Register Dialek Medan Dalam Naskah Teater Karya: Yusrianto Nasution

(1)

REGISTER DIALEK MEDAN DALAM NASKAH TEATER

KARYA: YUSRIANTO NASUTION

SKRIPSI

OLEH:

ZAINUL MA’RIF

NIM 080701006

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

MEDAN


(2)

REGISTER DIALEK MEDAN DALAM NASKAH TEATER

KARYA: YUSRIANTO NASUTION

Oleh

Zainul Ma’rif

NIM 080701006

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra dan disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Parlaungan Ritonga, M.Hum. Dra. Sugihana br. Sembiring, M.Hum. NIP 19610721 198803 1 001 NIP 19600307 198601 2 001

Departemen Sastra Indonesia

Ketua,

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si.


(3)

Lembar Pernyataan

REGISTER DIALEK MEDAN DALAM NASKAH TEATER

KARYA: YUSRIANTO NASUTION

Oleh

Zainul Ma’rif

NIM 080701006

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu peguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali yang saya kutip dalam naskah ini dan dituliskan di dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi.

Medan, 1 Maret 2014

Peneliti,

Zainul Ma’rif


(4)

Abstrak

REGISTER DIALEK MEDAN DALAM NASKAH TEATER

KARYA: YUSRIANTO NASUTION

Oleh

Zainul Ma’rif

Sastra Indonesia FIB USU

Penduduk kota Medan adalah heterogen, karena di kota Medan dijumpai beraneka ragam penduduk antara lain Aceh, Melayu, Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Angkola Mandailing, Batak Pakpak Dairi, Jawa, Minangkabau, Nias, bahkan Cina, dan India banyak dijumpai. Sudah tentu tiap-tiap suku tersebut mempunyai kebudayaan dan bahasa yang berbeda-beda. Karena perbedaan tersebut, terciptalah dialek Medan. Dalam penggunaannya, dialek Medan sering digunakan di berbagai bidang dan kesempatan, seperti di koran-koran lokal kota Medan, buku-buku bacaan, drama, acara TV lokal dan di berbagai media lainnya. Termasuk naskah-naskah teater karya Yusrianto Nasution, dalam antologi naskah Raja Tebalek, sangat banyak ditemukan dialek Medan. Dalam kesempatan ini, peneliti akan me-register kata-kata yang dianggap dialek Medan. Setelah itu peneliti akan menerangkan makna yang sebenarnya dari kata tersebut, karena dalam penggunaannya terdapat perbedaan dan pergeseran makna dan pengertian.


(5)

Prakata

Puji syukur kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Register Dialek Medan dalam Naskah Teater Karya: Yusrianto Nasution. Proses penulisan skripsi ini tentu sangat banyak penulis temukan kesulitan-kesulitan, tetapi berkat saran dan dukungan dari semua pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Rektor dan Pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Medan. Terimakasih atas semua kesempatan dan fasilitas-fasilitas yang diberikan kepada penulis selama kuliah di Fakultas Ilmu Budaya USU, Medan.

2. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU, Medan. Terimakasih atas arahan dan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU, Medan.

3. Ketua Departemen Sastra Indonesia bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M. Si. dan Sekretaris Departemen bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M. Sp. Terimakasih atas petunjuk-petunjuk yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan semua urusan administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU, Medan.

4. Pembimbing I bapak Drs. Parlaungan Ritonga, M.Hum. dan pembimbing II ibu Dra. Sugihana br. Sembiring, M.Hum. Terimakasih karena telah


(6)

membimbing penulis dengan penuh kesabaran, sehingga penulis dapat dengan mudah memahami setiap proses dalam penulisan skripsi ini.

5. Ayahanda Tukirin dan ibunda Samiyem. Terimaksih yang teramat dalam karena berkat kerja kerasnya dalam mendidik penulis sehingga dapat meraih gelar sarjana di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU, Medan.

6. Masyarakat Fakultas Ilmu Budaya, sahabat, adik-adik dan abang-abang yang selalu menemani. Terimakasih atas segala bantuan yang telah diberikan, penulis tidak bisa membalas budi baik kalian, semoga Tuhan dapat membalasnya dengan berlipat ganda.

Segala usaha dalam pengumpulan, pengolahan data dan penulisan skripsi ini, penulis sangat antusias dan besungguh-sungguh. Tetapi, jika ada kekurangan dan kesalahan, penulis sangat mengaharapkan kritik dan saran yang membangun demi keilmiahan dan perbaikan bagi penulis pada masa yang akan datang.

Medan, 20 Januari 2014

Zainul Ma’rif


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN... i

ABSTRAK... i

PRAKATA... iii

DAFTAR ISI... iv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah... 6

1.3Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian... 6

1.3.1 Tujuan Penelitian... 7

1.3.2 Manfaat Penelitian... 7

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA.... 8

2.1 Konsep... 8

2.2 landasan Teori... 10

2.3 Tinjauan Pustaka... 13

BAB III METODE PENELITIAN... 16

3.1 Sumber Data... 16

3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data... 17

3.3 Metode dan Teknik Analisis Data... 18

3.4 Sinopsis Naskah Teater Karya Yusrianto Nasution... 19

BAB IV PEMBAHASAN... 22

4.1 Register Dialek Medan... 22


(8)

Abstrak

REGISTER DIALEK MEDAN DALAM NASKAH TEATER

KARYA: YUSRIANTO NASUTION

Oleh

Zainul Ma’rif

Sastra Indonesia FIB USU

Penduduk kota Medan adalah heterogen, karena di kota Medan dijumpai beraneka ragam penduduk antara lain Aceh, Melayu, Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Angkola Mandailing, Batak Pakpak Dairi, Jawa, Minangkabau, Nias, bahkan Cina, dan India banyak dijumpai. Sudah tentu tiap-tiap suku tersebut mempunyai kebudayaan dan bahasa yang berbeda-beda. Karena perbedaan tersebut, terciptalah dialek Medan. Dalam penggunaannya, dialek Medan sering digunakan di berbagai bidang dan kesempatan, seperti di koran-koran lokal kota Medan, buku-buku bacaan, drama, acara TV lokal dan di berbagai media lainnya. Termasuk naskah-naskah teater karya Yusrianto Nasution, dalam antologi naskah Raja Tebalek, sangat banyak ditemukan dialek Medan. Dalam kesempatan ini, peneliti akan me-register kata-kata yang dianggap dialek Medan. Setelah itu peneliti akan menerangkan makna yang sebenarnya dari kata tersebut, karena dalam penggunaannya terdapat perbedaan dan pergeseran makna dan pengertian.


(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 42 5.1 KESIMPULAN... 42 5.2 SARAN... 43 DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kajian mengenai bahasa menjadi suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan karena bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, ataupun pesan kepada orang lain. Melalui bahasa terungkap sesuatu yang ingin disampaikan pembicara kepada pendengar, penulis kepada pembaca, dan penyapa kepada pesapa. Seorang penutur yang menyampaikan perasaan dan pikiran lewat tuturannya terlebih dahulu telah menyeleksi bentuk-bentuk kata yang akan disampaikannya kepada lawan tuturnya. Hal ini berlangsung secara sadar atau tidak sadar. Sadar artinya seorang penutur dengan sengaja memilih bentuk kata tertentu karena mempunyai maksud-maksud tertentu.

Bahasa dapat diartikan sebuah sistem, artinya, bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sistem bahasa berupa lambang-lambang bunyi, setiap lambang bahasa melambangkan


(10)

sesuatu yang disebut makna atau konsep. Karena setiap lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan suatu konsep atau makna, maka dapat disimpulkan bahwa setiap suatu ujaran bahasa memiliki makna. Contoh lambang bahasa yang berbunyi “nasi” melambangkan konsep atau makna ‘sesuatu yang biasa dimakan orang sebagai makanan pokok’.

Bahasa memiliki beberapa karakteristik bahasa yaitu bersifat abitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi.

Bahasa bersifat abritrer artinya hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepi makna tertentu. Secara kongkret, alasan “kuda” melambangkan ‘sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai’ adalah tidak bisa dijelaskan. Meskipun bersifat abritrer, tetapi juga konvensional. Artinya setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya. Dia akan mematuhi, misalnya, lambang ‘buku’ hanya digunakan untuk menyatakan ‘tumpukan kertas bercetak yang dijilid’, dan tidak untuk melambangkan konsep yang lain, sebab jika dilakukannya berarti dia telah melanggar konvensi itu.

Bahasa bersifat produktif artinya, dengan sejumlah besar unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Misalnya, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS. Purwadarminta bahasa Indonesia hanya mempunyai kurang lebih 23.000 kosa


(11)

kata, tetapi dengan 23.000 buah kata tersebut dapat dibuat jutaan kalimat yang tidak terbatas.

Bahasa bersifat dinamis berarti bahwa bahasa itu tidak lepas dari berbagai kemungkinan perubahan sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran apa saja: fonologis, morfologis, sintaksis, semantic dan leksikon. Pada setiap waktu mungkin saja terdapat kosakata baru yang muncul, tetapi juga ada kosakata lama yang tenggelam, tidak digunakan lagi.

Meskipun bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik dalam tataran fonologis, morfologis, sintaksis maupun pada tataran leksikon. Bahasa Jawa yang digunakan di Surabaya berbeda dengan yang digunakan di Yogyakarta. Begitu juga bahasa Arab yang digunakan di Mesir berbeda dengan yang digunakan di Arab Saudi.

Bahasa sebagai alat komunikasi verbal, hanya dimiliki manusia. Hewan tidak mempunyai bahasa. Yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi, yang berupa bunyi atau gerak isyarat, tidak bersifat produktif dan dinamis. Manusia dalam menguasai bahasa bukanlah secara instingtif atau naluriah, tetapi dengan cara belajar. Hewan tidak mampu untuk mempelajari bahasa manusia, oleh karena itu dikatakan bahwa bahasa itu bersifat manusiawi.


(12)

Konsep bahasa adalah alat untuk menyampaikan pikiran. Bahasa adalah alat untuk beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan.

Bagi sosiolinguistik konsep bahasa adalah alat atau berfungsi untuk menyampaikan pikiran yang dianggap terlalu sempit, sebab yang menjadi persoalan sosiolinguistik adalah “who speak what language to whom, when and to what end”. Oleh karena itu fungsi-fungsi bahasa dapat dilihat dari sudut penutur, pendengar, topic, kode dan amanat pembicaraan.

Kridalaksana (dalam Chaer, 1994:33) mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa merupakan hasil lain dari aktivitas manusia. Melalui bahasa akan terungkap suatu hal yang ingin disampaikan pembicara kepada pendengar dan penulis kepada pembaca. Suatu hal tersebut tentu saja berupa informasi yang kita terima baik lisan maupun tulisan.

Menurut Gorys Keraf (1997:1), bahasa adalah alat komunikasi anatara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Menurut KBBI, bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri

Bahasa menjadi ciri identitas satu bangsa. Melalui bahasa, orang dapat mengidentifikasi kelompok masyarakat. Baik itu masyarakat biasa maupun


(13)

masyarakat sastra, pecinta seni, dan teater. Bahkan dapat mengenali perilaku dan kepribadian masyarakat penuturnya. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia telah terjadi berbagai perubahan baik sebagai akibat tatanan kehidupan dunia yang baru, globalisasi, maupun sebagai dampak perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat saat ini.

Dalam dunia teater, bahasa Indonesia kerapkali menjadi alat yang sangat komunikatif kepada orang-orang yang menyaksikan pertunjukannya. Tetapi, dalam penyampaiannya terdapat pengaruh bahasa-bahasa daerah setempat untuk menarik perhatian masyarakat. Contohnya di kota Medan, banyak pertunjukan teater yang menggunakan dialek Medan, dengan tujuan masyarakat dapat mengerti dan memahami, serta mengambil intisari dari pertunjukan teater yang mereka saksikan.

Kita ketahui bersama, dialek Medan itu timbul dari beberapa bahasa daerah, seperti bahasa Melayu, Batak, dan bahasa lainnya. Sehingga dalam penyampaiannya sebagai alat komunikasi lebih ringan dan dipahami masyarakat setempat. Sebagai contoh bahwa dialek Medan itu identik dengan bahasa Batak dan Melayu kita dapat memperhatikan tekanan kata “awak” dan “aku”, seperti contoh berikut.

1. “Parah kalilah dia, sudah tidak bisa lagi awak minta tolong.” 2. “Sudah lapar kali perutku bah!”

Dalam buku antologi naskah “Raja Tebalek” sangat banyak dijumpai naskah yang berdialek Medan. Salah satunya naskah “Raja Tebalek” karya


(14)

Yusrianto Nasution itu sendiri yang dipentaskan pada tanggal 25 Oktober 2009 pukul 19.00 WIB di Taman Budaya Sumatera Utara. Naskah itu menceritakan tentang keluarga yang ditipu seorang agen yang mengiming-imingi kerja di luar negeri dengan gaji yang besar. Kemudian keluarga yang ditipu melepas anaknya untuk diperjualbelikan. Dalam dialognya, sangat banyak dijumpai dialek Medan yang kental, sehingga hal ini sangat menarik perhatian peneliti untuk mengkajinya.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka masalah yang dibicarakan dalam penelitianini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk dialek Medan dalam naskah teater karya Yusrianto Nasution?

2. Bagaimana makna dialek Medan dalam naskah teater karya Yusriato Nasution?

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:


(15)

1. Meregister bentuk dialek Medan dalam naskah teater karya Yusrianto Nasution.

2. Mendeskripsikan makna dialek Medan dalam naskah teater karya Yusrianto Nasution.

1.3.2 Manfaat Penelitian 1.3.2.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian bermanfaat dalam rangka:

1. Membantu masyarakat untuk mengetahui bentuk dialek Medan di dalam naskah-naskah teater.

2. Membantu pembaca mengetahui makna dialek Medan yang terdapat dalam naskah-naskah teater.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Secara praktis dapat dimanfaatkan sebagai acuan dan bahan perbandingan dalam mempelajari bahasa Indonesia. Menambah wawasan, cakrawala dan khazanah pemikiran dalam bahasa Indonesia.


(16)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Dalam penyusunan karya ilmiah akan lebih mudah apabila ada konsep yang dijadikan dasar pengembangan penulisan selanjutnya. Pradopo ( 2001 : 38 ) berkomentar “ karena ada konsep, anggapan dasar dapat dilihat “. Dengan adanya konsep, pengembangan ide dan gagasan akan semakin mudah untuk memperjelas hasil penelitian.

2.1.1 Dialek

Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983), istilah dialek berasal dari kata Yunani dialektos. Pada mulanya dipergunakan dalam hubungannya dengan keadaan bahasa. Di Yunani terdapat perbedaan-perbedaan kecil di dalam bahasa yang dipergunakan pendukungnya masing-masing, tetapi hal tersebut tidak sampai menyebabkan mereka merasa mempunyai bahasa yang


(17)

berbeda. Perbedaan tersebut tidak mencegah mereka untuk secara keseluruhan merasa memiliki satu bahasa yang sama. Oleh karena itu, ciri utama dialek adalah perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan (Meillet, 1967 : 69 - 70).

Berdasarkan pemakaian bahasa, dialek dibedakan menjadi berikut

1. Dialek regional, yaitu varian bahasa yang dipakai di daerah tertentu. Misalnya,

2. Dialek sosial, yaitu dialek yang dipakai oleh kelompok sosial tertentu atau yang menandai strata sosial tertentu. Misalnya, dial

3. Dialek temporal, yaitu dialek yang dipakai pada kurun waktu tertentu. Misalnya, dialek Melayu zam Abdullah.

4.

lafal, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.

2.1.2 Masyarakat Tutur

Menurut Chaer dan Agustina mendefinisikan masyarakat tutur sebagai suatu kelompok orang atau masyarakat yang memiliki verbal repetoir yang relatif sama serta mereka mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di dalam masyarakat itu. Maka dapat dikatakan


(18)

bahwa kelompok orang itu atau masyarakat itu adalah sebuah masyarakat tutur. Satu hal lagi yang perlu dicatat, untuk dapat disebut satu masyarakat tutur adalah adanya perasaan di antara penuturnya, bahwa mereka merasa menggunakan tutur yang sama.

2.1.3 Alih Kode

Apple (1976:79 melalui Chaer dan Agustina,2010: 107-108) mendefinisikan alih kode itu sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubah situasi. Berbeda dengan Apple yang menyatakan alih kode itu antarbahasa, maka Hymes (1875) menyatakan alih kode itu bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat juga terjadi antar ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam suatu bahasa.. Dengan demikian, alih kode merupakan gejala peralihan pemakaian bahasa, ragam dan gaya karena perubahan peran dan situasi dalam tuturan.

2.1.4 Campur Kode

Chaer dan Agustina (1995:114) menjelaskan bahwa campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih atau dua varian dari sebuah bahasa dalam suatu masyarakat tutur, di mana salah satu merupakan kode utama atau kode dasar yang digunakan yang memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan saja.


(19)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Sosiolinguistik

Setiap bidang keilmuan tentu mempunyai kegunaan praktis. Begitu juga dengan sosiolinguistik yang merupakan ilmu pengetahuan yang empiris karena berdasarkan pada kenyataan-kenyataan yang dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Sosiolinguistik juga dikatakan sebagai ilmu teoritis karena kita mengumpulkan dan mengatur gejala-gejala sosial berdasarkan teori, membuat penafsiran yang sistematis, dan memformulasi gejala-gejala itu.

Sosiolinguistik sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa di dalam masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetap sebagai masyarakat sosial. Oleh karena itu, segala sesuatu yang dilakukan manusia dalam bertutur akan selalu dipengaruhi oleh situasi dan kondisi di sekitarnya. Sosiolinguistik berupaya menjelaskan kemampuan manusia menggunakan aturan-aturan berbahasa secara tepat dalam situasi-situasi bervariasi.

Istilah sosiolinguistik ini muncul pada tahun 1952 dalam karya Haver C. Currie yang merupakan gabungan dari kata sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia dalam masyarakat dan mengenai lembaga – lembaga serta proses sosial yang terjadi dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah ilmu bahasa atau bidang yang menjadikan bahasa sebagai objek kajian. Salah satu teori sosiolinguistik yang bisa dipakai sebagai rujukan adalah teori dari Nababan, bahwa pengkajian bahasa dengan dimensi


(20)

kemasyarakatan… disebut Sosiolinguistik (oleh Nababan 1984:2 dalam

Sosiolinguistik Perkenalan Awal)

Sosiolinguistik merupakan gabungan antara sosiologi dan disiplin linguistik. Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat namun berbeda kajiannya. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat, dan mengenai lembaga-lembaga sosial dan segala masalah sosial dalam satu masyarakat, akan diketahui cara-cara manusia menyesuaikan diri denagan lingkungannya, masing-masing dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya.

Istilah sosiologi bahasa sangat berkaitan dengan sosiolinguistik. Bahkan banyak orang menganggap bahwa keduanya sama. Namun jika diteliti, keduanya mempunyai perbedaan. Perbedaan tersbut diungkapkan oleh Fishman, pakar sosiolinguistik yang andilnya sangat besar dalam kajian sosiolinguistik. (Siti Nuranisah, Sosiologi Bahasa, imajiideku.blogspot.com/.../hakikat-sosiolinguistik-dan-sosiologi.htm )

Formal dalam Kamus Ilmiah Popular adalah : formil ; resmi; sah; secara teratur; dengan sungguh-sungguh; sesuai dengan adat kebiasaan. ( Partanto, Pius A. dan M. Dahlan al-Barry. Kamus Ilmiah Populer. Arkola. Surabaya. 1994 ) Sedangkan material adalah : kebendaan; sifat materi; bahan..

Namun ketika masuk pada objek suatu ilmu, maka makna formal dan material berubah sesuai dengan keilmuan tersebut. Objek formal bermakna kepada ilmu yang kita pelajari tersebut yang mengandung ontology, epistemology


(21)

dan aksiologi seperti sosiologi, linguistik, psikologi dan sebagainya. Sedangkan objek material adalah realita yang ada pada ilmu yang kita pelajari, contoh seperti sosiolinguistik membahas realita kebahasaan dalam ranah sosiologi.

Objek formal dalam kajian sosiolinguistik adalah sosiologi. Sementara objek materialnya adalah bahasa. Maksudnya adalah bahasa yang diteliti menurut pendekatan sosiologi.

Sebagai objek dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa melainkan dilihat dan didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat manusia (Chaer, 2004: 3).

Pengertian Sosiolinguistik menurut beberapa ahli yaitu:

1. Sosiolinguistik adalah ilmu tata bahasa yang digunakan di dalam interaksi sosial;

cabang linguistik tentang hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial (KBBI, 2008 : 1332).

2. Sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam

kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat (Chaer, 2004:2). 3. Menurut sejumlah ahli (Wardaugh, 1986, Holmes, 1995) sosiolinguistik adalah

cabang ilmu bahasa yang berusaha menerangkan korelasi anatar perwujudan struktur atau elemen bahasa dengan faktor – faktor sosiokultural pertuturannya…(Dalam Wijana, 2010: 11).

4. Kridalaksana mengatakan :”Sosiolinguistik yaitu cabang linguistik yang berusaha

untuk menjelaskan ciri – ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri – ciri variasi bahasa tersebut dengan ciri – ciri sosial (dalam Pateda, 1987: 2).


(22)

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan bersumber dari paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam penelitian yang semuanya itu bersumber dari pendapat para ahli, empirisme (pengalaman peneliti), dokumentasi, dan nalar peneliti yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.

Lenny Marlina (2002) dalam skripsi yang berjudul Alih Kode pada Proses

Belajar Mengajar SD yang Berbahasa Batak Toba di Wilayah Sibolga Julu,

membahas tentang bagaimana penutur menggunakan bahasa Indonesia beralih menggunakan bahasa Batak Toba di wilayah tersebut.

Sofia Siregar (2003) dalam skripsi yang berjudul Campur Kode antara Bahasa Indonesia dengan Bahasa Arab dalam Rapat Organisasi Kesatuan Aksi

Mahasiswa Muslim Indonesia Komisariat Universitas Sumatera Utara,

membahas tentang penggunaan dua bahasa atau lebih oleh penutur dalam suatu percakapan pada rapat organisasi.

Nurmala Sari (2006) dalam skripsi yang berjudul Alih Kode pada Novel

Jakarta-Paris Via French Kiss karya Syahmedi Dean, membahas tentang adanya

peralihan pemakaian bahasa, dari bahasa Indonesia ke bahasa Asing.

Yuni Nurhayati (2006) dalam Skripsi yang berjudul Campur Kode pada

Novel Muara Kasih Karya Muthmainnah, membahas tentang penggunaan

beberapa bahasa yang menunjukkan adanya beberapa varian di dalam novel tersebut.


(23)

Mayemi (2007) dalam skripsi yang berjudul Campur Kode dalam Majalah

Aneka Yess! Membahas tentang banyaknya variasi bahasa yang dipakai dalam

majalah tersebut.

Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004) dalam buku yang berjudul

Sosiolinguistik Perkenalan Awal, membahas tentang lahirnya teori-teori dan

konsep dasar ilmu Sosiolinguistik sebagai cabang ilmu bahasa yang tertuju pada interaksi sosial.

Sumarsono dan Paina Partana (2004) dalam buku yang berjudul

Sosiolinguistik, membahas tentang perkembangan ilmu sosiolinguistik sebagai salah satu cabang ilmu bahasa.


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode merupakan cara mnedekati, menganalisis, mengamati, dan menjelaskan suatu fenomena dari objek yang diteliti.

3.1 Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kata-kata atau kalimat-kalimat dan bukan angka-angka. Dalam peneltian kualitatif, data formal adalah kata-kata, kalimat, dan wacana (Ratna, 2004: 47). Data yang dimaksud adalah kata-kata, kalimat, dan wacana yang terdapat pada antologi naskah “Raja Tebalek”

Adapun yang menjadi sumber data yang akan dianalisis adalah:

Judul : Raja Tebalek

Ukuran buku : 15x21 cm

Pengarang : Yusrianto Nasution, Yulhasni, Mukhlis Win Aryoga,


(25)

Editor : Agus Mulia

Penerbit : Teater O, penerbit madju, garuda plaza hotel Medan

Tebal buku : 224 halaman

Cetakan : pertama

Tahun terbit : 2009

Warna sampul : putih, hitam, merah, kuning.

Sumber data di atas merupakan data primer yang akan dianalisis sebagai data utama. Selain data primer, terdapat juga data sekunder yang juga diperlukan seorang peneliti. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku, artikel, internet dan hal-hal lainnya yang mendukung dalam penelitian ini.

3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang harus dilaksanakan; teknik adalah cara melaksanakan metode. Sebagai cara, kejatian teknik ditentukan adanya oleh alat yang dipakai (Sudaryanto 1993:9)

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tulisan. Adapun yang menjadi sumber data penelitian ini yaitu naskah teater karya Yusrianto Nasution dalam buku antologi naskah “Raja Tebalek.” Dalam tahap pengumpulan data, metode yang digunakan yaitu metode simak.


(26)

Metode simak adalah suatu metode yang dilakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa. Dalam hal ini, pengguna bahasa yang disimak adalah pengguna bahasa dalam naskah teater karya Yusrianto Nasution dalam buku antologi naskah “Raja Tebalek.

Selanjutnya, untuk melengkapi penggunaan metode tersebut, digunakan teknik sadap sebagai teknik dasar dan teknik catat sebagai teknik lanjutan (Sudaryanto, 1993:135). Dalam hal ini peneliti membaca, mempelajari dan memeriksa data-data yang diperlukan, lalu menyadap bagian-bagian isi naskah dan selanjutnya mencatat data yang diperoleh.

3.3 Metode dan Teknik Analisis Data

Sesuai dengan namanya “analisis”, tahap ini merupakan upaya si peneliti menangani langsung masalah yang terkandung pada data. Penanganan itu tampak dari adanya tindakan mengamati yang segera diikuti dengan “membedah” atau menguraikan masalah yang bersangkutan dengan cara khas tertentu (Sudaryanto:6).

Penelitian ini menggunakan teknik ganti. Dalam analisis ini, data yang diperoleh dicatat, dan dipilih dialek Medan yang terdapat dalam buku antologi naskah “Raja Tebalek.”

Cara menganalisis data penelitian ini dilakukan dengan:


(27)

2. Data tersebut dibaca, dipelajari, dipahami dan diinterpretasikan.

3. Data yang sesuai dengan analisis ditulis kembali dan inilah yang menjadi bahan penganalisisan.

Sesuai dengan tujuan penelitian, peneliti akan me-register dan mendeskripsikan makna dialek Medan dalam naskah teater karya Yusrianto Nasution yang terdapat di dalam buku antologi naskah “Raja Tebalek.”

3.4Sinopsis Naskah Teater Karya Yusrianto Nasution dalam Buku Antologi Naskah Raja Tebalek.

Naskah teater karya Yusrianto Nasution dalam buku antologi naskah

“Raja Tebalek”, ada lima naskah yaitu:

1. Naskah Raja Tebalek diproduksi tahun 2009

2. Naskah Tukang Sapu dan Tukang Koran diproduksi tahun 2005 3. Naskah Hikayat Pangeran Jongkok diproduksi tahun 2003 4. Naskah Gara-Gara diproduksi tahun 1999, dan

5. Naskah Sayembara Bohong diproduksi tahun 1997

Naskah Raja Tebalek adalah perumpamaan dari presiden republik Indonesia. Menceritakan tentang fenomena-fenomena kinerja pemerintahan yang carut marut. Selain itu dalam naskah Raja Tebalek juga menceritakan adanya penjualan anak atau sering disebut dengan trafficking ke negeri seberang, mendeskripsikan para TKI di negara Malaysia. Mendeskripsikan tentang


(28)

bagaimana warga Indonesia yang dilecehkan, dipermainkan, dihina, disiksa dan berbagai tindak kekerasan lainnya yang sampai sekarang tidak juga menemui solusi. Naskah Raja Tebalek juga menyentil bagaimana peran pemerintah yang acuh terhadap semua persoalan yang telah peneliti sebutkan di atas.

Naskah Tukang Sapu dan Tukang Koran menceritakan perdebatan antara Tukang sapu dengan Tukang Koran, dan orang yang menulis sekenario koran yang akan dibagi-bagikan. Wartawan yang akan memuat berita juga dibayar untuk menulis berita bohong yang akan dibagikan ke masyarakat. Naskah ini mendeskripsikan media-media yang selalu sebelah pihak dalam memberitakan sesuatu. Sehingga pemikiran masyarakat tidak memandang adanya kecurangan-kecurangan orang yang ada dibalik pembuat koran tersebut.

Naskah Hikayat Pangeran Jongkok menceritakan tentanng dua kelompok besar yang saling bermusuhan di Medan. Kelompok pertama adalah kelompok preman, dan kelompok yang kedua adalah kelompok Mafia. Naskah ini mendeskripsikan tentang perang yang berkepanjangan antara kelompok tersebut. Pemimpin kedua kelompok tidak ada yang mau mengalah. Tetapi di lain sisi, anak mereka saling jatuh cinta yang menciptakan permasalahan semakin rumit. Kemudian dalam naskah ini sebenarnya menyentil tentang peperangan antara dua negara yang tidak berkesudahan, yaitu negara Amerika dan negara Irak. Dalam naskah ini kelompok preman dikalahkan oleh kelompok mafia, dan itulah gambaran Irak yang dibumihanguskan oleh Amerika.


(29)

Naskah Gara-Gara menceritakan tentang pertengkaran antara suami dan istri. Suami yang mempunyai banyak aturan sehingga istri dan anak-anaknya berontak dan terjadilah pertengkaran besar. Selain itu, tetangga kontrakannya juga menciptakan masalah-masalah baru yang memperkeruh suasana. Sehingga akhirnya pertengkaran semakin besar dan pemilik kontrakan datang dan mengusir mereka.

Naskah Sayembara Bohong menceritakan tentang anak raja yang sedang terjangkit sakit cinta. Pemuda yang membuatnya jatuh cinta berjanji akan datang kembali untuk menemui sang Putri raja. Tetapi sang pemuda tidak menepatinya dan sang putri raja menganggap sang pemuda telah membohonginya. Hal itu membuat Raja dan Permaisuri berpikir keras untuk menghibur putrinya. Tetapi putrinya tetap saja memikirkan masalah itu dan meminta suatu permintaan yang sangat sulit untuk dikabulkan, yaitu Sayembara Bohong. Barang siapa yang bohongnya paling berkualitas, maka akan menjadi pendamping Putri raja. Naskah Sayembara Bohong juga menyentil pejabat pemerintahan yang korup dan mementingkan kepentingan individunya. Sehingga yang mengikuti sayembara tersebut membuka pemikiran Raja untuk menghukum pejabat-pejabat yang melanggar aturan kerajaan.


(30)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Register Dialek Medan

Dialek Medan sebenarnya adalah salah satu dialek Melayu yang terbentuk selama beratus-ratus tahun dan telah bercampurbaur dengan berbagai bahasa seperti bahasa Batak (Karo, Toba dan Mandailing) serta bahasa yang dibawa oleh pendatang seperti Minang, Aceh dan Melayu Pesisir. Selain itu juga terdapat beberapa perbendaharaan kata yang berasal dari bahasa asing seperti Belanda, Inggris, China, Arab dan India. Dari seluruh bahasa-bahasa yang digunakan oleh berbagai orang yang melakukan berbagai kegiatan di kota Medan akhirnya terbentuklah suatu dialek yang disebut sebagai bahasa Medan atau dialek Medan.

Medan adalah ibukota dari provinsi Sumatera Utara yang merupakan kota yang penduduknya terdiri dari berbagai suku, keheterogenan inilah yang menyebabkan orang Medan mempunyai berbagai istilah untuk menyampaikan sebuah kata tempat, benda dan sebagainya. Orang Medan memiliki bahasa yang unik. Pada naskah teater karya Yusrianto Nasution, sangat banyak ditemukan


(31)

kata-kata dialek Medan. Berikut ini adalah register dialek Medan yang khas dalam naskah-naskah karya Yusrianto Nasution.

REGISTER DIALEK MEDAN DALAM NASKAH-NASKAH TEATER KARYA YUSRIANTO NASUTION DALAM BUKU RAJA TEBALEK.

No. Dialek Medan Artinya Halaman

1. segini sebanyak ini 11

2 kek mananya Bagaimana 11

3 cemana bagaimana 11

4 ngapain melakukan apa 11

5 kek gini begini, seperti ini 11

6 pulak Pula 11

7 tokohi ditipu 12

8 tengok lihat 12

9 suka-sukanya seenaknya saja 13

10 cakap berkata 13

11 bosar besar 13

12 kombur berdialog, bercerita 13

13 kali sekali 14


(32)

15 sok Sombong 15

16 sikit-sikit sedikit-sedikit 15

17 kek gitu begitu, seperti itu 16

18 maen main 16

19 capek capai, lelah 16

20 payah sulit 17

21 jeti juta 17

22 Kubilang aku katakan 23

23 macam seperti 23

24 Ngatur mengatur 23

25 teken tanda tangan 24

26 engklek permainan rakyat 24

27 ratakan membumihanguskan 30

28 taik Kotoran 31

29 gimana bagaimana 31

30 gitu begitu 31

31 muncung mulut 35

32 pitam marah, emosi 44

33 dibeking dilindungi 45

34 ketebelece memo, surat perintah 49

35 bilang Kata 51


(33)

37 cakap-cakap berkata-kata, berbincang 58

38 tinggal hanya, Cuma 59

39 diborong diambil seluruhnya 61

40 cincong banyak bicara 61

41 gimbal hajar 61

42 kayak seperti 61

43 pening sakit kepala 74

44 melunjak tinggi hati, meninggi 74

45 pijak-pijak injak-injak 74

46 aja saja 74

47 tengok-tengok lihat-lihat 86

48 ngancam mengancam 86

49 sikit sedikit 86

50 bilang bagus-bagus berkata dengan baik 86

51 besar-besaran tindakan pamer 86

52 recok ribut 86

53 sor minat, ingin 86

53 melonte main perempuan, melacur 86

54 gontok-gontokan saling mengejek 86

55 hiduplah nyala 101

56 bikin buat, ciptakan 107


(34)

Jika diperhatikan tabel di atas, bahasa Indonesia banyak mengalami pengubahan fonem dalam dialek Medan yang fungsinya adalah untuk penyesuaian lafal di wilayah tersebut. Seperti adanya penggantian fonem, penambahan fonem, pengurangan fonem, penanggalan imbuhan adalah hal yang biasa dalam dialek regional.

Kata-kata yang mengalami penggantian fonem adalah sebagai berikut:

1. Kata segini jika ditinjau dari bahasa Indonesia yang baik berasal dari kata begini, /be/ diganti dengan /se/.

2. Kata kek mana jika ditinjau dari bahasa Indonesia yang baik berasal dari kata bagaimana, /bagai/ diganti dengan /kek/.

3. Kata cemana jika ditinjau dari bahasa Indonesia yang baik berasal dari kata bagaimana, /bagai/ diganti dengan /ce/.

4. Kata kek gini jika ditinjau dari bahasa Indonesia yang baik berasal dari kata begini, /be/ diganti dengan kata /kek/.

5. Kata bosar jika ditinjau dari bahasa Indonesia yang baik berasal dari kata besar, vokal /e/ diganti dengan /o/.

6. Kata kek gitu jika ditinjau dari bahasa Indonesia yang baik berasal dari kata begitu, /be/ diganti dengan /kek/.

7. Kata maen jika ditinjau dari bahasa Indonesia yang baik berasal dari kata main, vokal /i/ diganti dengan /e/.

8. Kata jeti jika ditinjau dari bahasa Indonesia yang baik berasal dari kata juta, vokal /u/ dan /a/ diganti dengan vokal /e/ dan /i/.


(35)

9. Kata capek jika ditinjau dari bahasa Indonesia yang baik berasal dari kata capai, /ai/ diganti dengan /ek/.

10.Kata pijak jika ditinjau dari bahasa Indonesia yang baik berasal dari kata injak, /in/ diganti dengan /pi/.

Kata-kata yang mengalami pengurangan fonem adalah sebagai berikut:

1. Kata gimana jika ditinjau dalam bahasa Indonesia berasal dari kata bagaimana, mengalami pengurangan fonem /ba/ di awal dan fonem /a/ di tengah.

2. Kata gitu jika ditinjau dalam bahasa Indonesia berasal dari kata begitu, mengalami pengurangan fonem /be/ di awal.

3. Kata aja jika ditinjau dalam bahasa Indonesia berasal dari kata saja, mengalami pengurangan fonem /s/.

Kata kata yang mengalami penanggalan imbuhan adalah sebagai berikut:

1. Kata ngatur berasal dari kata mengatur, mengalami penanggalan imbuhan /me/.

2. Kata Ngancam berasal dari kata mengancam, mengalami penanggalan imbuhan /me/.

Sedangkan kata-kata yang mengalami penambahan huruf adalah kata pulak berasal dari kata pula, terdapat penambahan huruf /k/.


(36)

Peneliti juga menemukan adanya dialek temporal dalam naskah tersebut. Kata ketebelece, adalah kata yang sangat pupuler pada zaman Soeharto. Di beberapa naskah teater karya Yusrianto Nasution, peneliti sering mendapati kata

ketebelece, dan kata-kata ini juga sering digunakan di Medan dan menjadi dialek Medan dalam naskahnya.

Kemudian dalam penggunaannya, tentu terjadi campur kode untuk memudahkan pembicara dan lawan bicara memahami suatu dialog. Kata- kata yang termasuk campur kode adalah kombur, malotup, sok, macam, gimbal, muncung, pitam, sor, recok dan gontok-gontokan. Kata-kata ini muncul akibat kota Medan di domisili oleh suku Batak dan Melayu. Kata-kata ini sangat sering digunakan dalam suatu percakapan dan dalam setiap kesempatan.

Kata dibeking, merupakan kata yang diadopsi dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris back-ing. Kata dibeking merupakan alih kode yang sering dipakai dalam dunia premanisme di Medan. Juga sering digunakan di pasar dan di jalanan.

4.2 Makna Dialek Medan

Sebagian dari bahasa sehari-hari di Medan memiliki makna dan arti yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan bahasa Indonesia pada umumnya. Contohnya, di Medan untuk menyebut sepeda motor itu adalah "Kereta" , jika dibandingkan dengan Pulau Jawa maka akan berbeda jauh, Kereta di Pulau Jawa berarti Kereta Api. Untuk menyatakan plat sepeda motor/mobil, kebanyakan orang Medan menyebutnya BK ( BK adalah nomor plat polisi untuk Medan ).


(37)

Kemudian kata pasar, bagi orang awam yang tidak tahu menahu bahasa Medan pasti akan menyebutkan bahwa pengertian pasar adalah tempat orang berjual-beli. Tetapi bagi orang Medan pengertian pasar adalah jalan raya. Begitu juga kata “kali”, Orang pasti berpikir kali adalah sungai. Tetapi “kali” dalam bahasa Medan adalah plesetan dari kata “sekali”.

Lain lagi masalahnya dengan kata “galon” untuk menyatakan SPBU, orang Medan mengatakan SPBU adalah tempat tangki minyak penyimpanan yang besar, sehingga disebut galon. Padahal galon dan tangki adalah ukuran yang sangat jauh berbeda. Galon ukurannya kira-kira 20 liter, sedangkan tangki dapat berukuran 5000 hingga 8000 liter. Sementara itu, orang Medan dapat dikatakan kurang suka membaca. Mengapa? Karena hampir semua galon sudah diberi nama dengan stasiun pengisian bahan bakar (SPBU), misalnya SPBU Patimura, SPBU Amplas, SPBU Simpang Kuala. Akan tetapi, penutur bahasa Medan masih saja membaca yang tidak ada tulisannya sehingga masih tetap menggunakan galon menjadi Galon Patimura, Galon Amplas, Galon Simpang Kuala.

Kemudian kata “gerobak” digunakan untuk menyatakan truk. Kata gerobak dipakai dalam bahasa lisan Medan mengacu pada bentuk benda itu yang berbentuk tempat mengangkut barang sehingga dikenal motor gerobak, gerobak sampah. Dengan demikian, masyarakat Medan menggunakan kata gerobak hanya karena kegunaannya saja, bukan mencari tahu apa namanya. Kata truk merupakan kata serapan dari kata Inggris, truck.


(38)

Dalam naskah-naskah teater karya Yusrianto Nasution sangat banyak ditemukan kata-kata dialek Medan yang pengertian dan maknanya berbeda dari yang sebenarnya. Kata-kata dialek Medan itu adalah sebagai berikut.

1. Kata “Segini,” kata ini sering digunakan dalam transaksi, pendapatan seseorang menyatakan waktu dan keadaan.

Contohnya:

Mona

Ya amplop, jam segini belum datang. Kata “segini” yang dikatakan Mona menyatakan waktu yang tidak biasa. Sedangkan dalam hal lain, kata “segini” diartikan secara singkat adalah sebanyak ini. Tergantung pemakaian dan konteksnya.

2. Kata “kek mananya”, “kek gitu dan “kek gini.” Sering kita dengar di berbagai kesempatan. Seperti kalau sesuatu itu tidak pantas atau tidak sesuai dengan apa yang diperkirakan.

Contohnya:

Mona

Kek mananya ini, cemana aku mau pintar.”


(39)

“Ayah aja oon-nya kek gini.”

Emak

“dulu nggak kek gitu, ayah kau berubah gara-gara main teater.”

Kata “Kek mananya” bila diartikan secara singkat adalah bagaimana, kata “kek gitu” artinya adalah begitu yang menunjukkan sesuatu hal dan kata “kek gini,” adalah begini atau seperti ini. Tetapi di lain kesempatan pula kita mendengar kata “Cemana” yang artinya sama seperti bagaimana. Di lain kesempatan lagi, kita juga mendengar “gimana” dan “gitu.” Yang artinya juga sama.

3. Kata “ngapain” sering digunakan untuk suatu pertanyaan bagi orang-orang yang penasaran.

Contohnya:

Ayah

“Ngapain kau bikin emosi? Macam nggak ada pekerjaan lain.

Sebenarnya kata “nagapain” bisa diganti dengan kenapa, karena dalam arti sebenarnya, kata “ngapain” itu adalah melakukan apa.

4. Kata “cakap” dalam bahasa Indonesia adalah sigap dalam bertindak, tangkas dan tanggap. Tetapi dalam dialek Medan makna dan artinya berbeda. Kata cakap dapat diartikan dengan berkata.


(40)

Contohnya:

Emak

“kalau cakap, abang nomor satu, tapi nol, baskom.”

di lain kesempatan kita kadang mendengar kata “bilang” yang artinya juga sama dengan kata cakap. Contohnya:

Istri Raja

“Dari dulu kan udah kubilang, abang jangan banyak kali cakap.

Dalam satu dialog di atas, terdapat kesamaan arti dalam kata “kubilang” dan “cakap”, artinya sama-sama berkata. Namun dalam pengertian sebenarnya dapat berbeda.

5. Kata “kali” dalam arti sebenarnya adalah sungai atau tempat orang desa untuk mandi. Tetapi dalam dialek Medan kata “kali” bukan digunakan untuk itu. kata “kali” dalam dialek Medan sebenarnya adalah sekali. Contohnya:

Ayah


(41)

Jika bertemu dengan orang yang di luar Medan atau Sumatera Utara, pasti agak terdengar aneh dan lucu. Karena kata “kali” sebenarnya adalah sungai atau tempat mandi.

6. Kata “malotup”, dalam bahasa di luar Sumatera atau di luar Medan tidak diketahui apa makna dan artinya. Tetapi sebenarnya kata “malotup” itu sering digunakan di Medan.

Contohnya:

Ayah

“tapi tak apalah, asal jangan malotup.”

Malotup artinya adalah meledak, meletus, membahana dan lebih identik pada sesuatu yang berelebihan.

7. Kata “kombur” sering kita dengar di berbagai kesempatan. Kata kombur berasal dari bahasa daerah dan sering juga digunakan di Medan. Contohnya:

Ayah

“baskom, bosar kombur! Paksa kali istilah kau itu.”

Kombur dapat diartikan bercerita-cerita, berdialog, bisa juga diartikan menggosip dan menggunjing.


(42)

8. Kata “sikit-sikit” juga sering digunakan di Medan. Sikit-sikit sama artinya dengan kata “sedikit-sedikit” seperti contoh berikut.

Mona

“jangan sok artis lah, sikit-sikit cerai.”

9. Kata “payah”, berasal dari bahasa Melayu, “payah” adalah kata yang mengemukakan kesulitan dalam segala hal.

Contohnya:

Ayah

“dari dulu, aku sudah cocok... Emaknya saja payah.”

Kata “payah” lebih sering digunakan di Medan daripada kata sulit.

10.Kata “jeti”, biasa digunakan di Medan untuk menyebutkan uang dengan jumlah jutaan.

Contohnya:

Tukang tipu

“begini saja kak, biar langsung kita bungkus, besok saya kirim pupuk, kakak saya... berapa jeti kakak perlu?”


(43)

“kau pikir aku menjual anakku ya?”

Kata jeti sama artinya dengan kata juta dalam bahasa Indonesia.

11.Kata “macam” dalam bahasa Indonesia artinya bagian, tetapi dalam dialek medan sama artinya dengan kata seperti. Karena Medan juga erat dengan bahasa Melayu Deli.

Contohnya:

Ayah

“yang disiksa, yang dihukumlah... macamlah itu.

Istri raja

“sudah!! Macam anak-anak aja pun.”

Samod

“nggak tahu ketua, macam ada binatang kutengok...”

Samod

macam di film India itu, anak mudanya pura-pura melanggar nonanya.”

Tukang sapu

“di sini gurunya gila PR, setiap hari bikin PR. Macam gak ada lagi kerjanya.”


(44)

Kata “macam”, setara dengan “kayak” yang juga menyatakan “seperti.”

12.Kata “muncung”, lebih sering digunakan untuk menggantikan mulut. Contohnya:

Putri

“sampai berbuih pun muncung ayah dan bunda, ananda akan tetap bergeming dengan permintaan itu.

13.Kata “pitam”, digunakan untuk menyatakan amarah dan emosi dalam suatu hal.

Contohnya:

Raja

“kau membuatku naik pitam. Wahai anak muda, apa pesanmu sebelum digantung.”

Di Medan kata “pitam” lebih sering didengar dan digunakan daripada marah dan emosi.

14.Kata “dibeking”, beking berasal dari bahasa Inggris “Back-ing” yang telah diserap menjadi bahasa Indonesia. Kata ini sering digunakan dalam berbagai kesempatan di Medan.


(45)

Raja

“kalau betul ada pejabat yang korupsi, kalau betul ada proyek yang di mark-up, kalau betul narkoba merajalela dan dibeking oleh aparat, saya akan mengambil tindakan tegas.”

Kata beking dalam arti sebenarnya adalah orang-orang yang melindungi aktivitas orang yang dianggap lemah.

15.Kata “ketebelece” juga pernah populer dan menjadi dialek Medan. Contohnya:

Suami I

“hakim agung, suamimu! Rayuan, ketebelece? Hh... lagi-lagi kau bermimpi.”

Kata “ketebelece” dalam arti yang dimaksud adalah surat yang wajib dipatuhi perintahnya walaupun salah prosesnya. Kata ini sering muncul di tahun 1966-1999 dan menjadi kata yang sering diucapkan.

16.Kata “kutang”, dalam dialek Medan menyatakan baju kaus tidak berlengan, lebih tepatnya kaus singlet dan sering menyatakan bra. Contohnya:

Istri II


(46)

Dalam bahasa Indonesia yang baik adalah bra yang dipakai wanita.

17.Kata “tinggal” dalam bahasa Indonesia adalah menetap. Tetapi dalam dialek Medan artinya adalah Cuma dan hanya.

Contohnya:

Istri II

“ada TV dengan parabola, minum air dari kulkas... pakaian tinggal

masukkan ke mesin cuci... dan... srek... sreek... sreeeek... selesai.

18.Kata “cincong” selalu digunakan di Medan untuk menyatakan banyak bicara, berbelit-berbelit dalam mengemukakan pendapat dan terkesan bertele-tele.

Contohnya:

Istri II

“sembako kok diborong... Jangan banyak cincong! Hiaaaaaaat!!!!!! (menyerang).

Kata “cincong” sering digunakan untuk mematahkan perkataan lawan bicara yang banyak menerangkan hal-hal yang tidak dibutuhkan.

19.Kata “gimbal” sering diidentikkan dengan rambut gimbal atau rambut acak-acakan yang umumnya dimiliki oleh orang-orang pinggiran dan


(47)

penyanyi regge. Tetapi gimbal dalam dialek Medan adalah dihajar dan dipukuli.

Contohnya:

Suami I

“aku yang paling jago di sini. Biar kau tahu ya, preman Sambu pernah terbirit-birit kugimbal! Hmm... dan ingat, besok kau bertanding. Jangan sampai kau kalah. Patahkan batang lehernya.”

Kata gimbal dalam dialek Medan identik dengan perilaku kekerasan dan kontak fisik antara sesama.

20.Kata “recok”, dalam dialek Medan adalah kata yang menyatakan suatu keributan, kerusuhan dan kasak-kusuk dalam suatu hal.

Contohnya:

Preman Belawan

“anjing kau, monyet kau, babi kau!! Nggak punya otak. Di istana ketua bikin recok, pake otak kau...”

Kata “recok” lebih sering digunakan dalam dialek Medan daripada kata ribut, rusuh dan yang lain se-sinonim dengannya.


(48)

21.Kata “sor” juga sering identik dengan perilaku kekerasan dan kontak fisik. Kata “sor” juga sering digunakan dalam dialek Medan.

Contohnya:

Preman Amplas

“apa kau bilang, perempuan?! Kau menghina ya?! Ayo, kita ke belakang, biar aku tengok, besar-besaran pun jadi. Aku nggak suka banyak cakap, kalau sor, ayo.”

Kata sor dalam dialek Medan artinya adalah keinginan yang kuat dan minat yang sangat besar dalam menanggapi suatu hal.

22.Kata “pijak-pijak” yang sebenarnya adalah “injak-injak”. Sering digunakan di Medan untuk meluapkan emosi dan amarah. Seperti contoh berikut ini:

Todak

“sudah melunjak kau kutengok. Aku sudah pening jangan kau tambah-tambah lagi. Kupijak-pijak kau nanti!”

23.Kata “gontok-gontokan” bila diartikan dalam bahasa Indonesia adalah berdebat karena perbedaan persepsi. “Gontok-gontokan” adalah perdebatan yang mengutamakan emosi yang tinggi dan cenderung menciptakan amarah.


(49)

Contohnya:

Preman Pinang Baris

“Ingat, datuk-datuk preman kita cukup lama menguasai keadaan, jangan hanya gara-gara misundertanding, kita bertengkar dan gontok-gontokan. Kalau terus begini kita akan hancur.”

Gontok-gontokan dapat juga diartikan saling menuding, saling mengejek, saling menjelek-jelekkan dan saling memaki.

24.Kata “hidup” dalam bahasa Indonesia adalah setiap raga yang memiliki nyawa atau ruh. Sedangkan dalam dialek Medan dapat berarti “nyala”. Contohnya:

Tukang Sapu

“Nggak nyambung bagaimana, kan tiap hari dipakai. Kalau ga nyambung, ga bisa hiduplah ya.”

25.Kata “berak” dalam bahasa Indonesia adalah buang air besar. Kata “berak” lebih seing digunakan di Medan dari kata lainnya. Contohnya:

Tukang Sapu

Bukankah orang melarat yang membeli kupon judi, berak, kencing di mana mereka mau. Jualan apa saja dan di mana saja.


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Setelah peneliti menguraikan keseluruhan dialek Medan yang terdapat pada naskah-naskah teater karya Yusrianto Naustion dalam buku antologi naskah “Raja Tebalek,” maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dialek Medan yang terdapat di dalam naskah-naskah teater karya Yusrianto Nasution dalam buku antologi naskah Raja Tebalek, sebanyak 57 kata, yaitu pada halaman: 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 23, 24, 30, 31, 35, 44 dan 45 dalam naskah yang berjudul “Raja Tebalek.” Halaman 49, 51, 56, 58, 59 dan 61 dalam naskah yang berjudul “Gara-Gara.” Halaman 74 dan 86 dalam naskah yang berjudul “Hikayat Pangeran Jongkok.” Halaman 101, 107, dan 109 dalam naskah yang berjudul “Tukang Sapu dan Pengantar Koran.”

2. Dialek Medan dominan terbentuk dari bahasa daerah seperti bahasa Batak, Melayu dan beberapa suku pendatang di Sumatera Utara. Beberapa pengaruh bahasa Batak seperti: kek mana, bosar, kombur, dan malotup. Dan beberapa bahasa Mealayu seperti: tengok, tokohi, cakap, macam dan


(51)

muncung. Sedangkan kata-kata yang lainnya berasal dari bahasa suku pendatang.

3. Dialek Medan dengan dialek lain dalam beberapa kata mengalami perbedaan makna tersendiri, seperti pada kata: kali, gimbal, tinggal, hidup

dan macam, bila digunakan di daerah lain, maka akan memiliki makna

yang berbeda.

4.2 Saran

Peneliti mengharapkan kepada mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia yang akan menyusun skripsi dapat melanjutkan dan meneliti kata-kata dialek Medan lainnya yang ada di berbagai media, karena peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan di dalam skripsi ini, dan masih sedikit yang meneliti perkembangan dialek Medan yang semakin bertambah kosa kata-kosa kata baru. Saran peneliti, agar penelitian ini dapat ditindaklanjuti dan dikembangkan untuk buku panduan bagi masyarakat pendatang yang berimigrasi ke kota Medan atau Sumatera Utara.


(52)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Alwi, Hasan.2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ayatrohaidi.1983, Dialektologi Sebuah Pengantar. Jakarta: P3B DepDikBud. Chaer, Abdul, dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nasution, Yusrianto, dkk. 2009. Raja Tebalek. Medan: Madju Medan. Spolsky, Bernard. 1998. Sociolinguistics. Oxford: Oxford University Press.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sumarsono dan Paina Partana. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta : Sabda Suryabrata, Sumadi. 1983. Metode Penelitian. Jakarta: Rajawali pers. Tarigan, Henry Guntur. 1982. Pengajaran Kosa Kata. Bandung: Angkasa

Wijaya dan Muhammad. Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis, cet. ke-1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006).

Internet

Hrs “Ini Medan Bung.” 06 Februari 2012 . http://tehsusu.com (diakses 1 Mei 2013 jam 11.10 WIB)

Zizy “ Ciri khas orang batak “ .12 Oktober 2012. http://planetbatak.blogspot.com (diakses 1 Mei 2013)


(1)

penyanyi regge. Tetapi gimbal dalam dialek Medan adalah dihajar dan dipukuli.

Contohnya:

Suami I

“aku yang paling jago di sini. Biar kau tahu ya, preman Sambu pernah terbirit-birit kugimbal! Hmm... dan ingat, besok kau bertanding. Jangan sampai kau kalah. Patahkan batang lehernya.”

Kata gimbal dalam dialek Medan identik dengan perilaku kekerasan dan kontak fisik antara sesama.

20.Kata “recok”, dalam dialek Medan adalah kata yang menyatakan suatu keributan, kerusuhan dan kasak-kusuk dalam suatu hal.

Contohnya:

Preman Belawan

“anjing kau, monyet kau, babi kau!! Nggak punya otak. Di istana ketua bikin recok, pake otak kau...”

Kata “recok” lebih sering digunakan dalam dialek Medan daripada kata ribut, rusuh dan yang lain se-sinonim dengannya.


(2)

21.Kata “sor” juga sering identik dengan perilaku kekerasan dan kontak fisik. Kata “sor” juga sering digunakan dalam dialek Medan.

Contohnya:

Preman Amplas

“apa kau bilang, perempuan?! Kau menghina ya?! Ayo, kita ke belakang, biar aku tengok, besar-besaran pun jadi. Aku nggak suka banyak cakap, kalau sor, ayo.”

Kata sor dalam dialek Medan artinya adalah keinginan yang kuat dan minat yang sangat besar dalam menanggapi suatu hal.

22.Kata “pijak-pijak” yang sebenarnya adalah “injak-injak”. Sering digunakan di Medan untuk meluapkan emosi dan amarah. Seperti contoh berikut ini:

Todak

“sudah melunjak kau kutengok. Aku sudah pening jangan kau tambah-tambah lagi. Kupijak-pijak kau nanti!”

23.Kata “gontok-gontokan” bila diartikan dalam bahasa Indonesia adalah berdebat karena perbedaan persepsi. “Gontok-gontokan” adalah perdebatan yang mengutamakan emosi yang tinggi dan cenderung menciptakan amarah.


(3)

Contohnya:

Preman Pinang Baris

“Ingat, datuk-datuk preman kita cukup lama menguasai keadaan, jangan hanya gara-gara misundertanding, kita bertengkar dan gontok-gontokan. Kalau terus begini kita akan hancur.”

Gontok-gontokan dapat juga diartikan saling menuding, saling mengejek, saling menjelek-jelekkan dan saling memaki.

24.Kata “hidup” dalam bahasa Indonesia adalah setiap raga yang memiliki nyawa atau ruh. Sedangkan dalam dialek Medan dapat berarti “nyala”. Contohnya:

Tukang Sapu

“Nggak nyambung bagaimana, kan tiap hari dipakai. Kalau ga nyambung, ga bisa hiduplah ya.”

25.Kata “berak” dalam bahasa Indonesia adalah buang air besar. Kata “berak” lebih seing digunakan di Medan dari kata lainnya. Contohnya:

Tukang Sapu

Bukankah orang melarat yang membeli kupon judi, berak, kencing di mana mereka mau. Jualan apa saja dan di mana saja.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Setelah peneliti menguraikan keseluruhan dialek Medan yang terdapat pada naskah-naskah teater karya Yusrianto Naustion dalam buku antologi naskah “Raja Tebalek,” maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dialek Medan yang terdapat di dalam naskah-naskah teater karya Yusrianto Nasution dalam buku antologi naskah Raja Tebalek, sebanyak 57 kata, yaitu pada halaman: 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 23, 24, 30, 31, 35, 44 dan 45 dalam naskah yang berjudul “Raja Tebalek.” Halaman 49, 51, 56, 58, 59 dan 61 dalam naskah yang berjudul “Gara-Gara.” Halaman 74 dan 86 dalam naskah yang berjudul “Hikayat Pangeran Jongkok.” Halaman 101, 107, dan 109 dalam naskah yang berjudul “Tukang Sapu dan Pengantar Koran.”

2. Dialek Medan dominan terbentuk dari bahasa daerah seperti bahasa Batak, Melayu dan beberapa suku pendatang di Sumatera Utara. Beberapa pengaruh bahasa Batak seperti: kek mana, bosar, kombur, dan malotup. Dan beberapa bahasa Mealayu seperti: tengok, tokohi, cakap, macam dan


(5)

muncung. Sedangkan kata-kata yang lainnya berasal dari bahasa suku pendatang.

3. Dialek Medan dengan dialek lain dalam beberapa kata mengalami perbedaan makna tersendiri, seperti pada kata: kali, gimbal, tinggal, hidup dan macam, bila digunakan di daerah lain, maka akan memiliki makna yang berbeda.

4.2 Saran

Peneliti mengharapkan kepada mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia yang akan menyusun skripsi dapat melanjutkan dan meneliti kata-kata dialek Medan lainnya yang ada di berbagai media, karena peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan di dalam skripsi ini, dan masih sedikit yang meneliti perkembangan dialek Medan yang semakin bertambah kosa kata-kosa kata baru. Saran peneliti, agar penelitian ini dapat ditindaklanjuti dan dikembangkan untuk buku panduan bagi masyarakat pendatang yang berimigrasi ke kota Medan atau Sumatera Utara.


(6)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Alwi, Hasan.2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ayatrohaidi.1983, Dialektologi Sebuah Pengantar. Jakarta: P3B DepDikBud. Chaer, Abdul, dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nasution, Yusrianto, dkk. 2009. Raja Tebalek. Medan: Madju Medan. Spolsky, Bernard. 1998. Sociolinguistics. Oxford: Oxford University Press.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sumarsono dan Paina Partana. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta : Sabda Suryabrata, Sumadi. 1983. Metode Penelitian. Jakarta: Rajawali pers. Tarigan, Henry Guntur. 1982. Pengajaran Kosa Kata. Bandung: Angkasa

Wijaya dan Muhammad. Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis, cet. ke-1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006).

Internet

Hrs “Ini Medan Bung.” 06 Februari 2012 . http://tehsusu.com (diakses 1 Mei 2013 jam 11.10 WIB)

Zizy “ Ciri khas orang batak “ .12 Oktober 2012. http://planetbatak.blogspot.com (diakses 1 Mei 2013)