Kuesioner tidak terstruktur Penghematan pengeluaran : mengurangi pengeluaran, terdiri dari :

farmer investasi desa : infrastruktur, demplot, pelatihan; 6 bantuan program PPK, PKK, lain PNPM Mandiri, PUAP infrastruktur, tingkatan SDM. - Keberfungsian keluarga Pengukuran keberfungsian keluarga aspek : koneksi, sumber daya lingkung- an, perilaku terhadap pengelolaan sumberdaya, dan relasi menggunakan 35 item pertanyaan dengan Semantik differentials skala 0 dan 1. Instrumen mengadaptasi makna, tujuan, atau rangkuman dari 42 pertanyaan Hodges dalam Dubowitz dan De Panfilis 2000 Hodges yaitu connections, assets, relationships, dan environment CARE dengan skala 1 – 4. - Pemenuhan kebutuhan pokok a. Pangan : pangan pokok, sayuran, lauk pauk, dan bumbu yang dikonsumsi keluarga per hari, minggu, bulan. b. Perumahan : menjumlahkan skor kondisi perumahan dan perabotan yang dimiliki. Skor : a status pemilikan : numpang = 1, milik = 2, b luas bangunan : 100 m 2 = 1, 100 m 2 = 2, c jenis rumah : tanah = 1, sementegel = 2, d kondisi perabotan : tempat tidur, meja – kursi, almari = 1, tempat tidur, meja – kursi, almari, radiotape, TV, sepeda, motor = 2. Skor 1 : kurang, 2 : cukup c. Pendidikan : a rata-rata pendidikan formal keluarga yang telah berhasil ditem- puh anak usia sekolah atau di atasnya, dan b ketersediaan dan penggunaan pelayanan pendidikan bagi anggota keluarga. Rata-rata pendidikan formal 6 tahun = 1, 6 tahun = 2. Akses pendidikan tidak – kurang = 1, cukup – baik = 2. d. Kesehatan : a perilaku hidup bersihsehat, b status penyakit tingkat morbiditasmortalitas bayi anak, c ketersediaan dan penggunaan pelayanan kesehatan bagi anggota keluarga. Perilaku hidup sehat : kurang = 1, cukup – baik = 2. Status penyakit : morbiditas sedang – tinggi = 1, morbiditas rendah = 2. Akses sarana kesehatan kurang = 1, cukup – baik = 2.

b. Kuesioner tidak terstruktur

- Strategi Nafkah Strategi nafkah meliputi : a strategi nafkah yang berbasis kegiatan ekonomi produksi, atau strategi berbasiskan rekayasa sumberdaya, yaitu 1 rekayasa sumber nafkah pertanian, 2 pola nafkah ganda, 3 strategi nafkah berbasis modal sosial non produksi kepercayaan, jejaring sosial, norma sosial, - Kerawanan Pangan Desa Analisis data lapangan primer, sekunder terhadap pemenuhan kebutuhan pangan. Pengukuran mengadaptasi Bappeda dan BPS Blora 2009, disusun berdasarkan indikator-indikator yang sesuai dengan rekomendasi United Nation- World Food Programe UN-WFP, yaitu nilai kumulatif, meliputi :  Ketersediaan pangan, pengukuran : rasio konsumsi dengan ketersediaan padi, jagung, umbian. Indeks ketersediaan pangan kurang dari 1, menunjukkan kondisi surplus pangan, jika lebih dari 1, maka kondisi defisit pangan. Indeks ketersediaan pangan, meliputi : 1 0,50 = surplus tinggi, 2 0,50 « x 0,75 = surplus, 3 0,75 « x 1,00 = surplus rendah, 4 1,00 « x 1,25 = defisit rendah, 5 1,25 « x 1,50 = defisit sedang, 6 1,50 = defisit tinggi.  Akses pangan dan penghasilan, pengukuran : fasilitas akses pangan + RT. miskin, yaitu a persen penduduk miskin, b KK tidak ada listrik, c KK jalan tidak memadai sebagai indikator, jika disetarakan ~ range indeks WFP, ketahanan, atau rawan pangan, masing-masing indikator meliputi : 1 10 = sangat tahan pangan STP, 2 10 - 15 = tahan pangan TP, 3 15 - 20 = cukup tahan pangan CTP, 4 20 - 25 = agak rawan pangan ARP, 5 25 - 35 = rawan pangan RP, dan 6 » 35 = sangat rawan pangan SRP.  Pemanfaatan dan penyerapan pangan, dimensi : a persen KK jarak ke Puskesmas » 5 km, b KK tanpa akses air bersih, c perempuan buta huruf, d balita gizi kurang, sehingga termasuk gizi buruk. Pengukuran a disetarakan ~ range indeks WFP dengan akses kesehatan dan gizi, meliputi : 1 20 = akses kesehatan dan gizi AKG sangat tinggi, 2 20 - 30 = AKG tinggi, 3 30 - 40 = AKG cukup tinggi, 4 40 - 50 = AKG cukup rendah, 5 50 - 60 = AKG rendah, dan 6 » 60 = AKG sangat rendah. Pengukuran b, meliputi : 1 30 = AKG sangat tinggi, 2 30 - 40 = AKG tinggi, 3 40 - 50 = AKG cukup tinggi, 4 50 - 60 = AKG cukup rendah, 5 60 - 70 = AKG rendah, dan 6 » 70 = AKG sangat rendah. Pengukuran c, meliputi : 1 5 = AKG sangat tinggi, 2 5 - 10 = AKG tinggi, 3 10 - 20 = AKG cukup tinggi, 4 20 - 30 = AKG cukup rendah, 5 30 - 40 = AKG rendah, dan 6 » 40 = AKG sangat rendah. Pengukuran d, meliputi : 1 12 = AKG sangat tinggi, 2 12 - 18 = AKG tinggi, 3 18 - 25 = AKG cukup tinggi, 4 25 - 35 = AKG cukup rendah, 5 35 - 45 = AKG rendah, dan 6 » 45 = AKG sangat rendah.  Kerentanan pangan, dengan dimensi a daerah berhutan, b puso, dan c banjir. Pengukuran a setara ~ range indeks WFP dengan akses pangan, meliputi : 1 40 = AKG sangat tinggi, 2 40 - 50 = AKG tinggi, 3 50 - 60 = AKG cukup tinggi, 4 60 - 70 = AKG cukup rendah, 5 70 - 80 = AKG rendah, dan 6 » 80 = AKG sangat rendah. Pengukuran b, meliputi : 1 1 = STP, 2 1 - 3 = TP, 3 3 - 5 = CTP, 4 5 - 10 = ARP, 5 10 - 15 = RP, 6 » 15 = SRP. Indeks komposit merupakan gabungan dari indeks ketersediaan pangan, akses terhadap pangan dan pendapatan, pemanfaatan dan penyerapan pangan, serta indeks kerentanan pangan. Range indeks berdasarkan kriteria WFP adalah a 0,16 = STP, b 0,16 - 32 = TP, c 32 - 0,48 = CTP, d 0,48 - 0,64 = ARP, e 0,64 - 0,80 = RP, dan f » 0,80 = SRP. - Potensi Komoditas Pertanian Sumber Nafkah Penilaian terhadap komoditas pertanian potensial tingkat makro kabupaten, kecamatan mengadaptasi hasil penelitian BPS Kab. Blora 2003 dan Pamungkaswati 2005, dengan indikator : x1 = PP = peluang pasar bobot = bt = 0,30; x2 = KI = kondisi iklim bt = 0,25; x3 = TKU = Tingkat tk. keuntungan usaha bt = 0,20; x4 = FP = Prefe-rensi petani bt = 0,10; x5 = AKP = Arah kebijakan pemerintah bt = 0,08; x6 = PTK = Penyerapan tenaga kerja bt = 0,07. Penilaian komoditas pertanian potensial tingkat mikro desa berdasarkan kesepakatan, dengan indikator aksesibilitas : Y1 = KU= kelayakan usaha untuk dijalankan bt = 0,30; Y2 = IPM= input produksimodal dalam usahatani dan adanya programsubsidi pemerintah bt = 0,40; serta Y3 = KP = pemenuhan kebutuhan pokok bt = 0,30. Nilai setiap indikator S dikalikan bobot B, dinilai dalam bentuk skala Likert dan Semantik differentials, dengan pemberian skor 4 = sangat potensi; 3 = potensi, 2 = cukup potensi; dan 1 = kurang potensi, penilaian akhir = £ SxB. Pengolahan dan Analisa Data Data kualitatif yang telah dikumpulkan melalui FGD, wawancara mendalam, dianalisis dengan prinsip ”analisis data kualitatif” Ancok, D. 1989; Bungin, 2003, atau diedit dan ditabulasi Siegal, 1988, untuk analisis deskriptif. Data kuantitatif, akan dianalisis dengan bantuan program SPSS versi 13, selanjutnya dilakukan : 1. Analisis deskriptif untuk menganalisis metode pendekatan secara kualitatif. Pengujian non-numerik dan interpretasi dari observasi dengan tujuan untuk menemukan makna yang melandasi pola hubungan Koentjaraningrat, 1981; Mulyana, 2001, 2. Analisis Cochran pada kuesioner pertanyaan dengan pilihan jawaban ”ya” dan ”tidak”. Pada pengolahan data, skala yang digunakan adalah skala nominal, dimana nilai ”ya” = 1, dan nilai tidak = 0. Jika nilai Q hitung Cochran-test lebih kecil dari X² chi-square tabel, maka item-item yang telah diuji dapat diterima. 3. Uji beda t dua sampel independen independent-samples t test untuk mengetahui perbedaan variabel parametrik antara dua sub sampel. ANOVA, untuk mengetahui keeratan hubungan antara 2 variabel, 4. Uji korelasi, untuk mengetahui keeratan hubungan antara 2 variabel beserta magnitude dan arah dari hubungan, hubungan secara positif, atau negatif, a. Korelasi Rank-Spearmen untuk mengetahui hubungan 2 variabel dengan ukuran ordinal, misalnya lingkungan fisik, perilaku hidup sehat dengan tingkat pemenuhan kebutuhan kesehatan. b. Korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan 2 variabel dengan ukuran rasio, misalnya pendapatan, tingkat pemenuhan kebutuhan pangan. 5. Analisis regresi linier berganda, untuk mengetahui pengaruh secara langsung variabel independent X dan interaksi antar 2 variabel independent terhadap variabel dependent Y, dimana variabel dependent Y merupakan ukuran ordinal atau rasio, seperti faktor-faktor yang berpengaruh terhadap strategi coping, nafkah berbasis modal sosial, keber-fungsian keluarga. 6. Analisis regresi logistik digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan pokok. 7. Analisis jalur digunakan sebagai metode untuk mempelajari pengaruh lang- sung dan tidak lansung antar variabel, terhadap pemenuhan kebutuhan pokok. Definisi Operasional Aktivitas nafkah adalah wujud nyata dari strategi yang diterapkan oleh keluarga petani miskin, meliputi kegiatan pertanian on farm dan off farm dan non pertanian non farm Ellis, 1998 Budaya massa adalah segala yang dimiliki setiap orang dalam suatu masyarakat, tidak harus material tetapi juga immaterial, mungkin sekali dalam bentuk cara berpendapat dan berpikir, cara merasakan sesuatu, sampai pada tindakan yang menggunakan produk tertentu. Budaya massa lebih terfokus pada pengaruh media massa. Coping adalah respons tingkah laku dan pikiran terhadap stress, penggunaan sumberdaya pada diri individu dan lingkungan, bertujuan untuk mengurangi mengatur konflik, sehingga dapat meningkatkan perkembangan kehidupan. Keberfungsian keluarga adalah kemampuan keluarga dalam mengembangkan kemampuan seluruh anggota keluarga agar dapat menjalankan fungsinya di komunitas dengan baik, memberikan kepuasan dan memelihara lingkungan sosial yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera. Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia, baik yang terdiri dari kebutuhan atau konsumsi individu makan, perumahan, pakaian, maupun keperluan pelayanan social tertentu air minum, sanitasi, transportasi, kesehatan, dan pendidikan. Ketahanan fisik keluarga merupakan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan fisik, berdasarkan indikator sumberdaya fisik, masalah keluarga fisik dan penanggulangannya, serta kesejahteraan fisik. Lingkungan fisik adalah keadaan lingkungan fisik sekitar rumah meliputi kondisi perumahan, kondisi sanitasi, penyediaan sumber air bersih, kondisi saluran pembuangan, tempat sampahlimbah rumah tangga. Instrumen ini merupakan instrumen yang telah digunakan pada penelitian Hartoyo et.al. 2002, Khairunisak 2004, dan Hastuti 2006. Modal sosial adalah jaringan yang terbentuk dari hubungan sosial dimana dibangun oleh kepercayaan, hubungan timbal balik di dalamnya jaringan, dan norma- norma sosial. Instrumen ini mengadaptasi dari instrumen yang telah digunakan pada penelitian Alfiasari 2007. Penghematan pengeluaran, artinya usaha membatasi pengeluaran keluarga dengan cara a perubahan konsumsi pangan dan non pangan, baik kualitas maupun kuantitas, b perubahan biaya pendidikan, dengan mengurangi uang saku sekolah, atau pilihan memberhentikan anak sekolah, c perubahan biaya kesehatan, baik sumber obat, atau kualitas obat. Peningkatan pendapatan, artinya mencari penghasilan tambahan, baik dengan menambah jam kerja, bekerja sampingan, atau mempekerjakan anggota keluarga, menjual aset, atau berhutangmeminjam. Perilaku hidup sehat adalah tata cara hidup sehari-hari mulai dari pemeliharaan fisik personal dan usaha dalam pemeliharaan hygiene perorangan dan kesehatan seperti mandi, keramas, menggosok gigi, memotong kuku, mencuci tangan sebelum makan, dan sesudah buang air. Instrumen ini merupakan instrumen yang telah digunakan pada penelitian Hartoyo et.al. 2000; 2002, Khairunisak 2004, Hartoyo dan Hastuti 2004, dan Hastuti 2006. Pola nafkah ganda, artinya usaha yang dilakukan dengan cara mencari pekerjaan lain sektor pertanian untuk menambah pendapatan diversifikasi pekerjaan. Rekayasa sumber nafkah pertanian, artinya usaha pemanfaatan sektor pertanian agar lebih efektif dan efisien, baik melalui penambahan input eksternal berupa tenaga kerja, atau teknologi intensifikasi, maupun dengan memperluas lahan garapan pertanian ekstensifikasi. Rekayasa berbasis modal sosial, artinya usaha yang dilakukan dengan cara pemeli- haraan kelembagaan sosial yang ada, seperti kelompok arisan, pengajian, perkumpulan kematian, atau kelembagaan tradisional yang ada, seperti gotong royong, pemanfaatan ikatan solidaritas sosial, dan hubungan patron – klien. Status kesehatan adalah tingkat kesehatan yang diukur dari jumlah kejadian penyakit yang diderita pada tiga bulan terakhir, frekuensi terkena penyakit, dan lama penyakit yang dideritanya. Strategi nafkah adalah berbagai pilihan tindakan dari berbagai alternatif yang ada yang dilakukan oleh keluarga petani miskin dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya modal yang dimilikinya untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok guna mempertahankan keberlangsungan hidup. Strategi nafkah meliputi asset modal “alam, fisik, SDM, finansial, sosial”, aktifitas, dan akses terhadap asset-asset tersebut yang dikombinasikan untuk kehidupan bagi individu maupun rumah tangga Conway dan Chambers, 1992. Struktur nafkah adalah sumber-sumber nafkah keluarga petani miskin yang membentuk suatu konfigurasi perekonomian keluarga yang berasal dari suami, istri, anak, atau anggota lain dalam keluarga demi memenuhi kebutuhan hidup. Sumber coping keluarga adalah kekuatan individual dan kolektif pada saat peristiwa stressor terjadi, seperti ketahanan ekonomi, kesehatan, kecerdasan, keterampilan kerja, kedekatan, semangat kerjasama, keterampilan berelasi dan jaringan serta dukungan sosial. Strategi coping keluarga adalah respon perilaku yang digunakan keluarga dan subsistemnya yang bertujuan untuk mengatasi situasi dan tuntutan yang dirasakan menekan, menantang, membebani dan melebihi sumber daya yang dimiliki keluarga, atau mempertahankan berbagai tujuan rumah tangga, seperti pemenuhan konsumsi pangan, kesehatan, status sosial ekonomi. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian dan Kemiskinan Kabupaten Blora terdiri dari 16 kecamatan, 271 desa dan 24 kelurahan. Keluarga petani miskin contoh responden berada pada 3 agroekosistem dominan : i. lahan sawah, yaitu Desa Gondel, Panolan, Klagen,Kemantren Kedung tuban, Ngloram, Jipang, dan Getas Cepu, ii. lahan kering, yaitu Desa Tempurejo, Nglengkir Bogorejo, Kajengan, Sambeng, Kedungwungu Todanan, Kalangan, Tambahrejo, Kedungrejo Tunjungan, iii. kawasan hutan, yaitu Desa Sumberejo, Ngiyono Japah, Bodeh, Ngliron, dan Kediren Randublatung, Bleboh, Nglebur Jiken Tabel 6. Tabel 6. Lokasi penelitian berdasarkan zona agroekosistem Kecamatan Desa Desa sampel Tinggi m dpl PDRB Pertanian 2003 2008 Dominan lahan sawah Kedungtuban 17 Gondel, Panolan, Klagen, Kemantren 48 74,76 75,18 Cepu 18 Ngloram, Jipang, Getas 48 19,62 18,82 Dominan lahan kering Bogorejo 14 Tempurejo, Nglengkir 190 62,06 62,38 Tunjungan 15 Kalangan, Tbh.rejo, Kdungrejo 74-130 62,77 63,98 Todanan 25 Kajengan, Sambeng, Kd. wungu 236-250 69,94 70,22 Dominan kawasan hutan Japah 18 Sumberejo, Ngiyono 200 71,62 72,44 Rdublatung 18 Bodeh, Ngliron, Kediren 53 - 75 69,48 68,08 Jiken 11 Bleboh, Nglebur 31 - 35 64,76 64,35 Keterangan : = m dari permukaan laut, = pertanian + kehutanan atas dasar harga konstan Rumah tangga pertanian berdasarkan luas sawah dan bukan sawah dan pengairan Tabel 7, Gambar 9. Desa-desa memiliki luas sawah dominan, dengan perairan umum dari Sungai Bengawan Solo. Bengawan Solo yang dapat mengairi sawah di Kec. Cepu dan Kedungtuban seluas 305 ha dan 115 ha. Desa-desa kajian dominan sawah memiliki hari hujan dan curah hujan hanya 44 hari dan 860 mm 2003, 38 hari dan 750 mm 2004, 74 hari dan 1482 mm 2005, serta 67 hari dan 1810 mm 2006 12 bulan ada hari hujan BPS dan Bappeda Blora, 2007. Kecukupan air sebagai masalah pokok, berdasarkan perhitungan neraca air di wilayah Kedungtuban dan Cepu, atau daerah Blora bagian selatan relatif lebih lembab, dengan rejim kelembaban ustik, mengalami defisit air 4 sampai 5 bulan, dengan jumlah defisit air berkisar 107 - 150 mm Bachri et. al., 2004. Desa-desa dominan sawah, sebagian memiliki pola tanam padi – padi – padi, atau dengan indeks pertanaman IP padi 300. IP padi 300 dengan sumber air sungai Bengawan Solo. IP padi 300 didukung bangunan infrastruktur pengairan yang dibangun program peningkatan pendapatan petani melalui inovasi P4MI, Badan Litbang Pertanian tahun 2006 dan 2007. Sebagian lagi memiliki IP padi 200, dengan pola tanam padi – padi – jagung, atau padi – padi – kacang tanahhijau, sehingga IP 300 tetap terjadi dalam setahun. Kecamatan Randublatung dan Tunjungan memiliki perairan umum dari Sungai Wulung 9 ha, Sembung 5 ha, waduk Greneng 45 ha, cekdam Sitirejo 2,5 ha dan cekdam Kedungrejo 1,5 ha BPS dan Bappeda Kab. Blora, 2007. Tabel 7. Potensi, IP padi, RT. miskin, prasarana kesehatan, dan sistem pengairan Kecamatan Desa Sawah L.kering IP Padi x 100 RT Miskin Hutan Prasarana pengairan lahan pertanian, dan bantuan P4MI 3 2 1

a. Dominan lahan sawah