I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Penelitian bidang meteorologi memiliki banyak hambatan. Salah satu hambatan yang
sering dialami oleh para ahli di negara berkembang seperti Indonesia adalah data
cuaca. Data cuaca sulit didapatkan karena sebaran stasiun meteorologi di Indonesia
masih sedikit.
Banyak metode yang dilakukan oleh para ahli untuk membangkitkan data. Sampai saat
ini sudah
banyak metode
untuk membangkitkan data cuaca secara temporal
atau spasial. Salah satu metode yang sedang dikembangkan saat ini adalah pemodelan data
cuaca dengan menggunakan citra satelit.
Pembangkitan data
cuaca dengan
menggunakan pemodelan data citra satelit sudah banyak dikembangkan di seluruh dunia.
Banyak organisasi melakukan hal ini seperti NASA dan JAXA.
Pemodelan satelit TRMM menghasilkan data curah hujan harian seluruh dunia. Dari
data ini dan Digital Elevation Model DEM dapat membangkitkan beberapa parameter
cuaca seperti lama penyinaran, radiasi, suhu minimum, suhu maksimum, suhu rataan dan
kelembaban nisbi.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengembangkan
program pengekstrak
data curah hujan dari data satelit TRMM 3B42 harian,
2. Mengembangkan sistem pembangkitan
data cuaca dengan data masukan data TRMM 3B42 harian dan DEM SRTM.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
File NetCDF
NetCDF network common data format dikembangkan oleh Unidata Program Center.
Unidata merupakan bagian dari University Corporation
for Atmospheric
Research UCAR
Community Programs
UCP. Unidata didanai oleh National Science
Foundation. Aplikasi-aplikasi atmosfer mengunakan
netCDF untuk menyimpan berbagai tipe data seperti pengamatan data titik, time series, grid,
dan citra satelit atau radar. Banyak organisasi pemodelan iklim mengandalkan data netCDF
untuk penyimpanan data.
Ching 2007 menyatakan bahwa netCDF menyimpan data dalam bentuk setdata yang
berorientasi array. File ini mengandung dimensi, variabel, dan atribut. Isi file netCDF
dibagi menjadi dua bagian yaitu header file dan array data. Header berisi semua informasi
metadata tentang dimensi, atribut, dan variabel kecuali untuk data variabel itu sendiri,
sedangkan bagian data berisi array dari nilai variabel data mentah.
Beberapa organisasi NOAA, NASA, dll mengunakan file netCDF untuk menyimpan
hasil-hasil dari pemodelan citra satelit yang sudah menjadi parameter cuaca seperti curah
hujan, suhu udara pada beberapa tingkat, angin, kelembaban nisbi, radiasi, penutupan
awan dll. Model-model atmosfer yang baru dapat dibuat dengan data masukan file tersebut
apabila metode pembacaan dan penulisan file netCDF telah dipahami.
2.1.1 Algoritma Pembacaan
File NetCDF
Unidata Program Center mengeluarkan sebuah Dynamic-Link Library DLL file yang
berisi fungsi-fungsi untuk membaca dan menulis file netCDF. File DLL ini dirancang
untuk bisa
digunakan oleh
bahasa pemograman C++, Fortran dan Visual Basic 6.
Operasi netCDF dapat dibagi menjadi beberapa katagori yaitu membuat dataset;
menentukan dimensi, variabel, dan atribut; menulis data variabel; dan menutup dataset
Ching 2007. Apabila membaca sebuah dataset netCDF yang sudah ada, maka urutan
oprerasi netCDF menjadi berubah, yaitu membuka dataset; bertanya tentang dimensi,
variabel, dan atribut, membaca data variabel, dan menutup datasetChing 2007.
Gambar 1 Pemrosesan data TRMM Sumber: http:disc.sci.gsfc.nasa.gov 2.2 Satelit TRMM
Satelit TRMM
Tropical Rainfall
Measuring Mission yang diluncurkan pada tanggal 27 Nopember 1997 dengan membawa
5 sensor utama yaitu PR Precipitation Radar, TMI TRMM Microwave Imager,
VIRS
Visible Infrared
Scanner, LIS
Lightning Imaging Sensor dan CERES Clouds and Earth’s Radiant Energy System.
Satelit TRMM dapat menghasilkan set data curah hujan yang baik untuk daerah di atas
daratan maupun di atas lautan. Resolusi spasial satelit TRMM bervariasi yaitu 0,25º x 0,25º;
0,5º x 0,5º; 1,0º x 1,0º dan 5,0º x 5,0º dan resolusi temporal dari tiap 3 jam-an 3-hourly
sampai bulanan monthly. Data satelit TRMM ini tersedia dalam rentang pengamatan Januari
1998 sampai sekarang Juni 2011. Satelit TRMM tersebut merupakan hasil kerjasama
dua badan antariksa nasional, yaitu Amerika Serikat NASA : National Aeronautics and
Space Administration dan Jepang NASDA : National Space Development Agency of Japan;
sekarang berubah menjadi JAXA : Japan Aerospace
Exploration Agency.
Satelit TRMM memiliki orbit polar non-sun-
synchronous dengan inklinasi sebesar 35º terhadap ekuator, berada pada ketinggian orbit
350 km pada awal diluncurkan, dan diubah ketinggian orbitnya menjadi 403 km sejak 24
Agustus 2001 sampai sekarang. Pengoperasian satelit TRMM pada ketinggian orbit 403 km
ini dikenal dengan istilah TRMM boost. Satelit TRMM ini mengitari bumi sebanyak 16 kali
per hari, setiap 92,5 menit.
2.2.1. Data TRMM 3B42 Harian
Produk Tropical
Rainfall Measuring
Mission TRMM Multisatellite Precipitation Analysis TMPA merupakan produk hasil
Gambar 2 a Peta Indonesia dan Malaysia, Brunei, Singapur, Papua New Guinae dan Timor-
timor. Kotak merah dijelaskan lebih rinci pada b. b daerah validasi TMPA 3B42RT diindikasikan dalam beberapa warna. Setiap kotak mewakili 0.25
o
x 0.25
o
sel grid satelit. Titik hitam adalah lokasi stasiun cuaca Sumber: Vernimmen et al. 2012
Gambar 3 Perbandingan data TMPA 3B42 bulanan dengan stasiun cuaca pada enam daerah Jakarta, Bogor, Bandung, Lampung, Jawa Timur dan Banjar Baru tahun 2003 samapai
2008 Sumber: Vernimmen et al. 2012 gabungan antara TRMM Precipitation
Radar PR dan TRMM Microwave Imager TMI beserta citra meteorologi Microwave
dan Infrared lainnya Huffman et al. 2007. TMPA terbagi dalam dua tipe data yaitu tipe
3B42 yang memiliki resolusi temporal 3 jam dan harian dan tipe 3B43 yang memiliki
reolusi temporal bulanan.
Data TRMM 3B42 daily merupakan data level 3 hasil dari pengolahan data 1B01,
2A12, 3B31, 3A44 dan Global Precipitation Index GPI. Algoritma pembentukan data
TRMM 3B42 daily dapat dilihat pada Gambar1. Data TRMM 3B42 mengandung
nilai curah hujan harian global 50
o
LU - 50
o
LS dengan resolusi spasial 0.25
o
x 0.25
o
dan resolusi temporal harian. TMPA 3B43 telah digunakan untuk
berbagai aplikasi termasuk diantaranya adalah pemantauan cuacaiklim, analisis
iklim, verifikasi model numerik, dan studi hidrologi Xie et al. 2007. Hasil penelitian
sebelumnya di Indonesia menunjukkan bahwa hubungan antara TMPA dengan data
lapangan
dari Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika BMKG adalah
tinggi khususnya terhadap pola hujan bulanan Suryantoro et al. 2008.
a b
Gambar 4 Piksel TRMM 3B42 harian 0.25
o
x 0.25
o
yang digunakan untuk daerah a. Cuzco dan b.
La Paz. Sumber: Scheel et al. 2011
Gambar 5 Koefisien korelasi linear antara TRMM 3B42 dengan data stasiun cuaca untuk satu grid 0.25
o
X 0.25
o
pada daerah Cuzco dan La Paz Sumber: Scheel et a., 2011
2.2.2. Korelasi Data TRMM terhadap data stasiun
Banyak penelitian diberbagai negara melakukan uji korelasi data TRMM terhadap
data stasiun. Uji korelasi ini dilakukan untuk menguji kelayakan data TRMM untuk
digunakan dalam suatu analisis kajian lebih lanjut.
Vernimmen et al. 2012 melakukan kajian uji korelasi data satelit TRMM 3B42
terhadap data stasiun cuaca di Indonesia. Data stasiun cuaca yang digunakan yaitu
pada daerah Jakarta, Bogor, Bandung, Lampung, Jawa Timur dan Banjar Baru.
Daerah pixel TRMM yang digunakan dapat dilihat pada Gambar2. Dari hasil uji korelasi
dari data TMPA 3B42 bulanan dengan stasiun
cuaca menghasil
koefisien determinasi sebesar 0,78. Grafik korelasi ini
dapat dilihat pada Gambar3. Di negara India, telah dilakukan kajian
uji korelasi data satelit TRMM 3B42 terhadap data seluruh stasiun cuaca oleh
Narayanan et al 2005. Dari hasil uji korelasi dari data TMPA 3B42 menunjukan
bahwa koefisien determinasi paling tertinggi pada data bulanan r
2
=0.92 dibandingkan 5- hari r
2
=0.89 dan harian r
2
=0.79. Scheel et al 2011 melakukan kajian uji
korelasi data satelit TRMM 3B42 terhadap data stasiun cuaca di negara Peru dan
Bolivia. Data stasiun cuaca yang digunakan di dapatkan dari The Peruvian national
meteorological and hydrological service yaitu stasiun Cuzco Aeropuerto, Granja
Kcayra, Cay Cay dan Paruro pada tahun 1998 sampai 2008 yang berada di dalam
pixel TRMM 13
o
30’–13
o
45’ LS dan 71
o
45’–72
o
00’ BB dan dari The Bolivian national meteorological and hydrological
survey yaitu stasiun La Paz Central, La Paz Zona Sur dan La Paz El Alto pada tahun
2004 sampai 2008 yang berada di dalam pixel TRMM 16
o
30’–16
o
45’ LS dan 68
o
00’–68
o
15’ BB. Posisi stasiun terhadap
pixel TRMM dapat dilihat pada Gambar4. Hasil koefisien yang dihasilkan dapat dilihat
pada Gambar5.
Gambar 6 Pembangkit Data Cuaca Sumber: Handoko et al. 1994
2.3 Model Pembangkitan Data Cuaca
Harian
Pembangkitan data cuaca harian lama penyinaran, radiasi, suhu minimum, suhu
maksimum, suhu rataan, dan kelembaban nisbi dikembangkan oleh Handoko et al.
1994. Data
dibangkitkan dengan
menggunakan persamaan empiris. Tujuan awal
dari pembangkitan
data adalah
membangkitkan data sebagai data input untuk model simulasi pertanian yang
membutuhkan data harian. Pembangkit data ini telah diuji oleh
Fatimah 1995. Hasil uji statistik analisis regresi, koefisien korelasi, berbandingan
nilai rata-rata dan nilai standar deviasi antara model
dan pengukuran
serta uji
t menunjukan bahwa model ini mampu
membangkitkan unsur-unsur cuacaiklim dengan baik r
≥ 0,9, terutama untuk unsur cuaca suhu minimum, suhu maksimum,
lama penyinaran dan radiasi surya nilai absolute error 5 dan cukup baik untuk
unsur cuaca kelembaban udara nilai absolute error 5. Model ini juga dapat
digunakan untuk membangkitkan data cuaca baik pada lintang selatan maupun lintang
utara dan pada ketinggian yang berbeda. Unsur-unsur cuacaiklim dapat dibangkitkan
dengan cukup baik menggunakan model ini pada daerah Indonesia.
Pembangkit data
cuaca yang
dikembangkan oleh Handoko et al. 1994 memiliki dua bagian yaitu pembangkit data
curah hujan harian dari curah hujan bulanan dan pembangkit data cuaca harian dari data
curah hujan harian Lihat Gambar6. Bagian satu, pembangkit data curah hujan harian
dari curah hujan bulanan, menggunakan persamaam
peluang hujan
untuk membangkitkan curah hujan harian. Input
dari bagian ini adalah curah hujan bulanan dan hari hujan dan output bagian ini adalah
curah hujan harian dengan satuan mmhari. Bagian dua, pembangkit data cuaca harian,
menggunakan persamaan empiris untuk membangkitkan data cuaca. Data cuaca yang
dapat dibangkitkan yaitu lama penyinaran, radiasi, suhu minimum, suhu maksimum,
suhu rataan, dan kelembaban nisbi.
III. METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan