Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN

18

3.2 Pembahasan

Suhu berperan penting dalam aktivitas kimia dan biologis perairan. Hal ini disebabkan kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem air sangat dipengaruhi oleh suhu Barus 2001. Aktivitas biologis mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan suhu. Kisaran suhu air selama pemeliharaan ikan nila antara 26,1-29,3 o C. Kisaran suhu pada semua kolam penelitian masih berada pada batasan yang dapat ditoleransi. Menurut Irianto 2005, ikan mempunyai derajat toleransi terhadap perubahan suhu dengan kisaran tertentu yang sangat berperan bagi pertumbuhan dan resistensi terhadap lingkungan. Kisaran suhu optimum untuk budidaya ikan nila adalah 28-30 o C Lawson, 1995. Kisaran suhu pada perlakuan P1 dan P2 berada pada kisaran ideal untuk pertumbuhan ikan. Derajat keasaman merupakan salah satu komponen yang berpengaruh bagi kehidupan organisme akuatik, karena organisme tersebut berhubungan langsung dengan air yang sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion hidrogen. Kisaran pH tertinggi terukur pada perlakuan padat penebaran P1 sebesar 7,0-7,68 dan kisaran pH terendah terukur pada kolam kontrol sebesar 6,36-7,1. Menurut Kordi dan Tancung 2007, kisaran pH yang baik untuk budidaya ikan adalah 6,5- 9. Sedangkan menurut Barus 2001, nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan makhluk hidup di dalam air maupun hewan terestrial. Ketersediaan oksigen terlarut dalam ekosistem perairan diperlukan untuk mendukung kelangsungan hidup organisme dan proses-proses yang terjadi didalamnya. Oksigen terlarut pada media pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan padat penebaran berada pada kisaran 4,1-6,4 mg ℓ. Hal ini menunjukkan selama masa pemeliharaan ikan nila pada semua perlakuan oksigen cenderung menurun. Untuk perlakuan P1 dan P2 ketersediaan oksigen terlarut lebih tinggi dari kontrol. Rendahnya kadar oksigen terlarut dapat berpengaruh terhadap fungsi biologis dan lambannya pertumbuhan. Oksigen terlarut kurang dari 5 mg ℓ hingga 1 mgℓ dalam jangka panjang akan menyebabkan pertumbuhan menjadi melambat Lawson, 1995. Menurut Person – Le Ruyet et al. 2007 pada budidaya ikan dengan peningkatan jumlah padat 19 penebaran dapat menyebabkan penurunan kualitas air media pemeliharaan, seperti penurunan kadar oksigen terlarut sebagai akibat dari hasil buangan sisa metabolisme ikan dan karbondioksida yang diikuti dengan penurunan pH. Nilai kualitas air pada kolam filtrasi menunjukkan batas aman dalam budidaya ikan nila secara intensif baik pada perlakuan P1 maupun P2. Amonia, nitrat dan nitrit merupakan toksik bagi ikan dan dapat bersifat letal ataupun kronik Shimura et al., 2004; Benlu dan Ksal, 2005; Abbas, 2006; Voslarova, 2008. Kadar amonia media pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan padat penebaran berada pada kisaran 0,011 – 0,892 mg ℓ. Peningkatan kadar amonia pada kolam kontrol terlihat pada hari ke sepuluh sampai hari ke empat puluh. Peningkatan ini berasal dari adanya pakan yang tidak termakan, feses dan urin. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut. karena amonia dapat menyebabkan stres dan kerusakan insang atau jaringan Charo-Karisa et al., 2006. Pada budidaya ikan secara intensif amonia mudah terakumulasi karena merupakan produk alami metabolisme ikan El-Haroun et al., 2006. Peningkatan amonia pada perlakuan P1 dan P2, kadarnya tidak setinggi pada kontrol, hal ini disebabkan proses penguraian amonia dalam proses nitrifikasi berjalan optimal. Turunnya kadar nitrit pada perlakuan P1 dan P2 pada akhir pengamatan erat kaitannya dengan proses penguraian nitrit menjadi nitrat pada proses nitrifikasi. Diketahui bahwa nitrit dapat bersifat toksik bagi organisme akuatik Barus 2001. Hasil pengukuran kadar nitrat menunjukkan bahwa pada perlakuan P1 dan P2 cenderung menurun dari sampling hari H0 hingga hari H10, dan terjadi penurunan mulai sampling hari H20 sampai sampling hari H40. Penurunan ini menunjukkan seiring dengan penurunan konsentrasi nitrit yang berarti amonia yang terurai menjadi amonium dalam kondisi aerob mengalami proses nitrifikasi. Selain itu faktor lingkungan seperti oksigen terlarut pada perlakuan P1 dan P2 lebih tinggi dibandingkan kontrol, yaitu tingginya oksigen terlarut dalam air maka nitrit dalam air teroksidasi menjadi nitrat, sehingga kondisi ini mendukung pertumbuhan dan aktivitas kerja bakteri Nitrobacter yaitu pemanfaatan amonium 20 dan nitrit berlangsung dengan baik yaitu nitrit yang dioksidasi oleh bakteri Nitrobacter menjadi nitrat Lampiran 13. Nilai standar kualitas media untuk budidaya perairan menurut Lawson 1995 meliputi kadar oksigen terlarut lebih dari sama dengan 5 mg ℓ, kisaran pH 6.5-8, amonia bebas kurang dari 0,02 mg ℓ, nitrit kurang dari 0,06 mgℓ dan nitrat kurang dari 1 mg ℓ. Pola pertumbuhan ikan nila yang dipelihara dengan perbedaan padat penebaran pada perlakuan P1 dan P2 meningkat dan lebih tinggi dibanding kontrol. Kondisi ini didukung dengan keadaan kualitas air, karena sistem IMTA dapat mempertahankan kualitas air dalam proses resirkulasi agar tetap layak untuk budidaya ikan. Filtrasi biologis dalam kegiatan akuakultur resirkulasi yang berperan pada proses biologis ini adalah menghilangkan limbah nitrogen total amoniak nitrogen, NO 2 -N dan NO 3 -N serta karbon dioksida CO 2 . Proses penyisihan N, adanya nitrogen organik di air melalui proses hidrolisis dan peralihan dari NH 4 + -N dengan kondisi aerobik. NH 4 + -N dioksidasi menjadi nitirit NO 2 - -N oleh Nitrosomonas sp dan setelah itu menjadi nitrat NO 3 - -N oleh bakteri Nitrobacter sp. Konversi dari NH 4 + -N menjadi NO 3 - -N disebut nitrifikasi, sedangkan NO 3 - -N direduksi menjadi gas nitrogen terjadi dalam kondisi anaerobik disebut denitrifikasi oleh bakteri Psedomonas sp. Tumbuhan menyerap unsur N dalam bentuk NH 4 + -N dan NO 3 - -N Tylova-Munzarova et al., 2005; Madigan et al ., 2000. Hasil analisis ragam terhadap sintasan pada pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan padat penebaran menunjukkan bahwa pemeliharaan ikan nila pada kolam kontrol memberikan hasil berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2, sedangkan pada selang kepercayaan 95 antar perlakuan P1 dan P2 memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan nila. Sintasan pada perlakuan P1 dan P2 menunjukkan hasil yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan kontrol disebabkan karena kualitas air pada perlakuan kontrol terus menurun tanpa adanya perbaikan mutu kualitas air. Kadar nitrit yang bersifat toksik bagi ikan pada perlakuan kontrol pada sampling hari ke sepuluh menunjukkan nilai 0,045 mg ℓ dan terus menurun hingga hari ke empat 21 puluh. Sedangkan kadar nitrit maksimum dalam budidaya 0,02 mg ℓ. Hal ini merupakan salah satu penyebab rendahnya nilai sintasan pada perlakuan kontrol. Laju pertumbuhan harian pada perlakuan P1 dan P2 menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol perlakuan. Pada kontrol perlakuan tidak terdapat filtrasi terhadap air limbah budidaya sehingga limbah budidaya ikan nila pada kontrol perlakuan terus menumpuk dan merusak kualitas air. Kualitas media budidaya mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan dan reproduksi ikan Lawson, 1995. Berdasarkan dari tingkat kelangsungan hidup, FCR, SGR dan bobot mutlak perlakuan P1 dan P2 menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata namun lebih baik dari perlakuan kontrol. Bobot rata-rata masing-masing perlakuan masih terus meningkat hingga akhir pemeliharaan Lampiran 10, sehingga belum diperoleh kepadatan yang optimal. Sistem IMTA yang digunakan pada penelitian ini membuat kualitas air pada kolam pemeliharaan tetap layak untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan Nila. Hasil produksi terbaik yang ditunjukkan pada penelitian ini terdapat pada P2 dengan padat penebaran 150 ekorm 3 . Hasil produksi yang diperoleh pada kontrol, P1, dan P2 secara berturut-turut, yaitu sebesar 4,50±0,24 kg; 13,86±1,30 kg, 20,81±2.17 kg. Dengan begitu, dapat dikatakan padat penebaran yang memberikan hasil produksi terbaik pada pendederan ikan nila yaitu 150 ekorm 3 . 22

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Budidaya ikan nila intensif sistem IMTA outdoor masih mampu memberikan kondisi kualitas air yang masih dalam kisaran layak bagi budidaya ikan nila. Kepadatan yang paling baik pada budidaya ikan nila secara intensif, dengan menggunakan filtrasi dalam sistem IMTA outdoor adalah pada perlakuan 150 ekorm 3 dengan tingkat kelangsungan hidup 70,86, bobot mutlak 17,78 g dan laju pertumbuhan harian 2,54.

4.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian untuk menambah kepadatan ikanm 3 sehingga diperoleh kepadatan yang paling optimum, dengan kualitas air yang masih mendukung untuk budidaya ikan nila dengan sistem IMTA