RIZAL DAMANIK. Tingkat Retensi Karoten Total dan Protein serta Aktivitas Antioksidan Masakan Torbangun (Coleus amboinicus Lour)
ABSTRACT
SUPRAPTI. The Retention Rate of Total Carotenoids, Protein, and Antioxidant Activity of Torbangun Coleus amboinicus Lour Cuisine. Under the Guidance of
M. RIZAL M. DAMANIK.
Bataknese Simalungun women in North Sumatra who consume Torbangun soup believe that it can stimulate the breast milk production. Until now
information and use of Torbangun is still very limit. People need to know more about Torbangun apart from its benefit but also on the effect of cooking towards
nutrients especially those sensitive to the total carotenoids and proteins as well as antioxidant activity. The purpose of this research was to study the effects of
Cuisine types on the retention of carotenoids, protein, and antioxidant activity of Torbangun cuisine. There are three types of Torbangun cuisine used in this study
namely lodeh, pecel, and stir-fry. Chemical analysis conducted in this study include the analysis of water, fat, protein, ash, carbohydrate cntents, total
carotene, and antioxidant activity. The study used Complete Randomized Design CRD. Data were analyzed using Analysis of Variance, Duncan, and
independent T-Test. Cuisine types significantly effected the nutrient content of water, ash, carbohydrates, and carotene, while there were no significant effect of
the nutrient content of fat, and protein then antioxidant activity. The contribution of vitamin A in the torbangun cuisine per serving was more than 20 of the
recommended reference Label Nutrition ALG, so that these products can be categorized as high provitamin A. Independent T-Test results showed that the
levels of crude carotene lodeh before and after cooking were significantly different p 0.05, whereas carotene levels of pecel and stir-fry were not
significantly different, as well as protein content and antioxidant activity before and after cooking p 0.05.
Keywords: Cuisine, Torbangun, carotene, protein, antioxidant activity
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masyarakat Indonesia masih banyak yang mempercayai khasiat tertentu dalam suatu makanan. Kepercayaan tersebut sudah menjadi turun-temurun
selama ratusan tahun dan menjadi kebiasaan Damanik et al. 2006. Salah satu kebiasaan itu terdapat pada masyarakat Batak Simalungun di Sumatera Utara.
Wanita Batak yang yang baru melahirkan terbiasa mengkonsumsi Torbangun dalam bentuk sayur. Tanaman Torbangun dikonsumsi karena dipercaya dapat
memicu produksi ASI. Selain itu, Torbangun juga dipercaya dapat membantu mengontrol perdarahan postpartum dan bertindak sebagai agen pembersih rahim
Damanik et al. 2001. Torbangun merupakan tanaman yang banyak tumbuh di berbagai daerah
tidak hanya terbatas di Tanah Batak. Daun Torbangun juga ditanam di India dan Thailand meskipun tujuan penggunaannya berbeda-beda. Di India daun itu
digunakan untuk bumbu kari, sedangkan di Thailand untuk obat bagi orang yang digigit ular Damanik 2004. Pemanfaatan Torbangun di Indonesia sendiri masih
belum banyak diketahui sehingga penggunaannya terbatas dijadikan sebagai sayur oleh masyarakat Batak bagi ibu yang menyusui.
Pemanfaatan Torbangun sebagai sayur oleh masyarakat Batak memang sudah dikenal sejak lama, namun masih belum banyak penelitian yang
membahas mengenai sayur Torbangun. Sampai saat ini informasi mengenai masakan Torbangun terbatas pada ketersediaan zat gizi dalam sayur sedangkan
interaksi beberapa zat gizi yang berperan aktif dalam mempertahankan kadar gizi dalam pemasakan tidak diketahui, begitu pula informasi tentang retensi atau
perubahan zat gizi selama pemasakan. Masyarakat perlu mengetahui sisi lain dari masakan Torbangun selain
dari aspek manfaat saja. Sejauh ini masyarakat hanya mengetahui manfaat Torbangun dari segi kesehatan yaitu selain betindak sebagai lactagogum dan
pembersih rahim ibu yang baru melahirkan uterine cleansing agent Torbangun juga dikenal sebagai pemulih tenaga tonikum, pengurang rasa nyeri
analgesic, penawar
racun antimikrobaantibakteri
dan obat
untuk menyembuhkan penyakit seperti sariawan dan batuk Damanik et al. 2004.
Masyarakat sudah terlanjur tahu mengenai sisi baik yang beragam dari daun Torbangun, namun penelitian tentang pengaruh pemasakan terhadap zat
gizi terutama yang sensitif terhadap pemasakan diantaranya karoten dan protein,
serta aktivitas antioksidan masih jarang. Selama ini torbangun pada masyarakat Batak dimasak dengan cara direbus ditambahkan santan seperti sayur lodeh,
sedangkan pengolahan dijadikan jenis masakan yang lain masih jarang ditemukan. Umumnya jenis masakan yang dibuat oleh masyarakat beragam,
sehingga penelitian ini mengupayakan variasi masakan torbangun tidak hanya lodeh. Jenis masakan yang beragam diharapkan dapat memberikan gambaran
yang mewakili masing-masing jenis masakan. Adapun jenis masakan yang dimaksud yaitu lodeh, pecel, dan tumis yang mewakili jenis pemasakan rebus,
kukus, dan tumis.
Tujuan Penelitian Tujuan Umum:
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh jenis masakan terhadap tingkat retensi karoten total dan protein serta aktivitas antioksidan
masakan Torbangun.
Tujuan Khusus:
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisis sifat kimia kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar
karbohidrat masakan Torbangun. 2. Mengetahui kadar karoten dan protein serta aktivitas antioksidan masakan
Torbangun. 3. Mengukur kontribusi total karoten masakan Torbangun dalam pemenuhan
kebutuhan vitamin A. 4. Mengetahui perubahan kadar karoten dan protein serta aktivitas antioksidan,
masakan Torbangun setelah mengalami proses pemasakan.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Torbangun Coleus amboinicus Lour
Tanaman Torbangun Coleus amboinicus Lour merupakan tanaman tradisional yang sering disebut bangun-bangun. Menurut Damanik 2001, dalam
bahasa Simalungun „bangun‟ berarti bangkit, mereka percaya bahwa ibu yang baru melahirkan pasti lemah dan membutuhkan kekuatan untuk penyembuhan.
Pemberian tanaman Torbangun dapat memulihkan kondisi ibu yang baru melahirkan. Selain itu daun Torbangun telah digunakan oleh masyarakat Batak
Sumatera Utara sebagai makanan yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI serta status gizi anak yang dilahirkan Damanik 2005.
Tanaman Torbangun dikenal di beberapa daerah dengan beberapa nama yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia sendiri Torbangun dikenal dengan nama
Bangun-bangun, daun Jinten, daun Hati-hati, atau Sukan, masyarakat Sunda mengenalnya dengan nama Ajeran atau Aceran, dalam bahasa jawa disebut
daun kucing, dalam bahasa madura disebut Daun Kambing atau Mahja Nereng. Di Bali dikenal dengan nama Iwak dan di Timor dikenal dengan nama Kumu Etu
Heyne 1987. Torbangun yang ditemukan di lapangan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Daun Torbangun Coleus amboinicus Lour Sumber: Suryanto 2010
Taksonomi tanaman Torbangun diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae Divisi
: Spermatophyta Subdivisi
: Angiospermae Kelas
: Dicotyledoneae Bangsa
: Solanales
Suku : Labiatae
Marga : Coleus
Spesies : Coleus ambionicus Lour
Torbangun merupakan suatu tumbuhan jenis rumput-rumputan, mempunyai batang dan tangkai berkayu. Torbangun biasanya ditanam di kebun-
kebun dan di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Torbangun tumbuh di tempat-tempat yang tidak terlalu banyak
kena sinar matahari dan airnya cukup tidak terlalu kering Yuniarti 2008. Tanaman Torbangun memiliki ciri batang berkayu lunak, beruas-ruas dan
berbentuk bulat, diameter pangkal ± 15 mm, tengah 10 mm dan ujung ± 5 mm. Tanaman Torbangun jarang berbunga akan tetapi pengembangbiakannya mudah
sekali dilakukan dengan cara stek dan cepat berakar di dalam tanah. Di pot pun tanaman ini dapat tumbuh dengan baik Heyne 1987.
Komposisi zat gizi daun Torbangun yang terdapat dalam daftar komposisi bahan makanan menyebutkan bahwa dalam 100 g daun Torbangun
mengandung banyak kalsium, besi, karoten total dibandingkan dengan daun katuk Sauropus androgymus. Perbandingan kadar gizi daun Torbangun dan
daun katuk terdapat pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1 Kandungan gizi daun Torbangun dan daun katuk per 100 g bahan
Zat gizi Daun Torbangun
Daun katuk Energi kalori Kal
27 59
Protein g 1,3
6,4 Lemak g
0,6 1,1
Karbohidrat g 4,0
9,9 Zat besi mg
13,6 3,5
Magnesium mg 62,5
- Kalsium mg
279 233
Potasium mg 52
- Abu g
1,6 1,7
Serat g 1,0
1,5 Karoten total µg
13288 10020
Vitamin B1 µkg 0,16
Vitamin C mg 5,1
66,0 Air
92,5 83,3
Berat dapat dimakan 66
42 Sumber : Mahmud et al. 1995
Komposisi kadar kimia Torbangun masih belum banyak diketahui. Beberapa yang sudah diteliti yaitu Dr. Boorsma Heyne 1987 menyatakan daun
Torbangun mengandung banyak kalium 6,46 dari berat kering pada K
2
O dan minyak atsiri 0,043 pada daun segar atau 0,2 daun kering. Weehuizen
dalam Heyne 1987 mendapatkan dalam 120 kg tanaman segar kira-kira 25 ml minyak atsiri, yang mengandung phenol isopropyl-O-kresol dan atas dasar itu ia
menyatakan sebagai antiseptik yang bernilai tinggi. Daun tanaman Torbangun mengandung tiga komponen utama yang
berkhasiat. Komponen pertama adalah senyawa-senyawa yang bersifat laktagogue, yaitu komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu
pada induk laktasi. Komponen kedua adalah komponen gizi dan komponen ketiga adalah komponen farmaseutika yaitu senyawa-senyawa yang bersifat
buffer, antibakterial, antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna, dan penstabil. Hasil uji fitokimia dalam daun Torbangun terkandung alkaloid, flavonoid, dan
tanin Rumetor 2008. Menurut Yuniarti 2008, ada beberapa penyakit yang dapat diobati oleh
Torbangun yaitu asma, batuk, perut kembung, sakit kepala, sariawan, demam, luka dan borok. Heyne 1987 menambahkan, daunnya yang berbentuk jantung
dan sangat berdaging dan harum baunya biasanya dimasak sebagai sayur atau kadang-kadang untuk lalapan. Di Jawa, daunnya dipakai masakan daging
kambing. Selain itu daun ini juga bermanfaat sebagai penyembuh luka dengan cara digerus kemudian ditempelkan pada daerah luka, atau dibuat jamu penurun
panas, atau langsung dikunyah untuk obat sariawan. Menurut Duke 2002 Torbangun juga memiliki khasiat menyembuhkan penyakit kanker, kardiopati,
Congestive Heart Failure, sawan, kram, depresi, dermatosis, dyspepsia, disuria, eczema, glaukoma, tekanan darah tinggi, hipotiroid, mandul, insomnia, iskemik,
miokardiosis, obesitas, psoriasis, respirosis, thrombosis, dan retensi air.
Antioksidan
Antioksidan adalah zat yang dapat menetralisir radikal bebas, sehingga atom dan elektron yang tidak berpasangan mendapatkan pasangan elektron dan
menjadi stabil. Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak
berpasangan Tapan 2005. Elektron yang tidak berpasangan ini sangat mudah menarik elektron dari molekul-molekul lainnya sehingga radikal bebas menjadi
lebih reaktif. Sifat radikal bebas yang sangat reaktif menyebabkan radikal bebas tersebut sangat mudah menyerang sel-sel yang sehat di dalam tubuh. Bila tidak
ada pertahanan yang cukup optimal maka sel-sel yang sehat tersebut menjadi tidak sehat atau sakit. Senyawa yang dihasilkan oleh polusi, asap rokok, kondisi
stress, bahkan oleh sinar matahari akan berinteraksi dengan radikal bebas di dalam tubuh. Secara tidak langsung senyawa radikal tersebut akan merusak sel
sehingga menyebabkan terjadinya suatu penyakit seperti kanker, sakit liver, dan penyakit yang berhubungan dengan umur seperti alzeimer Hernani Raharjo
2006. Menurut Tapan 2005 fungsi antioksidan adalah menetralisir radikal
bebas, sehingga tubuh terlindungi dari berbagai penyakit degeneratif dan kanker. Fungsi lain antioksidan adalah membatu menekan proses penuaanantiaging.
Lebih lanjut Hernani Raharjo 2006 menambahkan, fungsi utama antioksidan digunakan untuk memperkecil terjadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak,
memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam industri makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang
terkandung dalam makanan, serta mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi.
Terdapat tiga macam antioksidan yaitu: 1 antioksidan yang dibuat sendiri oleh tubuh berupa enzim antara lain superoksida dismutase, glutathione
peroksidase, peroxidasi, dan katalase; 2 antioksidan alami yang dapat diperoleh dari tanaman atau hewan, yaitu: tokoferol, vitamin C, beta karoten, flavonoid, dan
senyawa fenolik; 3 antioksidan sintetik, yang dibuat dari bahan-bahan kimia Butylated hroxyanisole BHA yang ditambahkan ke dalam makanan untuk
mencegah kerusakan lemak Kumalaningsih 2007. Lebih lanjut menurut Kumalaningsih 2007, atas dasar fungsinya
antioksidan dapat dibedakan menjadi 5 lima yaitu: a. Antioksidan primer: antioksidan yang berfungsi untuk mencegah terbentuknya
radikal bebas baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, yaitu sebelum sempat bereaksi,
contohnya enzim superoksida dismutase yang melindungi hancurnya sel-sel dalam tubuh akibat serangan radikal bebas.
b. Antioksidan sekunder: antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai
sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar, contohnya vitamin E, vitamin C, dan beta karoten yang dapat diperoleh dari buah-buahan.
c. Antioksidan tersier: senyawa yang memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas, contohnya enzim metionin sulfoksidan
reduktase yang memperbaiki DNA dalam inti sel. d. Oxygen scavenger: antioksidan yang termasuk oxygen scavenger yang
mampu mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi, misalnya vitamin C.
e. Chelators atau sequesstrants: senyawa yang dapat mengikat logam sehingga logam tidak dapat mengkatalis reaksi oksidasi. Akibatnya kerugian dapat
dicegah. Contoh senyawa tersebut adalah asam sitrat dan asam amino. Reaksi antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan
reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak teroksidasi, dapat disebabkan oleh empat macam mekanisme reaksi yaitu: 1 pelepasan hidrogen dari antioksidan;
2 pelepasan elektron dari antioksidan; 3 adisi lemak ke dalam cincin aromatik dari antioksidan; dan 4 pembentukan senyawa kompleks antara lemak dan
cincin aromatik dari antioksidan Ketaren 1986. Antioksidan dapat menghambat setiap tahap oksidasi. Adapun tahap-
tahap reaksi oksidasi adalah sebagai berikut: RH + O-O
cahayapanas R + OOH free redical intiating
R + O-O RO
2
chain propagasi RO
2
+ RH RO
2
H + R R + OOH
RO
2
H chain termination
R + R RR
R + RO
2
RO
2
R Keterangan
RH = lemakminyak tidak jenuh
RO
2
= peroksida aktif R
= asam lemak tidak jenuh aktif Dengan penambahan antioksidan, maka energi dalam persenyawaan
aktif mengandung energi ditampung oleh antioksidan, sehingga reaksi oksidasi terhenti Ketaren 1986.
Karoten
Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, oranye, merah oranye serta larut dalam minyak lipida Winarno 1997. Karotenoid
adalah kelompok besar dari hidrokarbon karoten dan xantofil. Karoten mengakibatkan tanaman berwarna merah, oranye, atupun kuning, contohnya
pada tanaman nanas, jeruk, buah persik, tomat, papaya, wortel, semangka, labu dll. Tapan 2005.
Dalam tanaman terdapat beberapa jenis karoten, namun yang lebih banyak ditemukan adalah alfa karoten, beta karoten, dan gamma karoten, serta
kriptosantin yang berperan sebagai provitamin A. beta karoten merupakan provitamin yang paling aktif yang terdiri dari dua molekul retinol yang saling
berkaitan Almatsier 2004. Keaktifan biologis karoten jauh lebih rendah dibandingkan dengan vitamin A Winarno 1997.
Menurut Tapan 2005, secara umum fungsi karotenoid adalah untuk mengatur fungsi-fungsi kekebalan tubuh, melindungi dari proses penuaan
keriput dan kulit kering, rambut memutih dan flek-flek di wajah, melindungi dari aterosklerosis dan beberapa jenis kanker. Almatsier 2004, menambahkan
vitamin A berperan dalam berbagai fungsi faali tubuh yaitu penglihatan, diferensiasi sel, fungsi kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi,
pencegahan kanker dan penyakit jantung. Karotenoid merupakan senyawa yang tersebar luas dalam tanaman dan
buah-buahan. Seperti halnya dengan klorofil, karotenoid juga terdapat dalam kloroplas daun atau batang tanaman yang berwarna hijau Winarno 1997.
Menurut Almatsier 2004 karotenoid terdapat dalam kloroplas tanaman dan berperan sebagai katalisator dalam fotosintesis yang dilakukan oleh klorofil. Oleh
karena itu, karotenoid paling banyak terdapat dalam sayuran berwarna hijau. Winarno 1997 menambahkan, karotenoid tidak selalu berdampingan dengan
klorofil, namun sebaliknya klorofil selalu disertai dengan karotenoid. Disamping pada daun dan batang tanaman, karotenoid juga terdapat pada bagian-bagian
lain tanaman misalnya pada umbi dan buah. Pada tanaman atau buah-buahan yang kadar karbohidratnya rendah, biasanya kadar karotenoidnya juga rendah.
Ada hubungan langsung antara derajat kehijauan sayuran dengan karoten. Semakin hijau daun tersebut semakin tinggi kadar karotennya, sedangkan daun-
daun yang pucat seperti selada, dan kol miskin akan karoten. Wortel, ubi jalar, dan labu kaya akan karoten.
Karakteristik dari karotenoid adalah sensitif terhadap alkali dan sangat sensitif terhadap udara dan sinar terutama pada suhu tinggi serta tidak larut
dalam air, gliserol, dan propilen glikol. Karotenoid larut dalam minyak makan pada suhu kamar, dan lemak Kumalaningsih 2007. Winarno 1997
menambahkan, vitamin A mempunyai sifat yang sangat mudah teroksidasi oleh udara, dan akan rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi bersama udara, sinar,
dan lemak yang sudah tengik, namun vitamin A stabil terhadap panas dan asam. menurut Almatsier 2004, pada cara pemasakan biasa tidak banyak vitamin A
yang hilang. Pengeringan buah di matahari dan cara dehidrasi lain menyebabkan kehilangan sebagian dari vitamin A. Ketersediaan biologik vitamin A meningkat
dengan kehadiran vitamin E dan antioksidan lain. Kebutuhan tubuh akan vitamin A masih dinyatakan dalam Satuan
Internasional SI. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah penilaian aktivitas vitamin A dalam makanan, agar mencakup preformed vitamin A dan
provitaminnya. Satu SI vitamin A setara dengan kegiatan 0,2 ug retinol atau 0,6 µg trans beta karoten atau 1,0 mg karoten total campuran di dalam bahan
makanan nabati Sediaoetama 2008. Rekomendasi konsumsi vitamin A µg ekuivalen retinol per hari untuk
berbagai golongan umur dan jenis kelamin untuk Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Rekomendasi konsumsi vitamin A µg ekuivalen retinol per hari Group
Ageyears FAOWHO1988
safe level of intake
USA 1989 RDA
UK 1991 RNI
Laki-laki dan perempuan
1.0 350
375 350
1-3 400
400 400
4-6 400
500 500
7-10 400
700 500
Laki-laki 11-12
500 1000
600 13-15
600 1000
600 Adult 15
600 1000
700 Perempuan
11-12 500
800 600
13-15 600
800 600
Adult 15 500
800 600
Pregnancy +100
+0 +100
Lactation +350
+500 +350
Sumber : Truswell dan Mann 2007
Jumlah kebutuhan vitamin A yang dianjurkan Widya karya Pangan Nasional Pangan dan Gizi 1978 adalah 1.200-2.400 SI bagi bayi dan anak-anak
di bawah 10 tahun, dan 3.500-4.000 SI untuk orang dewasa. Apabila kebutuhan vitamin A tidak terpenuhi akan menyebabkan beberapa gangguan. Menurut
Almatsier 2004 beberapa ganggunan yang dapat ditimbulkan akibat kekurangan vitamin A yaitu buta senja, perubahan pada mata yang dalam jangka
panjang dan tidak diobati akan mengakibatkan kebutaan total yang dikenal xeroftalmia. Gangguan lainnya adalah infeksi karena fungsi kekebalan menurun
akibat kekurangan vitamin A, kulit menjadi kering dan kasar, serta gangguan pertumbuhan, keratinisasi pada sel-sel lidah yang berakibat berkurangnya nafsu
makan, dan anemia. Kelebihan vitamin A hanya terjadi bila memakan vitamin A sebagai
suplemen dalam takaran tinggi yang berlebihan, misalnya takaran 16.000 RE untuk jangka waktu lama atau 40.000-55.000 REhari. Gejala pada orang dewasa
antara lain sakit kepala, pusing, rasa eneg, rambut rontok, kulit mengering, tidak ada nafsu makan atau anoreksia, dan sakit pada tulang. Pada bayi terjadi
pembesaran kepala hidrosefalus, dan mudah tersinggung, yang dapat terjadi pada konsumsi 8.000 REhari selama 30 hari Almatsier 2004.
Protein
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separonya
ada di dalam otot, seperlimanya di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit, dan selebihnya di jaringan lain dan di cairan tubuh. Semua enzim,
berbagai hormon, pengangkut zat gizi dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein. Di samping itu asam amino yang membentuk protein
bertindak sebagai prekursor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat, dan molekul-molekul yang esensial untuk kehidupan Almatsier 2004.
Menurut Winarno 1997, protein dalam tubuh manusia, terutama dalam sel jaringan, bertindak sebagai bahan membran, dapat membentuk jaringan
pengikat misalnya kolagen dan elastin, serta membentuk protein yang inert seperti rambut dan kuku. Di samping itu protein dapat berkerja sebagai enzim,
bertindak sebagai plasma albumin, membentuk antibodi, membentuk kompleks dengan molekul lain, serta dapat bertindak sebagai bagian sel yang bergerak
protein otot. Menurut Sediaoetama 2008 fungsi protein dalam tubuh sangat berhubungan dengan hayat hidup sel. Sebagai protein struktural bagian integral
dari mikrostruktur sel, zat pembangun, pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, menggantikan sel-sel yang mati dan aus terpakai, berfungsi dalam mekanisme
pertahanan tubuh, sebagai zat pengatur metabolisme dalam bentuk enzim dan hormon, salah satu sumber energi, dan dalam kromosom berfungsi dalam
menyimpan dan meneruskan sifat-sifat keturunan dalam bentuk gen. Menurut Muchtadi et al. 1993, berdasarkan strukturnya protein dapat
digolongkan menjadi: a. Struktur primer: digambarkan sebagai struktur asam amino dalam protein.
Merupakan serangkaian asam amino khas yang menentukan sifat dasar dari berbagai protein.
b. Struktur sekunder: bentuk tiga dimensi dengan cabang-cabang rantai polipeptida yang tersusun saling berdekatan. Contohnya bentuk alfa heliks
yang terdapat pada wool, bentuk lipatan pada sutera, serta bentuk heliks pada kolagen.
c. Struktur tersier: susunan beberapa struktur sekunder yang ditemukan pada sebagian besar rantai cabang polipeptida.
d. Struktur kuartener: struktur yang melibatkan beberapa struktur rantai polipeptida dalam bentuk ikatan protein. Ikatan yang terlibat dalam
pembentukan protein sama dengan ikatan-ikatan yang terdapat pada struktur tersier.
Protein dapat bersumber dari protein nabati maupun protein hewani. Sumber protein hewani dapat berupa daging dan alat-alat dalam seperti hati,
pankreas, ginjal, jantung, paru, jantung, jeroan babat dan usus, susu, telur, ayam dan jenis burung lain. Ikan, dan kerang-kerangan merupakan sumber
protein yang rendah lemak dan kolestrol, sehingga baik dipergunakan dalam diet rendah lemak dan kolesterol. Di negara-negara Barat terdapat sumber protein
inkonvensional yang digunakan campuran makanan hewan ternak atau peliharaan. Contoh protein tersebut adalah ampas biji-bijian bekas pembuatan
minyak makan sebagai sisa pabrik, tepung ikan, protein daun, unicellular algae, dan ragi Yeast Sediaoetama 2008. Gaman dan Sherrington 1992,
menambahkan makanan asal hewani lebih banyak mengandung protein dibandingkan dengan makanan asal nabati. Sumber protein yaitu daging dan
ikan, roti dan serealia, susu dan keju, telur, dan sayuran. Menurut Almatsier
2004 sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lain.
Kebutuhan protein menurut FAOWHOUNU 1985 adalah konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan
produksi protein yang diperlukan dalam masa pertumbuhan, kehamilan, atau menyusui. Angka kecukupan protein orang dewasa menurut hasil-hasil penelitian
keseimbangan nitrogen adalah 0,75 gkg berat badan Almatsier 2004. Kebutuhan protein perorangan tergantung pada laju pertumbuhan dan berat
badan. Orang dewasa memerlukan kira-kira 1 g protein untuk setiap kg berat badan. Selama periode pertumbuhan, lebih banyak protein diperlukan secara
proporsional, misalnya untuk anak-anak usia 5-6 tahun dibutuhkan kira-kira 2 g protein untuk tiap kg berat badan. Selama hamil dan menyusui anak, wanita
memerlukan lebih banyak protein dalam susunan makanannya, karena harus memenuhi kebutuhan bayinya disamping keperluan tubuhnya sendiri. Setelah
sakit atau menjalani operasi, tubuh kehilangan sejumlah protein, karena itu selama penyembuhan kadar protein dalam susunan makanan harus dinaikkan
menjadi 14 dari seluruh asupan energi Gaman Sherrington 1992. Di negara-negara yang kurang maju, khususnya di Afrika dan daerah
Timur, susunan makanannya terutama terdiri dari satu makanan pokok asal nabati dan di daerah yang makanan berprotein rendah seperti ubi kayu atau ubi
rambat, defisiensi protein umum terjadi. Defisiensi yang hebat mengakibatkan penyakit yang dikenal dengan kwashiorkor. Keadaan ini disebabkan oleh
makanan yang susunan makanan yang kadar proteinnya rendah namun kadar karbohidratnya tinggi. Kekurangan protein juga mengakibatkan anemia, karena
protein penting untuk membentuk butir-butir darah merah Gaman Sherrington 1992. Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan
kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan marasmus. sindroma gabungan antara dua jenis kekurangan ini dinamakan energy-protein
malnutritionEPM atau kurang energi proteinKEP atau kurang kalori-proteinKKP. Sindroma ini merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia Almatsier 2004.
Pengaruh Pemasakan terhadap Zat Gizi
Pemasakan bertujuan untuk mempermudah daya cerna, membunuh mikroorganisme penyebab penyakit yang ada dalam bahan pangan, dan
menambah citarasa Sandjaja 1997. Pemanasan tidak hanya membunuh
mikroorganisme yang menyebabkan penyakit, tetapi dapat merubah struktur molekul makanan yang meliputi tekstur, rasa, aroma, dan penampakan Brown
2000. Secara umum pemasakan dapat berpengaruh terhadap keseluruhan kualitas sayuran. Keamanan dan kelayakan konsumsi secara umum meningkat,
senyawa berbahaya alkaloid, sianogen lepas dari jaringan atau inaktif protease inhibitor, lektins dan di beberapa kasus, aroma menjadi meningkat karena suhu
yang tinggi membuat molekul aromatik lebih volatil dan menjadi lebih mudah terdeteksi McGee 1984.
Menurut Soedarmo dan Sadiaoetomo 2008, penurunan kadar zat gizi sayuran yang dimasak dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu: penggunaan
air perebusan yang terlalu banyak, sayuran dipotong-potong dalam ukuran yang terlalu kecil, sayuran dimasukkan dalam air yang belum mendidih, dan pada
waktu merebus wadah dibiarkan terbuka. Lowe 1963, mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kehilangan zat gizi sayuran pada saat
pamasakan adalah metode pemasakan, lama dan suhu pemasakan, volume air, ukuran sayuran dan reaksi terhadap media pemasak.
Perubahan penting dalam pemasakan sayuran adalah gula, vitamin, dan mineral, sedangkan kehilangan zat-zat gizi lainnya dapat diabaikan Peckam
1969. Pemasakan akan menyebabkan tekstur sayuran menjadi lunak. Hal ini terjadi karena protein dalam sitoplasma dan membran sel terdenaturasi sehingga
permeabilitas selektifnya hilang akibat keluar masuknya air tidak secara osmosis melainkan secara difusi Yahya 1990 dalam Khoiriyah 2011.
Menurut Gaman dan Sherrington 1992, protein dapat mengalami proses yang dikenal sebagai denaturasi. Jika struktur sekundernya berubah tetapi
struktur primernya tetap. Bentuk molekulnya mengalami perubahan, biasanya karena terpecah atau terbentuknya ikatan-ikatan silang tanpa mengganggu
urutan asam aminonya. Denaturasi dapat merubah sifat protein menjadi sukar larut air dan makin kental. Keadaan ini dikenal dengan koagulasi. Koagulasi
dapat ditimbulkan dengan berbagai cara yaitu dengan pemanasan, dengan asam, dengan enzim-enzim, dengan perlakuan mekanis, dan penambahan
garam. Muchtadi et al. 1993 menambahkan, Aktivitas biologis sebagian besar protein akan rusak oleh penambahan asam atau basa kuat detergen ionic, urea,
guanidine, logam berat Ag, Pb, Hg, pelarut organik, serta pemanasan di atas suhu kamar. Protein yang terdenaturasi akan mengalami penurunan kelarutan,
perubahan aktivitas pengikatan air, kehilangan aktivitas biologis, peningkatan
kerentanan terhadap serangan enzim protease, peningkatan viskositas intrinsik, dan ketidakmampuan untuk mengkristal.
Jenis masakan Lodeh
Sayur lodeh adalah masakan Indonesia yang berupa sup dan menggunakan santan. bahan umum yang digunakan dalam pembuatan sayur
lodeh adalah nangka muda, terong, terong, labu siam, melinjo, kacang panjang, tahu, tempe, semua dimasak dalam sup santan dan kadang-kadang ditambah
dengan kaldu ayam atau sapi. Sayur lodeh dikenal dalam masakan Jawa yang kemudian tersebar ke seluruh Indonesia. Bahan sayur lodeh mirip dengan sayur
asem, perbedaan utama diantara keduanya terletak pada sup, sup sayur lodeh adalah santan sedangkan sayur asem berbasis asam Anonim 2012.
Pecel
Pecel adalah makanan khas kota Madiun Jawa Timur Indonesia yang terbuat dari sayuran yang dihidangkan dengan disiram sambal kacang. Konsep
hidangan pecel ada kemiripan dengan salad bagi orang Eropa, yakni sayuran segar yang disiram topping mayonnaise, hanya untuk pecel menggunakan
topping sambal kacang. Bahan utama dari sambal pecel adalah kacang tanah dan cabe rawit yang dicampur dengan bahan lainnya seperti daun jeruk purut,
bawang, asam jawa, merica, dan garam. Porsi pecel berkisar 80-100 g. Sayuran yang biasanya terdapat dalam pecel diantaranya kangkung, kacang panjang,
labu siam, kol, toge, dan mentimun Lasmanawati 2009. Berdasarkan komposisi pecel merupakan salad pembuka, namun di beberapa daerah mengganggap
pecel adalah makanan sarapan, lauk untuk menemani nasi, bahkan dihidangkan malam hari.
Tumis
Mengolah bahan masakan dengan cara menumis adalah salah satu teknik masak. Kata lain dari tumis adalah ca, yang berasal dari bahasa China.
Waktu yang diperlukan untuk membuat tumis sangat singkat, menumis adalah memasak dengan cepat. Bahan yang digunakan untuk tumis dipotong-potong
kecil-kecil sehingga panas yang sampai ke dalam setiap bahan masakan tersebut merata dengan cepat, sehingga bahan masakan matang dalam waktu
bersamaan dan singkat Dapur Kirana 2009. Tumis merupakan salah satu metode pemasakan yang menggunakan minyak. Minyak digunakan untuk
menghantarkan panas, selain itu juga berperan sebagai pelumas yang mencegah lengket pada penggorengan, berpengaruh pada rasa, pencoklatan,
dan membuat tekstur luar menjadi renyah. Meskipun minyak berbentuk liquid, menggoreng merupakan metode pemasakan panas kering karena selama proses
berlangsung hanya menggunkan lemak dan tanpa air sedikit pun. Suhu yang digunakan juga bervariasi menumis memerlukan suhu sedang atau tinggi, suhu
rendah menyebabkan penyerapan minyak yang berlebihan Brown 2000.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Gizi dan Laboratorium Analisis Zat Gizi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan selama lima bulan yaitu dari bulan Juli sampai dengan bulan November 2011.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Torbangun Coleus amboinicus Lour segar, bumbu-bumbu berupa bawang
merah, bawang putih, kemiri, sereh, garam, jahe, kunyit, lada, jeruk nipis, dan santan. Adapun bahan yang digunakan dalam analisis kimia adalah asam sulfat
pekat, selenium mix, asam borat jenuh, asam klorida, indikator MM+MB, heksana, etanol, air bebas ion, aquades, kertas saring, NaOH, H
2
SO
4
, methanol, DPPH, buffer asetat, petroleum eter, dan Na
2
SO
4
. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cawan porselen, oven,
desikator, timbangan analitik, penjepit cawan, spatula, cawan porselen, pemanas Kjedahl, labu Kjedahl, oven, alat destilasi, alat titrasi, alat ekstraksi, vakum dan
penangas air bergoyang, tanur, Soxhlet, erlenmeyer, freezer, penghisap vakum, buret, penyangga penampung erlenmayer, alat ekstraksi Soxhlet dan labu lemak,
alat pemanasan listrik atau penangas uap, desikator, kapas-wool bebas lemak, kertas saring, labu lemak, penangas, gelas piala, gelas ukur, vorteks, pipet tetes,
tabung reaksi besar, corong buhner, corong, corong pemisah, kuvet, dan instrumen Spektofotometer.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis masakan sebagai perlakuan. Terdapat tiga jenis masakan yang digunakan yaitu lodeh, pecel, dan tumis. Pecel
merupakan masakan Torbangun yang dimasak dengan cara dikukus. Lodeh adalah masakan yang diolah dengan cara direbus, sedangkan tumis merupakan
masakan yang diolah dengan cara ditumis dengan menggunakan sedikit minyak. Torbangun segar yang akan dibuat pecel, daun yang sudah bersih
dimasak dengan medium uap air panas yang dihasilkan oleh air mendidih lalu ditutup. Torbangun segar yang akan dilodeh dimasukan setelah air rebusan
mendidih, diaduk kemudian ditutup. Untuk Torbangun segar yang akan ditumis,
Torbangun segar dimasukkan setelah minyak cukup panas, dibolak balik kemudian ditambahkan air sebagai cairan penumis. Pada perebusan dan
penumisan wadah langsung ditutup sesaat setelah daun Torbangun segar dimasukan. Hal ini dimaksudkan untuk mengembalikan suhu pemasakan .yang
menurun ke suhu didih secepatnya. Pada penumisan, sayuran terus dibolak balik dari satu sisi ke sisi lain agar panasnya merata Hasanah 1995.
Resep masakan Torbangun yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada penelitian Khoiriyah 2011 dan disajikan pada lampiran 2. Daun Torbangun
segar disortasi, proses tersebut bertujuan untuk memilih daun Torbangun yang baik, selain itu juga untuk memisahkan bagian daun Torbangun dari benda-
benda asing. Selanjutnya daun Torbangun dicuci dengan air bersih agar terpisah dari kotoran yang menempel. Daun Torbangun kemudian ditimbang sebanyak
1250 g, selanjutnya dimasak dengan cara direbus untuk lodeh, dikukus untuk pecel, dan ditumis.
Gambar 2 Prosedur pengolahan masakan Torbangun Semua masakan Torbangun kemudian dianalisis kimia meliputi analisis
kadar air metode oven, kadar lemak metode Soxhlet, kadar protein metode mikro Kjedahl, kadar total abu, dan kadar karbohidrat secara by difference. Selain itu
untuk mengetahui perubahan zat gizi yang peka terhadap pemasakan yaitu
Diolah dengan cara direbus lodeh Torbangun
Diolah dengan cara dikukus pecel Torbangun
Diolah dengan cara ditumis tumis Torbangun
Daun Torbangun segar
Sortasi daun segar
Dicuci dengan air bersih
Ditimbang masing-masing sebesar 1250 g
karoten total dan protein serta aktivitas antioksidan kemudian dihitung perubahannya. Ketiga komponen tersebut merupakan komponen yang peka
dengan pemasakan. Adapun penjabaran lengkap metode analisis kimia yang digunakan terdapat pada lampiran 1.
Gambar 3 Diagram alur penelitian
Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan pada uji perubahan karoten total, antioksidan dan protein masakan Torbangun adalah Rancangan Acak Lengkap RAL yang terdiri
dari dua kali ulangan. Perlakuan penelitian ini adalah jenis masakan Torbangun yaitu lodeh, pecel, dan tumis.
Model matematika rancangan adalah sebagai :
Y
ij
= µ+αi + ɛ
Keterangan: i
= 1,2,…t dan j= 1,2….r Y
ij
= pengamatan pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-j µ
= rataan umum αi
= pengaruh perlakuan ke-i ɛ
= pengaruh acak pada perlakuan ke-I ulangan ke-j
Perubahan Masakan matang
Proses pengolahan: Lodeh, pecel, tumis
Daun Torbangun segar+bumbu
Analisis: Kadar Karoten
Kadar Protein Kapasitas Antioksidan
Analisis: Kadar Air
Kadar Abu Kadar Lemak
Kadar karbohidrat Analisis:
Kadar Total Karoten Kadar Protein
Kapasitas Antioksidan
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan Microsoft Excel for windows serta dianalisis menggunakan Statistical Program for Social Sciece
SPSS versi 17 for windows. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dianalisis menggunakan Analysis of variant ANOVA. Apabila perlakuan menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata p0,05 maka dilanjutkan dengan Uji Duncan. Retensi zat gizi karoten total dan protein serta aktivitas antioksidan dianalisis
menggunakan uji statistika Independent Samples Test. Pengaruh jenis masakan terhadap besar retensi antioksidan, karoten, dan protein dilakukan secara
deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Gizi Masakan Torbangun Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita
rasa pada bahan pangan Sandjaja 2009. Selain itu menurut Nielsen 1998, salah satu analisis produk yang paling mendasar dan penting yang bisa
menunjukkan produk pangan adalah penentuan kadar air. Penentuan kadar air masakan Torbangun yang terdiri dari lodeh, pecel,
dan tumis dilakukan menggunakan metode oven. Secara keseluruhan kadar air dalam masakan Torbangun tergolong tinggi berkisar 80-94 terlihat pada
Gambar 4. kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri,
kapang, dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan mengakibatkan perubahan pada bahan pangan Sandjaja 2009.
Gambar 4 Grafik rata-rata kadar air masakan Torbangun Gambar 4 menunjukkan kadar air lodeh, pecel dan tumis berturut-turut
sebesar 94,25, 80,32, dan 84,11. Kadar air masakan Torbangun tertinggi terdapat pada masakan yang diolah menjadi lodeh, pada porsi yang sama.
Tingginya kadar air pada lodeh berasal dari kuah masakan, karena dimasak dengan cara direbus yang menggunakan banyak air. Hal ini sesuai dengan hasil
Sidik Ragam, yang menunjukkan bahwa perlakuan sangat berpengaruh nyata terhadap kadar air p0,01 Lampiran 3. Uji lanjut Duncan memperlihatkan
bahwa kadar air pada lodeh berbeda nyata dengan pecel dan tumis, sedangkan kadar air pecel dan tumis saling tidak berbeda nyata.
Lodeh a Pecel b
Tumis b Kadar Air
94,25 80,32
84,11 70,00
75,00 80,00
85,00 90,00
95,00 100,00
Ka d
a r
A ir
b b
Tingginya kadar air dalam masakan Torbangun mengakibatkan masakan tidak dapat bertahan lama. Penurunan mutu secara kimia dan mikrobiologi
dipengaruhi oleh kadar air. Pertumbuhan mikroba, reaksi pencoklatan, dan hidrolisis lemak merupakan beberapa kerusakan yang juga disebabkan oleh
kadar air yang tinggi deMan 1997.
Kadar Abu
Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kadar mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang
dihasilkan Sandjaja 2009. Gambar 5 memperlihatkan kadar abu masakan Torbangun pada lodeh,
pecel, dan tumis yang berturut-turut 26,03 bk, 6,72 bk, dan 11,73 bk. Kadar abu yang tinggi pada masakan Torbangun mengindikasikan tingginya kadar
mineral dalam masakan tersebut. Kadar abu tertinggi terdapat pada sayur lodeh, hal ini karena jika dibandingkan dengan garam yang digunakan pada, pecel dan
tumis lodeh merupakan yang tertinggi Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam menunjukkan jenis masakan sangat berpengaruh nyata p0,01 terhadap kadar
abu Lampiran 3. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan kadar abu lodeh, pecel dan tumis berbeda nyata Lampiran 3. Rataan kadar abu dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5 Grafik rata-rata kadar abu masakan Torbangun
Kadar Lemak
Lipida meliputi senyawa-senyawa heterogen, termasuk lemak dan minyak yang umum dikenal dalam makanan, malam, fosfolipida, sterol, dan ikatan lain
sejenis yang terdapat di dalam makanan dan tubuh manusia. Lipida mempunyai
lodeh a Pecel b
Tumis c Kadar Abu
26,03 6,72
11,73 0,00
5,00 10,00
15,00 20,00
25,00 30,00
Ka d
a r
A b
u b
k
sifat yang sama, yaitu larut dalam pelarut non polar, seperti etanol, eter, kloroform, dan benzena Almatsier 2004.
Kadar lemak masakan Torbangun yang dijadikan lodeh sebesar 40,81 bk, pecel sebesar 33,18 bk, sedangkan masakan tumis sebesar 42,91 bk.
Kadar lemak tumis Torbangun lebih tinggi dibandingkan dengan kadar lemak pecel, dan lodeh Gambar 6. Minyak goreng yang digunakan dalam proses
penumisan merupakan salah satu sumber lemak Almatsier 2004, hal tersebut diduga menjadi penyebab kadar lemak masakan tumis menjadi yang paling tinggi
diantara masakan yang lain. Saat penumisan berlangsung, matriks jaringan sayuran yang semula terisi oleh air serta komponen organik lainnya akan
terdegradasi, kemudian keluar jaringan dan digantikan oleh misel-misel minyak Subeki 1998. Hasil Sidik Ragam menunjukkan jenis masakan tidak
berpengaruh nyata p0,05 terhadap kadar lemak Lampiran 3.
Gambar 6 Grafik rata-rata kadar lemak masakan Torbangun
Kadar Karbohidrat
Karbohidrat merupakan zat gizi yang penting dalam susunan makanan sebagai sumber energi. Senyawa-senyawa ini mengandung unsur karbon,
hidrogen, oksigen, dan dihasilkan oleh tanaman dengan proses fotosintesis Gaman Sherrington 1992. Penentuan kadar karbohidrat masakan Torbangun
dengan berbagai jenis pemasakan didasarkan pada perhitungan yang disebut carbohydrate by difference. Kadar karbohidrat bb diperoleh dengan cara
mengurangi 100 dengan total penjumlahan kadar protein, kadar lemak, kadar abu, dan kadar air Nielsen 2003.
Lodeh a Pecel a
Tumis a Kadar Lemak
40,81 33,18
42,91 0,00
10,00 20,00
30,00 40,00
50,00
Ka d
a r
Le m
a k
b k
Torbangun yang diolah menjadi lodeh memiliki kadar karbohidrat 14,98 bk. Pecel memiliki kadar karbohidrat sebesar 39,75 bk, sedangkan tumis
33,41 bk. Kadar karbohidrat masakan Torbangun tertinggi terdapat pada Torbangun yang diolah dijadikan pecel. Hasil Sidik Ragam menunjukkan
pemasakan berpengaruh nyata p0,05 terhadap kadar karbohidrat masakan Torbangun Lampiran 3. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar
karbohidrat lodeh berbeda nyata dengan kadar karbohidrat sayur lainnya, sedangkan kadar karbohidrat pecel dan tumis tidak berbeda nyata Lampiran 3.
Persentase kadar karbohidrat dalam masakan Torbangun dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Grafik rata-rata kadar karbohidrat masakan Torbangun
Kadar Protein
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, setengahnya ada di dalam
otot, seperlimanya di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit, selebihnya di jaringan lain, dan di cairan tubuh. Semua enzim, berbagai
hormon, pengangkut zat gizi dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein. Asam amino yang membentuk protein bertindak sebagai
precursor, sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat, dan molekul-molekul yang esensial untuk kehidupan Almatsier 2004.
Gambar 8 menunjukkan kadar protein masakan Torbangun yang dijadikan lodeh, pecel, dan tumis berturut-turut adalah 18,17 bk, 20,35 bk,
dan 11,95 bk. Kadar protein pada pecel tertinggi, dibandingkan dengan masakan jenis lainnya. Tambahan kacang tanah goring digunakan sebagai
sambel pada pecel. Menurut Almatsier 2004, kacang-kacangan merupakan
Lodeh a Pecel b
Tumis b Kadar
Karbohidrat 14,98
39,75 33,41
0,00 10,00
20,00 30,00
40,00 50,00
Ka d
a r
Ka rb
o h
id ra
t b
k
sumber protein nabati. Berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan memperlihatkan bahwa, kadar protein dalam kacang tanah terkelupas sebesar
25,3 gram100 gram bahan. Hasil Sidik Ragam jenis masakan tidak berpengaruh nyata p0,05 terhadap kadar protein masakan Lampiran 3.
Gambar 8 Grafik rata-rata kadar protein masakan Torbangun
Aktivitas Antioksidan
Antioksidan adalah zat yang dapat menetralisir radikal bebas sehingga atom dan elektron yang tidak berpasangan mendapatkan pasangan elektron dan
menjadi stabil. Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak
berpasangan Tapan 2005. Individu yang mengkonsumsi zat gizi yang bersifat antioksidan seperti vitamin A, C, dan E yang cukup akan membantu sistem
pertahanan tubuh. Sayuran merupakan salah satu sumber senyawa antioksidan Lusivera 2001. Sayuran mengandung antioksidan gizi vitamin seperti vitamin
A, vitamin E, dan beta karoten serta antioksidan non gizi seperti flavonoid, polifenol, dan produk degradasi dari glukosinolat dan indol. Selain itu juga
terdapat antioksidan gizi mineral seperti Se yang berkaitan dengan glutation peroksidase, Mn pada superoksidase dismutase SOD mitokondria, Cu-Zn pada
SOD sitoplasma, dan ektraseluler Rauma et al. 1996. Salah satu metode yang banyak digunakan untuk menentukan aktivitas
antioksidan suatu bahan adalah metode DPPH. DPPH 2,2-dyphenyl-1- picrylhydrazil merupakan senyawa radikal bebas yag stabil dalam larutan
metanol yang berwarna ungu tua Benabadji et al. 2004. Molyneux 2004 menambahkan warna ungu yang ditunjukkan oleh pita absorpsi dalam pelarut
Lodeh a Pecel a
Tumis a Kadar Protein
18,17 20,35
11,95 0,00
5,00 10,00
15,00 20,00
25,00
Ka d
a r
P ro
te in
b k
methanol diukur pada panjang gelombang sekitar 515-520 nm. DPPH bersifat stabil dalam bentuk radikal bebas sehingga mungkin dilakukan pengukuran
antioksidan yang cukup akurat. Hasil analisis menunjukkan, aktivitas antioksidan lodeh yaitu sebesar
64,58 bk setara dengan 660,15 mg vitamin C100 g, hal ini berarti komponen antioksidan dalam lodeh torbangun dapat menangkal 64,58 radikal bebas yang
mengoksidasinya. Aktivitas antioksidan pecel Torbangun sebesar 81,57 bk setara dengan 381,55 mg vitamin C100 g sehingga dapat diinterpretasikan
bahwa komponen antioksidan dalam pecel dapat menangkal sebesar 81,57 radikal bebas. Aktivitas antioksidan tumis Torbangun yaitu 59,01 bk setara
dengan 568,95 mg vitamin C100 g, berarti komponen antioksidan pada tumis torbangun dapat menangkal radikal bebas yang mengoksidasinya sebesar
59,01. Rumetor 2008, zat aktif dalam daun Torbangun yaitu alkaloid, flavonoid, dan tanin. Hasil Sidik Ragam memperlihatkan jenis masakan tidak
berpengaruh nyata p0,05 terhadap aktivitas antioksidan dalam masakan Torbangun Lampiran 3. Rata-rata aktivitas antioksidan masakan Torbangun
dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Grafik rata-rata aktivitas antioksidan masakan Torbangun
Kadar Karoten
Karotenoid merupakan kelompok pigmen dalam tanaman dan buah- buahan yang berwarna kuning, oranye, merah oranye, dan larut dalam minyak
lipida Winarno 1997. Karotenoid adalah kelompok besar dari hidrokarbon karoten dan xantofil Tapan 2005. Kadar karoten total masakan masakan
Torbangun dalam penelitian ini dianalisis menggunakan metode spektrofotometri.
Lodeh a Pecel a
Tumis a Kapasitas
Antioksidan 660,15
381,55 568,95
0,00 100,00
200,00 300,00
400,00 500,00
600,00 700,00
A k
ti v
it a
s A
n ti
o k
si d
a n
m g1
g b
k
Gambar 10 menunjukkan Kadar karoten lodeh adalah 40415,67 ppm bk, pecel 128601,94 ppm bk, dan kadar karoten tumis yaitu 196952,23 ppm bk. Data
tersebut memperlihatkan kadar karoten tertinggi terdapat pada masakan Torbangun yang dijadikan tumis. Proses penumisan digunakan minyak goreng
yang mengandung karoten. Hasil Sidik Ragam menunjukkan jenis masakan sangat berpengaruh nyata p0,01 terhadap kadar karoten masakan Torbangun
Lampiran 3. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan kadar karoten lodeh, pecel, dan tumis saling berbeda nyata Lampiran 5. Kadar karoten daun torbangun
diperoleh dari rata-rata pengurangan kadar karoten masakan Torbangun oleh kadar karoten bumbu-bumbu sehingga diketahui Kadar karoten daun torbangun
yaitu 99.520,77 ppm bk.
Gambar 10 Grafik rata-rata kadar karoten masakan Torbangun
Konversi dan Kontribusi Total Karoten Masakan Torbangun terhadap Pemenuhan Kebutuhan Vitamin A
Hasil analisis total karoten ketiga masakan Torbangun dikonversi menjadi beta karoten dengan cara mengalikan kadar karoten total dengan 56,02
Basiron 2005. Aktivitas vitamin A dalam RAE diperoleh dengan membagi hasil menggunakan angka 12 Eitenmiller 2008. Aktivitas vitamin A masakan
Torbangun kemudian dihitung kontribusinya terhadap pemenuhan kebutuhan vitamin A pada rentang usia anak-anak, remaja, dan dewasa. Perbedaan jenis
pemasakan berpengaruh terhadap perbedaan persentase pemenuhan AKG. Berdasarkan hasil perhitungan, dalam porsi yang sama yaitu 100 g masakan
Lodeh a Pecel b
Tumis c Kadar Karoten
40415,67 128601,94
196952,23 0,00
50000,00 100000,00
150000,00 200000,00
250000,00
Ka d
a r
Ka ro
te n
p p
m b
k
Torbangun, lodeh menyumbang persentase vitamin A yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan masakan lainnya.
Perhitungan konversi beta karoten terhadap aktivitas vitamin A RAEg pada masing-masing masakan antara lain lodeh 1,78 RAEg, pecel 4,83 RAEg,
dan tumis 7,74 RAEg. Berat satu kali penyajian dalam ukuran Rumah tangga URT sayur biasanya 100 gram Depkes 2007. Sumbangan vitamin A RAE
per penyajian 100 gram masakan Torbangun dengan jenis pemasakan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Aktivitas vitamin A RAE per penyajian Masakan yang menyumbangkan kontribusi vitamin A terbesar dalam satu
kali penyajian adalah masakan dengan cara di tumis. Tingginya kontribusi tumis, karena dalam proses pemasakanya digunakan minyak goreng yang tinggi kadar
karoten. Tabel 3 memperlihatkan penyajian masakan Torbangun dalam satu
porsi, yang dapat memenuhi 59-309,47 kebutuhan vitamin A anak-anak, remaja dan dewasa. Satu porsi masakan Torbangun dengan semua jenis
pemasakan sudah dapat memenuhi lebih dari setengah kebutuhan vitamin A setiap hari. Pecel Torbangun dan tumis dapat memenuhi kebutuhan vitamin A
harian bahkan 2-3 kali. Persentase kontribusi vitamin A terhadap Angka Kecukupan Gizi anak-anak, remaja, dan dewasa dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Persentase kontribusi vitamin A masakan Torbangun per penyajian terhadap AKG vitamin A anak-anak, remaja, dan dewasa
Sampel Anak
Pria Wanita
7-9 th 10-64
th
65th+ 10-18 th 19-64th
65th+ Lodeh
71.14 59.29
59.29 59.29
71.14 71.14
Lode h a
Pece l b
Tum is c
Aktvitas Vitamin A per 100 g
177,86 482,54
773,68 0,00
200,00 400,00
600,00 800,00
1000,00
A k
ti v
it a
s V
it a
m in
A
R A
E 1
g
Pecel 193.01
160.85 160.85
160.85 193.01 193.01
Tumis 309.47
257.89 257.89
257.89 309.47 309.47
Beta karoten tergolong aman bagi tubuh. Beta karoten akan dikeluarkan oleh tubuh melalui urine jika dikonsumsi dalam jumlah yang melebihi kebutuhan,
Pangkalan Ide 2010. Kelebihan karoten dikenal sebagai karotenemia. Kelebihan karoten tidak membawa akibat berbahaya selain efek kosmetika. Hal
tersebut karena karotenemia tidak menimbulkan hipervitaminosis A, yang menunjukkan adanya regulasi dalam proses konversi karoten menjadi vitamin A.
Karotenemia bermanifestasi dalam bentuk gejala kuning pada kulit dengan intensitas terbesar pada daerah telapak tangan serta kaki dan terlihatnya warna
kuning yang sesuai pada serum darah pasien Isselbacher et al. 1999. Beta karoten akan dengan mudah diubah menjadi vitamin A oleh tubuh Susianto et al.
2008. Warna kulit akan kembali apabila kadar beta karoten di dalam tubuh kembali normal Astawan 2008.
Kelebihan vitamin A hanya terjadi bila memakan vitamin A sebagai suplemen dalam takaran tinggi yang berlebihan, misalnya takaran 16.000 RE
untuk jangka waktu lama atau 40.000-55.000 REhari. Gejala pada orang dewasa antara lain sakit kepala, pusing, rasa nek, rambut rontok, kulit mengering, tidak
ada nafsu makan atau anoreksia, sakit pada tulan, pada wanita menstruasi akan berhenti. Gejala pada bayi yaitu terjadinya pembesaran kepala, hidrosefalus, dan
mudah tersinggung, yang dapat terjadi pada konsumsi 8.000 REhari selama 30 hari Almatsier 2004.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI mengemukakan bahwa nilai Acuan Label Gizi ALG vitamin A produk pangan untuk kelompok konsumen
adalah sebesar 600 RE atau setara dengan 3600 mcg beta karoten dan 7200 mcg total karoten per 100 gram HK.00.05.52.6291 2007. Karmini dan Briawan
2004 suatu produk pangan dapat memiliki klaim sebagai produk pangan tinggi suatu zat gizi dengan persyaratan dapat berkontribusi sebesar 20 terhadap
Acuan Label Gizi ALG per 100 gram dalam bentuk padat atau 10 ALG per 100 kkal atau 20 ALG per sajian.
Semua masakan Torbangun memiliki kontribusi vitamin A per penyajian melebihi 20 ALG 600 RE. Oleh karena itu, klaim yang dapat disimpulkan
adalah masakan Torbangun tinggi atau kaya provitamin A.
Perubahan Kandungan Gizi Kadar Karoten
Karakteristik dari karotenoid adalah sensitif terhadap alkali dan sangat sensitif terhadap udara dan sinar terutama pada suhu tinggi Kumalaningsih
2007. Winarno 1997 menambahkan, vitamin A mempunyai sifat yang sangat mudah teroksidasi oleh udara, dan akan rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi
bersama udara, sinar, dan lemak yang sudah tengik. Perubahan karoten masakan Torbangun dengan berbagai cara pemasakan dapat dilihat pada Tabel
4.
Tabel 4
Perubahan kadar karoten masakan Torbangun Jenis
Masakan Rata-rata kadar karoten
ppm bk Persentase
perubahan kadar
karoten Mentah
Matang Lodeh
106.488,05
a
40.415,67
b
62.05 Pecel
152.181,19
a
128.601,94
a
15.49 Tumis
148.612,56
a
196.952,23
a
32.53 Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang
sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada uji Independent Samples Test P0.05
Masakan Torbangun yang dijadikan lodeh dimasak dengan cara direbus mengalami penurunan kadar karoten. Kadar karoten pada lodeh sebelum direbus
sebesar 106.488,05 ppm bk dan setelah direbus menjadi 40.415,67 ppm bk. Proses perebusan mengakibatkan penurunan kadar karoten yang cukup banyak
yaitu 62,05 bk. Lund 1997 dalam Subeki 1995, perebusan menyebabkan pemanasan yang lebih merata karena mengakibatkan sayuran dapat kontak
langsung dengan panas yang dihasilkan dari air yang mendidih dan mengakibatkan dinding parenkim dan kloroplas cepat mengalami kerusakan.
Kerusakan dinding sel parenkim dan pecahnya lemak akan mengakibatkan karoten menjadi larut dan begitu halnya dengan pigmen yang lainnya sehingga
mengakibatkan penurunan karoten. Pembuatan lodeh digunakan santan sebagai pelarut. Penelitian Utami 1982 dalam Subeki 1995 menemukan bahwa
penambahan santan pada sayur mengakibatkan karoten larut antara 1,96 sampai 22,18. Tyaswening 1988, penambahan santan pada sayur santan
mengakibatkan karoten larut ke dalam cairan lemak pemasak. Karoten yang larut dalam cairan pemasakan mengalami kontak langsung dengan panas dari wajan,
akibatnya karoten tersebut mengalami oksidasi sehingga kadar karoten menjadi berkurang.
Kadar karoten pecel mentah 152.181,19 ppm bk menjadi 128.601,94 ppm bk. Penurunan kadar karoten pecel Torbangun adalah 15,49 bk. Pecel
dimasakan dengan cara dikukus, hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Hasanah 1995, penurunan kadar karoten pada sayur wortel, daun
singkong, dan bayam yang diolah dengan cara dikukus berkisar antara 15,09 sampai 26,37. Kadar karoten pecel tidak mengalami penurunan yang berbeda
nyata p0,05 sesuai dengan hasil uji Independent Samples Test. Hal ini dikarenakan pecel yang dikukus memperoleh panas dari uap air sehingga
kehilangan zat gizi hanya disebabkan oleh uap tersebut. Proses pengukusan panas yang didapat oleh sayuran tidak merata. Sayuran yang terletak pada
bagian atas sedikit terkena uap panas sehingga penurunan kadar karoten sedikit. Saat proses pengukusan, wadah langsung ditutup sesaat setelah sayur
dimasukan untuk mengembalikan suhu pemasakan yang menurun ke suhu didih secepatnya Hasanah 1995 sehingga mempersingkat waktu pemasakan. Lowe
1963, lama dan suhu pemasakan berpengaruh terhadap kerusakan kadar zat gizi. Pengukusan suhu yang digunakan rendah sehingga persentase kehilangan
karoten pun kecil. Penelitian yang dilakukan Restuati 1994, semakin tinggi suhu yang digunakan dalam pemasakan pada sayur singkong tumbuk merupakan
salah satu faktor penyebab semakin tinggi kehilangan karoten. Kadar karoten tumis torbangun awal sebesar 148.612,56 ppm bk dan
mengalami perubahan selama penumisan menjadi 196.952,23 ppm bk. Kadar karoten tumis Torbangun mengalami peningkatan sebesar 32,52 bk. Uji
Independent Samples Test perubahan kadar karoten sebelum dan setelah pemasakan tidak berbeda nyata p0,05 Lampiran 3. Sel sayuran selama
proses penumisan menjadi mengkerut. Peningkatan kadar karoten tersebut diduga karena selama penumisan panas dari minyak menguapkan air yang
terkandung pada sayuran. Panas dari minyak yang digunakan untuk menumis masuk ke dalam sayuran mengisi ruang kosong yang semula diisi oleh air
Ketaren 1986. Minyak sawit yang digunakan untuk menumis mengandung beta karoten, maka sayuran memperoleh tambahan karoten dari minyak sawit.
Penelitian yang dilakukan oleh Subeki 1998, menunjukkan kadar beta karoten katuk, genjer, taoge, daun melinjo, kacang panjang, mentimun, dan buncis
cenderung terjadi peningkatan akibat penumisan, yaitu antara 7-74.
Kadar Protein
Selama proses pengolahan terdapat kemungkinan terjadinya berbagai reaksi antara asam amino dengan komponen-komponen lain, yang
mengakibatkan nilai gizi dari protein menurun. Kadar protein dalam masakan Torbangun baik itu lodeh, pecel, maupun tumis yang mengalami proses
pemasakan, mengalami perubahan kadar protein. Rata-rata perubahan kadar protein pada masakan Torbangun dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Rata-rata perubahan kadar protein masakan Torbangun Sampel
Persentase kadar protein Persentase perubahan
kadar protein Mentah
Matang Lodeh
16.00
a
18.17
a
2,17 Pecel
15.60
a
20.35
a
4.75 Tumis
13.91
a
11.95
a
1.96 Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang
sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada uji Independent Samples Test P0.05
Hasil penghitungan kadar protein sebelum pemasakan sebesar 16,00 bk, sedangkan setelah pemasakan menjadi 18,17 bk. Perubahan kadar protein
sebesar 2,17. Hasil uji Independent Samples Test menunjukkan kadar protein sebelum dan setelah pemasakan tidak berbeda nyata p0,05 Lampiran 3. Hal
tersebut diduga karena suhu pemasakan yang digunakan relatif rendah sehingga mengakibatkan protein yang teroksidasi menjadi sedikit. Selain itu, penyebab
kadar protein sebelum dan setelah pemasakan tidak berbeda nyata, diduga karena kadar antioksidan dalam masakan Torbangun tergolong tinggi sehingga
kadar antioksidan mencegah protein teroksidasi. Hasil analisis kadar karoten menunjukkan pemasakan berpengaruh nyata terhadap kadar karoten masakan.
Hal ini menunjukkan bahwa yang teroksidasi dan mengalami kerusakan salah satunya adalah karoten. Karoten bertindak sebagai antioksidan yang dapat
mengurangi oksidasi karena menyerahkan elektronnya sehingga atom dan elektron yang tidak berpasangan mendapatkan pasangan elektron dan menjadi
stabil. Khoiriyah 2011, dalam kadar vitamin C berturut-turut dalam lodeh, pecel, dan tumis adalah 32.25 mg100 g, 99.7105 mg100 g, dan 56.38 mg100 g.
Lusivera 2001, menambahkan proses pemasakan sayuran secara rumah tangga menurunkan kadar asam askorbat berkisar antara 16-91. Tingginya
penurunan kadar asam askorbat pada sayuran tersebut karena sifat asam
askorbat yang sangat mudah teroksidasi baik secara enzimatis maupun secara kimiawi dan kerusakan karena degradasi oleh panas. Maria et al. 1998
menyatakan bahwa pengolahan rumah tangga mampu menurunkan kadar asam askorbat sampai 80 kehilangan asam askorbat dari jaringan awalnya.
Kadar protein awal 15,60 bk menjadi 20,35 bk sehingga mengalami perubahan sebesar 4,75. Hasil Independent Samples Test menunjukkan kadar
protein sebelum dan setelah masak tidak berbeda nyata p0,05. Pecel menggunakan sambal pecel sebagai pelengkap. Bahan dasar yang digunakan
sebagai sambel pecel adalah kacang tanah dan cabai. Almatsier 2004, kacang- kacangan merupakan sumber protein nabati. Kadar protein dalam kacang tanah
terkelupas sebesar 25,3 gram100 gram bahan. Pemakaian sambal kacang pada pecel mengakibatkan kadar protein menjadi tinggi dan tidak berbeda nyata
setelah dimasak. Penumisan mengakibatkan adanya panas, sehingga nitrogen yang
bersifat volatil menguap. Hal ini kemungkinan menyebabkan protein menjadi rusak selama pemasakan, lalu akan teroksidasi kadar nitrogennya dan
membentuk nitrogen oksida NO
x
dalam bentuk gas yang selanjutnya akan terbawa oleh udara, sehingga tidak terukur dengan metode Kjedahl Djaenal
2001. Proses pemanasan dengan suhu yang cukup tinggi dapat mengoksidasi nitrogen dan menjadi sumber utama nitrogen oksida di atmosfer Haynes 1986.
Kadar proten tumis sebelum dimasak sebesar 13,91 bk menjadi 11,95 bk setelah dimasak. Kadar protein terjadi penurunan sebesar 1,96. Hasil
Independent Samples Test menunjukkan kadar protein sebelum dan setelah masak tidak berbeda nyata p0,05. Minyak yang digunakan dalam menumis
akan mengalami oksidasi saat penumisan berlangsung. Hal tersebut berakibat pada penurunan protein pada tumis. Ketaren 1986, minyak goreng
mengandung asam lemak tidak jenuh oleat dan linoleat yang bersifat tidak stabil terhadap panas. Bender 1978 menyebutkan bahwa minyak mudah teroksidasi
membentuk senyawa asam lemak bebas atau peroksida. Palupi et al. 2007, penurunan nilai gizi protein juga dapat disebabkan karena terjadinya interaksi
antar protein dengan lipid teroksidasi yang sering tidak diperhatikan dalam proses pengolahan pangan.
Aktivitas Antioksidan
Antioksidan terdapat dalam bahan pangan secara alami, tetapi jika mengalami proses pemasakan, maka kadar antioksidan akan berkurang akibat
terjadinya degradasi kimia dan fisik Francis 1985. Penelitian ini
dilakukan
analisa pemasakan terhadap masakan Torbangun dengan berbagai jenis
masakan. Selama proses pemasakan setiap Jenis masakan ditambahkan bahan- bahan lain seperti bumbu dan santan yang mungkin akan mempengaruhi
kestabilan antioksidan alami yang terkandung dalam sayuran tersebut. Perubahan aktivitas antioksidan pada berbagai cara pemasakan dapat dilihat
pada Tabel 6. Tabel 6 Perubahan aktivitas antioksidan masakan Torbangun
Sampel Aktivitas Antioksidan
Mentah mg vitamin
C100 g Matang
mg vitamin C100 g
Perubahan Lodeh
665.99
a
660.15
a
0.88 Pecel
244.74
a
381.55
a
55.90 Tumis
708.57
a
568.95
a
19.70 Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang
sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada uji Independent Samples Test P0.05
Antivitas antioksidan sebelum dimasak sebesar 665,99 mg vitamin C100 g menjadi 660,15 setelah dimasak sehingga terjadi perubahan sebesar 0,88.
Uji Independent Samples Test lodeh mentah dan matang tidak berbeda nyata p0,05 Lampiran 3. Menurut Sodarmo dan Sediaoetama 1977, penurunan
kadar zat gizi sayuran yang dimasakan dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu penggunaan air perebusan yang terlalu banyak, sayuran dipotong-potong dalam
ukuran kecil, sayuran dimasukkan ke dalam air yang belum mendidih, dan pada waktu merebus wadah dibiarkan terbuka. Pembuatan lodeh daun Torbangun
dipotong secara kasar, Torbangun dimasukkan ke dalam air yang sudah mendidih, dan pada waktu perebusan wadah ditutup. Pembuatan lodeh
menggunakan santan sebagai media pemasakan sehingga cara pemasakan ini mengakibatkan penambahan antioksidan alfa tokoferol dari santan kelapa. Hal-
hal tersebut mengakibatkan penurunan antioksidan lodeh relatif rendah. Pecel yang dikukus memperoleh panas dari uap air sehingga kehilangan
zat gizi hanya disebabkan oleh uap tersebut. Proses penyebaran panas yang didapat oleh sayuran tidak merata. Sayuran yang terletak pada bagian atas
sedikit terkena uap panas sehingga penurunan kadar karoten sedikit. Selain itu dalam bumbu yang digunakan seperti cabe merah, cabe rawit, dan bawang putih
diduga menyumbangkan kadar antioksidan pada pecel. Winarsi 2007, rempah- rempah banyak mengandung antioksidan diantaranya vitamin C, vitamin E, alfa
karoten, dan flavonoid. Sebelum dimasak aktivitas antioksidan pecel mentah sebesar 244,74 mg vitamin C100 g menjadi 381,55 mg vitamin C100 g setelah
matang, perubahan aktivitas antioksidan sebesar 55,90. Uji Independent Samples Test pecel mentah dan matang tidak berbeda nyata p0,05 Lampiran
3. Aktivitas antioksidan tumis mentah sebesar 708,57 mg vitamin C100 g
dan menjadi 568,95 mg vitamin C100 g setelah matang, terjadi penurunan sebesar 19,70 pada tumis Torbangun. Uji Independent Samples Test pecel
mentah dan matang tidak berbeda nyata p0,05 Lampiran 3. Minyak goreng yang digunakan sebagai penghantar panas dalam proses penumisan
kemungkinan mengalami oksidasi. Asam lemak tidak jenuh oleat dan linoleat dalam minyak goreng mudah teroksidasi oleh panas Ketaren 1986. Oksidasi
minyak membentuk asam lemak bebas atau peroksida yang dapat mempercepat oksidasi beta karoten Bender 1978. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan
antioksidan pada tumis.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Jenis masakan berpengaruh nyata terhadap kadar zat gizi air, abu, karbohidrat, dan karoten, sedangkan kadar zat gizi lemak, protein, dan
antioksidan masakan Torbangun tidak berbeda nyata dalam basis kering. Rata- rata kadar air lodeh, pecel, dan tumis berturut-turut adalah 94,11, 80,32, dan
84,11. Rata-rata kadar abu lodeh, pecel, dan tumis berturut-turut adalah 26,03, 6,72, dan 11,73. Rata-rata kadar lemak lodeh, pecel, dan tumis
berturut-turut adalah 40,81, 33,18, dan 42,91. Rata-rata kadar karbohidrat lodeh, pecel, dan tumis berturut-turut adalah 14,98, 39,75, dan 33,41.
Rata-rata kadar protein lodeh, pecel, dan tumis berturut-turut adalah 18,17, 20,35, dan 11,95. Rata-rata kadar karoten lodeh, pecel, dan tumis berturut-
turut adalah 40.415,67 ppm, 128.601,94 ppm, dan 196.952,23 ppm. Rata-rata aktivitas antioksidan lodeh, pecel, dan tumis berturut-turut adalah 660,15 mg100
g, 381,55 mg100 g, dan 568,95 mg100 g. Kontribusi vitamin A masakan Torbangun dengan berbagai masakan yaitu
per penyajian lebih dari 20 anjuran Acuan Label Gizi ALG sebesar 600 RE, oleh karena itu masakan torbangun dapat dikategorikan tinggi provitamin A. Hasil
uji Independent Samples Test kadar karoten menunjukkan menunjukkan kadar karoten lodeh mentah berbeda nyata p0,05 dengan lodeh matang, sedangkan
kadar karoten pecel, dan tumis tidak berbeda nyata. Hasil uji Independent Samples Test menunjukkan kadar protein dan antioksidan sebelum dan setelah
pemasakan tidak berbeda nyata p0,05.
Saran
Banyak peran fungsional dalam masakan Torbangun baik itu yang dimasak menjadi lodeh, pecel, maupun tumis sehingga penelitian selanjutkan
dianjurkan untuk melihat pola kombinasi terhadap peran fungsional tersebut. Selain itu, aktivitas vitamin A, aktivitas antioksidan, dan protein masakan
Torbangun dengan berbagai pemasakan terhadap bioavailabilitas maupun tingkat absorbsinya di dalam tubuh dinilai masih memerlukan penelitian lebih
lanjut.
TINGKAT RETENSI KAROTEN TOTAL DAN PROTEIN SERTA AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MASAKAN TORBANGUN
Coleus amboinicus Lour
SUPRAPTI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2012
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of Tea Association of Official Analytical
Chemist. Washington DC. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Budiyanto. 1989. Analisis Pangan.
Bogor: IPB Press. Astawan M. 2008. Khasiat Warna-warni Makanan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. Basiron Y. 2005. Palm oil. Di dalam: Shahidi, F, edit. Bailey‟s Industrial Oil and
Fat Product 6
th
Ed, 2: 333-420. Kanada: A John Wiley Sons Inc. Benabadji SH, Wen R, Zheng JB, Dong XC, Yuan SG. 2004. Anticarcinogenic
and antioxidant activity of diindolylmethane derivatives. Journal Acta Pharmacologica Sinica. 25 5: 666-671.
Bender AE. 1978. Food Processing and Nutrition. London: Academic Press. Brown A. 2000. Understanding Food Principles and Preparation. Belmont:
Thomson Learning. Damanik et al. 2001. Consumption of bangun-bangun leaves Coleus amboinicus
Lour to increase breast milk production in Simalungun, North Sumatera, Indonesia. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition. 104
Damanik R. 2004. The use of Coleus amboinicus Lour as a Lactagogue among lactating women in Simalungun District, North Sumatera Province,
Indonesia. [Disertasi]. Victoria: Departement of Nutrition and Dietetics, Monash University Australia.
Damanik et al. 2005. Effect of consumption of Torbangun soup Coleus amboinicus Lour on Micronutrient intake of the Bataknese Lactating
women. Media Gizi dan Keluarga. Vol 29 No.1. Damanik et al, 2006. Lactagogue effects of Torbangun, a Bataknese traditional
cuisine. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition. 152: 267-274. deMan JM. 1997. Kimia Makanan. Bandung: Penerbit ITB.
Departemen Kesehatan. 1997. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Depkes.
Djaenal DH. 2001. Mempelajari pengaruh cara pemasakan terhadap kadar protein nasi aron dan air tajin serta daya terima nasi. [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Duke JA, Godwin MJB, duCellier J, Duke PAK. 2002. Handbook of Medical
Herbs. Second Edition. Washington DC: CRC Press. Eitenmiller R, Lin Ye, Landen WO. 2008. Vitamin Analysis for the Health and
Food Science, 2
nd
ed. USA: CRC Pr. Francis FJ. 1985. Food Chemistry. New York: Marcell Dekker Inc.
Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiogi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hasanah U. 1995. Pengaruh beberapa cara pemasakan sayuran terhadap kadar beta karoten. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, IPB.
Herlinawati. 2008. Terapi Jus untuk Kolesterol Plus Ramuan Herbal. Depok: Puspa Swara.
Hernani, Raharjo M. 2006. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Depok: Penebar Swadaya.
Haynas RJ. 1986. Mineral Nitrogen in the Plant Soil System. Florida: Academic press.
HK.00.05.52.6291. 2007. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia. http:aimi-asi.orgwpwp-contentfiles
bpomAcuanLabelGizi.bpom2007.pdf [2 Februari 2011] Heyne K 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Terjemahan Departemen
Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta. Hurrel KJ. Carpenter, Sinclair WJ, Otterburn MS, Asquith RS. 1976. Nutrition
Significant of Crosslinking Formation During Food processing. Dalam Friedman M e. Protein Crosslingking Nutritional and Medical
Consquences Adv. Experimental. Med Bio. Vol.86b.
Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, martin JB, fauci AS, kasper DL. 1999. Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam: Harrisons Principles of
Internal Medicine; Volume 1. Yogyakarta: EGC. Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.
Khoiriyah RA. 2011. Bioavailabilitas Kalsium Ca dan zat besi Fe sayur daun Torbangun pada berbagai jenis pagan sumber karbohidrat dan protein
untuk ibu menyusui. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB. Kubo I, Masuda N, Xiao P, Haraguchi H. 2002. Antioxidant activity of deodecyl
gallat. Journal Agriculture Food Chemistry. 50: 3533-3539. Kumalaningsih S. 2007. Antioksidan Alami. Surabaya: Trubus Agrisarana.
Legowo AM, Nurwantoro. 2004. Analisis Pangan. Program Teknologi Hasil Ternak. [Diktat Kuliah]. Fakultas Peternakan. Universitas diponegoro.
Semarang. Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolism. Jakarta: UI Press.
Lowe B. 1963. Experimental Cookery. 3
rd
ed. New York: John Wiley and Sons. Lusivera R. 2001. Mempelajari pengaruh pemasakan rumah tangga terhadap
kadar antioksidan alami beberapa jenis sayuran. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Mahmud M, Slamet K, Apriyantono DS, Hermana RR. 1995. Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Jakarta: Depkes RI, Direktorat Bina Gizi Masyarakat
dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. Meyer LH. 1982. Food Chemistry. New York: Reinhold Publishing Coorporation.
McGee H. 1984. On Food and Cooking: The Science and lore of the Kitchen. New York: Scribner.
Molyneux P. 2004. The use of the stabel free radical diphenylpicrylhydrazyl DPPH for estimating antioxidant activity. Songklanakarin Journal
Science Technology. 262: 211-219. Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolism Zat Gizi 1: Sumber,
Fungsi, dan Kebutuhan Bagi Tubuh Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolism Zat Gizi 2:Sumber, Fungsi, dan Kebutuhan Bagi Tubuh Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan. Nielsen SS. 2003. Food Analysis Laboratory Manual. New York: Kluwer
Academic. Palupi NS, Zakaria FR, Prangdimurti E. 2007. Pegaruh Pengolahan terhadap
nilai gizi pangan. [Modul e-learning ENBP]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknolog Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Pangkalan Ide. 2010. Mencicipi Pepino Si Buah Ajaib, Pendatang Baru Asal Pegunungan Andes sebagai Obat Dewa. Jakarta: PT Elex media
koputindo. Peckam G. 1969. Foundations of Food Preparation Second Edition. London: the
Macmillan. Rauma AL, Torronen R, Hanninem O, Verhagen M, Mykkanen. 1996. Di dalam
kumpulan JT dan JK Solenan. eds Natural Antioxindant and Food Quality in Atherosclerosis and Cancer Prevention. The Royal Society of
Chemistry, Great Britain.
Restuati M. 1994. Pengaruh Cara Pemasakan, Penyimpanan dan Pemanasan Ulang, terhadap Kadar Beta Karoten, Vitamin C, dan Zat Besi Sayur Daun
Singkong Tumbuk. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, IPB. Rozaline H. 2006. Terapi Jus Buah dan sayur. Depok: Puspa Swara.
Rumetor SD. 2008. Suplementasi Daun Bangun-bangun Coleus Amboinicus Lour, Zinc dan Vitamin E dalam Ransum untuk Memperbaiki
Metabolisme dan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, IPB.
Sandjaja A. 2009. Kamus Gizi: Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta: Kompas.
Sediaoetama AD. 2008. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian rakyat. Stern KR. 1979. Introductory Plant Biology. Brown Co. Publ. Iowa: Dubuque.
Soedarmo P, Sediaoetama AD. 1977. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat. Subeki. 1998. Pengaruh Cara Pemasakan terhadap Kendungan Antioksidan
Beberapa Macam Sayuran serta Daya Serap dan Retensinya pada Tikus Percobaan. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, IPB.
Sulaeman A, Anwar F, Rimbawan, Marliyanti S. 1994. Metode Penetapan Zat Gizi [Diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sulaeman, Anwar F, Marliyati SA. 1995. Diktat Penuntun Praktikum Analisis Zat Gizi [Diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.
Fakultas Pertanian.
Suryanto. 2010. Punya masalah ASI, konsumsilah daun Torbangun. http:www.antaranews.comberita1279252685punya-masalah-asi-
konsumsilah-daun-torbangun [27 Maret 2012].
Susianto, Widjaja H, Mailoa H. 2008. Diet enak ala vegetarian. Depok: Penebar swadaya.
Tapan E. 2005. Kanker, Antioksidan dan Terapi Komplementer. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Truswell A, Stewart, Mann J. 2007. Essentials of Human Nutrition, 3
rd
ed. New York: Oxford University Press Inc. p. 473.
Tyaswening E. 1988. Kebiasaan makan sayuran pada anak balita dan kehilangan karoten, vitamin C, besi selama pemasakan sayuran yang
dikonsumsi oleh anak balita. [Karya Ilmiah]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Faperta. IPB.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Winarsi H. Antioksidan Alami dan Radikal. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
[WKNPG] Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per orang per hari. Jakarta: LIPI.
Yuniarti T. 2008. Ensiklopedia Tanaman Obat Nusantara. Yogyakarta: Median Pressindo.
TINGKAT RETENSI KAROTEN TOTAL DAN PROTEIN SERTA AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MASAKAN TORBANGUN
Coleus amboinicus Lour
SUPRAPTI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2012
ABSTRACT
SUPRAPTI. The Retention Rate of Total Carotenoids, Protein, and Antioxidant Activity of Torbangun Coleus amboinicus Lour Cuisine. Under the Guidance of
M. RIZAL M. DAMANIK.