Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Dan Angkatan Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Dairi

(1)

67

PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI

DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI KABUPATEN DAIRI

TESIS

Oleh

SWANTO SITAKAR

097018025/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA


(2)

68

PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI

DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI KABUPATEN DAIRI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SWANTO SITAKAR

097018025/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

69 Judul Tesis : PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH,

INVESTASI DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAIRI

Nama Mahasiswa : Swanto Sitakar Nomor Pokok : 097018025

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Rujiman, MA) (Dr. Jonni Manurung, MS Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Sa’ad Afifuddin, M.Ec) (Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang, MSIE)


(4)

70 Telah diuji pada

Tanggal : 12 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Dr. Rujiman, MA

Anggota : 1. Dr. Jonni Manurung, MS 2. Prof. Dr. Sya’ad Afifudin, M.Ec

3. Dr. Murni Daulay, SE, M.Si 4. Dr. HB. Tarmizi, SU


(5)

71 PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI

DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAIRI

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun. Sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam referensi. Dan apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar maka saya sanggup menerima hukuman/sanksi apapun sesuai peraturan yang berlaku.

Medan, Agustus 2012 Penulis


(6)

72 PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI

DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi dan angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.Pengumpulan data diperoleh dari data sekunder yang diperoleh dari BPS Kabupaten Dairi. Adapun data yang digunakan adalah data PDRB, pengeluaran pemerintah, investasi serta angkatan kerja. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah dan angkatan kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi, sedangkan investasi mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi. Variabel yang mempunyai pengaruh positif dan signifikan tersebut mengindikasikan adanya peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan variabel yang berpengaruh positif dan tidak signifikan tersebut mengindikasikan kurangnya peranan terhadap pertumbuhan ekonomi pada α = 5%. Secara serempak (simultan) variabel yang digunakan berpengaruh signifikan pada α = 5% terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.

Kata Kunci: Pengeluaran Pemerintah, Investasi, Angkatan Kerja, Pertumbuhan Ekonomi.


(7)

73 EFFECT OF GOVERNMENT EXPENDITURES,

INVESTMENTSON GROWTH AND WORK FORCEDISTRICT ECONOMIC

ABSTRACT

The purpose of this study to analyze the effect of government spending, investment and labor force to economic growth in Dairi regency. Data collection was obtained from the secondary data obtained from the BPS Dairi. The data used is data GDP, government spending, investment and workforce. The model used in this research is econometric model with Ordinary Least Square method (OLS). The results of this study indicate that the variable expenditure and labor force have a positive and significant impact on economic growth Dairi, while investment has a positive and significant effect on economic growth Dairi. The variables that have a positive and significant effect, indicating an increase in economic growth, while the variables that have a positive and significant, indicating a lack of economic growth in the role of α = 5%. Simultaneously (simultaneous) use variables significant at α = 5% economic growth Dairi. Keywords: Government Spending, Investing, Labor Force, Economic Growth.


(8)

74 KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan hikmat dan hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi dan Jumlah Penduduk Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Dairi ” sebagai tugas akhir pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian tesis ini. Secara khusus, penulis haturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Rujiman, MA, sebagai Pembimbing I, dan Dr. Jonni Manurung, MS, sebagai Pembimbing II, yang banyak memberikan arahan, bimbingan dan dorongan pemikiran hingga tesis ini dapat selesai.

2. Bapak Prof.Dr.Sa’ad Afifudin ,M.Ec, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dengan arif dan bijaksana dapat mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang,MSIE selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan pegawai, khususnya pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama proses perkuliahan hingga penulis mampu menyelesaikan studi ini.

4. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 17 yang telah sama-sama berjuang dengan penulis, dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan banyak bantuan dan dukungan yang luar biasa.

5. Kedua orang tuaku Mardin Sitakar dan Nurti Boangmanalu, serta seluruh keluarga besarku yang ada di Sidikalang yang selama ini turut memberikan


(9)

75 dorongan moril dan materil hingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat menjadi lebih baik dan sempurna. Akhirnya penulis memohon agar Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dan semua pihak yang telah memberikan bantuannya selama ini.

Medan, Agustus 2012 Penulis,


(10)

76 RIWAYAT HIDUP

Nama : Swanto Sitakar

Tempat / Tanggal Lahir : Sidikalang, 24 Mei 1987

Alamat : Jl. Air Bersih, Sidikalang Kab. Dairi

Pekerjaan : PNS

Status : Belum Menikah

Nama Orang Tua Ayah

Ibu

: Mardin Sitakar : Nurti Boangmanalu Pendidikan

1. SD 2. SMP 3. SMA 4. D4 5. S2

: SD Negeri 2 Batang Beruh, Sidikalang : SMP Negeri 3 Sidikalang

: SMA Negeri 1Sidikalang : IPDN Jatinangor


(11)

77 DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 8

2.2. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik. ... 9

2.3. Teori pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Pemerintah Versi Keynes ... 15

2.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern ... 17

2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi. . 18

2.6. Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 19

2.6.1. Komponen Pendapatan dan Belanja Daerah. ... 24

2.7. Penelitian Sebelumnya. ... 30

2.8. Kerangka Konseptual. ... 33

2.9. Hipotesis ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Ruang Lingkup Penelitian... 34

3.2. Jenis dan Sumber Data. ... 34

3.3. Model Estimasi ... 34

3.4. Metode Pemecahan Data Insukrindo ... 35

3.5. Analisis Data ... 36

3.5.1. Uji Kesesuaian (Test Of Goodness Of Fit). ... 36

3.5.2. Koefisien Determinasi (R2) ... 38

3.5.3. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 38

3.6. Definisi Operasional Variabel. ... 41

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 42


(12)

78

4.1.1. Luas dan Letak. ... 42

4.1.2. Keadaan Alam dan Topografi ... 42

4.1.3. Visi dan Misi Kabupaten Dairi ... 43

4.1.4. Perkembangan Perekonomian Kabupaten Dairi ... 44

4.1.5. Metode Pemecahan Data Insukrindo ... 45

4. 2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 47

4.2.1. Perkembangan PDRB tahun 2004 : 1 Sampai tahun 2011 : 4... 48

4.2.2. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Tahun 2004 : 1 Sampai Tahun 2011 : 4 ... 50

4.2.3. Perkembangan Investasi Tahun 2004 : 1 Sampai Tahun 2011 : 4 ... 51

4.2.4. Perkembangan Angkatan Kerja Tahun 2004 : 1 Sampai Tahun 2011 : 4. ... 53

4. 3. Analisis Estimasi ... 56

4.3.1. Uji Kesesuaian (Goodness Of Fit) ... 56

4.3.2. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 58

4.4. Pembahasan ... 61

4.4.1. Pengeluaran Pemerintah ... 61

4.4.2. Investasi ... 62

4.4.3. Angkatan Kerja ... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

5.1. Kesimpulan ... 63

5.2. Saran. ... 63


(13)

79 DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1.1. Produk Domestik Regional Brutto atas Dasar Harga

Berlaku Kab. Dairi Menurut Lapangan Usaha Tahun

2002-2007 (Juta Rupiah) ... 4

4.1. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah, Perekonomian Dan Kependudukan Kabupaten Dairi Tahun 2003 Sampai dengan Tahun 2011... 45

4.2. Perkembangan PDRB Kabupaten Dairi Tahun Sampai Tahun 2011 (Ribu) ... 48

4.3. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Kabupaten Dairi 2004 : 1 Sampai Tahun 2011 : 4 ... 50

4.4. Perkembangan Investasi Kabupaten Dairi 2004 : 1 sampai dengan 2011 : 4. (Ribu) ... 52

4.5. Perkembangan Angkatan Kerja Kabupaten Dairi 2004 : 1 Sampai Dengan 2011 : 4. (Jiwa) ... 54

4.6. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Dairi ... 56

4.7. Hasil Estimasi Uji Multikolinieritas ... 59

4.8. Hasil Estimasi Uji Autokorelasi dengan LM Test ... 60


(14)

80 DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Model Pertumbuhan Solow. ... 12 2.2. Model Pertumbuhan Solow Dengan Perubahan Pada

Tingkat Tabungan ... 13 2.3. Model Pertumbuhan Solow dengan Perubahan Pada

Pertumbuhan iPenduduk ... 14 2.4.i Perpotongan Keynesian, Pergeseran ke atas dalam

Pengeluaran iPemerintah yang Direncanakan Sebesar ∆G

Meningkatkan Output iSebesar ∆G/(1-MPC). ... 15 2.5. Kerangka Konseptual. ... 33 4.1. Perkembangan PDRB Kabupaten Dairi Tahun 2004 : 1

2011 : 4 ... 49 4.2. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Kabupaten Dairi

Tahun 2004 : 1 Sampai Tahun 2011 : 4 ... 51 4.3. Perkembangan investasi Kabupaten Dairi Tahun 2004 : 1

Sampai Tahun 2011 : 4. ... 53 4.4. Perkembangan Angkatan Kerja Kabupaten Dairi Tahun


(15)

81 DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data Penelitian ... 67

2. Hasil Regresi ... 68

3. Uji Multikolinearitas ... 69

4. Uji Autokorelasi ... 70


(16)

72 PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI

DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi dan angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.Pengumpulan data diperoleh dari data sekunder yang diperoleh dari BPS Kabupaten Dairi. Adapun data yang digunakan adalah data PDRB, pengeluaran pemerintah, investasi serta angkatan kerja. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah dan angkatan kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi, sedangkan investasi mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi. Variabel yang mempunyai pengaruh positif dan signifikan tersebut mengindikasikan adanya peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan variabel yang berpengaruh positif dan tidak signifikan tersebut mengindikasikan kurangnya peranan terhadap pertumbuhan ekonomi pada α = 5%. Secara serempak (simultan) variabel yang digunakan berpengaruh signifikan pada α = 5% terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.

Kata Kunci: Pengeluaran Pemerintah, Investasi, Angkatan Kerja, Pertumbuhan Ekonomi.


(17)

73 EFFECT OF GOVERNMENT EXPENDITURES,

INVESTMENTSON GROWTH AND WORK FORCEDISTRICT ECONOMIC

ABSTRACT

The purpose of this study to analyze the effect of government spending, investment and labor force to economic growth in Dairi regency. Data collection was obtained from the secondary data obtained from the BPS Dairi. The data used is data GDP, government spending, investment and workforce. The model used in this research is econometric model with Ordinary Least Square method (OLS). The results of this study indicate that the variable expenditure and labor force have a positive and significant impact on economic growth Dairi, while investment has a positive and significant effect on economic growth Dairi. The variables that have a positive and significant effect, indicating an increase in economic growth, while the variables that have a positive and significant, indicating a lack of economic growth in the role of α = 5%. Simultaneously (simultaneous) use variables significant at α = 5% economic growth Dairi. Keywords: Government Spending, Investing, Labor Force, Economic Growth.


(18)

82 BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Dalam setiap perekonomian pemerintah perlu melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi pemerintah, membangun dan memperbaiki struktur, menyediakan fasilitas pendidikan dan kesehatan dan membiayai anggota polisi dan tentara untuk menjaga keamanan merupakan pengeluaran yang tidak terelakkan pemerintah (Sukirno, 2004). Dengan kata lain, pemerintah memiliki kewajiban mutlak dalam mengumpulkan sumber-sumber dana (penerimaan) untuk membiayai seluruh pengeluaran yaitu pengeluaran rutin (belanja rutin) dan pengeluaran pembangunan. Agar terwujud sasaran yang tepat dalam pengumpulan dana dan pembiayaan maka pemerintah menyusun Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Untuk tingkat daerah dinamakan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD).

Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat Kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang-undang No. 25 Tahun 1999 yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya kebijakan ini diperbaharui dengan dikeluarkannya undang-undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-undang-undang No. 33 tahun 2004. Kedua Undang-undang ini mengatur tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Kebijakan ini


(19)

83 merupakan tantangan dan peluang bagi pemerintah daerah (pemda) dikarenakan pemda memiliki kewenangan lebih besar untuk mengelola sumber daya yang dimiliki secara efesien dan efektif.

Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian daerah. Pemerintah daerah otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat (Undang-undang No. 32 Tahun 2004). Inti hakekat otonomi adalah adanya kewenangan daerah, bukan pendelegasian.

APBD terdiri dari penerimaan dan belanja daerah. Sumber-sumber penerimaan daerah yaitu pendapatan asli daerah, dana berimbang, dan penerimaan lain-lain yang sah. Sumber pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dalam daerah yang bersangkutan yang terdiri dari pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah atau sumbe daya alam dan lain-lain pendapatan yang sah. Dana berimbang merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari bagian daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, dan penerimaan Sumber daya Alam serta Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.

Belanja daerah adalah belanja yang tertuang dalam APBD yang diarahkan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Secara umum belanja daerah dapat dikategorikan ke dalam pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin merupakan belanja yang penggunaannya untuk membiayai kegiatan oprasional pemerintah daerah. Pengeluaran pembangunan merupakan belanja yang penggunaannya diarahkan dan dinikmati langsung oleh masyarakat.


(20)

84 Dengan dikelolanya APBD oleh pemerintah daerah masing-masing tanpa ada campur tangan pemerintah pusat dalam rangka perwujudan otonomi daerah atau desentralisasi fiskal. Pemerintah daerah lebih leluasa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya untuk mensejahterakan masyarakat di daerahnya. Pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan faktor non ekonomi. Faktor ekonomi seperti: sumber alam, akumulasi modal, organisasi, kemajuan teknologi, pembagian tenaga kerja dan skala produksi. Faktor non ekonomi seperti: sosial, manusia, politik dan admisnistratif. Pertumbuhan ekonomi ini dapat diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDRB). Dimana PDRB merupakan nilai tambah dari barang dan jasa yang dihasilkan dalam satu periode biasanya satu tahun.

PDRB kabupaten dairi seperti yang disajikan pada tabel 1.1 disumbang oleh beberapa sektor diantaranya pertanian, pertambangan dan penggalian, industri, pengolahan listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan persewaan dan jasa perusahaan serta jasa–jasa. Berdasarkan tabel 1.1 sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar bagi PDRB Kabupaten Dairi. Untuk meningkatkan pendapatan daerah maka peranan sektor-sektor lain seharusnya juga bisa ditingkatkan misalnya dengan meningkatakan proporsi pengeluaran pada sektor-sektor yang kontribusinya relatif kecil terhadap PDRB.


(21)

85 Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Brutto atas Dasar Harga Berlaku Kab.Dairi Menurut lapangan usaha Tahun 2002-2007 (Juta Rupiah)

No Lapangan Usaha

Tahun

2002 2003 2004 2005 2006 2007

1 an 1.023,125,75 1.048.318,68 1.105.959,81 1.159.009,48 1.194.240,72 1 229 018,89 2 Pertambangan

dan penggalian

1.075.85 1.120,07 1.156,58 1.198,67 1.244,48 1 292,42

3 i 4,578,25 4.719,4

4

4.961,54 5.223,70 5.497,95 5 826,83

4 Pengolahan Listrik,Gas dan Air Bersih

4.235.55 4.369,0 1

4.734,12 5.063,40 5.229,04 5 463,30

5 nan 51.251.35 51.491,

21

53.092,58 55.057,60 57.204,85 60 208,21

6 angan 175.452.26 183.64 8,72

196.940,55 211.734,47 229.248,25 252 396,36

7 ngkutan & Komunikasi

51.295.37 52.274, 25

55.903,44 59.237,66 63.123,01 67 968,04

8 Keuangan, Persewaan & jasa perusahaan

16.482.75 17.538, 51

18.192,58 18.780,21 19.452,88 20 572,90

9 Jasa-Jasa 101.925.15 102.30 1.17

110.293,37 118.838,18 128.890,06 147 055,50

PDRB 1.429.422,28 1.465.7

81,05 1.551.234,58 1.634.143,37 1.704.131,24 1 789 802,45 Sumber: Dairi dalam angka tahun 2008

Peningkatan pengeluaan pemerintah dan investasi diharapkan dapat meningkatkan keberimbangan antara sektor pertanian dan sektor lain yang peranannya relatif kecil terhadapa PDRB Kabupaten Dairi.

Menurut Keynes dalam Deliarnov (2003), pemerintah perlu berperan dalam perekonomian. Dari berbagai kebijakan yang dapat diambil Keynes lebih sering mengandalkan kebijakan fiskal. Dengan kebijakan fiskal pemerintah bisa mempengaruhi jalannya perekonomian. Langkah itu dilakukan dengan menyuntikkan dana berupa pengeluaran pemerintah untuk proyek-proyek yang mampu menyerap tenaga kerja. Kebijaksanaan ini sangat ampuh dalam


(22)

86 meningkatkan output dan memberantas pengangguran, terutama pada situasi saat sumber-sumber daya belum dimanfaatkan secara penuh.

Menurut Rostow dalam Jhingan (2007), yang menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan, rasio pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional relatif besar. Hal ini dikarenakan pada tahap ini pemerintah harus menyediakan berbagai sarana dan prasarana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah harus tetap diperlukan guna memacu ppertumbuhan agar dapat lepas landas. Sedangkan wagner mengukur perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap produk nasional. Wagner menanamkan hukum aktivitas pemerintah yang selalu meningkat (Law of Ever Increasing State Activity).

Pengeluaran pemerintah daerah merupakan salah satu faktor lain yang menetukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah yang terlalu kecil akan merugikan pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah yang boros akan menghambat pertumbuhan ekonomi tetapi pengeluaran pemerintah yang proporsional akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Kabupaten Dairi merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Sumatera Utara yang perekonomiannya lebih didukung oleh sektor pertanian. Pada tahun 2005 laju pertumbuhan atas dasar harga konstan Kabupaten Dairi sebesar 5,34 persen tahun 2006 laju pertumbuhan mengalami penurunan sebesar 4,28 persen dan mengalami peningkatan di tahun 2007 sebesar 4,89 persen. Belanja pemerintah daerah tahun 2005 untuk pengeluaran rutin sebesar Rp. 137.471.443.000..untuk pengeluaran pembangunan sebesar Rp. 61.579.937.000, pada tahun 2006 belanja pemerintah daerah mengalami peningkatan untuk


(23)

87 pengeluaran rutin sebesar Rp. 177.093.882.000. untuk pengeluaran pembangunan sebesar Rp. 150.900.518.00, pada tahun 2007 belanja mengalami peningkatan, pengeluaran rutin sebesar Rp. 200.121.000.000,. untuk pengeluaran pembangunan sebesar Rp. 200.904.000.000.

Dalam rangka merealisasikan program pembangunan ekonomi Kabupaten Dairi tentunya diperlukan tambahan modal (investasi) yang cukup untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang telah ditargetkan, Investasi ini berdasarkan sumbernya berasal dari investasi pemerintah dan swasta. Investasi pemerintah tercantum dalam APBD belanja pembangunan baik yang bersumber dari APBD II, APBD I, DAU, DAK dan dari penerimaan lainnya, investasi ini banyak digunakan untuk membangun sarana dan prasarana umum. Investasi swasta langsung digunakan pada kegiatan ekonomi produktif, investasi swasta dalam bentuk PMA, PMDN serta investasi dari masyarakat lainnya.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membuat penelitian ini dengan judul “Pengaruh Pengeluaran Rutin, Pengeluaran Pembangunan dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Dairi”

1.2. Perumusan masalah

Adapun perumusan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi?

2. Bagaimana pengaruh investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi?


(24)

88 3. Bagaimana pengaruh angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Dairi? 1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.

2. Untuk menganalisis pengaruh investasi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.

3. Untuk menganalisis pengaruh angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi.

2. Sebagai bahan masukan atau bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan atau menetapkan kebijakan tentang pertumbuhan ekonomi.

3. Dapat digunakan sebagai bahan studi atau tambahan literatur bagi mahasiswa/mahasiswi Sekolah Pasca Sarjana USU khususnya Magister Ekonomi Pembangunan.

4. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.


(25)

89 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Boediono, 1999 : 8). Pengertian tersebut mencakup tiga aspek, yaitu : proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, bukan gambaran ekonomi pada suatu saat. Mencerminkan aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu.

Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Dalam hal ini berkaitan dengan output total (GDP) dan jumlah penduduk, karena output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk. Jadi proses kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan melihat apa yang terjadi dengan output total disatu pihak, dan jumlah penduduk di pihak lain. Dengan perkataan lain, pertumbuhan ekonomi mencakup pertumbuhan GDP total dan pertumbuhan penduduk.

Aspek ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu jangka waktu suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila dalam waktu yang cukup lama (10, 20 atau 50 tahun, atau bahkan lebih lama lagi) mengalami kenaikan output per kapita. Tentu saja dalam waktu tersebut bisa terjadi kemerosotan output per kapita, karena gagal panen misalnya, tetapi apabila dalam waktu yang cukup panjang tersebut output per kapita menunjukkan


(26)

90 kecenderungan menaik maka dapat kita katakan bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi.

Beberapa ekonom berpendapat bahwa adanya kecenderungan menaik bagi output per kapita saja tidak cukup, tapi kenaikan output harus bersumber dari proses intern perekonomian tersebut. Dengan kata lain proses pertumbuhan ekonomi harus bersifat self-generating, yang berarti bahwa proses pertumbuhan itu sendiri menghasilkan kekuatan bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan dalam periode-periode selanjutnya.

2.2. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

Teori pertumbuhan Solow-Swan telah dikategorikan sebagai teori pertumbuhan neoklasik. Model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan (Mankiw, 2007). Dalam model ini, pertumbuhan ekonomi jangka panjang ditentukan secara exogen, atau dengan kata lain ditentukan di luar model. Model ini memprediksi bahwa pada akhirnya akan terjadi konvergensi dalam perekonomian menuju kondisi pertumbuhan steady-state yang bergantung hanya pada perkembangan teknologi dan pertumbuhan tenaga kerja. Dalam hal ini, kondisi steady-state menunjukkan equilibrium perekonomian jangka panjang (Mankiw, 2007).


(27)

91 Asumsi utama yang digunakan dalam model Solow adalah bahwa modal mengalami diminishing returns. Jika persediaan tenaga kerja dianggap tetap, dampak akumulasi modal terhadap penambahan output akan selalu lebih sedikit dari penambahan sebelumnya, mencerminkan produk marjinal modal (marginal product of capital) yang kian menurun Jika diasumsikan bahwa tidak ada perkembangan teknologi atau pertumbuhan tenaga kerja, maka diminishing return pada modal mengindikasikan bahwa pada satu titik, penambahan jumlah modal (melalui tabungan dan investasi) hanya cukup untuk menutupi jumlah modal yang susut karena depresiasi. Pada titik ini perekonomian akan berhenti tumbuh, karena diasumsikan bahwa tidak ada perkembangan teknologi atau pertumbuhan tenaga kerja.

Pertumbuhan ekonomi menurut model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa menuju pertumbuhan steady-state yang bergantung hanya pada perkembangan teknologi dan pertumbuhan tenaga kerja.

Kenaikan tingkat tabungan akan mengarah ke tingkat pertumbuhan ekonomi output yang tinggi hanya jika kondisi steady-state dicapai. Saat perekonomian berada pada kondisi steady-state, tingkat pertumbuhan output per pekerja hanya bergantung pada tingkat perkembangan teknologi. Hanya perkembangan teknologi yang bisa menjelaskan peningkatan standar of living yang berkelanjutan.


(28)

92 Model solow diawali dari fungsi produksi Y/L = F(K/L) dan dituliskan sebagai y = f(k), dimana y = Y/L dan k = K/L produksi ini menunjukkkan bahwa jumlah output per pekerja (Y/L) adalah fungsi dari jumlah modal per pekerja (K/L) fungsi produksi mengasumsikan diminishing return terhadap modal yang mencerminkan dari kemiringan dari fungsi produksi tersebut. Kemiringan fungsi produksi menggambarkan produk marjinal modal (marginal product of capital) yang menggambarkan banyaknya output tambahan yang dihasikan seorang pekerja ketika mendapatkan satu unit modal tambahan ( Mankiw, 2007). Model solow secara matematis sebagai berikut :

Δk = sf (k)-(n+ δ+g)k (2.1)

dimana :

y = f(k) = F(K/L)

n = tingkat pertumbuhan penduduk δ = depresiasi

k = modal per pekerja = K/L y = output per pekerja = Y/L s = tingkat tabungan

g = tingkat perkembangan teknologi yang mengoptimalkan tenaga kerja Pada model Solow tanpa perkembangan teknologi, perubahan modal per pekerja ditentukan oleh tiga variabel berikut, yaitu investasi (s), pertumbuhan penduduk (n) dan depresiasi atau penyusutan (δ).


(29)

93

sf(k) = (n + δ+ g) k

(2.2)

Pada kondisi steady-state, output per tenaga kerja dan konsumsi per tenaga kerja masing- masing adalah

) (k f y= (2.3A) i y C = −

) ( )

(k sf k

f − = k g n k

f( )−( + + )

= δ

(2.3B)

Pada kondisi golden-rule, diketahui bahwa produk marginal modal per tenaga kerja adalah

k g n

MPK =( +δ + )

Secara grafik, model pertumbuhan solow( tanpa perkembangan teknologi)

Sumber: N.Gregory Mankiw ( MakroEkonomi edisi delapan) Gambar 2.1. Model Pertumbuhan Solow y,i

k (n + δ+ g) k

y = f(k) i = sf (k)


(30)

94 Jika sf (k) > (n+ δ+g)k , atau jika tabungan lebih besar daripada tingkat pertumbuhan penduduk ditambah tingkat depresiasi dan kemajuan teknologi, maka modal per pekerja (k) akan naik. Kondisi ini dikenal sebagai capital deepening. Sementara capital widening merujuk pada kondisi saat modal meningkat pada tingkatan yang hanya cukup untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk dan depresiasi.

Pada kondisi steady-state, output per pekerja adalah konstan. Namun demikian, output total tumbuh dengan kecepatan sama dengan pertumbuhan penduduk, yaitu n. Apabila modal per pekerja lebih kecil dari modal pekerja steady- state atau tabungan lebih besar dari modal yang dibutuhkan maka modal per pekerja naik menuju modal per pekerja steady state.

Ini menunjukkan capital deepening dan mendorong peningkatan output per pekerja. Apabila modal per pekerja lebih besar dari modal per pekerja steady state atau tabungan lebih kecil dari modal yang dibutuhkan maka modal per pekerja turun menuju modal per pekerja steady-state.

.

Sumber: N.Gregory Mankiw ( MakroEkonomi edisi delapan )

Gambar 2.2. Model Pertumbuhan Solow Dengan Perubahan pada Tingkat Tabungan


(31)

95 Apabila tingkat tabungan (s) naik maka modal per pekerja steady-state naik. Peningkatan modal per pekerja (k) akan meningkatkan output per tenaga kerja (y) dan konsumsi per pekrja (c).

Sumber: N.Gregory Mankiw ( MakroEkonomi edisi delapan )

Gambar 2.3. Model Pertumbuhan Solow dengan Perubahan pada Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk pada grafik diatas, kenaikan tingkat pertumbuhan penduduk dari n ke n1 menghasilkan garis capital widening baru (n1+d). Kondisi state tingkat per pekerja yang lebih rendah dibandingkan kondisi steady-state awal titik B, memiliki tingkat modal per pekerja yang lebih rendah dibandingkan kondisi steady-state awal di titik A. Model Solow memprediksi bahwa perekonomian dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi akan memiliki tingkat modal per pekerja yang lebih rendah dan karenanya pendapatan yang lebih rendah pula.

Ada dua masalah dalam perhitungan besarnya perbedaan pendapatan berdasarkan perbedaan modal. Pertama , perbedaan modal yang dibutuhkan adalah terlalu besar. Tidak ada bukti mengenai perbedaan pada stok modal. Kenyataan bahwa rasio modal-output adalah konstan terhadap waktu. Kedua, adalah perbedaan dalam output untuk modal yang berbeda tanpa perbedaan tenaga


(32)

96 kerja efektif akan berimplikasi pada keragaman yang sangat besar pada tingkat pengembalian terhadap modal. Jika pasar bersifat kompetitif, tingkat pengembanlian terhadap modal adalah sama dengan produk marginal, f(k) dikurangi depresiasi.

2.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Pemerintah Versi Keynes Teori yang membahas mengenai hubungan pengeluaran pemerintah dengan pertumbu- han ekonomi diuraikan panjang lebar dalam The General Theory Keynes. Teori ini menguraikan bahwa pendapatan total perekonomian dalam jangka pendek, sangat ditentukan oleh keinginan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah untuk membelanjakan pendapatannya. Untuk memodelkan pandangan Keynesian mengenai pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertum- buhan ekonomi ini diilustrasikan dengan pemodelan yang disebut perpotongan Keynesian (Mankiw, 2007), seperti yang ditunjuk- kan pada gambar 1.

Gambar 2.4. Perpotongan Keynesian, Pergeseran ke atas dalam Pengeluaran Pemerintah yang Direncanakan Sebesar ∆G Meningkatkan Output Sebesar ∆G/(1-MPC)


(33)

97 Besarnya kenaikan output sebagai dampak dari kenaikan pengeluaran peme- rintah disebut pengganda pembelian peme- rintah (Government purchases multiplier) yang diukur dengan rasio ∆Y/∆G. Implikasi dari perpotongan Keynesian adalah bahwa kenaikan output (∆Y) lebih besar dari kenaikan pengeluaran pemerintah (∆G), hal ini di sebabkan karena adanya efek berantai yang ditimbulkan dari peningkatan penge- luaran pemerintah. Proses ini bermula dari perubahan awal pengeluaran pemerintah sebesar ∆G meningkatkan output ∆Y sebesar ∆G, peningkatan output atau pendapatan ini selanjutnya meningkatkan konsumsi masya- rakat sebesar MPC x ∆G, di mana MPC (Marginal Propensity to Consume) adalah kecenderungan mengkonsumsi marginal. Kenaikan dalam pendapatan yang kedua ini sekali lagi meningkatkan konsumsi sekarang sebesar MPC x (MPC x ∆G) dan seterusnya, sehingga angka pengganda ini merupakan seri geometri tidak terhingga. Secara aljabar pengganda pemerintah ini dapat dituliskan:

=

∆∆G

Y

1 + MPC + MPC 2 + MPC 3 + ... =

∆∆G

Y

1 /(1 − MPC) =

∆∆G

Y

G 1

1

MPC

(2.7)

Selanjutnya menurut (Loizides,et,al, 2005) menunjukkan bahwa pertumbuhan substansial dari besaran pengeluaran pemerintah baik di negara maju maupun pada negara berkembang ini sejak Perang Dunia II, dan pengaruhnya pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang (atau sebaliknya), telah banyak


(34)

98 menjadi subyek penelitian. Di sisi lain, studi pembiayaan publik telah diarahkan untuk mengidentifikasikan penye- bab pertumbuhan sektor publik. Hukum Wagner mengenai pengeluaran publik adalah salah satu usaha paling awal yang menekankan pertumbuhan ekonomi sebagai determinan mendasar dari pertumbuhan sektor publik. Sejumlah studi menemukan hubungan positif yang nyata antara pertumbuhan sektor publik dan pertumbuhan ekonomi hanya untuk negara berkembang tetapi bukan pada negara maju, yang lainnya malahan melaporkan hubungan negatif antara pembe- lanjaan pemerintah dan GNP.

2.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern

Meliputi teori pertumbuhan Rostow, Kuznet, dan Teori Harrod-Domar. Menurut Rostow (dalam Suryana, 2000 : 60) pembangunan ekonomi adalah suatu transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern, melalui tahapan: masyarakat tradisional, prasyarat lepas landas, lepas landas, tahap kematangan dan masyarakat berkonsumsi tinggi.

Kuznet (dalam Suryana, 2000 : 61) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kemampuan jangka panjang untuk menyediakan berbagai jenis barang ekonomi yang terus meningkat kepada masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan teknologi, institusional dan ideologis yang diperlukannya.

Harrod-Domar (dalam Suryana, 2000 : 62) mengembangkan analisa Keynes yang menekankan tentang perlunya penanaman modal dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Setiap usaha ekonomi harus menyelamatkan proporsi tertentu dari pendapatan nasional yaitu untuk menambah stok modal yang akan digunakan dalam investasi baru. Menurut Harrod-Domar terdapat hubungan


(35)

99 ekonomi yang langsung antar besarnya stok modal ( C ) dan jumlah produksi nasional ( Y ).

COR S

Growth= (2.8)

dimana :

Growth = Pertumbuhan S = Saving

COR = Capital Output Ratio

2.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor, faktor ekonomi dan non ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung pada sumber alamnya, sumberdaya manusia, modal, usaha, teknologi dan sebagainya. Semua itu merupakan faktor ekonomi. Namun pertumbuhan ekonomi tidak mungkin terjadi selama lembaga sosial, kondisi politik, dan nilai-nilai moral dalam suatu bangsa tidak menunjang. Di dalam pertumbuhan ekonomi, lembaga sosial, sikap budaya, nilai moral, kondisi politik dan kelembagaan merupakan faktor non ekonomi.

Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama yang mempengaruhi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi jatuh atau bangunnya merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi di dalam faktor produksi tersebut. Beberapa faktor ekonomi yang turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah: sumber daya alam, akumulasi modal, organisasi, kemampuan teknologi, pembagian kerja dan skala produksi.


(36)

100 Faktor-faktor non ekonomi bersama-sama faktor ekonomi saling mempengaruhi kemajuan perekonomian. Faktor non ekonomi juga memiliki arti penting di dalam pertumbuhan ekonomi. Beberapa faktor non ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan terdiri dari :

1. Faktor Sosial. Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

2. Faktor Manusia. Sumber Daya Manusia merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi.

3. Faktor Politik dan Administratif. Struktur politik dan administrasi yang lemah merupakan penghambat besar bagi pembangunan ekonomi negara terbelakang.

Menurut Nurkse (dalam Jhingan, 1995 : 93) : “Pembangunan ekonomi berkaitan dengan peranan manusia, pandangan masyarakat, kondisi politik, dan latar belakang histories”. Didalam Pertumbuhan ekonomi, faktor sosial, budaya, politik dan psikologis adalah sama pentingnya dengan faktor ekonomi.

2.6. Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Data ekonomi merupakan sumber informasi sistematik untuk dapat mengukur sejauhmana perkembangan aktivitas ekonomi suatu negara. Suatu data yang akurat diharapkan dapat menggambarkan suatu kondisi statistik perekonomian. Statistik ini digunakan oleh para ahli ekonomi untuk mempelajari perekonomian dan oleh para pengambil keputusan untuk mengawasi pembangunan ekonomi dan merumuskan kebijakan-kebijakan yang tepat.


(37)

101 Dalam konsep dasar ekonomi makro indikator yang digunakan dalam mengukur pertumbuhan ekonomi, adalah produk domestik bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu (Mankiw, 2006: 19).

Dalam konsep regional Produk Domestik Bruto dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan indikator ekonomi makro suatu daerah, yang menggambarkan ada atau tidaknya perkembangan perekonomian daerah. Dengan menghitung PDRB secara teliti dan akurat baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai keberhasilan pembangunan di suatu daerah, yang memperlihatkan laju pertumbuhan ekonomi yang mewakili peningkatan produksi di berbagai sektor lapangan usaha yang ada (Saggaf, 1999: 15).

Berdasarkan rumusan pengertian di atas, maka dalam konsep regional, pertumbuhan ekonomi daerah adalah angka yang ditunjukkan oleh besarnya tingkat pertumbuhan produk domestik regional bruto suatu daerah yang diukur atas dasar harga konstan. Bagi suatu daerah provinsi, kabupaten/kota gambaran PDRB yang mencerminkan adanya laju pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dalam data sektor- sektor ekonomi yang meliputi pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan persewaan dan jasa perusahaan dan jasa- jasa lainnya. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari data konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal bruto, perubahan persediaan, ekspor dan impor. Sedangkan pertumbuhan ekonomi


(38)

102 daearah dirumuskan sebagai berikut:

100 1 1 X PED

Y

Y

Y

t t t − − − = (2.9) dimana :

PED = Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Yt = Produk Domestik Regional Bruto Periode Tertentu

Yt-1 = Produk Domestik Regional Bruto Periode Sebelumnya

Keseimbangan pendapatan daerah tanpa ekspor impor dirumuskan oleh persamaan :

Y = C + I + G (2.10)

Pengeluaran atau pembelian pemerintah daerah (G) dibiayai oleh penerimaan pemerintah daerah, yaitu pajak (T) setelah dikurangi transfer (Tr). Penerimaan pajak oleh pemerintah daerah akan mengurangi konsumsi (C), namun pemberian transfer (Tr) akan menambah konsumsi, sehingga konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan, pajak dan transfer, yaitu:

C = C (Y-T + Tr) (2.11)

Substitusi persamaan (2.11) ke (2.10) akan menghasilkan keseimbangan pendapatan daerah, yaitu:

Y = C ( Y - T + Tr ) + I + G (2.12)


(39)

103 serta pemberian transfer (Tr) terhadap pendapatan daerah ditunjukkan melalui proses multiplier belanja atau pembelian pemerintah dan penerimaan pemerintah, yaitu:

Y = C ( Y ) - C ( T ) + C(Tr) + I + G

.dTr dG dI

dY dC .dT dY dC .dY dY dC

dY= − + + +

(2.13)

Dalam konsep ekonomi makro dC/dY disebut Marginal Propensity to Consume (MPC), sehingga:

d Y = MPC d Y - MPC d T + MPC d Tr + d G +d I d Y - MPC d Y = - MPC d T + MPC d Tr + d G +d I d Y ( 1 - MPC ) = - MPC d T + MPCd Tr + d G+d I

dI MPC 1 1 dG MPC 1 1 dTR MPC 1 MPC dT MPC 1 MPC dY − + − + − − + − − = (dG dI) MPS 1 dTR MPS MPC dI MPS MPC + + + − = (2.14)

Dari persamaan (2.14) ditunjukkan bahwa peningkatan penerimaan atau pendapatan pemerintah (T) akan menurunkan pendapatan daerah, akan tetapi sebaliknya peningkatan transfer dan peningkatan belanja atau pembelian pemerintah akan meningkatkan pendapatan daerah.

Nilai dari - MPC/MPS disebut multiplier penerimaan atau pendapatan pemerintah dan 1/MPS disebut multiplier belanja atau pembelian pemerintah dan investasi. Analog dengan keseimbangan pendapatan nasional, keseimbangan pendapatan regional daerah atau PDRB dipengaruhi oleh pendapatan pemerintah


(40)

104 daerah dan belanja pemerintah daerah. Pendapatan daerah dibedakan menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer (PT), Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (LPYS). Sedangkan belanja daerah (BD) adalah alokasi belanja yang bersumber dari pendapatan daerah yang diyakini langsung mempengaruhi PDRB.

Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa kinerja keuangan daerah digambarkan oleh realisasi pendapatan daerah dan realisasi belanja daerah. Dari rumusan pendapatan nasional diketahui bahwa peningkatan pendapatan daerah akan menurunkan PDRB, sehingga peningkatan realisasi PAD akan menurunkan PDRB. Sedangkan peningkatan realisasi anggaran belanja daerah akan meningkatkan PDRB. Dengan kata lain, jika realisasi pendapatan daerah lebih besar dari realisasi belanja maka PDRB turun. Sebaliknya jika realisasi pendapatan lebih rendah dari realisasi belanja daerah maka PDRB akan naik. Pengaruh tingkat capaian belanja daerah terhadap PDRB adalah positif, di mana realisasi belanja daerah yang makin tinggi teralokasi terhadap 9 (sembilan) sektor ekonomi akan dapat memacu pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi tersebut.

Menurut hukum wagner, dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat (Mangkoesoebroto, 2001 : 173). Hukum tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

GpCt

>

GpCt-1

>

GpCt-2

> ……. >

GpCt-n


(41)

105 Keterangan :

GpC : Pengeluaran pemerintah per kapita

YpC : Produk atau pendapatan nasional per kapita t : indeks waktu (tahun)

Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat, yaitu : tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demografi, dan ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah (Dumairy, 1996 : 162).

Menurut Peacock dan Wiseman, perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tariff pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat.

2.6.1. Komponen Pendapatan dan Belanja Daerah

Secara garis besar pengelolaan keuangan daerah meliputi 2 (dua) bidang pokok, yaitu pengelolaan pendapatan daerah dan pengelolaan belanja daerah. Sumber-sumber pendapatan daerah meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer dan Lain-lain Pendapatan yang Sah. Sedangkan belanja daerah menurut sasaran alokasinya terdiri dari belanja operasi, belanja modal dan belanja tak terduga. Komponen-komponen Pendapatan Daerah adalah terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah.


(42)

106 Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Daerah (BUD) yang berasal dari potensi asli daerah yang bersangkutan sesuai kewenangan daerah tersebut. Penerimaan tersebut akan menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan menjadi hak pemerintah daerah serta tidak perlu dibayar kembali. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Selanjutnya menurut Pasal 6 ayat (2) Undang- Undang tersebut di atas, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah adalah meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi potonga ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah.

Dana perimbangan adalah penerimaan daerah dalam bentuk pendapatan transfer yaitu pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah yang bersumber dari transfer pemerintah atasan yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan ini meliputi Dana Bagi Hasil (DBH) pajak, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH-SDA), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Lain-lain Pendapatan yang Sah adalah pendapatan yang bersumber dari Pendapatan hibah, Pendapatan dana darurat dan Pendapatan lainnya. Namun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan pada Lampiran IVc diuraikan bahwa keseluruhan jenis pendapatan daerah tersebut di atas dikonversi dalam penyajian laporan keuangan


(43)

107 dikelompokkan menjadi:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah;

2. Pendapatan transfer yang terdiri dari pendapatan transfer dari pemerintah pusat (dana perimbangan) yang terdiri dari DBH-SDA, DAU dan DAK, transfer pemerintah pusat lainnya (dana otonomi khusus dana penyesuaian); transfer pemerintah provinsi yang terdiri dari pendapatan bagi hasil pajak dan pendapatan bagi hasil lainnya;

3. Lain-lain pendapatan yang sah yang terdiri dari pendapatan hibah, pendapatan dana darurat dan pendapatan lainnya.

Sedangkan komponen belanja daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 adalah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak terikat langsung dengan program dan kegiatan yang dipergunakan untuk mendanai belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, bagi hasil kepada provinsi, kabupaten/ kota dan pemerintah desa dan belanja tak terduga Belanja langsung adalah belanja yang terikat langsung dengan program dan kegiatan yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja modal.

Dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan keseluruhan jenis belanja daerah tersebut di atas dikonversi dalam penyajian laporan keuangan dikelompokkan menjadi belanja operasi, belanja modal, belanja tak terduga dan belanja transfer.


(44)

108 1. Belanja operasi yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja

bunga, belanja subsidi, belanja hibah dan belanja bantuan.

2. Belanja modal yang terdiri dari belanja tanah, belanja peralatan dan mesin, belanja gedung dan bangunan, belanja jalan irigasi dan jaringan, belanja aset tetap lainnya dan belanja aset lainnya.

3. Belanja tak terduga adalah belanja yang dianggarkan untuk mendanai kegiatan yang sifatnya darurat dan belum dapat diperkirakan sebelumnya. 4. Belanja transfer/bagi hasil ke desa yang meliputi bagi hasil pajak, bagi

hasil retribusi, bagi hasil pendapatan lainnya.

Reformasi dalam pengelolaan anggaran daerah adalah merupakan kebutuhan mendesak yang perlu dilakukan mengingat anggaran daerah sebagai rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam periode tertentu (satu tahun), selama ini belum mampu memberikan hasil secara optimal. Hal ini disebabkan karena selama ini anggaran daerah lebih merupakan instrumen pembinaan pemerintah atasan kepada pemerintah di bawahnya. Namun demikian di era reformasi, memang telah terlihat adanya perubahan yang mendasar dalam peran dan fungsi anggaran daerah seiring dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 32 dan 33 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dengan reformasi ini diharapkan anggaran daerah mampu memainkan perannya sebagai instrumen kebijakan dan instrumen manajemen bagi pemerintah daerah.

Menurut Jones (1996), sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Oleh karena itu, anggaran daerah harus mampu secara


(45)

109 optima difungsikan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.

Berdasarkan Organisasi Komunitas Perpustakaan Online Indonesia (diakses tanggal 18 Agustus 2010) dijelaskan bahwa kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum. Oleh karena itu ada 3 (tiga) bentuk kebijakan anggaran/politik anggaran yang dapat dilakukan sesuai kondisi perekonomian daerah, yaitu:

1. Anggaran defisit (defisit budget) atau disebut juga kebijakan fiskal ekspansif yaitu suatu bentuk kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi


(46)

110 sedang resesif.

2. Anggaran surplus (surplus budget) atau disebut juga kebijakan fiskal kontraktif yaitu suatu bentuk kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Sebaiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.

3. Anggaran berimbang (balanced budget), yaitu suatu bentuk kebijakan anggaran di mana pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.

Uraian di atas menunjukkan bahwa kebijakan fiskal adalah kebijakan yang tidak terlepas dari kebijakan anggaran dengan titik berat pada kebijakan penerimaan dan pengeluaran. Dari sisi kebijakan penerimaan misalnya, selain upaya meningkatkan PAD, pemerintah daerah juga diharapkan mampu mengelola seluruh pendapatan dan pengeluaran atau belanja daerahnya. Hal ini dapat dinyatakan sebagai suatu prestasi dan merupakan salah satu ukuran kinerja pemerintah daerah tersebut. Ukuran kinerja dari sisi ini dilihat dengan membandingkan antara rencana atau target pendapatan maupun pengeluaran atau belanja daerah untuk berbagai kegiatan dan program dengan realisasinya.


(47)

111 2.7. Penelitian Sebelumnya

Siti Aisyah Tri Rahayu (2000). Dalam penelitiannya tentang pertumbuhan ekonomi di Indonesia, menyebutkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi di suatu daerah (ΔY) merupakan fungsi dari laju pertumbuhan angkatan kerja (ΔL), rasio investasi swasta PMA dan PMDN yang disetujui terhadap PDRB (IP), rasio investasi pemerintah daerah terhadap PDRB (IG), rasio pengeluaran/konsumsi pemerintah (belanja rutin) daerah terhadap PDRB ((G/Y) ΔG) dan rasio penerimaan pemerintah daerah yang berasal dari pajak daerah dan penerimaan non pajak terhadap PDRB (R/Y).

Arief Hadiono (2001) Dalam penelitiannya tentang pertumbuhan ekonomi di propinsi Jawa Tengah menggunakan data polling sampel populasi kab/kota di Jateng selama tahun 1994-1998 menyebutkan bahwa output suatu daerah (PDRB) merupakan fungsi dari investasi pemerintah, penyerapan tenaga kerja dan sarana angkutan umum.

Devarajan, Swaroop dan Zou (1996) mengemukakan bahwa di 43 negara berkembang selama 20 tahun menunjukkan peningkatan pengeluaran rutin dan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sebaliknya pengeluaran pembangunan menunjukkan pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Fadilah (2004) menemukan Pertumbuhan ekonomi tahun 2003 tumbuh 4,1 %, meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang tercatat sebesar 3,7 %. Seluruh komponen permintaan tumbuh positif, sehingga kontribusi komponen– komponen tersebut dalam pertumbuhan ekonomi juga meningkat.iSementara investasi dan ekspor, walaupun mulai menunjukkan pertumbuhan positif, namun


(48)

112 perannya sebagai penggerak perekonomian relatif masih terbatas. Pertumbuhan Ekonomi di negara Indonesia, tidak dapat dilepaskan dari perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem perekonomian dunia. Liberalisasi perdagangan dan globalisasi ekonomi telah mempercepat laju pertumbuhan negara-negara tersebut. Perubahan tersebut yang disertai teknologi dan telekomunikasi telah mendorong berkurangnya hambatan hambatan lalu lintas barang dan modal antar negara.

Hanum (2004) yang menggunakan metode OLS ( Ordinary Least Square) antara lain menemukan bahwa untuk variabel pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Mulatip dan Brodjonegoro (2004) dalam jurnal yang berjudul ”Determinan Pertumbuhan Kota di Indonesia”. Dalam penelitian tersebut variabel yang digunakan antara lain yaitu, pertumbuhan kota sebagai variabel terikat. Sebagai variabel bebas yang digunakan yaitu, kepadatan penduduk, urbanisasi (primacy) dan lokalisasi (proporsi manufaktur), pendapatan dan pengeluaran pemerintah, dan tingkat pendidikan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kepadatan penduduk berpengaruh secara negatif terhadap pertumbuhan kota. Urbanisasi (primacy) dan lokalisasi (proporsi manufaktur) secara positif mempengaruhi pertumbuhan kota. Sedangkan pendapatan dan pengeluaran pemerintah secara agregat dan tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan kota. Tingkat pendidikan penduduk sebagai faktor kunci dalam pertumbuhan, berkorelasi positif dengan pertumbuhan kota. Kondisi ini menjelaskan pentingnya peran human capital baik pada level kota maupun level negara.


(49)

113 Ananta (2006) mengidentifikasi terhadap faktor determinan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah Propinsi Jawa Tengah. Studi ini menggunakan metode penelitian deduktif kuantitatif dengan menggunakan Path Analysis. Hasil studi ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan model diagram jalur sebelum krisis (1993-1996), saat krisis (1997-1999) dan setelah terjadi krisis (2000-2005). Pada periode analisis sebelum krisis faktor-faktor yang signifikan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Jawa Tengah adalah jumlah penduduk (1,01); teknologi (0,36); dan infrastruktur (0,27) dengan tingkat signifikansi 10%. Sedangkan variable tingkat pendidikan berpengaruh tidak langsung sebesar (0,27) melalui variable teknologi. Pada saat krisis faktor yang signifikan berpengaruh langsung adalah teknologi (0,49), sedang tingkat pendidikan (0,17) berpengaruh tidak langsung dan pada tingkat signifikansi 5%. Sementara setelah krisis faktor yang berpengaruh langsung adalah jumlah penduduk (0,96); teknologi (0,33); infrastruktur (0,32); dan investasi (0,31), sedangkan tingkat pendidikan berpengaruh secara tidak langsung (0,17) melalui teknologi pada tingkat signifikansi 10%. Variabel jumlah penduduk menjadi faktor dominan yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah, terutama untuk penduduk yang tinggal di perkotaan. Hal ini disebabkan karena terkait dengan terjadinya aglomerasi di kota-kota besar. Penduduk dan proses produksi ekonomi menumpuk di daerah perkotaan. Di sisi lain, penduduk perkotaan diuntungkan dengan adanya aglomerasi sehingga cenderung memiliki tingkat kesejahteraan yang baik dan menyebabkan tingkat konsumsi lebih tinggi. Sementara proses produksi sendiri diuntungkan dengan adanya kemudahan mencari pangsa pasar dan tenaga kerja.


(50)

114 2.8. Kerangka Konseptual

Dalam kerangka pemikiran perlu dijelaskan secara teoritis antara variabel bebas dan variabel terikat. Berdasar pada uraian sebelumnya maka kerangka pemikiran peneliti dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi (sebagai variabel terikat) yang dipengaruhi oleh pengeluaran rutin, pengeluaran pemerintah, dan investasi.

Gambar 2.5. Kerangka konseptual

2.9. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan kajian empiris yang telah dilakukan sebelumnya, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:

1. Pengeluaran pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.

2. Investasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi. 3. Angkatan kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Dairi.

Pengeluaran Pemerintah

Daerah Investasi Angkatan Kerja

Pertumbuhan Ekonomi


(51)

115 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengukur variabel–variabel yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi. Variabel–variabel yang akan diteliti terdiri atas variabel terikat (dependent variable) yaitu pengeluaran pemerintah, angkatan kerja dan investasi.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS provinsi Sumatera Utara yang meliputi data PDRB atas dasar harga konstan (ADHK), pengeluaran pemerintah, investasi dan angkatan kerja. Data penelitian ini merupakan data time series dari tahun 2003-2011.

3.3. Model Estimasi

Determinan tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi dalam kurun waktu 2003-2011 secara singkat dapat dijelaskan dengan fungsi sebagai berikut.

PED = f(G,I,AK)

Selanjutnya fungsi di atas dispesifikasi kedalam model estimasi dengan menggunakan model regresi linear berganda, yaitu :


(52)

116 Dimana :

PED : Pertumbuhan ekonomi yang di proxy dengn PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) harga konstan Kabupaten Dairi ( Juta Rupiah )

G : Pengeluaran pemerintah Kabupaten Dairi (Juta Rupiah) I : Investasi pemerintah Daerah Kabupaten Dairi (Juta Rupiah) AK : Angkatan kerja (jiwa)

L : logaritma natural β 0 : intersep (konstanta)

β1,β 2, β3 : koefisien regresi (kemiringan/slope)

µ : residual

Untuk ketepatan penghitungan sekaligus mengurangi human error, digunakan program komputer yang dibuat khusus untuk membantu pengolahan data statistik, yaitu program Eviews 4.1 dengan tingkat signifikansi pada level of confidence 95 persen atau α = 0.05.

3.4 . Metode Pemecahan Data lnsukrindo

Adapun data yang diambil merupakan time series dari tahun 2003 sampai tahun 2011, namun untuk memenuhi jumlah sampelnya maka data pertahun diubah menjadi pertriwulan dengan menggunakan metode pemecahan data menurut lnsukrindo dengan rumus sebagai berikut :

Y1 = ¼ { Yt + (-4.5/12 < Yt - Yt-1>)}

Y2 = ¼ { Yt + (-1.5/12 < Yt - Yt-1>)}


(53)

117 Y4 = ¼ { Yt + ( 4.5/12 < Yt - Yt-1>)}

dimana

Y1 = Nilai triwulan pertama

Y2 = Nilai triwulan kedua

Y3 = Nilai triwulan ketiga

Y4 = Nilai triwulan keempat

Yt = Nilai pada tahun yang dihitung

Yt-1 = Nilai pada tahun sebelumnya

Dengan menggunakan metode ini maka didapat data triwulan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2011 sehingga observasi yang didapat menjadi 32 observasi.

3.5. Analisis Data

3.5.1. Uji Kesesuain (Test Of Goodness Of Fit)

Uji Kesesuain (Test Of Goodness Of Fit) dilakukan berdasarkan uji t (partial test), uji F (over all tesst) dan perhitungan nilai koefisien Determinan (R2). Uji t dimaksudkan untuk melihat tingkat signifikansi pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk pengujian signifikansi ini, nilai t hitung dibandingkan dengan nilai t-tabel pada tingkat keyakinan dan derajat kebebasan (degree of freedom) tertentu. Rumus perhitungan uji-t, yaitu:

t = (β – β0) / Sβ dimana: t = nilai t-test


(54)

118 β0 = nilai koefisien variabel eksogen dengan hipotesa = 0

Sβ = standar error estimasi β

Untuk pengujian pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variable dependen, hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :

H0 : βi = 0 : Artinya variabel independen ke-i yang dihipotesiskan tidak

berpengaruh secara individu terhadap variabel dependennya.

Ha : β1,β2,β3 > 0 : Artinya variabel independen ke-i yang dihipotesiskan

berpengaruh secara individu terhadap variabel dependennya.

Apabila t-hitung ≥ t-tabel maka Ho ditolak, sebaliknya apabila t-hitung ≤ t -tabel maka Ho tidak ditolak.

Uji F digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh dari semua variabel bebas secara keseluruhan terhadap variabel tidak bebasnya. Disamping menguji berarti tidaknya variabel-variabel bebas secara bersamaan, uji F juga sekaligus menguji koefisien determinasinya (R ). Dengan demikian hasil uji F yang 2 signifikan akan menyebabkan nilai R yang diperoleh secara statistik tidak sama 2 dengan nol. Hipotesis yang digunakan adalah :

H0: semua variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh

terhadap variabel tidak bebasnya.

Ha: minimal salah satu variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel

tidak bebasnya.

Apabila hasil pengujian menunjukkan nilai F-hitung ≥ F-tabel maka Ho ditolak, sebaliknya apabila F-hitung ≤ F -tabel maka Ho tidak ditolak. Derajat bebas (df).


(55)

119 df untuk pembilang, N1 = k – 1, k adalah banyaknya parameter.

df untuk penyebut, N2 = n – k , n adalah banyaknya observasi.

3.5.2. Koefisien Determinasi (R2)

Perhitungan nilai koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan dari model yang dipakai. Koefisien determinasi (R2) yaitu angka yang menunjukan besarnya kemampuan varians atau penyebaran dari independen variable (variable bebas) yang menerangkan dependen variable (variabel terikat) atau angka yang menunjukan seberapa besar independen variable (variabel bebas) dapat menjelaskan dependen variable (variabel terikat).

Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara 0 hingga 1 (0 ≤ R 2 ≤1), dimana jika nilai koefisien mendekati 1, maka model tersebut dikatakan baik karena semakin dapat menjelaskan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

3.5.3. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Selain dilakukan uji statistika di atas, pada saat analisis regresi sering muncul beberapa masalah yang termasuk dalam pengujian asumsi klasik, yaitu ada tidaknya masalah normalitas, multikolinieritas dan autokorelasi. Penelitian yang dilakukan dalam penelitian memiliki dimensi waktu (time series) sehingga untuk uji asumsi klasik hanya akan dilakukan berkaitan dengan mutlikolinieritas, dan autokorelasi.

Uji normalitas berfungsi untuk mengetahui apakah kesalahan penggangu menunjukkan µ mempunyai nilai rata-rata yang sama dengan nol, tidak berkolerasi dan mempunyai varian yang konstan. Dengan asumsi ini Estimator atau penaksir akan memenuhi sifat-sifat yang diinginkan, seperti ketidakbiasaan


(56)

120 dan mempunyai varian yang minimum. Untuk mengetahui normal tidaknya faktor penggangu µ dilakukan dengan Jarque-Bera Test (J-B Test).

Uji menggunakan hasil estimasi residual dan probabilitas X2, yaitu dengan membandingkan nilai JB hitung atau X2 hitung dengan X2 tabel. Kriteria keputusan

sebagai berikut :

H0 : µ terdistribusi normal

Ha : µ tidak terdistribusi normal

1. Jika JB hitung > X2 tabel maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual µ I berdistribusi normal ditolak.

2. Jika nilai JB hitung < X2tabel maka Hipotesis yang menyatakan bahwa resodual µi

berdistribusi normal diterima.

3. Tahap uji Jarque Bera dengan menggunakan Eviews secara ringkas adalah sebagai berikut :

a. Formulasi hipotesis Ho = distribusi µi

Ha = distribusi µt tidak normal

b. Menentukan tingkat signifikan (α) c. Menentukan kriteria pengujian

Ho ditolak jika prob. JB < α, Ho diterima jika prob. JB>α d. Kesimpulan

Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan diantara variabel bebas. Salah satu cara untuk mendeteksi

multikolinieritas adalah dengan menguji koefisien korelasi (r) antar variabel independen.

Tanpa adanya perbaikan multikolinieritas tetap menghasilkan estimator yang BLUE karena masalah estimator yang BLUE tidak memerlukan asumsi tidak adanya korelasi antar variabel independen. Multikolinieritas hanya menyebabkan


(57)

121 kita kesulitan memperoleh estimator dengan standard error yang kecil (Widarjono, 2005)

Autokorelasi adalah adanya korelasi antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk

mendeteksi masalah autokorelasi adalah metode Bruesch-Godfrey atau yang lebih dikenal dengan uji Lagrange Multiplier (LM).

Mendeteksi terjadinya autokorelasi didasarkan pada probabilitas chi-square, yaitu :

Jika probability chi square > α = 5%, berarti Ho tidak ditolak Jika probability chi square ≤ α = 5%, berarti Ho ditolak Dimana :

Ho : tidak ada autokorelasi

H1 : ada autokorelasi

Jika probabilitas chi-square (X2) ≥ 5 persen maka Ho tidak ditolak atau tidak ada

autokorelasi. Sebaliknya jika probabilitas chi-square (X2) ≤ 5 persen maka Ho

ditolak atau terjadi autokorelasi.

3.6. Definisi Operasional Variabel

Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, untuk memberikan batasan penelitian memudahkan analisis, dijabarkan beberapa definisi operasional variabel, yakni sebagai berikut:

1. Pertumbuhan ekonomi adalah diproxy dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan tahun 2000 ( juta rupiah ).


(58)

122 2. Pengeluaran pemerintah adalah belanja yang penggunaannya untuk

membiayai kegiatan rutin dan pembangunan pemerintah daerah ( Juta rupiah).

3. Investasi (INV) adalah total investasi yang ditanamkan oleh investor baik dalam dan luar negri selama satu tahun ( juta rupiah).

4. Angkatan kerja (AK) adalah jumlah orang yang berada dalam usia kerja (jiwa).


(59)

123 BAB IV

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Wilayah Kabupaten Dairi 4.1.1. Luas dan Letak

Kabupaten Dairi mempunyai luas 191.625 Hektar yaitu sekitar 2,68 % dari luas Provinsi Sumatera Utara (7.160.000 Hektar). Kabupaten Dairi terletak sebelah Barat Laut Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Dairi yang terletak disebelah Barat laut Provinsi Sumatera Utara berbatasan dengan:

Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Tenggara (NAD) dan Kabupaten Karo Sebelah Selatan : Kabupaten Pak-pak Bharat

Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Selatan Sebelah Timur : Kabupaten Toba Samosir

Wilayah Kabupaten Dairi terdiri dari 15 Kecamatan dan 148 Desa, dan 8 kelurahan didiami oleh berbagai macam penduduk dengan beragam etnis/suku bangsa, agama dan budaya. Sidikalang merupakan Ibukota Kabupaten dairi sebagai pusat pemerintahan, jaraknya dengan kota-kota kecamatan sangat bervariasi antara 4 km sampai 10 km. Kota-kota kecamatan yang letaknya relatif jauh (diatas 10 km).

4.1.2. Keadaan Alam dan Topografi

Kabupaten Dairi sebagian besar terdiri dari dataran tinggi dan berbukit-bukit. Sebagian besar tanahnya didapati gunung-gunung dan bukit-bukit dengan kemiringan bervariasi sehingga terjadi iklim hujan tropis. Kota Sidikalang adalah


(60)

124 ibukota Kabupaten Dairi berada pada ketinggian 1.066 meter di atas permukaan laut.

Pada umumnya Kabupaten Dairi berada pada ketinggian rata-rata 700 s/d 1.250 m diatas permukaan laut. Sedangkan Kecamatan Tigalingga, Siempat Nempu dan Silima Pungga-Pungga terletak pada ketinggian antara 400 – 1.360 m diatas permukaan laut. Kecamatan Sumbul, Sidikalang, Parbuluan dan Tanah Pinem berada pada ketinggian 700- 1.600 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Dairi sebagian besar terdiri dari dataran tinggi yang bervariasi, dan sebagian besar merupakan pegunungan dan perbukitan.

Keadaan iklim Kabupaten Dairi pada umumnya beriklim subtropis pada daerah dengan ketinggian 400-1000 m di atas permukaan laut dan iklim dingin pada daerah ketinggian di atas 1000 m diatas permukaan laut.

Pertanian merupakan sektor utama yang mendukung perekonomian masyarakat Kabupaten Dairi, karena sebagian besar penduduknya adalah berusaha pada sektor ini. Sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Dairi, yaitu sebesar 70,08% (BPS Kabupaten Dairi, 2007). Dalam pengelompokan sektor ekonomi, sektor pertanian terdiri dari subsektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan.

4.1.3. Visi dan Misi Kabupaten Dairi VISI :

Meningkatnya kesejahtreraan masyarakat Kabupaten Dairi melalui pengembangan agribisnis yang berdaya saing.


(1)

147

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 2002. Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah.

Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Agustina, Vita. 2006. “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Kota Medan Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan”. Skripsi. Medan: Program Sarjana

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Boediono. 1988. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE

Brtakusumah, Deddy Supriady. 2002. Otonomi Penyelenggara Pemerintah

Daerah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Christi, Maria. 2005. “analisa Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap

Pertumbuhan ekonomi Indonesia”. Skripsi. Medan: Program Sarjana

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Deliarnov. 2007. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada.

Elmi, Bachrul. 2002. Keuangan Pemerintah daerah otonom di Indonesia. Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia.

Harahap, Budiansyah. 2005. “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Simalungun”. Skripsi. Medan:

Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Jhingan, M.L. 2007. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta:

RajaGrafindo Persada.

Kuncoro, mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Jakarta:

Erlangga.

Mahyadi, ahmad. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Analisis Data Empiris.

Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nining, 2004. “Peranan APBD Dalam Pertumbuhan Ekonomi Sumatera”. Skripsi.

Medan: Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Nopirin. 1994. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro & Mikro. Yogyakarta: BPFE

Yogyakarta.

Pratomo, Wahyu dan Paidi Hidayat. 2007. Pedoman Praktis Penggunaan Eviews

dalam Ekonometrika. Medan: Penerbit USU Press.

Rahmansyah, Armin. 2005. “Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-Provinsi Di Indonesia”. Tesis. Medan:

Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Sukirno, Sadono. 2006. Makroekonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga. Jakarta:

PT. Raja Grafindo persada.

Suparmoko. 2000. Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek, Edisi Kelima.

Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi.

Medan: Bumi Aksara.

Usman, Hardius dan Nachrowi D Nachrowi. 2002. Penggunaan Teknik

Ekonometrika. Jakarta: PT. rajaGrafindo Persada.

Yani, Ahmad. 2002. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah

di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

_____, Dairi Dalam Angka, Berbagai Tahun. Badan Pusat Statistik Sumatera

Utara.


(2)

148

Lampiran 1 Data Penelitian

No

Tahun

Pengeluaran

Pemerintah

Investasi

Angkatan

Kerja

PDRB Harga

Konstan

1

2003

163.196.021.131,27

8.392.780

64991

1.465.781,05

2

2004

176.085.127.757,00

10.298.690

66013

1.551.234,58

3

2005

196.974.234.382,73

11.876.320

67835

1.634.143,37

4

2006

327.994.400.048,74

14.986.800

69221

1.704.131,24

5

2007

370.418.427.774,12

16.324.675

70774

1.789.802,45

6

2008

467.291.950.314,88

18.482.850

72113

1.870.701,52

7

2009

455.902.250.452,26

23.487.850

73838

1.958.998,63

8

2010

487.883.816.871,92

25.092.850

75543

2.057.340,36

9

2011

514.757.339.412,68

39.379.100

77263

2.166.790,87

Sumber : BPS (2011)

Q

PDRB

Pengeluaran Pemerintah

Angkatan Kerja

Investasi

2004 :1 379797,38

42812928193,09

16408

2395993,44

2004 :2 385138,22

43618497357,20

16471

2515112,81

2004 :3 390479,07

44424066521,30

16535

2634232,19

2004 :4 395819,91

45229635685,41

16607

2753351,56

2005:1

400763,14

47285204849,52

16788

2821177,19

2005 :2 405944,94

48590774013,63

16902

2919779,06

2005 :3 411126,74

49896343177,74

17016

3018380,94

2005 :4 416308,54

51201912341,84

17129

3116982,81

2006 : 1 419471,45

69715459481,00

17175

3455092,50

2006: 2 423845,69

77904219835,12

17262

3649497,50

2006 : 3 428219,93

86092980189,25

17349

3843902,50

2006 : 4 432594,17

94281740543,37

17435

4038307,50

2007 :1 439418,94

88627354344,28

17548

3955742,97

2007 :2 444773,39

91278856077,11

17645

4039360,16

2007 :3 450127,84

93930357809,95

17742

4122977,34

2007 :4 455482,29

96581859542,78

17839

4206594,53

008 :1

460091,09

107741094480,52

17903

4418383,59

2008 :2 465147,28

113795689999,32

17987

4553269,53

2008 :3 470203,48

119850285158,12

18070

4688155,47

2008 :4 475259,67

125904880316,92

18154

4823041,41

2009 :1 481471,80

115043346975,19

18298

5402743,75

2009 :2 486990,37

114331490733,77

18406

5715556,25

2009 3

492508,94

113619634492,36

18514

6028368,75

2009 :4 498027,51

112907778250,94

18621

6341181,25

2010 :1 505115,55

118972682366,14

18726

6122743,75

2010 :2 511261,91

120971530267,37

18833

6223056,25

2010 :3 517408,27

122970378168,59

18939

6323368,75

2010 :4 523554,63

124969226069,82

19046

6423681,25

2011 :1 531436,73

126169942114,97

19155

8505439,06

2011 :2 538277,39

127849537273,77

19262

9398329,69

2011 :3 545118,05

129529132432,57

19369

10291220,31

2011 :4 551958,70

131208727591,37

19477

11184110,94

Sumber : BPS (2011)


(3)

149

Lampiran 2 Hasil Regresi

Dependent Variable: LPDRB Method: Least Squares Date: 10/18/12 Time: 21:44 Sample: 2004:1 2011:4 Included observations: 32

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 15.59927 0.048860 319.2662 0.0000 G 1.83E-15 5.92E-16 3.095077 0.0044 AK 0.000113 3.17E-06 35.61648 0.0000 INV 2.19E-12 7.46E-12 0.293333 0.7714 R-squared 0.999314 Mean dependent var 17.63914 Adjusted R-squared 0.999240 S.D. dependent var 0.110429 S.E. of regression 0.003044 Akaike info criterion -8.634585 Sum squared resid 0.000260 Schwarz criterion -8.451368 Log likelihood 142.1534 F-statistic 13586.86 Durbin-Watson stat 0.834069 Prob(F-statistic) 0.000000


(4)

150

Lampiran 3 Uji Multikolinearitas

Dependent Variable: G

Method: Least Squares Date: 10/18/12 Time: 22:04 Sample: 2004:1 2011:4 Included observations: 32

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -7.07E+13 7.91E+12 -8.929186 0.0000 AK 4.65E+09 4.94E+08 9.415124 0.0000 INV -6365.050 2018.918 -3.152704 0.0037 R-squared 0.914220 Mean dependent var 9.37E+12 Adjusted R-squared 0.908304 S.D. dependent var 3.15E+12 S.E. of regression 9.55E+11 Akaike info criterion 58.09611 Sum squared resid 2.64E+25 Schwarz criterion 58.23352 Log likelihood -926.5378 F-statistic 154.5367 Durbin-Watson stat 0.422241 Prob(F-statistic) 0.000000 Dependent Variable: AK

Method: Least Squares Date: 10/18/12 Time: 22:05 Sample: 2004:1 2011:4 Included observations: 32

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 15393.83 100.7156 152.8445 0.0000 INV 1.97E-06 2.40E-07 8.194162 0.0000 G 1.62E-10 1.72E-11 9.415124 0.0000 R-squared 0.965258 Mean dependent var 17894.09 Adjusted R-squared 0.962862 S.D. dependent var 924.8095 S.E. of regression 178.2220 Akaike info criterion 13.29300 Sum squared resid 921129.5 Schwarz criterion 13.43041 Log likelihood -209.6880 F-statistic 402.8626 Durbin-Watson stat 0.474759 Prob(F-statistic) 0.000000 Dependent Variable: INV

Method: Least Squares Date: 10/18/12 Time: 22:05 Sample: 2004:1 2011:4 Included observations: 32

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -5.48E+09 6.65E+08 -8.241891 0.0000 AK 355304.8 43360.72 8.194162 0.0000 G -4.01E-05 1.27E-05 -3.152704 0.0037 R-squared 0.895037 Mean dependent var 5.00E+08 Adjusted R-squared 0.887798 S.D. dependent var 2.26E+08 S.E. of regression 75773887 Akaike info criterion 39.21347 Sum squared resid 1.67E+17 Schwarz criterion 39.35088 Log likelihood -624.4154 F-statistic 123.6441 Durbin-Watson stat 0.400279 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

151

0 1 2 3 4 5 6 7

-0.02 0.00 0.02

Series: Residuals Sample 2004:1 2011:4 Observations 32

Mean 2.21E-15 Median 0.000608 Maximum 0.023530 Minimum -0.031069 Std. Dev. 0.014868 Skewness -0.303440 Kurtosis 2.108337

Jarque-Bera 1.551154 Probability 0.460438

360

400

440

480

520

560

04

05

06

07

08

09

10

11

PDRB

Lampiran 4 Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 5.570413 Probability 0.059911 Obs*R-squared 9.323834 Probability 0.055578

Lampiran 5 Uji Normalitas


(6)

152

40 60 80 100 120 140

04 05 06 07 08 09 10 11

G

2 4 6 8 10 12

04 05 06 07 08 09 10 11

I

16000 16500 17000 17500 18000 18500 19000 19500 20000

04 05 06 07 08 09 10 11