Hasil dan Pembahasan Model Eutrofikasi Untuk Merancang Kebijakan Pengelolaan Waduk Yang Berkelanjutan Melalui Pendekatan System Dynamics - The System Dynamics Approach Of Eutrofication Model Of The Policy Design On Reservoir Sustainability Management.

Tabel 1. Batas Model untuk Model Eutrofikasi di Waduk Cirata No Variabel Endogenus Variabel Eksogenus Variabel yang diabaikan 1 Biomassa Fitoplankton Nutrien C dari luar badan air Allochton Logam berat 2 Detritus BOD Volume air waduk masuk Nutrien N dan P 3 Nutrien C dari dalam badan air outochton Vilume air waduk keluar Partikel tersuspensi 4 Oksigen di Epilimnion Target DO Ersosi dari pinggiran waduk 5 Respirasi Taget BOD 6 Kebijakan aerasi 7 Kebijakan dredging 8 Kebijakan pengurangan fitoplankton Asumsi yang digunakan : a. Air masuk dan air keluar mengikuti operasional waduk Cirata oleh PJB II, yaitu dengan batas TMA minimal 205 m dan TMA maksimal 220 m agar diperoleh TMA efektif untuk menggerakkan turbin. b. Nutrien karbon HCO3 ditentukan berdasarkan nutrien eksisting yang telah terakumulasi di dalam waduk dan dari penambahan yang hanya berasal dari inlet sungai-sungai dan limbah KJT. Nutrien karbon dari pinggir waduk telah terwakili menjadi eksisting nutrien waduk. c. Penambahan nutrien karbon awal dari sungai secara alamiah dianggap tetap yaitu sebesar 0.01 mgltahun, mengacu kepada Anderson 1972 d. Pembusukan detritus dalam keadaan aerob dan dimodelkan sebagai pengganda pembusukan oleh faktor pembatas oksigen, yang diperoleh melalui rasio DO terhadap DO saturasi Anderson, 1973. e. Kebijakan pengerukan waduk terjadi karena fasilitas alat dan teknologi akan tersedia di masa mendatang.

6. Hasil dan Pembahasan

Model yang telah dihasilkan adalah sebagai Gambar 7. Gambar 7. Struktur Model Eutrofikasi di Waduk Cirata Kon_C_hilang Selisih difusi Panambahan_Nutrien_Epi DRC_K3 Kehilangan_C_Epi_lateral Prod_oksigen_netto efek_Biomassa_Thd_Fotosintesis O2_dari_fotosintesis Efek_C_thd_pertum_Fito Oksi_keudara Laju_pertumb Laju_hilang_fito Fito_hilang_oleh_aliran GRC_K1 RRC_K4 Laju_respirasi Laju_Pbusuk_Fito dekomposisi_fito_epi Respirasi_fitoplankton Detritus_hilang_oleh_aliran Pop_Mas Pop_nila Pop_Mas FOOD_MULTI Laju_respirasi Oksigen_Hipolimnion Efek_biomassa_thd_Respirasi Laju_Konsumsi_O2_epi pguna_Oks_ut_respirasi_ikan Frak_C_hsl_respi C_hasil_respirasi_ikan Foto_awal Res_awal Oksi_saturasi Oksigen_rerata_di_waduk EFEK_EHR VOL_HIPO Laju_Pbusuk_Fito Pembusukan_fito_hipo Frak_Respirasi_ikan VOL_EPI Oksigen_Hipolimnion Respirasi_fito_hipo Laju_Konsumsi_O2_hipo Pembusukan_ikan_akibat_kematian KSR_K5 Laju_hilang_detritus Nutrien_C_Epi Biomassa_Fito Oksigen_epilimnion ONR EHR Fraksi_DRDG Fraksi_panen FOOD1 Laju_Penambahan_Oksigen_epi KAER1 Pembusukan_dari_pakan Laju_Pelarutan_O2_ke_Hipo KAER Laju_Dredg Laju_panen AER Laju_Penambahan_O2_hipo O2_TARGET Pop_nila efek_oksi_thp_ikan Detritus_fito DR_K2 Efek_C_thd_Kmatian_Fito Laju_kematian DETRITUS_TARGET Model yangtelah dibentuk lalu dapat digunakan untuk menyusun kebijakan yang diperlukan. Adapun skenario kebijakan yang dapat dirumuskan sebagaimana Tabel 2 menampilkan penggunaan alat pengeruk dari bahan-bahan detritus yang tersedimentasi di dasar waduk di bawah hamparan KJT, pemberian aerasi pada setiap petak atau di sekitar petak jaring terapung serta simulasi apabila diberikan aerasi ke dalam petak ikan. Tabel 5.2. Simulasi kebijakan yang diberikan Simulasi Kebijakan Tanpa simulasi 1 2 3 PengerukanDredging 1 1 Aerasi mgl 0,2 0,3 0,5 Panen biomassa mgl 0,5 0,2 Peningkatan Nutrien Allochton mgltahun 0,01 0,01 0.05 0.05 Adapun perilaku yang dihasilkan dari model sebelum kebijakan diterapkan adalah sebagai berikut : Gambar 8. Perilaku Nutrien C, Biomassa Fitoplankton, Detritus dan Oksigen dalam keadaan tanpa kebijakan historis Time Oksigen_epilimnion 1 Oksigen_Hipolimnion 2 O2_TARGET 3 2,000 2,060 2 3 4 5 6 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Time Biomassa_Fito 1 Detritus_fito 2 DETRITUS_TARGET 3 2,000 2,060 2 4 6 8 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Time Nutrie n_C_ Epi 2,000 2,020 2,040 2,060 60 90 120 Perilaku nutrien C meningkat sejalan peningkatan hidtorisnya, oksigen pada permukaan-epilimnion kedalaman 0,2 m mengalami penurunan mencapai 4 mgl pada tahun 2006 yang diikuti oleh penurunan oksigen di hipolimnion hingga mencapai hampir 3 mgl. Kondisi sebaliknya dari oksigen yang menurun tersebut adalah meningkatnya biomassa fitoplankton dan detritus BOD. Oksigen dan BOD telah melewati batas target yang diinginkan. Setelah skenario kebijakan 1 diterapkan tanpak perubahan perilaku sebagaimana Gambar 9. Gambar 9. Perilaku Nutrien C, Biomassa Fitoplankton, Detritus dan Oksigen dengan skenario kebijakan 1. Nutrien C yang masuk Allochton dari aktivitas keramba jaring terapung atau inlet sungai memperlihatkan penurunan yang tajam mulai tahun 2030 setelah dilakukannya pengerukan, pemberian aerasi dan tanpa memanen fitoplankton karena diharapkan menghasilkan oksigen. Perilaku Detritus berada di bawah target yang diinginkan dan terjadi peningkatan oksigen di lapisan epilimnion dan hipolimnion pada waktu setelah intervensi kebijakan dilaksanakan. Pada Skenario 2 pelaksanaan kebijakan ditingkatkan untuk parameter aerasi dan pemanenan pada saat terjadi pula peningkatan pengayaan nutrien C dari luar sebesar 0,05 mgltahun sebagimana Gambar 10. Time Nutrien_C_Epi 2,000 2,020 2,040 2,060 40 50 60 70 80 Time Oksigen_epilimnion 1 Oksigen_Hipolimnion 2 O2_TARGET 3 2,000 2,060 4 5 6 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 3 Time Biomassa_Fito 1 Detritus_fito 2 DETRITUS_TARGET 3 2,000 2,060 1 2 3 4 5 6 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Gambar 10. Perilaku Nutrien C, Biomassa Fitoplankton, Detritus dan Oksigen dengan skenario kebijakan 2. Penurunan nutrien C akibat skenario mengalami penurunan sedikit akibat sebagian besar detritus diambil melalui pengerukan sehingga berada pada batas target ideal BOD yang diinginkan. Namun kondisi ini kurang diikuti dengan perilaku oksigen. Tampaknya fitoplankton sebagai penghasil oksigen melalui proses fotosintesis mengalami gangguan ketersediaan nutrien C dan pemberian oksigen melalui aerasi- pun hanya mengubah sedikit penambahan oksigen. Di dalam skenario kebijakan 3, pengerukan tidak dilakukan lagi, peningkatan aerasi bertambah besar, namun dilakukan pemanenan fitoplankton bukan mengendalikan dengan algisida, memperlihatkan detritus yang meningkat tajam kembali dan oksigen tetap berada di abawah batas target yang diinginkan sebagaimana Gambar 11. Time Oksigen_epilimnion 1 Oksigen_epilimnion 2 Oksigen_Hipolimnion 3 Oksigen_Hipolimnion 4 O2_TARGET 5 O2_TARGET 6 2,000 2,020 2,040 2,060 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 3 5 Time Biomassa_Fito 1 Biomassa_Fito 2 Detritus_fito 3 Detritus_fito 4 DETRITUS_TARGET 5 DETRITUS_TARGET 6 2,000 2,020 2,040 2,060 5 10 15 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 3 Time Nutrien_C_Epi 2,000 2,020 2,040 2,060 100 150 200 250 1 2 1 2 1 2 1 Gambar 11. Perilaku Nutrien C, Biomassa Fitoplankton, Detritus dan Oksigen dengan skenario kebijakan 3.

7. Kesimpulan