Bahasa dan Budaya Dalam Ekonomi Kreatif di bidang Pariwisata Bali

(1)

Bahasa dan Budaya Dalam Ekonomi Kreatif di bidang Pariwisata Bali

Siti Robiah al-Adawiyah

Abstrak

Tugas ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahasa dan budaya di bidang pariwisata terhadap pendapatan devisa negara. Fokus tugas ini adalah pengaruh keberagaman bahasa dan budaya di Pulau Bali terhadap pendapatan devisa negara dari sektor pariwisata. Pengaruh tersebut adalah adanya peningkatan penerimaan devisa negara yang dipengaruhi oleh peningkatan hasil pariwisata di Bali, hal ini terjadi karena industri pariwisata di Indonesia terus mengalami kenaikan dibeberapa tahun terakhir. Pada studi kasus ini digunakan data-data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS), buku-buku serta jurnal resmi yang mendukung tugas ini. Tujuan dari penulisan tugas ini adalah untuk menjelaskan beberapa faktor penting yang menjadikan Bali sebagai destinasi pariwisata yang sangat populer.

Pendahuluan

Indonesia adalah negeri yang kaya “gemah ripah loh jinawi”. Kekayaan itu tidak sebatas pada hasil alam saja, tetapi juga pada ragam suku, bahasa, agama, kepercayaan, dan adat istiadat. Misalnya, untuk kekayaan suku bangsa, Indonesia memiliki ratusan nama suku bahkan ribuan jika dirinci hingga pada sub-sukunya (Badan Pusat Statistik-Indonesia, 2016). Pulau Bali merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia terletak di sebelah timur jawa, dipisahkan oleh selat Bali dengan jumlah populasi sekitar 3 juta penduduk. Bandar udara utamanya adalah Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai yang berada didekat Denpasar. Pulau Bali merupakan salah satu daerah pemasok mutiara laut Indonesia yang memiliki keindahan dan keunikan pemandangan alam, serta beragam destinasi wisata seperti Pulau Nusa Dua, Tanah Lot, dan Pantai Kuta, sajian kuliner khas daerah, festival seni tari dan teater yang selalu menarik bagi para wisatawan yang datang, serta tradisi dan adat istiadat yang masih kental melekat di dalam setiap rutinitas masyarakat pulau dewata tersebut. Berikut adalah beberapa aspek yang memengaruhi Pulau Bali sebagai primadona wisata.


(2)

Geografis Pulau Bali

“Human practices are redefined as commodities as tourists are exposed to cultural differences and local cultural variation is confirmed” (Stroma Cole, 2008). Jika dilihat secara menyeluruh didalam peta dunia, posisi geografis Indonesia terletak di antara 2 benua yaitu benua Australia dan benua Asia, serta terletak di antara 2 samudera yaitu samudera Hindia dan samudra Pasifik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Indonesia berada pada posisi silang dunia (world cross position). Pada posisi seperti ini, Indonesia menjadi pusat jalur lalu lintas dunia. Karena Indonesia berada di persimpangan jalur lalu lintas dunia, baik jalur pelayaran maupun penerbangan (Erlangga, 2016).

Sebagai negara kepulauan terbesar dengan lebih dari tiga belas ribu pulau, Indonesia memiliki keindahan alam yang sangat dikagumi oleh negara-negara lain. Kekayaan sumber daya alam yang sangat melimpah serta ragam suku, bahasa dan kebudayaan yang ada, turut menjadi faktor penting bagi kedudukan negara Indonesia dimata dunia. Potensi tersebut juga merupakan pendongkrak dalam meningkatkan perekonomian Indonesia di beberapa tahun terakhir. Terutama peran industri pariwisata saat ini cukup memengaruhi kemajuan ekonomi global. Ketika komoditi lain mengalami krisis dan penurunan pendapatan, industri pariwisata tetap mampu menjaga stabilitas dan pamornya diposisi yang aman.

Animisme di Bali

Sebagai destinasi wisata utama yang sangat diakui dikancah dunia, Bali telah membangun kesadaran bangsa Hindia Belanda tepatnya pada abad ke-19, dimana muncul gagasan bahwa Pulau Bali adalah bagian dari Indonesia yang paling berbeda diantara pulau-pulau lainnya sehingga Bali lebih dikenal sebagai “Tanah Seribu Kuil” karena kebanyakan para turis asing tidak mengetahui bahwa Bali adalah bagian dari Indonesia. Hal paling lazim yang sering dijumpai disana adalah bangunan pura. Pura Bali adalah penjara suci di mana dewa Hindu diundang untuk turun ke pratima (stupa). Suasana di sekitar candi cenderung sunyi, tenang dan hening. Namun, ketika mengadakan Odalan (Festival), candi-candi akan diramaikan dengan irama music gamelan, tari-tarian dan berbagai persembahan (Barski, 2005). Leo (2006) menambahkan bahwa upacara adat di Bali secara umum diklasifikasikan kedalam lima kelas upacara (yadnya) yaitu mereka yang dikhususkan untuk dewa (déwa), manusia (manusa), orang-orang kudus (rsi), Roh-roh jahat (buta-kala), dan jiwa-jiwa orang-orang mati (pitra).


(3)

Menurut Lim (2010) masyarakat penganut agama hindu di Bali percaya bahwa semua yang ada di alam ini baik tanaman, hewan, dan batu pasti memiliki kekuatan. Maka, mereka harus memberikan hadiah berupa sajian makanan dan bunga untuk roh yang ada di tempat peribadatan. Mereka juga meyakini bahwa kekuatan baik berada di pegunungan, para iblis dan roh jahat tinggal dibawah lautan lalu kekuatan buruk bersarang di hutan dan pantai terpencil. Desa Pacung, Tejakula, Kabupaten Buleleng, merupakan salah satu desa tua terluas yang terletak di bagian utara Provinsi Bali dekat Bangkah, Sembiran dan Julah, dengan tradisi tertentu serta sejumlah besar peninggalan budaya yang masih dianggap sakral dan suci oleh masyarakat asli setempat. Salah satunya yaitu sistem kepercayaan animisme yang intinya adalah keyakinan pada kekuatan alam dan jiwa nenek moyang yang terwujud melalui bangunan suci atau kuil-kuil pribadi terbuat dari bambu atau kayu dan biasa disebut sebagai Sanggah Dawa. Sanggah Dawa adalah kepercayaan tradisional yakni sebutan yang diberikan untuk sebuah bangunan suci milik suatu keluarga. Mereka percaya bahwa Tuhan dan jiwa leluhur yang mengendalikan kehidupan manusia. Jiwa nenek moyang mereka disebut Ratu Tempekan Batur (Brigitta Hauser-Schäublin & I Wayan Ardika, 2008). Proses penyembahannya dengan menggunakan sajian bunga-bunga dan air suci sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur yang didewakan dalam ritual adat. Setidaknya, ada sekitar 18 macam tuhan dan tempat bersemayamnya:

No .

Daftar Tuhan Kediaman

1. Ratu Gede Penataran

Pura Desa / Bale Agung, Pacung 2. Ratu Gede Maduwe Karang

3. Ratu Gede Duuring Akasa 4. Ratu Ayu Pangentel Gumi

5. Ratu Gede Bhujangga Sakti Pura Jati, Sungai Batur

6. Ratu Ayu Gunungsari Pura Penulisan

7. Ratu Ngurah Gunung Lebah Pura Desa Batur 8. Ratu Sesuhunan Gunung

Sinunggal Pura Pucak Sinunggal

9. Ratu Sesuhunan Gunung Mas Pura Desa / Bale Agung, Pacung 10. Ratu Bagus Nengah

11. Ratu Gede Gunung Agung Gunung Suci Bali, Gunung Agung

12. Ratu Puseh Duur

-13. Ratu Gede Pemaksan Desa Pacung

14. Ratu Ngurah Bolot Pura Sang Hyang Marek 15. Ratu Ngurah Sisin Segara Pura Sang Marek


(4)

17. Ratu Gede Dikumpi nenek moyang utama dari Aborigin Bali tidak lagi memiliki

rumah yang pasti

18. Ratu Bagus Pura Pacung Ulun Siwi

Selain tradisi penyembahan Sanggah Dawa, ada juga hari perayaan Saraswati. Di Hari perayaan ini, anak-anak sekolah dasar mendapatkan hari libur sekolah untuk menghormati Dewi Saraswati. Tidak ada yang membaca buku dan memainkan instrumen atau bermusik karena para murid dan guru-guru merayakan Hari Raya Saraswati. Saraswati dihormati sebagai dewi pembelajaran. Mereka akan mengenakan pakaian terbaik yang mereka miliki kemudian melakukan ritual doa bersama di halaman sekolah dengan menggunakan sajian dupa yang dibakar dan akan mengeluarkan bau manis.

Pengaruh Kebijakan Balinization

Pembangunan pariwisata di Bali menjadi prioritas bagi perusahaan Hindia Belanda pada saat itu dengan mewujudkan penerapan kebijakan Balinization sekitar tahun 1920. Kebijakan ini meliputi studi bahasa lokal, seni tradisional dan sastra dengan tujuan untuk meminimalisir efek modernisasi yang mulai mencemari pemuda Bali. Kebijakan ini dirancang agar pemuda Bali sadar dengan seluruh kekayaan dan potensi yang dimiliki tempat tinggalnya, dan mau melestarikannya. Setelah beberapa tahun, pengembangan pariwisata Bali mulai berekspansi melalui jalur promosi dan bekerjasama dengan biro pariwisata yang ada pada masanya. Publikasi ini bermula dari sedikit pengenalan tentang kultur praktis di Bali juga informasi singkat tentang sejarah dan budayanya (Michael Hitchcock & I Nyoman Darma Putra, 2007). Kemudian Hitchcock & I Nyoman (2007, pp 17-18) menambahkan bahwa pada abad ke 21, pemasaran Bali di seluruh dunia untuk membangun reputasi internasional terus dilakukan oleh berbagai instansi asing seperti pelukis, pematung, pembuat film barat, para sarjana asing, dan fotografer yang tinggal dipulau tersebut sebagai orang asing pada masa kolonialisme.

Hal ini terbukti di dalam Kajian yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (1998):

Ada indikasi bahwa pandangan mengenai Bali sebagai surga terakhir yang masih tersisa di bumi datang nya dari bangsa barat, khususnya bangsa-bangsa Eropa. Hal ini memberikan keuntungan


(5)

karena promosi gratis ini menjadikan bali tidak hanya di datangi dan dikenal oleh bangsa-bangsa lain, tetapi juga menguntungkan karena diantara yang kagum itu termasuk para ilmuan dan budayawan yang kondang. Mereka melakukan penelitian dan mempublikasikannya dalam jurnal-jurnal internasional.

Konsep Subak

Kemudian, konsep budaya di Bali lainnya yang cukup dianggap menarik oleh wisatawan mancanegara yaitu sistem Subak. Subak adalah sebuah sistem irigasi atau pengairan sawah yang dimiliki masyarakat Bali asli (agel) dan merupakan sebuah organisasi otonom terstruktur. Konsep Subak terinspirasi dari filosofi kehidupan umat Bali yang berdasarkan pada 3 hubungan atau disebut juga Tri Hita Karana, yaitu hubungan antara manusia dan tuhannya, hubungan antara manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan alam disekitarnya (Subak: sistem pengairan, 2016). Hal ini tidak hanya dikagumi oleh para turis asing sebagai metode manajemen irigasi, tetapi juga sebagai suatu kepercayaan lama yang menyatu dengan jiwa para leluhur yang mengendalikan kehidupan mereka didunia. Jill Forshee (2006):

Bali presents a marvel of cultivation through an intricate environment of rice terraces, as water systems intrinsically sculpt much of the island. Moreover, the elaborate irrigation systems required for wet-rice agriculture (called sawah) are only possible through organized communities built upon social cooperation. In Bali, subaks form such communal systems involving people in associations for all aspects of maintaining extensively irrigated rice paddies. People adhere to the subak system not only for reasons of survival and social cooperation, but also following religious beliefs defining the correct and moral way of doing things in life. The religion of Bali is Hinduism, but like belief systems throughout Indonesia, it incorporates many ancient animist elements. Thus, geography, survival, activities, and beliefs mix in cultural and metaphysical ideas throughout Indonesia.

Konsep ini juga memiliki makna penting bagi kepercayaan para petani yaitu sebagai persembahan yang mencerminkan rasa syukur dan untuk menghormati Dewi Sri, dia adalah Dewi beras yang memberi kemakmuran. Ritual ini mencerminkan pentingnya pusat budidaya padi dalam kehidupan masyarakat tradisional. Upacara sawahnya yang paling rumit berlangsung ketika butir padi mulai terbentuk di batang. Sebuah kuil kecil dibangun oleh para petani di sudut


(6)

sawah mereka dan dihiasi dengan membangun daun lontar buatan tangan. Setelah itu, ketika makanan selesai dimasak, mereka harus menyajikan sedikit dari nasinya sebelum dikonsumsi. Kebahasaan di Bali

Bahasa asli penduduk Bali adalah bahasa Bali. Kebanyakan masyarakat Bali belajar bahasa nasional Indonesia yaitu versi modernisasi bahasa melayu abad ke-19. Sebagian besar Bahasa Indonesia sebenarnya masih satu rumpun dengan Austronesia yang membentang dari Taiwan dan dataran tinggi Indocina ke Madagaskar. Naumn, bahasa bali lebih condong mengikuti sintak dari sasak, yakni gramatikal bahasa yang digunakan di Lombok dibandingkan dengan jawa, meskipun Bali memiliki hubungan sejarah yang cukup erat dengan jawa. Namun, dari waktu ke waktu Bali telah memungut kosa kata yang luas dari Jawa. Seperti Jawa, Bali memiliki kosa-kata alternatif, penggunaan yang tergantung pada status sosial lawan bicara, apakah setara, lebih rendah, atau lebih unggul (Pringle, (2004).

Ciri khas bahasa yang dimiliki pulau dewata adalah adanya beberapa sapaan ringan yang terdengar sulit bagi kebanyakan wisatawan asing namun menarik untuk dipelajari. Salah satunya yaitu sapaan ketika kita bertemu dengan orang baru atau yang tidak kita kenal, maka ucapkan “om swastyastu, rahajeng sumeng” ini berarti halo, selamat pagi dalam bahasa Bali. Sedangkan, untuk sapaan seperti apa kabar, kita bisa menggunakan “sapunnapi gadreni” yang akan terdengar lebih sopan daripada menggunakan “kenken kabare” (Wayan Sidarta, 2016).

Baru-baru ini, presiden joko widodo pun turut meramaikan pesta kesenian terbesar di Denpasar, Bali yang ke 38 dan diikuti oleh ribuan seniman dari sejumlah tanah air dan luar negeri dengan memberikan sedikit dialog sapaan bahasa Bali sebagai cara singkat untuk dapat bersosialisasi dan menyatu dengan masyarakat setempat. Karena baginya festival ini bukan semata-mata pesta rakyat saja, tetapi juga memiliki fungsi sebagai penggerak dalam budaya, pendidikan, dan ekonomi bagi masyarakat Bali (JK, 2016).

Kesenian di Bali

Seni teater Barong keket di Bali juga sangat terkenal. Barong mewakili kesehatan, ketentraman, dan melndungi masyarakat desa dari Rangda. Kesenian Barong merupakan sebuah pertunjukan teatrikal sekaligus ritual yang dimainkan oleh 2 lakon utama dan diambil dari mitologi kuno


(7)

tentang seorang raja yang berwujud setengah berbulu dan berkepala singa. Sedangkan, Rangda memiliki wujud yang menyeramkan dan selalu menjulurkan lidahnya. Menurut masyarakat Bali, Barong memiliki kekuatan magis yang berasal dari topengnya dan diyakini mampu mengembalikan keseimbangan spiritual dari sebuah desa melalui pertempuran ritual antara 2 lakon tersebut. Kesenian Barong sangat disukai oleh para pengunjung baik domestik maupun mancanegara sehingga seringkali dipentaskan. Pertunjukan ini biasanya diadakan pada malam hari dan diiringi dengan musik gamelan. Tidak hanya di Bali, dibelahan pulau jawa juga terdapat seni barong dengan bentuk yang hampir serupa karena rasa kagum para seniman dimasa itu pada tokoh barong. Janggut pada topeng barong di zaman sekarang terbuat dari rambut manusia (Lim, R. 2010).

Selain seni teater Barong, seni tradisional di Bali juga memiliki peran penting. Jika kita tengok berbagai lukisan ornamen etnik di candi-candi atau figur binatang dan dewa dari pahatan kayu dan batu, kerajinan tenun, perhiasan antik semuanya adalah hasil kerajinan tangan dan produksi seni rupa yang telah menjadi bagian dari industri ekspor yang kuat di Bali dan hal ini telah membuka peluang ekonomi kreatif baru. Karya-karya pengrajin dapat dilihat menghiasi banyak kuil, dan rumah-rumah. Adanya komunitas ekspatriat yang cukup besar di Kuta, Sanur dan Ubud telah ikut memainkan peran penting dalam mengembangkan sektor ini bersama-sama dengan para pengusaha lokal. Bali juga menjadi pasar untuk menyalurkan kerajinan barang antik dan furnitur reproduksi dari pulau-pulau lain di kepulauan Indonesia (Barski, 2005).

Pariwisata terhadap Ekonomi Indonesia

Prof. Dr. Salah Wahab dalam buku Toursism Management (1976:12) yang di kutip langsung dari Yoeti (27) “It is an important factor of economic development, as it motivates the development of several sectors on the national economy”. Setiap negara tentu harus memiliki devisa negara sebagai salah satu indikator kekuatan ekonominya. Sejak belajar dibangku SMA, saya telah memahami makna devisa sebagai sumber pendapatan negara berupa nilai mata uang asing atau valuta asing yang digunakan sebagai alat pembiayaan bagi seluruh transaksi perdagangan internasional di suatu negara dengan negara lain. Fungsi dari devisa itu sendiri sangat beragam, diantaranya yaitu:


(8)

 Untuk membiayai para pejabat yang melakukan Dinas ke luar negeri dalam rangka membangun hubungan dengan negara lain.

 Untuk membiayai penyebaran budaya Indonesia ke mancanegara melalui festival-festival seni dan budaya yang diadakan oleh kementerian luar negeri bekerjasama dengan pelajar Indonesia.

 Untuk mencicil hutang-hutang luar negeri yang dimiliki negara.

Salah satu point yang membawa dampak bagi Indonesia secara langsung yaitu industri pariwisata. Melalui festival seni dan kebudayaan tersebut, masyarakat asing secara perlahan mulai mengenal corak serta ragam budaya yang ada di Indonesia, lalu secara tidak langsung mereka tertarik untuk mengunjungi Indonesia ke berbagai destinasi wisata. Hal inilah yang diharapkan mampu mengangkat ekonomi negara. Hasil studi World Travel and Tourism Council (WTTC) menyimpulkan bahwa pertumbuhan kontribusi pariwisata terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) rata-rata sebesar 8% dan ini termasuk pendapatan yang sangat cepat di dunia (Soebagyo, 2012).

Menurut Spillane (1978) yang dikutip langsung dari Soebagyo (154), menyatakan bahwa pariwisata adalah “perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengn lingkungan hidup dalam dimensi social, budaya, alam, dan ilmu”.

Berikut ini adalah data yang saya peroleh dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia perihal Jumlah penerimaan devisa negara ditinjau dari jumlah kedatangan wisatawan asing ke Indonesia pada tahun 2010-2014 yang dirilis pada tanggal 24 februari 2016 (Badan Pusat Statistik RI, 2016).

Tahun Jumlah wisatawan asing (orang)

Devisa (juta US$)

Tempat Penghunian Kamar hotel (TPK)

Berbintang Non-bintang

2010 7,002,944 8,45 48,86 35,98

2011 7,649,731 4,39 51,25 38,74


(9)

2013 8,802,129 4,15 52,22 37,34

2014 9,435,411 5,13 52,56 35,87

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah turis mancanegara yang datang ke Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya terhitung selama kurun waktu 5 tahun, walaupun sempat terjadi penurunan yang cukup drastis pada penerimaan devisa negara dari sektor pariwisata sekitar 3.5% di tahun 2012. Kemudian, pada tahun 2104 industri pariwisata berhasil meraih persentase sebesar 9.39% dimana angka tersebut telah mampu menyaingi angka pendapatan nasional yang hanya mencapai 5.7% (LAKIP-KEMENPAR 2015). Selain itu, berdasarkan data statistik dari laporan akuntabilitas kinerja Kementerian Pariwisata Republik Indonesia tahun 2015, Dr.Ir.Arief Yahya, M.Sc (2015), tercatat bahwa proyeksi penerimaan devisa dari sektor-sektor utama dalam perekonomian di Indonesia pada tahun 2015-2016 cenderung mengalami penurunan terutama pada komoditi batu bara dan migas. Ini adalah secuil bukti nyata bahwa pemerintah juga telah berusaha meningkatkan kualitas industri ini dengan melakukan berbagai perbaikan, perluasan, dan pengembangan dibidang pariwisata yang dilakukan melalui jalur promosi, penambahan fasilitas, serta perbaikan dan pengamanan di bidang pelayanan.

Hal ini telah tertuang didalam TAP MPR No. IV/MPR/1978 yang dikutip langsung dari Soebagyo (153):

Yaitu bahwa pariwisata perlu ditingkatkan dan diperluas untuk meningkatkan penerimaan devisa, memperluas lapangan pekerjaan dan memperkenalkan kebudayaan. Pembinaan serta pengembangan pariwisata dilakukan dengan tetap memperhatikan terpeliharanya kebudayaan dan kepribadian nasional. Untuk itu perlu diambil langkah-langkah dan pengaturan-pengaturan yang lebih yang lebih terarah berdasarkan kebijaksanaan yang terpadu, antara lain bidang promosi, penyediaan fasilitas serta mutu dan kelancaran pelayanan.

Kebangsaan 2010 2011 2012 2013 2014

Asia Pasifik 5.527.342 6.050.406 6.376.166 6.943.413 7.475.049

Amerika 255.465 293.306 312.525 343.573 361.220

Eropa 1.048.543 1.110.871 1.174.079 1.285.097 1.337.553

Timur Tengah


(10)

BPS atau Badan pusat Statistik juga menyampaikan laporan data jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia menurut kebangsaannya. Data tersebut dirilis pada tanggal 19 agustus tahun 2015. Tercatat bahwa turis asing yang datang ke Indonesia mayoritas mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan didominasi oleh wilayah Asia Pasifik selama 5 tahun berturut-turut, dimana negara yang termasuk didalamnya adalah brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Hongkong, India, Jepang, Korea, Pakistan, Bangladesh, Sri Lanka, Taiwan, Cina, Australia, Selandia Baru, dan Asia pasifik lainnya. Dengan banyaknya pengunjung asing yang melakukan wisata, tentu akan sangat memengaruhi tingkat penerimaan devisa negara, semakin meningkatnya penerimaan devisa dalam negara, maka akan semakin mudah bagi Indonesia untuk melakukan perdagangan lintas negara baik eksport maupun import, mencicil hutang-hutang luar negeri, dan memperluas hubungan diplomasi dengan negara lain. Yoeti (2008) berpendapat bahwa pariwisata berperan sebagai pendorong perkembangan beberapa sektor perekonomian nasional seperti peningkatan infrastruktur dalam negara terutama di daerah-daerah terpencil yang mempunyai potensi pariwisata yang besar, meningkatkan hasil pertanian dan peternakan karena berfungsi sebagai pemasok bahan makanan di tempat-tempat penginapan, dan sebagai media untuk memperluas pemasaran produk lokal agar lebih di kenal di mancanegara.

Sektor pariwisata juga memiliki peran strategis dalam menciptakan nilai tambah bagi kemajuan perekonomian nasional dengan menyerap banyak ketenagakerjaan. Tahun 2015, dampak sektor kepariwisataan terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 12.16 juta orang. Sehingga dengan demikian, industri Pariwisata mampu menjadi sektor yang efektif dalam menjawab kebutuhan peningkatan nilai tambah ekonomi dalam menanggulangi kemiskinan di Indonesia (LAK Kementerian Pariwisata-2015).

Kesimpulan

Bahasa daerah, tradisi dan adat istiadat serta kesenian yang dimiliki pulau Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya adalah potensi besar dan investasi jangka panjang yang harus tetap utuh terjaga keotentikannya. Jika kita sebagai pemilik saja tidak bisa menjaganya, maka aka nada bangsa lain yang dengan senang hatiakan merebut dan mengeksploitasi tanah air ini. Oleh karena itu, baik pemerintah maupun lembaga swasta harus bekerjasama untuk terus mengolah dan


(11)

memanfaatkan alam Indonesia secara optimal agar mampu mengangkat perekonomian negara guna meningkatkan kemakmuran rakyat Indonesia untuk saat ini dan di masa yang akan datang.

PUSTAKA ACUAN

 Badan Pusat Statistik-Indonesia. 2016, “Mengulik Data Suku di Indonesia”. Web. 11 Desember 2016. < https://www.bps.go.id/KegiatanLain/view/id/127 >

 Badan Pusat Statistik-Indonesia. 2016, “Ekonomi dan Perdagangan”. Web. 12 Desember 2016. < https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1366#accordion-daftar-subjek1 >  Barski, Andy. (2005). Eyewitness Travel Guides Bali and Lombok. Dorling Kindersley


(12)

 Cole, Stroma (2008). Tourism, Culture and Development: hopes, dreams and realities in East Indonesia. Britain: Cromwell Press.

 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (1998). Sejarah Kebudayaan Bali: Kajian Perkembangan dan Dampak Pariwisata. Jakarta: CV. EKA DHARMA.

 Geertz, H., & Clifford, G. (1975). Kinship in Bali. CHICAGO: The Universityof Chicago Press.s

 Hauser-Schäublin, B., & I Wayan Ardika. (Eds. ). (2008). Burials, Texts and Rituals: Ethnoarchaeological Investigations in North Bali, Indonesia. Germany: Universitätsverlag Göttingen.

 Howe, L. (2006). The Changing World of Bali: Religion, Society and Tourism. New York: Routledge.

 Jill, Forshee., (2006). Culture and Customs of Indonesia. USA: Greenwood Press.  Jokowi RI ke-7. (2016, Juni 13). Warga terpukau pidato bahasa Bali & ikut pawai Bali

Art Festival. Retrieved from https://www.youtube.com/watch?v=9zfePuNwgCg&t=164s.  Kementerian Pariwisata (2016). Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pariwisata

tahun 2015. Jakarta:

 Lim, R. (2010). Indonesia. USA: Lerner Publications Company-Minneapolis.

 Michael, H., & I Nyoman, D.P., (2007). Tourism, Development and Terorism in Bali. USA: Ashgate Publishing Company.

 Pratama, Yogi. (2011, October 8). Wisatawan Asing Belajar Budaya Bali [web log post]. Retrieved from http://travelerbali.com/?act=detail&id=546.

 Pringle, R., (2004). A Short History of Bali: Indonesisa’s Hindu Realm. Australia: Allen & Unwin.

 Sidarta, Wayan. (2016, Maret 30). Belajar bahasa Bali sehari-hari [web log post]. Retrieved from https://e-bali.net/belajar-bahasa-bali-sehari-hari.html.

 Sidarta, Wayan. (2016, Maret 30). Belajar bahasa Bali sehari-hari [e-Bali.net]. Retrieved from https://www.youtube.com/watch?v=NyghaKXUf2g.

 Soebagyo. 2012, Strategi Pengembangan Pariwisata di Iindonesia. Jurnal Liquidity, 1(2), p1-6.


(13)

Subak: Sistem Pengairan Sawah (irigasi) Tradisional Bali. (2016, April). Retrieved from http://www.id.baliglory.com/2016/04/subak-bali.html.

 Vautis, J., Badford, N., & Elliott, M. (2009, Januari 1). Indonesia-8-Bali [web log post]. Retrieved from www.lonely planet.com

 Y. Sri Pujiastuti, T.D. Haryo Tamtomo, dan N. Suparno. 2016, “Letak Geografis Indonesia”. Web. 12 Desember 2016. http://www.erlangga.co.id/materi-belajar/smp/8896-letak-geografis-indonesia.html

 Yoeti, Oka A. (2008). Ekonomi Pariwisata: Introduksi, Informasi, dan Implementasi. Palmerah Selatan, Jakarta: KOMPAS.


(1)

 Untuk membiayai para pejabat yang melakukan Dinas ke luar negeri dalam rangka membangun hubungan dengan negara lain.

 Untuk membiayai penyebaran budaya Indonesia ke mancanegara melalui festival-festival seni dan budaya yang diadakan oleh kementerian luar negeri bekerjasama dengan pelajar Indonesia.

 Untuk mencicil hutang-hutang luar negeri yang dimiliki negara.

Salah satu point yang membawa dampak bagi Indonesia secara langsung yaitu industri pariwisata. Melalui festival seni dan kebudayaan tersebut, masyarakat asing secara perlahan mulai mengenal corak serta ragam budaya yang ada di Indonesia, lalu secara tidak langsung mereka tertarik untuk mengunjungi Indonesia ke berbagai destinasi wisata. Hal inilah yang diharapkan mampu mengangkat ekonomi negara. Hasil studi World Travel and Tourism Council (WTTC) menyimpulkan bahwa pertumbuhan kontribusi pariwisata terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) rata-rata sebesar 8% dan ini termasuk pendapatan yang sangat cepat di dunia (Soebagyo, 2012).

Menurut Spillane (1978) yang dikutip langsung dari Soebagyo (154), menyatakan bahwa pariwisata adalah “perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengn lingkungan hidup dalam dimensi social, budaya, alam, dan ilmu”.

Berikut ini adalah data yang saya peroleh dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia perihal Jumlah penerimaan devisa negara ditinjau dari jumlah kedatangan wisatawan asing ke Indonesia pada tahun 2010-2014 yang dirilis pada tanggal 24 februari 2016 (Badan Pusat Statistik RI, 2016).

Tahun Jumlah wisatawan asing (orang)

Devisa (juta US$)

Tempat Penghunian Kamar hotel (TPK)

Berbintang Non-bintang

2010 7,002,944 8,45 48,86 35,98

2011 7,649,731 4,39 51,25 38,74


(2)

2013 8,802,129 4,15 52,22 37,34

2014 9,435,411 5,13 52,56 35,87

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah turis mancanegara yang datang ke Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya terhitung selama kurun waktu 5 tahun, walaupun sempat terjadi penurunan yang cukup drastis pada penerimaan devisa negara dari sektor pariwisata sekitar 3.5% di tahun 2012. Kemudian, pada tahun 2104 industri pariwisata berhasil meraih persentase sebesar 9.39% dimana angka tersebut telah mampu menyaingi angka pendapatan nasional yang hanya mencapai 5.7% (LAKIP-KEMENPAR 2015). Selain itu, berdasarkan data statistik dari laporan akuntabilitas kinerja Kementerian Pariwisata Republik Indonesia tahun 2015, Dr.Ir.Arief Yahya, M.Sc (2015), tercatat bahwa proyeksi penerimaan devisa dari sektor-sektor utama dalam perekonomian di Indonesia pada tahun 2015-2016 cenderung mengalami penurunan terutama pada komoditi batu bara dan migas. Ini adalah secuil bukti nyata bahwa pemerintah juga telah berusaha meningkatkan kualitas industri ini dengan melakukan berbagai perbaikan, perluasan, dan pengembangan dibidang pariwisata yang dilakukan melalui jalur promosi, penambahan fasilitas, serta perbaikan dan pengamanan di bidang pelayanan.

Hal ini telah tertuang didalam TAP MPR No. IV/MPR/1978 yang dikutip langsung dari Soebagyo (153):

Yaitu bahwa pariwisata perlu ditingkatkan dan diperluas untuk meningkatkan penerimaan devisa, memperluas lapangan pekerjaan dan memperkenalkan kebudayaan. Pembinaan serta pengembangan pariwisata dilakukan dengan tetap memperhatikan terpeliharanya kebudayaan dan kepribadian nasional. Untuk itu perlu diambil langkah-langkah dan pengaturan-pengaturan yang lebih yang lebih terarah berdasarkan kebijaksanaan yang terpadu, antara lain bidang promosi, penyediaan fasilitas serta mutu dan kelancaran pelayanan.

Kebangsaan 2010 2011 2012 2013 2014

Asia Pasifik 5.527.342 6.050.406 6.376.166 6.943.413 7.475.049

Amerika 255.465 293.306 312.525 343.573 361.220

Eropa 1.048.543 1.110.871 1.174.079 1.285.097 1.337.553

Timur Tengah


(3)

BPS atau Badan pusat Statistik juga menyampaikan laporan data jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia menurut kebangsaannya. Data tersebut dirilis pada tanggal 19 agustus tahun 2015. Tercatat bahwa turis asing yang datang ke Indonesia mayoritas mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan didominasi oleh wilayah Asia Pasifik selama 5 tahun berturut-turut, dimana negara yang termasuk didalamnya adalah brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Hongkong, India, Jepang, Korea, Pakistan, Bangladesh, Sri Lanka, Taiwan, Cina, Australia, Selandia Baru, dan Asia pasifik lainnya. Dengan banyaknya pengunjung asing yang melakukan wisata, tentu akan sangat memengaruhi tingkat penerimaan devisa negara, semakin meningkatnya penerimaan devisa dalam negara, maka akan semakin mudah bagi Indonesia untuk melakukan perdagangan lintas negara baik eksport maupun import, mencicil hutang-hutang luar negeri, dan memperluas hubungan diplomasi dengan negara lain.

Yoeti (2008) berpendapat bahwa pariwisata berperan sebagai pendorong perkembangan beberapa sektor perekonomian nasional seperti peningkatan infrastruktur dalam negara terutama di daerah-daerah terpencil yang mempunyai potensi pariwisata yang besar, meningkatkan hasil pertanian dan peternakan karena berfungsi sebagai pemasok bahan makanan di tempat-tempat penginapan, dan sebagai media untuk memperluas pemasaran produk lokal agar lebih di kenal di mancanegara.

Sektor pariwisata juga memiliki peran strategis dalam menciptakan nilai tambah bagi kemajuan perekonomian nasional dengan menyerap banyak ketenagakerjaan. Tahun 2015, dampak sektor kepariwisataan terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 12.16 juta orang. Sehingga dengan demikian, industri Pariwisata mampu menjadi sektor yang efektif dalam menjawab kebutuhan peningkatan nilai tambah ekonomi dalam menanggulangi kemiskinan di Indonesia (LAK Kementerian Pariwisata-2015).

Kesimpulan

Bahasa daerah, tradisi dan adat istiadat serta kesenian yang dimiliki pulau Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya adalah potensi besar dan investasi jangka panjang yang harus tetap utuh terjaga keotentikannya. Jika kita sebagai pemilik saja tidak bisa menjaganya, maka aka nada bangsa lain yang dengan senang hatiakan merebut dan mengeksploitasi tanah air ini. Oleh karena itu, baik pemerintah maupun lembaga swasta harus bekerjasama untuk terus mengolah dan


(4)

memanfaatkan alam Indonesia secara optimal agar mampu mengangkat perekonomian negara guna meningkatkan kemakmuran rakyat Indonesia untuk saat ini dan di masa yang akan datang.

PUSTAKA ACUAN

 Badan Pusat Statistik-Indonesia. 2016, “Mengulik Data Suku di Indonesia”. Web. 11 Desember 2016. < https://www.bps.go.id/KegiatanLain/view/id/127 >

 Badan Pusat Statistik-Indonesia. 2016, “Ekonomi dan Perdagangan”. Web. 12 Desember 2016. < https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1366#accordion-daftar-subjek1 >

 Barski, Andy. (2005). Eyewitness Travel Guides Bali and Lombok. Dorling Kindersley Limited, London: A Penguin Company.


(5)

 Cole, Stroma (2008). Tourism, Culture and Development: hopes, dreams and realities in East Indonesia. Britain: Cromwell Press.

 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (1998). Sejarah Kebudayaan Bali: Kajian Perkembangan dan Dampak Pariwisata. Jakarta: CV. EKA DHARMA.

 Geertz, H., & Clifford, G. (1975). Kinship in Bali. CHICAGO: The Universityof Chicago Press.s

 Hauser-Schäublin, B., & I Wayan Ardika. (Eds. ). (2008). Burials, Texts and Rituals: Ethnoarchaeological Investigations in North Bali, Indonesia. Germany: Universitätsverlag Göttingen.

 Howe, L. (2006). The Changing World of Bali: Religion, Society and Tourism. New York: Routledge.

 Jill, Forshee., (2006). Culture and Customs of Indonesia. USA: Greenwood Press.  Jokowi RI ke-7. (2016, Juni 13). Warga terpukau pidato bahasa Bali & ikut pawai Bali

Art Festival. Retrieved from https://www.youtube.com/watch?v=9zfePuNwgCg&t=164s.  Kementerian Pariwisata (2016). Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pariwisata

tahun 2015. Jakarta:

 Lim, R. (2010). Indonesia. USA: Lerner Publications Company-Minneapolis.

 Michael, H., & I Nyoman, D.P., (2007). Tourism, Development and Terorism in Bali. USA: Ashgate Publishing Company.

 Pratama, Yogi. (2011, October 8). Wisatawan Asing Belajar Budaya Bali [web log post]. Retrieved from http://travelerbali.com/?act=detail&id=546.

 Pringle, R., (2004). A Short History of Bali: Indonesisa’s Hindu Realm. Australia: Allen & Unwin.

 Sidarta, Wayan. (2016, Maret 30). Belajar bahasa Bali sehari-hari [web log post]. Retrieved from https://e-bali.net/belajar-bahasa-bali-sehari-hari.html.

 Sidarta, Wayan. (2016, Maret 30). Belajar bahasa Bali sehari-hari [e-Bali.net]. Retrieved from https://www.youtube.com/watch?v=NyghaKXUf2g.

 Soebagyo. 2012, Strategi Pengembangan Pariwisata di Iindonesia. Jurnal Liquidity, 1(2), p1-6.


(6)

Subak: Sistem Pengairan Sawah (irigasi) Tradisional Bali. (2016, April). Retrieved from http://www.id.baliglory.com/2016/04/subak-bali.html.

 Vautis, J., Badford, N., & Elliott, M. (2009, Januari 1). Indonesia-8-Bali [web log post]. Retrieved from www.lonely planet.com

 Y. Sri Pujiastuti, T.D. Haryo Tamtomo, dan N. Suparno. 2016, “Letak Geografis Indonesia”. Web. 12 Desember 2016. http://www.erlangga.co.id/materi-belajar/smp/8896-letak-geografis-indonesia.html

 Yoeti, Oka A. (2008). Ekonomi Pariwisata: Introduksi, Informasi, dan Implementasi. Palmerah Selatan, Jakarta: KOMPAS.