2 Jurai yang dipimpin oleh “mamak jurai” 3 Paruik yang dipimpin oleh “tungganai” atau mamak kepala waris
4 Suku yang dipimpin oleh “penghulu” sendiri. Dari keempat organisasi kekerabatan diatas, pemimpinnya adalah seorang laki-laki. Melihat hal
demikian sudah jelas bagi kita semua bahwa walaupun minangkabau menganut sistem matrilineal tapi bukan matrianchaat.
Dalam sistem matrilinal dikenal adanya sistem bukan matrianchaat yakni walaupun perempuan adalah pemegang harta pusaka dan garis keturunan dalam keluarga namun dalam sistem
kepemimpinan tetap dipimpin oleh seoarang laki-laki contohnya mamak kepala waris adalah laki-laki tertua dalam keluarga, mamak kepala jurai adalah seorang laki-laki tertua, tungganai
dalam paruik dipimpin oleh laki-laki dan seorang penghulu dalam sebuah nagari dipimpin oleh seorang laki-laki. Hal ini menyatakan bahwa peranan laki-laki sangatlah besar dalam memimpin
kerapatan adat minangkabau.
BAB II RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah kedudukan penghulu dalam kerapatan adat minangkabau ? 2. Bagaimanakah fungsi dan peranan penghulu dalam kepemimpinan di Minangkabau ?
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
1. Kedudukan penghulu dalam kerapatan adat minangkabau. Hukum adat pada umumnya bercorak tradisional artinya bersifat turun temurun, dari zaman
nenek moyang sampai anak cucu sekarang keadaannya masih tetap berlaku dan diperintahkan oleh masyarakat bersangkutan. Contohnya di tanah adat minangkabau dimana hukum adatnya
mempunyai corak bersifat kebersamaan komunal artinya ia lebih mengutamakan kepentingan bersama dimana kepentingan pribadi itu diliputi oleh kepentingan bersama. Hubungan antar
anggota masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain didasarkan oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan, tolong menolong dan gotong royong.
Oleh karena itu hingga sekarang kita masih melihat adanya Rumah Gadang di minangkabau dan Tanah Pusaka yang tidak terbagi-bagi secara individual melainkan menjadi milik bersama untuk
kepentingan bersama. Dalam hal ini disebut tanah Pusaka yang di kuasai oleh mamak yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan kemenakan.
Sebagai kesatuan masyarakat minangkabau yang pada umumnya menganut agama islam dan masyarakat adatnya bersifat genealogis-matrilineal, yang merupakan kesatuan-kesatuan keluarga
kecil yang disebut paruik sebagai bagian dari kesatuan suku atau kampuang kampung sebagai tempat kediaman. Dalam sebuah kampung terdiri dari beberapa paruik atau suku yang berbeda-
beda. Sehingga ada kemungkinan kesatuan keluarga paruik dari satu kesatuan suku mendiami kampung yang berlainan. Kesatuan yang formal adalah Suku yang dipimpin oleh seorang
penghulu suku dan kampung yang dipimpin oleh penghulu andiko atau datuek kampuang. Jadi sudah jelas bagi kita bahwa penghulu tersebut berkedudukan di dalam suku dan sekaligus
menjadi pemimpin dalam sukunya.
Sako adalah gelar pusaka tinggi yang diterima secara turun temurun dalam suatu kaum yang sifatnya bertali darah menurut garis ibu. Contohnya : suatu kaum A didalam kampung persukuan
piliang umpamanya mempunyai gelar pusaka datuak Bandaro Kayo, gelar datuak bandaro kayo ini adalah gelar pusaka kaum A.
Secara turun temurun semenjak gelar itu dibuat dahulunya dinagari asal orang minangkabau yaitu Nagari Pariangan Padang Panjang, maka gelar Bandaro Kayo dalam kaum persukuan
piliang adalah gelar penghulu kaum yang bersangkutan. Penghulu dalam arti luas adalah pemimpin kaum keluarga dan masyarakat Hakimy, 1979:9.
Pepatah adat yang berbunyi : Biriak-biriak tabang Kasamak
Dari Samak Tabang Kehalaman Patah Sayok Tabang Baranti
Tasuo Ditanah Bato Dari Niniak Turun Ka Mamak
Dari Mamak Turun Ka Kamanakan Pusako Lamo Baitu Juo
Artinya : gelar pusaka turun temurun, silih berganti dari nenek turun ka mamak, dari mamak turun lagi ke kemanakan, namun gelar pusako tetap seperti sedia kala yaitu tetap seperti gelar
datuak Bandaro Kayo yang telah kita sebut diatas.
Dilihat dari sistem kepengurusan dalam pemerintahan adatnya dapat dibedakan dari dua keselarasan yaitu laras Bodicaniago dan laras Kotopiliang. Tata adat keselarasan bodi-caniago
dihubungkan pada tokoh legendarisnya Datuek perpatih nan sabatang, yang menunjukkan corak kepribadian melayu yaitu pemerintahan demokrasi terbuka, dimana para penghulunya
mementingkan musyawarah dan mufakat sesuai peribahasa “Duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. Jadi kedudukan para penghulu andiko itu sejajar yang satu dngan yang lain dalam
menetapkan keputusan.
Sedangkan menurut tata-adat keselarasan koto piliang yang dihubungkan dengan tokoh legendarisnya datuek katemanggungan yang agak dipengaruhi oleh adityawarman yang pernah
menjadi mahamantri dimajapahit dan penegak kerajaan pagaruyung, menunjukkan corak yang otokrasi, atau demokrasi yang terkendali. Jadi kepenghuluan di laras koto-piliang tidak dipilih
seperti di laras bodi-caniago, mereka tetap sebagai penghulu yang turun temurun menurut sub- klennya masing-masing. Para penghulu ini tunduk pada penghulu suku, dan para penghulu suku
tunduk pada penghulu pucuak pucuk nagari atau dalam pepatah minang sering di sebut dengan “berjenjang naik bertangga turun”. Sehingga di minangkabau ada empat macam nama suku
induk yang disebut yakni :
1 Bodi 2 Caniago
3 Koto 4 piliang
Penghulu dalam adat minangkabau adalah pemimpin yag harus bertanggung jawab kepada masyarakat anak kemanakan yang dipimpinnya.
Pada pribadi seoarang penghulu melekat lima macam fungsi kepemimpinannya yaitu : 1 Sebagai anggota yang dituakan.
2 Sebagai seorang bapak dalam keluarganya sendiri. 3 Sebagai seorang pemimpin mamak dalam kaumnya.
4 Sebagai seorang sumando diatas rumah istrinya. 5 Sebagai seorang niniak mamak dalam nagarinya.
Kepengurusan masyarakat adat yang diperankan oleh kelompok hukum ibu seperti di minangkabau ini terdapat pula di daerah kerinci jambi, semendo sumatera selatan dan beberapa
kelompok kecil masyarakat adat di pulau timor, walaupun disana sini terdapat perbedaan dalam kewarisan dan lainnya.
1. Fungsi dan peranan penghulu dalam kepemimpinan di Minangkabau. Jika dilihat dari artinya, kata penghulu berasal dari kata “Hulu” yang artinya pangkal. Dari
penjelasan diatas sudah jelas bagi kita semua bahwa penghulu berarti kepala kaum. Semua penghulu bergelar datuk. Datuk artinya orang berilmu datu-datu yang dituakan. Kedudukan
penghulu dalam nagari tidak sama atau kedudukan penghulu bertingkat-tingkat seperti di
keselarasan Koto-Piliang dan ada juga kedudukan penghulu yang sama seperti keselarasan bodi- caniago. Dalam pepatah adat disebutkan :
“Luhak-bapanghulu” “Rantau-barajo”
Hal ini berarti bahwa penguasa tertinggi pengaturan masyarakat adat didaerah luhak nan tigo, berada ditangan para penghulu. Jadi penghulu memegang peranan utama dalam kehidupan
masyarakat adat. Peranan penghulu sebagai berikut :
1 Sebagai pemimpin yang diangkat bersama oleh kaumnya sesuai rumusan adat: “jadi penghulu sakato kaum,
Jadi rajo sakato alam” 2 Sebagai pelindung bagi semua kaumnya.
3 Sebagai hakim yang memutuskan semua masalah dan silang sengketa dalam kaum, Amir, 1980:34
Karena penghulu adalah seorang pemimpin di dalam kaumnya maka sebagai seorang penghulu tersebut harus memiliki sifat-sifat penghulu. Sifat-sifat penghulu itu ada empat macam yaitu :
1 Saddiq artinya penghulu itu bersifat benar. 2 Amanah artinya penghulu dipercayai lahir batin.
3 Fathanah artinya penghulu itu cerdas cadiak 4 Tablig artinya penghulu itu menyampaikan.
Di luhak nan tigo, penghulu itulah yag melaksanakan pemerintahan, menyelesaikan pertikaian. Penghulu dalam hal ini di ibaratkan :
Kayu Gadang ditangah Padang Tampek Balinduang Kapanehan
Tampek Balindug Kaujanan Ureknyo Tampek Baselo
Batangnyo Tampek Basanda Pai Tampek Batanyo
Pulang Tampek Bababrito Dilihat dari pepatah diatas, dapat dijelaskan bahwa Fungsi dari Penghulu itu ada dua yaitu :
1 Memerintah dan membimbing anak kemanakan Fungsi Kepamongan 2 Menyelesaikan perselisihan dalam Kaumnya fungsi Hakim
Tapi dalam nagari, penghulu ini dapat dikatakan sebagai dewan nagari dan dewan hakim dalam nagari.
Melihat hal-hal diatas, sudah jelas bagi kita bahwa peran dan fungsi penghulu ini sangat besar sekali dalam kepemimpinan di dalam kerapata adat minangkabau. Oleh sebab itu yang menjadi
seoarang penghulu tersebut adalah bukan orang sembarangan. Untuk menjadi seorang penghulu harus memenuhi beberapa syarat yakni :
1 Baliq berakal. 2 Berbudi baik.
3 Beragama islam. 4 Dipilih oleh ahli waris menurut tali ibu tali darah menurut adat sepakat ahli waris, nan
salingkuang cupak adat, nan sapayuang sapak tagak.
5 Mewarisi gelar sako, dan mempunyai harta pusaka. 6 Sanggup mengisi adat manuang limbago menurut adat nagari setempat, badiri penghulu
sepakat waris, badiri adat sapakat nagari.
7 Pancasilais sejati. Dan ada juga ditambah syarat-syarat ini menurut adat senagari-nagari yang dibuat dengan kata
mufakat. Menurut adat nan teradatkan di nagari setempat, Hakimy, 1986:81.
BAB IV HASIL PENELITIAN