SEJARAH TERBENTUKNYA KOTA BARUSJAHE.

SEJARAH TERBENTUKNYA KOTA BARUSJAHE

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan Pada Jurusan Pendidikan Sejarah

OLEH:
ROMI ANDREA BARUS
NIM. 31131210747

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2016

ABSTRAK
Romi Andrea Barus. NIM. 31213121047. Sejarah Terbentuknya Kota
Barusjahe. Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Medan 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Sejarah terbentuknya Kota

Barusjahe.
Adapun Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi metode
Studi pustaka (library research) dan Penelitian lapangan (field research), yaitu
dengan mengumpul semua data yang berhubungan dengan judul. Studi Pustaka
dilakukan dengan menelaah buku-buku atau dokumen dokumen yang relevan
terhadap masalah yang akan diteliti dengan tujuan menjadikanya sebagai dasar
atau landasan bagi peneliti untuk menguji kebenaran data yang diperoleh.
Sedangkan pengumpulan data dari lapangan diperoleh dengan dari hasil
wawancara langsung kepada narasumber. Dimana peneliti melakukan penelitian
di Barusjahe Kabupaten Karo.
Dari penelitian yang dilakukan, Barusjahe memiliki sejarah yang panjang yang
diteliti dari awal terbentuknya dari perkampungan yang didirikan oleh merga
Barus yang datang dari kuta Usang Sidikalang, selanjutnya berkembang
Barusjahe menjadi suatu kerajaan yaitu Kerajaan Sibayak Barusjahe. Kerajaan ini
dipimpin oleh merga Barus dan dijadikan Kerajaan Berempat di Dataran tinggi
Karo oleh Kerajaan Aceh. Masuknya Pemerintah Kolonialisme Belanda di Karo
dengan melakukan intervensi militer di Tanah Karo menyebabkan jatuhnya
Kerajaan Berempat di Tanah Karo yang ditandai dengan Korte Velklaring pada
tahun 1907. Kerajaan Sibayak Barusjahe kemudian dijadikan wilayah Landschape
oleh belanda yang berada di Onder Afdeling Karolanden.

Masuknya pendudukan Jepang di Indonesia tidak mengubah sistem kerajaan di
Tanah Karo. Pasca Indonesia Merdeka terjadi Revolusi Sosial maret 1946
dilakukan oleh Barisan Pemuda Indonesia untuk meruntuhkan kekuasaan
Kerajaan di Tanah Karo kemudian mendemokratisasi pemerintahan di Tanah Karo
yang ditandai berdirinya Kecamatan Barusjahe. Masuknya kembali Belanda
melalui Agresi Militernya menyebabkan terbentuknya NST (Negara Sumatera
Timur) oleh Belanda, kemudian Barusjahe dijadikan sebagai wilayah
Districhthoofd, dimana pada pembentukan itu Raja Barusjahe dijadikan sebagai
Luhak di Tanah Karo
Pada tanggal 27 Desember 1949 Konferensi Meja Bundar (KMB)
mempertahankan Kedudukan Pemerintahan RIS, hingga memunculkan Aksi
tuntutan rakyat agar dihapuskannya Negara Sumatera Timur dan kembali ke
dalam bentuk Negara Republik Indonesia. Aspirasi aspirasi pemuda terwujud
dengan terbentuknya NKRI menjadikan Barusjahe kembali menjadi daerah
Kecamatan yang berada di bawah Kewedanaan Karo berpusat di Kabanjahe.
Kata Kunci : Barusjahe

i

KATA PENGANTAR


Segala puji syukur peneliti ucapkan hanya kepada ALLAH SWT,
pencipta semesta alam dan seisinya, yang ang atas limpahan rahmat, taufiq dan
hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.Shalawat beriring
salam kepada Rasulullah Muhammad S.A.W yang kelak kita harapkan Syafaatnya
di hari kemudian kelak. Tidak lupa pula saya berterimakasih kepada kedua orang
tua saya yang senantiasa mendoakan dan mendukung saya dalam mengerjakaan
skripsi ini.
Peneliti Menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang
dimiliki peneliti. Maka dari itu peneliti berharap adanya masukan yang
membangun demi kesempurnaan penelitian berikutnya,
Banyak hal yang didapat Peneliti dalam hal pembuatan skripsi ini, dengan
selesainya penulisan ini, maka peneliti mengungkapkan banyak terimakasih
kepada:
1. Bapak saya Azrai Limbong Barus dan Mamak saya Sukarni br Ginting
yang telah memberikan banyak dukungan yang tidak akan terhitung
2. Ibu Dra. Lukitaningsih, M.Hum selaku dosen pembimbing saya yang
telah banyak membantu memberikan masukan dan semangat sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan ini.

3. Bapak Drs. Ponirin, M.Si selaku dosen pembimbing akademik.
4. Ibu Dra. Flores Tanjung, MA selaku dosen penguji
5. Bapak Pristi Suhendro S.Hum.M.Si selaku dosen penguji
ii

6. Bapak Drs. Yushar Tanjung, M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Sejarah
7. Bapak

Syahrul Nizar Turnip M. Hum selaku Seketaris Jurusan

Pendidikan Sejarah
8. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Pendidikan Sejarah yang telah
membagikan ilmu dan pengalamanya dalam pengembangan wawasan
keilmuan dan kemajuan berfikir untuk memajukan dunia pendidikan.
serta membimbing kepada penulis selama mengikuti pendidikan di
Universitas Negeri Medan
9. Untuk Abang saya Hendra, Kakak saya Lia,Sari dan Kembaran saya
Tika, telah memberi dukungan kepada saya
10. Buat Teman temanGery, Fajar, Jefry, Reza, Jaka,Arifin, John,Senior

Surya, Tiwa, Rafika, Suci, Ira. Semua temanREG B 2012 tak mungkin
diucapkan satu satu, juga teman kelas lain yang telah bersama sama
menimba ilmu di Jurusan Pendidikan Sejarah.
Akhir kata penulis mengucapkan terimaksih banyak kepada pihak pihak
yang telah memberi masukan atas tercapai tujuan untuk membangun penuliasan
skripsi ini. Semoga apa yang dituliskan oleh peneliti dalam skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Terimakasih
Medan, Agustus 2016

ROMI ANDREA BARUS
3123121047
iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK

i

KATA PENGANTAR


ii

DAFTAR ISI

iv

BAB I PENDAHULUAN

1

1.1. Latar Belakang Masalah

1

1.2. Identifikasi Masalah

6

1.3. Rumusan Masalah


6

1.4. Tujuan Penelitian

7

1.5. Manfaat Penelitian

7

BAB II Kajian Pustaka dan Kerangka Konsep

8

2.1. Kajian Pustaka

8

2.2. Kerangka Konsep


9

2.2.1. Barusjahe

9

2.2.2. Sejarah Kota

10

2.2.3. Pertumbuhan dan Perkembangan Kota

13

3.1. Kerangka Pemikiran

15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


18

3.1. Metode Penelitian

18

3.2. Lokasi Penelitian

19

3.3. Sumber Data

19

3.3.1. Data Primer

19
iv


3.3.2. Data Sekunder

20

3.4. Teknik Pengumpulan Data

20

3.5. Teknik Analisis Data

21

BAB IV PEMBAHASAN

23

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

23


1. Geografi dan Iklim

23

2. Pemerintahan

24

3. Penduduk

25

4. Ketenagakerjaan

25

5. Pendidikan

26

6. Kesehatan

27

7. Pertanian

28

8. Transportasi dan Komunikasi

29

B. Berdirinya Kerajaan Barusjahe

30

1. Latar Belakang Berdirinya Barusjahe

30

2. Berdirinya Kerajaan Sibayak Barusjahe

30

3. Kerajaan Barusjahe Sebelum Kedatangan
Kolonialisme Belanda

34

4. Kehidupan Masyarakat Barusjahe sebelum Kedatangan
Kolonialisme Belanda

45

C. Perkembangan Kerajaan Barusjahe Pada Masa
Kolonialisme Belanda

48

1. Intervensi Pemerintah Belanda di Tanah Karo

48

v

2. Kerajaan Barusjahe Dibawah Pemerintah Kolonialisme
Hindia Belanda1907-1942

53

D. Pemerintahan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan
di Tanah Karo

63

E. Terbentuknya Barusjahe Sebagai Ibukota Kecamatan
Pasca Kemerdekaan

65

1. Revolusi Sosial di Tanah Karo

65

2. Berakhirnya Pemerintahan Swapraja
dan Terbentuknya Kecamatan Barusjahe

68

3. Negara Sumatera Timur
dan Pembentukan Distrik Barusjahe

69

4. Barusjahe Kembali Sebagai Ibukota Kecamatan

72

BAB V KESIMPULAN

75

A. Kesimpulan

75

B. Saran

78

DAFTAR PUSTAKA

79

vi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Barusjahe adalah sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Karo,
Sumatera Utara yang merupakan ibukota Kecamatan Barusjahe yang menaungi 19
desa yang meliputi desa Rumamis, Semangat, Sinaman, Talimbaru, Pertumbuken,
Bulan Julu, Bulan Jahe, Sukanalu, Sukajulu, Barusjahe, Serdang, Penampen,
Sarimanis, Tangkidik, Paribun, Sikab, Persadanta, Tanjung Barus dan
Barusjulu.(Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo. Statistik Daerah Kecamatan
Barusjahe.2015).
Barusjahe didirikan oleh orang yang bermerga Barus yang merupakan
merga dari cabang Karo karo yang masuk dalam lima merga bangsa Karo
(Mergasilima). Berdirinya suatu pemukiman di Barusjahe dapat dikaitkan dengan
invasi beberapa suku yang disebut saat ini suku Karo. Invasi yang dilakukan
memiliki motif untuk mempertahankan kehidupanya dengan melintasi tempat
yang jauh untuk mencari makanan dan iklim yang dapat mendukung
kelangsungan kehidupanya. Hidup yang berpindah pindah telah mempengaruhi
pemikiran untuk mencari tempat yang sesuai untuk kehidupanya, yang kemudian
memilih hidup menetap dan mendirikan suatu perkampungan (Kuta)
Seperti halnya pada suku di Indonesia orang Karo sebagian masih hidup di
daerah pedesaan yang kemudian berkembang. Dikalangan orang batak ada
beberapa pengertian yang menyatakan kesatuan teritorial di pedesaan itu ialah:
1

2

huta, kuta, lumban, sosor, bius, pertahian, urung dan pertumpukan. Payung
Bangun dalam Koentjaraningrat (2007:98). Pada orang Karo kesatuan teritorial
ini disebut kesain yang merupakan sekelompok rumah yang memiliki halaman
bersama yang dikepalai oleh merga pendiri kesain yang kemudian akan
berkembang menjadi kuta yang merupakan kelompok dari kesain, yang terdiri dari
penduduk yang memiliki beberapa merga berbeda beda. Sebagai masyarakat yang
berada di dataran tinggi Karo, terbentuknya suatu budaya menjadi panutan bagi
masyarakat Karo dalam berhubungan dengan sang pencipta alam beserta isinya
dan khususnya hubungan antara masyarakat di dalamnya, semua pola hubungan
tersebut tertuang dalam sebuah aturan tidak tertulis yang disebut budaya.
Aspek budaya yang mana menurut Singarimbun dalam Tarigan (1989:3).
merupakan identitas masyrakat karo, disebutkan ada empat identitas meliputi
marga, bahasa, kesenian dan adat istiadat. Merga merupakan identitas turunan
yang didapat dari ayah (Patrilineal). Merga bagi suku Karo merupakan identitas
yang paling utama dan setiap perkenalan dalam masyarakat. Ditiap tiap kuta di
Tanah Karo merga tersebar, bercampur, berdiam, berumah adat, dan mempunyai
hak buatan tanah yaitu sebagai yang merga di tuakan dinamakan bangsa anak
tanah. Perkembangan masyarakat dengan masuknya merga lain yang ditandai
dengan datangnya penduduk dari tempat lain, pernikahan dengan merga lain juga
menyebabkan meluasnya perkembangan di suatu kuta tersebut. Masyarakat yang
saling berinteraksi di lokasi Barusjahe dalam waktu yang lama telah menciptakan
kesatuan dan identitas hingga menciptakan suatu sistem masyarakat.

3

Masyarakat menetap inilah yang menjadi awal mula berdiri suatu
kampung, desa, kota bahkan menjadi suatu negara. Kuta Barusjahe terdapat
personalia pemerintahanya beserta juga rakyatnya. Setiap kampung dipimpin oleh
perbapaan atau penggulu yaitu merga yang mendirikan kuta yang dibantu anak
beru yaitu ipar dari saudara perempuanya pengulu dan senina yaitu sepupu dari
ayah yang diperluas pengertianya saudara yang memilik marga yang sama.
Perkembangan kampung menyebabkan penduduk pindah dan mendirikan gubuk
gubuk yang kemudian nantinya berkembang menjadi kampung yang baru di
sekitar daerah Barusjahe, sehingga pemeritahannya seperti pengulu,anak beru dan
senina sudah ada dikampung tersebut.
Perpindahan penduduk dari kampung induk disebabkan kurangnya areal
perladangan dan perselisihan peperangan antar sesamanya dan mulai banyaknya
pendatang. Inilah awalnya mulanya berdiri kampung kampung lain diluar
Barusjahe, perpindahan penduduk tersebut masih memiliki kesatuan dan memiliki
pertalian saudara dengan kampung induk, kemudian kampung-kampung yang
berdiri tersebut tetap bertahan dengan pengaruh kampung terdahulunya yaitu kuta
Barusjahe. Selanjutnya terbentuklah Urung yaitu federasi kuta yang merupakan
persatuan kuta kuta yang berdiri diluar Barusjahe yang memiliki terikatan dengan
kuta induknya, yang ditandai berdirinya urung si VII kuta berpusat di Barusjahe.
Barusjahe memperkuat pengaruh dan kekuasaanya ke semua kuta yang
terikat dan terjalinlah hubungan antar kampung-kampung. Perluasan wilayah
ditandai dengan bergabungnya urung si VI kuta yang berpusat di Sukanalu yang
dipimpin oleh bermerga sitepu menjadi satu pemerintahan dibawah kekuasan

4

Barusjahe. Bergabungnya urung ini disebabkan oleh peperangan dan diplomasi
yang dilakukan urung Barusjahe dengan urung Sukanalu yang melahirkan daerah
baru yang berbentuk kerajaan yang bernama Kerajaan Sibayak Barusjahe. Pada
tahun 1898, Belanda melakukan intervensi di dataran Tinggi Karo dengan terjadi
beberapa perlawanan di daerah Karo. Tepatnya pada tahun 1907, Barusjahe
menandatangani perjanjian pernyataan pendek disebut Korte Verklaring yang
menandakan Barusjahe takluk kepada Belanda dan mengakui negerinya bagian
dari Hindia Belanda dan melaksanakan perintah yangg diberi pemerintah Hindia
Belanda. Pada tahun sebelumnya 1906 setelah Karo dapat ditaklukkan menandai
Karo berada dalam administrasi Belanda yang tertuang dalam Beslit Gubernemen
tanggal 12-12-1906 no 2.2 diresmikan dataran Tinggi karo.
Tanah Karo dan Simalugun dijadikan dalam satu Afdeling (Kabupaten)
Simalungun en Karolanden dalam Residen Sumatera Timur. Kemudian Barusjahe
dijadikan sebagai Landschape (Swapraja) yang memiliki pemerintahan sendiri
(Zelfbestur) Yaitu kerajaan yang memiliki kekuasaan di wilayahnya disamping
adanya empat swapraja lain yang berkuasa di Onder Afdeling Karolanden.
Kerajaan Barusjahe berakhir pada pasca kemerdekaan, ketika dilakukan
pertemuan raja raja di Sumatera Timur dengan Gubernur Hasan perihal
demokratisasi swapraja, pertemuan itu mempercepat terjadi Revolusi sosial di
Tanah Karo oleh Badan Pejuang Indonesia pada Maret 1946. Berakhirnya
pemerintahan Swapraja kemudian digantikan oleh pemerintahan demokrasi
berdasarkan kedaulatan rakyat, yang dimana Sumatera memiliki struktur
pemerintahan Residen, Kabupaten dan Kecamatan ditandai dengan berdirinya tiga

5

Kewedanaan di Kabupaten Karo yaitu Kewedanaan Karo, Hilir, dan Jahe.
Barusjahe menjadi Kecamatan dibawah Kewedanaaan Karo kemudian beralih
dibawah Kewedanan Tigapanah sesuai surat keputusan residen pada tahun 1947.
Pada akhir November 1947 Belanda mekukan agresi militer di Karo
dengan tujuan merebut kembali Indonesia yang telah merdeka, keberhasilan
Belanda menguasai kembali Sumatera Timur, dibentuklah Negara Sumatra Timur
(NST) buatan Van mook, kemudian Kecamatan Barusjahe dijadikan daerah
distrik yaitu Districthoofd Van Barusjahe. Pada tanggal 27 desember 1949
Konferensi Meja Bundar (KMB) memberikan pemerintahan penuh terhadap RIS
yang diakuinya NST, hingga memunculkan ATR (aksi Tuntutan Rakyat) yaitu
aspirasi pemuda Tanah Karo untuk bergabung dengan Negara Republik Indonesia
dan Membubarkan NST. Aspirasi kemudian terpenuhi setelah kembalinya
Indonesia ke Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan UUDS 1950,
dengan terbentuknya NKRI, Pemerintahan membentuk kembali Kabupaten Tanah
Karo yang terdiri dari dua Kewedanaan, Wedana Selatan dan Utara. Barusjahe
masuk dalam Kewedanaan utara yang dipimpin seorang Camat, Babo Sitepu.
Kembalinya Barusjahe menjadi daerah Kecamatan ketika dibentuknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang bertahan hingga sampai saat ini
sebagai pusat administrasi Pemerintahan Kecamatan Barusjahe. Oleh karena itu,
kecamatan Barusjahe memiliki sejarah yang panjang sejalan dengan sejarah di
Karo dari awal berdirinya hingga terbentuknya menjadi salah satu Kecamatan di
Tanah Karo. Maka Peneliti tertarik untuk menelitinya dengan judul ” Sejarah
Terbentuknya Kota Barusjahe”

6

1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dapat diidentifikasi
sebagai berikut :
1.

Latar belakang berdirinya kerajaan Barusjahe yang menjadi embrio kota
Barusjahe

2.

Perkembangan Kerajaan Barusjahe pada masa kolonialisme Belanda

3.

Proses terbentuknya Barusjahe sebagai ibukota Kecamatan Pasca
Kemerdekaan

1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka yang menjadi rumusan
masalah ini adalah:
1.

Bagaimana latar belakang berdirinya kerajaan Barusjahe yang menjadi
embrio kota Barusjahe

2.

Bagaimana perkembangan kerajaan Barusjahe pada masa kolonialisme
Belanda.

3.

Bagaimana proses terbentuknya Barusjahe sebagai ibukota Kecamatan
pasca kemerdekaan

7

1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang dilakukan ialah sebagai berikut:
1.

Untuk mengetahui latar belakang berdirinya Kerajaan Barusjahe yang
menjadi embrio kota Barusjahe

2.

Untuk mengetahui perkembangan kerajaan Barusjahe pada masa
kolonialisme Belanda

3.

Untuk mengetahui proses terbentuknya Barusjahe sebagai ibukota
Kecamatan pasca kemerdekaan

1.5. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagaimana dicantumkan dibawah ini :
1.

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada pembaca
terutama penduduk di Kecamatan Barusjahe

2.

Sebagai menambah pengetahuan bagi peneliti dan pembaca tentang
Sejarah Terbentuknya Kota Barusjahe

3.

Sebagai bahan masukan yang dijadikan sumber informasi yang ingin
meneliti tentang Sejarah Terbentuknya Kota Barusjahe

4.

Sebagai pengembangan ilmu bagi peneliti sendiri dalam rangka
pengembangan selanjutnya

5.

Sebagai penambah pebendaharaan Perpustakaan UNIMED. khususnya di
lingkungan Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Pendidikan Sejarah UNIMED.

75

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1.

Berdirinya pemukiman di Barusjahe dimulai dari invasi kelompok yang
tersingkir dan mendirikan perkampungan di Dataran Tinggi.

2. Barusjahe didirikan oleh bermerga Barus yang kemudian berkembang dan
memunculkan kesain dan kuta di luar Barusjahe. Hubungan yang
terjadinya antar kuta kuta yang berdiri dengan kuta induk menciptakan
kesatuan yaitu suatu federasi kuta yaitu Urung si VII kuta yang berpusat di
Barusjahe.
3. Perkembangan Barusjahe ditandai dengan bergabungnya Urung si VI kuta
di Sukanalu dengan Urung si VII Kuta di Barusjahe yang membentuk
suatu kesatuan wilayah dan hukum dibawah Kerajaan Sibayak Barusjahe .
4. Takluknya kerajaan Haru oleh Aceh, memperluas pengaruh Aceh ke
dataran tinggi Karo, kemudian mengangkat Kerajaaan Berempat di dataran
tinggi Karo, diantaranya Kerajaan Sibayak Barusjahe.
5. Pada masa sebelum kedatangan Belanda,

putra dari Raja Barusjahe

banyak yang keluar, kemudian mendirikan dusun di dataran rendah. Raja
dan penduduk juga sudah melakukan kontak dengan dataran rendah
terutama kontak perdagangan.
6. Penetrasi yang dilakukan Belanda di dataran tinggi memunculkan
perlawanan dari Raja Setempat yang dikenal sebagai Perang Urung, yang

76

ditandai dengan menyerahnya Raja Berempat melalui Korte Velklaring
1907.
7.

Penataan Administrasi dilakukan pemerintah Belanda dengan membentuk
Afdelling Simalungun en Karolanden, kemudian Kerajaan Barusjahe
menjadi wilayah Swapraja (Landschape) yang memiliki pemerintah sendri
(Zelf Bestur)

8.

Pemerintah Hindia Belanda, menerapkan sistem yang mengeksploitasi
masyarakat Karo seperti Kerja Paksa, Pengutipan Pajak hinga Denda

9. Pembangunan dilakukan Pemerintah Hindia Belanda di Onder Afdelling
Karolanden seperti pembangunan akses jalan, pembangunan Ekonomi
melalui Dorpbanken Bank, sistem pengadilan melalui Raja Berempat
10. Sistem

Pemerintahan

dan

Administrasi

di

dataran

Tinggi

karo

menciptakan suatu administrasi yaitu Onder Afdelling Karolanden yang
terbagi dari Landschape menjadi embrio terbentuknya Kabupaten Tanah
Karo dan Kecamatan- Kecamatan di Karo.
11. Pada masa pendudukan Jepang, sistem Pemerintahan terkosentrasi bidang
militer dengan membentuk tentara tentara tanah air, kekalahan Jepang
dalam Perang Dunia II, dimanfaatkan Pemuda dalam memproklamasikan
kemerdekaan di Tanah Karo
12. Pasca kemerdekaan Indonesia, terjadi gerakan mendemokratisasi Kerajaan
di Tanah Karo yang dinamakan Revolusi Sosial Maret 1946.

77

13. 1 Mei 1946, demokratisasi diwujudkan, Karo terbagi atas tiga kewedanaan
yaitu kewedanaan Karo, Karo Hilir dan Karo Jahe dimana terbentuk
Kecamatan Barusjahe dari 5 Kecamatan dalam Kewedanaan Karo.
14. Agresi Militer Belanda berhasil menguasai Sumatera Timur yang
berbuntut didirikanya NST (Negara Sumatera Timur) pada 8 Oktober 1947
oleh Belanda, pemerintahan di Karo kemudian dipimpin oleh Luhak dan
mengubah Kecamatan Barusjahe menjadi Districhhooft van Barusjahe
15. 4 April 1949, dibentuk PPMK, untuk melawan Pemerintah NST.
16. 27 Desember 1949 terbentuk Negara Republik Indonesia Serikat yang
merugikan pihak pejuang dimana dalam konstitusi RIS seluruh Sumatera
Timur termasuk bagian NST bukan RI..
17. Aspirasi aspirasi penolakan terhadap negara NST yang tersebar di daerah
negara RIS terpenuhi setelah kembalinya Indonesia ke Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan UUDS 1950,
18. Pemerintahan Kabupaten Tanah Karo dibentuk kembali, yang terdiri dari
dua Kewedanaan, yaitu Wedana Selatan yang dipimpin Matang sitepu
yang membawahi lima Kecamatan dan Wedana utara yang dipimpin
Kendal Keliat yang membawahi lima kecamatan yang diantaranya
Kecamatan Barusjahe yang masuk dalam kewedanaan utara.

78

B. Saran
Selama melakukan penelitian dan penulisan mengenai skripsi ini, Literatur
literatur yang dibutuhkan mengenai Barusjahe kurang memadai, permasalahan
yang dialami peneliti dalam melakukan wawancara dengan tokoh tokoh yang ada
di Kecamatan Barusjahe didapatkan beberapa Subyektifitas narasumber.
Permasalahan ini dapat diatasi dengan langkah langkah yang dilakukan lembaga
lembaga pemerintahan yang berkaitan dengan menyediakan data mengenai
Sejarah di Tanah Karo. Seperti saat ini media internet begitu mengglobal,
disarankan Pemerintah Kabupaten Karo menyediakan sumber sumber data yang
lebih valid melalui Web Pemerintah mengenai Sejarah di Tanah Karo, agar
kedepanya diharapkan penelitian penelitian mengenai Tanah Karo benar benar
Objektif dan menjadi sumber yang relevan.
Apresiasi juga dapat diberikan kepada pemuda pemuda Barusjahe dalam
memperhatikan daerahya, dimana saat ini sudah di mulai muncul sebuah Visi
membangun Barusjahe dengan langkah mendirikan Barusjahe 1000 bunga, dan
beberapa langkah lain seperti menjaga Cagar Budaya diantaranya situs Rumah
Sibayak Barusjahe dan Objek objek lainya.
Semua penduduk Kecamatan Barusjahe khususnya berharap program ini
dapat terus berjalan dengan semestinya dan sekali lagi diharapkan dukungan dan
kerjasama Pemerintah Kabupaten Karo dan Pemerintah Daerah setempat, untuk
untuk meningkatkan Potensi potensi daerah di Barusjahe baik itu potensi
pertanian, industri, pendidikan, wisata, kesehatan dan potensi lainya.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo. 2015. Statistik Daerah Kecamatan
Barusjahe
Barus,S.M. 1997. Barus Mergana. Kabanjahe : Penerbit Toko S. Barus
Bukit,M. 1994. Sejarah Kerajaan dan Adat Istiadat Karo Hasil Kongres 1965.
Kabanjahe : Penerbit Toko Bukit
Daldjoeni. 1992. Seluk Beluk Masyrakat Kota. Bandung : Penerbit Alumni
Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Medan. 2013. Buku Pedoman Penulisan
Skripi dan Proposal Penelitian Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Sejarah. FIS . UNIMED
Karo-Karo Liasta dan Bangun Teridah. 2002. Tanah Karo Simalem Bunga
Rampai. Jakarta : Yayasan Mburo Ate Tedeh
Kochar, S.K. 2008. Teaching Of History. Jakarta : Grasindo
Koentjaraningrat. 2007. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta :
Penerbit Djambatan
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya
Kuntowijoyo. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Pustaka
Luckman Sinar,T. 2006. Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera
Timur. Medan : Yayasan Kesultanan Serdang
Loeb, M.Edwin. 2013. Sumatra Sejarah dan Masyarakatnya. Yogyakarta :
79

Obor Indonesia
Mirsa, Rinaldi. 2012. Elemen Tata Ruang Kota. Yogyakarta : Graha Ilmu
Perret, Daniel. 2010. Kolonialisme dan Etnisitas: Batak dan Melayu di Sumatera
Timur Laut. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia
Purnawarman, Basundoro. 2012. Pengantar Sejarah Kota. Yogyakarta :
Penerbit Ombak
Reid, Anthony. 2011. Menuju Sejarah Sumatera. Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia
Sjamsudin, Helius. 2007. Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta :
Penerbit Ombak
Singarimbun, Masri. 1992. Garamata Perjuanganya Melawan Penjajahan
Belanda.Jakarta: Balai Pustaka
Tarigan, Sarjani. 2014. Sekilas Sejarah Pemerintahan Karo Simalem. Medan :
SI BNB-BABKI

Sumber Internet
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22676/4/Chapter%20II.pdf
diunduh pada tanggal 20 April 2016 pukul 14: 20 wib
http://karokab.bps.go.id/backend/pdf_publikasi/Barusjahe-Dalam-Angka
2015.pdf diunduh pada tanggal 20 April 2016 pukul 15: 00 wib

80