Asal Mula kota Terbentuknya Negara

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masyarakat merupakan kumpulan individu atau manusia yang saling
berinteraksi dan hidup serta memiliki tujuan yang sama. Guna mewujudkan
keinginan mereka masyarakat membentuk suatu aturan serta wadah yang
lebih besar lagi untuk menampung dan merealisasikan cita – cita serta
keinginan untuk hidup sejahtera dan damai, sehingga terbentuklah suatu
negara. Bagaimanakah asal mula negara itu terbentuk? Dalam pembahasan
pada makalah ini akan dibahas teori – teori asal mula terbentuknya negara.

1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah diantaranya,
 Siapahkah pemikir atau tokoh – tokoh yang memberikan kontribusi
atau ulasan mengenai teori – teori asal mula negara.
 Apakah yang memperkuat teori dari pemikir – pemikir tersebut.
 Mengapa teori yang diutarakan pemikir atau tokoh dapat luntur.
 Apa sebab teori yang diutarakan pemikir tersebut dapat ditentang.

1.3. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari makalah ini antara lain,

 Menjelaskan teori asal mula negara
 Memberikan pemahaman dari tokoh atau pemikir mengenai asal
mula negara
Adapun manfaat dari makalah ini antara lain,
 Peserta mampu memahami dan mengetahui asal mula negara melalui
teori – teori yang diutarakan para pemikir pada zamannnya masing –
masing.

1

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Teori Hukum Abad ke XVII
Ajaran hukum alam memberikan suatu dasar baru bagi tinjauan mengenai
pemikiran tentang negara dan hukum, yang didalam sejarah pemikiran
tentang negara dan hukum mempunyai kedudukan tersendiri dan penting,
serta mempunyai akibat – akibat yang lebih jauh bagi perkembangan
ketatanegaraan.
Pada abad ini pemikiran – pemikiran itu hanya bersifat menerima dan

menerangkan (konstruktif). Hal itu dikarenakan orang – orang pada jaman
itu hanya menerima saja keadaan pada saat itu karena hal itu dianggap
benar dan wajar. Beberapa pemikir dalam abad ini memberikan kontribusi
dari pemikirannya mengenai hukum dan negara pada segi pendapat serta
teori.
2.1.1. GROTIUS (HUGO DE GROOT) (1583 – 1645)
Grotius penah tinggal di negeri Belanda dan pernah
mengadakan perjalanan ke Oldaberneveld Prancis 1619. Grotius
dijatuhi

hukuman

seumur

hidup

karena

menganut


kaum

Remonstran. Akan tetapi Grotius dapat melarikan diri pada 1621.
dalam penjara tersebut dia mulai menulis karangan terkenalnya De
jure Belliacpacis (hukum perang dan hukum damai) yang
kemudian dipersembahkannya kepada Pangeran Louis XIII.
Beliau merupakan penganut aliran Aristoteles yang bahwa
berati manusia merupakan makhluk sosial, sehingga manusia
selalu timbul rasa atau hasrat ingin bermasyarakat. Namun manusia

2

juga memiliki akal / rasio dan selalu ingin menyingkirkan
kepentingan - kepentingan umum.
Dalam percariannya mengenai terbentuknya negara, beliau
mengulas teori – teori dari hukum perang dan hukum damai. Ia
menyimpulkan bahwa negara yang satu dengan negara yang
lainnya itu saling terikat dan saling menghormati hukum negara
lain pengikatnya adalah hukum alam.
Menurut Grotius hukum alam itu berasal dari rasio / akal yang

terletak pada sanubari manusia (norma) yang tidak pernah salah.
[Soehino;2005;96].
Karena manusia itu adalah makhluk sosial, sehingga
munculah hasrat untuk bermasyarakat, sehingga terbentuklah
masyarakat. Masyarakat yang memiliki rasio atau akal tersebut
menginginkan keadilan dan keamanan umum. Tugas tersebut
diserahkan

kepada

Raja

dalam

suatu

perjanjian.

Mengapa manusia itu mematuhi perjanjian? Sebabnya ialah hal itu
baik dan benar menurut rasio.

2.1.2. THOMAS HOBBES (1588 – 1679)
Thomas Hobbes adalah ahli pemikir besar tentang negara
dan hukum dari Inggris. Beliau hidup dalam masa sistem
pemerintahan absolut dibawah kekuasaan Charles I dan Charles II
di Inggris.
Pada pendapatnya Thomas Hobbes menyatakan bahwa
pada mulanya manusia itu bersifat alamiah / in abstracto sebelum
adanya negara, menurut Hobbes kesenangan manusia adalah untuk
menguasai sesuatu. Akibatnya manusia itu menyerang manusia lain
sampai – sampai membunuh orang tersebut. Homo Homini Lupus
yang berarti manusia yang satu bagaikan serigala bagai manusia
lainnya.

3

Sebab dari hal tersebut karena manusia memiliki sifat yaitu :
Competitio
: Bersaing untuk mendapatkan keinginannya.
Defentio
: Mempertahankan kepentingan dan keinginannya.

Gloria
: Keinginan mencapai kejayaan atau kebahagiaan.
[Soehino;2005;99]
Manusia / orang mengadakan perjanjian perdamaian untuk
terciptanya perdamaian dari ketiga sifat tersebut. Perjanjian itu
bersifat langsung, artinya orang –orang yang menyelenggarakan
perjanjian itu langsung menyerahkan / melepaskan haknya atau
kemerdekaannya kepada Raja. Jadi tidak melalui masyarakat dan
Raja berada diluar perjanjian dan mempunyai sifat yang absolut.
Oleh karena itu Raja sebagai pihak penengah atas perjanjian tadi
berhak melakukan apa saja untuk kebaikan bahkan boleh
membunuh orang jika itu untuk terciptanya sebuah perdamaian.
2.1.3. BENEDICTUS DE SPINOZH (1632 – 1677)
Benedictus de Spinoza adalah seorang sarjana Belanda.
Dalam bukunya menurut Benedictus de Spinoza

negara dan

hukum yang terpenting adalah etika yang disusun geometris dan
traktat teologis politik.[Soehino;2005;104]

Menurutnya hukum alam itu bukan suatu sollen akan tetapi adalah
sein. Jadi dia tidak mengatakan bagaimana manusia itu seharusnya
akan tetapi yang dinyatakannya bagaimana orang itu dalam
keadaan alam yang sewajarnya.
Itu sama saja dengan bagaimana manusia itu dari dalam keadaan
alamiah lalu berubah menjadi manusia yang hidup dalam keadaan
bernegara yang penuh dengan peraturan. Manusia itu baik pada
alamiyah maupun negara, perbuatannya tidak semata – mata karena
rasio namun juga karena nafsu. Maka jika perbuatannya hanya
berdasarkan rasio, maka manusia tidaklah puas, begitu pula
sebaliknya jika hanya berdasarkan pada nafsu maka manusia tidak
terpenuhi kebahagiannya. Dalam hal inilah yang memberi corak

4

dalam

perbuatan

manusia.[Soehino;2005;104].


Karena

ketidakpuasan manusia itu, manusia membuat sebuah negara yang
terikat oleh peraturan – peraturan demi perdamaian umum.
Sebagai lembaga penyelenggara perdamaian maka setiap warga
negara harus mentaati peraturan dan perundang – undangan
meskipun undang – undang itu merugikan. Sehingga kekuatan
negara adalah mutlak terhadap warga negaranya.
Bentuk negara yang dipilih Spinoza adalah Aristokrasi, yaitu
pemerintahan yang diperintah oleh beberapa orang. Ini lebih baik
daripada Monarki yang hanya dipimpin oleh satu orang yang selalu
dipenuhi oleh kepentingan pribadi dan selalu turun – temurun.
Pemikirannya belum sampai pada demokrasi karena sebelum itu
dia telah meninggal.
2.1.4. JOHN LOCKE (1632 – 1704)
John Locke adalah ahli pemikir besar tentang negara dan
hukum dari

Inggris. Beliau hidup di bawah kekuasaan


pemerintahan Willem III, yang sifat pemerintahannya monarki dan
agak terbatas. Menurut John Locke Hukum Alam yaitu mendasar
pada keadaan manusia dalam keadaan bebas manusia /alamiyah
(inabstracto) namun dalam keadaan tersebut telah ada perdamaian
dan akal pikiran seperti pula dalam negara.
Dalam keadaan bebas tersebut manusia sudah memiliki hak – hak
alamiah yaitu yang telah dimiliki secara pribadi. Hak – hak itu
adalah :
1. Hak akan hidup.
2. Hak kebebasan / kemerdekaan.
3. Hak akan milik, hak akan memeiliki sesuatu.
[Soehino;2005;107-108]
Tapi dalam keadaan alam bebas itu hak – hak asasi manusia
tadi tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena manusia itu
selalu diliputi oleh keinginan untuk membela kepentingan diri
sendiri. Sehingga dalam keadaan alam bebas itu tidak ada
kepasrian

hukum,


jadi

ketertiban

umum

tidak

dapat

5

dilaksanakan.Ini sudah menjadi sifat dan watak dari manusia
sehingga, dan tidak ada seorangpun yang dapat melepaskan diri
dari hal – hal tersebut.
Maka untuk menjamin terlaksananya hak – hak tersebut
dengan baik, manusia menyelenggarakan perjanjian masyarakat
untuk membentuk masyarakat, dan selanjutnya negara. Dalam
perjanjian tersebut orang – orang menyerahkan hak – hak dan

alamiahnya kepada seseorang penguasa. Dan kepada penguasa ini
kemudian diberikan wewenang untuk menjaga dan menjamin
terlaksananya hak –hak asasi tersebut. Tetapi dalam menjalankan
tugasnya, kekuasaan penguasa adalah terbatas, yang membatasi
kekuasaan adalah hak – hak asasi tersebut. Artinya dalam
menjalankan kekuasaannya itu penguasa tidak boleh melanggar
hak –hak asasi.
Tujuan dan tugas negara menurut John Locke adalah sebagai
berikut,

Tujuan Negara
Menjamin dan terlaksananya hak –hak asasi manusia

Tugas negara
Melaksanakan hukum alam dan pembuatan dan isi
peraturan –peraturan harus juga berdasarkan pada hukum
–hukum alam.
Tetapi sementara itu teori tentang hukum alam terus
berkembang dikalangan para ahli pemikir besar tentang negara dan
hukum, dan akan mencapai puncaknya pada ajaran Immanuel Kant.
Karena perkembangan itulah maka hukum alam serta pemikiran
tentang negara dan hukum pada abad ke XVIII akan mendapat sifat
yang sama sekali berbeda dengan pada abad ke XVII.

2.2. Teori Hukum Alam Abad ke XVIII
Pemikiran – pemikiran yang ada pada abad ke XVIII lebih diulas lebih
dalam dan lebih mengutamakan / mendasarkan rasio. Teori yang mula
samar

–samar

kini

menjadi

lebih

konkrit

dengan

rasio.

6

Dari pemikiran dari abad ke XVII yang bersifat menerima dan
menerangkan, pada abad ini menjadi memberikan penilaian atau menilai.
2.2.1. FREDERIK YANG AGUNG (1712 – 1786)
Beliau adalah seorang Raja Prusia. Di dalam bukunya yang
berjudul Antimachiavelli, Beliau sangat menentang ajaran – ajaran
dari Nicolo Machiavelli karena dianggap bahwa teori Machiavelli
itu Beranggapan bahwa semua orang itu jahat dan selalu ingin
memenuhi hasrat nafsunya. Raja Frederik membantah teori
tersebut, sehingga semua buku yang ditulisnya membantah
pendapat Nicolo Machivelli. Perbedaan tersebut terjadi karena
perbedaan situasi yang ditinggali Machivelli di negara Italia yang
pada saat itu terjadi kerusuhan, sedangkan kehidupan di Prusia
yang tentram kehidupannya.
2.2.2. MONTESQUIEU (1688 – 1755)
Montesquieu adalah seorang ahli pemikir besar yang
pertama di antara ahli – ahli pemikir tentang negara dan hukum dari
Perancis. Nama aslinya adalah Charles Secondat, Baron de Labrede
et de Montesquieu. Beliau Menggagaskan pembagian kekuasaan yang
disebut Trias Politika :

1. Kekuasaan perundang – undangan, legislatif.
2. Kekuasaan melaksanankan pemerintahan, eksekutif.
3. Kekuasaan kehakiman, yudikatif. [Soehino;2005;117]
Pembagian tersebut diutarakan guna menghilangkan
kegiatan sewenang – wenang yang dipegang oleh satu orang dengan
tujuan juga untuk kemerdekaan politik.
2.2.3. JEAN JAQUES ROUSSEAU (1712 – 1778)
Jean Jaques Rousseau adalah seorang ahli pemikir besar
dari Swiss. Ajarannya mengenai negara dan hukum ditulis dalam
buku – bukunya : Discours sur 1 inegalite parmi les hommes
(Tinjauan – tinjauan tentang ketidaksamaan antara orang – orang).

7

Lettres ecrites de la Montagne (Surat – surat yang ditulis di gunung
– gunung). Dan bukunya yang sangat terkenal diseruh dunia yaitu
Contrat Social (Perjanjian Sosial).
Rousseau didalam ajaran filsafatnya memasukkan unsur
perasaan sedang pada jaman sebelumnya belum dan hanya disusun
secara abstrak – rasional. Beliau menganggap bahwa manusia yang
asalnya baik, dan itu telah dirusak oleh peradaban karena ia selalu
menganjurkan hal – hal yang baik.
Beliau lebih menekankan pada bagaimanakah terjadinya
negara itu / bagaimana manusia yang dalam keadaan alamiah
menjadi hidup dalam negara yang penuh dengan peraturan.
Pokok dari sebuah perjanjian masyarakat yaitu untuk
menemukan suatu bentuk kesatuan, yang membela dan melindungi
kekuasaan bersama disamping kekuasaan pribadi dan milik dari
setiap orang, oleh karena itu semuanya dapat bersatu, namun
masing – masing orang tetap mematuhi dirinya sendiri, sehingga
orang

tetap

merdeka

dan

bebas

seperti

sedia

kala.

[Soehino;2005;119]. Rousseau tidak mengenal adanya hak – hak
alamiah, atau hak – hak dasar, atau hak – hak asasi.
Dengan diselenggarakannya perjanjian masyarakat itu,
berarti semua orang melepaskan dan menyerahkan semua haknya
kepada Raja, sehingga terbentuklah negara. Namun Beliau juga
mengatakan bahwa kekuasaan Raja hanyalah sebuah kekuasaan
yang diwakilkan saja, bukan kekuasaan asli. Jadi Raja bukanlah
pemilik kekuasaan. Dan kekuasaan tertinggi tetaplah kepada rakyat
yang menyelenggarakan perjanjian (Kedaulatan Rakyat).
Dalam pemerintahannya Raja tidak boleh sendiri, namun
harus disertai dengan badan – badan yang fungsinya menampung
dan

menyalurkan

aspirasi

dari

rakyat.

Perundang – undanganpun harus dibuat berdasarkan aspirasi dan
persetujuan guna mewujudkan perdamaian serta terciptanya cita –
cita masyarakat. Pembagian bentuk – bentuk negara menurut
Rousseau adalah sebagai berikut :
8

 Monarki
Apabila Kekuasaan negara atau kekuasaan pemerintahan itu
ada pada seorang raja sebagai wakil dari rakyat.
 Aristokrasi
Apabila kekuasaan negara atau kekuasaan pemerintahan itu
ada pada tangan dua orang atau mungkin lebih, dan mereka itu
baik sifatnya.
 Demokrasi
Apabila kekuasaan negara atau kekuasaan pemerintahan
dipegang itu ada pada rakyat yang juga baik sifat – sifatnya.
[Soehino;2005;125]
.
2.2.4. IMMANUEL KANT (1724 – 1804)
Immanuel Kant adalah seorang Nasionalis serta seorang
guru besar di Prusia. Pemikirannya mengenai negara dan hukum
ditulisnya di sebuah buku, yaitu Metaphysische Anfangsgrunde der
Rechtslehre (asas – asas metafysis dari ilmu hukum).
Berdasarkan pendapat – pendapat sebelumnya Imanuael Kant
mengakui bahwa negara terbentuk karena terjadinya perjanjian dan
dibuatlah undang –undang, namun Beliau menambahkan bahwa
kepercayaan (Agama) juga penting dalam negara dan dapat
menjadi dasar diamping rasio itu sendiri. Sebagaimana Soehino
mengutip dari Ibid halaman 212 bahwakarena ada di dalam ajaran
filsafatnya Immanuel Kant menentukan batas – batas daripada
kemampuan berpikirnya manusia dan menyatakan bahwa ada alam
yang tidak dapat ditembus oleh rasio manusia, yaitu alam
kepercayaan. Karena itulah Immanuel Kant memberikan tempat
lagi untuk agama atau kepercayaan dalam pemikiran manusia atau
rasio.
Beliau juga berpendapat bahwa undang – undang yang
dibuat pada sebuah negara harus juga dihormati dan dipatuhi oleh

9

negara lain serta tidak boleh diganggu gugat. Semua itu demi
terwujudnya hak –hak asasi warga negara.
Perju juga adanya badan –badan perwakilan bagi warga
negara dan juga partai – partai politik sebagai representatif / wakil
bagi rakyat dihadapan pemerintahan.

2.3.

JAMAN BERKEMBANGNYA TEORI KEKUASAAN
2.3.1

F. OPPENHEIMER

Sebagai

contoh

daripada

ajaran

teori

kekuatan

ini

misalnya

F.Oppenheimer, bukunya Die Sache, Mengatakan bahwa negara itu adalah
merupakan suatu alat dari golongan yang kuat untuk melaksanakan suatu
tertib masyarakat, yang oleh golongan yang kuat tadi dilaksanakan kepada
golongan yang lemah,dengan maksud untuk menyusun dan membela
kekuasaan dari golongan yang kuat tadi, terhadap orang-orang baik dari
dalam maupun dari luar, terutama dalam sistem ekonomi. Sedangkan tujuan
terakhir dari semuanya ini adalah penghisapan ekonomi terhadap golongan
yang lemah tadi oleh golongan yang kuat.
2.3.2

KARL MARX

Sedangkan menurut Karl Marx negara itu adalah merupakan penjelmaan
dari pada pertentangan-pertentangan kekuatan ekonomi. Negara dipergunakan
sebagai alat dari mereka yang kuat untuk menindas golongan-golongan yang
lemah ekonominya. Yang dimaksud dengan orang yang kuat atau golongan
yang kuar disini adalah mereka yang memiliki alat-alat produksi. Negara
menurut Marx akan lenyap dengan sendirinya kalau didalam masyarakat itu
sudah tidak terdapat lagi perbedaan-perbedaan kelas dan pertentanganpertentangan ekonomi.

10

2.3.3. H.J LASKI
Penganut teori kekuatan lainnya adalah Harold J. Laski, bukunya The
State in Theory and Practice. Juga, Pengantar Ilmu Politik. Dia berpendapat
bahwa negara itu adalah merupakan suatu alat pemaksa, atu Dwang
Organizatie, untuk melaksanakan dan melangsungkan suatu jenis sistem
produksi yang stabil, dan pelaksanaan sistem produksi ini semata-mata akann
menguntungkan golongan yang kuat, yang berkuasa.1
Artinya, kalau misalnya penguasa itu dari alian kapitalisme, maka
organisasi negaa itu tadi selalu akan dipergunakan oleh penguasa untuk
melangsungkan sistem ekonomi kapitalis. Sedangkan kalau penguaasa itu dari
aliran sosialisme, maka organisasi negara itu akan dipergunkan oleh penguasa
tersebut untuk melangsungkan sistem produksi menurut ajaran sosialisme.
Jadi teranglah bahwa negara itu hanya sebagai alat dari yang kuat, yang
berkuasa, untuk melaksanakan kepentingannya.
H.J . Laski selanjutnya mengatakan bahwa tidak dapat diragu-ragukan
lahi, bahwa alasan-alasan yang menentukan arah orang pemerintahan itu
bertingak, telalu berbelit-belit untuk dapat diterangkan dengan saru cara saja,
tidak ada satu sebab yang dapat menyampingkan sebab-sebab yang lainnya
dengan bulat-bulat. Namun dapat juga kita jadikan sebagai patokan umum,
bahwa pada umumnya sifat masing-masing negata itu tergantung pada sistem
ekonomi yang berlaju didalam lingkungan masyarakat yang dikuasai oleh
negara itu. Tiap-tiap sistem kemasyarakatan pada hakekatnya adalah satu
perjuangan merebut puncak kekuasaan ekonomi, karena orang-orang yang
memegang kekuasaan, bergantung pada besar-kecilnya kekuasaan yang
dipegangnya itu, dapat melakukan kemaunnya itu. Dengan demikian hukum
itu menjadi sistem dari perhubungan-perhubungan yang merumuskan
kemauannya didalam bentuk undang-undang. Oleh karena itulah, cara
pembagian kekuasaan ekonomi pada suatu tempat dan waktu tertentu, akan
menentukan bentuk corak peraturan-peraturan hukum yang berlaku di tempat
dan waktu itu. Dalam keadaan yang demikian itu, negara mewuhudkan
keinginan-keinginan dadri orang yang menguasai susunan ekonomi. Tata

11

hukuman itu adalah suatu topeng, yang di belakangnya suatu kepentingan
yang pertama-tama bersifat ekonomi dapat menjamin bagi dirinya
keuntungan dari kekuasaan politik. Dalam tindakan-tindakannya negara itu
tidaklah dengan sengaja mencari keadilan dan kemangaatan bagi umum,
melainkan kepentingan(dalam arti kata yang seluas-luasnya) dari pada
golongna berkuasa dalam masyarakat.
2.3.4. LEON DUGUIT
Dalam bukunya Traite de Dorit Cinstiutionel,Dia tidak mengakui adanya
hak subyektif atau kekuasaan, juga menolak ajaran yang mengatakan bahwa
negara dan kekuasaan itu adanya atas kegendak Tuhan, ditolaknya juga ajaran
perjanjuannya, yang benar dan kebenaran itu bersifat mutlak, adalah bahwa
les plu forts, orang yang paling kuat, memaksakan kemauanya kepada orang
lain yang dianggapna lemah.
Tiga teori yang menerangkan asal mula negara, hakekat negara,
kekuasaan serta penguasa. Ketiga teori itu ialah: teori teokrasi, teori hukum
alam dan teori kekuatan atau kekuasaan.Disebut juga teori-teori klasiktradisional. Karena ajaran dari teori-teori tersebut adanya sudah sejak jaman
dahulu kala, dan hingga sekarnag masiih tetap dipelajari.Sebagai kesimpulan
adalah bahwa ajaran-ajaran dari ketiga

teori tersebut tidak memberikan

kepuasan. Kemudian timbullah reaksi-reaksi terhadap ajaran-ajaran dari
ketiga teori tersebut yaitu sikap yang tidak menyetujui adanya usaha untuk
menyelidiki asal mula negara dan hakekat historis dari pada negara. Mereka
mengatakan bahwa seharusnya kita menerima saja negara itu sebagaimana
adanya sebagai suatu kenyataan.
Ajaran-ajaran dari ketiga teori klasik tradisional itu tidak memberikan
kepuasan.Disebabkan karena masing-masing teori tersebut ada keberatankeberatan yang bersifat sedemikian rupa sehingga dapat menggagalkan
usahanya.
Keberatan terhadap teori teokrasi adalah bahwa pandangan atau ajaran
teori teokrasi itu pada akhirnya hanya akan berdasarkan kepercayaan. Karna

12

yang bersifat kepercayaan itu sukar dianalisa lebih lanjut menurut atau
berdasarkan rasio. Teori ini tidak dapat memberikan penjelasan,mana dari dua
kekuasaan iru yang berasal dari tuhan.
Keberata terhadap teori hukum alam adalah bahwa teori hukum alam itu
sifatnya sangat hipotetis, kurang empiris, sering menimbulkan kesimpulan
berlainan, malahan dari hipotesa yang sama bila dari pdanya itu ada
perubahan sedikit saja sudah menimbulkan kesimpulan yang sangat berbeda.
Keberatan terhadap tori kekuatan adalah bahwa teori ini berpokok
pangkal pada manusia inabstracto yaitu manusia sebelum terbentuknya
negara, dan menganggap bahwa manusia itu semula jahat dan lemah, serta
tidak ada pertimbangan lain untuk bergerak selain pertimbangan ekonomis,
nyatanya

manusia

mempertimbangkan

politik,

kebudayaan,

kepercayaan.Teori ini beranggapan bahwa yang betuk itu hanya negara
sendiri, dan negara lah yang berdaulat.
Tetapi kekuatan dalam bentuknya yang modern nampak dalam ajaran
teori kedaulatan negara. Dalam perkembangan selanjutnya akan nampak
bahawa kedaulatan itu tidak ada pada negara tetapi yang berdaulat adalah
hukum. Maka timbul teori kedaulatan hukum.
2.4. TEORI POSITIVISME
Kegagalan para ahli pemikir tenang negara dan hukum dalam menyelidiki
dan menerangkan asal mula negara , hakekat negara , serta kekuasaan
negara , menimbulkan sikap skeptic terhadap negara. Sehingga orang
cenderung

malas

mempelajari

dasar-dasar

negara

yang

pokok.

Kecenderungan timbul untuk hanya membatasi diri kepada pelajaran
hukum positif, selain karena hukum positif ini telah terdapat pada
kebanyakan negara, juga karena hukum positif ini mudah dipelajari. Hal
ini akan lebih memberikan pegangan yang kuat, karena bukankah dari
undang-undang dasar serta undang-undang organiknya dapat dibaca dan
dipelajari.

13

2.4.1. HANS KESLEN
Teori positivisme menyatakan bahwa tak usah mempersoalkan asal mula
negara, sifat serta hakekat negara dan sebagainya, karena kita tidak
mengalami sendiri. Jadi tanpa menyinggung-nyinggungtentang asal mula
negara, sifat serta hakekat negara. Kalau sekarang timbul atau ada negara
itu bukanlan merupakan suatu kelahiran yang asli, tetapi hanya merupakan
kelahiran kembali suatu negara yang ada pada jaman dahulu. Maka aliran
positivism menyatakan, kalau kita akan membicarakan negarakatakanlah
negara itu sebagaimana adanya. Tokoh dari aliran ini adalah Hans Kelsen.
Hans kelsen adalah seorang ahli pemikir besar tentang negara dan hukum
dari Austria yang kemudian menjadi warga negara Amerika. Bukunya
antara lain, Allegemeine Staatslehte, terbit pada tahun 1925, dan Der
soziologische und der juristische staatsbegriff terbit pada tahun 1922. Ia
mendirikan sekolah wiena.
Pada hakekatnya ajaran Hans Kelsen melangkah lebih jauh. Menurut Hans
Kelsen , bahwa ilmu negara itu harus menarik diri atau melepaskan
pemikirannya secara prinsipil dari tiap-tiap percobaan untuk menerangkan
negara serta bentuk-bentuknya secara kausal atau sebab musabab yang
bersifat abstrak. Dan mengalihkan pembicaraannya atau pemikirannya
secara yuridis murni. Maka dari itu tiap-tiap negara hanya dapat di pelajari
dan di pahami di dalam system hukumnya itu sendiri. Jadinya kata Hans
Kelsen : Ilmu hukum tidak perlu lagi mencari dasar negara, kelahiran
negara untuknya hanya merupakan suatu kenyataan belaka, yang tidak
dapat diterangkan dan ditangkap dalam sebutan yuridis.
Kranenburg mengatakan, bahwa menarik hati dan biasanya sangat pinter
jalannya pertumbuhan serta perkembangan pikiran, yang membawa
kesimpulan yang bersifat skeptis dan negative ini. Negative bukanlah
sebenarnya ini suatu penarikan diri ilmu negara sebagai ilmu yang
sungguh-sungguh. Melainkan dilepaskannyalah semua usaha percobaan

14

untuk menerangkan tugas pokok tiap ilmu pengetahuan. Kemudian
diterangkan oleh Kranenburg secara panjang lebar hubungan antara ilmu
negara dan sosiologi.
Selanjutnya Hans Kelsen mengatakan bahwa negara itu sebenarnya
merupakansuatu tertib hukum. Tertib hukum yang mana timbul karena
diciptakannnya peraturan-peraturan hukum yang menentukan bagaimana
orang didalam masyarakat atau negara itu harus bertanggung-jawab
terhadap perbuatan-perbuatannya. Peraturan-peraturan hukum tadi sifatnya
mengikat; artinya bahwa setiap orang itu harus mentaatinya, dan harus
menyesuaikan sikap, tingkah laku dan perbuatannya itu dengan peraturanperaturan hukum yang berlaku. Malahan orang dapat dipaksakan untuk
mentaatinya, karena bila tidak mentaatinya ia dapat dijatuhi sanksi. Jadi
sebnarnya negara itu adalah suatu tertib hukum yang memaksa.
Tertib hukum itu terdiri dari suatu rangkaian peraturan-peraturan hukum
yang beraneka warna jenisnya, bentuk serta banyak sekali jumlahnya,
tetapi semuanya itu berakar dari satu sumber yang disebut norma dasar,
maka meskipun peraturan-peraturan hukum tersebut satu sama lain itu
berbeda, tapi merupakan sebuah satu kesatuan.
Dengan demikin, kata Hans kelsen, kita tidak usah payah-payah lagi
mempersoalkan tentang negara, dan hukum itu tinggi yang mana, atau
manakah yang berdaulat. Karena keduanya adalah sama. Lagi pula kita
tidak usah mempersoalkan asal mula negara, hakekat negara serta
kekuasaan negara.
Demikianlah gambaran secara garis besar dari ajaran aliran positivism
yang hanya mau menerima, menerangkan serta menghadapi negara dalam
kenyataannya saja.
Jadi menurut Hans kelsen negara itu identik dengan hukum, ia juga
mengakui bahwa negara itu terikat dengan hukum. Mengapa demikian?
Karena menurut Hans kelsen negara itu adalah suatu Zwangs Ordnung,
15

suatu tertib hukum yang bersifat memaksa, karena sifat memaksa itulah
maka didalam negara itu ada hak memerintah dan kewajiban tunduk. Maka
kesimpulannya bahwa negara itu identik dengan hukum.
Bandingkan pendapat Hans Kelsen tersebut diatas, tentang definisi negara
dengan pendapat H.J Laski. Laski mengatakan bahwa negara sebagai
system peraturan hukum, adalah suatu parallelogram sementara dari
kekuatan-kekuatan yang berubah-ubah bentuknya menurut perubahanperubahan kekuatannya, yang menentukan kedudukan sementara dari
negara itu. Undang-undangnya hanya berlaku dalam pengertian, bahwa
dalam satu saat yang tertentu undang-undang itu dapat dilaksanakan.
Bilamana kita hendak menabuktikan syahnya undang-undang itu atas dasar
yang lain daripada asal semula, maka kita melampaui batas lingkungan
hukum dan kita berada di bawah faktor-faktor yang lain.
Pengertian negara tersebut di atas adalah semata-mata dilihat dari segi
hukum, jadi suatu tinjauan secara yuridis, yang tentunya akan tidak
mempunyai arti atau akan tidak berlaku diluar tinjauan secara yuridis.
Sumber : di ambil dari buku “Diktat Kuliah Ilmu Negara” yang disusun
oleh pak suyato, M.Pd. tahun 2007 dan buku “Ilmu Negara” yang disusun
pak soehino, S.H.
2.5. TEORI MODERN
Dalam peninjauan tentang negara dan huku teori atau aliran modern ini
mengatakan bahwa, kalau kita hendak menyelidiki atau mempelajar negara,
maka baiklah negara itu dianggap saja sebagai suatu fakta atau kenyataan,
yang terkait pada keadaan, tempat, dan waktu. Dan harus disadari negara itu
di tinjau dari segi apa. Sebab tergantung dari segi penyelidikanya akan
menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda tentang pengertian, bentuk
serta hakekat negara.

16

2.5.1 PROF. MR. R. KRANENBRUG
Menurut Kranenbrug negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang
diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa. Jadi menurut
Kranenbrug terlebih dahulu harus ada sekelompok manusia yang
mempunyai kesadaran untuk mendirikan suatu organisasi, dengan tujuan
untuk memelihara kepentingan dari kelompok tersebut. Maka disini yang
primer, artinya yang terpenting dan yang terlebih dahulu harus ada, Itu
adalah kelompok manusianya. Sedangkan negara itu adalah skunder, artinya
adanya itu menyusul kemudian.
Pendapat kranenbrug di atas kiranya didasarkan atau dikuatkan dengan
alasan-alasan bahwa pada jaman modern-modern ini terdapat formasiformasi kerjasama internasional atau antar negara. Di sini yang menjadi
anggota adalah negara-negara. Tetapi tidak diseut istilah Perserikatan
Negara-Negara melainkan Perserikatan Bangsa-Bangsa ? Bukan United
States melainkan United Nations. Hal ini menurut Kranenbrug menunjukan
bahwa bangsa itu menjadi dasar negara.
Dapat di terima atau tidak pendapat Kranenbrug ini dapat dikemukakan :
Istilah-istilah di atas, yaitu Perserikatan Negara-Negara dan Perserikatan
Bangsa-Bangsaitu sudah mempunyai pengertian-pengertian yang pasti. Oleh
karena itu istilah-istilah itu tidak boleh dipakai untuk menyebut formasiformasi baru. Jika

demikian maka akan menimbulka permasalahan-

permasalahan baru.
Menurut Kranenbrug bangsalah yang menciptakan negara, hal ini
bertentangan dengan kenyataan. Misal pada Perang Dunia Pertama, di benua
Eropa timbul beberapa negara yang tidak hanya meliputi satu jenis bangsa,
melainkan meliputi beberapa jenis bangsa. Adapun pengabungan beberapa
jenis bangsa dan kemudian mendirikan negara, terutama didasarkan atas
persamaan kepentingan, nasib, sejarah, kebudayaan serta demi keselamatan
bersama. Misalnya negara-negara Austria, Honggaria, dan Polandia.

17

Sedangakan sebaliknya adalah Korea. Korea hanya terdiri dari satu bangsa
tetapi mendirikan dua negra, yaitu Korea Selatan dan Korea Utara.
(Soehino, S.H. 2005, 142-143)
2.5.2

LOGEMANN

Menurut Logemann negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang
meliputi atau menyatukan kelompok manusia yang kemudian disebut
bangsa. Jadi pertama-tama negara itu adalah suatu organisasi kekuasaan,
maka organisasi ini memiliki suatu kewibawaan, atau gezag, dalam mana
terkandung pengertian dapat memaksakan kehendaknya kepada semua
orang yang diliputi organisasi tersebut.
Jadi menurut Logemann bahwa yang primer itu adalah organisasi
kekuasaanya yaitu negara. Sedangkan kelompok manusianya adalah
sekunder. Maka perbedaanya dengan pendapat kranenbrug adalah: menurut
Kranenbrug bangsa itu menciptakan organisasi, jadi adanya atau
terbentuknya organisasi tergantung pada bangsa; sedangkan menurut
Logemann organisasi itu menciptakan bangsa, maka bangsa inilah yang
tergantun pada oranisasi.
Perbedaan pendapat ini disebabkan karena perbedaan pengertian mengenai
apa yang di maksud dengan istilah bangsa itu. Istilah bangsa yang
digunakan Kranenbrug adalah bangsa dalam arti ethnologis, misalnya
bangsa Jawa, Sunda, Dayak, dan sebagainya. Sedangkan pengerian bangsa
menurut Logemann adalah dalam arti rakyat suatu negara.
Sebenarnya apakah bangsa itu? Di tahun 1882 Ernest Renan mengemukakan
pendapatnya tentang bangsa. Menurut beliau bangsa adalah suatu nyawa,
suatu azas akal, yang terjadi karena dua hal : pertama, rakyat itu dulunya
harus bersama-sama menjadi satu riwayat; kedua, rakyat itu sekarang harus
mempunyaikemauan, keinginan hidup menjadi satu. Jadi dengan demikian
yang menjadikan negara itu bukanlah jenis atau ras. Agama, persamaan
kebutuhan, ataupun daerah.
Menurut Karl Radek, juga Karl Kautshy, terutama Otto Bauer-lah yang juga
mempelajari bangsa itu. Menurut Otto Bauer bangsa adalah suatu persatuan

18

perangai yang terjadi dan persatuan hal ikhwal yang telah dijalani oleh
rakyat itu.
Jadi menurut pendapat Logemann organisasi itulah yang menciptakan dan
meliputi kelompok manusia, dengan tujuan untuk mengatur kelompok
tersebut dan menyelenggarakan lepentingan kelompok itu. Bagaimankah
sifat kepentingan masyarakat yang hendak diselenggarakan itu, atau
masyarakat yang bagaimanakah yang hendakdiciptakan oleh organisasi
merupakan tujuan daripada organisasi tersebut. (Soehino, S.H. 2005, 143144)

BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Teori asal mula negara adalah pada mulanya melalaui konflik anatara satu
individu dengan individu lannya, karena diakibatkan banyaknya konflik yang
timbul akhirnya dibentuklah suatu perjanjian yang dititipkan atau diserahkan
kepada wakil masyarakat atau lebih tepatnya penguasa. Dari perjanjian tersebut
terbenam sautu cita – cita perdamaian yang diidam – idamkan oleh manusia
sehingga peraturan tersebut tumbuh dan berkembang menjadi hukum, begitu pula
dengan wadah yang menampung masyarakat tersebut secara perlahan berkembang
dan terbentuklah sebuah negara.

19

DAFTAR PUSTAKA

1.
2.
3.
4.

Soehino, Ilmu Negara, Liberty Yogyakarta, 2005.
Suyato, Diktat Kuliah Ilmu Negara, 2007.
Kranenburg, Sabaroedin, Ilmu Negara,1983.
Hoeta Oeroek, Seluk Beluk Negara, Erlangga, 1971.

20

DAFTAR PENANYA
1. Ersyana Candra D
Mengapa Grotius dijatuhi hukuman mati dikarenakan menganut aliran
Remonstran?
Jawab : Pembicara tidak dapat menjawab, dikarenakan penjelasan
diatas hanyalah merupakan sekilas biografi Grotius.
2. Mukhlisin
Mengapa teori di abad ke XVII menjadi dasar bagi munculnya negara
dan hukum?
Jawab : Karena teori – teori pada abad ke XVII merupakan dasar dari
dari terbentuknya teori – teori baru ataupun penyempurnaan
teori – teori tentang negara dan hukum yang telah ada
sebelumnya guna memberikan penjelasan yang lebih tepat
mengenai asal mula menculnya negara.

21