betujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas.
Deteksi Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah residual yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Nilai residual berdistribusi normal
merupakan suatu kurva berbentuk lonceng bell – shaped curve yang kedua
sisinya melebar sampai tidak terhingga. Distribusi data tidak normal, karena terdapat nilai ekstrem dalam data yang diambil. Suliyanto, 2005.
3.8 Pengujian Hipotesis
Koefesien Determinasi R
2
Nilai R
2
berkisar antara nol dan satu 0 R
2
1. Nilai R
2
yang kecil atau mendekati nol berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan
variasi variabel dependen amat terbatas. Sebaliknya, jika nilai R
2
mendekati satu berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Gujarati, 2003.
Uji F Simultan
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen mempunyai pengaruh yang sama terhadap variabel dependen. Pengujian yang
dilakukan menggunakan uji distribusi F. Caranya adalah dengan membandingkan antara nilai kritis F F-
tabel
dengan nilai F-
hitung
F RATIO yang terdapat pada Tabel Analysis Variance dari hasil perhitungan.
Uji t Individu
Uji t digunakan untuk menguji koefesien regresi di setiap variabel independen. Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah variabel independen
yang terdapat dalam suatu persamaan secara individu berpengaruh terhadap nilai variabel dependen uji parsial Algifari, 2000.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian Gambaran Umum Keadaan Geografis Provinsi Jawa Tengah
Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Pulau Jawa, terletak antara 5
40’ dan 8 30’ Lintang Selatan, 180
30’ dan 111 30’ Bujur Timur termasuk
Pulau Karimun Jawa. Jawa Tengah memiliki luas wilayah 32.548 km
2
25,04 persen dari luas Pulau Jawa dengan kepadatan penduduk 986 jiwakm
2
.Provinsi Jawa Tengah dengan pusat pemerintahan di Kota Semarang, secara administratif
terbagi dalam 35 kabupatenkota 29 kabupaten www.wikipedia.com
Perkembangan Desentralisasi Fiskal di Indonesia
Perkembangan sistem pemerintahan di Indonesia mengalami pasang surut. Pada rezim orde baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto tahun 1966
kontrol pemerintah pusat mempunyai peranan penuh dalam proses pengambilan keputusan penting pemerintah sentralistik. Intervensi pemerintah pusat yang
terlalu besar menyebabkan rendahnya efektivitas pemerintah daerah dalam proses pembangunan. Desentralisasi fiskal merupakan langkah awal terciptanya sistem
pemerintahan yang mengutamakan aspirasi masyarakat. Kebijakan desentralisasi fiskal mulai berkembang kembali di era pemerintahan presiden BJ Habibie.
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Tengah
Yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup besar yaitu antara lain, Kota Surakarta dengan pertumbuhan sebesar
5,64
persen, kemudian diikuti Kabupaten Sragen dengan pertumbuhan 5,59 persen, Kabupaten
Purbalingga dengan pertumbuhan sebesar 5,48 persen, dan Kota Semarang dengan pertumbuhan 5,42 persen. Kota Semarang sebagai wilayah basis provinsi
Jawa Tengah memiliki laju pertumbuhan terbesar keempat, akan tetapi jumlah PDRB-nya termasuk paling besar diantara ketiga wilayah tersebut. Sedangkan
kabupaten yang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi paling rendah adalah Kabupaten Kudus dengan pertumbuhan sebesar 3,29 persen dan Kabupaten
Batang dengan pertumbuhan sebesar 3,35 persen.
Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Tengah
Dalam kurun waktu lima tahun antara tahun 2005 hingga 2009 yang memiliki pertumbuhan PAD tertinggi yaitu Kabupaten Grobogan dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 57,18 persen. Sedangkan pertumbuhan PAD yang paling rendah yaitu pada Kabupaten Banyumas dengan rata-rata sebesar 2,65 persen.
Dana Perimbangan Provinsi Jawa Tengah
Pendapatan daerah yang diterima dari pemerintah pusat berupa dana perimbangan yang cukup besar di terima oleh pemerintah Kabupaten Cilacap di
tahun 2008 dengan jumlah yang diterima sebesar Rp. 943.952.955.000 yang meliputi porsi DAU sebesar Rp.773.079 juta rupiah , kemudian porsi DAK
sebesar Rp. 78.898 juta rupiah , dan DBH sebesar Rp. 91.976 juta rupiah, dan dana perimbangan yang diberikan oleh pemerintah yang paling sedikit diterima
oleh Kota Magelang dengan jumlah yang diterima sebesar Rp. 156.443.228.000 di tahun 2005 yang meliputi porsi DAU sebesar Rp. 125.606 juta rupiah, kemudian
porsi DAK sebesar Rp. 7.900 juta rupiah , dan porsi DBH sebesar Rp. 12.992 juta rupiah.
Investasi Swasta Provinsi Jawa Tengah
Daya tarik investasi ditunjukan dengan adanya peningkatan investasi di masing-masing daerah, khususnya di Kota Semarang sebagai basis provinsi Jawa
Tengah. Pencapaian investasi Kota Semarang yang ditunjang oleh pihak swasta yakni mencapai Rp.
616.788.248.000 pada tahun 2008. Akan tetapi jumlah yang didapat masih jauh dari penerimaan daerah yang berasal dari investasi swasta
yang didapat oleh Kabupaten Sukoharjo yakni sebesar Rp. 2.622.460.384.072
pada tahun 2006. Hal ini berarti pemerintah Kabupaten Klaten telah berupaya memaksimalkan potensi daerahnya untuk menarik investor di tahun tersebut.
Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah
Pada tahun 2005-2009 laju pertumbuhan tenaga kerja yang paling besar dicapai oleh Kota Semarang dengan rata-rata persentase kenaikan sebesar 2,66
persen, kemudian diikuti oleh Kabupaten Kebumen dengan persentase kenaikan sebesar 2,59 persen berselisih sedikit dengan Kabupaten Rembang dengan
kenaikan sebesar 2,44 persen. Kemudian daerah yang mempunyai rata-rata
pertumbuhan tenaga kerja yang paling rendah di provinsi Jawa Tengah dicapai oleh daerah Kabupaten Brebes dengan penurunan sebesar 2,73
persen.
4.2 Analisis Data Deteksi Penyimpangan Asumsi Klasik