RANCANG BANGUN SISTEM TELEMETRI PENGUKURAN SUHU DAN KELEMBABAN UDARA MENGGUNAKAN SENSOR SHT11 DENGAN MEMANFAATKAN RF APC220

(1)

ii ABSTRACT

THE TELEMETRY SYSTEM HAS BEEN REALIZED FOR MEASURING THE TEMPERATURE AND HUMIDITY USING SHT11 SENSORS BY

UTILIZING THE RF APC220

By

SITI WAHYUNI

The telemetry system has been realized for measuring the temperature and humidity using SHT11 sensors by utilizing the RF APC220. The telemetry system has been controlled by a microcontroller ATmega128 and tested by standard measuring devices such as thermometers and digital hygrometer. The system used solar cells 20 WP and 12V 12Ah battery as a voltage source, so that can be operated in rural areas for 24 hours. Tests conducted in the Pesawaran as highlands and the Tirtaysa beach as lowlands. Then the value of the measurement results displayed on the LCD, and PC and stored in a micro SD. Data is collected for 24 hours with every hour were observed. In this study, the sensor is able to detect the lowest temperature of 20.65°C and the highest temperature of 41.79°C. While the humidity is lowest at 37.36% and the highest was 94.94%.


(2)

i

ABSTRAK

RANCANG BANGUN SISTEM TELEMETRI PENGUKURAN SUHU DAN KELEMBABAN UDARA MENGGUNAKAN SENSOR SHT11 DENGAN

MEMANFAATKAN RF APC220

Oleh SITI WAHYUNI

Telah direalisasikan sistem telemetri pengukuran suhu dan kelembaban udara menggunakan Temperature/Humidity Sensor (SHT11) dengan memanfaatkan RF APC220. Sistem telemetri ini dikendalikan oleh mikrokontroler Atmega128 dan diuji dengan alat ukur standar seperti termometer dan higrometer digital. Sistem ini memanfaatkan sel surya 20 WP dan aki 12 V 12Ah sebagai sumber tegangan sehingga dapat dioperasikan di daerah pedalaman selama 24 jam. Pengujian dilakukan di daerah dataran tinggi Pesawaran dan dataran rendah di pantai Tirtaysa. Kemudian, nilai hasil pengukuran ditampilkan pada Liquid Crystal Display (LCD) dan Personal Computer (PC) serta tersimpan pada micro Secure Digital ( micro SD). Pengambilan data dilakukan selama 24 jam dengan setiap satu jam diamati. Dalam penelitian ini, sensor mampu mendeteksi suhu terendah sebesar 20,65°C dan suhu tertinggi sebesar 41,79°C. Sementara, kelembaban udara terendah sebesar 37,36% dan tertinggi sebesar 94,94%.


(3)

iii

RANCANG BANGUN SISTEM TELEMETRI PENGUKURAN SUHU DAN KELEMBABAN UDARA MENGGUNAKAN SENSOR SHT11 DENGAN

MEMANFAATKAN RF APC220

Oleh SITI WAHYUNI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

RANCANG BANGUN SISTEM TELEMETRI PENGUKURAN SUHU DAN KELEMBABAN UDARA MENGGUNAKAN SENSOR SHT11 DENGAN

MEMANFAATKAN RF APC220

( Skripsi )

Oleh

Siti Wahyuni

(1117041042)

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(5)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar

2.1. Hubungan Tingkat Kejenuhan Tekanan Uap Air Terhadap Suhu .... 10

2.2.Bentuk fisik sel photovoltaic ... 11

2.3.Baterai (Akumulator) ... 13

2.4.Bentuk fisik mikrokontroler ATMega128 ... 14

2.5.Arsitektur mikrokontroler ATMega128 ... 15

2.6.Sensor SHT11 ... 16

2.7.LCD (Liquid Crystal Display) dengan karakter 4x20... 19

2.8.Bentuk Fisik Modul dari Micro SD ... 20

2.9. Bentuk umum dari Serial Logger ... 21

2.10. Bentuk fisik DS1307 beserta keterangan kaki-kakinya. ... 22

2.11. Bentuk Umum RTC (Real Time Clock) ... 22

2.12. Sinyal Modulasi digital ASK ... 25

2.13. Sinyal Modulasi digital FSK ... 26

2.14. Sinyal Modulasi digital PSK ... 27

2.15. Radio Frekuensi APC220 ... 29

3.1. Diagram Alir Langkah Kerja Realisasi Rangkaian ... 33

3.2. Blok Diagram Perangkat Keras... 34

3.3. Rancangan Rangkaian Keseluruhan... 35


(6)

xvii

3.5. Diagram Alir Perancangan Perangkat Lunak... 39

3.6. Software RF-Magic ... 40

3.7. Hubungan Suhu Udara terhadap Waktu ... 42

3.8. Hubungan Kelembaban Relatif terhadap Waktu ... 42

4.1. Sistem Telemetri Suhu dan Kelembaban Udara ... 44

4.2. Perangkat Keras Secara Keseluruhan ... 45

4.3. Rangkaian Mikrokontroler Atmega128 ... 48

4.4. Desain Sensor SHT11 ... 48

4.5. Grafik Hasil Pengukuran Suhu Udara Menggunakan Termometer terhadap Sensor SHT11_A ... 52

4.6. Grafik Hasil Pengukuran Suhu Udara Menggunakan Termometer terhadap Sensor SHT11_B ... 53

4.7. Grafik Hasil Pengukuran Kelembaban Udara Menggunakan Termometer terhadap Sensor SHT11_A ... 53

4.8. Grafik Hasil Pengukuran Kelembaban Udara Menggunakan Termometer terhadap Sensor SHT11_B ... 54

4.9. Rangkaian LCD ... 55

4.10. Hasil Tampilan Penyimpanan Data... 56

4.11. Rangkaian RTC ... 60

4.12. Rangkaian Serial Logger ... 60

4.13. Tampilan LCD ... 62

4.14. Tampilan Data pada PC ... 63

4.15. Grafik Hubungan Waktu terhadap Suhu Udara Sensor SHT11_A .. 65

4.16. Grafik Hubungan Waktu terhadap Suhu Udara Sensor SHT11_B .. 65

4.17. Grafik Hubungan Waktu terhadap Kelembaban Udara Sensor SHT11_A ... 67 4.18. Grafik Hubungan Waktu terhadap Kelembaban Udara Sensor


(7)

xviii

SHT11_B ... 67 4.19. Grafik Hubungan Waktu terhadap Suhu Udara Sensor SHT11_A .. 70 4.20. Grafik Hubungan Waktu terhadap Suhu Udara Sensor SHT11_B .. 71 4.21. Grafik Hubungan Waktu terhadap Kelembaban Udara Sensor

SHT11_A ... 72 4.22. Grafik Hubungan Waktu terhadap Kelembaban Udara Sensor

SHT11_B ... 72 4.23. Grafik Hubungan Suhu terhadap Kelembaban Udara Sensor

SHT11_A di daerah Pesawaran ... 75 4.24. Grafik Hubungan Suhu terhadap Kelembaban Udara Sensor

SHT11_B di daerah Pesawaran ... 76 4.25. Grafik Hubungan Suhu terhadap Kelembaban Udara Sensor

SHT11_A di daerah Pantai Tirtayasa ... 76 4.26. Grafik Hubungan Suhu terhadap Kelembaban Udara Sensor

SHT11_B di daerah Pantai Tirtayasa ... 77 4.27. Titik Uji Kondisi tidak Line of Sight ... 79 4.28. Titik Uji Kondisi Line of Sight ... 80


(8)

xiii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

MOTTO ... ix

KATA PENGANTAR ... x

SANWACANA ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TABEL ... xix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Batasan Masalah... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terkait ... 5


(9)

xiv

B. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya ... 6

C. Teori Dasar ... 7

a. Suhu ... 7

b. Kelembaban Udara ... 8

c. Sistem Catu Daya ... 11

1. Sel Surya (Photovoltaic) ... 11

d. Baterai (akumulator) ... 12

e. Mikrokontroler Atmega128 ... 13

1. Karakteristik Mikrokontroler ATMega128 ... 14

f. Sensor SHT11 ... 15

g. Liquid Crystal Display (LCD) ... 18

h. Penyimpanan Data (Micro SD) ... 20

i. Serial Logger ... 20

j. Pewaktuan Digital Real Time Clock (RTC) ... 22

k. Gelombang ... 23

l. Modulasi Digital ... 24

m. Radio Frekuensi APC220 ... 28

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 30

B. Alat dan Bahan ... 30

C. Prosedur Penelitian... 31

1. Perancang Perangkat Keras (Hardware) ... 34

2. Rancangan Rangkaian Keseluruhan ... 35

3. Perancangan Perangkat Lunak (Software) ... 38

4. Rancangan Desain Alat ... 40

5. Teknik Pengambilan Data ... 41

a. Rancangan Tabel Pengamatan ... 41

b. Rancangan Grafik... 42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 43

B. Pembahasan ... 46

1. Analisis Perangkat Keras (Hardware) ... 46

a. Sistem Catu Daya ... 46

b. Karakterisasi Sensor SHT11 ... 47

c. Liquid crystal Display ... 55

d. Sistem Serial Logger ... 56

2. Analisis Perangkat Lunak (Software) ... 57

a. Analisis program Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara ... 57

b. Penyimpanan Data ke Micro SD dan Real Time Clock ... 59

c. Menampilkan Data ke Liquid crystal Display (LCD) ... 61


(10)

xv

3. Analisis Kerja Sistem Secara Keseluruhan ... 63

a. Pengujian Sistem Alat Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara ... 63

b. Pengujian sistem radio Frekuensi APC220 ... 78

1) Kondisi Tidak Line of Sight ... 78

2) Kondisi Line of Sight... 80

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84


(11)

xix

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel

3.1. Rancangan Hasil Pengujian Suhu SHT11 ... 41

3.2. Rancangan Hasil Pengujian Kelembaban SHT11 ... 42

4.1. Data pengukuran Suhu ... 50

4.2. Data pengukuran Kelembaban Udara ... 50

4.3. Data Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara Relatif di daerah Pesawaran ... 64

4.4. Data Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara Relatif di daerah Pantai ... 69

4.5. Data Hasil Pengujian Kondisi tidak Line of Sight ... 79


(12)

x

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatulllah Wabarakatuh,

Alhamdulillahi rabbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan nikmat iman dan menganugerahkan rahmat, kasih sayang dan ilmu pengetahuan kepada manusia.

Skripsi yang berjudul “Rancang Bangun Sistem Telemetri Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara Menggunakan Sensor SHT11 dengan Memanfaatkan RF APC220”, disusun sebagai salah satu syarat yang harus ditempuh untuk mendapat gelar Sarjana Sains dari Universitas Lampung. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kelemahan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun terhadap kelanjutan dan hasil yang akan dicapai. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Januari 2016 Penulis,


(13)

ix

MOTO

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”

(Al-Baqarah: 286)

“Barangsiapa keluar untuk mencari ilmu, maka ia termasuk di jalan Allah sampai

ia kembali.” (H.R. Tirmidzi)

“SEMANGAT!!!

“If it can’t be avoided, then enjoy it”


(14)

PERNYATAAN

Ilongm ini sa),a meqratafrU bahv|e

dalu

dsripsi

hi

tidak t€rdapo0 karln yang

pcmah dihkukan oleh onng hin, keouali

png

temrlis disebut dalam daftar

pustalq selah itu saya ilenyailakan pula bahwa

eipsi

ini

dibuat oleh saya

Apobih p.t"_ydr- sq/a

hl

tidak benr maka sslo bqsedia dik€nai sansi s€$ai

dcngm huhrmpngb€rlakt

Bandarlampmg Januari 2016

NPM.Ilt7041042


(15)

viii

PERSEMBAHAN

Bismillahirohmanirrohim

Dengan ketulusan dan segala kerendahan hati serta rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kasih sayang dan segala nikmat-Nya,

kupersembahkan karya kecil ini kepada:

Kedua orang tua, Ibu Suginem dan Bapak Boiman

“Terima kasih atas kasih sayang, semangat, pengorbanan dan selalu menyebut

namaku dalam setiap bait do’a yang mereka panjatkan untuk kelancaran dan

keberhasilanku”

Ahmad Widodo dan Iqbal Nur Huda beserta Keluarga Besarku “Terima kasih atas semua do’a dan dukungannya”

Serta Almamater Tercita


(16)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Siti Wahyuni dilahirkan di Negara ratu, 17 Juni 1993, anak kedua dari pasangan Bapak Boiman dan Ibu Suginem. Penulis menempuh pendidikan dasar pada tahun 1999 di SDN 3 Negara ratu, Lampung Utara. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan di MTs Negeri 1 Lampung Utara. Kemudian pada tahun 2008 melanjutkan pendidikan di MAN 2 Lampung Utara yang diselesaikan pada tahun 2011.

Tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung melalui jalur Undangan. Kemudian penulis memilih bidang keilmuan Fisika Instrumentasi sebagai bidang yang ditekuni. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk Cilegon-Banten pada semester genap tahun ajaran 2014/2015.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi anggota kepengurusan Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) di bidang Sains dan Teknologi pada periode tahun 2012-2013. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Fisika Dasar I & II, Fisika Inti, Elektronika Dasar I & II, Sensor dan Pengkondisi Sinyal, Sistem Pengaturan, Sistem Digital, Pengolahan Citra dan Pemrosesan Sinyal Digital.


(17)

xi

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Dengan ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang selalu tulus mendukung, membantu, membimbing dan mendoakan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Warsito, S.Si., D.E.A selaku pembimbing I yang selalu memberikan ilmu dengan tulus, sabar dan ikhlas serta atas kesediaan beliau dalam meluangkan waktunya selama penelitian.

2. Bapak Gurum Ahmad Pauzi, S.Si, M.T. selaku pembimbing II dan pembimbing akademik yang selalu memberikan saran dan nasehatnya, sehingga memotivasi penulis menjadi lebih baik.

3. Bapak Drs. Amir Supriyanto, M.Si. selaku penguji atas kritik dan sarannya demi penelitian yang lebih baik..

4. Ibu Dr. Yanti Yulianti, M.Si. selaku ketua Jurusan Fisika FMIPA Unila beserta dosen dan karyawan Jurusan Fisika FMIPA Unila.

5. Bapak Prof. Suharso, Ph.D. sebagai Dekan FMIPA Unila.

6. Ibu dan Bapak, atas segala pengorbanan, kesabaran, kasih sayang, dan do’anya yang tulus selama ini.


(18)

xii

7. Mas Dodo, Mbak Muhib, Iqbal, Lubab, Kak Sandi dan seluruh keluarga besar atas dukungan dan semangatnya.

8. Teman-teman seperjuangan Fisika 2011 khususnya Gana, Sammi, Fathul, Bang Dani, Encep, Vaolina, Sintha, Nika, Puji, Anisa, Puput ,Omoni (Rini), Dewi, Vivi dan Yuri.

9. Teman-teman angkatan 2008, 2009, 2010 khususnya mbak Defi, mbak Meta, kak Muji, mbak Suci, mbak Riza, mbak Ulum, mbak Yupi serta semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

10. Adik-adik Fisika 2012 dan 2013 khususnya Ma’sum, Iqbal dan Dwi yang turut serta membatu dalam penelitian.

11. Keluarga DJ Dormitory Try Laras, Defi, Maya, Ulfa, Endah dan Intan yang selalu memberikan support bagi penulis.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.

Bandar Lampung, Januari 2016 Penulis


(19)

;;;;

;*-

*tt*

'r*t ,/trft$,?e.;

i;;;;';;ru|.r1vi:R$,T t\* t&7,1r,r?,t* Lt*,rxu\1h*rhr.q?'\r?a#

ax1i*;;',:,;;';ii**:rr

;trag t-p*'1,Pl'iNG Ultl {e:*.*ITA,S t-Ar'n?t}NGU?.i1VfR$lTk$ L'tlpne,Ubty #Ntvb?.&rikllLl\hrt?t'JN{} ttfltv*t*fiiTt\.* ,*izh,,ft,.i,o

itTA$1*l"t\t?tst"'1**MVESsfriS L!+tf?zlqt-ti]Ntvf,fq5lTh*L4*4puo.u1tJ?4i,"li:.F.*TTir:^t-h!'!t?"]t'a& UfutV1f*tTl\*s-p.,"y,f?i"]\,

ii-..ps tP..fJPt')l'ts Lli'll 'rgq$ ftTl6 ;-7ny4ptst{G u$NrR*lrhg Lql,,|pt-tf,,t* L}N.lvnft3\liax t-g},lt?tJ{f lJ!\tlvtf,$l.Th{; \.f,.ri\?,sl

it-iAs L.Atl?t.iNG Uel'Vtft*ryf*# LA,4?\j?i.*Ut4'lVfRSlThfi L4\qofo,* tJNtvL*g\1'ta*\-hbtl?zixt* LtVil/E:ti*rT!,fi i,.61.3?\3r

ffi[iliffififl#1ffJffi:t

'!H.i#1,

r ft

* t' t h* L i{:&* \. i, |"?. fi t T f,":n

l

futi fiP''jt.

ir:A$ L td,nr \ J?4# * Nt ,t g 17 fi t Tfi,g r arx p uru

illD[Wft

il:A$1-l{in?.1J|.4,"?,u1\'"r;48lTA81agpi"jgfiIsHEtilt,gt;:.i*tTA{;s,.p3;.6?\'}\;

}iTA3Lfui\,,4pL3t,*{3Ll?il17gft.5,l.14-tr.p,iur,ux$fi"Ameaoout,il',/r.ft-${Tl\5\..l'$l,?,i\,

-,=xa t l\?',fi,i']l}|'iG Ufiil

,;;-;^-er,me@:;:ilIixF'.?,ttf#ffili3y;,;:;::N:;,:,7::,,:::iffr;:':::-#::r::,:;:?:Tr:i,r

;r;as '"$nNdtiibl$.

ik6fteeqifl!+pbwoHryOffittf

h* L$n4p;;vsl uNivL?",*\1't\s Lt:,Yt?t"3txti tixt,rrrEs;rTp,fi L.krJ\?'"J\

-,:rcl

Ati,PuHGUNi7661g;IqsLAMpUtt?.UNtv[R6l]k*LtltylpuN7.*t*iv*.*g,fih$'"-*.r,&?'Jt;4*tLbsy.yryg**tr*rj,LN?,&t].*\

>t ,?\a G. "' f

i -xg LaM,IU$surdlT*#siT4u

io*r,j*8i*+;r-nsrns

LL*tp,,Jtt{; *r$,t*?:*\-,;k* t*ti?LtN$ #fnt'-/E:{<"titrf,*i*t*;1?,,}\

]1TAsLAf*rdft[tafol,vER8ftA8tAfutP1JFis/id,six6mIffnsfffi@h|,rt,*,cN:t}NfinE*StTA3L.p*r\?\J\;

;i-iAg ,Lf\ivlPtiq'3 ""l4lvffX.*{f/l,SlAt!4FUt iG ilNtVi:tI$i-fA.* L4&4pUNi U*'O*OU$k*\..&?,LriJX* tg,fiV1ftfi{Tir' i*ig.&?,,)i ir-rA* LAI'3PL)lai? uNIt'ryp.*,1t.{} Lh*.fr?*t"ic'#l'}tr\fresirA$ Lq&&pL.tl.t* *Ntv3{i*\\{u*r,-ix}lt\a\}?4* u$1flt:f#tfa* L ktri}\.:? \n A* \- h?'l'?1:fi* l3N' t'frftS,r4$ LAM*{JN# 1JNIVERS t^i4t\;r&*iT$fi 1*ky'l|?Urir"3t:t'av*n#iT**tLN\1r".:\

ii-ia$i.,A?'4Puxa,.":|t]uery#iTA*L.AM"UY,lG'u'',.ffiLiNiv*p,*\1.p,*\-{,\t';1t}|.}N*L.}Nrvr'*s;t7.A*.Lk?i,-|1l1t

]i;AsLhI\4p,,Jlt,JL}Nl7g4,s,rAs,.uuu'ul*u.li/E'qsiTAs',.h9,.fr?',,}y:r**ilivx[n*l1"A*;|.Nt}&{}\.1|

.

-r*

i irn4PUlrlG t)t"ilttEggryUu

,_un*p

*.*\,-T$zfiL1,$rt?\,jYti UrnU*rEStTt\* i*l*.rtF,rjl

>, ]/t1t L'

jll.a.$LAt,ji,\}?tGuNl1/ER&ffF.,9'ffh*L-^yrt:f'*?'4*ufir,/x,p,*ryAf;L.N;:'fi?iJ?

ilrAiL&MP\iN,3L}wVg.ft,5,r4$'4&ir,*l*N,epLiN9W'S{T{+,#,..l*,l,Jt

)i

A* L i*1,? 1-tt4'* Ur* 1r* Q 6 finS L. {r* L-hfrcNU U hfi ,/

E ft ti i"y 49 t_ ;a1.rtp \-f;

irAs

Lr#*r"'ffy7sr,v.ffi

rla*

l$r

t: Na} i; N 1,u, 4 o, *

r t sSLAIf rllt? t")\i'3 u

7q

i'

* ^*, g;

tI. Afi \- F,.?,/\.i,x)?

IVEft$ryAS

trtr

! ilAs L Al'rsufl

qwqwwe*s'l

Uk195s050iiP*W2ttt'tsysft :*tr*.i;\.h*,fr?\.Tr

;i rAs t- &ha{}

g N {i t-} s } VEq

s r rA

* I

rr*put*

*

tJ s lv tJ N

*

u r* ivr {es $A3 s q54* t} N {i * N w E e s r r ri.*

L - kt i:*'.

ir

irrAs L"&f'"4pur't#

ur'i:1r?:{tstr*sr41tp{kiffdm[ffiffiffimg&Umrea

*\-Trl rr*itblpljf"ic utvtit*.ftfir.r4t; Lkti?\.:?

ii1.151*hl\t?i.fi* LlNt t'fft$t'r4.S L.A*rt*.*t*&LlNtVEftS'T&* L4frlpLlN* UNt, s,u& t1hfiLh,t&?'\S*ir* tJNW*[4#tTAti t-.il,{\f,.;j\: ;1r&s LF,.t#plJl'iG uFlillfl:ss iTr$ LAM?tJ1a6';r*ffR*Xn LAt,nP*fi;G i.t?4i\ir?,*\1fa|\-h,";1?\"Jr'4* utqlvptlgrr:a*i.'.a,r**,sr

;iTi$ LA-dPlJtd* uF'i v[ft*ryAs

t-a*nst**tfitri*"*flttts

L4*",putuG uNil*:,qs it;6gt.tu?tt?iJv4# tr*ttv**.*tr*rs, i.N\:,n?:,ti,i

ii-iA* L,\i,r,f \-ITJGtlt4tt7gft.$tTn,.$ L.hr,n?,,)Nt

(rutvllXy1#

lq,t;ip*k;G ug*i*tz*\'i{\*Lhiv1?ti':4* tr@#{:*fitrA# a*hgtr;-iT Bt As L p.tf,p u TtG

1" J \1 I t/ *

ft * r u\* t AM p rJi.t & *- lvtptJln$ufi iv*p,gTr!oJ'l,\,-full?\J\if-t jb't!\rui;:*t-r&*Lkffi?\.J'l

;iTASLr\i\,4p*t.tGLleitVr*'srtAr,*ur,r.:*ffiffi#3*\;1P,.*t-aMPUNfftJNNxi1#tT/\#,l^h\t$\..^||

ilrAs i- plilP''Jw# LlNt'/E?#t7qstA'4pu?.t${Btt1E?5tt2+t

fuAffif*,wer,**ax

r.";q),!#'J?4& tl$it,nffqsffh$

L.#.rt.1;^j?t

fiAs Lel.ttlt.'t'lG t'jhllrcft,sri7{*q i-gg4s.t1}t*{}u!'{1vr.ftg9TA* L4?*puNG ry11r;E"vqgfb.*-'Lk!{'it?i}?'i/'3 tJfitvt{qstr&* lt$,ar/,,}T

[rAsL,.!t'.3p1io{{3u$ltv?ft*i{&*Lh**:ptsr4a',ihltvrRslTk$.L'414p"',syt;*LJNiv{:*.*t1;ag\-i:ti:!t?\)N{t Ltr,srygyr*t-.ts.sLktq\p*?

riis

LAI."4P'.JH* Ur',11'r'Eq.g$&# I_&{,r,?L}t**utitv[R$fl

h

L.4rpgr*r^uG LJtuvr;{3*11ifi,* \,^F.t&?1J7a# UVtVffi.*tTt*, i.-sat;,pl}t-Jy

1rtr311ri'3P$N{iu&StVgqgirrt#L&?,3?,JT4GLi$t\v*tl*|T&*1fi\'4pL.tbtyt}Nl,i7yl1\.;k*li+i'i?\}N* t}&,tU'iftg{Tfr#t_hw?L\T

[iAs L,r{,*/lPts?l{3lJ$lvryiv*rrLg t-Ayrt{ryN*i;J*llvr'a'1lr!\* LArdpLttr*} utiwfrrA*ftir*1-{:*.&'F\}t"l* tJbtiil8fr*tr*..* LN;:.&?\}o;


(20)

l'rou

'^ryi::

lt,?,t,!:*u,*$ r,r*.,,{pi:N{} iJNlvf;P"s i\ h* L^a'7e1ptjt,,t*; Lsr,tbtlr{$1T;\* sarevt:rdt;

t:uQ*-$,l,\*

\*N,,r,v,,:

b,tu* i.A'.ii'i'f 'JNG tL'F|t,vtrifltsi tp,$ LAM?lJ?a{ru*r'i*R*tr*fi L'1l,4pt jft,,} l:ylivrrg.il\Tr.4*Lhbltrt"}x* uwiii:x&irk#

t..p.r,.tr7>*

SirAS Ltx!.h?til't.*LlWl,V**S$*$ tA&lpUh:G U?,:iVfR$iTF.* L-&7,4*U*O ,r,*,,UfO*t-;F:*Lh?,t\?ilN$ tsfqt.t*:n*rf^i ,*i\\ttfr\t

h"*u

\

hti'E\i:,:u,N,l't#*.$trtS i-,zr.nrput*i; t;Nlvf,R$lTh*

t-4n1rtiN,

t^ffiiiv*KgtTi\f \..F,w*t|,t4* unt,v*:n*ra,- ,\t4*,J

br^* touo":iY

:::YLft$t-re.,* t-Al.i?uNGtJt4lvf.".*trhfi Le't,4pt-it\t* Llniv**.s\j'lafi \-ia*t7*t'to ur,u*o,u17.p,,s i. p,.q.,r\t];J,

:;r;[il;xq:

j:iffi

::r:i:y;::;$ffi

ffi

ffffi

#ffi

:l*;m;;:1ilil1;'#:i;;::;;::,::,:';r

il:as r*p.l"J,P*ar;uru,'1xn#rAg Lgr,rpt-j..4fuNivf.a*i1'h LAr4pyru{}

utfi.n,if?.f\"Tk*\,.b3.i#'J?.4*; ttb,ttvr.it,n,rou,,.htr?1}l

:'I;::iIix[#ffiT;xYriiiZxx#ffi;Z::ff,,:,;?-,:;::ffi::;:1f::;:,r

srrasLaMP':l:.:H![i::Fisr?4$rna*nul,rpgfJffif*rf

l,;;;;-uxc*Es&nffi

llilffi

l[*fii.pr-u+ss'rq;,{,ffi?ffiXll,ru;;dr#X':l,_f,'o'*

?iJra#

ir;aglAM'f '"'Jt:'lGtlVl?fi ft srrAsLr,MptlN*tiq*u1,P"t*l\/.*fi L&glp 1-91$f\J1

>i t!\.ir t

-i-t""

- B[katiPEI

t: :,+S t Ai'/'P"'ji''l'i i'i ni t'/[ftS/

iv

*ft*\i

ht:)

SJli_l]Ttt$ri*+*r$

L &r#i) uf

;;,a{ll-*4!'*,1J?,,x,*rLjr\,ti,1€i?#tTA'S,'u*}**,rngrTn$iEisp*wu.W;;H.$tT,N,^l*;-;u;,1it.t\.|;)

;;tit*it-#.rl,Fui{#

ut",11::ft.$!U#rrr

:f,rTh*Li+tpti$ti,,ru,ui",*Lrrrrsc*tttfr?,1}

ii;Aii LAM'r'"'j'i't\, u'\l vt"itsrrAs L?,*.&ptl$r'1"it*1ur.,Ftt*ttA,? L4u$.:.?fr

u*,rr*x*ilA*

I

f"Ktsr;G

#{tr*:sr;Ari

L?t;:,tpL.ti

)iti,,.*\-P'l't'?\)N* \)t';t1::ftsr?4,s !-Ar,A?,J?4*utdlvr-Rslr'45 r'qhtpilbtl l:ixl**"xTiu*

tlr',@tWU*a,*t'fi

h* t^{*:.&?\}t

;:;i?:{::i::{:Y,rwffi:i1';x1-ii;f$ffifi$ff,1fw**mTW#"W;;!:;7,3_:;,

\|Thh\.t,}.'.i\?,.lr+*tsN|n'!l4*l7/$Lhy,Ar>u?4#*t.i1Vr:I?$lTsa9L4enf}L.lN*,sy;tvi.w'x,tt1}@,i'-tr;,;;,,.,oru*,'r

_;:$,&i*p*,unu*,lflflflflflflflflflflflflflflflfl:mjmX.fi

l#,$f,*%::::y:::ffi:li,y^,:,:,,r

r,rr*i ,.ur*tur'lc?f,q

i'r*-p#',',1,!ili+\rtf t''jNG{tt'rV"ir<fi

ff

e.$\,-t\b.f?.*1

iv'ey,*'$p.g'cbb'/'*'J?4*;,tlVl';tir.n*r*i3t.p3,'f;?i)\,

';nst-l'W*1LWpJ&ff#|*i.*t<#T,,'x:tx*W7oUN**i,t,,vr,^Rs1TA1}t,-p:;',&tr*|y*Lsr'qr,lE*srrrn"fii."{\|.&:r,,,ir

:A..$L&l,J,pril'4$'Jt'l1trr-ftStla,g1^rypiltl*\.j?iVr.P"*r;h{}L'qt'lFLJtt1^tststv*w1{T{l*\,-i*l?*l"t{i tf*#r:ftu,,rouL_kt:i:fi\:

i1i\*t .i\w'vLjt't* ljul'nEf*LTA* i-Awr*t*{;u,Jr+lv1f'9.trh* L4lvlf>uNt ts*t\J*f*11,1*,'Lht:'!t?iiltt} ,)twtrry;1i'uxrnxla*rrt:

-isL.hl'i1'\:?'i$ ur41vtf'\iTt,# i-.A$.r?*?A*1ii'llvf,&*lTAs' L^41,4ptf,:tc LJ?sivrp,*l1h* 1-is',lvt"ji"1* ur,ur,r"uitr,a* r,_ar**,:

.-,<,tt',\i,Ftl.J?'iGUl''ilVEft#ffASL&ttl?.,)?n&ur4lq"{;n*\Ih*t*4qp>UOGL}ttfiEf<*ilh*',it?lt?,Jfa**NUX:n*,rU*

'_.hl:,4*iL}

;p3Sl:gt'tr?'Jt"1&tj!\irt/*R*iIfi^$i-kMFtiJr.s{J.LiNiVE&S?1t\fil.An4Of,ot}*f*v'ra**hfr1-lt.i#\Jht{.} iJilt4t:*irrrrU,,;N,&?\t

i;Ag ',ir.i\,4iltjNe 't]"t trEq if ff&;q. Lk?,fr?t_1qt*tJN',v",R$11-A$ L4f,,qpUN* ,JWf,ln&*1Th* Lhr.rt*tJVn Uf

*f*"itT**

i.-nltpt, i1^*Ltrhi\?\:l4c:ru1

'*?f,:*l

f

+gry:*q\!'1!ruTYYu:'.IYfyt

*

tli*w7ar;rTtr{tt.h3.$?'rt+* o,o,rr*r{r/1s L.krpi}1:

"lu

iu**'rr+ahss{*Uffrq#fl$$*rv*fitumd

wii;';:r}'r;#;';ol

io**u*

*

,,i,niri',;;::::;';:,

;TA$LA}3PUI{GilFl:Vlft#itA..#,Li',?rt,fi1j1\\&'Lii"iryr.RslTF'f:L^A;vlp,rr,CL}Niv*.p-.*',\tu*\*{\i:i?\)r** UNtV$*.Lnu.ot_i't*?\J

llst-Nr,4?''Jft* Ui\'11reftg iT*{i t_&{dpl,trn*t}t*ti'{-R.ti1As L.4fytp*?n{} ut*v*iA53tlh* i-httt?'Jl4G tL4Wxn*,ra*,L.?\i.frt,,;

;as

iA.ldPUt.{? \JNlVl;g.Si?4.$ Lky,p,,JT"liSLl?".ilVfRSil'h9 L&v,1;tU*G tsr*t;*{2.g1-;p..gti+tu1?|}N* *NWEft.iuro* t-,$t?,tl

TAst.ft,qf,i?ill4ouNlt7E13'*tu\sl-rt*,1?LJNi3';l&14v-*"*{iit*LAfdptJp.i{itJ?*t.*,t:**\\i\fr1*.{$.r:P\}r+* uhllv*.F:n,rrroLN*$tt


(21)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sangat rentan terhadap bahaya iklim sehingga frekuensi bencana semakin meningkat. Salah satunya adalah bencana tanah longsor yang disebabkan intensitas curah hujan yang tinggi dan abnormal. Hal ini disebabkan oleh peningkatan suhu udara sehingga proses penguapan atau kondensasi akan lebih cepat dan banyak. Kenaikan suhu di permukaan laut antara 0,5 sampai 1 derajat di atas suhu rata-rata, akibatnya sejumlah wilayah di tanah air berpotensi mempunyai curah hujan abnormal, yakni di atas 500 mm per bulan (Novianta, 2011). Curah hujan abnormal yang diakibatkan perubahan cuaca, misalnya seperti peningkatan suhu dapat memicu bencana tanah longsor. Namun dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, informasi cuaca khususnya suhu dan kelembaban udara dapat diperoleh dengan cepat dan akurat sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi bahaya yang diakibatkan curah hujan yang tinggi.

Suhu merupakan ukuran derajat panas atau dinginnya suatu objek (benda), sehingga harus ada suatu sistem pengukuran suhu yang dapat mengukur nilai panas suatu objek secara kuantitas eksak. Oleh karena itu, perlu adanya sistem pemantauan untuk mencatat setiap perubahan yang terjadi secara berkala serta mengolah dan menganalisa data secara cepat dan efisien.


(22)

2

Parameter seperti suhu dan kelembaban udara adalah faktor penting untuk mengetahui keadaan cuaca pada lokasi atau suatu daerah. Jika parameter ini diukur dengan cepat dan terintegrasi dalam suatu sistem, maka permasalahan dalam memperkirakan cuaca dapat lebih efektif. Menurut Heri Susanto (2013) pengaruh geografis dan medan lokasi yang sulit dijangkau membuat pengukuran suhu dan kelembaban didaerah tertentu tidak dapat dilakukan secara langsung sehingga perlu adanya metode pengukuran jarak jauh (telemetri).

Telemetri berasal dari bahasa yunani kata “tele” yang berarti jauh dan “metri” yang berarti pengukuran. Sehingga telemetri merupakan suatu sistem komunikasi untuk mentransfer data pengukuran pada jarak jauh baik menggunakan kabel maupun gelombang radio (Apin, 1997). Pengukuran dengan sistem telemetri banyak digunakan di daerah yang sulit untuk dijangkau seperti gunung, gua, lembah serta perbukitan dengan struktur tanah yang labil. Sehingga penggunaan sistem ini dilakukan dengan meletakkan alat ukur pada tempat pengukuran dan memantau dari tempat lain (Suhana, 1994). Pada sistem ini telemetri suhu dam kelembaban udara diperoleh dari pengukuran besaran fisis yang didapatkan dari lingkungan sekitar oleh sensor.

Penelitian ini merealisasikan sistem telemetri menggunakan sensor SHT11 sebagai pengukur suhu dan kelembaban dengan modul Radio Frekuensi APC220 yang terdiri dari transmitter dan receiver sebagai pengirim dan penerima data serta sistem komunikasi secara serial dengan pusat pengendali mikrokontroler ATMega128. Selain itu, pengukuran suhu dan kelembaban udara akan ditampilkan pada LCD dan disimpan dalam micro SD. Penelitian ini


(23)

3

menggunakan sel surya sebagai sumber daya pengganti sumber PLN agar pengukuran tidak terkendala, selain hemat listrik juga dapat dioperasikan di daerah pedalaman.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian :

1. bagaimana merancang dan mendesain sistem telemetri pengirim dan penerima dengan memanfaatkan gelombang radio;

2. bagaimana membuat alat sistem monitoring serta pengukur suhu dan kelembaban agar pengamatan dan akuisisi data dapat dilakukan pada sebuah daerah dengan jarak yang jauh tanpa menggunakan kabel;

3. bagaimana mengembangkan sistem perekam data sebelumnya dengan sensor SHT11 secara realtime yang terhubung dengan Radio Frekuensi;

4. bagaimana menggunakan mikrokontroler sebagai pusat pengolah data dan mengatur pewaktuan dalam perekaman, pengiriman dan penerimaan data.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian :

1. merealisasikan sistem perangkat telemetri pengirim dan penerima dengan memanfaatkan gelombang radio;

2. merealisasikan alat sistem monitoring dan pengukur suhu agar pengamatan dan akuisisi data dapat dilakukan pada sebuah daerah dengan telemetri yang memanfaatkan sensor suhu SHT11;


(24)

4

3. mengembangkan sistem perekam data sebelumnya dengan sensor SHT11 secara relatime yang terhubung dengan Radio Frekuensi.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian :

1. sebagai sistem peringatan dini bencana tanah longsor jarak jauh dengan menggunakan radio frekuensi;

2. memudahkan dalam memantau suhu dan kelembaban udara di suatu daerah yang memiliki tempat yang sukar dijangkau;

3. dapat meramalkan keadaan suhu dan kelembaban udara secara cepat sehingga bila akan terjadi bencana alam dapat terdeteksi secara dini;

4. dapat memantau informasi pengukuran secara realtime dengan jarak tertentu.

E. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian :

1. jarak jangkauan radio frekuensi mencapai ;

2. frekuensi Radio Frekuensi yang digunakan pada penelitian ini adalah 433 MHz;

3. sensor yang digunakan pada pengukuran suhu adalah sensor SHT11; 4. pewaktuan perekaman dan pengiriman data dilakukan selama 1 detik.


(25)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Penelitian Terkait

Penelitian mengenai sistem telemetri data sebelumnya pernah dilakukan oleh Setiawati (2015) yaitu sistem telemetri data pergeseran tanah dari sensor potensiometer menggunakan radio frekuensi APC220. Penelitian ini membuat perangkat yang dapat digunakan untuk proses perekaman data serta penambahan dalam sistem pengiriman datanya agar dapat dibaca oleh komputer sebagai penerima. Pada penelitian ini menggunakan gelombang radio melalui perangkat Radio Frekuensi APC220 sebagai media pengiriman dan penerima data yang bekerja pada frekuensi 455 MHz. Dari penelitian ini diperoleh hasil perekaman data yang lebih kompleks dan memiliki tingkat akurasi yang tinggi sehingga melalui telemetri sistem pengiriman data dapat dikirimkan.

Selain Defi Setiawati, penelitian ini juga dilakukan oleh Susanto (2013) dengan menggunakan sistem telemetri wireless yang dapat mengukur suhu dan kelembaban dengan desain portable yang dilengkapi perekam data dan ditampilkan melalui LCD. Namun, ada perbedaan dengan penelitian Defi Setiawati yaitu sistem telemetrinya menggunakan modul Xbee pro dan sensor yang digunakan menggunakan DHT11. Selain penelitian Defi Setiawati dan Heri Susanto, penelitian ini juga dilakukan oleh Suryantoro (2014) dan Faurizal (2014).


(26)

6

Pada Penelitian Suryantoro, mengaplikasikan telemetri dengan menggunakan Xbee Pro maka diperlukan Mikrokontroler ATMega16 yang digunakan sebagai prosesor sistem ini. Untuk gelombang radio yang digunakan pengiriman data menggunakan Frequency Shift Keying (FSK) dan frekuensi yang digunakan adalah 2,4 GHZ. Bentuk pengiriman data merupakan pengukuran suhu ruangan dengan sensor LM35 yang diterjemahkan menggunakan Mikrokontorler ATMega16 dan ditampilkan ke LCD serta dikirimkan melalui Radio RF dengan pemodulasian Spread Spektrum, selanjutnya ditampilkan oleh software Delphi. Jarak maksimum yang dapat dijangkau di dalam ruangan adalah 50 meter, sedangkan di luar ruangan jarak maksimum yang dapat dijangkau adalah 350 meter. Antena yang digunakan untuk memancarkan sinyal FSK adalah antena

whip 1/4 mengacu pada frekuensi tengah 2,4 GHz dengan panjang 10 cm. Sementara, penelitian Faurizal tentang rancang bangun sistem data logger alat ukur suhu, kelembaban dan intensitas cahaya yang terintegrasi berbasis mikrokontroler Atmega328 pada rumah kaca dengan data yang ditampilkan pada layar smartphone android melalui koneksi bluetooth pada jarak maksimal 26 meter.

B.Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya

Pada penelitian Defi Setiawati perangkat digunakan untuk proses perekaman data dan dalam sistem pengiriman datanya dibaca oleh komputer sebagai sistem penerima melalui telemetri. Kemudian penelitian ini digunakan untuk mengukur pergeseran tanah menggunakan sensor potensiometer. Sedangkan proses pengiriman dan penerimaan data bekerja dengan frekuensi 455 MHz melalui


(27)

7

Radio Frekuensi APC220. Pada penelitian ini penulis mencoba membuat perangkat yang dapat digunakan untuk proses monitoring suhu dan kelembaban di lingkungan sekitar dengan memanfaatkan sensor SHT11 dan menggunakan gelombang radio melalui perangkat Radio Frekuensi APC220 sebagai media pengirim dan penerima data pada frekuensi 433 MHz. Dengan memanfaatkan satu penerima dan dua pengirim Radio Frekuensi APC220 dengan salah satu dari pengirim bekerja pada frekuensi yang berbeda yakni 455 MHz dan 433 MHz sedangkan penerima menggunakan frekuensi 455 MHz maka data dapat dikirimkan melalui jarak jauh (telemetri).

C.Teori Dasar a. Suhu

Suhu merupakan karakteristik inherent, yang dimiliki oleh suatu benda yang berhubungan dengan panas dan energi. Jika panas dialirkan pada suatu benda, maka suhu benda tersebut akan meningkat dan akan menurun jika benda tersebut kehilangan panas. Pada dasarnya hubungan antara suatu panas (energi) dengan suatu suhu tidak merupakan suatu konstanta, karena besarnya peningkatan suhu akibat penerimaan panas dalam jumlah tertentu akan dipengaruhi oleh daya tampung panas (heat capacity) yang dimiliki oleh benda penerima tersebut. Sedangkan suhu udara akan berfluktuasi dengan nyata setiap periode 24 jam. Fluktuasi suhu udara berkaitan erat dengan proses pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer. Serapan energi radiasi matahari akan menyebabkan suhu udara meningkat. Suhu udara harian maksimum tercapai beberapa saat setelah intensitas cahaya maksimum tercapai. Intensitas cahaya maksimum tercapai pada


(28)

8

saat berkas cahaya jatuh tegak lurus yakni pada waktu tengah hari (Lakitan, 1994).

Secara mikroskopis suhu menunjukan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik dalam perpindahan maupun gerakan ditempat berupa getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut. Suhu disebut juga sebagai temperatur yang diukur dengan termometer ( Vitallenko, 2011).

Suhu merupakan gambaran umum keadaan energi suatu benda, namun tidak semua bentuk energi yang dikandung suatu benda dapat diwakili oleh suhu. Pada atmosfer peningkatan panas laten akibat penguapan tidak menyebabkan kenaikan suhu udara, tetapi penguapan menurunkan suhu udara karena proporsi panas terasa menjadi berkurang. Satuan suhu yang umum dikenal ada empat macam yakni Celcius, Fahrenheit, Reamur dan Kelvin (Handoko, 1995).

b. Kelembaban Udara

Kelembaban udara ditentukan dari kandungan uap air di udara. Definisi tersebut dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif), kelembaban absolut maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban absolut (absolute humidity) adalah total massa uap air per satuan volume udara. Massa udara lembab adalah total massa dari seluruh gas-gas atmosfer yang terkandung termasuk uap air, jika massa uap air tidak diikutkan, maka disebut massa udara kering (dry air) (Lakitan, 1994).


(29)

9

Tekanan uap air adalah tekanan parsial uap air dalam udara dengan satuan Pascal (Pa). Tekanan uap air jenuh adalah tekanan uap air maksimum yang dapat dicapai pada suhu tertentu. Jika tekanan uap parsial sama dengan tekanan uap air yang jenuh maka akan terjadi pemadatan. Relative humidity secara umum mampu mewakili pengertian kelembaban. Untuk mengerti relative humidity maka harus diketahui absolut humidity. Absolut humidity merupakan jumlah uap air pada volume udara tertentu yang dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Kelembaban absolut dianalogikan jika semua air dalam satu m3 dikondensasikan ke dalam suatu wadah, wadah tersebut dapat menjadi timbangan kelembaban absolut. Kelembaban absolut memiliki nilai yang berkisar dari 0 gram/m3 saat udara kering hingga 30 gram/m3 saat uap air menjadi jenuh pada suhu 30°C. Kelembaban relatif sangat penting dalam memperkirakan cuaca (Lakitan,1994). Data klimatologi untuk kelembaban udara yang umum digunakan adalah kelembaban relatif (relative humidity, RH). Kelembaban relatif adalah persentase rasio dari tekanan uap air saat dilakukan pengukuran dan tekanan uap air saat mengalami saturasi atau perbandingan antara tekanan uap air aktual (yang terukur) dengan tekanan uap air pada kondisi jenuh. Persamaan umumnya dinyatakan dalam pers 2.1

(2.1) dengan :

RH = kelembaban relatif

= absolute humidity saat pengukuran (g/m3);

absolute humidity saat saturasi(g/m3); = tekanan uap air saat pengukuran (mb);


(30)

10

= tekanan uap air saat saturasi (mb) (Lakitan, 1994).

Untuk mengukur kelembaban udara maka digunakan pendekatan yang masing-masing memiliki keuntungan dan kelemahan yaitu pengukuran dengan pendekatan gravimetri, termometer bola basah dan bola kering, dan higrometer titik embun. Fluktuasi kandungan uap air di udara lebih besar pada lapisan udara dekat permukaan dan semakin kecil dengan bertambahnya ketinggian. Hal tersebut terjadi karena uap air bersumber dari permukaan dan proses kondensasi juga berlangsung pada permukaan. Sehingga pada siang hari kelembaban lebih tinggi pada udara dekat permukaan sedangkan pada malam hari kelembaban lebih rendah pada udara dekat permukaan (Lakitan, 1994).

Berikut ini grafik kejenuhan tekanan uap air terhadap temperatur dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Hubungan tingkat kejenuhan tekanan uap air terhadap suhu (Lakitan, 1994).


(31)

11

c. Sistem Catu Daya

1. Sel Surya (Photovoltaic)

Pada dasarnya pembuatan sel surya memanfaatkan efek photovoltaic, yaitu efek yang dapat mengubah langsung cahaya matahari menjadi energi listrik atau akan mengeluarkan tegangan listrik arus searah (DC) (Zuhal, 1995). Agar efisiensi sel surya bisa tinggi maka foton yang berasal dari sinar matahari harus bisa diserap yang sebanyak-banyaknya, kemudian memperkecil refleksi dan rekombinasi serta memperbesar konduktivitas dari bahannya. Agar foton dapat terserap banyak maka penyerap harus memiliki energi band-gap dengan jangkauan yang lebar (Rusminto, 2003).

Sel Surya (Photovoltaic) merupakan alat yang berfungsi mengubah energi matahari menjadi energi listrik. Photovoltaic terbuat dari bahan semikonduktor bertipe p dan n. Ketika intensitas cahaya matahari dan temperatur masuk ke photovoltaic maka akan dihasilkan arus yang berbanding lurus dengan besar intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam sel surya. Besar intensitas cahaya matahari berubah sesuai dengan pergeseran posisi matahari dan cuaca karena faktor cuaca akan mempengaruhi besar intensitas cahaya matahari (Gonzalez, 2005). Pada Gambar 2.2 menunjukan bentuk fisik dari sel photovoltaic:


(32)

12

Efisiensi sel surya adalah perbandingan antara daya listrik maksimum sel surya dengan daya pancaran (radiant) pada bidang sel surya (Quashcning, 2004) seperti pada persamaan (2.2).

. (2.2)

d. Baterai (akumulator)

Baterai (akumulator) biasa dipakai untuk penyimpanan energi keluaran sel surya. Baterai memiliki karakteristik yaitu daya keluaran yang tidak stabil, berubah-ubah sesuai dengan intensitas cahaya jatuh pada permukaaannya, sedangkan beban umunya menyaratkan suplai daya yang stabil dan apabila daya masukannya berubah-ubah maka dapat merusak beban tersebut. Tegangan baterai ditentukan oleh reaksi kimia dalam baterai, konsentrasi komponen baterai dan polarisasi baterai. Sedangkan tegangan nominal baterai tidak dapat diukur namun yang dapat diukur hanya tegangan open circuitnya. Kapasitas baterai ditentukan oleh masa aktif material didalamnya. Ada dua jenis elemen dalam baterai yang merupakan sumber arus searah (DC) dari proses kimiawi, yaitu elemen primer dan elemen sekunder. Elemen sekunder membutuhkan muatan terlebih dahulu sebelum digunakan, yaitu dengan cara mengalirkan arus listrik. Elemen sekunder lebih dikenal dengan akumulator. Dalam akumulator berlangsung proses elektrokimia bolak-balik dengan efisien yang tinggi yaitu proses pengubahan kimia menjadi tenaga listrik (discharging). Sedangkan saat diisi atau dimuati, terjadi proses tenaga listrik menjadi tenaga kimia (charging) (Rudolf, 1995).


(33)

13

Gambar 2.3. Baterai (akumulator)

e. Mikrokontroler ATMega128

Mikrokontroler dapat dianalogikan sebagai sistem komputer yang dikemas dalam sebuah chip. Pada IC mikrokontroler sudah terdapat kebutuhan minimal agar mikroposesor dapat bekerja yaitu meliputi mikroprosesor, ROM, RAM, I/O dan clock. Ada beberapa jenis mikrokontroler yang masing-masing memiliki keluarga atau series. Pengelompokan keluarga mikrokontroler ditentukan oleh perusahaan tertentu sesuai dengan spesifikasi khusus yang dimilikinya yang membedakan dengan mikrokontroler keluarga yang lain, terutama kompatibilitas dalam hal pemrogramannya. Sehingga mikrokontorler dalam keluarga yang sama akan memiliki kesamaan dalam hal arsitektur dan kompatibilitas pemrogramannya. Yang menjadi pembeda hanya dalam hal kesamaan fisik misal jumlah pin dan fitur-fiturnya seperti ukuran kapasitas memori program dan memori data, jumlah timer, jumlah interupsi dan lain-lain. Ada beberapa vendor yang membuat mikrokontroler diantaranya Intel Microchip, Winbond, Atmel, Philips, Xemics dan lain-lain. Dari beberapa vendor tersebut yang paling populer digunakan adalah mikrokontroler buatan Atmel. Mikrokontroler AVR (Alf and Vegard’s Risc Processor) memiliki arsitektur RISC 8 bit, dimana semua intruksi dikemas dalam kode 16 bit (16 –bits word) dan sebagian besar intruksi dieksekusi dalam 1 (satu) siklus clock, sangat berbeda dengan instruksi MCS51 yang membutuhkan 12 siklus clock. AVR dapat dikelompokan menjadi 4 kelas yaitu keluarga Attiny,


(34)

14

AT90Sxx, keluarga ATMega dan AT86RFxx. Perbedaan dari masing-masing kelas adalah berdasarkan memori, peripheral, dan fungsinya. Sedangkan dari segi arsitektur dan instruksinya dapat dikatakan hampir sama (Bejo, 2008). Oleh karena itu, dipergunakan salah satu AVR produk Atmel yaitu ATMega128.

1. Karakteristik Mikrokontroler ATMega128

Mikrokontroler ATMega128 merupakan memiliki kemampuan dan konektor untuk In- System Programming (ISP). berikut ini karakteristik dari mikrokontroler atmega128 :

1. menggunakan arsitektur AVR RISC

2. berbasis Atmega64L (64KB Flash memory dan 2 KB EEPROM) atau Atmega128L (128 KB flash memory dan 4 KB EEPROM)

3. memiliki jalur input/output hingga 56 pin yaitu Port A, Port B, Port C, Port D, Port E, Port F dan Port G termasuk 2 timer/counter 8 bit, 2 timer/counter 16 bit, 2 PWM 16 bit, 8 kanal ADC 10 bit, 2 serial UASRT, 1 watchdog timer dan 1 analog komparator

4. tersedia kristal osilator berfrekuensi 8 MHz 5. sebuah port untuk pemrograman secara ISP 6. LED indikator pemrograman

7. Catudaya (VCC) 2,7 – 5,5 Volt DC

8. Kompatibel dengan DT-COMBO BASE BOARD Series (Atmel, 2011).


(35)

15

Sistem minimum merupakan suatu rangkaian minimalis yang dirancang agar suatu mikrokontroler dapat berfungsi dan bekerja dengaan semestinya. Namun sistem minimum atmega128 memiliki beberapa perbedaaan dibandingkan dengan sistem minimum mikrokontroler keluarga AVR yang lain. Perbedaannya terletak pada pin ISP yakni mosi – RX0, miso – TX0, SCK – SCK dan power supply. Berikut merupakan arsitektur mikrokontroler128 :

Gambar 2.5. Arsitektur mikrokontroler ATMega128

f. Sensor SHT11

Dalam sistem pengaturan otomatis peranan sensor sangat penting karena diperlukan ketepatan dan kesesuaian saat meningkatkan kinerja dari suatu sistem. Sensor merupakan suatu perangkat yang berfungsi untuk mendeteksi fenomena fisik menjadi sinyal elektronik (Kenny, 2005). Pada rangkaian pengukuran sensor


(36)

16

berperan sebagai bagian yang mengindra besaran fisis yang diukur. Sensor berfungsi untuk mengkonversi besaran fisis yang diukur menjadi sinyal elektrik, yang selanjutnya dapat diolah dalam rangkaian elektronik baik sebagai pengukuran maupun pengendalian. Sedangkan tranduser merupakan piranti yang mengkonversi suatu besaran energi tertentu ke dalam bentuk energi yang lain (Warsito, 2013). Sensor yang digunakan dalam sistem kontrol ini adalah sensor SHT11 yang mampu mendeteksi nilai suhu dan kelembaban tertentu. Gambar 2.6 merupakan contoh dari sensor suhu.

Gambar 2.6 Sensor SHT11

Sensor SHT11 merupakan sebuah single chip sensor suhu dan kelembaban relatif dengan multi modul sensor yang outpunya telah dikalibrasikan secara digital. Pada sensor SHT11 terdapat elemen kapasitif polimer sebagai sensor kelembaban realtive dan sebuah pita regangan yang digunakan sebagai sensor temperatur. Kedua output yang dihasilkan oleh SHT11 digabungkan dan dihubungkan pada ADC 14 bit dan sebuah interface serial pada satu chip yang sama. SHT11 menghasilkan sinyal keluaran yang baik dan waktu respon yang cepat. Pengkalibrasian SHT11 dapat dilakukan pada ruangan dengan kelembaban yang teliti menggunakan hygrometer sebagai referensinya, sedangkan koefisien kalibrasinya telah diprogramkan kedalam OTP memory. Koefisien tersebut


(37)

17

digunakan untuk mengkalibrasi keluaran dari sensor selama proses pengukuran. Sensor SHT11 memiliki ukuran yang kecil dan konsumsi daya yang rendah. Selain itu, SHT11 memiliki surface-mountable LLC (Leadless Chip Carrier) yang berfungsi sebagai suatu pluggable 4-pin single-in-line untuk jalur data dan clock.

SHT11 membutuhkan supply tegangan 2.4 dan 5.5 volt. SCK (Serial Clock Input) berfungsi untuk mensinkronkan komunikasi antara mikrokontroler dengan SHT11. Beberapa spesifikasi SHT11 :

1. berbasis sensor suhu dan kelembaban relatif sensirion SHT11;

2. mengukur suhu dari -40ºC hingga +123,8ºC, atau dari -40F hingga +254,9F dan kelembaban relatif dari 0%RH hingga 1%RH;

3. memiliki ketetapan (akurasi) pengukuran suhu hingga 0,5ºC pada suhu 25ºC dan ketepatan (akurasi) pengukuran kelembaban relatif hingga 3,5%RH;

4. memiliki antarmuka serial sinkron 2-wire, bukan 12C;

5. jalur antarmuka telah dilengkapi dengan rangkaian pencegah kondisi sensor lock-up;

6. membutuhkan catu daya +5V DC dengan konsumsi daya rendah 30 W;

7. modul ini memiliki faktor bentuk 8 pin DIP 0,6 sehingga memudahkan pemasangannya.

Sistem sensor yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban adalah SHT11 dengan sumber tegangan 5 Volt dan komunikasi bidirectonal 2-wire. Sistem sensor ini memiliki1 jalur data yang berfungsi untuk perintah pengalamatan dan pembacaan data. Pengambilan data untuk masing-masing pengukuran dilakukan dengan memberikan perintah pengalamatan oleh


(38)

18

mikrokontroler. Kaki serial data yang terhubung dengan mikrokontroler memberikan perintah pengalamatan pada pin data SHT11 “00000101” untuk

mengukur kelembaban relatif dan “00000011” untuk pengukuran temperatur.

Sensor SHT11 memiliki ADC (Analog to Digital Converter) didalamnya sehingga keluaran data SHT11 sudah terkonversi dalam bentuk data digital dan tidak memerlukan ADC eksternal dalam pengolahan data pada mikrokontroler (Sensirion, 2011).

g. LCD (Liquid Crystal Display)

LCD 2x16 type M1632 adalah Liquid Crystal Display dot matrix yang mampu menampilkan 16x2 karakter, membutuhkan daya kecil dan dilengkapi panel LCD dengan tingkat kontras yang cukup tinggi serta kontroler LCD CMOS yang telah terpasang dalam modul tersebut. Kontroler ini memiliki ROM/RAM dan display data RAM. Semua fungsi display dikontrol dengan instruksi dan modul ini dapat dengan mudah dihubungkan dengan unit Mikroprosesor (MPU) (Rizal, 2007).

Modul LCD membutuhkan daya yang kecil dan dilengkapi dengan panel LCD dengan tingkat kontras yang cukup tinggi serta pengendali LCD CMOS yang terpasang dalam modul tersebut. Pengendali mempunyai pembangkit karakter ROM/RAM, dan display data RAM. Semua fungsi display diatur oleh instruksi-instruksi, sehingga modul LCD ini dengan mudah dapat dihubungkan dengan unit mikroprosesor. Masukan yang diperlukan untuk mengendalikan modul berupa bus data yang masih termultiplek dengan bus alamat serta 3 bit sinyal kontrol untuk mengontrol operasinya, R/W (Read/Write) merupakan sinyal kontrol untuk menentukan apakah data akan dibaca atau ditulis, E (enable) yang merupakan


(39)

19

sinyal untuk mengenablekan LCD dan RS (Register Select) adalah sinyal kontrol untuk memilih register yaitu register data dan register intruksi. Sementara pengendali dot matrik LCD dilakukan secara internal oleh kontroler yang sudah terpasang pada modul LCD. Contoh LCD 4x20 dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. LCD (Liquid Crystal Display) dengan karakter 4x20 Fitur-fitur LCD 2x16:

1) 16 karakter two line Liquid Crystal Display 5x7 dot matrix + cursor ; 2) Duty ratio 1/16 ;

3) karakter generator ROM untuk 192 tipe karakter (font karakter 5x7 dot matrix) ;

4) karakter generator RAM untuk 8 tipe karakter (font karakter 5x7 dot matrix) ;

5) 80x8 bit display data RAM (maximum 80 karakter);

6) bisa melakukan Interfacing dengan mikroprosesor 4 bit atau 8 bit;

7) display data RAM dan karakter generator RAM bisa dibaca dari mikroprosesor ;

8) banyak fungsi instruksi;

9) rangkaian osilator yang tertanam dalam LCD ; 10)single power supply +5v ;


(40)

20

12)proses CMOS ;

13) jangkauan temperatur operasi : 00C-500C (Seiko, 1987).

h. Penyimpan Data (Micro SD)

Dalam sistem telemetri terdapat fitur data logger yaitu fitur yang berfungsi sebagai penyimpanan semua data-data kondisi dari suhu dan kelembaban yang diukur. Selanjutnya data tersebut nantinya akan tersimpan didalam media penyimpanan yaitu memory card. Pada perencanaan ini jenis memory card yang akan digunakan adalah micro SD (secure Digital) dengan kapasitas 2 GB. Ada tiga macam cara berkomunikasi dengan SD card yaitu one-bit SD mode, Four-bit SD mode, SPI (Serial Peripheral Interface) mode. Cara komunikasi dengan SPI merupakan cara yang paling mudah karena protokolnya mudah dipelajari (Susanto, 2013).

Gambar 2.8. Bentuk fisik dari Micro SD

i. Serial Logger

Serial logger merupakan sebuah modul yang berfungsi sebagai perekam data dalam aplikasi data logger. Serial logger yang digunakan memiliki koneksi (port) dan spesifikasi sebagai berikut :


(41)

21

b) 8 chanel analog port;

c) 8 bit optocoupler TTL input, dapat diextend menjadi 40 bit; d) 4 bit transistor output dapat diperluas menjadi 20 bit; e) 256 kbyte flash memori;

f) real time clock;

g) memiliki fungsi PLC untuk proses kontrol dan warning system (Wahjono, 2008).

Gambar 2.9. Bentuk umum dari Serial Logger

Untuk membangun data logger dengan mikrokontroler dibutuhkan protokol SPI (Serial Peripheral Interface) untuk komunikasi dengan kartu memori. Serial logger mudah diterapkan karena efektif dan dapat menulis serta membaca dari kartu memori. Dengan menggunakan kode sederhana untuk menulis dan membaca data sehingga dapat lebih cepat untuk membangun aplikasinya. Pada modul serial logger terdapat 5 V DC power supply dan dapat dipasang sebuah micro SD dengan maksimum ukuran memori 8 GB. Ukuran modul serial logger sebesar 50mm x 50mm, standard baudrate 9600 dan memiliki tiga pin sebagai pengontrol model Tx, Rx dan Rst (Achmadi, 2009).


(42)

22

j. Pewaktu Digital RTC (Real Time Clock)

Pewaktuan secara digital dibutuhkan pada sistem pantauan nilai yang berdasarkan waktu. Setiap kejadian pengamatan akan dikorelasikan dengan waktu. RCT (Real Time Clock) merupakan perangkat elektronik yang berupa sebuah IC digital yang bekerja seperti jam digital namun dilengkapi sistem kalender tahunan. Ada beberapa jenis IC RTC dari berbagai produsen yang masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Pada umumnya IC RTC tipe DS1307 produksi DALLAS adalah jenis yang sering digunakan (Novianta, 2011).

DS1307 tidak memiliki keterbatasan dalam penulisan ulang, tetapi DS1307 membutuhkan baterai untuk menyimpan data dan menjalankan jam. Apabila baterai tidak dipasang, maka semua data yang ada pada DS1307 akan hilang (Khoswanto dkk, 2004). Secara fisik DS1307 seperti pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10. Bentuk fisik DS1307 beserta keterangan kaki-kakinya. Sedangkan bentuk fisik secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 2.11.


(43)

23

k. Gelombang

Gelombang merupakan getaran yang merambat pada suatu medium, sebuah gelombang mempunyai kecepatan, frekuensi dan panjang gelombnag. Masing-masing parameter berhubungan melalui hubungan yang sederhana yaitu :

(2.3) dengan :

c = kecepatan rambat gelombang pada medium (3x108 m/s) cahaya; f = frekuensi gelombang (Hz);

= panjang gelombang (m) (Sarojo, 2011).

Gelombang dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu gelombang elektromagnetik dan gelombang mekanik. Gelombang elektromagnetik diantaranya cahaya, gelombang radio, gelombang TV, gelombang radar, sinar infra merah, sinar ultraviolet, sinar gamma dan sinar X.

Gelombang radio memiliki daerah frekuensi antara 104 sampai 107 Hz yang dipergunakan sebagai alat komunikasi. Gelombang radio digunakan sebagai pembawa informasi dari satu tempat ke tempat lain. Karena sifatnya yang mudah dipantulkan oleh lapisan ionosfer bumi, maka gelombang radio dapat mencapai tempat-tempat di bumi yang jaraknya sangat jauh dari pemancar radio. Informasi yang berupa suara dibawa oleh gelombang radio sebagai perubahan amplitudo yang disebut modulasi amplitudo maupun sebagai perubahan frekuensi yang disebut modulasi frekuensi (Shrader, 1991). Gelombang radio memiliki sifat seperti cahaya (dapat dipantulkan, dibiaskan, direfraksi dan dipolarisasi) dan dapat merambat melalui udara.


(44)

24

Gelombang radio diklasifikasikan menurut frekuensinya, diukur dalam kilo Hertz, Mega atau Giga Hertz. Radio frekuensi (RF) mengarah kepada gelombang elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang sehingga biasa digunakan pada radio communication. Radio frekuensi berkisar dari very low frequency (VLF) yang besarnya antar 10-30 kHz hingga extremely high frequency (EHF) yang besarnya antara 30-300 GHz. Selain memiliki tingkat koreksi kesalahan efisien yang tinggi.

l. Modulasi Digital

Modulasi merupakan proses perubahan suatu gelombang periodik menjadi suatu sinyal yang dapat membawa suatu informasi. Dari sebuah proses modulasi, maka suatu informasi dapat dimasukan ke dalam gelombang pembawa. Secara umum, modulasi dapat dibagi menjadi modulasi analog dan modulasi digital. Pada modulasi analog, proses modulasi adalah respon atas informasi sinyal analog. Teknik umum dalam modulasi analog yaitu modulasi fase (Phase Modulation-PM), modulasi amplitudo (Amplitudo Modulation- AM), dan modulasi frekuensi (Frequency Modulation).

Sedangkan modulasi digital merupakan proses penumpukan sinyal digital (bit stream) ke dalam sinyal carrier atau proses mengubah-ubah karakter dan sifat gelombang pembawa (carrier) sehingga bentuk hasilnya memiliki ciri-ciri dari bit-bit (0 atau 1) yang dikandungnya. Sehingga jika mengamati modulasi carrier -nya dapat diketahui urutan bit yang disertai clock-nya (timing, sinkronisasi). Dengan proses modulasi digital sinyal-sinyal digital setiap tingkatan dapat dikirim ke penerima dengan baik. Untuk pengiriman ini dapat digunakan media transmisi


(45)

25

fisik (logam atau optik) atau non fisik (gelombang-gelombang radio). Pada dasarnya dikenal 3 prinsip atau sistem modulasi digital yaitu: Amplitude Shift Keying (ASK), Frequncy Shift Keying (FSK), dan Phase Shift Keying (PSK).

ASK atau pengiriman sinyal berdasarkan pergeseran amplitude, merupakan suatu metoda modulasi dengan mengubah-ubah amplitude. Dalam proses modulasi ini kemunculan frekuensi gelombang pembawa tergantung pada ada atau tidak adanya sinyal informasi digital. Keuntungan dari metode ASK yaitu bit per baud (kecepatan digital) lebih besar, sedangkan kesulitannya adalah dalam menentukan level acuan yang dimilikinya, yakni setiap sinyal yang diteruskan melalui saluran transmisi jarak jauh selalu dipengaruhi oleh redaman dan distorsi lainnya. Oleh sebab itu metode ASK hanya menguntungkan bila dipakai untuk hubungan jarak dekat saja. Dalam hal ini faktor derau harus diperhitungkan dengan teliti, seperti juga pada sistem modulasi AM. Derau menindih puncak bentuk-bentuk gelombang yang berlevel banyak sehingga sukar dideteksi dengan tepat menjadi level ambangnya.

Gambar 2. 12 Sinyal modulasi digital : Amplitude Shift Keying (ASK)

FSK atau pengiriman sinyal melalui penggeseran frekuensi. Metoda FSK merupakan bentuk modulasi yang memungkinkan gelombang modulasi


(46)

26

menggeser frekuensi output gelombang pembawa. Pergeseran ini terjadi antara harga-harga yang telah ditentukan semula dengan gelombang output yang tidak mempunyai fasa terputus-putus. Pada modulasi FSK besarnya frekuensi gelombang pembawa berubah-ubah sesuai dengan perubahan ada atau tidak adanya sinyal informasi digital. Gelombang pembawa digeser ke atas dan ke bawah untuk memperoleh bit 1 dan bit 0 sehingga kondisi ini disebut space dan mark. Keduanya merupakan standar transmisi data yang sesuai dengan rekomendasi CCITT. FSK juga tidak tergantung pada teknik on-off pemancar, seperti yang telah ditentukan sejak semula. Kehadiran gelombang pembawa dideteksi untuk menunjukkan bahwa pemancar telah siap. Dalam hal penggunaan banyak pemancar (multi transmitter), masing-masingnya dapat dikenal dengan frekuensinya. Prinsip pendeteksian gelombang pembawa umumnya dipakai untuk mendeteksi kegagalan sistem bekerja. Bentuk dari modulated Carrier FSK mirip dengan hasil modulasi FM.

Gambar 2.13. Sinyal modulasi digital Frequncy Shift Keying (FSK)

Secara konsep, modulasi FSK adalah modulasi FM, hanya disini tidak ada bermacam-macam variasi/deviasi ataupun frekuensi, yang ada hanya 2 kemungkinan saja, yaitu More atau Less (High atau Low, Mark atau Space). Untuk deteksi (pengambilan kembali dari kandungan Carrier atau proses


(47)

27

demodulasinya) akan lebih mudah, kemungkinan kesalahan (error rate) sangat minim/kecil. Umumnya tipe modulasi FSK dipergunakan untuk komunikasi data dengan Bit Rate (kecepatan transmisi) yang relatif rendah, seperti untuk Telex dan Modem-Data dengan bit rate yang tidak lebih dari 2400 bps (2.4 kbps).

PSK atau pengiriman sinyal melalui pergeseran fasa. Metoda PSK adalah suatu bentuk modulasi fasa yang memungkinkan fungsi pemodulasi fasa gelombang termodulasi diantara nilai-nilai diskrit yang telah ditetapkan sebelumnya. Fasa dari frekuensi gelombang pembawa berubah-ubah sesuai dengan perubahan status sinyal informasi digital. Sudut fasa harus mempunyai acuan kepada pemancar dan penerima. Sehingga sangat diperlukan stabilitas frekuensi pada pesawat penerima. Hubungan antara dua sudut fasa yang dikirim digunakan untuk memelihara stabilitas. Jadi, fasa yang ada dapat dideteksi bila fasa sebelumnya telah diketahui. Hasil dari perbandingan ini dipakai sebagai referensi. Untuk transmisi data atau sinyal digital dengan kecepatan tinggi, lebih efisien dipilih sistem modulasi PSK.

Gambar 2.14 Sinyal modulasi digital Phase Shift Keying (PSK).

Terdapat dua jenis modulasi PSK yang sering dijumpai, antara lain BPSK yang paling sederhana dari PSK. Menggunakan dua yang tahap yang dipisahkan sebesar 180° dan sering juga disebut 2-PSK. Modulasi ini paling sempurna dari


(48)

28

semua bentuk modulasi PSK. Namun, bentuk modulasi ini hanya mampu memodulasi 1 bit/simbol dan dengan demikian maka modulasi ini tidak cocok untuk aplikasi data-rate yang tinggi dimana bandwidthnya dibatasi.

Quarternary atau quadriphase PSK (QPSK) atau 4-PSK menggunakan empat titik pada diagram konstilasi, terletak di sekitar suatu lingkaran. Dengan empat tahap, QPSK dapat mendekode dua bit per simbol. Hal ini berarti dua kali dari BPSK. Analisa menunjukkan bahwa ini mungkin digunakan untuk menggandakan data rate jika dibandingkan dengan sistem BPSK. Walaupun QPSK dapat dipandang sebagai sebagai suatu modulasi quaternary, lebih mudah untuk melihatnya sebagai dua quadrature carriers yang termodulasi tersendiri. Dengan penafsiran ini, maka bit yang digunakan untuk mengatur komponen phase pada sinyal carrier ketika digunakan untuk mengatur komponen quadrature-phase dari sinyal carrier tersebut. BPSK digunakan pada kedua carrier dan dapat dimodulasi dengan bebas (Cooper, 1986).

m. Radio Frekuensi APC 220

Frekuensi radio merupakan suatu sinyal arus bolak-balik frekuensi tinggi (AC) yang berjalan terus pada suatu konduktor tembaga dan kemudian diradiasikan ke udara melalui sebuah antena. Suatu antena mengubah suatu sinyal kabel menjadi sinyal wireless dan sebaliknya. Ketika sinyal AC frekuensi tinggi diradiasikan ke udara, maka akan membentuk gelombang radio. Gelombang radio ini akan menjauh dari sumber (antena) pada suatu garis lurus di segala jurusan dengan segera.


(49)

29

Modul APC 220 adalah modul komunikasi wireless yang bekerja pada frekuensi 418 MHZ sampai 455 MHZ (UHF). Komunikasi bisa mencapai 1000 meter dalam keadaan Line of sight dan 2400 bps air rate. Air rate berbeda dengan baud rate, air rate adalah laju data mengudara sedangkan baud rate adalah laju data UART.

Pada penelitian ini menggunakan Radio Frekuensi bertipe APC220 karena memiliki 100 saluran sehingga memudahkan dalam melakukan perubahan parameter. APC220 merupakan modul radio komunikasi dengan komunikasi semi duplek yang dapat dikomunikasikan dari satu titik ke multi point. Dengan banyaknya saluran dan banyaknya frekuensi yang dimiliki, APC220 dapat digunakan pada banyak jaringan yang bekerja ditempat dan waktu yang sama Radio Frekuensi (RF) khususnya RF tipe APC220 dapat terintegrasi dengan kecepatan tinggi MCU (Dam, 2011).

Berikut beberapa spesifikasi yang dimiliki oleh APC220 : 1) membutuhkan daya DC 3,3-5 V;

2) suhu operasi sebesar 30-85ºC;

3) memiliki jarak pengiriman 4) memiliki buffer data sebesar 256 byte;

5) komunikasi data asynchronous serial 1200-57600 bps.


(50)

30

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dimulai pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015 bertempat di Laboratorium Elektronika dasar dan Instrumentasi Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Personal computer (PC) untuk membuat dan mendownload program

mikrokontroler;

2. bor listrik berguna untuk melubangi PCB sehingga dapat dipasang komponen elektronik;

3. solder listrik untuk melelehkan timah agar komponen elektronika melekat pada PCB;

4. penyedot timah untuk membuang timah pada PCB yang tidak terpakai;

5. multimeter digital untuk mengukur arus (A), resistansi (Ω), tegangan AC dan DC serta untuk mengecek komponen elektronika;

6. gergaji berfungsi sebagai pemotong PCB;

7. kabel UTP sebagai penyambung antara sht11 dengan mikrokontroler; 8. AVR USB ISP untuk mendownload program ke mikrokontroler.


(51)

31

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. papan Printed Circuit Board (PCB) untuk menghubungkan komponen-komponen pada rangkaian agar arus mengalir seperti pada sebuah kabel; 2. timah digunakan untuk merekatkan komponen pada PCB;

3. sel surya 10 Wp sebagai sumber tegangan; 4. kabel sebagai penghubung antar rangkaian;

5. IC mikrokontroler ATMega128 dan soket sebagai pengontrol utama rangkaian perekam data;

6. XTAL 11.0592 MHz dan 32.768 KHz sebagai sumber detak; 7. SHT11 sebagai sensor suhu dan kelembaban;

8. RTC DS1307 sebagai komponen pewaktuan;

9. akumulator atau baterai sebagai sumber tegangan untuk sel surya; 10. mikro SD sebagai penyimpan data;

11. Radio Frekuensi APC220 sebagai pengirim dan penerima; 12. modul serial logger sebagai modul perekaman data; 13. LCD 4x20 sebagai tampilan data;

C. Prosedur Penelitian

Perancangan alat pada penelitian ini secara garis besar terbagi menjadi dua bagian, yaitu perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Pada penelitian ini dilakukan beberapa langkah dalam perancangan alat dengan tujuan untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam mengerjakan alat sampai dengan selesai. Tahapan pertama yaitu mempelajari konsep dari sistem alat yang akan dibuat, perancangan sistem dan perakitan komponen, dan selanjutnya pengujian


(52)

32

hardware. Jika hardware berhasil maka dilanjutkan ke tahapan selanjutnya yaitu pembuatan software. Pada tahapan pembuatan software terdiri dari perancangan dan pemrograman software, kemudian pengujian. Jika berhasil maka selanjutnya dilakukan pengujian alat secara keseluruhan, pengambilan data dan penyusunan laporan. Berikut ini merupakan diagram alir langkah kerja untuk merealisasikan rangkaian seperti pada Gambar 3.1.


(53)

33

Gambar 3.1. Diagram alir langkah kerja realisasi rangkaian Mulai

Mempelajari Konsep Sistem Alat

Pengujian Hardware Perancangan Sistem dan

Perakitan Komponen

Perancangan Software Berhasil/Tidak

Penyusuan Laporan Pengujian alat Keseluruhan

Pemrograman Software dan Pengujian Software

Berhasil/Tidak

Selesai

Tidak

Tidak Ya


(54)

34

1. Perancangan Perangkat Keras (Hardware)

Perancangan perangkat keras berupa penyusunan komponen-komponen elektronika menjadi satu kesatuan sistem rangkaian yang bisa bekerja sesuai dengan yang diharapkan. Perangkat keras tersebut terdiri dari sensor SHT11, rangkaian mikrokontroler ATMega128, RTC DS1307, LCD, serlog V4, catudya dan Radio Frekuensi APC220. Gambar blok diagram perancangan perangkat keras ditunjukan pada Gambar 3.2

Gambar 3.2. Blok diagram perangkat keras

Pada Gambar 3.2 diagram blok pertama yaitu blok sensor SHT11 sebagai input data dan telah terkalibrasi sehingga sensor SHT11 dapat langsung digunakan. Keluaran sensor berupa data digital yang kemudian diolah oleh mikrokontroler. Selanjutnya sensor ini dihubungkan dengan ADC mikrokontroler ATMega128. Mikrokontroler digunakan sebagai otak pikiran dari input dan output sistem. Hasil data yang diolah oleh mikrokontroler ditampilkan di LCD. Kemudian blok RTC sebagai fungsi pewaktuan dihubungkan ke mikrokontroler, sehingga nilai dari hasil perekaman dan pewaktuan data juga dapat ditampilkan di LCD. Kemudian


(55)

35

dengan menggunakan modul serlog bertipe V4 sebagai modul perekaman data, data akan langsung terekam kedalam micro SD. Selanjutnya langsung diteruskan ke sistem penerimaan data menggunakan APC220 dalam bentuk sinyal digital dan diterima juga oleh sistem penerima melalui APC220. Setelah data diterima oleh penerima APC220, data dapat dilihat pada PC.

2. Rancangan Rangkaian Keseluruhan

Rangkaian keseluruhan dari perangkat keras perekam dan perekaman data terdiri dari sistem minimum mikrokontroler ATMega128, rangkaian sensor SHT11, rangkaian RTC sebagai pewaktuan, rangkaian serial logger, rangkaian lcd dan rangkaian RF APC220. Secara umum skema perancangan perangkat keras ditunjukan pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Rancangan rangkaian keseluruhan PE0/RXD0/PDI 2 PE1/TXD0/PDO 3 PE2/XCK0/AIN0 4 PE3/OC3A/AIN1 5 PE4/OC3B/INT4 6 PE5/OC3C/INT5 7 PE6/T3/INT6 8 PE7/ICP3/INT7 9 PB0/SS 10 PB1/SCK 11 PB2/MOSI 12 PB3/MISO 13 PB4/OC0 14 PB5/OC1A 15 PB6/OC1B 16 PB7/OC2/OC1C 17 PG3/TOSC2 18 PG4/TOSC1 19 RESET 20 XTAL2 23 XTAL1 24 PD0/SCL/INT0 25 PD1/SDA/INT1 26 PD2/RXD1/INT2 27 PD3/TXD1/INT3 28 PD4/ICP1 29 PD5/XCK1 30 PD6/T1 31 PD7/T2 32 PG0/WR 33 PG1/RD 34 PC0/A8 35 PC1/A9 36 PC2/A10 37 PC3/A11 38 PC4/A12 39 PC5/A13 40 PC6/A14 41 PC7/A15 42 PG2/ALE 43 PA7/AD7 44 PA6/AD6 45 PA5/AD5 46 PA4/AD4 47 PA3/AD3 48 PA2/AD2 49 PA1/AD1 50 PA0/AD0 51 PF7/ADC7/TDI 54 PF6/ADC6/TDO 55 PF5/ADC5/TMSPF4/ADC4/TCK 56 57 PF3/ADC3 58 PF2/ADC2 59 PF1/ADC1 60 PF0/ADC0 61 AREF 62 AVCC

64 PEN 1

U1 ATMEGA128 D 7 1 4 D 6 1 3 D 5 1 2 D 4 1 1 D 3 1 0 D 2 9 D 1 8 D 0 7 E 6 R W 5 R S 4 V S S 1 V D D 2 V E E 3 LCD1 LM044L 65.0 43.0 %RH > °C

DATASCK 2 3 U2 SHT11 91.0 44.0 %RH > °C DATA 2 SCK 3 U3 SHT11 RXD RTS TXD CTS RXD RTS TXD CTS R3 10k R4 10k R

S E D4

D 5 D 6 D 7 RF APC220

SERLOG MODUL V3 - MDB SHT11_A SHT11_B VBAT 3 X1 1 X2 2 SCL 6 SDA 5 SOUT 7 U4 DS1307 R1 4k7 R2 4k7 X1 CRYSTAL C3 22p RESET RTC X2 CRYSTAL C1 22p C2 22p

DATA LOGGER SUHU DAN KELEMBABAN MENGGUNAKAN SENSOR SHT11 + APC220

RS E D4 D5 D6 D7 R6 10k R5 10k


(56)

36

Rangkaian sensor terdiri dari dua buah sensor SHT11 buatan innovative electronic yang sudah memiliki komunikasi 2 wire yang juga disupport mikrokontroler ATMega128. Sensor ini memiliki dua input yaitu suhu dan kelembaban. Dengan tingkat sensitifitas yang cukup tinggi, sehingga sensor ini cocok dalam pengukuran suhu dan kelembaban udara. Sensor SHT11 memiliki 4 buah pin yaitu VCC, GND, DATA, SCK dan pin lain yaitu NC. Dua buah sensor SHT11 dihubungkan ke PORT B mikrokontroler untuk dibaca.

Pada Gambar 3.4 menampilkan rangkaian sistem minimum mikrokontroler ATMega128. Sistem tersebut terdiri dari XTAL senilai 11.0593 MHz, 3 buah kapasitor senilai 22pFdan resistor 10kΩ. Komponen ini berfungsi sebagai osilator untuk mikrokontroler. Dengan menggunakan 3 buah kapasitor sebagai penstabil osilasi yang dihasilkan oleh kristal maka dapat dikatakan rangkaian ini disebut juga sebagai rangkaian osilator yang berfungsi untuk membangkitkan clock pada mikrokontroler. Dalam mikrokontroler terdapat reser yang berguna untuk mereset sistem sehingga proses dapat dimulai dari awal. Sehingga dengan menggunakan USB ASP maka program dapat didownload ke dalam mikrokontroler.

Sensor yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban adalah SHT11 dengan sumber tegangan 5 volt dan komunikasi bidirectional 2 wire. Sistem sensor SHT11 memiliki 1 jalur data yang digunakan untuk perintah pengalamatan dan pembacaan data. pengambilan data untuk pengukuran dilakukan dengan memberikan perintah pengalamatan oleh mikrokontroler. Pada PB0 dan PB1 PORT B dihubungkan ke sensor SHT11 A sedangkan PB3 dan PB4 dihubungkan ke sensor SHT11 B. SHT11 memberikan keluaran data suhu dan kelembaban


(57)

37

udara pada pin data secara bergantian sesuai clock yang diberikan oleh mikrokontroler pada port B pin 10 (PB0) dan pin 12 (PB2) agar sensor dapat bekerja. Sensor SHT11 memiliki Analog to Digital Converter (ADC) di dalamnya sehingga keluaran data SHT11 sudah terkonversi dalam bentuk digital dan tidak memerlukan ADC eksternal dalam pengolahan data pada mikrokontroler. Skema pengambilan data SHT11 disajikan dalam Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Rancangan Sensor SHT11

RTC DS1307 digunakan untuk pewaktuan dan komunikasinya menggunakan 2 buah jalur yang tersedia dalam chip mikrokontroler yakni jalur SDA dan SCL. Dimana SDA dihubungkan ke PD1 sedangkan SCL dihubungkan ke PD0. Penampil LCD digunakan untuk menampilkan informasi suhu dan kelembaban yang telah diolah oleh mikrokontroler. Penampil LCD yang digunakan adalah LCD 4x20. Dengan penampil LCD karakter berupa huruf dan angka dapat ditampilkan. PE0/RXD0/PDI 2 PE1/TXD0/PDO 3 PE2/XCK0/AIN0 4 PE3/OC3A/AIN1 5 PE4/OC3B/INT4 6 PE5/OC3C/INT5 7 PE6/T3/INT6 8 PE7/ICP3/INT7 9 PB0/SS 10 PB1/SCK 11 PB2/MOSI 12 PB3/MISO 13 PB4/OC0 14 PB5/OC1A 15 PB6/OC1B 16 PB7/OC2/OC1C 17 PG3/TOSC2 18 PG4/TOSC1 19 RESET 20 XTAL2 23 XTAL1 24 PD0/SCL/INT0 25 PD1/SDA/INT1 26 PD2/RXD1/INT2 27 PD3/TXD1/INT3 28 PD4/ICP1 29 PD5/XCK1 30 PD6/T1 31 PD7/T2 32 PG0/WR 33 PG1/RD 34 PC0/A8 35 PC1/A9 36 PC2/A10 37 PC3/A11 38 PC4/A12 39 PC5/A13 40 PC6/A14 41 PC7/A15 42 PG2/ALE 43 PA7/AD7 44 PA6/AD6 45 PA5/AD5 46 PA4/AD4 47 PA3/AD3 48 PA2/AD2 49 PA1/AD1 50 PA0/AD0 51 PF7/ADC7/TDI 54 PF6/ADC6/TDO 55 PF5/ADC5/TMS 56 PF4/ADC4/TCK 57 PF3/ADC3 58 PF2/ADC2 59 PF1/ADC1 60 PF0/ADC0 61 AREF 62 AVCC

64 PEN 1

U1 ATMEGA128 65.0 43.0 %RH > °C DATA 2 SCK 3 U2 SHT11 91.0 44.0 %RH > °C DATA 2 SCK 3 U3 SHT11 R3 10k SHT11_A SHT11_B VBAT 3 X1 1 X2 2 SCL 6 SDA 5 SOUT 7 U4 DS1307 R1 4k7 R2 4k7 X1 CRYS C3 22p RESET RTC X2 CRYSTAL C1 22p C2 22p RS E D4 D5 D6 D7 R6 10k R5 10k


(58)

38

Penelitian ini menggunakan mikrokontroler Atmega128 yang memiliki 2 pin Tx dan Rx yang masing - masing berada pada pin PD2, PD3 serta PE0 dan PE1. Sehingga untuk mengatur perekaman data di mikro SD menggunakan Serlog U3 dihubungkan dengan menyilangkan pin Tx serlog pada Rx mikrokontroler dan Rx serlog ke pin Tx mikrokotroler yang berada di PD2 dan PD3. Untuk pengirim RF APC 220 yakni pin Rx dan Tx dihubungkan secara silang ke pin Tx dan Rx mikrokontroler yang berada pada PE0 dan PE1 Dengan menggunakan Radio Frekuensi APC220 modul ini telah terintegrasi dengan baik dan dapat digunakan secara langsung ke mikrokontroler sehingga data dapat dikirim melalui jarak jauh.

3. Perancangan Perangkat Lunak (Software)

Pada tugas akhir ini bahasa pemrograman yang digunakan untuk pemrograman mikrokontroler ATMega128 adalah Bahasa Basic karena memiliki struktur yang baik sehingga mudah dipahami dan mudah dalam pembuatan program. Diagram alir perangkat lunak dapat dilihat pada Gambar 3.5.


(59)

39

Gambar 3.5. Diagram alir perancangan perangkat lunak Mulai

Inisialisasi Port I/O dan Variabel

Konfigurasi RTC, ADC dan LCD

Read RTC DS1307

Input parameter delay

Subrutin Pewaktuan

Input Parameter sensor SHT11

Prosedur Penerima Via RF Prosedur pengirim data Via RF Prosedur tulis data ke memori card

Tampilkan ke LCD

Selesai


(60)

40

Modul APC220 dilengkapi dengan RF-Magic sebagai pengatur frekuensi yakni menyamakan frekuensi pengirim dan penerima serta mengatur kecepatan pengiriman sehingga data yang dikirim dapat terbaca di PC. Tampilan RF-Magic dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Software RF-Magic

4. Rancangan Desain Alat

Secara umum rangkaian alat digunakan untuk mengetahui perubahan suhu dan keelembaban udara yang ada di lingkungan sekitar. Rangkaian alat ini memiliki spesifikasi tampilan berupa suhu (ºC) dan kelembaban (%), memiliki range batas ukur suhu dan dapat melakukan proses pengukuran jarak jauh (telemetri). Selain spesifikasi tersebut, data yang telah diperoleh dapat disimpan dalam micro SD. Adapun parameter yang diujikan dalam penelitian ini adalah suhu dan kelembaban udara. Pada penelitian ini dilakukan dua tahapan uji coba yakni uji karakterisasi sensor dan uji langsung ke lapangan sebagai pengujian suhu dan sistem telemetri.


(1)

42

Tabel 2. Rancangan Hasil Pengujian Kelembaban SHT11

No Pukul Kelembaban Grecer Kelembaban Relatif

(%) (%) 1 2 3 4 5

b. Rancangan Grafik

Rancangan Grafik hubungan antara suhu terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7. Hubungan Suhu Udara terhadap Waktu

Rancangan Grafik hubungan antara kelembaban relatif terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8. Hubungan Kelembaban Relatif terhadap Waktu

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

0 0,5 1 1,5 2 2,5

S u h u ( oC) Waktu (detik) 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

0 1 2 3

K e le m b ab an (% ) Waktu (detik)


(2)

83

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Sensor yang baik untuk pengukuran suhu udara adalah SHT11B dengan nilai

regresi sebesar 0,952 sedangkan untuk pengukuran kelembaban udara adalah SHT11A dengan tanggapan regresi sebesar 0,984.

2. Pengaruh pemindahan panas secara konveksi bebas dan semakin tinggi lokasi suatu tempat maka suhu udaranya akan semakin rendah sehingga suhu udara di daerah pesawaran memiliki suhu udara yang lebih rendah jika dibandingkan dengan suhu udara yang ada di pantai. Nilai suhu udara minimum didaerah dataran tinggi pesawaran terjadi sekitar pukul 03:00 WIB sebesar 21,86°C sedangkan didaerah dataran rendah seperti pantai terjadi pukul 06:00 WIB sebesar 26,81°C.

3. Nilai kelembaban relatif udara di daerah pesawaran rendah pada siang hari saat suhu mencapai maksimum dan meningkat pada malam hari saat suhu minimum.


(3)

84

4. Semakin tinggi suhu udara pada suatu daerah maka kelembaban udara disekitar daerah tersebut semakin rendah.

5. Jarak jangkauan pengiriman data modul RF APC 220 dalam kondisi line of

sight mencapai jarak 95 m data masih dapat menerima data dengan baik

sedangkan kondisi tidak line of sight hanya mencapai jarak 76,5 m.

B. SARAN

1. Untuk jangkah pengukuran suhu dan kelembaban udara yang lebih lebar (0-60°C) dan lebih linear dapat menggunakan sensor SHT7x serta sebaiknya sensor yang digunakan waterproof.

2. Digunakan lebih banyak lagi untuk inputan seperti ada input sensor hujan. 3. Untuk memperoleh jangkauan pengiriman data yang lebih luas, sebaiknya

sistem RF APC 220 mengunakan repeater.

4. Disarankan menggunakan kabel yang mempunyai daya hantar yang tinggi sehingga sensor dapat bekerja maksimal dalam hal penempatan posisi sensor.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Atmel. 2011. 8 Bit Atmel Microcontroller with 128Kbyte In-system

Programmable Flash Atmega128. Atmel Corporation. 386 hlm.

Achmadi, S. 2009. Penakar Curah Hujan Otomatis Dengan Data Logger

SD/MMC Berbasis SMS ( Short Message Services). Semarang.

Bejo, Agus. 2008. C&AVR Rahasia Kemudahan Bahasa C dalam Mikrokontroler

ATMega8535. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Cooper, George. 1986. Modern Communications and Spread Spectrum. McGraw Hillbook Company. Singapore.

Dam, Jeppe. 2011. Initial Development of An Autonomous Underwater Vehicle. Aalborg University. Denmark. Hal:30.

Gonzalez, L dan Fransisco. 2005. Model Of Photovoltaic Module in Matlab. 2do Congreso Ibero Americano de Estudiantes de Ingenieria Electrica.

Electronica Y Computation (II Cibelec 2005). (pp. 1-6). Perancis.

Handoko. 1994. Klimatologi Dasar Landasan Pemahaman Fisika Atmosfer dan

Unsur-Unsur Iklim. PT dunia Pustaka Jaya. Bogor.

Kenny, T. 2005. Sensor Fundamental. Sensor Technology Handbook. Oxford. Elseiver.

Khoswanto, H., Tiang dan Guntoro. 2004. Odometer Digital untuk Kendaraan dengan Mikrokontroler MCS51. J Teknik Mesin 6 (1): 75-82.

Lakitan, Benyamin. 1994. Dasar-dasar Klimatologi. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Rudolf, Michael. 1995. Pengisi Baterai dan Akumulator. Solo :Aneka.

Novianta, M Andang. 2011. Sistem Data Logger Curah Hujan dengan Model Tipping Bucket Berbasis Mikrokontroler. Institut Sains dan Teknologi


(5)

Quaschning, V., 2004. Renewable Energy World. Science Publisher. German. Ristantono, Effendi, dan Fatoni. 2012. Desain dan Implementasi Kontroler PID

Logika Fuzzy pada Sistem Automatic Voltage Regulator (AVR) Gasoline Generator Set. Kapasitas 1 KVA Mesin 4-tak. Jurnal teknik POMITS. Vol.1, No.1 : 1-7.

Rizal, Gamayel. 2007. Pengertian Elektronik Digital Liquid Crystal Display. ITB.Bandung.

Rusminto Tjatur W. 2003. Solar Cell Sumber Energi Masa Depan yang Ramah Lingkungan. Berita Iptek. Jakarta.

Sarojo, Ganijanti Aby. 2011. Gelombang dan Optika. Salemba Teknika. Jakarta. Seiko Instrument Inc. 1987. Liquid Crystal Display Module M1632. User

Manual:Japan.

Sensirion. 2011. Datasheet SHT1x (SHT10, SHT11, SHT15) Humidity and

Temperature Sensor IC. Sensirion The Sensor Company. 12 hlm.

Setiawati, Defi. 2015. Sistem Telemetri Data Pergeseran Dari Sensor Potensiometer Menggunakan Radio Frekuensi APC220. (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung.

Shrader, Robert L. 1991. Komunikasi Elektronika Jilid 1 Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.

Suhana. 1994. Buku Tegangan Teknik Telekomunikasi. Pradya Paramita. Jakarta. Suryantoro, Dinang. 2014. Perancangan dan Implementasi sistem telemetri Suhu

Ruangan dengan Pemodulasian Teknologi Spread Spectrum Direct

Sequence. (Skripsi). Universitas Jember.

Susanto, Heri. 2013. Perancangan Sistem Telemetri Wireless untuk Mengukur Suhu dan Kelembaban Berbasis Arduino Uno R3 Atmega328p dan Xbee Pro. (Skripsi). Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Susilo, D. 2010. 48 Jam Kupas Tuntas Mikrokontroler MC 551 Dan AVR. Andi. Yogyakarta.

Apin, Rudi Prayitno. 1997. Sistem Telemetri Digital. Yogyakarta. Institut Sains dan Teknologi Iakprind Yogyakarta.

Vitallenko, Flash. 2012. Prototipe Alat Pengukur Suhu dan Kelembaban Berbasis Web. (Skripsi). Universitas Sebelas Maret. Jakarta.


(6)

Wahjono, Heru Dwi. 2008. Sistem Menejemen Komunikasi Data Jarak Jauh Berbasis Teknologi Sms dan Radio Telemetry untuk Pemantauan Kualitas Air. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Vol. 4, No. 1.

Warsito. 2013. Sistem Sensor Seri Akuisisi Data. Fisika FMIPA Universitas Lampung. Lampung. Hal : 1-2.

Wisnubroto,S,S.S.L Aminah, dan M Nitisapto. 1982. Asas-asas Meteorologi

Pertanian Depertemen Ilmu-ilmu Tanah Fakultas Pertanian. UGM.

Yogyakarta.