Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta dan Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara

(1)

  UNIV FAK MED VERSITAS S KULTAS EKO DAN AN INVE SUMATERA ONOMI NALISIS PE ESTASI SW PERTUM G Untu UTARA ENGARUH WASTA DA MBUHAN E D Nita Ekono Guna Mem k Mempero H PENGEL AN ANGKA EKONOMI SKRIPSI iajukan Ol

a V.P Sinab 07050111 omi Pemba menuhi Salah oleh Gelar Medan 2011 LUARAN P ATAN KER SUMATER I leh : bariba 1 angunan

h Satu Syar Sarjana Ek PEMERINT RJA TERH RA UTARA rat konomi TAH, HADAP A


(2)

 

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the influence of government expenditure, private investment, and labor force to the economic growth. This rsearch used time series data from 1989 until 2008. The method that used is Ordinary Least Square (OLS).

The estimated showed that government expenditure, private investment and labor force have positively influence to the economic growth in North Sumatera. Government expenditure and labor force have significant influence to the economic growth in North Sumatera but private investment has no significant to the economic growth in North Sumatera. The R-Square is 95%. It means that the independent variable able to explain the variable dependent is 95%, while the rest 5% are explained by variables are not include in estimation model. F-statistic is bigger than F-table (99,82338 > 5,29), it means that government expenditure, private investment, and labor force together affected on economic growth in North Sumatera, significantly at α = 1%.

Keywords: Economic Growth, Government Expenditure, Private Investment, and Labor Force

 


(3)

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data runtun waktu dari tahun 1989 sampai tahun 2008. Metode yang digunakan adalah regresi kuadrat terkecil.

Hasil estimasi memperlihatkan bahwa pengeluaran pemerintah, investasi swasta dan angkatan kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Pengeluaran pemerintah dan angkatan kerja berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara sedangkan investasi swasta berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Koefisien determinasi adalah sebesar 95%. Ini berarti variabel bebas secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel terikat sebesar 95%, sementara itu sisanya 5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model estimasi. F-hitung > F-tabel (99,82338 > 5,29), ini berarti bahwa pengeluaran pemerintah, investasi swasta dan angkatan kerja secara bersama-sama mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara yang signifikan pada α = 1%.

Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta, dan Angkatan Kerja

 


(4)

 

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di program strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi ini adalah “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta dan Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan pemikiran. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Inggrita Gusti Sari, Msi selaku dosen penguji I yang telah memberi saran dan masukan yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini.

5. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini.


(5)

 

6. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khusunya Departemen Ekonomi Pembangunan.

7. Teristimewa kepada Ibunda tersayang M. br Sitanggang atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya.

8. Buat saudara-saudaraku yang kukasihi bang Tommy, Ferry, dan Anggi. 9. Sahabat-sahabatku GMTJ (Agnes, Febri, Magdalena, Melia, Tisar, dan Tri)

10. Teman-teman seperjuangan Ida, Isnesia, Maria PS, Linda, Onny, Grace, Juni, Nova, Yurniawati, Vido, Epi, Sarah, Meigi, Isara, Ayu, Dwi, Ridho, Henry, Simon, Harly, Frans, Bona dan yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Januari 2011 Hormat Saya

Nita V.P Sinabariba 070501111

 


(6)

 

DAFTAR ISI

ABSTRACT ………... i

ABSTRAK ……….. ii

KATA PENGANTAR ………... iii

DAFTAR ISI ……….. v

DAFTAR TABEL ………. viii

DAFTAR GAMBAR ………. ix

DAFTAR LAMPIRAN ………. x

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Perumusan Masalah ……… 6

1.3 Hipotesis ………. 6

1.4 Tujuan Penelitian ……… 7

1.5 Manfaat Penelitian ……….. 7

BAB II URAIAN TEORITIS ………. 8

2.1 Pertumbuhan Ekonomi ………... 8

2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ……… 8

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempngaruhi Pertumbuhan Ekonomi ….. 9

2.1.3 Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi ………... 13

2.2 Produk Domestik Bruto (PDRB) ………. 19

2.2.1 Metode Perhitungan PDRB ……… 19


(7)

 

2.3 Pengeluaran Pemerintah ………... 21

2.3.1 Pengeluaran Rutin ………. 22

2.3.2 Pengeluaran Pembangunan ……… 23

2.3.3 Teori-Teori Pengeluaran Pemerintah ……… 24

2.4 Investasi Swasta ………. 28

2.4.1 Pengertian Investasi ……….. 28

2.4.2 Jenis-Jenis Investasi ……….. 29

2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi ……….. 32

2.5 Angkatan Kerja ………... 34

2.5.1 Pandangan Adam Smith ……….. 36

2.5.2 Pandangan Lewis ………. 36

2.5.3 Pandangan Fei-Ranis ……….. 37

BAB III METODE PENELITIAN ……….. 39

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ……….. 39

3.2 Jenis dan Sumber Data ………... 39

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………. 39

3.4 Pengolahan Data ………. 40

3.5 Model Analisis Data ………... 40

3.6 Test Goodness of Fit ……….. 42

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ………. 45

3.8 Definisi Operasional ……….. 47

BAB IV HASIL DAN ANALISIS ……… 48


(8)

 

4.2 Perkembangan Ekonomi di Sumatera Utara ……… 53

4.3 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah di Sumatera Utara ………... 57

4.4. Perkembangan Investasi Swasta di Sumatera Utara ... 60

4.5. Perkembangan Angkatan Kerja di Sumatera Utara ... 62

4.6. Analisis dan Pembahasan ………... 65

4.6.1. Interpretasi Model ………... 65

4.6.2. Test of Goodness Fit ... 67

4.6.3. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

5.1. Kesimpulan ... 75

5.2. Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

 


(9)

 

DAFTAR TABEL

No. TABEL JUDUL HALAMAN

4.1 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Menurut 51 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

4.2 Laju Pertumbuhan Riil PDRB Sumatera Utara 52 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2008

4.3 PDRB Sumatera Utara dan PDB Indonesia serta 53 Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2004-2008

4.4 Produk Domestik Regional Menurut Lapangan Usaha 56 ADHK Tahun 2000

4.5 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah di Sumatera 58

Utara Tahun 1989-2008

4.6 Perkembangan Investasi Swasta di Sumatera Utara 60

Tahun 1989-2008

4.7 Perkembangan Angkatan Kerja di Sumatera Utara 63

Tahun 1989-2008

4.8 Hasil Regresi 64

 


(10)

 

DAFTAR GAMBAR

No. GAMBAR JUDUL HALAMAN

2.1 Teori Pertumbuhan Klasik: Penduduk Optimum 15

2.2 Skema Angkatan Kerja 35

3.1 Uji F-statistik 42

3.2 Uji t-statistik 44

3.3 Kurva Durbin-Watson 45

4.1 Laju Pertumbuhan PDRB Sumatera Utara dan PDB Nasional 54

Tahun 2004-2008

4.2 Grafik Pengeluaran Pemerintah di Sumatera Utara 59

Tahun 1989-2008

4.3 Grafik Investasi Swasta di Sumatera Utara Tahun 1989-2008 61 4.4 Grafik Angkatan Kerja di Sumatera Utara Tahun 1989-2008 64

4.5 Kurva Uji F-statistik 67

4.6 Kurva Uji t-statistik terhadap nilai pengeluaran pemerintah 69 4.7 Kurva Uji t-statistik terhadap nilai investasi swasta 70 4.8 Kurva Uji t-statistik terhadap nilai angkatan kerja 71

4.9 Kurva Durbin-Watson 73

 


(11)

 

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN JUDUL

1 Data Variabel

    2 Hasil Regresi

3 Uji Multikolinearitas Pengeluaran Pemerintah (X1), Investasi Swasta (X2), dan Angkatan Kerja (X3)

4 Uji Multikolinearitas Investasi Swasta (X2),

Pengeluaran Pemerintah (X1) dan Angkatan Kerja (X3) 5 Uji Multikolinearitas Angkatan Kerja (X3),

Pengeluaran Pemerintah (X1), dan Investasi Swasta (X2)

 


(12)

 

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the influence of government expenditure, private investment, and labor force to the economic growth. This rsearch used time series data from 1989 until 2008. The method that used is Ordinary Least Square (OLS).

The estimated showed that government expenditure, private investment and labor force have positively influence to the economic growth in North Sumatera. Government expenditure and labor force have significant influence to the economic growth in North Sumatera but private investment has no significant to the economic growth in North Sumatera. The R-Square is 95%. It means that the independent variable able to explain the variable dependent is 95%, while the rest 5% are explained by variables are not include in estimation model. F-statistic is bigger than F-table (99,82338 > 5,29), it means that government expenditure, private investment, and labor force together affected on economic growth in North Sumatera, significantly at α = 1%.

Keywords: Economic Growth, Government Expenditure, Private Investment, and Labor Force

 


(13)

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi swasta, dan angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data runtun waktu dari tahun 1989 sampai tahun 2008. Metode yang digunakan adalah regresi kuadrat terkecil.

Hasil estimasi memperlihatkan bahwa pengeluaran pemerintah, investasi swasta dan angkatan kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Pengeluaran pemerintah dan angkatan kerja berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara sedangkan investasi swasta berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Koefisien determinasi adalah sebesar 95%. Ini berarti variabel bebas secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel terikat sebesar 95%, sementara itu sisanya 5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model estimasi. F-hitung > F-tabel (99,82338 > 5,29), ini berarti bahwa pengeluaran pemerintah, investasi swasta dan angkatan kerja secara bersama-sama mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara yang signifikan pada α = 1%.

Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta, dan Angkatan Kerja

 


(14)

 

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan melalui prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional, yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah yang berdaya guna dan berhasil guna dalam dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.

Pembangunan ekonomi suatu daerah pada hakekatnya merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sadar dan terus menerus untuk mewujudkan keadaan yang lebih baik secara bersama-sama dan berkesinambungan. Pembangunan ekonomi bertujuan untuk mencapai tingkat kemakmuran yang lebih tinggi.

Pembangunan adalah proses perubahan sistem yang direncanakan ke arah perbaikan yang orientasinya pada modernisasi pembangunan bangsa dan kemajuan sosial ekonomis (Basri, 2005:15). Menurut Todaro (2003: 93), pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan.

Salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana


(15)

 

aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam industri yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan dimasa yang akan datang. Pertumbuhan menjadi ukuran utama keberhasilan pembangunan, dan hasil pertumbuhan akan dapat dinikmati masyarakat paling bawah baik dengan sendirinya maupun campur tangan pemerintah.

Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah. Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor produksi yang selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya (Sukirno, 2008:9). Dalam analisis makro, tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah.

Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi secara rill dari tahun ke tahun tergambar melalui penyajian PDRB atas harga konsumen secara berkala, yaitu pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, sebaliknya apabila negatif menunjukkan terjadinya penurunan. Pertumbuhan biasanya disertai dengan proses sumber daya dan dana negara.

Pertumbuhan PDRB, sebagai tolak ukur pertumbuhan suatu ekonomi regional juga tidak bisa lepas dari peran pengeluaran pemerintah di sektor layanan publik.


(16)

 

Pengeluaran pemerintah daerah diukur dari total belanja rutin dan belanja pembangunan yang dialokasikan dalam anggaran daerah. Semakin besar pengeluaran pemerintah daerah yang produktif maka semakin memperbesar tingkat perekonomian suatu daerah. Pengeluaran konsumsi pemerintah yang terlalu kecil akan merugikan pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah yang proporsional akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran konsumsi pemerintah yang boros akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Pada umumnya pengeluaran pemerintah membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi.

Investasi juga merupakan indikator pertumbuhan ekonomi. Investasi merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tetapi juga investasi asing.

Penerimaan investasi dalam negeri maupun investasi asing merupakan salah satu pos penerimaan negara yang memberikan kontribusi cukup potensial dalam hal pembiayaan anggaran dan belanja negara. Laju pertumbuhan perekonomian yang didasarkan pada alur investasi positif menggambarkan gerak pacu positif dengan dukungan beberapa faktor penunjang lainnya. Pertumbuhan ekonomi dan hubungannya dengan keberlanjutan pembangunan diketahui bahwa peningkatan output sektor-sektor ekonomi riil dapat dibentuk melalui mekanisme pertambahan kapasitas produksi.

Harrod Domar menyatakan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi diperlukan investasi-investasi baru sebagai stok modal seperti Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Dengan adanya semakin banyak tabungan yang kemudian diinvestasikan, maka


(17)

 

akan semakin cepat terjadi pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi secara riil, tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada setiap tabungan dan investasi tergantung dari tingkat produktivitas investasi tersebut. (Todaro, 2000:81)

Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi adalah sumber daya manusia yang ada di suatu wilayah. Penduduk yang bertambah dari masa ke masa dapat menjadi pendorong maupun penghambat kepada pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja, dan pertambahan tersebut memungkinkan daerah itu menambah produksi. Suatu daerah dipandang menghadapi masalah kelebihan penduduk apabila jumlah penduduk adalah tidak seimbang dengan faktor-faktor produksi lain yang tersedia. Sebagai akibat dari ketidakseimbangan ini produktivitas marginal penduduk adalah rendah sekali.

Tenaga kerja merupakan suatu faktor yang mempengaruhi output suatu daerah. Angkatan kerja yang besar akan terbentuk dari jumlah penduduk yang besar. Namun pertumbuhan penduduk dikhawatirkan akan menimbulkan efek yang buruk terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti bahwa kelebihan jumlah penduduk tidak seimbang dengan faktor produksi lain yang tersedia dimana penambahan penggunaan tenaga kerja tidak akan menimbulkan penambahan dalam tingkat produksi. Menurut Todaro (2000:236) pertumbuhan penduduk yang cepat mendorong timbulnya masalah keterbelakangan dan membuat prospek pembangunan menjadi semakin jauh.

Selanjutnya dikatakan bahwa masalah kependudukan yang timbul bukan karena banyaknya jumlah anggota keluarga, melainkan karena mereka terkonsentrasi pada daerah perkotaan saja sebagai akibat dari cepatnya laju migrasi dari desa ke kota. Namun demikian jumlah penduduk yang cukup dengan tingkat pendidikan yang tinggi dan


(18)

 

memiliki skill akan mampu mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Dari jumlah penduduk usia produktif yang besar maka akan mampu meningkatkan jumlah angkatan kerja yang tersedia dan pada akhirnya akan mampu meningkatkan produksi output di suatu daerah.

Untuk mengukur maju tidaknya perekonomian daerah sebagai hasil dari program pembangunan daerah yaitu dengan mengamati seberapa besar laju pertumbuhan ekonomi yang dicapai daerah tersebut yang tercermin dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Dalam rangka perkembangan ekonomi Sumatera Utara maka pemerintah harus melakukan pembangunan daerahnya sendiri. Pemerintah Sumatera Utara harus mampu memanfaatkan seluruh dana yang ada untuk pembangunan ekonomi Sumatera Utara. Dengan demikian dalam meningkatkan pembangunan ekonomi Sumatera Utara, pengeluaran pemerintah sangat penting demikian juga dengan investasi swasta dan sumber daya manusia yang turut berperan dalam menggairahkan iklim perekonomian.

Pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses yang mengukur keberadaan kegiatan ekonomi yang dilakukan dalam menciptakan output. Hal ini mengandung makna bahwa untuk menghasilkan sesuatu output dalam suatu proses produksi maka penggunaan faktor-faktor produksi akan sangat menentukan. Tentunya dilakukan dengan bertitik tolak kepada prinsip efisiensi sehingga memberikan hasil yang lebih bagi kepentingan pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Demikian pula keberadaan faktor-fakor produksi untuk memacu pertumbuhan ekonomi saling berkaitan penggunaanya dalam memacu pertumbuhan ekonomi.


(19)

 

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta dan Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara?

2. Bagaimana pengaruh investasi swasta terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara?

3. Bagaimana pengaruh angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara?

1.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang kebenarannya harus diuji. Berdasarkan permasalahan di atas maka sebagai jawaban sementara penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

1. Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, ceteris peribus.

2. Investasi swasta berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, ceteris paribus.

3. Angkatan kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, ceteris paribus.


(20)

 

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara

2. Untuk mengetahui pengaruh investasi swasta terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara

3. Untuk mengetahui pengaruh angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.

2. Sebagai masukan bagi pemerintah ataupun bagi instansi-instansi yang terkait. 3. Sebagai bahan studi dan tambahan literatur bagi mahasiswa/i ataupun peneliti


(21)

 

 

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Pertumbuhan Ekonomi

2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Simon Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologis, institusional (kelembagaan) dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada.

Defenisi ini memiliki 3 (tiga) komponen: pertama, pertumbuhan ekonomi bangsa terlihat dari meningkatnya terus menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian dibidang kelembagaan dan idiologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dapat dimanfaatkan secara tepat (Jhinghan, 2007:57).

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Perhatikan tekanannya pada tiga aspek, yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu “proses” bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat. Disini kita melihat aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Tekanannya pada perubahan atau perkembangan itu sendiri.


(22)

 

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang sangat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Dimana pertumbuhan ekonomi ini menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya aktivitas ekonomi adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor yakni faktor ekonomi dan faktor non ekonomi (Jhingan,2007:67).

1. Faktor Ekonomi

Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama yang mempengaruhi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi jatuh atau bangunnya merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi didalam faktor produksi tersebut.

a. Sumber Alam

Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan suatu perekonomian adalah sumber daya alam atau tanah. Tanah sebagaimana dipergunakan dalam ilmu ekonomi mencakup sumber daya alam seperti kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan hutan, mineral, iklim, sumber air, sumber lautan, dan sebagainya. Dalam dan bagi pertumbuhan ekonomi, tersedianya sumber daya alam secara melimpah merupakan hal


(23)

 

yang penting. Suatu negara yang kekurangan sumber alam tidak akan dapat membangun dengan cepat.

b. Akumulasi Modal

Faktor ekonomi kedua yang penting dalam pertumbuhan adalah akumulasi modal. Modal berarti persediaan faktor produksi yang secara fisik dapat direproduksi. Apabila stok modal naik dalam batas waktu tertentu, hal ini disebut akumulasi modal atau pembentukan modal. Dalam ungkapan Profesor Nurkse, “Makna pembentukan modal ialah, masyarakat tidak melakukan kegiatannya saat ini sekedar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumsi yang mendesak, tetapi mengarahkan sebagian daripadanya untuk pembuatan barang modal, alat-alat dan perlengkapan, mesin dan fasilitas pengangkutan, pabrik dan peralatannya. Dalam arti ini pembentukan modal merupakan investasi dalam bentuk barang-barang modal yang dapat menaikkan stok modal, output nasional dan pendapatan nasional. Jadi pembentukan modalmerupakan kunci utama menuju pembangunan ekonomi.

Proses pembentukan modal bersifat kumulatif dan membiayai diri sendiri serta mencakup tiga tahapan yang saling berkaitan. (a) keberadaan tabungan nyata dan kenaikannya; (b) keberadaan lembaga keuangan dan kredit untuk menggalakan tabungan dan menyalurkan ke jalur yang dikehendaki; (c) mempergunakan tabungan untuk investasi barang modal.

c. Organisasi

Organisasi merupakan bagian penting dari proses pertumbuhan. Organisasi berkaitan dengan penggunaan faktor produksi dalam kegiatan ekonomi. Organisasi


(24)

 

bersifat melengkapi (komplemen) modal, buruh dan membantu meningkatkan produktivitasnya. Dalam pertumbuhan ekonomi modern, para wiraswastawan tampil sebagai organisator dan pengambil resiko di antara ketidakpastian. Menurut Schumpeter, seorang wiraswastawan tidak perlu seorang kapitalis. Fungsi utamanya ialah melakukan pembaharuan (inovasi).

d. Kemajuan Teknologi

Perubahan teknologi dianggap sebagai faktor penting di dalam proses pertumbuhan ekonomi. Perubahan itu berkaitan dengan perubahan di dalam metode produksi yang merupakan hasil pembaharuan atau hasil dari teknik penelitian baru. Perubahan pada teknologi telah menaikkan prokduktifitas buruh, modal, dan faktor produksi yang lain.

e. Pembagian Kerja dan Skala Produksi

Spesialisasi dan pembagian kerja menimbulkan peningkatan produktivitas. Keduanya membawa ke arah ekonomi produksi skala besar yang selanjutnya membantu perkembangan industri.

2. Faktor Non ekonomi

Faktor non ekonomi bersama-sama faktor ekonomi saling mempengaruhi kemajuan perekonomian. Dalam kenyataan, faktor non ekonomi pada umumnya mempengaruhi faktor ekonomi yang dibicarakan diatas. Oleh karena itu, factor non ekonomi juga memiliki arti penting di dalam pertumbuhan ekonomi.


(25)

 

a. Faktor Sosial

Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pendidikan dan kebudayaan barat kearah penalaran (reasioning) dan skeptisme. Ia menanamkan semangat kembara yang menghasilkan berbagai penemuan baru dan akhirnya memunculkan kelas pedagang baru. Kekuatan faktor ini menghasilkan perubahan pandangan, harapan, struktur, dan nilai-nilai sosial. Orang dibiasakan menabung dan berinvestasi, dan menikmati risiko untuk memperoleh laba. Mereka mengembangkan apa yang oleh Lewis disebut, “hasrat untuk berhemat” dalam rangka memaksimumkan output berdasarkan input tertentu. Kebebasan agama dan ekonomi kian mendorong perubahan pandangan dan nilai sosial. Unit keluarga terpisah menggantikan sistem keluarga bersama; ini sangat membantu pertumbuhan ekonomi modern.

b. Faktor Manusia

Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tidak semata-mata tergantung pada sumber daya manusia saja tetapi lebih menekankan pada efisiensi mereka. Peningkatan GNP perkapita berkaitan erat dengan pengembangan faktor manusia sebagaimana terlihat dalam efisiensi atau produktivitas yang melonjak di kalangan tenaga buruh. Inilah yang oleh para ahli ekonomi modern disebut pembentukan modal insan, yaitu, ”proses peningkatan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan seluruh penduduk negara yang bersangkutan.” Proses ini mencakup kesehatan, pendidikan dan pelayanan sosial pada umumnya.

Tetapi jumlah penduduk yang melonjak cepat merupakan penghambat bagi pembangunan ekonomi. Dengan pendapatan perkapita dan tingkat pembentukan modal yang rendah, semakin sulit bagi negara terbelakang untuk menopang ledakan jumlah


(26)

 

penduduk tersebut. Sekalipun output meningkat sebagai hasil teknologi yang lebih baik dan pembentukan modal, peningkatan ini akan ditelan oleh kenaikan jumlah penduduk. Alhasil tak ada perbaikan dalam laju pertumbuhan nyata perekonomian.

c. Faktor Politik dan Administratif

Faktor politik dan administratif juga membantu pertumbuhan ekonomi modern. Pertumbuhan ekonomi negara-negara maju merupakan hasil dari stabilitas politik dan administrasi yang kokoh. Struktur politik dan administrasi yang lemah merupakan penghambat besar bagi pembangunan ekonomi negara terbelakang. Administrasi yang kuat, efisien, dan tidak korup, dengan demikian amat penting bagi pembangunan ekonomi.

2.1.3 Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi A. Teori Klasik

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu : jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan. Walaupun menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada banyak faktor, ahli-ahli ekonomi klasik terutama menitikberatkan perhatiaannya kepada pengaruh pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Ini berarti pertumbuhan ekonomi tidak akan terus menerus berlangsung. Pada permulaannya, apabila penduduk sedikit dan kekayaan alam relatif berlebihan, tingkat pengembalian modal dari investasi


(27)

 

yang dibuat adalah tinggi. Maka para pengusaha akan mendapatkan keuntungan yang besar. Ini akan menimbulkan investasi baru, dan pertumbuhan ekonomi terwujud. Keadaan seperti itu tidak akan terus menerus berlangsung. Apabila penduduk sudah terlalu banyak, pertambahannya akan menurunkan tingkat kegiatan ekonomi karena produktivitas setiap penduduk telah menjadi negatif. Maka kemakmuran masyarakat menurun kembali. Ekonomi akan mencapai tingkat perkembangan yang sangat rendah. Apabila keadaan ini dicapai, ekonomi dikatakan telah mencapai keadaan tidak berkembang (Stasionary State). Pada keadaan ini pendapatan pekerja hanya mencapai tingkat cukup hidup (subsistence). Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik setiap masyarakat tidak akan mampu menghalangi terjadinya keadaan tidak berkembang tersebut.

Berdasarkan kepada teori pertumbuhan ekonomi klasik di atas, dikemukakan suatu teori yang menjelaskan perkaitan di antara pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Teori tersebut dinamakan teori penduduk optimum.

Dari uraian mengenai teori pertumbuhan ekonomi klasik dapat dilihat bahwa apabila terdapat kekurangan penduduk, produksi marginal adalah lebih tinggi daripada pendapatan perkapita. Maka pertambahan penduduk akan menaikkan pendapatan perkapita. Akan tetapi apabila pemduduk sudah semakin banyak, hukum hasil lebih yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marginal akan mulai mengalami penurunan. Oleh karenanya pendapatan nasional dan pendapatan perkapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya.

Penduduk yang terus bertambah akan menyebabkan pada suatu jumlah penduduk yang tertentu produksi marginal telah sama dengan pendapatan perkapita. Pada keadaan


(28)

 

ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimum. Jumlah penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk optimum. Secara grafik teori penduduk optimum dapat ditunjukkan seperti dalam Gambar 2.1. Kurva Ypk menunjukkan tingkat pendapatan perkapita pada berbagai jumlah penduduk, dan M adalah puncak kurva tersebut. Maka penduduk optimal adalah jumlah penduduk sebanyak N0, dan pendapatan perkapita yang paling maksimum adalah Y0.

Gambar 2.1 Teori Pertumbuhan Klasik: Penduduk Optimum

B. Teori Schumpeter

Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha di dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori itu ditunjukkan bahwa para pengusaha merupakan golongna yang akan terus menerus membuat pembaharuan atau inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut meliputi: memperkenalkan barang-barang baru, mempertinggi efisiensi dalam memproduksikan suatu barang, memperluas pasar suatu

Y’PK 

YPK  M

N0  N1 

Jumlah penduduk Y0 

Y1  Pendapatan perkapita


(29)

 

barang ke pasaran-pasaran yang baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru dan mengadakan perubahan-perubahan dalam organisasi perusahaan dengan tujuan mempertinggi keefisienan kegiatan perusahaan. Berbagai kegiatan inovasi ini akan memerlukan investasi baru.

Di dalam mengemukakan teori pertumbuhannya Schumpeter memulai analisanya dengan memisahkan bahwa perekonomian sedang dalam keadaan tidak berkembang. Tetapi keadaan ini tidak akan berlangsung lama. Pada waktu keadaan tersebut berlaku, segolongan pengusaha menyadari tentang berbagai kemungkinan untuk mengadakan inovasi yang menguntungkan. Didorong oleh keinginan memperoleh keuntungan dari mengadakan pembaharuan tersebut, merekan akan meminjam modal dan akan melakukan peminjaman modal. Investasi yang baru ini akan meninggikan tingkat kegiatan ekonomi negara. Maka pendapatan masyarakat akan bertambah dan tingkat konsumsi menjadi bertambah tinggi. Kenaikan tersebut akan mendorong perusahaan-perusahaan lain untuk menghasilkan lebih banyak barang dan melakukan penanaman modal baru.

Menurut Schumpeter makin tinggi tingkat kemajuan suatu ekonomi semakin terbatas kemungkinan untuk mengadakan inovasi. Maka pertumbuhan ekonomi akan menjadi bertambah lambat jalannya. Pada akhirnya akan mencapai tingkat “keadaan tidak berkembang” atau “stationary state”. Akan tetapi berbeda dengan pandangan klasik, dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu dicapai pada tingkat pertumbuhan yang tinggi. Seperti telah diterangkan, menurut pandangan klasik tingkat tersebut dicapai pada waktu perekonomian telah berada kembali pada tingkat pendapatan subsisten, yaitu pada tingkat pendapatan yang sangat rendah.


(30)

 

C. Teori Harrod-Domar

Dalam menganalisis mengenai masalah pertumbuhan ekonomi, teori Harrod-Domar bertujuan untuk menerangkan syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh atau steady growth dalam jangka panjang. Teori Harrod-Domar didasarkan pada asumsi:

a. perekonomian bersifat tertutup

b. hasrat menabung (Marginal Provensity to Save) adalah konstan

c. proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale)

d. tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk.

Atas dasar asumsi tersebut Harrod Domar membuat analisis yang menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya biasa tercapai apabila terpenuhi syarat keseimbangan g = k = n. Dimana:

g = growth (tingkat pertumbuhan output) k = capital (tingkat pertumbuhan modal) n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja

Teori Harrod-Domar sangat perlu diperhatikan bagi daerah yang masih terbelakang karena pada daerah yang masih terbelakang biasanya barang modal sangat terbatas sehingga sulit untuk melakukan konversi antar barang modal dengan tenaga kerja. Untuk wilayah seperti ini, sektor yang hasil produksinya kurang menguntungkan untuk diekspor (karena biaya angkut tinggi atau tidak tahan lama) maka peningkatan produksi mengakibatkan produk tidak terserap oleh pasar lokal dan tingkat harga akan


(31)

 

turun sehingga merugikan produsen. Oleh karena itu sebaiknya pertumbuhan berbagai sektor diatur secara seimbang, sehingga peningkatan produksi di suatu sektor dapat diserap oleh sektor lainnya.

D. Teori Neo-Klasik

Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Solow (1970) dari Amerika Serikat dan Swan (1956) dari Australia. Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi. Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antar kapital (K) dan tenaga kerja (L). Dengan demikian, syarat-syarat adanya pertumbuhan yang mantap dalam model Solow-Swan kurang restriktif disebabkan kemungkinan substitusi antara modal dan tenaga kerja. Hal ini berarti adanya fleksibilitas dalam rasio modal output dalam rasio modal tenaga kerja. Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat menciptakan keseimbangan sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak mencampuri atau mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijaksanaan fiskal dan kebijaksanaan moneter. Hal ini membuat teori mereka dan pandangan para ahli lainnya yang sejalan dengan pemikiran mereka dinamakan teori neo-klasik.

Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber, yaitu akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktivitas perkapita meningkat. Teori neo-klasik sebagai penerus dari teori klasik menunjukkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna, perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama seperti dalam model ekonomi klasik,


(32)

 

kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan termasuk perpindahan orang, barang dan modal. Harus dijamin kelancaran arus barang, modal, tenaga kerja dan perlunya penyebaran luas informasi pasar.

2.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB digunakan untuk berbagai tujuan, tetapi yang terpenting adalah untuk mengukur kinerja perekonomian.

2.2.1. Metode Perhitungan PDRB 1. Metode Langsung

A. Pendekatan produksi

Pendekatan dengan cara ini dimaksudkan untuk menghitung netto barang dan jasa yang di produksi oleh seluruh sektor ekonomi selama setahun disemua wilayah. Barang dan jasa yang di produksi ini dimulai dari harga produsen yaitu harga yang belum termasuk biaya transport dan pemasaran karena biaya transport akan dihitung sebagai pendapatan sektor transport, sedang biaya pemasaran akan dihitung sebagai pendapatan sektor perdagangan.

Nilai barang dan jasa pada harga produsen ini merupakan nilai produksi bruto (NPB), sebab masih termasuk didalamnya biaya-biaya barang dan jasa-jasa yang dipakai dan dibeli dari sektor lain.

Untuk menghindari perhitungan dua kali (double account), maka biaya-biaya barang dan jasa-jasa harus dikeluarkan sehingga diperoleh nilai produksi netto atau disebut juga nilai tambah bruto (termasuk penyusutan dan pajak tidak langsung).


(33)

 

B. Pendekatan Pendapatan

PDRB dirumuskan jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi (berupa gaji dan upah, bunga, sewa dan laba) yang ikut serta dalam proses produksi suatu wilayah/region dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun, berdasarkan pengertian diatas, maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, anak keuntungan, semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya.

C. Pendekatan Pengeluaran

PDRB dihitung jumlah seluruh komponen pengeluaran akhir, meliputi pengeluaran konsumsi rumah tangga dan swasta yang tidak mencari keuntungan, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto serta ekspor netto (yaitu ekspor dikurangi impor) didalam suatu wilayah/region dengan jangka tertentu/setahun. Dengan metode ini, penghitungan NTB bertitik tolak pada penggunaan akhir dan barang dan jasa yang diproduksi.

2. Metode Tidak Langsung

Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah kedalam masing-masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan yang paling besar tergantung atau erat kaitannya dengan produktifitas kegiatan ekonomi tersebut.

Pemakaian masing-masing metode pendekatan sangat tergantung pada data yang tersedia. Pada kenyataannya, pemakaian kedua metode tersebut akan saling menunjang satu sama lain, karena metode langsung akan mendorong peningkatan kualitas data


(34)

 

daerah, sedangkan metode tidak langsung akan merupakan koreksi dalam pembanding bagi data daerah.

2.2.2. PDRB Menurut Harga Berlaku dan Harga Konstan

Pendapatan regional suatu propinsi dapat dipakai untuk mengukur kenaikan tingkat pendapatan masyarakat. Kenaikan itu dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu:

- Kenaikan pendapatan yang benar-benar dapat menaikkan daya beli penduduk (kenaikan riel).

- Kenaikan pendapatan yang disebabkan oleh karena inflasi, kenaikan pendapatan yang disertai kenaikan harga pasar tidak menaikkan daya beli penduduk dan kenaikan semacam ini merupakan kenaikan pendapatan yang semu (tidak riel).

Oleh karena itu berdasarkan kenyataan diatas, untuk mengetahui kenaikan pendapatan yang sebenarnya (riel) maka faktor inflasi harus dieliminir.

Pendapatan regional dengan faktor inflasi (faktor inflasi belum dihilangkan) merupakan pendapatan regional dengan harga yang berlaku. Sedangkan pendapatan regional dimana faktor inflasi tidak lagi diperhitungkan disebut dengan pendapatan regional atas harga konstan.

2.3. Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah merupakan salah salah satu aspek penggunaan sumber daya ekonomi yang secara langsung dikuasai dan dimiliki oleh pemerintah dan secara tidak langsung dimiliki oleh masyarakat melalui pembayaran pajak.


(35)

 

Pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan menjadi:

1. Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa-masa yang akan datang.

2. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat.

3. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang.

4. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga beli yang lebih luas.

Di Indonesia, pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menurut dua klasifikasi, yaitu:

a. pengeluaran rutin pemerintah, yaitu pengeluaran untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan roda pemerintahan sehari-hari. Termasuk dalam pengeluaran tutin adalah belanja pegawai, belanja barang, subsidi daerah otonom, bunga dan cicilan utang dan lain-lain.

b. pengeluaran pembangunan, yaitu pengeluaran untuk pembangunan, baik fisik, seperti jalan, jembatan, gedung-gedung dan pembelian kendaraan, maupun pembangunan non fisik spiritual seperti misalnya penataran, training dan sebagainya.

2.3.1 Pengeluaran Rutin

Anggaran belanja rutin memegang peranan yang penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktifitas, yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan


(36)

 

setiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi pengeluaran rutin perlu dilakukan untuk menambah besarnya tabungan pemerintah yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain dapat diupayakan melalui penajaman alokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksanaan pembelian barang dan jasa kebutuhan departemen/lembaga negara non-departemen. Dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap.

2.3.2 Pengeluaran Pembangunan

Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan, sehingga anggarannya selalu disesuaikan dengan dana yang berhasil dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang direncanakan dalam Repelita. Dalam Pelita I, misalnya pembangunan dititikberatkan pada sektor pertanian dan industri yang mendukung pertanian, dan dalam Pelita II tetap dititikberatkan pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku, dan seterusnya.

Selain membiayai pengeluaran sektoral melalui departemen/lembaga, pengeluaran pembangunan juga membiayai proyek-proyek khusus daerah yang dikenal sebagai proyek Inpres (Instruksi Presiden), baik yang dilaksanakan oleh pusat maupun masing-masing daerah. Proyek-proyek Inpres ini terdiri atas bantuan pembangunan desa, bantuan pembangunan Dati II, bantuan pembangunan Dati I, Inpres Sekolah Dasar, Inpres Kesehatan, Inpres Pemugaran Pasar, Inpres Penghijauan dan Inpres Jalan/Jembatan. Selain itu dilaksanakan proyek-proyek yang dibiayai oleh hasil penerimaan Pajak Bumi


(37)

 

dan Bangunan (PBB) yang penentuannya diserahkan kepada daerah. Besarnya alokasi anggaran untuk bantuan pembangunan daerah dipengaruhi oleh kemampuan keuangan negara serta beberapa faktor yang disesuaikan dengan masing-masing wilayah, seperti banyaknya penduduk dan luas wilayah. Dengan demikian proyek-proyek yang akan dibangun dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah, sejalan dengan pembangunan di daerah lain.

Sementara itu ada tiga pos utama pada sisi pengeluaran, yaitu: a. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa b. Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai

c. Pengeluaran pemerintah untuk pembayaran transfer.

2.3.3 Teori Teori Pengeluaran Pemerintah

A. Teori W.W. Rostow dan Musgrave

W.W. Rostow dan Musgrave menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yaitu tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total invetasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar tetap tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin besar. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, oleh karena peranan swasta semakin besar akan menimbulkan banyak


(38)

 

kegagalan pasar dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak. Selain itu pada tahap ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antarsektor yang semakin kompleks. Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri akan menimbulkan semakin tingginya pencemaran atau polusi. Pemerintah harus turun tangan untuk mengatur dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat.

Teori perkembangan peranan pemerintah yang dikemukakan oleh Musgrave dan Rostow adalah suatu pandangan yang ditimbulkan dari pengamatan berdasarkan pembangunan ekonomi yang dialami oleh banyak negara, tetapi tidak didasarkan oleh suatu teori tertentu. Selain itu tidak jelas apakah tahap pertumbuhan ekonomi terjadi dalam tahap demi tahap, ataukah beberapa tahap dapat terjadi secara simultan.

B. Pandangan Adolp Wagner

Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap GNP yang juga didasarkan pula pengamatan di negara-negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke 19. Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk suatu hukum, akan tetapi dalam pandangannya tersebut tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan GNP, apakah pengertian dalam pertumbuhan secara relatif ataukah secara absolute. Apabila yang dimaksud oleh Wagner adalah perkembangan pengeluaran pemerintah secara relatif sebagimana teori Musgrave, maka hukum Wagner adalah sebagai berikut: dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Dasar dari hukum


(39)

 

tersebut adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju, tetapi hukum tersebut memberi dasar akan timbulnya kegagalan pasar dan eksternalitas. Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian hubungan antara industri denagn industri, hubungan industri dengan masyarakat dan sebagainya menjadi semakin rumit dan kompleks. Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.

C. Pandangan Peacock dan Wiseman

Teori Peacock dan Wiseman didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai suatu tingkat kesediaanmasyarakat untuk membayar pajak. Tingkat toleransi pajak ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pemungutan pajak secara semena-mena.

Teori Peacock dan Wiseman adalah sebagai berikut: Perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah


(40)

 

juga semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah semakin besar. Apabila keadaan normal tersebut terganggu, misalnya karena adanya perang maka pemerintah harus memperbesar pengeluarannya untuk membiayai perang. Karena itu, penerimaan pemerintah dari pajak juga meningkat, dan pemerintah meningkatkan penerimaannya tersebut dengan cara menaikkan tarif pajak sehingga dana swasta untuk investasi dan konsumsi menjadi berkurang. Keadaan ini disebut efek pengalihan yaitu adanya suatu gangguan sosial yang menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Perang tidak bisa dibiayai dengan pajak, sehingga pemerintah juga harus meminjam dari negara lain untuk membiayai perang.

D. Pandangan Keynes

Keynes berpendapat tingkat kegiatan dalam perekonomian ditentukan oleh pembelanjaan agregat. Pada umumnya pembelanjaan agregat dalam suatu periode tertentu adalah kurang dari pembelanjaan agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat full employment. Keadaan ini disebabkan karena investasi yang dilakukan para pengusaha biasanya lebih rendah dari tabungan yang akan dilakukan dalam perekonomian full employment. Keynes berpendapat sistem pasar bebas tidak akan dapat membuat penyesuaian-penyesuaian yang akan menciptakan full employment. Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan kebijakan pemerintah.

Tiga bentuk kebijakan pemerintah yaitu kebijakan fiskal, moneter, dan pengawasan langsung. Kebijakan fiskal melalui pengaturan anggaran pengeluaran dan penerimaan pemerintah. Dalam masa inflasi biasanya kebijakan fiskal akan berbentuk


(41)

 

mengurangi pengeluaran pemerintah dan meningkatkan pajak. Sebaliknya apabila pengangguran serius maka pemerintah berusaha menambah pengeluaran dan berusaha mengurangi pajak. Kebijakan moneter dilakukan dengan mempengaruhi jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga. Pengawasan langsung dilakukan dengan membuat peraturan-peraturan.

2.4 Investasi Swasta

2.4.1 Pengertian Investasi

Investasi didefinisikan sebagai pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama dan menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan. Dengan perkataan lain, dalam teori ekonomi, investasi berarti kegiatan pembelanjaan untuk meningkatkan kapasitas memproduksi sesuatu dalam perekonomian. (Sukirno, 2000:366)

Investasi bersumber dari dana masyarakat yang ditabung dari lembaga-lembaga keuangan untuk kemudian disalurkan kepada perusahaan-perusahaan. Kalau konsumsi dikeluarkan rumah tangga untuk membeli barang-barang dan jasa untuk mendapatkan kepuasan (utility), maka investasi ditanamkan oleh perusahaan-perusahaan dalam usaha memperoleh laba atau profit yang sebesar-besarnya.

Investasi atau sering juga disebut penanaman modal merupakan pengeluaran perusahaan secara keseluruhan untuk membeli barang-barang modal riel, baik untuk mendirikan perusahaan-perusahaan baru maupun untuk memperluas usaha-usaha yang telah ada, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan


(42)

 

Dalam prakteknya, dalam usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu, yang digolongkan sebagai investasi meliputi pengeluaran/perbelanjaan yaitu:

1. Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan

2. Perbelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor, dan lainnya. 3. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang

yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun penghitungan pendapatan nasional.

Para pelaku investasi adalah pemerintahm, swasta, dan kerja sama antara pemerintah dan swasta. Investasi pemerintah umumnya dilakukan tidak dengan maksud mendapatkan keuntungan, tetapi tujuannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti jalan raya, jembatan, rumah sakit dan sebagainya. Bagi swasta lebih tertarik pada jenis investasi yang ditujukan untuk memperoleh laba yang biasanya didorong karena adanaya pertambahan pendapatan.

Adapun ciri-ciri dari barang-barang investasi antara lain: a. Memiliki manfaat yang umumnya lebih dari satu tahun

b. Nilainya relatif besar dibandingkan dengan nilai output yang dihasilkan

c. Manfaat dari penggunaan barang tersebut dapat dirasakan untuk jangka waktu yang panjang


(43)

 

2.4.2 Jenis-Jenis Investasi

Menurut Nasution (1998:105) secara umum di dalam pembangunan ekonomi terdapat 4 (empat) jenis investasi, yaitu:

a. Investasi yang terdorong (induced investment) dan Investasi otonom (autonomous investment)

Investasi yang terdorong (induced investment) yaitu investasi yang sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, baik itu pendapatan daerah maupun pendapatan pusat atau nasional. Investasi ini diadakan akibat adanya pertambahan permintaan, pertambahan permintaan yang mana adalah akibat pertambahan pendapatan. Jelasnya apabila pendapatan bertambah maka pertambahan permintaan akan digunakan untuk tambahan konsumsi, sedangkan pertambahan konsumsi pada dasarnya adalah tambahan permintaan, dan apabila ada tambahan permintaan maka akan mendorong berdirinya pabrik baru atau memperluas pabrik lama untuk dapat memenuhi tambahan permintaan tersebut.

Investasi otonom yakni investasi yang dilakukan oleh pemerintah karena disamping biayanya cukup besar juga investasi ini tidak memberikan keuntungan, dimana besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan, baik itu pendapatan daerah ataupun pendapatan pusat atau nasional tetapi dapat berubah karena adanya perubahan factor-faktor di luar pendapatan seperti tingkat teknologi, kebijaksanaan pemerintah, harapan para pengusaha dan sebagainya.

Investasi ini dilakukan secara bebas, artinya investasi ini diadakan bukan karena pertambahan permintaan efektif. Besarnya investasi otonom tidak tergantung pada besar kecilnya pendapatan nasional atau daerah. Investasi otonom berarti pembentukan modal


(44)

 

yang tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional. Dengan perkataan lain tinggi rendahnya pendapatan nasional tidak menentukan jumlah investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Contohnya investasi bendungan untuk saluran irigasi tidak akan memberikan keuntungan langsung kepada pemerintah, tetapi dengan irigasi akan meningkatkan produksi hasil pertanian.

b. Public Investment dan Private Investment

Public investment adalah investasi atau penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah. Yang dimaksud dengan pemerintah disini adalah pemerintah pusat/daerah yang bersifat resmi.

Sedangkan private investment adalah investasi yang dilakukan oleh swasta, dimana keuntungan yang menjadi prioritas utama berbeda dengan pubic investment yang diarahkan untuk melayani dan menciptakan kesejahteraan bagi rakyat banyak.

c. Domestic Investment dan Foreign Investment

Domestic investment adalah penanaman modal dalam negeri, sedangkan foreign investment adalah penanaman modal asing. Suatu negara yang memiliki banyak sekali faktor-faktor produksi alam namun tidak memiliki faktor produksi modal yang cukup untuk mengolah sumber-sumber yang dimilikinya itu, akan mengundang modal asing ini agar sumber-sumber yang ada dapat dimanfaatkan sepenuhnya.

d. Gross Investment dan Net Investment

Gross investment adalah total seluruh investasi yang diadakan atau dilaksanakan pada suatu waktu. Jadi mencakup segala jenis investasi, baik itu autonomous maupun


(45)

 

negara atau daerah pada atau selama suatu periode waktu tertentu dinamakan gross investment.

Net investment adalah selisih antara investasi bruto dengan penyusutan. Apabila misalnya investasi bruto tahun ini 30 juta sedangkan penyusutan yang terjadi selama tahun lalu 10 juta, maka investasi nettonya adalah sebesar 20 juta.

2.4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi investasi adalah sebagai berikut: 1. Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan

Ramalan mengenai keuntungan masa depan akan memberikan gambaran kepada pengusaha mengenai jenis-jenis usaha yang prospektif dan dilaksanakan di masa depan, dan besarnya investasi yang harus dilakukan untuk memenuhi tambahan barang-barang modal yang diperlukan.

2. Tingkat bunga

Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberkan keuntungan kepada para pengusaha, dan para investor hanya akan menanamkan modalnya apabila tingkat pengembalian modal dari modal yang ditanam, yaitu berupa persentase keuntungan netto (belum dikurangi dengan tingkat bunga yang dibayar), modal yang diperoleh lebih besar dari tingkat bunga.

Seorang investor mempunysi dua pilihan di dalam menggunakan modal yang dimilikinya yaitu: pertama, dengan meminjamkan atau membungakan uang tersebut (deposito) ; kedua, dengan menggunakannya untuk investasi. Dalam hal dimana pendapatan yang akan diperoleh adalah lebih dari tingkat bunga , maka


(46)

 

pilihan terbaik adalah mendepositokan uang tersebut, dan akan menggunakannya untuk investasi apabila tingkat keuntungan yang diperoleh adalah lebih besar dari tingkat bunga yang akan dibayar.

3. Ramalan mengenai keadaan ekonomi dimasa depan

Dengan adanya ramalan tentang kondisi dimasa depan akan dapat menentukan tingkat investasi yang akan tercipta dalam perekonomian. Apabila ramalan di masa depan adalah baik maka investasi akan naik. Sebaliknya, apabila ramalan kondisi ekonomi dimasa akan datang adalah buruk, maka investasi akan rendah.

4. Kemajuan teknologi

Dengan adanya temuan-temuan teknologi (inovasi), maka akan semakin banyak kegiatan pembaharuan yang akan dilakukan oleh pengusaha, sehingga makin tinggi tingkat investasi yang dicapai.

5. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya

Dengan bertambahnya pendapatan nasional maka tingkat pendapatan masyarakat akan meningkat, daya beli masyarakat juga meningkat, total agregat demand meningkat yang pada akhirnya akan mendorong tumbuhnya investasi lain (included investment).

6. Keuntungan yang diperoleh perusahaan

Semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan, maka akan mendorong para pengusaha untuk menyediakan sebahagian dari keuntungan yang diperolehnya untuk investasi-investasi baru.


(47)

 

7. Situasi politik

Kestabilan politik suatu negara akan menjadi pertimbangan tersendiri bagi para investor terutama para investor asing untuk menanamkan modalnya. Mengingat bahwa investasi memerlukan suatu jangka waktu yang relatif lama untuk memperoleh kembali modal yang ditanam dan memperoleh keuntungan. Sehingga stabilitas politik jangka panjang akan sangat diharapkan oleh investor.

2.5 Angkatan Kerja

Angkatan Kerja adalah jumlah penduduk usia kerja yang mencari pekerjaan dan sedang bekerja, termasuk dalam kelompok ini adalah usia produktif yang mencari kerja. Angkatan kerja menurut Badan Pusat Statistika adalah “bagian dari tenaga kerja yang benar-benar terlibat atau bekerja atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan tersebut”.

Angkatan kerja secara tradisional dianggap merupakan faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi, semakin besar angkatan kerja maka semakin banyak pula tenaga kerja yang produktif. Angkatan kerja dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu penduduk yang bekerja dan penduduk yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaaan. Dengan demikian, angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang sedang bekerja dan siap masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan merupakan potensi penduduk yang akan masuk ke pasar kerja.

Angka yang sering digunakan untuk menyatakan jumlah angkatan kerja adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), yang merupakan rasio antara angkatan dan tenaga kerja. Semakin besar jumlah penduduk dan TPAK-nya maka semakin besar pula jumlah angkatan kerja. TPAK dipengaruhi oleh berbagai factor demograrfis, social dan


(48)

 

ekonomi. Faktor-faktor yang mempengaruhi TPAK adalah: umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal (kota/desa), pendapatan, dan agama.

Pertambahan penduduk bukanlah merupakan suatu masalah, melainkan sebaliknya justru merupakan unsur penting yang memacu pembangunan ekonomi. Populasi yang besar adalah dasar pasar potensial yang menjadi sumber permintaan akan berbagai macam barang dan jasa yang kemudian akan menggerakkan bebagai macam kegiatan ekonomi sehingga menciptakan skala ekonomis produk yang menguntungkan semua pihak. Penduduk berfungsi ganda dalam perekonomian, dalam konteks pembangunan pandangan terhadap penduduk menjadi terpecah dua, ada yang mengatakan penduduk yang besar akan menghambat pembangunan serta beban dari pembangunan dan sebagian ahli mengatakan bahwa penduduk dianggap sebagai pemicu pembanguanan. Jumlah penduduk yang besar akan memperkecil pendapatan perkapita dan akan menimbulkan masalah ketenaga kerjaan dan dalam kaca mata modern penduduk justru dipandang sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi.

Bertitik tolak dalam masalah penduduk dan angkatan kerja baik secara kuantitatif maupun kualitatif wajib diberi perhatian yang utama dalam ekonomi pembangunan karena kenaikan jumlah penduduk secara otomatis akan menaikkan jumlah angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional dianggap salah satu faktor yang positif yang memacu pertumbuhan ekonomi, jumlah angkatan kerja yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya akan lebih besar.


(49)

 

2.5.1. Pandangan Adam Smith

Smith menganggap bahwa manusia merupakan faktor produksi utama yang menetukan kemakmuran suatu bangsa. Alasannya, alam (tanah) tidak ada artinya kalau tidak ada sumber daya manusia (SDM) yang mengolahnya, sehinngga bermanfaat bagi kehidupan.

Smith juga melihat bahwa alokasi SDM yang efektif adalah awal pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tetap tumbuh. Dengan kata lain, alokasi SDM yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.

Gambar 2.2. Skema Angkatan Kerja Jumlah Penduduk Total

Penduduk di luar usia kerja Penduduk dalam

usia kerja

Bukan Angkatan Kerja

Angkatan Kerja

Di Bawah usia kerja

Di Atas usia kerja

Masih Sekolah

Ibu Rumah Tangga

lain lain

Bekerja Mencari Kerja/ Menganggur


(50)

 

2.5.2. Pandangan Lewis

Lewis menyebutkan bahwa kelebihan pekerja bukan merupakan suatu masalah, melainkan suatu kesempatan. Kelebihan pekerja pada suatu sektor akan memberi andil terhadap pertumbuhan produksi dan penyediaan kerja di sektor lain. Ada dua struktur di dalam perekonomian, yaitu subsisten terbelakang dan kapitalis modern. Pada sektor subsisten terbelakang, tidak hanya terdiri dari sektor pertanian, tetapi juga sektor informal seperti pedagang kaki lima dan pengecer koran. Pekerja di sektor subsisten terbelakang mayoritas berada di wilayah pedesaan. Sektor subsisten terbelakang memiliki kelebihan penawaran pekerja dan tingkat upah yang relatif lebih rendah daripada sektor kapitalis modern. Lebih rendahnya upah pekerja di pedesaan akan mendorong pengusaha di wilayah perkotaan untuk merekrut pekerja dari pedesaan dalam pengembangan industri modern perkotaan. Selama berlangsungnya proses industrialisasi, kelebihan penawaran pekerja di sektor subsisten terbelakang akan diserap.

Bersamaan dengan terserapnya kelebihan pekerja di sektor industri modern, maka pada suatu saat tingkat upah di pedesaan akan meningkat. Selanjutnya peningkatan upah ini akan mengurangi ketimpangan tingkat pendapatan antara perkotaan dan pedesaan.

Dengan demikian menurut Lewis, adanya kelebihan penawaran pekerja tidak memberikan masalah pada pembangunan ekonomi. Sebaliknya kelebihan pekerja justru merupakan modal untuk mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi bahwa perpindahan pekerja dari sektor subsisten terbelakang ke sektor kapitalis modern berjalan lancar dan perpindahan tersebut tidak akan pernah menjadi “terlalu banyak”.


(51)

 

2.5.3. Pandangan Fei-Ranis

Teori Fei-Ranis berkaitan dengan negara berkembang yang mempunyai ciri-ciri kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum dapat diolah, sebagian besar penduduknya bergerak di sektor pertanian, banyak pengangguran, dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.

Menurut Fei-Ranis, ada tiga tahap pembangunan ekonomi dalam kondisi kelebihan buruh yakni:

1) Para penganggur semu (yang tidak menambah produksi pertanian) dialihkan ke sektor industri dengan upah institusional yang sama.

2) Tahap di mana pekerja pertanian menambah produksi, tetapi memproduksi lebih kecil dari upah institusional yang mereka peroleh, dialihkan pula ke sektor industri.

Tahap ini ditandai dengan awal pertumbuhan swasembada pada saat buruh pertanian menghasilkan produksi lebih besar daripada perolehan upah institusional. Dan dalam hal ini, kelebihan pekerja terserap ke sektor jasa dan industri yang terus-menerus sejalan dengan pertambahan produksi dan perluasan usahanya.


(52)

 

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis mengenai pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi swasta dan angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu hasil olahan yang diperoleh dari dinas atau instansi yang resmi yang berhubungan dengan penelitian ini. Data diperoleh dalam bentuk urut waktu (time series) yang bersifat kuantitatif yaitu data dalam bentuk angka dari tahun 1989-2008.

Sumber data diperoleh melalui laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, data lainnya yang mendukung penelitian ini diperoleh dari sumber bacaan seperti jurnal, artikel, dan buku bacaan yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data yang diperoleh dari lembaga-lembaga terkait dan informasi melalui telaah berbagai literatur yang relevan diperoleh dari publikasi resmi yang berhubungan dengan permasalahan yang ada di dalam penulisan penelitian yang dapat diperoleh dari buku-


(53)

 

buku, majalah, surat kabar, internet, dan lain-lain. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan pencatatan langsung berupa data urut waktu (time series).

3.4 Pengolahan Data

Dalam mengelola data, penulis menggunakan program Eviews versi 5.0. sebagai software utama untuk mengolah data dalam penelitian ini. Selain itu juga digunakan software Microsoft Excel sebagai software pembantu dalam mengkonversi data dalam bentuk baku yang disediakan oleh sumber ke dalam bentuk yang lebih representatif untuk digunakan pada software utama diatas dengan tujuan untuk meminimalkan kesalahan dalam pencatatan data jika dibandingkan dengan pencatatan ulang secara manual.

3.5 Model Analisis Data

Dalam menganalisis seberapa besar pengaruh variabel-variabel bebas terhadap varibel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square). Fungsi matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Y = f (X1,X2,X3)………. (1)

Kemudian fungsi diatas ditransformasikan ke dalam model ekonometrika dengan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :


(54)

 

Dimana:

Y = PDRB atas dasar harga konstan (Milyar Rupiah) α = Intercept / konstanta

X1 = Pengeluaran Pemerintah (Milyar Rupiah)

X2 = Investasi Swasta (Milyar Rupiah)

X3 = Angkatan Kerja (Jiwa)

β1 ,β2 ,β3 = Koefisien Regresi

µ = Term of Error / tingkat kesalahan

Secara matematis bentuk hipotesisnya dapat dinyatakan sebagai berikut:

artinya jika X1 (Pengeluaran Pemerintah) meningkat maka Y (PDRB) akan mengalami peningkatan, ceteris paribus

artinya jika X2 (Investasi Swasta) meningkat maka Y (PDRB) akan mengalami peningkatan, ceteris paribus

artinya jika X3 (Angkatan Kerja) meningkat maka Y (PDRB) akan mengalami peningkatan, ceteris paribus

> 0,

> 0,

> 0, ∂Y     ∂X2  ∂Y    ∂X1   

∂Y    ∂X3 


(55)

 

3.6 Test Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien Determinasi (R-square) dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama-sama mampu memberi penjelasan terhadap variabel dependen. Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara 0 sampai 1 (0 ≤ R2 ≤ 1), dimana nilai koefisien determinasi mendekati 1 berarti variabel bebas mempunyai pengaruh yang besar terhadap variabel terikat.

3.6.2 Uji F-statistik

Uji F-statistik ini dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara keseluruhan atau bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :

Ho : b1 = b2 = b3 = 0 ……….. (tidak ada pengaruh)

Ha : b1≠ b2≠ b3≠ 0 ……….. (ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel, maka Ho ditolak, artinya variabel independen secara keseluruhan mempengaruhi variabel dependen dan jika F-hitung < F-tabel maka Ho diterima, artinya variabel dependen secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel dependen.

Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus :


(56)

  Dim Krit Ho : seca Ha : seca 3.6.3 men mana :

R2 = koe

k = jum

n = jum

teria pengam : β1 = β2 = β ara simultan : β1β2 β ara simultan

3 Uji t-sta Uji t-sta ngetahui ap efisien deter mlah variabe mlah sampel mbilan kepu

β3 = 0 Ho n tidak berpe

β3 ≠ 0 Ha n berpengaru atistik (Uji atistik meru pakah masin      rminasi el independ l utusan : diterima (F engaruh nya diterima (F uh nyata terh

Parsial) upakan suat ng-masing   Gambar 3 en F-hitung < ata terhadap F-hitung > hadap variab tu pengujia koefisien r

 F‐tabel  3.1 : Uji

F-F-tabel) a variabel de F-tabel) a bel depende

an secara p regresi sign statistik artinya vari ependen. artinya vari en. parsial yang nifikan atau iabel indep iabel indep g bertujuan u tidak ter

penden

penden

untuk rhadap


(57)

 

variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam hal ini digunakan hipotesis sebagai berikut:

Ho : bi = 0 ……….. (tidak ada pengaruh)

Ha : bi ≠ 0 ……….. (ada pengaruh)

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel X terhadap Y. Bila t-hitung > t-tabel, maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Dan bila t-hitung < t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho diterima. Ini artinya bahwa variabel independen yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Nilai t-hitung dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Dimana:

bi = Koefisien variabel independen ke-i

b = Nilai hipotesis nol


(58)

 

0

Gambar 3.2 : Uji t-statistik

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.7.1 Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah alat yang digunakan untuk mengetahui suatu kondisi, apakah terdapat korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieriras dapat dilihat dari nilai R2, F-hitung, t-hitung, serta standar eror.

Adanya multikolinieritas ditandai dengan: a. Standar eror tidak terhingga

b. Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α=5%, α=10%, α=1% c. Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori

d. R2 sangat tinggi

3.7.2 Autokorelasi

Autokorelasi terjadi bila error term (µ) dari waktu yang berbeda berkorelasi. Dikatakan bahwa error term berkorelasi atau mengalami korelasi serial apabila : variabel (ei,ej) ≠ 0; untuk i ≠ j, dalam hal ini dikatakan memiliki masalah autokorelasi.

Ho diterima


(59)

 

Ada a) b)

Den H0 : Ha :

nilai

Hipo

a beberapa c Dengan Dengan D-hitung ngan Hipotes , 0   a , 0   a Dengan i kritis dl

otesis yang

cara untuk m menggunak uji

Durbin-g =

e et

sis sebagai b artinya tidak artinya ada

jumlah sam dan du dal

digunakan a

Gam

mengetahui k kan atau me -Watson

(D-

  t e et 2 2 1 berikut : k ada autoko autokorelas mpel tertentu

lam tabel d

adalah seba

mbar 3.3 : K

keberadaan emplot grafi -W Test). orelasi i

u dan jumla distribusi D

agai berikut:

Kurva Durb

autokorelas ik.

h variabel in Durbin-Wats

bin – Watso

si, yaitu:

ndependen son untuk b

on

tertentu dip berbagai ni

peroleh ilai ⍺.


(60)

 

Keterangan:

H0 : tidak ada autokorelasi

Dw < dl : tolak H0 (ada korelasi positif)

Dw > 4 – dl : tolak H0 (ada korelasi negatif)

du < Dw < 4 – du : terima H0 (tidak ada autokorelasi)

dl ≤ Dw ≤ du : pengujian tidak bisa disimpulkan (inconclusive)

(4 - du) ≤ Dw ≤ (4 - dl) : pengujian tidak bisa disimpulkan (inconclusive)

3.8 Definisi Operasional

1. Pertumbuhan ekonomi (Y) adalah peningkatan kemampuan dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang diproxy dengan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 yang dinyatakan dalam satuan milyar rupiah.

2. Pengeluaran Pemerintah (X1) adalah suatu realisasi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan pemerintah Sumatera Utara yang dinyatakan dalam satuan milyar rupiah.

3. Investasi Swasta (X2) adalah besarnya penanaman modal baik dari dalam maupun luar negeri di Sumatera Utara yang dinyatakan dalam satuan milyar rupiah.

4. Angkatan Kerja (X3) adalah jumlah penduduk yang bekerja dan sedang mencari pekerjaan yang dinyatakan dalam satuan jiwa.


(61)

 

BAB IV

HASIL DAN ANALISIS

4.1. Gambaran Umum Wilayah Sumatera Utara 4.1.1. Kondisi Geografis

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 1o- 4o LU dan 980 - 1000 BT. Luas wilayah Provinsi Sumatera Utara mencapai 71.160,68 km2 atau 3,72 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Letak provinsi ini sangat strategis karena berada pada jalur perdagangan internasional dan berdekatan dengan Malaysia dan Singapura serta diapit oleh tiga provinsi dengan batas-batas sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Riau 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka

Berdasarkan letak dan kondisi alamnya, Sumatera Utara dibagi atas tiga kelompok wilayah, yaitu:

a. Pantai Barat (Tapanuli Selatan, tapanuli tengah, Sibolga dan Nias)

b. Dataran Tinggi (Tapanuli Utara, Simalungun, Pematang Siantar, Karo dan Dairi) c. Pantai Timur (Medan, Binjai, Langkat, Tebing Tinggi, Asahan, Tanjung Balai Dan Labuhan Batu).


(62)

 

       4.1.2. Kondisi Iklim dan Topografi

Karena terletak dekat garis khatulistiwa, provinsi Sumatera Utara mempunyai iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin passai dan angin muson beriklim cukup panas bisa mencapai 35,80 C. Kelembaban udara rata-rata 78% - 91% per tahun, curah hujan kurang lebih 1800 - 4000 mm per tahun. Wilayah Sumatera Utara terdiri dari daerah pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi serta pegunungan Bukit Barisan yang membujur di tengah-tengah dari utara ke selatan.

Berdasarkan topografi daerah Sumatera Utara dibagi atas 3 bagian yaitu bagian timur dengan keadaan relatif datar, bagian tengah bergelombang sampai berbukit dan bagian barat merupakan dataran bergelombang. Wilayah pantai timur yang merupakan dataran rendah seluas 24921,99 km2 atau 34,77% dari luas wilayah Sumatera Utara adalah daerah yang subur, kelembaban tinggi dengan curah hujan relatif tinggi pula.

Wilayah dataran tinggi dan wilayah pantai barat seluas 46758,69 km2 atau 65,23% dari luas wilayah Sumatera Utara, yang sebagian besar merupakan pegunungan, memiliki variasi dalam tingkat kesuburan tanah, iklim, topografi dan kontur serta daerah yang struktur tanahnya stabil.

4.1.3. Kondisi Demografi

Sumatera Utara merupakan provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990, penduduk Sumatera Utara keadaan 31 Oktober 1990 berjumlah sebesar 10,26 juta jiwa, dan dari hasil SP 2000, jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 11,51 juta jiwa. Pada bulan April tahun 2003


(63)

 

dilakukan Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B). Dari hasil pendaftaran tersebut diperoleh jumlah penduduk sebesar 11.890.399 jiwa. Selanjutnya dari hasil estimasi jumlah penduduk keadaan Juni 2008 diperkirakan sebesar 13.042.317 jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara tahun 1990 adalah 143 jiwa per km2 dan tahun 2008 meningkat menjadi 182 jiwa per km2. Laju pertumbuhan penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20 persen per tahun, dan pada tahun 2000-2005 menjadi 1,37% per tahun. Dan laju pertumbuhan penduduk 2000-2008 mencapai 1,57%.

Provinsi Sumatera Utara didiami oleh penduduk dari berbagai suku seperti Suku Batak (Karo, Pakpak, Toba, Mandailing), Betawi, Banten, Sunda, Jawa, Melayu, Madura, India, China, dan lain-lain. Berdasarkan agama dan kepercayaan pada tahun 2000 penduduk Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 7,530 juta jiwa menganut agama Islam (65,54%), Kristen Katolik sebesar 0,55 juta jiwa (4,78%), Kristen Protestan sebesar 3,062 juta jiwa (26,6%), Hindu sebesar 0,119%, Budha sebesar 3,32% dan kepercayaan lain 0,23%.

4.1.4. Potensi Wilayah

Wilayah Sumatera Utara memiliki potensi alam yang cukup luas dimana sangat mendukung perkembangan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara. Luasnya areal pertanian yang terdapat di Sumatera Utara menjadikan sektor pertanian masih menjadi sektor yang berperan penting dalam kegiatan perekonomian.

Potensi laut, danau, dan sungai juga berperan penting. Potensi ini digunakan untuk perikanan dan perhubungan, sedangkan potensi keindahan alamnya dijadikan


(1)

 

Ketenagakerjaan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Susanti, Hera. 2000. Indikator-Indikator Makro Ekonomi. Jakarta: LPFE UI

Todaro, Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Bumi Aksara

_____________. 2003. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga

 


(2)

 

Data Variabel

Tahun PDRB

(Rp. Milyar)

Pengeluaran

Pemerintah (Rp.

Milyar)

Investasi Swasta

(Rp. Milyar)

Angkatan

Kerja

(jiwa)

1989 30989.06

267.2

138,75

4230793

1990 33592.14

313.9

1419,83

3948729

1991 36067.88

336.9

493,38

4825365

1992 38791.00

383.2

355.29

4230783

1993 42041.69

458.7

435.85

4332370

1994 46027.25

515.6

403.56

4467560

1995 50321.60

584.0

1796.92

4811298

1996 54855.58

660.8

425.50

4742950

1997 57982.35

771.0

821.72

4905296

1998 64302.43

342.6

736.53

5227016

1999 65967.86

449.0

529

5062320

2000 69154.11

416.8

734.02

5283268

2001 71908.36

916.2

950.85

5206535

2002 75189.14

1021.3

839.22

5283857

2003 78805.61

1352.0

1112.73

5239910

2004 83328.95

1501.5

1942.42

5514170

2005 87897.79

1830.6

1660.43

5803112

2006 93347.40

2184.7

6263.57

5491696

2007 99792.27

2560.7

4180.67

5654131

2008 106172.36

2967.3

928.25

6094802


(3)

 

Hasil Regresi

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 11/07/10 Time: 16:13 Sample: 1989 2008

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -78207.04 17042.39 -4.588971 0.0003 X1 8.473622 3.121290 2.714782 0.0153 X2 1.413474 1.144717 1.234781 0.2347 X3 0.026362 0.003789 6.958109 0.0000 R-squared 0.949282 Mean dependent var 64326.74 Adjusted R-squared 0.939772 S.D. dependent var 22760.87 S.E. of regression 5585.816 Akaike info criterion 20.27071 Sum squared resid 4.99E+08 Schwarz criterion 20.46985 Log likelihood -198.7071 F-statistic 99.82338 Durbin-Watson stat 2.058326 Prob(F-statistic) 0.000000


(4)

 

Uji Multikolinearitas

Uji Variabel X1 terhadap X2 dan X3

Dependent Variable: X1

Method: Least Squares Date: 11/07/10 Time: 16:14 Sample: 1989 2008

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -3883.588 930.8393 -4.172136 0.0006 X2 0.197059 0.075017 2.626848 0.0177 X3 0.000920 0.000192 4.793133 0.0002 R-squared 0.744871 Mean dependent var 991.7000 Adjusted R-squared 0.714856 S.D. dependent var 812.8230 S.E. of regression 434.0383 Akaike info criterion 15.12162 Sum squared resid 3202617. Schwarz criterion 15.27098 Log likelihood -148.2162 F-statistic 24.81651 Durbin-Watson stat 1.008907 Prob(F-statistic) 0.000009


(5)

 

Uji Multikolinearitas

Uji Variabel X2 terhadap X1 dan X3

Dependent Variable: X2

Method: Least Squares Date: 11/07/10 Time: 16:15 Sample: 1989 2008

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2726.162 3549.786 0.767979 0.4530 X1 1.465106 0.557743 2.626848 0.0177 X3 -0.000572 0.000791 -0.723583 0.4792 R-squared 0.418010 Mean dependent var 1308.425 Adjusted R-squared 0.349540 S.D. dependent var 1467.418 S.E. of regression 1183.489 Akaike info criterion 17.12780 Sum squared resid 23810978 Schwarz criterion 17.27716 Log likelihood -168.2780 F-statistic 6.105053 Durbin-Watson stat 1.812334 Prob(F-statistic) 0.010041


(6)

 

Uji Multikolinearitas

Uji Variabel X3 terhadap X1 dan X2

Dependent Variable: X3 Method: Least Squares Date: 11/07/10 Time: 16:16 Sample: 1989 2008

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 4466760. 128731.3 34.69833 0.0000 X1 624.5553 130.3021 4.793133 0.0002 X2 -52.22538 72.17610 -0.723583 0.4792 R-squared 0.652031 Mean dependent var 5017798. Adjusted R-squared 0.611093 S.D. dependent var 573384.9 S.E. of regression 357576.4 Akaike info criterion 28.54957 Sum squared resid 2.17E+12 Schwarz criterion 28.69893 Log likelihood -282.4957 F-statistic 15.92746 Durbin-Watson stat 0.992184 Prob(F-statistic) 0.000127