Analisis Flypaper Effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah Terhadap Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

(1)

SKRIPSI

ANALISIS FLYPAPER EFFECT DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), BELANJA

DAERAH TERHADAP EFISIENSI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA

OLEH Lastri Dwi Lady Gtg

110503094

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis

Flypaper Effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah Terhadap Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara” adalah benar hasil karya saya sendiri dan

judul yang dimaksud adalah pengembangan dari judul-judul yang lalu dengan menambahkan variabel yang berbead dan periode yang berbeda serta kalaupun ada ditemukan judul yang sama, itu merupakan ketidaksengajaan penulis. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas dan benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan, Maret 2015 Yang membuat pernyataan

( Lastri Dwi Lady Gtg ) NIM : 110503094


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah menyertai dan memberkati penulis selama proses pengerjaan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu.

Skripsi ini berjudul “Analisis Flypaper Effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah Terhadap Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara” dan disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak menerima bimbingan, bantuan, saran, motivasi, serta dukungan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan, yaitu kepada:

1. Bapak Prof.Dr.Azhar Maksum, M.Ec.Ac.Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak selaku Ketua Departemen dan Bapak Drs. Hotmal Ja‟far MM,Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak, Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak selaku Ketua Program Studi S1 dan Ibu Dra. Mutia Ismail MM, Ak selaku Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak selaku Dosen Pembimbing penulis

yang selama ini telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

5. Bapak Drs. Rustam, M.Si, Ak selaku Dosen Penguji penulis yang selama ini telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini. 6. Bapak Iskandar Muda, SE, Ak, M.Si selaku Dosen Pembanding penulis

yang selama ini telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.


(4)

7. Secara khusus penulis persembahkan kepada kedua orang tua yang sangat penulis sayangi, Bapak Kisman Ginting, S.Pd dan Ibu Rehukurta br Surbakti, SE yang senantiasa memberikan doa, semangat, dan dukungan. Serta kakak dan abang penulis Sanny Ervina Ginting, S.Farm, Apt. dan Dianostra Perimsa Ginting, SE yang telah banyak membantu dan mendukung penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

8. Sahabat- sahabatku tersayang Eme, Feba, Rangga, Yohana, Debora, Artha, Sisil, Angela, dan Kelompok Kecil penulis yaitu Kak Hekdinar, Kak Ester, dan Tanti, dan teman-teman yang lain yang telah memberikan dukungan doa dan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penulisan ke depan. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Maret 2015


(5)

ABSTRAK

ANALISIS FLYPAPER EFFECT DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), BELANJA DAERAH TERHADAP

EFISIENSI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

KABUPATEN / KOTA DI SUMATERA UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Flypaper Effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Belanja Daerah terhadap efisiensi kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumya yang dilakukan oleh Indhi Hastuti (2011). Objek dari penelitian ini adalah kinerja keuangan Pemerintahan Kota dan Kabupaten di Sumatera Utara.

Penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling. Data yang digunakan adalah data sekunder, yang bersumber dari Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota dan Kabupaten di Sumatera Utara dari tahun 2011 hingga tahun 2013.

Hasil dari penelitian secara parsial menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Belanja Daerah berpengaruh terhadap efisiensi kinerja keuangan Pemerintah, Penelitian secara simultan juga menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah, Belanja Daerah berpengaruh terhadap efisiensi kinerja keuangan Pemerintah, Selain itu pada Belanja Daerah juga ditemukan terjadinya fenomena flypaper effect. Jika dilihat lebih lanjut tingkat ketergantungan kinerja dari Pemerintah lebih dominan terhadap DAU daripada PAD.

Kata Kunci : Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah, Efisiensi Kinerja Keuangan.


(6)

ABSTRACT

ANALISIS FLYPAPER EFFECT DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), BELANJA DAERAH TERHADAP

EFISIENSI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

KABUPATEN/ KOTA DI SUMATERA UTARA

This study aims to determine the influence of Flypaper Effect in Intergovernmental transfer (DAU), Local Own Revenue (PAD), Regional Expenditure to financial performance efficiency of Regional Government of Sumatera Utara City and Country. This research refers to the previous research by Indhi Hastuti (2011). The object of this research is the financial performance of Regional Government of Sumatera Utara City and Country.

This research was using a purposive sampling method. The data used are secondary data, obtained from the Regional Government Budget Report of Sumatera Utara City and Country from 2011 until 2013.

The results of this study shows that partially the Intergovernmental Transfer (DAU), Local Own Revenue (PAD), Regional Expenditure has a relation on financial performance efficiency of Regional Government, and there is Flypaper Effect phenomenon in Regional Expenditure and If seen further enhances the performance dependence of regional government is more dominant on the DAU than PAD.

Keywords : Intergovernmental Transfer (DAU), Local Own Revenue (PAD), Regional Expenditure, The Financial Performance Efficiency of Regional Government.


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN……… i

KATA PENGANTAR ………. ii

ABSTRAK ………... iv

ABSTRACT ……….……… v

DAFTAR ISI……… vi

DAFTARTABEL…..……… ix

DAFTAR GAMBAR ……… x

DAFTAR LAMPIRAN ……… xi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah……….…… 1

1.2. Perumusan Masalah……… 5

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 5

1.3.1. Tujuan Penelitian……….. 5

1.3.2. Manfaat Penelitian……… 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis………. 7

2.1.1. Otonomi Daerah……… 7

2.1.2. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)……. 9

2.1.3. Pendapatan Asli Daerah (PAD)……… 12

2.1.4. Belanja Daerah………. 15

2.1.5. Pendapatan Transfer……… 18

2.1.6. Dana Alokasi Umum (DAU)……… 18

2.1.7. Flypaper Effect………. 20

2.1.8. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah………. 22

2.1.8.1. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah daerah………. 22

2.1.8.2. Pengukuran Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah ………..…….. 24

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu……… 25

2.3. Kerangka Konseptual dan Hipotesis………... 28

2.3.1. Kerangka Konseptual………... 28

2.3.2. Hipotesis……….……….. 29

2.3.2.1. Hubungan DAU dalam Kinerja Keuangan 29 2.3.2.2. Hubungan PAD dalam Kinerja Keuangan… 30 2.3.2.3. Hubungan Belanja Daerah dalam Kinerja Keuangan……….. 31

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian……… 33

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian………. 33

3.3. Definisi Operasional……… 33

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian………... 35

3.5. Jenis dan Sumber Data………. 37

3.6. Metode Pengumpulan Data………. 38

3.7. Metode Analisis Data……….. 38


(8)

a. Uji Normalitas Data………. 39

b. Uji Multikolinearitas……… 40

c. Uji Heterokedastisitas…..……… 40

d. Uji Autokorelasi……… 41

3.7.2. Uji Hipotesis………. 42

a. Uji t ( t Test)……… 43

b. Uji F ( F Test)………. 44

c. Menentukan Flypaper Effect……… 45

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum………. 46

4.2. Analisis Hasil Penelitian………. 46

4.2.1. Analisis Statistik Deskripif……… 46

4.2.2. Uji Asumsi Klasik………. 47

a. Uji Normalitas Data……….. 47

b. Uji Multikolinearitas……… 50

c. Uji Heterokedastisitas Data……….. 52

d. Uji Autokorelasi……… 53

4.2.3. Analisis Regresi……… 55

4.2.4. Uji Hipotesis……….……… 57

a. Uji t (t Test)……….………. 57

b. Uji F (F Test)……… 58

c. Koefisien Determinasi…….………... 59

d. Menentukan Flypaper Effect……… 60

4.2.5. Pembahasan Hasil Penelitian……… 61

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan……… 63

5.2. Keterbatasan Penelitian……….………. 64

5.3. Saran………..………. 65

DAFTAR PUSTAKA ……… 68


(9)

DAFTAR TABEL

No.Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1 Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan……… 24

Tabel 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu………..………….. 27

Tabel 3.1 Definisi Operasional……… 34

Tabel 3.2 Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara……… 35

Tabel 3.3 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian……….. 37

Tabel 4.1 Descriptive Statistics……….. 47

Tabel 4.2 Uji Normalitas dengan One – Sample Kolmogrof – Smirnov Test… ……….. 50

Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas tanpa transformasi Lg10…… 51

Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinearitas………. 52

Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi……… 54

Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi……… 56

Tabel 4.7 Hasil Uji Statistik t……… …… 57

Tabel 4.8 Hasil Uji Statistik F……… 58

Tabel 4.9 Koefisien Determinasi……… 59


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual………. 29 Gambar 4.1 Normal P-P Plot of Regression Standardised Residual

DependentVariable:log_EK……… 48 Gambar 4.2 Histogram Dependent Variable: log_EK……… 49 Gambar 4.3 Grafik Scatterplot Dependent Variable……….. 53


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No.Lampiran Judul Halaman

1 Jenis Pendapatan Pajak dan retribusi untuk Provinsi

dan Kabupaten/Kota……… 72

2 Jadwal Penelitian……… 73

3 Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaen/Kota di Sumatera Utara………. 74

4 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian………. 75

5 Rekapitulasi Data Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2011-2013……… 76

6 Descriptive Statistics……….……… 81

7 Hasil Uji Normalitas dengan Normal P – P Plot...…… 82

8 Hasil Uji Normalitas dengan Grafik Histogram……… 82

9 Hasil Uji Normalitas dengan One – Sample Kolmogrof- Smirnov………. 83

10 Hasil Uji Multikolinearitas tanpa transformasi Lg10… 83 11 Hasil Uji Multikolinearitas……… 84

12 Hasil Uji Heterokedastisitas……….. 84

13 Hasil Uji Autokorelasi………...……… 84

14 Hasil Analisis Regresi……… 85

15 Hasil Uji Statistik t………. 85

16 Hasil Uji Statistik F……… 86

17 Koefisien Determinasi……… 86

18 Efek DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah….……. 86


(12)

ABSTRAK

ANALISIS FLYPAPER EFFECT DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), BELANJA DAERAH TERHADAP

EFISIENSI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

KABUPATEN / KOTA DI SUMATERA UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Flypaper Effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Belanja Daerah terhadap efisiensi kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumya yang dilakukan oleh Indhi Hastuti (2011). Objek dari penelitian ini adalah kinerja keuangan Pemerintahan Kota dan Kabupaten di Sumatera Utara.

Penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling. Data yang digunakan adalah data sekunder, yang bersumber dari Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota dan Kabupaten di Sumatera Utara dari tahun 2011 hingga tahun 2013.

Hasil dari penelitian secara parsial menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Belanja Daerah berpengaruh terhadap efisiensi kinerja keuangan Pemerintah, Penelitian secara simultan juga menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah, Belanja Daerah berpengaruh terhadap efisiensi kinerja keuangan Pemerintah, Selain itu pada Belanja Daerah juga ditemukan terjadinya fenomena flypaper effect. Jika dilihat lebih lanjut tingkat ketergantungan kinerja dari Pemerintah lebih dominan terhadap DAU daripada PAD.

Kata Kunci : Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah, Efisiensi Kinerja Keuangan.


(13)

ABSTRACT

ANALISIS FLYPAPER EFFECT DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), BELANJA DAERAH TERHADAP

EFISIENSI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

KABUPATEN/ KOTA DI SUMATERA UTARA

This study aims to determine the influence of Flypaper Effect in Intergovernmental transfer (DAU), Local Own Revenue (PAD), Regional Expenditure to financial performance efficiency of Regional Government of Sumatera Utara City and Country. This research refers to the previous research by Indhi Hastuti (2011). The object of this research is the financial performance of Regional Government of Sumatera Utara City and Country.

This research was using a purposive sampling method. The data used are secondary data, obtained from the Regional Government Budget Report of Sumatera Utara City and Country from 2011 until 2013.

The results of this study shows that partially the Intergovernmental Transfer (DAU), Local Own Revenue (PAD), Regional Expenditure has a relation on financial performance efficiency of Regional Government, and there is Flypaper Effect phenomenon in Regional Expenditure and If seen further enhances the performance dependence of regional government is more dominant on the DAU than PAD.

Keywords : Intergovernmental Transfer (DAU), Local Own Revenue (PAD), Regional Expenditure, The Financial Performance Efficiency of Regional Government.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia sudah semakin pesat, khususnya di Sumatera Utara, hal ini semakin terlihat sejak berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal (Ulum, 2004:26), selanjutnya kebijakan ini diperbaharui dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004. Kedua UU ini mengatur tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kebijakan ini menjadi tantangan dan peluang bagi Pemerintah Daerah karena akhirnya pemerintah daerah memiliki kewenangan lebih besar untuk mengelola sumber daya yang dimiliki untuk lebih efisien dan efektif.

Pemberlakuan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal ini memberi banyak manfaat bagi pemerintah daerah, salah satunya adalah peraturan ini akan meningkatkan demokrasi daerah, pemerintah daerah juga tidak lagi mengartikan pemenuhan peraturan dari pemerintah pusat sebagai tujuan, namun lebih kepada peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat (Ulum, 2004:29).

Otonomi daerah juga berarti bahwa pemerintah daerah diberi kewenangan untuk menentukan program pembangunan sesuai dengan kebutuhan daerah sendiri. Selain itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) cukup disahkan oleh DPRD, tidak harus disahkan oleh presiden melalui Menteri dalam Negeri seperti sebelum pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal,


(15)

singkatnya dengan adanya otonomi daerah, daerah mempunyai hak kemandirian dalam pemerintahan maupun pembangunan. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk memanfaatkan sumber-sumber keuangan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang disahkan (Halim, 2007 : 96).

Menurut UU No. 33 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini bertujuan untuk memberikan keleluasaan bagi daerah untuk menggali pendanaan, dalam hal ini belanja daerah, dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi, PAD adalah salah satu dari banyaknya Pendapatan daerah. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah., namun yang terjadi adalah setiap daerah memiliki pendapatan, potensi dan beban keuangan yang berbeda-beda, maka untuk mengatasi ketimpangan ini ditetapkan transfer dari pemerintah pusat berupa dana perimbangan yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Tujuan dari transfer ini, khususnya transfer berupa Dana Alokasi Umum adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar pemerintahan dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum diseluruh negeri (Sidik, dkk, 2002).

Transfer dana ini ditentukan dengan melihat kebutuhan daerah dan kemampuan daerah tersebut dalam membiayai belanja daerah. Pemerintah sebagai pengguna dan pembuat anggaran akan sangat bergantung pada PAD dan DAU.


(16)

Pemerintah akan memanfaatkan PAD dan DAU dalam aktifitas belanja dan pendanaan mereka, PAD dan DAU juga dimanfaatkan untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas pelayanan mereka terhadap publik. Peningkatan kualitas pelayanan dari pemerintah daerah ini berkaitan dengan kinerja keuangan mereka, salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pemerintah dalam mengelola keuangannya adalah melalukan analisis rasio keuangan terhadap APBD, khususnya rasio efisiensi dari pemakaian belanja dan pendapatan.

Namun yang terjadi dalam praktiknya adalah pemerintah daerah lebih bergantung pada transfer yang berasal dari pemerintah pusat dalam belanja mereka, dilain sisi pemerintah pusat memberikan alokasi transfer (DAU) tidak terlalu memperhatikan kemampuan daerah dalam mengoptimalkan sumber pendanaannya, hal ini membuat pemerintah daerah akan menuntut transfer (DAU) yang lebih besar lagi, sehingga pemerintah daerah tidak lagi berusaha memaksimalkan pendapatan daerah yang berupa pajak dan lainnya, malahan yang terjadi kemudian adalah transfer (DAU) menjadi dominan dalam membiayai belanja daerah, fenomena inilah yang akhirnya disebut sebagai flypaper effect. Maimunah (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa flypaper effect disebut sebagai suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah daerah merespon (belanja) lebih banyak (lebih boros) dengan menggunakan dana transfer (grants) yang diproksikan dengan DAU dari pada menggunakan kemampuan sendiri, diproksikan dengan PAD.

Fakta di atas memperlihatkan bahwa perilaku fiskal pemerintah daerah dalam merespon transfer dari pusat juga dengan adanya sumber pendapatan dari daerah sendiri menjadi determinan penting dalam menunjang efektivitas dan


(17)

efisiensi kebijakan transfer (Hastuti, 2011). Fenomena flypaper effect membawa implikasi lebih luas bahwa transfer akan meningkatkan belanja pemerintah daerah yang lebih besar daripada penerimaan transfer itu sendiri (Turnbull, 1998).

Penelitian terdahulu telah banyak membahas fenomena flypaper effect ini, seperti yang diteliti oleh Hastuti (2011) dihasilkan bahwa fenomena flypaper effect ditemukan pada laporan keuangan Kabupaten/Kota Semarang, karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Semarang lebih rendah dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima oleh Pemerintah Kota Semarang. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa Dana Alokasi Umum mempunyai hubungan dalam efisiensi kinerja Kota dan Kabupaten Semarang. Kota dan Kabupaten yang memperoleh alokasi DAU tinggi maka pengeluaran untuk kinerja Kota dan Kabupaten Semarang juga semakin tinggi. Selain itu diperoleh bukti bahwa perbandingan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) dengan efisiensi kinerja Kota dan Kabupaten mempunyai hubungan, karena apabila efisiensi itu tinggi maka pembiayaan yang dilakukan oleh kota dan Kabupaten akan menggunakan hampir keseluruhan dari dana transfer dari Pemerintah pusat, Namun Pendapatan Asli Daerah mempunyai hubungan yang tidak signifikan dalam efisien kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah. Setiap SKPD yang memiliki PAD rendah maka pengeluaran untuk kinerja SKPD daerahnya tetap tinggi, karena untuk pembiayaan output dari SKPD tersebut menggunakan dana transfer khususnya DAU dari pemerintah pusat.

Dari hasil penelitian sebelumnya ini, penulis ingin meneliti hal yang sama pada kabupaten kota di Sumatera Utara tentang apakah terjadi flypaper effect Dana Alokasi Umum (DAU),Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Belanja Daerah


(18)

dan pengaruhnya terhadap efisiensi kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sumatera Utara.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap efisiensi kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sumatera Utara? 2. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap efisiensi

kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sumatera Utara? 3. Apakah Belanja Daerah berpengaruh terhadap efisiensi kinerja keuangan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sumatera Utara?

4. Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah berpengaruh terhadap efisiensi kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sumatera Utara?

5. Apakah fenomena flypaper effect terjadi pada belanja pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sumatera Utara?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah memberikan bukti empris mengenai: 1. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap efisiensi kinerja

keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sumatera Utara. 2. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap efisiensi kinerja


(19)

3. Pengaruh Belanja Daerah terhadap efisiensi kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sumatera Utara.

4. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Belanja Daerah terhadap efisiensi keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sumatera Utara.

5. Kemungkinan terjadinya flypaper effect pada belanja pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sumatera Utara.

1.3.2.Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan dalam menulis karya ilmiah, serta menambah wawasan tentang fenomena flypaper effect pada belanja pemerintah daerah.

2. Bagi Dunia Pendidikan, penelitian ini berguna bagi dunia pendidikan khususnya Mahasisiwa Akuntansi untuk memberi kontribusi teori sebagai bahan referensi dan data tambahan bagi peneliti-peneliti lainnya yang tertarik pada bidang kajian ini.

3. Bagi Pemerintah, memberikan masukan baik bagi pemerintahan pusat maupun daerah dalam hal pengelolaan keuangan daerah.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Otonomi Daerah

Otonomi berasal dari kata Yunani, autos dan nomos. Kata pertama berarti sendiri dan kata kedua berarti pemerintah. Otonomi bermakna memerintah sendiri, dalam wacana administrasi publik daerah sering disebut sebagai local self government, jadi otonomi daerah menurut UU No.32 Tahun 2004, diartikan sebagai hak wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Daerah otonom adalah masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan bagi pelayanan masyarakat dan pelaksanaan pembangunan (Rusydi, 2010). Sebagai upaya untuk mencapai tujuan itu, maka kepada daerah diberikan wewenang untuk melaksanakan urusan pemerintahan.

Menurut Tim Fisipol Universitas Gadjah Mada (2010), terdapat 4 (empat) unsur otonomi daerah, yaitu :


(21)

1. Memiliki perangkat pemerintah sendiri yang ditandai dengan adanya Kepala Daerah, DPRD, dan Pegawai Daerah;

2. Memiliki urusan rumah tangga sendiri yang ditandai dengan adanya dinas-dinas Daerah atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD); 3. Memiliki sumber keuangan sendiri yang ditandai dengan adanya pajak

daerah, retribusi daerah, perusahaan daerah dan pendapatan dinas-dinas daerah;

4. Memiliki wewenang untuk melaksanakan inisiatif sendiri (diluar dari instruksi dari pemerintahan pusat atau atasan) sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.

Apabila suatu daerah tidak memiliki sumber-sumber pembiayaan yang memadai maka hal ini akan mengakibatkan daerah bergantung terus terhadap pembiayaan pemerintah pusat. Ketergantungan terhadap pembiayaan pemerintah pusat merupakan kondisi yang tidak sesuai dengan asas otonomi daerah. Oleh karena itu perlu suatu upaya oleh pemerintah daerah dalam memutus ketergantungan tersebut dalam rangka meningkatkan kemampuan daerah.

Menurut Rusydi (2010) terdapat beberapa kriteria yang dapat dijadikan ukuran agar suatu daerah dikatakan mampu untuk mengurus rumah tangganya sendiri:

1. Kemampuan struktur organisasinya

Struktur organisasi pemerintah daerah yang mampu menampung seluruh aktivitas dan tugas yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.

2. Kemampuan aparatur Pemerintah Daerah

Aparatur pemerintah daerah mampu menjalankan tugas dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Oleh karena itu, dalam mencapai tujuan yang diinginkan daerah dibutuhkan keahlian, moral, disiplin dan kejujuran dari aparatur daerah. 3. Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat

Pemerintah daerah harus mampu mendorong masyarakat agar bersedia terlibat dalam kegiatan pembangunan nasional. Karena peran serta masyarakat sangat penting dalam menunjang kesuksesan pembangunan daerah.

4. Kemampuan keuangan daerah

Suatu daerah dikatakan mampu mengurus rumah tangganya sendiri apabila pemerintah daerah tersebut mampu membiayai semua kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.


(22)

Sesuai dengan urgensi penelitian ini, maka suatu daerah dituntut kemampuannya dalam menggali dan mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan daerah sehingga tidak bergantung pada pemerintah pusat.

2.1.2. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) (Siagian, 2009).

Menurut Halim (2007:20), Anggaran Daerah memiliki unsur sebagai berikut:

 Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.  Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk

menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran pengeluaran yang akan dilaksanakan.

 Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.  Periode anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun

APBD sekarang ini didasari pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dimana APBD terdiri atas tiga bagian, yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Dalam APBD baru ini pendapatan juga dibagi tiga kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan pendapatan lain-lain daerah yang sah. Selanjutnya, belanja dibagi kedalam empat bagian, yaitu belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan, yaitu sumber penerimaan dan pengeluaran daerah.

Penyusunan APBD hendaknya mengacu pada norma dan prinsip anggaran sebagai berikut:


(23)

a. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran

Transparansi tentang anggaran daerah merupakan salah satu persyaratan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan bertanggung jawab. APBD harus dapat memberikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Selain itu, setiap dana yang diperoleh, dan penggunaannya harus dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini disebabkan karena anggaran daerah merupakan salah satu sarana evaluasi pencapaian kinerja dan tanggung jawab pemerintah menyejahterakan masyarakat.

b. Disiplin Anggaran

APBD disusun dengan berorientasi pada kebutuhan masyarakat tanpa harus meninggalkan keseimbangan antara pembiayaan penyelenggaraan pemerintah, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Oleh karena itu anggaran yang disusun harus dilakukan dengan berlandaskan azas efisiensi, tepat guna, tepat waktu dan dapat dipertanggungjawabkan. Pemilahan antara belanja yang bersifat rutin dengan belanja yang bersifat pembangunan/modal harus diklasifikasikan secara jelas agar tidak terjadi pencampuradukan kedua sifat anggaran yang dapat menimbulkan pemborosan dan kebocoran dana.

c. Keadilan Anggaran

Pembiayaan pemerintah daerah dilakukan melalui mekanisme pajak dan retribusi yang dipikul oleh segenap lapisan masyarakat. Untuk itu,


(24)

pemerintah wajib mengalokasikan penggunaannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan.

d. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran

Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal, guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam perencanaan perlu ditetapkan secara jelas tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang akan diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang diprogramkan.

e. Format Anggaran

Pada dasarnya APBD disusun berdasarkan format anggaran defisit (defisit budget format). Selisih antara pendapatan dan belanja mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit anggaran. Apabila terjadi surplus, daerah dapat membentuk dana cadangan, sedangkan bila defisit, dapat ditutupi melalui sumber pembiayaan pinjaman dan atau penerbitan obligasi daerah sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.

f. Struktur Anggaran (APBD)

Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: a. Pendapatan Daerah

b. Belanja Daerah c. Pembiayaan


(25)

2.1.3. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 adalah pendapatan daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari berbagai usaha pemerintah daerah untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya, yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha milik daerah, dan lain-lain penerimaan asli daerah yang sah. Pendapatan asli daerah diartikan sebagai pendapatan daerah yang tergantung keadaan perekonomian pada umumnya dan potensi dari sumber-sumber pendapatan asli daerah itu sendiri.

Menurut pasal 6 Undang-undang No. 32 tahun 2004 pendapatan asli daerah berasal dari :

1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah

3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

4. Penerimaan dari dinas dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Berdasarkan pada Undang-undang No.33 Tahun 2004 Pasal 6 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah dapat dijelaskan :

1. Pajak Daerah

Pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan kepada wajib pajak oleh pemerintah dengan balas jasa yang tidak langsung dapat ditunjuk.


(26)

Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak.Menurut Undang-undang No. 28 tahun 2009 pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

Dari batasan atau definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur pajak adalah:

1. Iuran masyarakat kepada negara 2. Berdasarkan undang-undang 3. Tanpa balas jasa secara langsung

4. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah

Adapun jenis pendapatan pajak untuk provinsi dan pajak kabupaten/kota dapat dilihat dalam lampiran 1.

2. Retribusi Daerah

Peraturan pemerintah No. 66 tahun 2002 tentang retribusi daerah pasal satu menyebutkan bahwa retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

Menurut Undang-undang No. 28 tahun 2009 retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau


(27)

diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Adapun retribusi untuk provinsi dan kabupaten/kota dapat dilihat dalam lampiran 1.

3. Bagian Laba Perusahaan Daerah

Sumber pendapatan asli daerah yang ketiga yaitu adalah laba dari perusahaan daerah. Karena berbentuk perusahaan maka prinsip pengelolaannya berdasarkan atas asas-asas ekonomi perusahaan. Dengan demikian perusahaan harus mencari keuntungan dan selanjutnya sebagian dari keuntungan tersebut diserahkan ke kas daerah. Perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan dalam memberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah, tapi sifat utama dari perusahaan daerah bukanlah berorientasi pada keuntungan, akan tetapi justru dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum, atau dengan perkataan lain perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus terjamin keseimbangannya yaitu fungsi ekonomi.

Fungsi pokok dari perusahaan daerah adalah:

1. Sebagai dinamisator perekonomian daerah, yang berarti perusahaan daerah harus mampu memberikan rangsangan bagi berkembangnya perekonomian daerah.

2. Sebagai penghasil pendapatan daerah yang berarti harus mampu memberikan manfaat ekonomis sehingga terjadi keuntungan yang dapat diserahkan ke kas daerah.


(28)

4. Pendapatan Lain-lain yang disahkan

Penerimaan lain-lain, di lain pihak adalah penerimaan pemerintah daerah diluar penerimaan-penerimaan dinas, pajak, retribusi dan bagian laba perusahaan daerah. Penerimaan ini antara lain berasal dari sewa rumah dinas milik daerah, hasil penjualan barang-barang (bekas) milik daerah, penerimaan sewa kios milik daerah dan penerimaan uang langganan majalah daerah. Fungsi utama dari dinas-dinas daerah adalah memberikan pelayanan umum kepada masyarakat tanpa terlalu memperhitungkan untung dan ruginya, tetapi dalam batas-batas tertentu dapat didayagunakan untuk bertindak sebagai organisasi ekonomi yang memberikan pelayanan dengan imbalan jasa. Penerimaan lain-lain membuka kemungkinan bagi pemerintah daerah untuk melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan baik yang berupa materi dalam hal kegiatan bersifat bisnis, maupun non materi dalam hal kegiatan tersebut untuk menyediakan, melapangkan atau memantapkan suatu kebijakan pemerintah daerah dalam suatu bidang tertentu.

Dari beberapa komponen PAD tersebut, maka yang perlu mendapatkan perhatian adalah pajak dan retribusi daerah, karena kedua jenis PAD ini baik secara langsung maupun tidak langsung akan membebani rakyat (Julitawati, dkk, 2012).

2.1.4. Belanja Daerah

Menurut PP No 24 Tahun 2005 tentang SAP, Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran


(29)

bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Sementara menurut Permendagri No 13 Tahun 2006, Belanja Daerah didefinisikan sebagai kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih, pengertian ini juga digunakan dalam UU No. 32 tahun 2004. Dalam Struktur APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) yang termasuk sebagai belanja daerah antara lain:

a. Belanja aparatur daerah

Bagian belanja yang berupa : Belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal/pembangunan yang dialokasikan atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik).

b. Belanja pelayanan sosial

Bagian belanja yang berupa : Belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal/pembangunan yang dialokasikan atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik).

c. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan Pengeluaran uang dengan kriteria:

o Tidak menerima secara langsung imbalan barang dan

jasa seperti layak terjadi dalam transaksi pembelian dan penjualan.


(30)

o Tidak mengharap dibayar kembali pada masa yang akan datang, seperti yang diharapkan pada suatu pinjaman.

o Tidak mengharapkan adanya hasil pendapatan seperti

layak yang diharapkan pada kegiatan investasi. d. Belanja tidak terduga

Pengeluaran yang disediakan untuk :

o Kejadian-kejadian luar biasa seperti bencana alam,

kejadian yang dapat membahayakan daerah.

o Utang (pinjaman) periode sebelumnya yang belum

diselesaikan dan atau yang tersedia anggarannya pada tahun yang bersangkutan.

o Pengembalian penerimaan yang bukan haknya atau

penerimaan yang dibebaskan (dibatalkan) dan atau kelebihan penerimaan.

Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi ataukabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan pilihan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Belanja daerah berdasarkan pada Permendagri No.13 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Keuangan daerah dikelompokkan ke dalam belanja langsung dan belanja tidak langsung. Kelompok belanja tidak langsung, merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, yaitu belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, dan belanja


(31)

tidak terduga. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yaitu belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal.

2.1.5. Pendapatan Transfer

Pendapatan transfer merupakan pandapatan daerah yang diperoleh dari otoritas pemerintah diatasnya. Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, kelompok pendapatan berupa pendapatan transfer ini digolongkan menjadi dua jenis pendapatan (untuk provinsi) dan menjadi tiga jenis pendapatan (untuk kabupaten/kota), yaitu:

1. Transfer pemerintah pusat- dana perimbangan, meliputi: a. Dana bagi hasil pajak

b. Dana bagi hasil bukan pajak c. Dana alokasi umum

d. Dana alokasi khusus

2. Transfer pemerintah pusat-lainnya, meliputi: a. Dana otonomi khusus

b. Dana penyesuaian

3. Transfer pemerintah provinsi, meliputi: a. Pendapatan bagi hasil pajak

b. Pendapatan bagi hasil lainnya 2.1.6. Dana Alokasi Umum

Tujuan otonomi daerah adalah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan serasi antara Pusat dan Daerah


(32)

serta antardaerah. Namun di sisi lain, konsekuensi dari diterapkannya Otonomi Daerah adalah perubahan sistem admisnistratif yang berlaku. Daerah dituntut lebih otonom baik dalam menjalankan pemerintahannya maupun mendanai keuangan daerahnya (Rusydi, 2010). Sedangkan kemampuan tiap daerah tidaklah sama. Untuk menunjang pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut, maka pemerintah pusat memberikan kebijakan transfer kepada daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU).

Menurut UU No. 33 Tahun 2004 Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendana ikebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan adalah sebagai berikut (Halim, 2007):

a. Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.

b. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk Kabupaten/Kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum sebagaimana ditetapkan diatas.

c. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk suatu Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk Kabupaten/Kota yang ditetapkan APBN dengan porsi Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

d. Porsi Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi bobot Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Menurut UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu daerah (Provinsi, Kabupaten, dan Kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan fiscal gap, dimana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan atas kebutuhan daerah dengan


(33)

potensi daerah. Dana Alokasi Umum digunakan untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada.

Prinsip dasar alokasi DAU (Tampubolon, 2011) terdiri dari :  Kecukupan (adequacy)

 Netralitas dan efisiensi (neutrality and efficiency)  Akuntabilitas (accountability)

 Relevansi dengan tujuan (relevance)  Keadilan (equity)

 Objektivitas dan transparansi (objectivity and transparency)  Kesederhanaan (simplicity)

2.1.7. Flypaper Effect

Maimunah (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa flypaper Effect disebut sebagai suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah daerah merespon (belanja) lebih banyak (lebih boros) dengan menggunakan dana transfer (grants) yang diproksikan dengan DAU dari pada menggunakan kemampuan sendiri, diproksikan dengan PAD. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pemerintah daerah menunggu alokasi DAU yang diperolehnya sebelum menentukan berapa besar belanja yang akan dihabiskannya, sehingga belanja periode mendatang cenderung lebih besar jumlahnya.

Fenomena flypaper effect membawa implikasi lebih luas bahwa transfer akan meningkatkan belanja pemerintah daerah yang lebih besar daripada penerimaan transfer itu sendiri (Turnbull dalam Hastuti, 2011). Fenomena flypaper effect ini dapat terjadi dalam dua versi (Gorodnichenko dalam Kuncoro 2007). Pertama, merujuk pada peningkatan pajak daerah dan anggaran belanja pemerintah yang berlebihan. Kedua, mengarah pada elastisitas pengeluaran terhadap transfer yang lebih tinggi daripada elastisitas pengeluaran terhadap penerimaan pajak daerah.


(34)

Anomali tersebut memicu diskusi yang intensif di antara ahli ekonomi. Perdebatan tersebut menghasilkan beberapa penjelasan yang ditawarkan. Dalam bidang ekonomi, penelitian tentang flypaper effect dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) aliran pemikiran, yaitu model birokratik (bureaucratic model) dan ilusi fiskal (fiscal illusion model). Model birokratik meneliti flypaper effect dari sudut pandang birokrat, sedangkan model ilusi fiskal mendasarkan kajiannya dari sudut pandang masyarakat yang mengalami keterbatasan informasi terhadap anggaran pemerintah daerahnya.

Secara implisit, model birokratik menegaskan flypaper effect sebagai akibat dari perilaku birokrat yang lebih leluasa membelanjakan transfer daripada menaikkan pajak. McGuire (1973) mengistilahkan hal ini sebagai ketamakan politisi (a greedy politicians model. Dengan demikian, flypaper effect terjadi karena superioritas pengetahuan birokrat mengenai transfer. Informasi lebih yang dimiliki birokrat memungkinkannya memberikan pengeluaran yang berlebih.

Flypaper effect merupakan fenomena dalam penelitian ini. Maimunah (2006) meneliti bahwa flypaper effect berpengaruh dalam memprediksi belanja daerah periode kedepan dan juga tidak terdapat perbedaan terjadinya flypaper effect baik pada daerah yang PAD-nya rendah maupun daerah yang PAD-nya tinggi di kabupaten/kota di Pulau Sumatra.

Penelitian ini juga dilakukan oleh Gramlich (1977) menyatakan dalam kasus keuangan daerah ada respon yang tidak simetri terhadap perubahan besaran transfer. Ia menjelaskan bahwa transfer diberikan untuk jangka waktu tertentu. Selama periode tersebut, pihak-pihak tertentu yang memperoleh keuntungan dari penerimaan transfer mulai meningkat. Setelah transfer dikurangi, mereka


(35)

melakukan lobi untuk mempertahankan keuntungannya melalui kenaikan pajak. Selanjutnya Deller dan Maher (2005) meneliti kategori pengeluaran daerah dengan fokus pada terjadinya flypaper effect, Mereka menemukan pengaruh unconditional grants (transfer tak bersyarat) pada pengeluaran adalah lebih kuat pada kebutuhan non esensial atau kebutuhan luxury seperti taman dan rekreasi, kebudayaan dan pelayanan pendidikan daripada kebutuhan esensial atau normal seperti keamanan dan proteksi terhadap kebakaran.

2.1.8. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Menurut Inpres No. 7 tahun 1999 tentang akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, menjelaskan pengertian kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/ kebijaksanaan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi, organisasi. Halim (2007:12) mengatakan Keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat

dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh Negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai dengan ketentuan atau peraturan perundangan yang berlaku. Dapat disimpulkan kinerja keuangan merupakan pencapaian semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang dapat dijadikan kekayaan daerah dalam periode tertentu.

2.1.8.1. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Pengertian analisis keuangan menurut Halim (2007:230) adalah usaha mengindentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan yang tersedia. Penggunaan analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD belum banyak dilakukan. Meskipun demikian, dalam rangka


(36)

pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien dan akuntabel, rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta.

Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari suatu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui kecenderungan yang terjadi. Menurut Halim (2007 : 232) beberapa rasio yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas pemerintah daerah diuraikan berikut ini:

1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi.

2. Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Kemampuan daerah dikatakan efektif apabila rasio yang dicapai minimal 1 (satu) atau 100 persen. Namun semakin tinggi rasio efektifitas, menggambarkan kemampuan daerah yang semakin tinggi

3. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara total realisasi pengeluaran (belanja daerah) dengan realisasi pendapatan yang diterima (Halim, 2007:234). Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik.

4. Rasio Keserasian, Rasio keserasian menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja aparatur daerah dan belanja pelayanan publik secara optimal (Halim, 2007:235). Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja aparatur daerah berarti persentase belanja investasi (belanja pelayanan publik) yang digunakan untuk


(37)

menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil.

5. Rasio Pertumbuhan (Analisis Shift), Rasio pertumbuhan digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya.

2.1.8.2. Pengukuran Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Efisiensi merupakan hal penting dalam pengukuran kinerja pemerintah. Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input, semakin besar output dibanding input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu kinerja (Ulum, 2004: 200) , dalam pemerintahan daerah, output dapat digantikan dengan istilah total realisasi belanja daerah dan input dapat digantikan dengan istilah total realisasi pendapatan daerah. Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik.

Rumusan untuk menghitung tingkat efisiensi penerimaan pendapatan asli daerah adalah sebagai berikut :

Total Realisasi Belanja Daerah

Rasio Efisiensi = x 100%

Total Realisasi Pendapatan Daerah Tabel 2.1

Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan

Persentase Efisiensi Kriteria

100 keatas Tidak Efisien

90-100 Kurang Efisien

80-90 Cukup Efisien

60-80 Efisien

Dibawah 60 Sangat Efisien


(38)

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu telah mengkaji tentang hubungan antara Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Daerah serta kemungkinan terjadinya flypaper effect, antara lain yang dilakukan oleh Hastuti (2011) tentang analisis flypaper effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pada Kota/Kabupaten Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa flypaper effect terjadi dalam laporan keuangan Kota Semarang, dan terdapat hubungan antara efisiensi kinerja pemerintah terhadap DAU, sementara PAD mempunyai hubungan yang tidak signifikan dengan kinerja pemerintah.

Kuncoro (2007) melakukan penelitian tentang fenomena flypaper effect pada kinerja keuangan pemerintah daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia. Penelitian ini menunjukkan bahwa alokasi transfer diikuti dengan pertumbuhan belanja yang lebih tinggi. Gejala ini menunjukkan bahwa pemerintahan daerah bertindak sangat reaktif terhadap transfer yang diterima dari pusat.

Maimunah (2006) melakukan penelitian fenomena flypaper effect DAU dan PAD terhadap belanja daerah pada Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera. Hasil penelitian ini menunjukkan DAU dan PAD mempengaruhi besarnya nilai Belanja Daerah, flypaper effect juga terjadi pada daerah Sumatera.

Afrizawati (2012), melakukan penelitian tentang analisis flypaper effect pada belanja daerah pada Kabupaten/Kota Sumatera Selatan. Hasil pengujian menunjukkan pengaruh yang positif (diterima), diduga bahwa pengaruh DAU terhadap belanja daerah lebih kecil daripada pengaruh PAD terhadap belanja daerah yang mana tujuannya adalah untuk mengetahui terjadi atau tidaknya


(39)

flypaper effect, hal ini membuktikan bahwa terjadi flypaper effect pada belanja daerah di Kabupaten/kota di Sumatera Selatan, penelitian juga menghasilkan DAU dan PAD sama-sama berpengaruh terhadap belanja daerah.

Siagian (2009), melakukan penelitian tentang flypaper effect pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap belanja daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara. Hasil pengujian menunjukkan pengujian secara simultan dan parsial menunjukkan bahwa DAU dan PAD secara bersama-sama bepengaruh signifikan terhadap belanja daerah juga telah terjadi flypaper effect pada belanja daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara.

Batubara (2009), melakukan penelitian tentang Pengaruh PAD terhadap Kinerja Keuangan pada Pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara.Hasil pengujian menunjukkan secara parsial bahwa pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan, sedangkan hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan, tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. Secara simultan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara.


(40)

Tabel 2.2

Tinjauan Penelitian Terdahulu

JUDUL PENELITIAN

VARIABEL PENELITIAN

HASIL PENELITIAN 1.Analisis Flypaper Effect

pada Belanja Daerah Kabupaten/ Kota di Sumatera Selatan , Afrizawati (2012)

Variabel Independen (X): X1: PAD

X2: DAU

Variabel Dependen (Y): Y: Belanja Daerah

1.Telah terjadi flypaper effect pada Belanja Daerah di

Kabupaten/kota di Sumatera Selatan.

2.DAU dan PAD sama-sama berpengaruh terhadap belanja daerah,

2. Analisis Flypaper Effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD),dan Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) (SKPD) (Studi pada Kota dan Kabupaten Semarang) , Hastuti (2011)

Variabel Independen (X): X1: DAU

X2: PAD

Variabel Dependen (Y): Y: Kinerja SKPD

1.Laporan keuangan Kota Semarang terjadi fenomena flypaper effect

2.DAU mempunyai hubungan dalam efisiensi kinerja Kota dan Kabupaten Semarang

3.DAU dengan efisiensi kinerja mempunyai hubungan,

4.PAD mempunyai hubungan yang tidak signifikan dalam efisiensi kinerja SKPD.

3. Fenomena Flypaper Effect pada Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota dan Kabupaten di

Indonesia, Kuncoro (2007)

Variabel Independen (X): X1: PAD

X2: DAU X3: Penerimaan

Pembiayaan X4: Belanja X5: Tarif Pajak X6: Jumlah Penduduk Variabel Dependen (Y): Y: Kinerja Keuangan

1.Kepadatan penduduk berpegaruh signifikan terhadap penerimaan transfer.

2.Belanja daerah berpengaruh terhadap penerimaan transfer 3.Kenaikan tarif pajak berpengaruh

terhadap penerimaan PAD 4.Kenaikan transfer menunjukkan

bahwa terjadi fenomena flypaper effect

5.Peningkatan alokasi transfer diikuti dengan tingkat belanja yang lebih tinggi

4.Flypaper Effect pada Dana ALokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten /Kota di Pulau Sumatera, Maimunah (2006)

Variabel Independen (X): X1: DAU

X2: PAD

Variabel Dependen (Y): Y: Belanja Daerah

1.DAU dan PAD berpengaruh signifikan terhadap Belanja daerah

2.Telah terjadi flypaper effect. 3.Pada belanja pendidikan tidak

ditemukan fenomena flypaper effect, namun pada belanja kesehatan dan belanja


(41)

infrastruktur terjadi flypaper effect.

4.Flypaper effect pada daerah dengan PAD tinggi dan PAD rendah tidak berbeda

5.Flypaper Effect Pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Belanja Daerah Pada Pemerintahan

Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara ,Siagian (2009)

Variabel Independen (X) X1: PAD

X2: DAU

Variabel Dependen (Y) : Y: Belanja Daerah

1.Pengujian Secara Simultan dan parsial menunjukkan bahwa DAU dan PAD secara bersama-sama bepengaruh signifikan terhadap belanja daerah

2.Telah terjadi flypaper effect pada belanja daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara.

6.Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Kinerja Keuangan pada Pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara , Batubara (2009)

Variabel Independen (X): X1: PAD (Pajak Daerah, Retribusi, Hasil

Perusahaan Daerah, lain-lain PAD yang sah) Variabel Dependen (Y): Kinerja Keuangan

1. Secara parsial bahwa pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. Sedangkan hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan, tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan.

2. Secara simultan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara.

Sumber : Berbagai jurnal, Olah data penulis, 2015

2.3. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 2.3.1 Kerangka Konseptual

Variabel indepeden pada penelitian ini adalah DAU, PAD, dan Belanja Daerah serta variabel dependennya adalah Efisiensi Kinerja keuangan Pemerintah Daerah . Undang-Undang No.32 Tahun 2004 meyatakan bahwa Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang salah satunya adalah Dana Alokasi Umum, disamping dana perimbangan tersebut pemerintah daerah juga memiliki sumber pendanaan sendiri yaitu Pendapatan Asli Daerah.PAD dan DAU ini akan


(42)

digunakan pemerintah sebagai sumber Belanja Daerah. Efisiensi Kinerja Keuangan dapat dilihat dengan analisis rasio keuangan pemerintah daerah, khususnya rasio efisiensi yang berkaitan tentang pemanfaatan pendapatan dalam belanja. Kesimpulan sementara adalah bahwa DAU, PAD, dan Belanja Daerah berpengaruh terhadap Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah, Sementara untuk melihat terjadi atau tidaknya fenomena flypaper effect adalah dengan melihat pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah.

H1

H2 H3

H4 Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

2.3.2. Hipotesis

2.3.2.1. Hubungan DAU dalam Kinerja Keuangan

Dalam literatur ekonomi dan keuangan daerah, hubungan pendapatan dan belanja daerah didiskusikan secara luas sejak akhir dekade 1950-an dan berbagai hipotesis tentang hubungan diuji secara empiris (Prakosa, 2004). Tetapi, dalam sebagian studi yang telah dilakukan menyatakan bahwa pendapatan mempengaruhi belanja. Sementara sebagian lainnya menyatakan bahwa belanja tidak mempengaruhi

Dana Alokasi Umum (X1)

Pendapatan Asli Daerah (X2) Efisiensi Kinerja Keuangan (Y) Belanja Daerah (X3)


(43)

pendapatan. Gamkhar dan Oates (1996) menyatakan bahwa pengurangan jumlah transfer (cut in the federal grants) menyebabkan penurunan dalam pengeluaran daerah. DAU ini sekaligus dapat menujukan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin banyak DAU yang diterima maka berarti daerah tersebut masih sangat tergantung terhadap Pemerintah pusat dalam memenuhi belanjanya, ini menandakan bahwa daerah tersebut belum mandiri, dan begitu juga sebaliknya. Secara teoritis respon tersebut akan mempunyai efek distributif alokatif yang tidak berbeda dengan sumber pendanaan lain, misalnya pendapatan pajak daerah (Prakosa, 2004). Namun dalam studi empiris hal tersebut tidak selalu terjadi. Artinya stimulus terhadap pengeluaran daerah yang ditimbulkan oleh transfer atau grants tersebut sering lebih besar dibandingkan dengan stimulus dari pendapatan (pajak) daerah sendiri (flypaper effect). Prakosa (2004) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan belanja pemerintah daerah.

H1 : Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap efisiensi kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara

2.3.2.2. Hubungan PAD dalam Kinerja Keuangan

PAD dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan penting bagi sebuah daerah dalam memenuhi belanjanya dan PAD ini sekaligus dapat menujukan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin banyak PAD yang didapat semakin memungkinkan daerah tersebut untuk memenuhi kebutuhan belanjanya sendiri tanpa harus tergantung pada


(44)

pemerintah pusat, yang berarti ini menunjukan bahwa pemerintah daerah tersebut telah mampu untuk mandiri, dan begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini pengeluaran pemerintah daerah akan disesuaikan dengan perubahan dalam penerimaan pemerintah daerah atau perubahan pendapatan terjadi sebelum perubahan pengeluaran. Oleh sebab itu pertumbuhan investasi di pemerintah kabupaten dan kota di Sumatera Utara perlu diprioritaskan karena diharapkan memberikan dampak positif terhadap peningkatan perekonomian regional

H2 : Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap efisiensi kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara

2.3.2.3 Hubungan Belanja Daerah dalam Kinerja Keuangan Hubungan belanja daerah dan kinerja SKPD ini sebenranya dapat langsung dilihat dari rasio, terkhusus rasio efisiensi, rasio ini menggambarkan perbandingan antara biaya atau belanja yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan, sehingga kinerja SKPD dikatakan efisien apabila rasio yang diperoleh kurang dari 100%, semakin kecil rasio,semakin efisienlah kineja SKPD. Halim (2007) menuliskan sekalipun SKPD berhasil merealisasikan pendapatannya dengan target yang ditetapkan, keberhasilan tersebut kurang memiliki arti apabila ternyata belanja yang dikeluarkan lebih besar daripada realisasi pendapatan yang diterima.

H3 : Belanja Daerah berpengaruh terhadap efisiensi kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara


(45)

H4 : Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah berpengaruh terhadap efisiensi kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara

Untuk menentukan flypaper effect, tidak digunakan hipotesis, karena flypaper effect adalah sebuah fenomena yang terjadi saat pemerintah daerah merespon (belanja) lebih boros dengan DAU daripada PAD.


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan merupakan penelitian Asosiatif. Menurut Erlina (2011:29) penelitian asosiatif adalah menghubungkan dua variabel atau lebih. Penelitian ini menggunakan desain kausal atau hubungan sebab akibat. Desain ini berguna untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya (Umar, 2003).

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari dokumen-dokumen atau data-data berupa laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara tahun 2011-2013 yang diperoleh dari website/situs resmi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yaitu www.djpk.kemenkeu.go.id.

Jadwal Penelitian dapat dilihat dalam lampiran 3.3. Definisi Operasional

Definisi operasional memberikan pengertian terhadap konstruk atau memberikan variabel dengan menspesifikasikan kegiatan atau tindakan yang diperlukan peneliti untuk mengukur. Dilihat dari sudut pandang hubungannya variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen dan variabel dependen.

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2006:3).


(47)

Dalam penelitian ini variabel independen terdiri dari PAD disimbolkan dengan

“X1”, DAU disimbolkan dengan “X2” dan DBH disimbolkan dengan “X3”.

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat adanya variabel bebas (Sugiyono, 2006:3). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Belanja Langsung disimbolkan dengan “Y”

Variabel- variabel dalam penelitian ini akan dijelaskan pada table berikut:

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Sumber: Olah data penulis, 2014 Nama

Variabel

Definisi Pengukuran Skala

Pengukuran Dana Alokasi

Umum (DAU) (X1)

Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Besarnya DAU dapat dilihat dalam laporan APBD pada bagian dana perimbangan.

Rasio

Pendapatan Asli Daerah (PAD) (X2)

Pendapatan daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Besarnya PAD dapat dilihat dalam laporan APBD pada bagian Pendapatan

Rasio

Belanja Daerah (X3)

Kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih

Besarnya DAU dapat dilihat dalam laporan APBD pada bagian dana Perimbangan

Rasio

Efisiensi Kinerja (Y)

Menggambarkan perbandingan antara total realisasi pengeluaran (belanja daerah) dengan realisasi

pendapatan yang

diterima.Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik.

Total realisasi Belanja daerah Total realisasi Pendapatan

Daerah


(48)

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah sekelompok entitas yang lengkap yang dapat berupa orang,kejadian, atau benda yang mempunyai karakteristik tertentu (Erlina, 2011:82).

Adapun populasi dari penelitian ini adalah Kabupaten dan Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yaitu sebanyak 25 kabupaten, dan 8 kota.

Tabel 3.3

Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

No. Pemerintah Kabupaten No. Pemerintah Kota

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. Kabupaten Asahan Kabupaten Batubara Kabupaten Dairi

Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Humbang Hasundutan Kabupaten Karo

Kabupaten Labuhan Batu

Kabupaten Labuhan Batu Selatan Kabupaten Labuhan Batu Utara Kabupaten Langkat

Kabupaten Mandailing Natal Kabupaten Nias

Kabupaten Nias Barat Kabupaten Nias Selatan Kabupaten Nias Utara Kabupaten Padang Lawas Kabupaten Padang Lawas Utara Kabupaten Pakpak Barat

Kabupaten Samosir

Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Simalungun Kabupaten Tapanuli Tengah Kabupaten Tapanuli Selatan Kabupaten Tapanuli Utara Kabupaten Toba Samosir

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kota Binjai

Kota Gunung Sitoli Kota Medan

Kota Padang Sidempuan Kota Pematang Siantar Kota Sibolga

Kota Tanjung Balai Kota Tebing Tinggi

Sumber: www.sumutprov.go.id, BPS Provinsi Sumatera Utara, www.djpk depkeu.go.id, 2011


(49)

Sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi (Erlina, 2011: 82).

Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan teknik non probability sampling, dengan metode purposive sampling. Metode purposive sampling adalah metode pengambilan sampel berdasarkan suatu kriteria tertentu berdasarkan pertimbangan (Erlina, 2011:88), dimana kriteria untuk menjadi sampel antara lain:

1 Pemerintahan Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan APBD tahun 2011-2013 dalam situs Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan Republik Indonesia ( www.djpk.kemenkeu.go.id )

2. Pemerintahan daerah kabupaten induk (asal) maupun kabupaten dan kota yang bukan merupakan hasil pemekaran pada kurun waktu 2011-2013.

Berdasarkan kriteria sampel yang telah dijelaskan, maka diperoleh 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang dijadikan sebagai sampel penelitian.


(50)

Tabel 3.4

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian

No. Nama Kabupaten/ Kota Kriteria Sampel

1 2

1. Kabupaten Asahan √ √ 1

2. Kabupaten Batubara √ √ 2

3. Kabupaten Dairi √ √ 3

4. Kabupaten Deli Serdang √ √ 4

5. Kabupaten Humbang Hasundutan √ √ 5

6. Kabupaten Karo √ √ 6

7. Kabupaten Labuhan Batu √ √ 7

8. Kabupaten Labuhan Batu Selatan √ √ 8

9. Kabupaten Labuhan Batu Utara √ √ 9

10. Kabupaten Langkat √ √ 10

11. Kabupaten Mandailing Natal √ √ 11

12. Kabupaten Nias √ √ 12

13. Kabupaten Nias Barat √ √ 13

14. Kabupaten Nias Selatan √ √ 14

15. Kabupaten Nias Utara √ √ 15

16. Kabupaten Padang Lawas √ √ 16

17. Kabupaten Padang Lawas Utara √ √ 17

18. Kabupaten Padang Pakpak Barat √ √ 18

19. Kabupaten Samosir √ √ 19

20. Kabupaten Serdang Bedagai √ √ 20

21. Kabupaten Simalungun √ √ 21

22. Kabupaten Tapanuli Tengah √ √ 22

23. Kabupaten Tapanuli Selatan √ √ 23

24. Kabupaten Tapanuli Utara √ √ 24

25. Kabupaten Toba Samosir √ √ 25

26. Kota Binjai √ √ 26

27. Kota Gunung Sitoli √ √ 27

28. Kota Medan √ √ 28

29. Kota Padang Sidempuan √ √ 29

30. Kota Pematang Siantar √ √ 30

31. Kota Sibolga √ √ 31

32. Kota Tanjung Balai √ √ 32

33. Kota Tebing Tinggi √ √ 33

Sumber: www.djpk depkeu.go.id, 2015 3.5. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder dikumpulkan oleh pihak lain, sumber data sekunder misalnya buku, laporan perusahaan, jurnal, internet dan sebagainya (Erlina, 2011:22).


(51)

Data yang diperoleh adalah kombinasi antara data time series dan data cross section. Data time series (deret waktu) sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang didapat dalam beberapa interval waktu, misalnya dalam waktu mingguan, bulanan, dan tahunan (Umar, 2003), sedangkan data cross section atau data satu waktu adalah sekumpulan data untuk meneliti suatu fenomena tertentu dalam suatu kurun waktu (Umar, 2003).

Adapun data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah informasi pada periode 2011-2013 antara lain, Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta Belanja Daerah yang tertera pada laporan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara.

Sumber data adalah laporan APBD Kabupaten/Kota yang didapatkan dari situs Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan ( www.djpk.kemenkeu.go.id ). 3.6. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama yang dilakukan adalah studi pustaka, yaitu dengan mengumpulkan data dari buku, jurnal, abstrak yang berkaitan dengan penelitian. Tahap kedua adalah studi dokumentasi, dengan mengumpulkan data berupa laporan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan informasi lain yang berkaitan dengan penelitian melalui media internet (www.djpk.kemenkeu.go.id ) dengan cara men-download laporan APBD yang dibutuhkan.

3.7. Metode Analisis Data

Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini uji asumsi klasik, dan uji hipotesis.


(52)

3.7.1. Uji Asumsi Klasik

Penggunaan analisis regresi dalam pengujian hipotesis, harus di uji terlebih dahulu apakah model tersebut memenuhi asumsi klasik atau tidak. Uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji normalitas data, uji multikolonieritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.

a. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Kalau nilai residual tidak mengikuti distribusi normal, uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2005:110). Menurut Ghozali (2005:110), cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak ada dua, yaitu analisis grafik dan analisis statistik. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dan grafik dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusannya adalah:

1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola berdistribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas,

2) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan data berdistribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S), yang dijelaskan oleh Ghozali (2005:115). Uji K-S dibuat dengan membuat hipotesis:


(53)

H0 : Data residual berdistribusi normal Ha : Data residual tidak berdistribusi normal

Bila signifikansi >0,05 dengan α = 5% berarti distribusi data normal dan H0 diterima, sebaliknya bila nilai signifikan <0,05 berarti distribusi data tidak normal dan Ha diterima

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi diantara variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya menunjukkan tidak terjadinya korelasi diantara variabel independen.

Menurut Erlina (2008:105), multikolinearitas adalah situasi adanya korelasi variabel-variabel independen antara yang satu dengan yang lainnya, dalam hal ini kita sebut variabel variabel bebas tidak ortogonal. Variabel-variabel bebas yang bersifat ortogonal adalah variabel bebas yang memiliki nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol. Model regresi yang baik seharusnya tidak ada korelasi antar variabel independen. Ada tidaknya multikolonieritas dapat dideteksi dengan melihat:

1. Melihat nilai tolerance, Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance > 0,10. 2. Melihat nilai VIF ,Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai VIF < 10.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji ini memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke


(54)

pengamatan yang lain. Menurut Erlina (2007:108) jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut homoskedastisitas. Sebaliknya jika varians berbeda, maka disebut heterokedasitas. Ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik Scaterplot antar nilai prediksi variabel independen dengan nilai residualnya. Dasar analisis yang dapat digunakan untuk menentukan heteroskedastisitas, antara lain:

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas,

2. Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 (nol) pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjan tahun yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini sering ditemukan pada time series. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi adalah dengan menggunakan nilai uji Durbin Watson dengan menentukan nilai dL dan dU dengan melihat Tabel

Durbin Watson, pada α = 5%, keputusan ada tidaknya korelasi dilihat


(55)

a. Bila nilai DW berada diantara dU sampai dengan 4-dU, koefisien korelasi sama dengan nol, artinya, tidak terjadi autokorelasi.

b. Bila nilai DW lebih kecil daripada dL, koefisien korelasi lebih besar daripada nol, artinya, terjadi autokorelasi positif.

c. Bila nilai DW lebih besar daripada 4-dL, koefisien korelasi lebih kecil darpada nol, Artinya, terjadi autokorelasi negatif.

d. Bila nilai DW terletak diantara 4-dU dan 4-dL, hasilnya tidak dapat disimpulkan.

3.7.2. Uji Hipotesis

Penelitian ini dianalisis dengan model regresi berganda untuk melihat seberapa besar pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Daerah terhadap Efisiensi kinerja SKPD dengan model dasar sebagai berikut:

Y = α+β1X1+β2X2 + β3X3+ε Keterangan :

Y = Variabel dependen, dalam hal ini Efisiensi kinerja keuangan

α = Konstanta.

β1,β2, β3 = Koefisien regresi X1,X2,X3.

X1 = Variabel independen pertama yaitu Dana Alokasi Umum X2 = Variabel independen kedua yaitu Pendapatan Asli Daerah X3 = Variabel independen ketiga yaitu Belanja Daerah


(1)

20 Kota Padang Sidempuan 423.251

42.180

683.657 1,468865513

21 Kab. Pakpak Bharat

273.599

9.335

404.258 1,428804749

22 Kab. Nias Selatan

422.368

75.541

818.720 1,644317937 23 Kab.Humbang Hasundutan 440.920 15.213

659.374 1,445576201

24 Kab. Serdang Bedagai 628.900

53.785

1.050.662 1,539013804

25 Kab. Samosir

384.761

20.008

570.837 1,41027849

26 Kab. Batu Bara

517.734

35.362

838.315 1,515676577

27 Kab. Padang Lawas

371.650

25.905

585.018 1,471540055

28

Kab. Padang Lawas Utara 387.955 15.498

713.941 1,769577894 29 Kab. Labuhanbatu Selatan 400.567 130.288

766.535 1,443963181

30 Kab. Labuhanbatu Utara 457.715

23.207

630.997 1,312056592

31 Kab. Nias Utara

294.072

12.500

456.528 1,489136819

32 Kab. Nias Barat

251.632

8.200

368.658 1,41883464

33 Kota Gunung Sitoli

356.043

20.478

454.848 1,208028919

Lampiran 6

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation DAU

99 193665,00 1270245,00 458784,9394 228847,6564 6 PAD

99 2000,00 1758788,00 80646,9798 241749,0226 9 BD

99 290032,00 4524738,00 773497,7172 645917,3340 9

EK 99 1,15 1,77 1,4257 ,12765

Valid N


(2)

(3)

Lampiran 9

Uji Normalitas dengan One - Sample Kolmogrof – Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 99

Normal Parametersa,b Mean ,0000000

Std. Deviation ,03328939

Most Extreme Differences Absolute ,057

Positive ,051

Negative -,057

Test Statistic ,057

Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Lampiran 10

Hasil Uji Multikolinearitas tanpa transformasi Lg10 Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 DAU ,042 23,830

PAD ,029 34,752

BD ,011 92,344


(4)

Lampiran 11

Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 log_DAU ,459 2,177

log_PAD ,211 4,740

Log_BD ,178 5,603

a. Dependent Variable: log_EK Lampiran 12

Lampiran 13

Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

1 ,503a ,253 ,229 ,03381 1,862

a. Predictors: (Constant), log_BD, log_DAU, log_PAD b. Dependent Variable: log_EK


(5)

Lampiran 14

Hasil Analisis Regresi

Sumber : Diolah dari SPSS Lampiran 15

Hasil Uji Statistik t Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics B Std. Error Beta

Toleranc

e VIF

1 (Constant

) ,324 ,143 2,265 ,026

log_DAU ,078 ,023 ,443 3,382 ,001 ,459 2,177

log_PAD ,054 ,015 ,690 3,573 ,001 ,211 4,740

log_BD ,199 ,036 1,155 5,499 ,000 ,178 5,603

a. Dependent Variable: log_EK

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1(Constant) ,324 ,143 2,265 ,026

log_DAU ,078 ,023 ,443 3,382 ,001 ,459 2,177

log_PAD ,054 ,015 ,690 3,573 ,001 ,211 4,740

log_BD ,199 ,036 1,155 5,499 ,000 ,178 5,603


(6)

Hasil Uji Statistik F ANOVAa

Model

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression ,037 3 ,012 10,701 ,000b

Residual ,109 95 ,001

Total ,145 98

a. Dependent Variable: log_EK

b. Predictors: (Constant), log_BD, log_DAU, log_PAD Lampiran 17

Koefisien Determinasi Model Summaryb Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

1 ,503a ,253 ,229 ,03381 1,862

a. Predictors: (Constant), log_BD, log_DAU, log_PAD b. Dependent Variable: log_EK

Lampiran 18

Efek DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) ,256 ,234 1,092 ,278

log_DAU ,882 ,054 ,712 16,434 ,000 ,309 3,237

log_PAD ,134 ,020 ,296 6,834 ,000 ,309 3,237


Dokumen yang terkait

Analisis Flypaper Effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah Terhadap Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

3 74 100

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Luas Wilayah terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

0 85 80

Flypaper Effect Pada Unconditional Grant Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 45 80

Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Lain-lain Pendapatan terhadap Belanja Daerah (Studi Kasus Kabupaten/ Kota di Propinsi Sumatera Utara)

1 39 84

Flypaper Effect Pada Pendapatan Asli Daerah (Pad) Dan Dana Alokasi Umum (Dau) Terhadap Belanja Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Propinsi Sumatera Utara

0 41 89

Analisis Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013

2 47 77

Analisis Flypaper Effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah Terhadap Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis - Analisis Flypaper Effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah Terhadap Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

0 1 26

Analisis Flypaper Effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah Terhadap Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

0 0 11

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal pada Kota di Pulau Sumatera

0 0 12