Pembelajaran Bahasa Indonesia Untuk Bidang Pariwisata Di Akademi Pariwisata Medan

(1)

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA UNTUK BIDANG

PARIWISATA DI AKADEMI PARIWISATA MEDAN

TESIS

Oleh

RAHMAT DARMAWAN

077009020/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA UNTUK BIDANG

PARIWISATA DI AKADEMI PARIWISATA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Humaniora dalam Program Studi Linguistik pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

RAHMAT DARMAWAN

077009020/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA UNTUK BIDANG PARIWISATA DI AKADEMI

PARIWISATA MEDAN Nama Mahasiswa : Rahmat Darmawan Nomor Pokok : 077009020

Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.) (Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc.)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 10 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. Anggota : 1. Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. 2. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D. 3. Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP.


(5)

ABSTRAK

Tesis ini terfokus kepada masalah penelitian pembelajaran bahasa Indonesia untuk bidang khusus, yang mengerucut kepada penggunaan bahasa Indonesia untuk Bidang Pariwisata (BIPar) khususnya di bagian Divisi Kamar hotel (rooms division) meliputi ruang lingkup kerja di kantor depan (front office) dan tata graha (housekeeping). Data penelitian merupakan dialog-dialog mahasiswa Akademi Pariwisata Medan sewaktu mengadakan simulasi praktek melayani tamu di kantor depan dan bagian tata graha pada Hotel Nirwana Akpar Medan. Tujuan tesis ini adalah untuk mendeskripsikan strategi penyusunan silabus yang komunikatif dan mendasarkan kepada konsep pembelajaran English for Specific Purposes (ESP) dan mengetahui fungsi dan ragam bahasa yang digunakan dalam menyusun silabus beserta materi pokok bahasan dalam suatu kerangka model pembelajaran BIPar. Kerangka teori utama yang dipakai adalah teori pembelajaran ESP, teori penyusunan silabus, teori pragmatika dan komunikasi efektif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran BIPar diperlukan suatu model pembelajaran yang berbentuk silabus yang komunikatif dengan pendekatan jenis silabus fungsi dan silabus situasi. Hal ini merupakan titik tolak dalam konsep pembelajaran bahasa Indonesia untuk bidang khusus (Indonesian for Specific Purposes – ISP). Selanjutnya ragam bahasa yang diaplikasikan adalah ragam bahasa tidak standar karena ternyata jenis ragam bahasa ini jauh lebih komunikatif ketimbang ragam bahasa baku (standar) mengingat bahwa ini adalah pembelajaran bahasa untuk bidang khusus sehingga penggunaan jargon/istilah khusus tidak harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Kata kunci : Pembelajaran bahasa Indonesia, pariwisata, analisis kebutuhan, kurikulum, penyusunan silabus.


(6)

ABSTRACT

This thesis is much focused on the problem of the observation toward the learning of bahasa Indonesia for Specific Purposes. More specific, it is intended to explore on the usage of Indonesian language for Tourism (Bahasa Indonesia untuk Bidang Pariwisata – BIPar) especially Indonesian language for Rooms Division Management at hotel indutries which covers language at front office and housekeeping department. Data collected is based on dialogues by students in-charge at simulation counter in Nirwana Hotel Akademi Pariwisata Medan when serving customers. The objectives of this thesis are among other is to describe the communicative syllabus design basing on the concepts of learning English for Specific Purposes (ESP) and also to find out the language functions and language variety as the materials to design a model of learning BIPar. The main theoritical framework to work on this observation is concepts of learning ESP. Besides, the theory of syllabus design, pragmatics and effective communication are also applied. Observation results show that in the learning process of BIPar needs a learning model in the form of a communicative syllabus by using functional and situational syllabus. This is going to be the starting point of learning Indonesian language as Indonesian for Specific Purposes (ISP). Furthermore, the language variety applied in the topics of materials learning of BIPar is non-standard since it is more communicative than if words or expressions translated into Indonesian language (standard). To remind us that it is a learning of language for specific purposes so that the words or terminology used should not be translated into Indonesian language. Key words : The learning of Indonesian language, tourism, needs analysis,


(7)

KATA PENGANTAR

Tesis ini berjudul : Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Bidang Pariwisata di Akademi Pariwisata Medan. Dari hasil temuan penelitian diharapkan akan memperoleh suatu model pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Bidang Pariwisata (BIPar) berlandaskan teori dan konsep pembelajaran Bahasa Inggris untuk Bidang Khusus (English for Specific Purposes - ESP) sehingga temuan ini diharapkan sebagai cikal bakal dalam mengaplikasikan pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Bidang Khusus (Indonesian for Specific Purposes - ISP).

Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Magister Humaniora Program Studi Linguistik Universitas Sumatera Utara.

Penelitian bersifat kebahasaan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang kajian linguistik, khususnya bidang kajian linguistik terapan (applied linguistics), serta dapat menjadi masukan atau rujukan bagi masyarakat dan pecinta bahasa yang tertarik dalam kajian yang sama.

Saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangat diharapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan hasil karya tulisan ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita. Amin.

Medan, Mei 2009 Penulis,

Rahmat Darmawan


(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala rahmat dan berkah yang telah diberikanNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan pada waktunya.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan hasil karya tulisan ini :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, SpA(K);

2. Direktur Sekolah Pascasarjana USU, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M. Sc.; 3. Ketua Program Studi Linguistik, Prof. T. Silvana Sinar, M. A., Ph. D.; 4. Sekretaris Program Studi Linguistik, Drs. Umar Mono, M. Hum.;

5. Dosen Pembimbing Pertama Penulis, Prof. T. Silvana Sinar, M. A., Ph. D.; 6. Dosen Pembimbing Kedua Penulis, Prof. Dr. Robert Sibarani, MS.;

7. Seluruh Dosen Pengampu mata kuliah pada Sekolah Pasacasarjana Program Studi Linguistik, khususnya kepada Bapak Dr. Eddy Setia, M. Ed. TESP atas dukungan dan masukannya yang sangat membantu Penulis penyelesaian tesis ini.

8. Direktur Akademi Pariwisata Negeri Medan, Drs. Renalmon Hutahaean, MM., atas dukungan materil dan sprituil selama masa studi Penulis;


(9)

10. Orang Tua Almarhum Ayahanda Muhammad Ishak dan Ibunda Rohani dan kedua Mertua Almarhum Raja Syahmuda Siregar dan Nursiah Pane atas seluruh doa dan dukungan yang sangat berarti bagi Penulis;

11. Kepada seluruh teman-teman sekelas Program Studi Linguistik angkatan 2007; 12. Khususnya kepada istri tercinta, Asriani dan ananda Aina Rahmayani, Alfi

Fachriza dan si bungsu Ahmad Adnin, kalian semua sebagai sumber inspirasi dan semangat penulis dalam menempuh pendidikan dan karir.

Akhir kata penulis berharap semoga bantuan, pengorbanan dan budi baik yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dan berkah dari Allah SWT. Amin.

Medan, Mei 2009

Penulis,

Rahmat Darmawan


(10)

RIWAYAT HIDUP I. Data Pribadi :

1. Nama : Rahmat Darmawan

2. Tempat/Tgl Lahir : Medan, 12 Desember 1969 3. Jenis Kelamin : Pria

4. Status Perkawinan : Kawin 5. Agama : Islam

6. Alamat : Jl. Tuar 8 no 191 Blok 11 Griya Martubung Medan Labuhan Medan 20251

7. Nomor Telepon : 0812-655-9932

II. Latar Belakang Pendidikan : 1. SDN 064981 Medan Tahun 1982 2. SMPN XVI Medan Tahun 1985 3. SMAN XI Medan Tahun 1988

4. Diploma 3 Bahasa Inggris USU Medan Tahun 1991

5. Program Ekstensi S-1 Sastra Inggris USU Medan Tahun 1998

6. Sekolah Pascasarjana Program Studi Linguistik USU Medan Tahun 2009

III. Latar Belakang Pekerjaan :

1. Mengajar Bahasa Inggris di beberapa kursus di Medan pada tahun 1989-1993. 2. Dosen Bahasa Inggris pada Akademi Pariwisata Negeri Medan pada tahun 1993


(11)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iv

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA... 8

2.1. Analisis Kebutuhan (Needs Analysis) ... 8

2.2. Fungsi Bahasa BIPar ... 11

2.3. Ragam Bahasa BIPar ... 12

2.4. Tindak Tutur dan Siasat Kesantunan ... 15

2.5. Bahasa Inggris untuk Bidang Khusus (English for Specific Purposes-ESP).. ... 17


(12)

2.5.1. Definisi ESP ... 17

2.5.2 Beberapa Pemikiran tentang ESP ... 19

2.6 Penyusunan Silabus ... 24

2.6.1 Kurikulum dan Silabus ... 24

2.6.2 Penyusunan Silabus ... 27

2.6.3 Jenis-Jenis Silabus ... 29 2.6.3.1 Silabus Berorientasi Produk (Product-Oriented Syllabus) ... 29

2.6.3.2 Silabus Berorientasi Proses (Process-Oriented Syllabus) .... 31

2.6.4 Kemampuan yang dibutuhkan bagi keberhasilan komunikasi di tempat Kerja ... 32

2.7 Komunikasi Efektif ... 33 2.7.1 Pengertian dan Hakikat Komunikasi ... 33

2.7.2 Proses Komunikasi ... 34

BAB III. METODE PENELITIAN ... 38 3.1 Rancangan Penelitian ... 38

3.2 Lokasi Penelitian ... 39 3.3 Jenis dan Sumber Data ... 39 3.4 Instrumen Penelitian ... 40

3.5 Analisis Data ... 41

3.6 Cara Penyajian Hasil Analisis Data ... 44


(13)

BAB IV. PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 46 4.1 Tingkat Kebutuhan Peserta Didik terhadap Pembelajaran BIPar ... 46

4.2 Analisis Fungsi Bahasa dan Ragam Bahasa BIPar ... 54

4.3 Analisis Pilihan Kata (diksis/leksis) dalam BIPar ... 58 4.4 Analisis Pembelajaran BIPar ... 65 4.4.1 Tingkat Kebutuhan Terhadap Pembelajaran BIPar ... 65

4.4.2 Tujuan Pembelajaran BIPar ... 69

4.4.3 Penyusunan Silabus ... 69

4.4.3.1 Analisis Kebutuhan (Needs Analysis) ... 71 4.4.3.2 Analisis Fungsi Bahasa dan Ragam Bahasa ... 74

4.4.3.3 Silabus Pembelajaran BIPar : Suatu Model Pembelajaran ... 81

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 85 5.1 Simpulan ... 85

5.2 Saran ... 87...


(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 1. Hasil Wawancara tentang Kebutuhan Pembelajaran BIPar di Akpar

Medan ... 47 2. Tanggapan Responden terhadap Kebutuhan Pembelajaran BIPar

n = 20 ... 52 3. Permasalahan Kebahasaan n = 20 ... 64


(15)

4. Hasil Analisis Kebutuhan ... 71 5. Daftar Hasil Analisis Fungsi Bahasa BIPar ... 75 6. Daftar Hasil Analisis Ragam Bahasa BIPar ... 76

DAFTAR BAGAN

No Judul Halaman 1. Model Penelitian ... 45


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman 1. Contoh Silabus Pembelajaran BIPar ... 92 2. Surat dan Data ... 121 3. Umpan Balik (Feedback) Pembelajaran BIPar ... 130


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Bahasa merupakan salah satu aspek yang mendukung keberhasilan upaya kepariwisataan. Bahasa bukan hanya berfungsi sebagai alat komunikasi tetapi juga


(18)

sebagai sarana memperkenalkan kebudayaan, masyarakat dan kekayaan alam milik bangsa dan negara Indonesia.

Jalur kepariwisataan manca-negara perlu dimanfaatkan untuk pengenalan, rasa ikut mencintai dan keperluan untuk memahami dan menggunakan bahasa Indonesia. Sedangkan melalui kepariwisataan domestik dapat pula dimanfaatkan untuk memahami dan menyadari kekayaan bahasa-bahasa daerah di Indonesia untuk membina dan meningkatkan rasa cinta dan ikut memiliki bahasa-bahasa daerah yang merupakan kekayaan yang perlu sama-sama dibangkitkan.

Dalam menerima dan memberikan pelayanan terhadap wisatawan asing memang diperlukan kemahiran dan kemampuan berbahasa asing untuk mempermudah dan memperlancar komunikasi. Namun perlu diingat sesungguhnya cukup banyak wisatawan asing yang datang berkunjung yang ingin pula mempergunakan kesempatan untuk memperlancar kemampuan berbahasa Indonesia. Dalam menerima dan melayani wisatawan domestik bahasa Indonesia perlu ditingkatkan peranan dan kedudukannya sebagai bahasa persatuan dan pergaulan resmi. Penggunaan bahasa daerah perlu diberikan batasan dalam hal-hal yang terkait langsung dengan budaya, adat-istiadat, maupun tradisi yang memang amat diperlukan atau belum terdapat padanannya dalam bahasa Indonesia.

Fungsi sosial bahasa Indonesia perlu terus dibinakembangkan dalam kedudukan dan perannya sebagai:

a. Sarana komunikasi nasional;


(19)

c. Sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

d. Sarana untuk mewariskan tata nilai hakiki dan nasional kepada penerus dan pewaris cita-cita dan nilai-nilai hakiki dari

kebudayan serta cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Upaya kepariwisataan yang pada dasarnya bersasaran utama nilai dan kebermanfaatan industri dan ekonomi perlu pula agar jangan menjadi hambatan terhadap pemanfaatan fungsi dan kedudukan bahasa di Indonesia. Untuk itu penggunaan dan pemanfaatan bahasa perlu mempedomani fungsi dan kedudukan bahasa yang telah digariskan dalam GBHN dan secara operasionalnya diatur dalam Kebijaksanaan Bahasa.

Sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi dibidang kepariwisataan, Akademi Pariwisata Medan (Akpar Medan) menekankan kepada peningkatan mutu Sumber Daya Manusia dibidang kepariwisataan dan perhotelan secara teknis operasional maupun managerial. Seperti yang diuraikan diatas yakni bahwa bahasa juga memegang peranan penting dalam bidang kepariwisataan maka selain pembelajaran materi yang bersifat teknis operasional, upaya-upaya yang dilakukan untuk mempelajari sekaligus menguasai penggunaan bahasa-bahasa asing dan bahasa Indonesia terus dilakukan. Disamping bahasa Inggris yang merupakan bahasa asing yang wajib dipelajari terdapat juga beberapa bahasa pilihan diantaranya bahasa Indonesia, bahasa Perancis, bahasa Jepang dan bahasa Mandarin.

Pembelajaran bahasa Inggris di Akpar Medan menerapkan konsep English for Specific Purposes (ESP), yakni suatu konsep pembelajaran yang menekankan kepada


(20)

English for Hoteliere dan English for Travel and Tourism (bahasa Inggris untuk bidang perhotelan, usaha perjalanan dan kepariwisataan).

Tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa Inggris mutlak harus dikuasai dan digunakan sehari-hari dalam melayani wisatawan manca-negara. Namun menurut asumsi penulis bahwa bahasa Indonesia juga merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan pelayanan kepada para wisatawan baik manca-negara maupun domestik.

Yang perlu digarisbawahi adalah sejauhmana para peserta didik (mahasiswa) menguasai bahasa Indonesia di bidang pariwisata (BIPar) sebagai sarana berkomunikasi efektif baik secara lisan maupun tulisan. Bahwa kemampuan berbahasa Indonesia yang selama ini dipelajari belum menentukan apakah seseorang mampu menggunakannya pada bidang khusus seperti bidang pariwisata dan usaha perjalanan pariwisata lainnya.

Untuk itu maka diperlukan suatu model pembelajaran bahasa Indonesia untuk bidang pariwisata dengan mengadopsi konsep pembelajaran English for Specific Purposes (ESP) dan melakukan analisa terhadap teori dan konsep yang dapat diterapkan dalam pembelajaran BIPar.

Menurut pengamatan penulis dilapangan serta menlihat kembali diktat mata kuliah Bahasa Indonesia yang diberikan kepada peserta didik bertumpu pada penggunaan kaidah-kaidah bahasa dengan seluruh parameter-parameternya sehingga pada akhirnya berujung pada kekurangmampuan (incompetent) peserta didik dalam menggunakan bahasa Indonesia secara lisan maupun tulisan khususnya pada bidang


(21)

pekerjaan masing-masing. Tesis ini akan menganalisis permasalahan dan selanjutnya menemukenali suatu model pembelajaran bahasa Indonesia untuk bidang khusus (pariwisata).

Bagaimanakah model pembelajaran BIPar yang tertuang dalam bentuk silabus dengan melakukan beberapa analisa yang mencakup fungsi bahasa, ragam bahasa dan pada akhirnya menciptakan komunikasi efektif yang merupakan pembahasan utama dalam tulisan ini.

Berbicara mengenai ragam bahasa – satu hal yang sangat berperan dalam pembahasa tulisan ini – maka terdapat ragam bahasa tulisan dan lisan. Ragam bahasa tulisan cenderung kepada ragam bahasa standar baku, sebaliknya ragam bahasa lisan dipengaruhi oleh situasi dan kondisi di lapangan. Apakah kita menggunakan bahasa baku dalam melakukan percakapan dengan orang lain khususnya pada situasi formal? Apakah ketika kita berbicara dengan bahasa baku menjadikan bahasa kita pergunakan bersifat komunikatif?

Sebagai contoh misalnya ketika seseorang diminta untuk mengambilkan pengeras suara dengan mengatakan : “Ambilkan pelantang itu!” atau dengan kalimat : “Ambilkan mic itu!” . Menurut asumsi penulis kalimat yang lebih komunikatif adalah kalimat : ambilkan mic itu dari pada ambilkan pelantang itu. Kata ‘pelantang’ adalah kosakata baku bahasa Indonesia namun tidak semua orang memahami makna kata tersebut sehingga membingungkan dan akhirnya menjadi tidak komunikatif. Orang lebih mengerti ketika disebut kata mic yang berarti pengeras suara dari pada kata pelantang. Apakah ini bahasa standar?


(22)

Pertanyaan diatas mengisyaratkan suatu paradigma baru bahwa dalam menciptakan suatu komunikasi efektif berarti tidak harus menggunakan ragam bahasa standar atau baku.

Penyusunan silabus yang komunikatif (communicative syllabus design) dalam pembelajaran BIPar dengan sendirinya memberikan suatu gambaran yang menyeluruh tentang isi dan cara bahasa disampaikan secara lisan tetapi masih menggunakan kata/istilah yang dimengerti oleh semua kalangan khususnya di bagian perhotelan.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Kajian model pembelajaran bahasa Indonesia untuk bidang pariwisata merupakan hal baru di Indonesia sehingga hal ini menarik minat peneliti untuk menelaah lebih jauh suatu konsep pembelajaran bahasa Indonesia untuk bidang pariwisata dengan menerapkan konsep English for Specific Purposes (ESP).

Bahasa mempunyai dua aspek mendasar (basic elements) yaitu bentuk (language form) baik bunyi, tulisan maupun strkukturnya dan makna (meaning) baik leksikal, fungsional maupun struktural. Dari kajian jenisnya terdapat tiga bentuk yakni bahasa lisan (spoken language), bahasa tulisan (written language) dan bahasa isyarat (gestures, silent language).

Berdasarkan pengalaman dan pengamatan peneliti selama bertugas di Akademi Pariwisata Medan, para peserta didik yang telah mendapatkan materi pembelajaran bahasa Indonesia mengalami kesulitan ketika dalam suatu simulasi/demonstrasi


(23)

diminta untuk menggunakan bahasa Indonesia pada saat bertugas sebagai receptionist (penerima tamu) ataupun sebagai waiter (pelayan) di sebuah hotel.

Permasalahan tersebut mencakup banyak aspek namun pada penelitian ini yang menjadi batasan permasalahan terbatas pada masalah kebutuhan peserta didik terhadap suatu pembelajaran bahasa Indonesia untuk bidang pariwisata (BIPar) khususnya di bagian Divisi Kamar yang meliputi kegiatan di kantor depan dan tata graha. Sesuai dengan judul penelitian ini masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah tingkat kebutuhan peserta didik terhadap BIPar? 2. Bagaimanakah fungsi dan ragam bahasa BIPar?

3. Bagaimanakah model pembelajaran BIPar?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran menyeluruh terhadap suatu model pembelajaran bahasa Indonesia untuk bidang pariwisata (BIPar) yang berorientasi kepada kemampuan peserta didik untuk mampu berkomunikasi secara lisan dan tulisan dengan efektif didalam kehidupan dan pekerjaan mereka sehari-hari. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menemukenali kebutuhan peserta didik terhadap pembelajaran BIPar sebagai bahan dalam penyusunan silabus BIPar


(24)

2. Memberi gambaran fungsi dan ragam bahasa komunikatif dalam BIPar 3. Menemukan konsep model pembelajaran BIPar.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi suatu model pembelajaran bahasa Indonesia untuk bidang Pariwisata (BIPar) khususnya di bagian Divisi Kamar suatu hotel.

Pada jangkauan yang lebih luas hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan untuk menentukan model-model pembelajaran bahasa Indonesia untuk bidang-bidang khusus lainnya seperti bidang ekonomi, sejarah, hukum, kedokteran dan lain sebagainya.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Analisis Kebutuhan (Needs Analysis)

Langkah pertama sebelum menyusun silabus pembelajaran bahasa untuk bidang khusus adalah dengan melakukan kajian kebutuhan (needs analysis). Namun pertanyaan yang muncul adalah apakah sebenarnya analisis kebutuhan ini? Analisis kebutuhan ini mendasarkan konsepnya kepada pembelajaran bahasa Inggris untuk


(25)

bidang khusus (ESP) yang sudah sangat berkembang di Inggris dan Amerika Serikat. Melaksanakan analisis kebutuhan mutlak dilakukan demi tercapainya kesesuaian antara silabus pembelajaran bahasa untuk bidang khusus dengan keinginan peserta didik dimana bahasa ini digunakan di tempat kerja (workplace) sehingga menghasilkan silabi yang link and match.

Casper, Amie ( menyebutkan : “a needs analysis includes all the activities used to collect information about your students’ learning needs, wants, desires, etc”.

Sebuah analisa kebutuhan itu meliputi seluruh kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang kebutuhan belajar peserta didik, keinginannya, dan lain-lain. Pada prosesnya terkadang juga melibatkan harapan dan keinginan pihak ketiga ataupun pihak lain seperti pengajar, manajemen sekolah (administrator), penyandang dana atau pihak lain yang mungkin merasakan dampak program pembelajaran ini.

Masih menurut Casper yaitu bahwa : “A needs analysis can be very formal, extensive and time consuming, or it can be informal, narrowly focused. Some of resources for conducting a needs analysis may include surveys and questionaires, test scores, and interviews”. Hal ini menunjukkan bahwa sebuah analisis kebutuhan dapat saja bersifat sangat formal, ekstensif dan memakan waktu yang cukup lama atau dapat juga bersifat tidak formal dan mempunyai cakupan yang relatif singkat. Untuk melaksanakan sebuah analisis kebutuhan maka sumber yang digunakan meliputi survey dan daftar pertanyaan, hasil tes dan wawancara.


(26)

Setelah dilaksanakannya analsis kebutuhan dan mendapatkan hasilnya maka hasil ini dapat digunakan untuk menentukan sasaran dari program pembelajaran. Sasaran-sasaran ini kemudian dapat dinyatakan dalam bentuk Tujuan Intruksional Khusus (TIK) atau specific teching objectives yang pada gilirannya menajdikannya dasar untuk membuat Satuan Acara Pembelajaran (SAP) atau lesson plans, bahan ajar, ujian, tugas-tugas dan aktifitas. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Carter, yaitu: “The information gleaned from a needs analysis can be used to help you define program goals. These goals can be stated as specific teching objectives, which in turn will function as the foundation on which to develop lessons plans, materials, tests, assingments and activities”.

Pada dasarnya sebuah analisis kebutuhan akan membantu kita menjelaskan tujuan program pembelajaran bahasa.

Selanjutnya menurut Yalden (1987 : 28) dikatakan bahwa :” …the whole concept of needs analyisis has been considerably extended and enriched, after a good deal of experimentation, criticism and re-evaluation. It now includes the identification of the communication requirements, personal needs, motivations, relevant characteristics and resources for the learners. It also includes investigating those of his ‘partners of learning (Trim, 1981): teachers, employers, administrators, family and friends and collagues, and even those of materials writers and textbook publishers”. Terlihat disini Yalden (1987) menegaskan kembali bahwa analisis kebutuhan mencakup pengidentifikasian syarat komunikasi, kebutuhan individu, motivasi serta ciri-ciri dan sumber yang sesuai bagi peserta didik. Analisa kebutuhan juga mencakup pengajar,


(27)

staf, petugas adminstrasi, keluarga, teman dan kolega dan bahkan penulis bahan ajar dan penerbit buku teks.

Ketika kita memutuskan untuk melakukan analisis kebutuhan, kita perlu berpikir tentang dua pertanyaan:

1 .Apa yang kita ingin/perlu diketahui tentang peserta didik? 2. Bagaimanakah kita menemukenalinya?

Menurut Case, Alex A good way of starting to design a needs analysis for a student is to brainstrom all the questions you could possibly want to ask them, and them edit them down. We can brainstrom and organise the questions they should/can be asked by several schemes :

a. By questions words b. By skills and language c. By time

d. By place”

Suatu cara yang baik untuk menyusun suatu analisis kebutuhan bagi peserta didik adalah dengan mengumpulkan seluruh pertanyaan yang memungkinkan ditanyakan kepada mereka dan kemudian memilah dan memilih pertanyaan-pertanyaan tersebut kedalam beberapa bagian, yaitu dengan menggunakan kata tanya, dengan keterampilan dan bahasa, dengan waktu dan dengan tempat.


(28)

Bahasa memiliki berbagai fungsi, bergantung pada kedudukan bahasa itu dalam masyarakat penuturnya. Pada tahun 1928, bahasa Indonesia, yang dahulu dikenal sebagai bahasa Melayu yang kemudian disebut bahasa Indonesia sejak tanggal 28 Oktober 1928 naik kedudukannya. Perbedaan kedudukan mempengaruhi fungsinya. Dilain pihak, bahasa Jawa walaupun penuturnya banyak, tetapi kedudukannya sebagai bahasa daerah.

Dari kedudukan tersebut, dapat tersirat dan tersurat fungsi suatu bahasa. Misalnya, fungsi sebagai lambang identitas dan alat interaksi sosial antar warga bahasa itu. Jacobson (1972:65) seorang ahli linguistik, yang mengatakan bahwa fungsi bahasa terdiri atas enam, yaitu (1) fungsi referensial (mengungkapkan acuan suatu pesan), (2) emotif (mengungkapkan keadaan si pembicara), (3) konatif (mengungkapkan keinginan-keinginan pembicara), (4) metalinguistik (mengungkapkan kode yang dipergunakan), (5) fatik (pembukaan, pemeliharaan, kontak), dan (6) puitik (cara suatu pesan ditulis dalam sandi)

Fungsi bahasa dapat juga dilihat dari berbagai segi, misalnya dari segi pendidikan. Subyakto (1993:91) membedakan fungsi bahasa sebagai berikut, 1) menyampaikan dan mencari informasi, 2) mengungkapkan dan memahami sikap emosional, 3) mengungkapkan dan memahami sikap moral, 4) mengungkapkan agar sesuatu hal dikerjakan, dan 5) bergaul sebagai anggota masyarakat.

Dalam penelitian ini sebagai landasan digunakan digunakan fungsi bahasa yang dikemukan oleh Subyakto. Fungsi bahasa lain digunakan sebagai penunjang dalam penelitian ini. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa penelitian ini lebih banyak


(29)

mengarah ke bidang pendidikan, yakni penguasaan bahasa. Fungsi bahasa yang berkaitan dengan dengan pengajaran ini dipakai terutama dalam penyusunan wawancara serta analisis data dalam hubungan dengan pembicara dan lawan yang diajak berbicara.

2.3 Ragam Bahasa BIPar

Ragam bahasa pembelajaran Bahasa Indonesia untuk bidang Pariwisata (BIPar) menekankan kepada ragam bahasa lisan dari pada ragam bahasa tulisan. Hal ini disebabkan bahwa dalam pembelajaran bahasa untuk pariwisata khususnya pada saat bekerja di bagian kantor depan dan tatagraha suatu hotel lebih banyak menggunakan bahasa lisan daripada bahasa tulisan. Bahasa tulisan digunakan pada saat resepsionis mengisi format check-in dan beberapa hal lain yang bersifat korespondensi.

Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.

Menurut Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi resmi seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi


(30)

digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar kita tidak di tuntut menggunakan bahasa baku.

Ragam bahasa dibagi berdasarkan :

1. Media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, yaitu :(1) ragam bahasa lisan, (2) ragam bahasa tulis.

Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa baik itu ragam lisan standar maupun yang tidak standar. Ragam lisan standar dapat dijumpai misalnya pada saat orang berpidato, atau memberi sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah. Sedangkan ragam lisan yang tidak standar dapat dijumpai dalam percakapan antar teman, di pasar atau dalam kesempatan nonformal lainnya.

2. Berdasarkan situasi dan pemakaian

Dalam penggunaan ragam bahasa tulis makna yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan dalam ragam bahasa lisan makna kalimat yang diungkapkan ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelepasan unsur kalimat. Oleh karena itu dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur kalimat serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.

Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan


(31)

unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.

Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.

Menurut Alwi, (1988 : 14) bahwa istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa standar, semi standar dan nonstandar. Bahasa ragam standar memiliki sifat kemantapan berupa kaidah atau aturan tetap. Akan tetapi kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes sehingga memungkinkan perubahan dibidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan modern.

Pembedaan antara ragam standar, nonstandar, dan semi standar dilakukan berdasarkan :

a. topik yang sedang dibahas; b. hubungan antarpembicara; c. medium yang digunakan; d. lingkungan dan;


(32)

Selanjutnya ciri yang membedakan antara ragam standar, semi standar dan nonstandar adalah :

a. penggunaan kata sapaan dan kata ganti; b. penggunaan kata tertentu;

c. pengunaan imbuhan;

d. penggunaan kata sambung (konjungsi) dan; e. penggunaan fungsi yang lengkap

2.4 Tindak Tutur dan Siasat Kesantunan

Dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat luas dikenal slogan “Gunakanlah bahasa yang baik dan benar”. Paradigma ini ternyata mempengaruhi teori dan konsep pengajaran dan pembelajaran bahasa dan juga teori dan konsep pemerolehan bahasa. Urutan kata “baik” dan “benar” dalam slogan diatas sekaligus menunjukkan bahwa persoalan pragmatik bahasa lebih penting dari gramatika bahasa dalam penggunaan bahasa yang komunikatif.

Karena kemampuan komunikatif mencakup juga pengetahuan pragmatika tentang kesantunan bahasa, maka pengajaran bahasa juga meliputi teori tentang tindak tutur dan siasat kesantunan.

Tindak tutur merupakan salah satu bidang kajian penting pragmatika bahasa. Pengertian pragmatika yang paling melekat erat dengan pembahasan dalam tesis ini adalah definisi pragmatika yang diberikan oleh Crystal (1985 : 240), yaitu


(33)

pragmatika sebagai pengkajian bahasa dari sisi pengguna bahasa, khususnya tentang pilihan-pilihan yang dibuat, kendala-kendala yang ditemukan pada penggunaan bahasa dalam interaksi sosial dan pengaruh penggunaan bahasa itu terhadap peserta lainnya dalam tindak komunikasi.

Tindak tutur ialah melakukan tindak tertentu melalui kata, misalnya memohon sesuatu, menolak (tawaran permohonan), berterima kasih, memberi salam, memuji, meminta maaf, dan lain sebagainya.

Dalam melakukan suatu tindak tutur, selain menyatakan maksud dan keinginannya, penutur juga secara alami bertujuan untuk menciptakan dan menjaga hubungan sosial tertentu antara diri penutur dengan petutur. Penutur mempertimbangkan berbagi kendala dala menyampaikan maksudnya secara tepat dan sesuai dari segi kedekatan atau jarak antara penutur dengan petutur, situasi bahasa, dan sebagainya. Siasat bahasa (komunikasi) yang digunakan untuk menciptakan dan menjaga hubungan sosial ini sering disebut siasat kesantunan.

2.5 Bahasa Inggris untuk Bidang Khusus (English for Specific Purposes-ESP) 2.5.1 Definisi ESP

English for Specific Purposes (ESP) adalah suatu cara dalam mengajar/belajar bahasa Inggris untuk subjek yang khusus dengan maksud pekerjaan maupun akademik. Jika kebutuhannya berbeda maka tujuannya juga berbeda pula, misalnya bahasa Inggris untuk Ekonomi, bahasa Inggris untuk Bisnis, bahasa Inggris untuk Sekretaris, dan lain sebagainya.


(34)

Inilah yang mendasari dan melandasi konsep pembelajaran bahasa bahwa teori dan konsep ESP juga dapat diaplikasikan dalam pembelajaran bahasa-bahasa lain di dunia termasuk juga bahasa Indonesia. Pembelajaran bahasa Indonesia untuk bidang Pariwisata (BIPar) yang merupakan pembahasan utama dalam kajian ini secara mutlak mengadopsi teori dan konsep ESP dan menjadi bagian dalam penerapan pada proses pembelajaran BIPar khususnya di bagian Divisi Kamar sebuah hotel berbintang.

Alasan penting terhadap keberadaan ESP adalah revolusi dalam bidang linguistik. Sementara para ahli lingusitik tradisional menekankan kepada penjelasan mengenai ciri bahasa, para pionir revolusi dalam bidang linguistik ini mulai memfokuskan kepada cara-cara bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi sebenarnya. Hutchinson & Waters (1987:10) menekankan : “…that one significant discovery was ini the ways that spoken and written English vary”.

Hal ini dengan kata lain berarti bahwa jika konteks dimana bahasa Inggris digunakan berbeda, maka variasi bahasa Inggris juga akan berubah. Jika bahasa dalam situasi berbeda berbeda maka penyesuaian program pembelajaran bahasa untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dalam konteks yang khusus menjadi lebih memungkinkan.

Selanjutnya menurut Hutchinson & Waters (1987:10) adalah bahwa kemunculan ESP tidak hanya berhubungan dengan linguistik tetapi berhubungan dengan psikologi. Fokusnya adalah tidak hanya berhubungan kepada metode pembelajaran bahasa saja melainkan adalah bagaimana peserta didik memperoleh bahasa dan


(35)

perbedaan-perbedaaan bagaimana bahasa diperoleh. Peserta didik dilihat untuk menerapkan strategi pembelajaran yang berbeda, menggunakan skill yang berbeda, masuk kepada skemata pembelajaran yang berbeda dan termotivasi oleh minat dan keinginan yang berbeda pula. Karena itu fokus terhadap kebutuhan peserta didik menjadi sama besar dengan metode dalam mempelajari pengetahuan linguistik. Menyusun program khusus untuk secara lebih baik memenuhi kebutuhan individu merupakan perkembangan yang alami dari pemikiran ini. Sampai dewasa ini, kata kunci dalam pembelajaran bahasa ESL adalah pemusatan peserta didik atau learner-centered atau learning-learner-centered.

2.5.2 Beberapa Pemikiran tentang ESP

Ada 4 (empat) gagasan utama yang diuraikan yang meliputi : a) perbedaan antara karakteristik ESP yang mutlak dan berubah-ubah, b) jenis ESP, c) karakteristik program ESP, dan d) makna kata ‘special’ dalam ESP.

a. Karakteristik ESP yang mutlak (absolute) dan yang berubah-ubah (variable). Menurut Strevens’ (1988:32) bahwa ESP dapat ditentukan dengan mengidentifikasikan karakteristik yang mutlak dan berubah-ubah dan definisinya membuat suatu perbedaan antara empat karakteristik mutlak dan dua karakteristik berubah-ubah sebagai berikut:

1. Karakteristik mutlak :


(36)

a. disusun untuk memenuhi kebutuhan khusus peserta didik;

b. dihubungkan dengan konteks (tema dan topik) terhadap disiplin ilmu khusus, pekerjaan dan aktifitas;

c. dipusatkan pada kesesuaian berbahasa pada aktifitas-aktifitas tersebut dalam sintaksis, leksis, wacana, semantik, dll., dan analisa wacana;\

d. bertolak belakang dengan General English. 2. Karakteristik berubah-ubah :

ESP mungkin dapat seperti itu tetapi tidak perlu :

a. terbatas kepada salah satu keterampilan berbahasa yang harus dipelajari (misalnya hanya membaca);

b. tidak diajarkan berdasarkan menurut metodologi yang telah ditetapkan sebelumnya.

Namun pakar teori linguistik Dudley-Evans dan St John (1988:23) menambah definisi ESP asli Strevens pada tahun 1997 di konferensi bahasa di Jepang. Definisi yang telah diperbaiki/ditambah adalahsebagai berikut :

1. Karakteristik Mutlak :

a. ESP ditentukan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang khusus; b. ESP berguna dalam menetapkan metodologi dan kegiatan suatu disiplin

ilmu;

c. ESP dipusatkan kepada bahasa (tatabahasa, leksis, register), ketrampilan, wacana dan genre yang sesuai dengan aktifitas ini.


(37)

a. ESP dapat dihubungkan atau disusun untuk siplin ilmu khusus;

b. ESP mungkin menggunakan sebuah metodologi berbeda dari general English dalam situasi pengajaran khusus;

c. ESP mungkin dapat disusun bagi pembelajar dewasa, pada suatu intstansi atau dalam situasi kerja profesional. Namun dapat juga digunakan bagi pembelajar pada tingkat sekolah menengah;

d. ESP disusun secara umum untuk peserta didik pada tingkat menengah atas atau tinggi;

e. Kebanyakan program ESP berdasar kepada beberapa sistem pengetahuan dasar bahasa tetapi dapat juga digunakan oleh para pemula.

Untuk definisi ESP yang lebih luas maka Hutchinson & Waters (1987:19) mengatakan: “ESP is an approach to language teaching in which all decisions as to content and method are based on the learner’s reason for learning”. Dikatakan bahwa ESP adalah suatu pendekatan kepada pengajaran bahasa dimana semua keputusan seperti isi dan metode berdasarkan alasan belajar para peserta didik.

b. Jenis-Jenis ESP

David (1983: 4-5) mendefinisikan ESP kedalam 3 (tiga) jenis yaitu: 1. Bahasa Inggris sebagai suatu bahasa terbatas;

2. Bahasa Inggris untuk Tujuan Pekerjaan dan Akademis (English for Academic and Occupational Purposes- EAOP);


(38)

Bahasa yang digunakan oleh pengatur perjalanan udara atau oleh pelayan adalah contoh bahasa Inggris sebagai suatu bahasa terbatas. Mackay dan Mountford (1978: 11) secara jelas mengilustrasikan perbedaan antara bahasa terbatas dan bahasa dengan pernyataannya : “…the language of international air-traffic control could be regarded as ‘special’, in the sense that repertoir required by the controller is strictly limited and can be accurately determined situationally, as might be the linguistic needs of a dining-room waiter or air-hostess. However, such restricted repertoires are not languages, just as a tourist phrase book is not grammar. Knowing a restricted ‘language’ would not allow the speaker to communicate effectively in novel situation, or in contexts outside the vocational environment”.

Jenis ESP yang kedua adalah yang didefinisikan oleh Carter adalah bahasa Inggris untuk tujuan pekerjaan dan akademis (EAOP). Hutchinson & Waters (1987: 25) dalam ‘Tree of ELT’ mengatakan bahwa ESP dipecah lagi kedalam tiga cabang, yaitu : a) English for Science and Technology (EST), b) English for Business and Economics (EBE), dan c) English for Social Studies (ESS). Masing-masing subjek ini dibagi lagi kedalam dua cabang : English for Academic Purposes (EAP) dan English for Occupational Purposes (EOP). Contoh EOP adalah ‘English for Technicians’ sedangkan contoh EAP adalah ‘English for Medical Studies’.

Jenis ESP ketiga dan yang terakhir yang dijelaskan oleh Carter (1983: 134) adalah bahasa Inggris dengan topik khusus. Jenis ESP ini secara unik berhubungan dengan kebutuhan bahasa Inggris pada masa yang akan datang, contohnya, adalah para ilmuwan yang membutuhkan bahasa Inggris untuk membaca bahan pelajaran pada


(39)

tingkat yang lebih tinggi, menghadiri konferensi internasional atau bekerja di perusahaan asing. Namunpun demikian jenis ini bukanlah sebuah jenis ESP yang tersendiri melainkan suatu komponen program ESP yang memfokuskan pada bahasa situasi. Bahasa situasi ini telah ditentukan berdasarkan hasil analisis kebutuhan dari kebutuhan penggunaan bahasa di tempat kerja (workplace).

c. Ciri-ciri atau karakteristik program ESP

Carter (1983: 134) menyatakan bahwa ada tiga ciri-ciri umum program ESP, yaitu: a) material asli, b) berorientasi tujuan dan c) mengarahkan sendiri.

Jika kita melihat pendapat Dudley-Evans (1997: 83) mengklaim bahwa ESP harus diberikan pada sebuah level menengah ataupun tinggi dan kelayakan penggunaan bahan pembelajaran asli.

Sementara itu, orientasi tujuan mengacu kepada simulasi tugas-tugas komunikatif yang sesuai dengan penyusunan sasaran. Carter mencatat bahwa pada waktu simulasi para peserta didik dalam suatu konferensi termasuk melibatkan penyiapan kertas kerja, membaca, mencatat dan menulis.

Karakteristik terakhir program ESP adalah mengarahkan sendiri (self-direction). Dalam hal ini Carter (1983: 134) menyatakan bahwa “…point of including self-direction…is that ESP concerned with turning learners into users”. Dalam upaya untuk mengarahkan sendiri, para peserta didik harus mempunyai keberanian untuk memutuskan kapan, apa dan bagaimana mereka akan belajar. Carter juga menambahkan harus ada suatu usaha yang sistematis oleh pengajar untuk


(40)

memberikan peserta didik bagaimana belajar dengan cara mengajarkan mereka tentang strategi belajar. Namun ada yang berpendapat bahwa apa yang penting bagi peserta didik adalah belajar bagaimana mengakses informasi dalam sebuah budaya baru.

d. Makna Kata ‘Special’ dalam ESP

Mackay dan Mountford (1978: 4) mengatakan : “The only practical way in which we can understand the notion of special language is as a restricted repertoire of words and expressions selected from the whole language because that restricted repertoire covers every requirements within a well-defined context, task or vocation”. Dikatakan disini bahwa hanya satu cara yang praktis dimana kita dapat memahami gagasan bahasa khusus adalah seperti sebuah kata-kata dan ungkapan dalam suatu sandiwara yang dipilih dari keseluruhan bahasa karena kata-kata atau ungkapan tersebut mencakup setiap permintaan dalam konteks, tugas dan pekerjaan yang sudah diatur dengan baik.

Sebaliknya Mackay dan Mountford berpendapat bahwa suatu maksud khusus mengacu kepada tujuan dimana peserta didik belajar sebuah bahasa bukan alamiah bahasa yang mereka pelajari. Karena itu fokus makna kata ‘special’ dalam ESP seharusnya menjadi tujuan bagi pserta didik belajar dan bukan hanya jargon ataupun istilah yang mereka pelajari.

2.6 Penyusunan Silabus 2.6.1 Kurikulum dan Silabus


(41)

Definisi dan fungsi dari “silabus”, “penyusunan silabus”, dan “kurikulum” telah banyak menimbulkan kesalahpahaman dan kebingungan diantara para peminat bahasa dan masyarakat luas secara umum. Menurut Stern (1983) kurikulum itu adalah bagian dari disiplin ilmu pendidikan. Dalam arti yang lebih luas, kurikulum mengacu kepada tujuan, isi, implementasi dan evaluasi sistem pendidikan. Dalam arti sempit, kurikulum mengacu kepada isi (content) dari suatu program khusus. Masih menurut Stern (1983), istilah “silabus” masuk dalam kategori makna yang lebih sempit. dan “penyusunan silabus” hanyalah satu bagian dari kegiatan pengembangan kurikulum. Sebuah survey yang dilakukan Shaw (1975) tentang pengembangan silabus bahasa kedua menemukan perbedaan diantara :kurikulum dan “silabus” yaitu kurikulum meliputi sasaran, objektif, isi, proses, dan sarana evaluasi semua pengalaman belajar yang direncanakan bagi peserta didik didalam dan diluar kelas melalui instruksi di kelas. Sedangkan silabus adalah perencanaan suatu bagian dari kurikulum dan tidak termasuk elemen evaluasi kurikulum itu sendiri.

Istilah “kurikulum” seperti yang didefinisikan oleh Allen (1984) merupakan suatu konsep yang sangat umum melibatkan faktor-faktor filosofis, sosial dan administratif yang membantu terhadap perencanaan program pendidikan. Kata “silabus” kemudian mengacu kepada bagian dari kurikulum yang berhubungan dengan spesifikasi bagian/unit yang akan diajarkan.

Selanjutnya, Noss dan Rodgers (1976) memberikan definisi tentang sebuah “silabus” bahasa adalah suatu susunan objektif yang edukatif dan dapat dijelaskan dalam konteks isi linguistik. Disini, spesifikasi tujuan/sasaran harus berhubungan


(42)

dengan bentuk bahasa atau subtansi, situasi pengunaan bahasa atau dengan bahasa sebagai sarana berkomunikasi.

Strevens (1977) mengatakan bahwa silabus adalah bagian dari instrument administratif, bagian dari petunjuk harian guru dalam mengajar, bagian dari pernyataan apa dan bagaimana yang harus diajarkan, terkadang bagian dari suatu pendekatan. Silabus meliputi bagian dari bahasa yang akan diajarkan serta diuraikan dan diproses sedemikan rupa untuk tujuan pengajaran.

Menurut Wilkins (1981), silabus adalah spesifikasi isi pembelajaran bahasa yang telah disusun dengan baik dengan maksud menjadikan pengajaran dan pembelajaran bahasa suatu proses yang lebih efektif.

Sedangkan Johnson (1982) menjelaskan bahwa silabus adalah suatu “daftar silabus yang terorganisir” dimana “daftar silabus” mengacu kepada hal-hal yang akan diajarkan. Crombie (1985) juga mendefinisikan silabus sebagai daftar atau unit yang akan dikenalkan oleh pembelajar. Namun Corder (1975) menyatakan bahwa silabus itu lebih dari sekedar daftar unit yang akan diajarkan. Sebagai tambahan, Mackay (1980) menyatakan bahwa silabus memberikan suatu gambaran bagaimana isi/bahan pengajaran dipilih dan disusun.

Hal berbeda ditunjukkan Candlin (1984) dengan mengatakan bahwa silabus adalah konstruksi sosial yang dibuat oleh guru dan peserta didik yang berhubungan dengan spesifikasi dan perencanaan apa yang akan dipelajari dan disusun sedemikian rupa sebagai resep untuk kegiatan guru dan siswa.


(43)

Pada dasarnya menurut Breen (1984), silabus dapat dilihat sebagai suatu rencana apa yang akan dicapai melalui pengajaran kita dan pembelajaran siswa kita sedangkan menurut Prabhu (1984) fungsinya adalah menspesifikasikan apa yang akan diajarkan dan bagaimana susunannya.

Sebuah silabus adalah sebuah ungkapan pendapat atau gagasan terhadap bahasa dan pembelajarannya. Silabus berfungsi sebagai petunjuk bagi pengajar dan peserta didik dengan beberapa sasaran yang diberikan untuk dapat diperoleh. Hutchinson dan Waters (1987:80) menjelaskan silabus yakni bahwa sebuah silabus secara sederhana adalah suatu pernyataan atas apa yang harus dipelajari. Silabus merefleksikan performance bahasa dan linguistik.

Yalden, (1987:87) mengatakan bahwa sebuah silabus dapat dilihat sebagai ringkasan isi dimana para peserta didik akan diekspose. Ini merupakan suatu gambaran terhadap apa yang akan diajarkan dan tidak dapat secara tepat memprediksi apa yang akan dipelajari.

2.6.2 Penyusunan Silabus

Setelah dimengerti apa yang dimaksud dengan istilah kurikulum dan silabus bahasa, langkah berikutnya adalah mengetahui bahan acuan mengenai istilah ungkapan penyusunan silabus (syllabus design).

Menurut Webb (1976), penyusunan silabus dipahami sebagai susunan isi yang sudah dipilih kedalam suatu urutan yang tertata dan praktis demi tujuan pengajaran. Webb memberikan kriteria bagi penyusunan silabus sebagai berikut :


(44)

a. perkembangan dari hal-hal yang sudah diketahui sampai yang belum diketahui;

b. ukuran unit pengajaran yang sesuai; c. sebuah variasi kegiatan yang sesuai; d. dapat diajarkan;

e. menciptakan suasana belajar yang kondusif bagi siswa.

Garcia (1976) mengembangkan hal ini dan memberikan kriteria yang lebih komprehensif yang dapat dipertimbangkan pada saat menyusun suatu silabus. Menurutnya adalah bahwa khususnya yang berhubungan dengan kekuatan sosial, prasangka, kebiasaan dan motif dari peserta didik, hubungan sifat-sifat peserta didik terhadap apa yang dianggap bersifat universal dalam proses belajar, pandangan kontemporer terhadap alamiah bahasan dan bagaimana bahasa diajarkan bagi penutur asing dan untuk tujuan realistik harus mengarahkan kepada keputusan kurikuler. Menyusun suatu silabus adalah suatu proses yang rumit. Menurut Halim (1976 :37), penyusun silabus harus betul-betul mempertimbangkan semua variabel-variabel yang relevan. Amran telah menggolongkan semua variabel kedalam dua kategori yaitu :

1. variabel linguistik yang meliputi hubungan linguistik, antara bahasa yang diajarkan dan bahasa atau bahasa yang digunakan siswa dalam kegiatan sehari-hari dan;


(45)

2. variabel non-linguistik yang berurutan dari kebijakan sosial, kultural, teknologi dan variabel administratif.

Sementara itu Munby (1984) mengatakan bahwa penyusunan silabus dilihat sebagai hal-hal dalam menspesifikasikan isi yang perlu diajarkan dan kemudian disusun kedalam suatu silabus pengajaran unit pembelajaran yang sesuai.

Selanjutnya Maley (1984) memberikan suatu simpulan bahwa penyusunan silabus memberikan arahan seluruh proses dalam menyusun suatu program bahasa. Dia mengatakan bahwa analisis kebutuhan yang menjadi bahan untuk diajarkan harus dihubungkan kepada suatu metodologi sesuai dengan silabus, suatu susunan teknik yang sesuai dengan metodologi, dan tahapan evaluasi yang sesuai secara keseluruhan. Dari penjelasan diatas dapat ditarik simpulan bahwa penyusunan silabus melibatkan urutan logis tiga tahap utama : 1) analisis kebutuhan, 2) spesifikasi isi, 3) susunan silabus.

2.6.3 Jenis-Jenis Silabus

2.6.3.1 Silabus Berorientasi Produk (Product-Oriented Syllabus)

Jenis silabus ini menekankan kepada hasil dari pembelajaran bahasa. Ada beberapa jenis pendekatan yang dapat dijadikan acuan dalam penyusunan silabus. yaitu :

a. Pendekatan Struktural (The Structural Approach)

Jenis ini juga disebut dengan silabus tatabahasa. Silabus dengan pendekatan ini memfokuskan isinya berdasarkan kerumitan dan kesederhanaan tatabahasa.


(46)

Pembelajar diharapkan menguasai setiap struktur bahasa dan memasukkanya dalam pengetahuan tatabahasanya. Jenis ini mendapatkan kritikan yang mendasar yakni bahwa hanya terfokus kepada satu aspek bahasa yaitu : tatabahasa.

b. Pendekatan Situasi (The Situational Approach)

Silabus ini berisikan suatu susunan situasi yang merefleksikan cara bahasa dan tingkah laku digunakan sehai-hari diluar kelas. Jadi dengan menghubungkan teori struktural kepada situasi yang relevan, pembelajar mampu memberikan makna dari sebuah konteks yang sesuai. Namun bagaimanapun juga, silabus ini terbatas kepada peserta didik yang keinginannya tidak sesuai dengan situasi yang terdapat di silabus itu sendiri.

Satu keuntungan dari pendekatan situasi ini adalah meningkatnya motivasi peserta didik karena silabus ini terpusat kepada pembelajar (learner-centered) (Wilkins, 1976 : 16)

Satu situasi biasanya melibatkan beberapa orang peserta didik dalam kegiatan yang disusun secara khusus. Tujuan utama silabus situasi ini adalah mengajarkan bahasa yang digunakan pada situasi-situasi sepert misalnya : berkunjung ker doketr gigi, membeli buku di toko buku, mengeluh kepada pramukamar di sebuah hotel, berjumpa dengan siswa baru dan lain sebagainya.

c. Pendekatan Fungsional/Maksud (The Notional/Functional Approach)

Kritikan Wilkins terhadap silabus struktural dan situasional menyatakan bahwa kedua jenis silabus tersebut hanya menjawab bahasa yang ‘bagaimana’ atau ‘kapan’ dan ‘dimana’ (Brumfit and Johnson. 1979:84).


(47)

Dalam upaya menentukan tujuan maka kebutuhan pembelajar harus dianalisa terlebih dahulu melalui jenis komunikasi yang beragam yang harus dialami oleh pembelajar. Karena itu, analisa kebutuhan berhubungan erat dengan jenis silabus ini. Contoh fungsi meliputi : menginformasikan (informing), menyetujui (agreeing), memohon maaf (apologizing), dan lain-lain. Contoh maksud (notions) : ukuran (size), usia (age), warna (color), perbandingan (comparison), waktu (time) dan lain-lain.

2.6.3.2 Silabus Berorientasi Proses (Process-Oriented Syllabus)

Silabus berorientasi proses dikembangkan sebagai akibat dari kegagalan pembelajaran dari silabus berdasarkan produk untuk meningkatkan kemampuan komunikatif bahasa. Fokusnya adalah pada spesifikasi tugas-tugas belajar dan kegiatan yang akan dialami selama pembelajaran. Terdapat beberapa jenis silabus yaitu sebagai berikut :

a. Silabus berdasarkan keterampilan (skill-based)

Isi silabus ini adalah kumpulan kemampuan khusus yang dapat menjadi bagian dalam menggunakan bahasa. Keterampilan adalah hal-hal dimana peserta didik dapat melakukannya untuk menjadikannya mampu (comptetent) dalam sebuah bahasa dan terpisah dari penggunaan bahasa. Sementara silabus situasi menekankan kepada situasi dalam penggunaan bahasa, silabus berdasarkan keterampilan memfokuskan kepada kemampuan linguistik (ucapan, kosakata,


(48)

tatabahasa, dan wacana). Tujuan utama silabus ini adalah mempelajari ketrampilan bahasa yang khusus (the specific language skill).

b. Silabus berdasarkan tugas (task-based)

Isi pengajaran adalah suatu susunan tugas-tugas yang kompleks dan penuh makna yang dipelajari peserta didik untuk menggunakannya di didalam bahasa yang mereka sedang pelajari. Tugas –tugas yang diberikan didefinisikan adalah serangkaian kegiatan dengan maksud tertentu dan bukan tentang bahasa yang sedang dipelajari. Pengajaran berdasarkan tugas (task-based) berbeda dengan pengajaran berdasarkan situasi (situation-based). Dalam silabus situasi tujuan pengajaran adalah bagaimana menggunakan bahasa pada situasi-situasi yang berbeda, sementara itu dalam silabus berdasarkan tugas, peserta didik diharuskan memperhatikan sumber-sumber bahasa untuk melengkapi tugas (a process). c. Silabus berdasarkan isi (content-based)

Tujuan utama dari silabus ini adalah mengajarkan isi atau informasi dalam menggunakan bahasa yang sedang dipelajari oleh peserta didik. Silabus ini berhubungan erat dengan informasi, sedangkan pembelajaran bahasa berdasarkan tugas (task-based) menekankan kepada proses komunikatif dan kognitif. Suatu contoh pengajaran bahasa berdasarkan isi (content-based) adalah kelas sains (science class) yang diajarkan dalam bahasa yang diperlukan atau diinginkan peserta didik untuk dipelajari – dengan beberapa penyesuaian linguistik – untuk menjadikan sains tersebut lebih dapat dimengerti.


(49)

2.6.4 Kemampuan yang dibutuhkan bagi keberhasilan komunikasi di tempat Kerja

Cummins (1979) memberikan teori dikotomi antara kemampuan komunikasi interpersonal dasar (basic interpersonal communication skills – BICS) dan keterampilan berbahasa akademik kognitif (cognitive academic language proficiency – CALP). Yang pertama mengacu kepada keterampilan berbahasa yang digunakan dalam bahasa tidak resmi sehari-hari dengan keluarga, teman dan kolega. Berikutnya mengacu kepada sebuah keterampilan berbahasa yang diperlukan untuk memahami dan menggunakan bahasa akademik. Situasi dimana seseorang menggunakan BICS adalah dengan konteks yang mudah dipahami. Namun penggunaan CALP terdapat di konteks yang memberikan sedikit sekali petunjuk kontekstual.

Menurut Gatehouse (2008) bahwa ada tiga kemampuan yang perlu bagi pencapaian komunikasi efektif dalam bidang pekerjaan.

Kemampuan pertama kemampuan dalam menggunakan jargon khusus dalam konteks bidang pekerjaan khusus. Yang kedua adalah kemampuan menggunakan keterampilan akademik seperti melaksanakan penelitian dan mengacu kepada pencatatan akademik. Sedangkan yang ketiga kemampuan menggunakan bahasa sehari-hari untuk dapat berbicara secara efektif mengabaikan konteks pekerjaan, contohnya adalah ngobrol dengan teman di sebuah café ataupun menjawab e-mail dari seorang teman.


(50)

2.7.1 Pengertian dan Hakikat Komunikasi

Pengertian komunikasi secara etimologis berasal dari perkataan latin “communicatio”, istilah ini berasal dari perkataan “communis” artinya ‘sama’, maksudnya ‘sama makna atau sama arti’. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan.

Sementara itu hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kerpada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Tegasnya komunikasi berarti penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan.

Yang perlu dicermati dan dipelajari tentang pentingnya komunikasi karena menyangkut tentang isi pesan yang disampaikan melalui bahasa dalah bahwa jika seseorang salah komunikasinya (miscommunication) maka orang yang dijadikan sasaran mengalami salah persepsi (misperception) yang gilirannya menjadi salah interpretasi (misinterpretation), berikutnya mejadi salah pengertian (misunderstanding) dan dalam hal tertentu akan menimbulkan salah perilaku (misbehaviour).

2.7.2 Proses Komunikasi

Bagaimana tekniknya agar komunikasi yang dilancarkan seseorang komunikator dapat berlangsung efektif dalam prosesnya dapat ditinjau dari dua perspektif :


(51)

Dalam perspektif tini terjadi pada diri komunikator dan komunikan. Terjadinya suatu proses komunikasi (isi pesan berupa pikiran dan lambang umumnya bahasa).Walter Lippman menyebut isi pesan “picture in our head” sedangkan Walter Hagemann menamakannya “das bewustseininhalte”. Prose “mengemas” atau “membungkus” pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator yang dinamakan ‘encoding’. Sedangkan proses dalam diri komunikan disebut ‘decoding’ (seolah-olah membuka kemasan atau bungkus pesan).

2. Proses komunikasi dalam perspektif mekanistis.

Proses ini berlangsung ketika komunikator mengoperkan atau “melemparkan” dengan bibir kalau lisan atau dengan tangan kalau tulisan.

Penangkapan pesan itu dapat dilakukan dengan indera telinga atau indera mata atau indera-indera lainnya. Adakalanya komunikasi tersebar dalam jumlah yang relatif banyak sehingga untuk menjangkaunya diperlukan suatu media atau sarana. Dalam situasi ini disebut komunikasi massa.

Komunikasi efektif dapat dilakukan melalui dua cara yakni: 1. Komunikasi lisan dan;

2. komunikasi tulisan

Dalam menciptakan komunikasi efektif sebagai bentuk tujuan dari pembelajaran bahasa Indonesia untuk bidang pariwisata maka terdapat beberapa faktor-faktor penunjang komunikasi efektif. Faktor-faktor tersebut pada awalnya memuculkan suatu pertanyaan: Mengapa komunikasi kita pelajari dan teliti? Pertanyaan tersebut


(52)

memunculkan jawaban bahwa kita mempelajari dan meneliti komunikasi karena kita ingin mengetahui bagaimana efek suatu jenis komunikasi kepada seseorang.

Selanjutnya kita lihat apa yang disebut “the condition of success in communication”, yakni suatu kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki dengan memperhatikan:

1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sehingga menarik.

2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman antara komunikator dan komunikan sehingga dimengerti.

3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan.

4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan komunikan. Berikut ini adalah beberapa faktor komponen komunikan:

1. Para ahli komunikasi meneliti sedalam-dalamnya tujuan komunikan.

2. Pertanyaan :”know your audience” merupakan ketentuan utama dalam komunikasi disebabkan pentingnya untuk mengetahui:

a. Timing (waktu) yang tepat untuk suatu pesan,

b. Bahasa yang dipergunakan agar pesan dapat dimengerti, c. Sikap dan nilai yang harus ditampilkan agar efektif, d. Jenis kelompok dimana komunikasi akan dilaksanakan.


(53)

Komunikan dapat dan akan menerima sebuah pesan hanya kalau terdapat empat kondisi berikut ini:

1. Dapat dan benar-benar mengerti pesan komunikasi,

2. Pada saat mengambil keputusan, sadar sesuai dengan tujuannya, 3. Pada saat mengambil keputusan, sadar sesuai dengan tujuannya, 4. Mampu menepatinya baik secara mental maupun fisik.

Selanjutnya terdapat dua faktor komponen komunikator, yaitu: 1. Kepercayaan pada komunikator (source credibility)

Hasrat seseorang untuk memperoleh suatu peryataan yang benar. Kualitas komunikasinya sesuai dengan kualitas sampai dimana ia memperoleh kepercayaan dari komunikan. Kepercayaan ditentukan oleh keahliannya dan dapat dipercaya karena kepercayaan yang besar dapat merubah sikap.

2. Daya tarik komunikator (source of attractiveness)

Hasrat seseorang untuk menyamakan dirinya dengan komunikator. Komunikator akan sukses dalam komunikasinya bila berhasil memikat perhatian komunikan sehingga akan mempunyai kemampuan melakukan perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik. Komunikan menyenangi komunikator apabila merasa adanya kesamaan khususnya kesamaan ideologi yang lebih penting dari pada kesamaan demografi.

Selain itu pula Hartley menyebut “the image of other” yakni bahwa seorang komunikator akan sukses dalam komunikasinya kalau menyesuaikan komunikasinya dengan “the image” dari komunikan, yaitu:


(54)

2. Kebutuhannya,

3. Kecakapannya,

4. Pengalamannya,

5. Kemampuan berpikirnya dan,

6. Kesulitannya.

Intinya adalah komunikator harus dapat menjaga kesemestaan alam mental yang terdapat pada komunikan.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Metode Penelitian tentang pembelajaran bahasa Indonesia untuk bidang pariwisata (BIPar) didasarkan pada metode deskriptif dengan mengacu kepada pendekatan kualitatif. Menurut Djadsudarma (1993:10) penelitian kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis maupun lisan di masyarakat bahasa. Pendekatan kualitatif yang melibatkan data lisan didalam bahasa melibatkan apa yang disebut informasi. Informasi yang dimaksudkan adalah sumber bahasa yang berasal dari penggunaan bahasa Indonesia oleh mahasiswa Akpar Medan ketika mereka berinteraksi dengan tamu yang pelanggan hotel/travel. Selain itu juga sumber bahasa tulisan berasal dari bahasa tulisan mahasiswa pada saat


(55)

mereka melakukan penelitian dalam rangka penulisan tugas akhir (scientific writing). Moleong (2002:5) mengatakan bahwa metode kualitatif digunakan karena ini lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden dan juga metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Metode deskriptif ini bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti sehingga akan didapat gambaran data secara ilmiah (Djajsudarma, 1993:8). Sudaryanto (1993) menunjukkan jalan dan rambu-rambu kearah pemecahan masalah dalam penelitian linguistik, yaitu: (1) mengikuti tahap penyediaan data dan teknik pengumpulan data, (2) tahap penganalisaan data dan (3) tahap penyajian data analisis Selanjutnya akan dikemukakan pilihan-pilihan metode dan teknik masing-masing tahapan ini.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Akademi Pariwisata Medan (Akpar Medan) yang merupakan lembaga pendidikan tinggi dibidang pariwisata yang berada dibawah naungan langsung Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Akpar Medan beralamat di Jl. R.S.Haji No.12 Medan.


(56)

Penelitian ini adalah pembelajaran bahasa Indonesia untuk bidang Pariwisata. Data yang dipakai yakni data primer berupa data lisan dalam berkomunikasi secara nyata ketika mahasiswa melayani tamu ataupun pelanggan di bagian Divisi Kamar hotel berbintang.

Data yang dianalisis merupakan bahasa Indonesia yang digunakan oleh mahasiswa Akpar Medan yang telah mendapatkan materi kuliah Bahasa Indonesia pada saat semester satu. Secara simulasi mahasiswa diminta untuk menggunakan bahasa Indonesia ketika mereka. contohnya, menerima tamu (walk-in guest) di kantor depan hotel atau menangani keluhan tamu (guest complaints)di bagian tatagraha (housekeeping)..

Data-data tersebut nantinya akan menjadi suatu bahan analisis dalam menentukan dan menyusun silabus pembelajaran BIPar dengan mengadopsi teori dan konsep English for Specific Purposes (ESP) dan diharapkan menjadikannya teori dan konsep Indonesian for Specific Purposes (ISP) atau Bahasa Indonesia untuk Bidang Khusus.

3.4 Instrumen Penelitian

Objek penelitian dalam kajian ini merupakan mahasiswa Akpar Medan pada Jurusan Manajemen Perhotelan, sedangkan yang menjadi instrumen penelitian dalam pengumpulan data adalah: pulpen, pinsil, kertas, alat perekam, atau kuesioner. Dalam penelitian ini penulis akan menyebarkan kuesioner tentang pengumpulan data-data yang berhubungan langsung dengan penggunaan bahasa Indonesia pada konteks berkomunikasi dengan tamu/pelanggan. Selain itu peneliti juga melakukan interview


(57)

kepada pihak Manajemen Akpar Medan dalam memperoleh data sebagai bahan untuk analsisa kebutuhan (needs analysis).

Selain mendapatkan data tentang bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi secar lisan, penulis juga mengajukan kuesioner tentang beberapa data mengenai peserta didik misalnya : usia, latar belakang pendidikan kebahasaan, suku bangsa, pengetahuan mereka terhadap kosa kata/istilah asing yang mempunyai padanan katanya dalam bahasa Indonesia dan lain sebagainya.

3.5 Analisis Data

Setelah data tersedia, tahap selanjutnya adalah menganalisis data sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Pemilihan metode analisis dilakukan dengan mengikuti alur metode kualitatif dalam pengertian bahwa kegiatan analisis yang dilakukan berkaitan dengan penelusuran pola-pola yang umum pada wujud dan prilaku data yang ada yang dipengaruhi dan hadir bersama dengan konteks-konteksnya.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data yang tersedia adalah: 1. Mengakaji data-data yang diperoleh dari kuesioner yang diajukan kepada

Manajemen Akpar Medan dan Mahasiswa tentang kebutuhan peserta didik yang mencakup materi-materi bahan penyusunan silabus BIPar yang komunikatif. 2. Pengklasifikasian data menurut fungsi penggunaan bahasa dan ragam bahasa

Indonesia untuk bidang pariwisata yang mendasarkan kepada konsep-konsep fungsi bahasa dan ragam bahasa. Fungsi dan ragam bahasa manakah yang


(58)

nantinya akan diterapkan dalam pembelajaran bahasa untuk bidang khusus seperti BIPar.

3. Menganalisis data survey kebutuhan terhadap penyusunan silabus dan mengkaji penyusunan silabus berdasarkan : 1) analisis kebutuhan, 2) analisis fungsi dan ragam bahasa, 3) analisis penyusunan silabus dengan mendasarkan kepada teori penyusunan silabus yang komunikatif agar sesuai dengan tujuan penelitian yakni untuk menemukenali model silabus pembelajaran BIPar sehingga tercapainya komunikasi efektif mahasiswa Akpar Medan pada saat melaksanakan pekerjaannya (vocational purposes) di tempat kerja (work place) yang didominasi ragam bahasa lisan dari pada ragam bahasa tulisan.

Selanjutnya menemukenali ragam bahasa seperti apakah yang sesuai digunakan dalam pembelajaran BIPar. Ragam bahasa lisan yang standar ataukah ragam bahasa lisan yang non-standar.

Paradigma selama ini adalah bahwa ragam bahasa yang digunakan ketika membuat penyusunan silabus bahasa Indonesia adalah ragam bahasa baku atau formal. Ragam baku ini juga dikenal sebagai ragam bahasa standar. Namun demikian permasalahan yang muncul adalah apakah ketika berbicara mengenai bahasa untuk bidang khusus; ragam bahasa standar dapat menciptakan terjadinya komunikasi efektif?

Lihat pemakaian kata “superior” untuk salah satu jenis kamar. Kata “superior” bermakna “atasan”, atau “penyelia” atau “lebih hebat/super”. Misalnya seorang resepsionis mengatakan : (1) “…kami mempunyai kamar atasan/penyelia/lebih hebat


(59)

yang masih kosong…”. Ataukah tetap saja mengatakan : (2) “…kami masih punya kamar superior yang kosong…”. Manakah yang lebih komunikatif ? Kalimat nomor satu atau nomor dua?

Prinsip inilah yang meyakinkan penulis bahwa pembelajaran bahasa Indonesia untuk bidang khusus (Indonesian for Specific Purposes – ISP) tidak serta merta menggunakan ragam bahasa standar melainkan memunculkan suatu paradigma baru bahwa : Penyusunan silabus pembelajaran bahasa Indonesia untuk bidang khusus menerapkan prinsip ragam bahasa yang tidak standar dengan tujuan menciptakan komunikasi yang efektif dan komprehensif.

Kalimat nomor satu diatas tidak komunikatif karena menimbulkan kesalahpahaman dan kebingungan antara penutur dan petutur walapun menggunakan kosakata baku bahasa Indonesia. Sedangkan kalimat nomor dua jauh lebih komunikatif dan dapat dimengerti secara baik oleh penutur dan petutur walaupun digunakannya ragam bahasa tidak standar dengan pemakaian istilah asing.

Contoh: data awal

Dikantor depan Hotel Nirwana Akademi Pariwisata Medan ditemukan data: Resepsionis : “Selamat pagi, pak? Ada yang bisa kami bantu?”

Tamu : “Pagi, pagi,..ada kamar kosong?”

Resepsionis : “Kamar seperti apa pak yang bapak mau?” Tamu : “Kalian punya kamar apa aja?”

Resepsionis : “Iya, pak. Kami ada kamar standard, kamar deluxe sama superior”


(60)

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan penggunaan bahasa Indonesia yang tidak benar seperti: “Kamar yang seperti apa pak yang bapak mau?” dan “Kami ada kamar standart, deluxe sama superior”. Ini menunjukkan bahwa ada prinsip-prinsip tindak tutur (pragmatik) yang dilanggar. Selain itu ungkapan yang seperti apa pak yang bapak mau dan kami ada…sama… tidak menunjukkan pemilihan kata yang tidak tepat. Hal ini dapat mengakibatkan tidak terjadinya komunikasi yang efektif: tamu merasa bahwa tidak terjadinya hubungan yang harmonis karena pilihan kata-kata diatas tidak tepat dalam situasi formal seperti dikantor depan hotel dan akan berujung kepada pemberian image yang tidak baik terhadap hotel tersebut.

Seyogyanya kalimat “Jenis kamar apakah yang bapak inginkan?” dan “Kami mempunyai tiga jenis kamar yaitu kamar standart, deluxe dan superior” menjadi pilihan bagi petugas resepsionis dalam melayani informasi di kantor depan hotel karena mengedepankan prinsip-prinsip kesantunan dan pilihan kata yang tepat.

Namun ragam bahasa tidak standar juga ditunjukkan dengan pemakaian kata-kata : “standard”, “deluxe”, dan “superior” dan si tamu dapat memahami kata-kata tersebut dengan baik. Petugas resepsionis tidak menerjemahkan istilah asing tersebut kedalam bahasa Indonesia dan kata-kata tersebut diucapkan dengan bahasa Indonesia baku maka justru percakapan diatas tidak komunikatif karena tamu merasa bingung dan terheran-heran.


(61)

Dari data-data yang sudah melalui tahapan analisis seperti yang sudah diuraikan diatas, peneliti akan mengembangkan suatu model pembelajaran bahasa Indonesia untuk bidang pariwisata untuk satu semester atau minimal empatbelas kali pertemuan.

3.6 Cara Penyajian Hasil Analisis Data

Penyajian hasil analisis data akan menggunakan metode formal dan informal. Metode formal digunakan dalam penyajian data yang menggunakan angka, tabel maupun bagan. Seperti misalnya angka-angka digunakan untuk menjelaskan tentang persentase tingkat kebutuhan pembelajaran BIPar. Tabel digunakan dalam ringkasan teori serta penggunaan bagan pada model penelitian. Metode informal digunakan dalam menguraikan data secara rinci dengan kata-kata seperti uraian mengenai fungsi dan ragam bahasa, penyusunan silabus pembelajaran BIPar yang komunikatif, English for Specific Purposes (ESP), prinsip komunikasi efektif, sampai kepada sutau model pembelajaran BIPar yang tercantum dalam silabus pembelajaran BIPar bagi mahasiswa Akpar Medan.

Model Penelitian :

Penggunaan Bahasa Indonesia untuk Bidang Pariwisata (BIPar)

Sebuah Kajian Pembelajaran Bahasa Indonesia Bidang Pariwisata (BIPar)


(62)

Analisis fungsi Analisis Ragam Bahasa Analisis pembelajaran BIPar BIPar BIPar

Fungsi BIPar Teori dan Konsep ESP, Teori penyusunan com- dengan teori tindak tutur Teori Ragam Bahasa municative syllabus dan dan sisat kesantuan komunikasi efektif Teori pragmatik

Temuan Penelitian BAB IV

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

4.1 Tingkat Kebutuhan Peserta Didik terhadap Pembelajaran BIPar

Pemerolehan data tentang kebutuhan peserta didik (mahasiswa) terhadap signifikansi pembelajaran BIPar di Akademi Pariwisata Medan didapat dari kuesioner yang ditujukan kepada Manajemen Akpar Medan. Pihak Manajemen Akpar Medan dalam hal ini adalah Direktur Akpar Medan.

Sebagai langkah awal dalam penyusunan silabus bagi pembelajaran bahasa untuk bidang khusus (ESP), maka hal ini mutlak diperlukan. Begitu juga halnya dengan pembelajaran BIPar di Akpar Medan. Dengan kata lain langkah awal yang dilakukan adalah dengan melaksanakan analisis kebutuhan (needs analysis). Analisis kebutuhan


(63)

dapat diberikan dalam bentuk wawancara dan kuesioner yang bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pembelajaran BIPar diberikan dan bahan/materi yang akan disusun dalam suatu silabus pembelajaran bahasa untuk bidang khsusus. Wawancara ataupun kuesioner dapat ditujukan kepada manajemen (sponsor) maupun perserta didik itu sendiri.

Hasil analisis kebutuhan merupakan bahan dalam kerangka penyusunan silabus pembelajaran Bahasa Indonesia untuk bidang Pariwisata (BIPar).

Berikut ini adalah hasil analisis kebutuhan yang ditujukan kepada Manajemen Akpar dalam memenuhi bahan penyusunan silabus pembelajaran BIPar.

Tabel 1. Hasil Wawancara tentang Kebutuhan Pembelajaran BIPar di Akpar Medan

No Variabel Jawaban

Manajemen Akpar Medan

Keterangan 01

02.

Sejauhmanakah perlunya pembelajaran BIPar bagi mahasiswa di Akpar Medan?

Apakah yang diharapkan dari mahasiswa setelah mereka mendapatkan pembelajaran BIPar?

Ya, dirasa sangat perlu karena ternyata banyak turis asing yang juga ingin menggunakan bahasa Indonesia. Selain itu juga, penggunaan bahasa Indonesia pada bidang pekerjaan di hotel dirasa masih kurang.

Minimal mereka dapat menggunakan bahasa Indonesia bidang perhotelan

khususnya di kantor depan maupun bagian rumah tangga secara baik. Pilihan kata mereka juga sesuai dan tepat, khususnya jika kebetulan ada turis asing yang juga ingin

Diperlukan


(64)

03

04

Bagimanakah dengan peserta didik? Apa target pekerjaan yang diharapkan setelah mendapatkan pembelajaran BIPar?

Berapakah jumlah mahasiswa manajemen divisi kamar seluruhnya? Dan berpakah jumlah mhs

belajar berbicara bhs Indonesia.

Target utama yang kami harapkan adalah mereka dapat mengetahui bahwa bahasa Indonesia ternyata juga dapat dipelajari dan digunakan dalam bidang pekerjaan mereka secara baik. Bahwa mereka juga harus tahu tentang istilah yang digunakan pada bidang

perhotelan karena berhubungan dengan levelisasi

karir mereka, dll.

Jumlah seluruh mahasiswa basic berkisar sembilah puluh orang. Ada tiga kelas sehingga masing masing kelas

No Variabel Jawaban

Manajemen Akpar Medan

Keterangan 05. 06 07. Di kelas? Bagaimanakah latar belakang daerah asal mereka?

Bagaimana beban SKS mata kuliah bahasa Indonesia?

Apakah mereka pernah berjumpa dengan turis wisman yang juga ingin berbahasa Indonesia?

Berjumlah tigapuluh orang. Ya, bervariasi. Namun lebih dominan berasal dari Kabupaten Simalungun, Karo dan Tapanuli.

Hanya 2 SKS tidak lebih dan diberikan pada saat semester satu atau dua.

Ya, khususnya bagi mereka yang baru melaksanakan PKN, dan ternyata dari hasil evaluasi mereka bertemu dengan turis asing yang ingin berbahasa Indonesia. Jadi mungkin pembelajaran BIPar diperlukan Lanjutan tabel 1


(1)

Isilah pertanyaan berikut ini :

A. Identitas

Nama :

Jenis Kelamin :

Kewarganegaraan :

Suku :

Alamat sekarang :

Asal Sekolah :

Nomor telepon :

B. Latar Belakang Pendidikan 1. Pendidikan Umum

Sekolah Dasar : Sekolah Menengah Pertama : Sekolah Menengah Atas : 2. Pendidikan Kebahasaan

Bahasa Asing : 1. Inggris; 2. Jerman; 3. Prancis, 4. Lainnya Lama belajar :………. Bahasa Daerah :

Lama Belajar : ……….. Bahasa Indonesia :

Materi yang sudah dipelajari : 1. Tata Bahasa; 2. Fungsi Bahasa; 3. EYD; 4. Lainnya

Lama Belajar :………..

Bahasa untuk bidang khusus : 1. Sudah; 2. Belum 3. Pendidikan Yang sedang Dijalani Sekarang

Jenis Pendidikan :

Lamanya pendidikan :

Jurusan :

Program studi :

Bahasa Pengantar : C. Permasalahan Kebahasaaan

Penggunaan bahasa asing :

Penggunaan bahasa Indonesia : Penggunaan istilah asing/Indonesia : Pengucapan istilah asing : Pengucapan istilah Indonesia : Penggunaan dialek bahasa Indonesia :


(2)

D. Prospek Karir

Bidang pekerjaan : 1. Bisnis; 2. Pemerintah; 3. Industri; 4. Lingkungan akademik; 4. Lainnya. Uraikan dengan singkat apa bidang pekerjaan anda?

……… ……… ……… ……… ……… Apakah anda menggunakan bahasa Indonesia dalam pekerjaan anda? Ya/Tidak Jika “ya”, Apakah bahasa Indonesia dibutuhkan : selalu?

sering?

kadang-kadang? jarang?

Dengan cara apakah anda menggunakan bahasa Indonesia dalam pekerjaan anda?

berbicara tatap muka

telepon/radio/televisi

mendengar tatapb muka

telepon/radio/televisi

membaca majalah

jurnal laporan suratkabar buku

surat

menulis artikel majalah

jurnal ilmiah

laporan buku

surat

Dengan siapakah anda menggunakan bahasa Indonesia dalam pekerjaan anda? tamu/pelanggan (asing/domestik)

rekan kerja/teman masyarakat umum lain-lain

D. Kegiatan lain yang bersifat umum dalam menggunakan bahasa Indonesia dengan tamu/pelanggan :


(3)

budaya/seni jalan-jalan olahraga

kegiatan kemasyarakatan trasnportasi

berbelanja

membaca suratkabar keperluan lain

E. Alasan diperlukan Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk bidang khusus Uraikan……….

………. ………. ……….

F. Perlukah Anda mendapatkan pembelajaran Bahasa Indonesia untuk bidang Pariwisata (BIPar)?

Uraikan dengan singkat ………. ……… ……… ……… ………


(4)

Lampiran 3

Umpan Balik (Feedback) Pembelajaran BIPar

Dari uji coba pembelajaran BIPar yang dilakukan oleh penulis terhadap mahasiswa Akademi Pariwisata Medan Semester tiga Program Studi Manajemen Divisi Kamar diperoleh hasil sebagai berikut :

Tanggal Uji Coba : 24 Agustus 2009

Tempat : Akademi Pariwisata Medan

Objek : Mahasiswa Prodi Manajemen Divisi Kamar Semester Tiga dengan jumlah 25 orang mahasiswa.

Waktu : 100 menit

Penulis membagi umpan balik dalam tiga tahapan yakni : 1) tahap persiapan; 2) tahap penyajian; dan 3) tahap evaluasi.

I. Tahap Persiapan (10 menit)

Tahap ini adalah tahap dimana persiapan penulis dalam mengajar BIPar yang mencakup :

a. Brainstorming/leading-in

Hasil : Penulis menjelaskan tentang mata kuliah ini yang relatif baru sekaligus menjelaskan tentang kontrak perkuliahan yang akan mereka tempuh dalam satu semester sebanyak duabelas unit pembelajaran. Penulis memancing mahasiswa dengan beberapa pertanyaan terkait penggunaan bahasa Indonesia seperti menanyakan tentang definisi salah satu hotel berbintang di Medan. Hasilnya adalah hampir semua mahasiswa belum mampu memberikan jawaban yang memuaskan melainkan menjelaskan definisi jenis hotel dengan ragam bahasa sehari-hari.

II. Tahap Penyajian (50 menit)

Tahap ini adalah tahap dimana bahan ajar BIPar disajikan yang meliputi : a. Presentasi materi ajar

Penulis memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menguraikan secara gamblang bahan ajar unit satu yakni tentang jenis-jenis hotel dan aktifitas hotel. setiap mahasiswa dibiarkan menjelaskan jenis dan aktifitas hotel tanpa perlu disanggah (free practice) oleh penulis – penulis ingin mengetahui wawasan mahasiswa secara kognitif dan bagaimana mahasiswa menguasai kemampuan


(5)

Setelah itu penulis mengklarifikasi kesalahan yang dilakukan mahasiswa meliputi :

• pengetahuan (knowledge) tentang jenis dan aktifitas hotel;

• keterampilan (skill) dalam menggunakan bahasa Indonesia ketika

menjelaskan serta;

• sikap (attitude) ketika menjelaskan jenis dan aktifitas hotel kepada orang lain

b. Demonstrasi

Penulis menunjukkan beberapa gambar yang diambil dari majalah selain gambar yang terdapat dalam bahan ajar dan meminta mahasiswa untuk menjelaskan gambar hotel dan aktifitas yang terdapat didalamnya. Dalam hal ini penulis akan mengkoreksi kesalahan yang dibuat ketika mereka menjelaskan (controlled practice). Mahasiswa diminta langsung memperbaiki kesalahan dengan petunjuk dari bahan ajar serta penulis.

c. Role Play

Penulis memberikan kesempatan mahasiswa untuk bermain peran. Hal ini dilakukan secara kelompok maupun berpasangan. Topik yang diambil adalah berkenaan dengan kegiatan mereka ketika berhadapan dengan tamu dan menjelaskan tentang jenis hotel serta kegiatan apa yang dapat dilakukan oleh tamu tersebut. Penulis tidak serta merta memperbaiki kesalahan yang mereka buat melainkan merangkumnya dan disampaikan pada akhir kegaiatan.

III. Tahap Evaluasi/Penutup (40 menit)

Tahap ini adalah tahap dimana penulis memberikan konklusi atas pelajaran pada hari ini yakni tentang jenis dan aktifitas hotel – gambaran lengkap tentang materi yang sudah diajarkan pada hari ini. Untuk itu penulis beberapa kegaiatan diberikan penulis yang meliputi :

a. RangkumanRangkuman materi yang diajarkan yang mecakup aspek knowledge, skill dan attitude.

b. Evaluasi

Penulis memberikan soal sebagai bahan evaluasi. Dikarenakan ini adalah pembelajaran Bahasa Indonesia untuk bidang Pariwisata (BIPar) maka fokusnya adalah terciptanya komunikasi efektif antara petugas di industri perhotelan dan tamu sehingga soal yang diberikan meliputi tentang :

• Role play dalam bentuk pair-work tentang situasi pada saat mereka bekerja di industri;


(6)

• Menciptakan suatu situasi dimana terjadinya komunikasi di industri (composition) dan menguraikannya dalam bentuk suatu percakapan (classwork).

• Memberikan tugas rumah mandiri (homework) tentang percakapan real di hotel dan merekam pembicaraan tersebut sehingga menjadi bahan perbandingan pada pertemuan berikutnya.

Selanjutnya penulis memberikan pertanyaan kepada mahasiswa tentang pembelajaran unit satu ini – sejauhmana mahasiswa memahami dan menguasai materi. Apakah materi pembelajaran ini sesuai dengan bidang pekerjaan dan apakah sesuai dengan analisis kebutuhan yang menjadi dasar penyusunan silabus dan bahan ajar pembelajaran BIPar.