitu resin matrik dengan bahan pengisi anorganik yang
telah diproses silane. Organofosfonat, hidroksietil metakrilat dan
4-META dan monomer yang mengandung gugus fungsional sudah
digunakan untuk menciptakan ikatan dengan permukaan gigi yang
dipreparasi sering ditambahkan ke semen ini. Penambahan
peroksida-amin sebagai inisiator-akselerator atau dengan aktivasi sinar
merupakan polimerisasi yang dapat dicapai secara konvensional dan
Tributhyl borane sebagai catalyst (Philips, 1991).
Sifat dari self adhesif semen adalah tidak larut didalam cairan
rongga mulut, ikatan yang cukup kuat dengan dentin, tidak mempunyai
potensi sifat antikariogenik sehingga ikatan terhadap struktur gigi lebih
penting, dan self adhesif semen dirancang untuk kegunaan khusus
dibandingkan kegunaan umum karena diformulasikan untuk
menghadirkan sifat penanganan yang diinginkan untuk kegunaan
tertentu (Philips, 1991).
Dari segi sifat biologi, bahan ini dapat mengiritasi pulpa
(34)
hidroksida tetapi apabila ketebalan dentin yang tersisa masih cukup
tebal, sifat iritasi ini tidak terlalu kelihatan (Philips, 1991).
Manipulasi self adhesif semen jika diaktifkan secara kimia, yaitu
bubuk dan cairan, atau dua pasta. Inisiator peroksida dan aktivator
dikombinasikan dengan mengaduknya di atas kertas aduk selama
20-30 detik kemudian diaplikasikan, dan waktu pembuangan sisa asam
yang terbaik adalah sesegera mungkin sebelum melakukan restorasi.
Semen ini dapat disinari dengan pengerasan sinar dan sinar ganda
(Philips, 1991).
Self adhesif semen merupakan pilihan untuk beberapa prosedur
gigi, yaitu:
1) Jembatan Berikatan-Resin
2) Bracket Orthodontik 3) Restorasi Kaca-Keramik
4) Sementasi veneer keramik dan komposit
RelyXTM U200 terdiri dari acidic dan hidrofilik pada saat
pengaplikasiannya, kemudian setelah setting akan berubah menjadi
netral dan hidrofobik.
Semen resin memiliki daya tahan terhadap fraktur yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan semen yang lainnya. Komposisi
resin-based cements hampir menyerupai resin-based composite filling
materials (matriks resin dengan inorganic fillers). Monomer yang tergabung di dalam semen resin digunakan untuk meningkatkan
(35)
23
perlekatan ke dentin. Polimerisasi dapat dicapai dengan conventional
peroxide-amine induction system (self cure, autopolymerizble) atau
light cure. Beberapa sistem menggunakan kedua mekanisme tersebut dan disebut sistem dual-cure. Dual-cure dapat meningkatkan derajat
konversi dari semen, sifat mekanis semen seperti modulus elastisitas
dapat diperbaiki (Giachetti et al 2004). Mekanisme adhesi terpenting
dari sistem adhesi pada post cementation adalah mekanisme adhesi
(interlocking), chemical adhesi, dan interdiffusion. Mekanisme adhesi
bergantung pada interlocking dari adhesif ke permukaan substrat.
Chemical adhesi berdasarkan ikatan kovalen ataupun ionik yang
menghasilkan sistem perlekatan yang kuat. Perlekatan interdiffusion
didasarkan pada difusi dari molekul polimer pada suatu permukaan ke
permukaan yang lainnya.
4. Kekuatan Tarik/Tensile
Uji pembebanan pada keadaan regang atau tertarik sampai terjadi
fraktur merupakan evaluasi efektifitas adhesif dentin umumnya
berdasarkan pada pengukuran kekuatan ikatan. Data yang ditulis mengenai
kekuatan ikatan untuk bahan tertentu bervariasi dan standar deviasi dari
nilai rata-rata pada serangkaian uji yang diaplikasikan umumnya tinggi.
Variasi besar dalam data tersebut mungkin berasal dari variabel tak
terkontrol yang ada pada permukaan dentin, seperti kandungan air, ada
atau tidaknya lapisan permukaan, permeabilitas dentin, orientasi tubulus
(36)
vitro. Meskipun tidak ada kesepakatan universal mengenai kekuatan ikat
minimal yang diperlukan untuk mendapatkan perlekatan yang berhasil,
nilai sebesar 20 Mpa atau lebih tinggi adalah nilai yang dapat diterima
(Anusavice, 2004).
Rumus kekuatan tarik (Gunawan dkk, 2008):
(
=F/A)
Keterangan :
( )adalah kekuatan tarik (Mpa) (F) adalah gaya tariknya
(A) adalah luas penampang dari bahan yang diuji
Faktor yang mempengaruhi kekuatan tarik komposit antara lain :
a. Temperatur
Apabila temperatur naik, kekuatan tarik akan turun.
b. Kelembapan
Bertambahnya absorbsi air, sehingga menaikkan regangan patah,
sedangkan tegangkan patah dan modulus elastisitasnya menjadi
menurun.
c. Laju tegangan
Laju tegangan kecil, maka perpanjangan bertambah sehingga
mengakibatkan kurva tegangan-regangan landai, modulus
elastisitasnya rendah. Jika laju tegangan tinggi, beban patah dan
(37)
25
B. Landasan Teori
Warna gigi ini dapat mengalami perubahan warna atau yang dinamakan
diskolorisasi gigi, perubahan warna gigi tersebut dapat terjadi saat atau setelah
terbentuk email dan dentin. Faktor yang menyebabkan perubahan warna gigi
adalah sejumlah noda (stain) sebagai hasil prosedur perawatan dental dan
dapat juga karena perubahan warna yang mengenai bagian dalam struktur gigi
selama pertumbuhan gigi (perubahan warna intrinsik).
Veneer merupakan suatu cara memperbaiki lapisan gigi baik secara
langsung maupun tidak langsung. Bahan yang digunakan biasanya adalah
porselen dan resin komposit. Karena harga bahan porselen yang mahal maka
digantikan bahan resin komposit, pada veneer resin komposit terdapat dua
teknik yaitu indirek dan direk.
Resin komposit merupakan bahan restorasi yang memiliki estetik baik
dibanding bahan restorasi lainnya. Komponen dari resin komposit adalah
bahan matriks, bahan pengikat, aktivator-inisiator dan bahan pengisi dengan
berbagai klasifikasinya. Berdasarkan ukuran partikelnya terdapat resin
komposit nanohibrid yaitu bahan restorasi universal yang diaktifasi oleh
visible-light yang dirancang untuk keperluan merestorasi gigi anterior maupun posterior dan memiliki sifat ketahanan polishing dan kekuatan yang sangat
baik serta dikembangkan dengan nanotechnology.
Self adhesif semen merupakan bahan yang dimana komposisinya mirip dengan resin komposit dan biasanya diindikasikan untuk sementasi crown dan
(38)
komposit dan bracket orthodontic sedangkan semen adhesif konvensional
yang akan digunakan adalah semen ionomer kaca tipe 1 konvensional yang
berasal dari asam polyalkenoat cair seperti asam polyacrilic dan komponen
kaca yang biasanya adalah fluoroaluminosilika.
Uji mekanis dilakukan untuk mengetahui kualitas bahan dental semen
yang baik. Salah satu uji mekanis yang dilakukan adalah dengan melakukan
uji kekuatan tarik perlekatan self adhesif semen dan semen adhesif
konvensional terhadap restorasi veneer indirek resin komposit nanohibrid
(39)
27
C. Kerangka Konsep
Gambar 1. Kerangka Konsep
D. Hipotesis
Terdapat perbedaan kekuatan tarik antara self adhesif semen dan semen
ionomer kaca tipe 1 terhadap resin komposit nanohibrid pada restorasi veneer
indirek.
Estetika
Restorasi Veneer Indirek
Material Veneer Indirek Resin Komposit Nanohibrid
Bahan Adhesif
Self adhesif semen Self-Adhesive
Semen Ionomer Kaca Tipe 1
Kekuatan Tarik
(40)
28 A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni.
B. Identifikasi Variabel 1. Variabel Pengaruh
a. Self adhesif semen (RelyXTM U200, 3M ESPE, USA)
b. Semen ionomer kaca tipe 1 (Fuji I, GC, Japan)
2. Variabel Terpengaruh
Kekuatan tarik perlekatan bahan restorasi resin komposit nanohibrid
pada veneer.
3. Variabel Terkendali
a. Jenis gigi, yaitu gigi premolar rahang atas kanan dan kiri free karies
b. Bahan restorasi resin komposit jenis nanohibrid
c. Bentuk dan ukuran sampel
d. Jarak penyinaran, light cure ke gigi dengan menggunakan selloid strip
e. Perbandingan serbuk dan cairan SIK tipe 1 yaitu 1:1
f. Volume self adhesif semen resin
g. Jenis sinar LED dengan panjang gelombang 400-480
h. Perbandingan base & catalyst self adhesive semen resin
4. Variabel Tak Terkendali
a. Permukaan dentin, misalnya ada atau tidaknya lapisan permukaan,
kandungan air, orientasi tubulus terhadap permukaan dan permeabilitas
(41)
29
b. Lama penyimpanan gigi.
c. Usia gigi.
d. Densitas gigi
e. Kepadatan semen saat disementasi
C. Sampel Penelitian
Gigi premolar post ekstraksi yang bebas dari karies sebanyak 12 buah.
Masing-masing kelompok berjumlah 6 buah gigi. Penentuan jumlah sampel
pada penelitian ini menggunakan perhitungan rumus Daniel (1991):
Gambar 2. Rumus Daniel
Keterangan: σ2
= d2
n : Jumlah sampel
Z : nilai Z pada kesalahan tertentu α, jika α = 0,05 maka Z = 1,96 σ : standar deviasi sampel
d : kesalahan yang masih dapat ditoleransi
Maka didapatkan sampel tiap kelompok berjumlah 4, dengan resiko drop
(42)
D. Definisi Operasional
1. Resin Komposit Nanohibrid
Resin komposit Nanohibrid yang akan digunakan pada penelitian
adalah resin komposit Dentsply Duo Ceramic. Dimana komposisi bahan
komposit ini terdiri dari sistem resin yang bersifat dapat mengurangi
penyutusan, yaitu Bis-GMA, Bis-EMA, UDMA dan sejumlah kecil
TEGDMA. Sedangkan filler pada komposit nanohibrid merupakan
kombinasi dari jenis filler nano dan filler yang berukuran lebih besar,
sehingga membuat komposit nanohibrid memiliki kekuatan mekanik dan
estetik yang bagus.
2. Self adhesif semen
Self adhesif semen yang digunakan pada penelitian adalah RelyXTM U200, bahan ini terdiri dari acidic dan hidrofilik pada saat
pengaplikasiannya, kemudian setelah setting akan berubah menjadi netral
dan hidrofobik.
3. Semen Adhesif Konvensional
Semen adhesif konvensional yang akan digunakan pada penelitian
adalah Fuji I merk GC. Bahan ini merupakan semen ionomer kaca tipe 1
murni yang bermanfaat untuk melekatkan restorasi indirek, perlekatan
sempurna dan memberi penutupan tepi yang sempurna. Biasanya
digunakan untuk luting bahan dari metal. Bahan ini lebih banyak
(43)
31
4. Kekuatan Tarik
Kemampuan bertahan suatu bahan terhadap gaya tarik yang
diberikan merupakan kekuatan tarik suatu bahan, biasanya kekuatan ini
diukur dengan pengukuran diametral tensile test pada spesimen datar,
dalam pengujiannya, bahan tersebut ditarik sampai putus atau patah,
dengan menggunakan universal testing machine. Kekuatan tarik
perlekatan dalam satuan Mpa merupakan besar gaya yang diperoleh dan
kemudian dimasukkan ke dalam rumus kekuatan tarik.
E. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Penelitian
a. Mikromotor dan handpiece
b. Bur Chamfer diamond bur
c. Bur torpedo
d. Universal testing machine Pearson Pake, London
e. Intraoral Litex Light cure unit (dengan panjang gelombang 400-480
µm)
f. Microbrush
g. Bur finishing cincin berwarna kuning
h. Ceramic Pot
i. Paper Pad
(44)
2. Bahan Penelitian
a. Gigi premolar post ektraksi
b. Self adhesif semen (RelyxTM U200, 3M, ESPE USA)
c. Semen adhesif konvensional (Fuji luting and lining Cement Type I,
GC, Japan)
d. Resin komposit nanohibrid ( Dentsply Duo Ceramic)
e. Pumice
f. Dentine conditioner
g. Latex
h. Acrylic Self Cure
F. Cara pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah gigi premolar post
ektraksi dengan jumlah 12 sampel kemudian dibagi menjadi dua kelompok
sehingga terdapat 6 sampel pada setiap kelompok.
Sampel penelitian ini didapat dengan rumus Daniel (1991), dengan
perhitunggan sebagai berikut :
Keterangan :
n : banyaknya sampel.
Z : nilai Z pada kesalahan tertentu α, jika α= 0.05, maka Z = 1.96 σ : standar deviasi sampel.
d : kesalahan yang masih dapat ditoleransi.
(45)
33
Pada penelitian ini sampel digunakan adalah 6 sampel, dentan gigi
premolar post ektraksi yang bebas karies dan tidak ada restorasi.
G. Jalannya Penelitian 1. Persiapan sampel
Sampel yang digunakan adalah 12 buah gigi premolar post ekstraksi
dan sudah dipisahkan yang terdiri atas 6 Sampel untuk bahan semen
ionomer kaca tipe 1 tipe 1 dan 6 Sampel untuk bahan semen resin. Sampel
dibersihkan terlebih dahulu menggunakan larutan aquades.
2. Preparasi Sampel
Sampel gigi dipreparasi menggunakan dept marker bur dengan
kedalaman pada daerah incisal 0.25-0.5 mm dan pada bagian labial 1.0
mm dengan satu arah sampai batang bur tersebut terbenam kedalam gigi
yang tujuannya adalah untuk mengukur kedalaman preparasi. Kemudian
preparasi dilanjutkan menggunakan bur torpedo (bur diamond) sampai
preparasi tersebut smooth dan membentuk chamfer.
3. Pembuatan veneer
Untuk perlakuan restorasi veneer dilakukan langsung pada gigi yang
sebelumnya sudah dipreparasi. Gigi dibersihkan dengan menggunakan air
(46)
dipreparasi dengan tujuan agar restorasi veneer dapat dilepas untuk
memudahkan melakukan sementasi, setelah itu buat restorasi veneer resin
komposit sesuai dengan preparasi. Restorasi veneer resin komposit dengan
proses penyinaran selama 20-40 detik telah terbuat, latex dilepas dan gigi
kembali dibersihkan dengan air. Siapkan bahan sementasi yaitu semen
ionomer kaca tipe 1 dan self adhesive cement.
4. Pemberian sementasi
Untuk kelompok A, bersihkan gigi dengan saline kemudian
aplikasikan dentine conditioner dengan microbrush, keringkan.
Pengadukan semen ionomer kaca tipe 1 tipe I dilakukan pada paper pad
dengan perbandingan bubuk dan cairan 1:1 kemudian diaduk dengan
teknik angka delapan oleh agat spatula, aduk sampai konsistensinya kental
sampai bahan tidak terlepas dari agat spatula bila ditarik keatas, kemudian
oleskan di restorasi veneer resin komposit, kemudian tempel restorasi
veneer terhadap gigi yang telah dipreparasi, sisa semen dihilangkan dengan sonde atau eskavator. Untuk kelompok B pengadukan pada semen
adhesif dilakukan di paper pad menggunakan plastis instrumen dengan
perbandingan base dengan catalyst 1:1 kemudian diaduk searah jarum
jam, setelah tercampur semua, oleskan pada restorasi veneer dan tempel
terhadap gigi yang telah dipreparasi. Sinari menggunakan light cure
(47)
35
5. Polishing dan finishing sampel
Melakukan finishing dengan menggunakan bur finishing pita kuning
kemudian polishing sampel dengan menggunakan oil free pumice.
6. Persiapan sampel dalam akrilik
Membuat kotak pembantu 2X2 cm untuk media penanaman sampel.
Siapkan resin akrilik dan liquid kemudian aduk di ceramic pot dengan
menggunakan plastis instrument. Masukan kedalam media penanaman
sampel tetapi tidak menutupi permukaan veneer.
7. Pengukuran Kekuatan Tarik
Sampel yang telah selesai diberi perlakuan kemudian dilakukan uji
tarik menggunakan universal testing machine dengan kecepatan yang
bervariasi dari 0,2 mm/detik – 500 mm/detik berdasarkan ISO 527 dan JIS K 7113 sampai restorasi veneer indirek terlepas dari gigi. Besar gaya yang
didapatkan dimasukkan ke dalam rumus kekuatan tarik sehingga diperoleh
kekuatan tarik perlekatan dalam satuan Mpa
(48)
Pembuatan Veneer Resin Komposit Nanohibrid Ceramic Duo pada gigi yang telah dipreparasi
H. Alur Penelitian
Gambar 3. Alur Penelitian
12 gigi premolar dibersihkan dengan pumice & larutan steril
Gigi dipreparasi dengan ketebalan 0.25-0.5 mm dipermukaan fasial tetapi tidak menipiskan email,
Penempelan bahan latex pada gigi yang telah dipreparasi
Kelompok A, 6 sampel
Aplikasikan Fuji I Kelompok B, 6 sampel Aplikasikan RelyXTM U200
Aplikasikan Veneer, Sinari selama 40 detik
Uji Kekuatan Tarik
Uji Analisa Data
(49)
37
I. Analisis Data
Untuk mengetahui perbedaan kekuatan tarik antara self adhesif semen
dan semen adhesif konvensional pada restorasi veneer indirek komposit
nanohibrid, data yang diperoleh adalah dalam bentuk ratio. Apabila data berdistribusi normal menggunakan uji analisis statistik Independent Sampel
T-Test, dan jika data tidak berdistribusi normal dilakukan uji analisis Mann
Whitney Test. Uji ini digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan antar variabel.
(50)
38 A. Hasil Penelitian
Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara semen resin
(RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer
indirek resin komposit nanohibrid telah selesai dilakukan. Hasil pengukuran
uji tarik dan rata-rata dari masing-masing material diatas dirangkum dalam
tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Kekuatan Tarik
Jenis Bahan Sementasi Hasil Uji Tarik (Mpa) Self adhesif semen 2,64
Rata-rata : 3,23 Mpa 3,35
3,35 3,47 3,83
2,76
Semen ionomer kaca tipe 1 Tipe 1 1,81
Rata-rata : 1,89 Mpa 1,88
2,07 2,13 1,76
1,73
Tabel 1 menunjukkan adanya perbedaan kekuatan tarik antara RelyX
dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek resin
komposit nanohibrid, pada hasil uji tarik dengan RelyX menghasilkan
rata-rata: 3,23 Mpa dan dengan menggunakan Semen ionomer kaca tipe 1 Tipe 1
(51)
39
parametrik sehingga dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji
Shapiro-wilk. Uji Shapiro-wilk yang dirangkum dalam tabel 2. Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Shapiro-wilk
Tests of Normal ity
,269 6 ,200* ,916 6 ,478 ,207 6 ,200* ,885 6 ,293 jenis. bahan.sement asi
resin semen semen ionomer kaca tipe 1
hasil. uji.kekuatan.tarik
St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig. Kolmogorov -Smirnova Shapiro-Wilk This is a lower bound of the true signif icance.
*.
Lillief ors Signif icance Correction a.
Hasil uji normalitas shapiro-wilk yang dilakukan menunjukkan nilai
signifikansi: RelyX=0,478; SIK tipe 1=0,293. Hasil uji normalitas pada
masing-masing sampel pada kedua jenis material menunjukkan bahwa data
yang terkumpul adalah normal.
Data yang didapat dari penelitian ini juga dilakukan Levene's test untuk
menentukan homogenitas variansi pada data tersebut. Hasil Levene's test pada
penelitian ini adalah 0,048 yang berarti data pada penelitian ini homogen
(terangkum dalam tabel 3).
Tahap analisis selanjutnya adalah menguji data tersebut, pada penelitian
ini menggunakan Independent Sampels T Test karena semua syarat
Independent Sampels T Test telah terpenuhi (data yang normal dan homogen). Semua rangkuman Independent Sampels T Test terangkum dalam tabel 3.
Tabel 3. Rangkuman hasil Independent Sampels T Test dan Levene's test
Independent Samples Test
5,089 ,048 6,815 10 ,000 1,33667 ,19613 ,89965 1,77368
6,815 6,341 ,000 1,33667 ,19613 ,86293 1,81040
Equal v ariances assumed Equal v ariances not assumed hasil. uji.kekuatan.tarik
F Sig.
Lev ene's Test f or Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean Dif f erence
St d. Error
Dif f erence Lower Upper 95% Conf idence
Interv al of the Dif f erence t-t est f or Equality of Means
(52)
Independent Sampels T Test yang telah dilakukan pada data yang telah
didapat menunjukkan signifikansi 0,000 yang berarti terdapat perbedaan yang
bermakna antara satu kelompok dengan kelompok yang lainya atau dalam
penelitian ini diasumsikan terdapat perbedaan kekuatan tarik antara RelyX dan
semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek resin
komposit nanohibrid.
B. Pembahasan
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental
laboratoris murni yang memiliki tujuan untuk mengetahui perbedaan kekuatan
tarik antara semen resin (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1
terhadap restorasi veneer indirek resin komposit nanohibrid dengan
penggunaan sampel gigi post-ekstraksi. Tabel 1 menunjukkan rata-rata pada
kedua jenis material memiliki perbedaan, dimana hasil rata-rata uji tarik
restorasi veneer indirek resin komposit nanohibrid dengan menggunakan
semen resin (RelyX) mendapatkan hasil lebih baik dibandingkan dengan
menggunakan Semen ionomer kaca tipe 1 Tipe 1 yang dinyatakan dalam
satuan MegaPascal.
Restorasi veneer indirek resin komposit nanohibrid dengan
menggunakan semen resin (RelyX) mendapatkan rata-rata hasil uji tarik yang
lebih baik yaitu sebesar 19,4 Mpa, sedangkan pada kelompok pembanding
yang menggunakan Semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 mendapatkan rata-rata
(53)
41
Hasil Independent Sampels T Test pada tabel 3 menunjukkan terdapat
perbedaan kekuatan tarik antara RelyX dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1
terhadap restorasi veneer indirek resin komposit nanohibrid karena kandungan
pada Semen resin dan Semen ionomer kaca tipe 1 yang berbeda. Hal ini
disebabkan karena matriks resin dan partikel filler anorganik merupakan
kandungan utama yang menyusun bahan sementasi self adhesif semen,
perlekatan antara matriks resin dan filler tercipta karena adanya agen interfase
yang mengandung silanes yang berasal dari komponen silika organik. Partikel
silika yang terkandung pada self adhesif semen umumnya mengandung
20-80% yang berfungsi untuk memperkuat kualitas kekuatan mekanis karena
dapat menyerap dan menyebarkan cahaya yang dipaparkan ke self adhesif
semen dan kandungan filler self adhesif semen lebih tahan terhadap kekuatan tekan, tarik, geser, dan membuat self adhesif semen memiliki kelarutan yang
rendah (Burges 2008).
Struktur kimia yang terbentuk pada self adhesif semen memberikan
perlekatan antara email gigi dan permukaan interface restorasi, ikatan semen
resin terbentuk karena proses micromechanical interlocking pada kristal
hidroksiapatit dan prisma email yang asam. Pengaktifan self adhesif semen
dilakukan secara kimia, cahaya, atau keduanya. Self adhesif semen terdiri dari
dua pasta yaitu base dan katalis, reaksi secara kimia terjadi saat pasta base dan
katalis dicampur, di salah satu pasta mengandung benzoil peroksida yang
dapat memulai proses polimerisasi, sedangkan di pasta yang lain mengandung
(54)
menjadi Shrinkage karena proses polimerisasi dan dapat memberikan tekanan
invasif pada permukaan gigi serta bagian interface pada restorasi yang
mungkin dapat membuat putusnya ikatan kimia yang telah terbentuk,
permasalahan ini akan dilindungi oleh sifat self adhesif semen yang memiliki
filler sehingga memungkinkan self adhesif semen tetap memiliki kekuatan perlekatan yang baik dan dapat mendistribusikan tekanan mastikasi secara
merata (Sümer & değer, 2011).
Komposisi yang dimiliki oleh pasta base Relay X adalah monomer
metakrilat yang mengandung asam fosfat, silanated filler, komponen insiator,
dan rheological additives; sedangkan pada pasta katalis mengandung
monomer metakrilat, filler alkalin, komponen inisiator, dan pigmen (ESPE,
2011); Taru Rao, 2014 mengatakan bahwa monomer metakrilat memiliki
kandungan asam fosfat yang membentuk interaksi dengan tujuan untuk
memperoleh kekuatan fisik yang baik, seperti halnya ikatan hidrogen yang
berikatan antara semen resin dengan permukaan fitting surface veneer dan
menciptakan perlekatan pada karbon ganda yang terhubung satu sama lain
melalui karbon backbone. Adanya kecocokan pada perlekatan kedua
permukaan ditunjukkan dari material restorasi email dan dentin sebagai
substrat yang menempel langsung dengan semen resin, kemudian pasta base
dan pasta katalis dicampurkan sehingga bahan ini menjadi sangat asam dan
mengikat air, setelah berkontak dengan permukaan gigi yang bermuatan
negatif, ion Ca2+ dilekatkan monomer metakrilat pada struktur gigi yang
(55)
43
meresap ke permukaan gigi. Ion menetralkan kelompok asam fosfat yang
tersisa dari monomer metakrilat dan dilepaskan oleh filler sepanjang proses
setting self adhesif semen dan struktur gigi menyerap ion flouride yang dilepaskan.
Proses selanjutnya yaitu reaksi polimerisasi monomer metakrilat dimana
secara bersamaan saat semen resin setting, kemudian sistem inisiator akan
menghasilkan radikal melalui induksi cahaya atau aktivasi kimia. Monomer
metakrilat secara kimiawi akan membentuk cross-linked antara satu dan yang
lainya melalui interaksi dari reaksi perlekatan karbon ganda, kemudian
membuat monomer metakrilat dan filler terkunci dalam bentuk tiga dimensi
dari ikatan cross-linked yang telah terjadi. Selama proses ini, matrik semen
berubah dari yang mengikat air menjadi melepaskan air.
Semen ionomer kaca tipe 1 Tipe 1 tidak direkomendasikan untuk
ceramic veneer. Hal ini dikarenakan kelarutan yang dimiliki pada bagian
marginal saat diaplikasikan di dalam mulut pasien, Mark Konings (2012).
Penjelasan mengenai bahan-bahan yang dikandung oleh kedua bahan
sementasi tersebut, yaitu resin (RelyX) dan Semen ionomer kaca tipe 1 Tipe 1
memiliki perbedaan hasil uji tarik. Semen resin (RelyX) memperoleh hasil uji
(56)
44 A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara
semen resin (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi
veneer indirek resin komposit nanohibrid, diperoleh kesimpulan sebagai berikut, yaitu:
1. Adanya perbedaan kekuatan tarik antara semen resin dan semen ionomer
kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek resin komposit
nanohibrid.
2. Semen resin (RelyX) merupakan bahan luting yang memiliki kekuatan
tarik lebih baik untuk digunakan pada restorasi veneer indirek resin
komposit nanohibrid.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, penulis menyarankan untuk
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji tarik material luting jenis lain
dengan restorasi yang berbeda dan melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai uji mekanis lainnya sebagai bahan pertimbangan dalam penggunaan
semen resin dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe I sebagai material luting pada
(57)
45
DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, Kenneth, J. 2004. Philips Buku Ajar Kedokteran gigi. Terjemahan oleh Lilian Juwono edisi 10. Jakarta. EGC.
Craig, R.G., dkk, (2004). Dental Material. 8th ed., Mosby Co. hal. 65, 66, 73.
Dewi TP. Pengaruh Kondisi Permukaan Dentin Terhadap Kekuatan Perlekatan Bahan Bonding. JKGM 2003, 19 (3) : 95-101.
Fraunhofer, A. V. 2010. Dental Material at a Glance. West : Willey-Blackwell.
Gunawan, Kristina Wijaya., Fyah, I., dan Purwanto A. 2008. Perbedaan Kekuatan Tarik Perlekatan Resin Komposit Sinar Tampak pada Gigi dengan Sistem Bonding Generasi V dan Generasi VII. Majalah Ilmu Kedokteran Gigi, 10(2). Universitas Gadjah Mada.
Grossman LI dkk (1995). Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Edisi ke-11. Alih Bahasa. Rafiah A. Jakarta : EGC.
Herijulianti dkk, (2001). Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC. Hal. 117.
Heymann dkk, (2002). Sturdevant’s Art and Science of Operative Dentistry (6th ed.). New York: Elsevier
Klapdohr S, Moszner N. New Inorganic Components For Dental Filling Composites. Monasth fur Chem 2005; 136:21-45
Mitra, A, dkk, (2012). Comparative Evalution Of Tensile Bond Strength Of Composite Resin To Etched And Unetched Glass Ionomer Cement-An In Vitro Study. Int. J Dent. Clinics, (3):21-25.
Mitra SB, Wu D, Holmes BN. An Application Of Nanotechnology In Advanced Dental Materials. J Am Dent Assoc 2003 Oct;134(10):1382-90
Nasim dkk, (2010). Color Stability Of Microfilled, Microhybrid And Nanocomosite Resins—An In Vitro Study. J Dent.
Octarina. (2012). Pengaruh Durasi Sandblasting pada Permukaan Restorasi Vneer Resin Komposit Terhadap Kuat Rekat Self adhesif semen Dengan Email Gigi. Karya Tulis Ilmiah Strata dua, Universitas Indonesia, Jakarta. Permatasari, Rina Dan Usman Munyati. 2008. Penutupan Diastema Dengan
(58)
Philips, R. W. 1991. Skinner’s Science Of Dental Material. 9th ed. Philadelphia : W.B. Saunders Co.
Power, John M Dan Sakaguchi, Ronald L. 2007. Craig’s Restorative Dental Materials. USA: Mosby Elsevier, hal. 190, 191, 194, 223.
Saharjo. (2011). Estetika Gigi dalam Dunia Kedokteran Gigi. Insisiva, 55-59.
Van Noort, Richard. 2007. Introduction to Dental Materials. 3th ed. London : Mosby Elsevier.
Welbury dkk, (2005). Paediatric Dentistry (3rd ed.). New York: Oxford
Walton RE, Torabinejad M. Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia. Edisi ke-3. Alih Bahasa. Nahlan S. Jakarta : EGC, 1997.
Yumira. (2010). Pengaruh penggunaan light-emitting diode light curing unit dan halogen light light curing unit terhadap microleakage dengan jarak penyinaran 0 mm dan 5 mm pada restorasi klas (penelitian in vitro). Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Sumatera Utara, Sumatera.
Pustaka dari Internet :
http://www.google.co.id Sodiq. (2014). Mengenal Lebih Dekat tentang Perawatan Gigi Veneer, diunduh pada 28 Maret, 2015.
http://www.google.co.id, Hadist HR Muslim. Estetika dalam Islam. Diunduh pada 29 Maret 2015.
(59)
(60)
ALAT DAN BAHAN PENELITIAN
Semen ionomer kaca tipe 1 Tipe 1 Self adhesif semen Rely X U200
Gigi Premolar
(61)
HASIL UJI TARIK DI UNIVERSAL TESTING MACHINE
Jenis Bahan Sementasi Hasil Uji Tarik (N)
Self adhesif semen 129,4
164,2 164,2 170,2 188,1 135,4
Semen ionomer kaca tipe 1 Tipe 1 88,9
92,4 101,5 104,8 86,6 85,0
(62)
i
Mahasiswi PSPDG FKIK UMY, Dosen PSPDG FKIK UMY
INTISARI
Latar Belakang: Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan merupakan warna gigi normal manusia. Warna gigi ini ditentukan oleh warna dentin yang melapisi di bawahnya, ketebalan dentin, ketebalan email, translusensi dan warna pulpa. Warna gigi ini dapat mengalami perubahan warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi. Perubahan warna gigi tersebut dapat terjadi saat atau setelah terbentuk email dan dentin. Sebagian besar perubahan warna terjadi di dalam dentin dan relatif sukar dirawat secara eksternal, namun apabila perubahan intrinsik lebih superfisial dan jelas lebih dapat diputihkan secara eksternal. Veneer gigi adalah lapisan tipis yang direkatkan pada permukaan gigi dan ditujukan untuk memperindah susunan, tampilan, dan warna gigi, serta mengisi celah antar. Uji kekuatan tarik merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi kekuatan perlekatan bahan kedokteran gigi, diamati daerah yang terjadi patah atau lepasnya perlekatan. Dan letak terjadi patah atau lepasnya perlekatan yang terjadi pada daerah interface antara struktur gigi dengan bahan resin semen adhesif.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kekuatan tarik antara resin semen dan semen ionomer kaca pada restorasi veneer indirek komposit nanohibrid dan mengetahui manakah yang memiliki kekuatan tarik lebih baik antara resin semen dan semen ionomer kaca.
Metodologi Penelitian: Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni. Sampel yang digunakan adalah gigi premolar post-ektraksi yang berjumlah 5 gigi dengan penggunaan bahan sementasi Relay X dan semen ionomer kaca tipe 1. Analisis data menggunakan independent T-Test.
Hasil Penelitian: Menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara satu kelompok dengan kelompok yang lainya atau dalam penelitian ini diasumsikan terdapat perbedaan kekuatan tarik antara RelyX dan semen ionomer kaca tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek resin komposit nanohibrid.
Kesimpulan: Adanya perbedaan kekuatan tarik antara semen resin dan semen ionomer kaca tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek resin komposit nanohibrid.
(1)
3
Tests of Normal ity
,269 6 ,200* ,916 6 ,478
,207 6 ,200* ,885 6 ,293
jenis. bahan.sement asi resin semen semen ionomer kaca tipe 1
hasil. uji.kekuatan.tarik
St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig.
Kolmogorov -Smirnova Shapiro-Wilk
This is a lower bound of the true signif icance. *.
Lillief ors Signif icance Correction a.
BAHAN DAN METODE
Hasil pengukuran uji tarik dan rata-rata dari masing-masing material diatas dirangkum dalam tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Kekuatan Tarik
Tabel 1 menunjukkan adanya perbedaan kekuatan tarik antara RelyX dan semen ionomer kaca tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek resin komposit nanohibrid, pada hasil uji tarik dengan RelyX menghasilkan rata-rata: 3,23 Mpa dan dengan menggunakan Semen Ionomer Kaca Tipe 1 menghasilkan rata-rata: 1,89 Mpa. Data pada tabel 1 tersebut merupakan data parametrik sehingga dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-wilk. Uji Shapiro-wilk yang dirangkum dalam tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Shapiro-wilk
Jenis Bahan Sementasi Hasil Uji Tarik (Mpa)
Resin Semen 2,64
Rata-rata : 3,23 Mpa 3,35
3,35 3,47 3,83
2,76
Semen Ionomer Kaca Tipe 1 1,81
Rata-rata : 1,89 Mpa 1,88
2,07 2,13 1,76 1,73
(2)
4
Independent Samples Test
5,089 ,048 6,815 10 ,000 1,33667 ,19613 ,89965 1,77368
6,815 6,341 ,000 1,33667 ,19613 ,86293 1,81040 Equal v ariances
assumed Equal v ariances not assumed hasil. uji.kekuatan.tarik
F Sig.
Lev ene's Test f or Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed) Mean Dif f erence
St d. Error
Dif f erence Lower Upper 95% Conf idence
Interv al of the Dif f erence t-t est f or Equality of Means
Hasil uji normalitas shapiro-wilk yang dilakukan menunjukkan nilai signifikansi: RelyX=0,478; SIK tipe 1=0,293. Hasil uji normalitas pada masing-masing sampel pada kedua jenis material menunjukkan bahwa data yang terkumpul adalah normal.
Data yang didapat dari penelitian ini juga dilakukan Levene's test untuk menentukan homogenitas variansi pada data tersebut. Hasil Levene's test pada penelitian ini adalah 0,048 yang berarti data pada penelitian ini homogen (terangkum dalam tabel 3).
Tahap analisis selanjutnya adalah menguji data tersebut, pada penelitian ini menggunakan Independent samples T Test karena semua syarat Independent
samples T Test telah terpenuhi (data yang normal dan homogen). Semua
rangkuman Independent samples T Test terangkum dalam tabel 3.
Tabel 3. Rangkuman hasil Independent samples T Test dan Levene's test
Independent samples T Test yang telah dilakukan pada data yang telah
didapat menunjukkan signifikansi 0,000 yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna antara satu kelompok dengan kelompok yang lainya atau dalam penelitian ini diasumsikan terdapat perbedaan kekuatan tarik antara RelyX dan semen ionomer kaca tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek resin komposit nanohibrid.
Restorasi veneer indirek resin komposit nanohibrid dengan menggunakan semen resin (RelyX) mendapatkan rata-rata hasil uji tarik yang lebih baik yaitu sebesar 19,4 Mpa, sedangkan pada kelompok pembanding yang menggunakan Semen Ionomer Kaca tipe 1 mendapatkan rata-rata hasil uji tarik sebesar 11,38 Mpa.
(3)
5
Hasil Independent samples T Test pada tabel 3 menunjukkan terdapat perbedaan kekuatan tarik antara RelyX dan semen ionomer kaca tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek resin komposit nanohibrid karena kandungan pada Semen resin dan Semen Ionomer Kaca yang berbeda. Hal ini disebabkan karena matriks resin dan partikel filler anorganik merupakan kandungan utama yang menyusun bahan sementasi resin semen, perlekatan antara matriks resin dan filler tercipta karena adanya agen interfase yang mengandung silanes yang berasal dari komponen silika organik. Partikel silika yang terkandung pada resin semen umumnya mengandung 20-80% yang berfungsi untuk memperkuat kualitas kekuatan mekanis karena dapat menyerap dan menyebarkan cahaya yang dipaparkan ke resin semen dan kandungan filler resin semen lebih tahan terhadap kekuatan tekan, tarik, geser, dan membuat resin semen memiliki kelarutan yang rendah (Burges 2008).
Struktur kimia yang terbentuk pada resin semen memberikan perlekatan antara email gigi dan permukaan interface restorasi, ikatan semen resin terbentuk karena proses micromechanical interlocking pada kristal hidroksiapatit dan prisma email yang asam. Pengaktifan resin semen dilakukan secara kimia, cahaya, atau keduanya. Resin semen terdiri dari dua pasta yaitu base dan katalis, reaksi secara kimia terjadi saat pasta base dan katalis dicampur, di salah satu pasta mengandung benzoil peroksida yang dapat memulai proses polimerisasi, sedangkan di pasta yang lain mengandung tertiary amine yang dapat mempercepat polimerisasi. Resin semen menjadi Shrinkage karena proses polimerisasi dan dapat memberikan tekanan invasif pada permukaan gigi serta bagian interface pada restorasi yang mungkin dapat membuat putusnya ikatan kimia yang telah terbentuk, permasalahan ini akan dilindungi oleh sifat resin semen yang memiliki filler sehingga memungkinkan resin semen tetap memiliki kekuatan perlekatan yang baik dan dapat mendistribusikan tekanan mastikasi secara merata (Sümer &
değer, 2011).
Komposisi yang dimiliki oleh pasta base Relay X adalah monomer metakrilat yang mengandung asam fosfat, silanated filler, komponen insiator, dan rheological additives; sedangkan pada pasta katalis mengandung monomer
(4)
6
metakrilat, filler alkalin, komponen inisiator, dan pigmen (ESPE, 2011); Taru Rao, 2014 mengatakan bahwa monomer metakrilat memiliki kandungan asam fosfat yang membentuk interaksi dengan tujuan untuk memperoleh kekuatan fisik yang baik, seperti halnya ikatan hidrogen yang berikatan antara semen resin dengan permukaan fitting surface veneer dan menciptakan perlekatan pada karbon ganda yang terhubung satu sama lain melalui karbon backbone. Adanya kecocokan pada perlekatan kedua permukaan ditunjukkan dari material restorasi email dan dentin sebagai substrat yang menempel langsung dengan semen resin, kemudian pasta base dan pasta katalis dicampurkan sehingga bahan ini menjadi sangat asam dan mengikat air, setelah berkontak dengan permukaan gigi yang bermuatan negatif, ion Ca2+ dilekatkan monomer metakrilat pada struktur gigi yang membuat pH kelompok asam fosfat menjadi naik atau pH dinetralkan dan meresap ke permukaan gigi. Ion menetralkan kelompok asam fosfat yang tersisa dari monomer metakrilat dan dilepaskan oleh filler sepanjang proses setting resin semen dan struktur gigi menyerap ion flouride yang dilepaskan.
Proses selanjutnya yaitu reaksi polimerisasi monomer metakrilat dimana secara bersamaan saat semen resin setting, kemudian sistem inisiator akan menghasilkan radikal melalui induksi cahaya atau aktivasi kimia. Monomer metakrilat secara kimiawi akan membentuk cross-linked antara satu dan yang lainya melalui interaksi dari reaksi perlekatan karbon ganda, kemudian membuat monomer metakrilat dan filler terkunci dalam bentuk tiga dimensi dari ikatan cross-linked yang telah terjadi. Selama proses ini, matrik semen berubah dari yang mengikat air menjadi melepaskan air.
Semen Ionomer Kaca Tipe 1 tidak direkomendasikan untuk ceramic veneer. Hal ini dikarenakan kelarutan yang dimiliki pada bagian marginal saat diaplikasikan di dalam mulut pasien, Mark Konings (2012). Penjelasan mengenai bahan-bahan yang dikandung oleh kedua bahan sementasi tersebut, yaitu resin (RelyX) dan Semen Ionomer Kaca Tipe 1 memiliki perbedaan hasil uji tarik. Semen resin (RelyX) memperoleh hasil uji tarik yang lebih baik dibandingkan Semen Ionomer Kaca tipe 1.
(5)
7 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara semen resin (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek resin komposit nanohibrid, diperoleh kesimpulan sebagai berikut, yaitu adanya perbedaan kekuatan tarik antara semen resin dan semen ionomer kaca tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek resin komposit nanohibrid dan semen resin (RelyX) merupakan bahan luting yang memiliki kekuatan tarik lebih baik untuk digunakan pada restorasi veneer indirek resin komposit nanohibrid.
DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, Kenneth, J. 2004. Philips Buku Ajar Kedokteran gigi. Terjemahan oleh Lilian Juwono edisi 10. Jakarta. EGC.
Craig, R.G., dkk, (2004). Dental Material. 8th ed., Mosby Co. hal. 65, 66, 73.
Dewi TP. Pengaruh Kondisi Permukaan Dentin Terhadap Kekuatan Perlekatan Bahan Bonding. JKGM 2003, 19 (3) : 95-101.
Fraunhofer, A. V. 2010. Dental Material at a Glance. West : Willey-Blackwell.
Gunawan, Kristina Wijaya., Fyah, I., dan Purwanto A. 2008. Perbedaan Kekuatan Tarik Perlekatan Resin Komposit Sinar Tampak pada Gigi dengan Sistem
Bonding Generasi V dan Generasi VII. Majalah Ilmu Kedokteran Gigi,
10(2). Universitas Gadjah Mada.
Grossman LI dkk (1995). Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Edisi ke-11. Alih Bahasa. Rafiah A. Jakarta : EGC.
Herijulianti dkk, (2001). Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC. Hal. 117.
Heymann dkk, (2002). Sturdevant’s Art and Science of Operative Dentistry (6th ed.). New York: Elsevier
Klapdohr S, Moszner N. New Inorganic Components For Dental Filling Composites. Monasth fur Chem 2005; 136:21-45
Mitra, A, dkk, (2012). Comparative Evalution Of Tensile Bond Strength Of Composite Resin To Etched And Unetched Glass Ionomer Cement-An In Vitro Study. Int. J Dent. Clinics, (3):21-25.
(6)
8
Mitra SB, Wu D, Holmes BN. An Application Of Nanotechnology In Advanced Dental Materials. J Am Dent Assoc 2003 Oct;134(10):1382-90
Nasim dkk, (2010). Color Stability Of Microfilled, Microhybrid And
Nanocomosite Resins—An In Vitro Study. J Dent.
Octarina. (2012). Pengaruh Durasi Sandblasting pada Permukaan Restorasi Vneer Resin Komposit Terhadap Kuat Rekat Resin Semen Dengan Email Gigi. Karya Tulis Ilmiah Strata dua, Universitas Indonesia, Jakarta.
Permatasari, Rina Dan Usman Munyati. 2008. Penutupan Diastema Dengan Menggunakan Komposit Nanohibrid, Universitas Indonesia, Jakarta. Philips, R. W. 1991. Skinner’s Science Of Dental Material. 9th ed. Philadelphia :
W.B. Saunders Co.
Power, John M Dan Sakaguchi, Ronald L. 2007. Craig’s Restorative Dental Materials. USA: Mosby Elsevier, hal. 190, 191, 194, 223.
Saharjo. (2011). Estetika Gigi dalam Dunia Kedokteran Gigi. Insisiva, 55-59.
Van Noort, Richard. 2007. Introduction to Dental Materials. 3th ed. London : Mosby Elsevier.
Welbury dkk, (2005). Paediatric Dentistry (3rd ed.). New York: Oxford
Walton RE, Torabinejad M. Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia. Edisi ke-3. Alih Bahasa. Nahlan S. Jakarta : EGC, 1997.
Yumira. (2010). Pengaruh penggunaan light-emitting diode light curing unit dan halogen light light curing unit terhadap microleakage dengan jarak penyinaran 0 mm dan 5 mm pada restorasi klas (penelitian in vitro). Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Sumatera Utara, Sumatera.
Pustaka dari Internet :
http://www.google.co.id Sodiq. (2014). Mengenal Lebih Dekat tentang Perawatan Gigi Veneer, diunduh pada 28 Maret, 2015.
http://www.google.co.id, Hadist HR Muslim. Estetika dalam Islam. Diunduh pada 29 Maret 2015.