Lignin Lignin Terlarut Asam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lignin

Lignin merupakan komponen utama penyusun dinding sel kayu, kedua terbanyak setelah selulosa. Lignin berfungsi sebagai pengikat antara serat kayu, sebagai agen kekakuan dalam serat, dan sebagai penghalang terhadap degradasi enzimatik dinding sel Dekker 1991. Lignin merupakan salah satu komponen kimia yang berbeda strukturnya antar jenis kayu yang berbeda, bahkan lignin sering dianggap berkaitan erat dengan evolusi tumbuhan berkayu Shao et al. 2008, Vanholme et al. 2010. Berdasarkan morfologinya, lignin merupakan senyawa amorf yang terdapat dalam lamela tengah dan dalam dinding sekunder sel tumbuhan. Lignin memiliki struktur molekul yang sangat berbeda bila dibandingkan dengan polisakarida karena terdiri atas sistem aromatik yang tersusun atas unit-unit fenilpropana Rowell et al. 2000, Fengel Wegener 1984. Dalam tumbuhan berkayu, lignin merupakan polimer kompleks yang bervariasi antar jenis kayu dan antar kelompok kayu daun jarum dan kayu daun lebar Akiyama et al. 2005, Rowell et al. 2000, Fengel Wegener 1984, serta pada kayu reaksi Timell 1986, Yoshida et al. 2002. Konsentrasi lignin tertinggi terdapat pada lamela tengah dan dengan konsentrasi yang lebih rendah terdapat dalam dinding sekunder sel serat. Akan tetapi, oleh karena tebalnya dinding sekunder, paling sedikit 70 lignin kayu terdapat dalam dinding sekunder Sjostrom 1991.

2.2 Lignin Terlarut Asam

Dalam penentuan kadar lignin kayu dengan metode Klason, selain dihasilkan residu berupa lignin Klason, juga dihasilkan lignin terlarut asam dalam jumlah yang lebih kecil Matsushita et al. 2004. Fraksi lignin terlarut asam pada kayu daun lebar relatif lebih tinggi dibandingkan kayu daun jarum Akiyama et al. 2005. Kadar lignin terlarut asam yang tinggi pada kayu akan memberikan pengaruh terhadap besarnya kadar total lignin. Lignin terlarut asam terdiri dari dua komponen yaitu produk degradasi lignin dan bahan hidrofilik sekunder yang terbentuk seperti lignin-karbohidrat kompleks Yasuda et al. 2001. Lignin terlarut asam ditemukan meningkat seiring dengan meningkatnya kandungan metoksil di dalam kayu Yasuda et al. 1986. Kayu daun lebar yang memiliki kandungan metoksil yang lebih tinggi, menghasilkan lignin terlarut asam yang tinggi. Tingginya kadar metoksil ini sangat mungkin berkaitan dengan tingginya proporsi unit siringil dalam lignin, karena kadar metoksil ditemukan berkorelasi positif dengan nisbah siringilguaiasil Obst 1982, Obst Ralph 1983. Selama prosedur penentuan lignin Klason, unit siringil lignin membentuk produk lignin-karbohidrat terlarut asam, terutama dalam bentuk ikatan C- glikosida dari lignin dengan hemiselulosa Matsushita et al. 2004. Selain itu Yasuda et al. 1990 menambahkan bahwa sebagian besar lignin terlarut asam yang terkandung dalam asam sulfat 72 berasal dari siringil lignin. Kesalahan di dalam penentuan kadar lignin kayu, dapat disebabkan oleh senyawa-senyawa dan hasil-hasil reaksi yang tetap tinggal dengan lignin yang tidak dapat dihidrolisis dan menyebabkan seolah-olah kadar lignin tinggi. Pada sisi lain sebagian lignin larut pada kondisi asam, memberikan hasil kadar lignin yang lebih rendah. Lignin terlarut asam pada jenis kayu daun jarum berkisar 0,2- 0,5 dan pada kayu lebar sebesar 3-5 Akiyama et al. 2005, Fengel Wegener 1984. Penentuan kadar lignin terlarut asam diperoleh melalui pengukuran absorbansi ultraviolet dari filtrat isolasi lignin Klason. Panjang gelombang yang digunakan adalah 205 nm, dan absorptivitas sebesar 110 L g cm. Asam sulfat 3 digunakan sebagai larutan acuan dalam pengukuran UV Dekker 1991. Pengukuran absorbsi UV pada larutan hidrolisis untuk menentukan kadar lignin terlarut asam dapat dilakukan pada panjang gelombang 205 nm dan 280 nm. Akan tetapi, hasil degradasi karbohidrat seperti hidroksimetilfurfural dari heksosa, furfural dari pentosa dan asam uronik dapat menganggu proses analisis pada panjang gelombang 280 nm. Oleh karena itu, dianjurkan agar penentuan lignin terlarut asam dilakukan dengan menggunakan panjang gelombang 205 nm walaupun faktor lain juga dapat mengganggu pengukuran pada panjang gelombang yang lebih rendah Swan 1965.

2.3 Heterogenitas Struktur Kimia Lignin