Peningkatan Produksi Peternakan Sapi Potong di Daerah Padat Ternak melalui Perbaikan Sarana dan Prasarana Pelayanan Reproduksi
*
,
.
4
r
.*
-i:
i
i
1
* ,
I
oleh :
ZMITZ\INj UmN
ABSTRACT
ZAITUNI UDIN.
The Increase'of Beef Cattle Production in
Densely Cattle Populated Areas Through Improvement of
Facilities and Condition of Reproduction Services '(under
guidance of SOEBADI PARTODIHARDJO, HARIMURTI HARTOJO,
ASIKIN NATASASMITA. A.A. MATTJIK dan IMAN SUPRIATNA).
The objective of the research was to increase the
beef cattle production by improving the facilities and
condition of reproduction services. The research was
conducted in the Artificial Insemination Location Unit
(ULIB) Kaliori and Sumber, Dati 11, Kabupaten Rembang,
Central Java, during a period of March 1990 - August
1991.
The research comprised of four experiments : [I]
The effect of intercom in Artificial Insemination Progam. In this category, ULIB Kaliori (with intercom) was
compared with ULIB Sumber (without intercom), and 5
groups of calving cattle with different stage of calving
(first calving (B-0), second calving B - ,
third
calving (B-2), fourth calving (B-3) and fifth calving
(B-4). The number of cattle was 200. 121 The effect of
suckling period on the first service after calving, and
the calving intervals. The suckling period was distinguished by 3 groups of 2 months, 3 months and 4 months
and 5 groups of calving animals with different stages
(B-1, B-2, B-3, B-4 and B-5). The number of cattle used
was 60. C33 The effect of resting period after calving
on the uterus involution and the performance of reproduction. This includes four groups of 15 days, 30 days
45 days and 60 days, and 5 groups (B-1, B-2, B-3, B-4
and B-5) of calving animals with different stages. The
number of cattle was 80. C41 The effect of the doses of
semen on the conception rate and the service per conception consisting of 2 types. Namely 1/2 ministraw and 1
ministraw, and 5 groups (B-0, B-1, B-2, B-3 and B-4) of
The
calving animals. The number of animals was 400.
data were processed by means of profile analyses.
1.
The use of intercom in an artificial insemination
program can regulate the timing of artificial insemination service. The conception rate in Kaliori
(with intercom) and Sumber (without intercom) was
75.0% and 63.0% respectively.
2. Two-month suckling period was the shortest time for
first service after calving. The lactating period
18.60; 116.5
for 2, 3 and 4 months was 85.5
11.33 and 145.8 2 9.0 days respectively. The total
average was 116.26 + 9.97 days. The average of
calving intervals for 2, 3 and 4 month lactating
period was 383.25 + 19.01; 408.70 + 18.15 and 437.60
+ 18.60 days respectively, whereas the total average
was 409.85 + 15.25 days.
3. The fastest post-partum resting period (P < 0.05)
which quickened the uterus involution was during a
resting period of 45 days. On the other hand, the
affect of resting period on the performance of
reproduction did not show an obvious differnce. The
average of uterus involution on the resting periods
of 15, 30, 45 and 60 days was 7.0 + 0.2; 6.55 2
0.32; 6.15 + 0.45 and 6.2 + 0.45 weeks respectively;
while the total average was 6.47 + 0.34 weeks.
4. A
doses of 1 ministraw frozen semen obviously
showed a higher conception rate and a lower number
than 1/2 ministraw.
The
of service peyJ+'conception
average of conception rate for 1/2 and 1 ministraw
7.45% respectively,
was 63.5 + 6.51% and 76.5
The
while the total average was 70.0 + 9.19%.
average service per conception for 1/2 ministraw and
1 ministraw was 1.50 t 1.1% and 1.36 + 0.12% respectively, and the total average was 1.44 + 0.13%.
+
+
+
According to this observation during research, the
shortest calving interval was found in the case
using a dose of 1 ministraw and the first service
mating interval after 2 months of birth during rest
period (a time when the animals are not used in the
field).
From this research, it can be concluded that the use of
intercom, the 2 months lactating period, 45 day resting
period (in dry season) and a doses of 1 ministraw are
the most effective in increasing the production of beef
cattle.
RINGKASAN
ZAITUNI UDIN. Peningkatan Produksi Peternakan Sapi Potong di Daerah Padat Ternak melalui Perbaikan Sarana dan
Prasarana Pelayanan Reproduksi (Di bawah
bimbingan
SOEBADI PARTODIHARDJO sebagai ketua, HARIMURTI MARTOYO,
ASIKIN NATASASMITA, IMAN SUPRIATNA, dan AHMAD ANSORI
MATTJIK, sebagai anggota).
Secara umum penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat peternak melalui peningkatan produksi sapi potong, dengan jalan perbaikan Sarana dan prasarana pelayanan reproduksi. Penelitian ini
dilakukan pada Unit Lokasi Inseminasi Buatan (ULIB) Kaliori dan ULIB Sumber, Daerah Tingkat I1 Kabugaten Rembang, Jawa Tengah. Penelitian dimulai bulan Maret 1990
sampai Agustus 1991 atau selama 17 bulan.
Untuk mendapatkan data mengenai kinerja reproduksi
sapi Peranakan Ongole (PO) pascapartum dilakukan 4 penelitian, Penelitian pertama: Pengaruh penggunaan interkom
dalam pelaksanaan program IB. Digunakan 100 ekor sapi
dengan lima golongan beranak pada setiap ULIB Kaliori
d m Sumber. Penelitian kedua: Pengaruh lama menyusui,
terdiri atas 3 tingkat lama menyusui yaitu 2 bulan (MI),
3 bulan (M2) dan 4 bulan (Mg), dan lima golongan beranak
yaitu B1, B2, B3, B4 dan B5 (sudah pernah satu kali beranak, dua kali, tiga kali, empat kali dan lima kali).
Lokasinya di empat desa dan setiap desa mempunyai seorang KOTIB. Jumlah sampel pada masing-masing desa 15
ekor dan jumlah sampel keseluruhan 60 ekor. Penelitian
ketiga: Pengaruh lama istirahat yang terdiri atas 4
tingkat lama istirahat, yaitu: 15 hari (I1), 30 hari
(I2), 45 hari (Ig), dan 60 hari (I4), dan 5 golongan
beranak. Jumlah sampel tiap desa 20 ekor, sedangkan
jumlah sampel keseluruhan 80 ekor. Penelitian keempat:
Pengaruh dosis semen beku, terdiri atas 2 macam dosis
semen beku yaitu 1/2 ministraw (Dl) dan 1 ministraw (D2)
dan lima golongan beranak serta 4 ulangan ( d e s a ) . Jumlah
sampel pada setiap desa 100 ekor dan jumlah keseluruhan
400 ekor. Analisa data yang digunakan adalah analisis
profil.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada ULIB Kaliori ini yang pelaksanaan IB-nya sudah maju, rata-rata
jumlah akseptor 10 ekor per hari. ULIB ini juga telah
dilengkapi dengan interkom sebagai sarana komunikasi antara inseminator dan para kontak tani inseminasi buatan
di lapangan.
.
.
Pengaruh penggunaan inBasil Penelltlan Pert-:
terkom terhadap angka konsepsi. Penggunaan interkom
pada program IB dapat mengatur waktu pelayanan inseminasi. Angka konsepsi pada ULIB Kaliori (dengan interkom)
adalah 75% dan 63% untuk ULIB Sumber (tanpa interkom).
il Penelitian Kedua: Pengaruh lama menyusui:
Jarak kawin pertama sesudah beranak dan selang beranak
yang terpendek adalah pada lama menyusui dua bulan.
Rataan kawin pertama sesudah beranak untuk perlakuan MI,
M,'. /dan M3 adalah 86.5 + 9.21 hari, 116.5 + 11.33 hari
dan 145.8 + 9.0 hari berturut-turut. Rataan keseluruhan
kawin pertama sesudah beranak adalah 116.26 + 9.97 hari.
Rataan selang beranak ( c a l v i n g interval) untuk perlakuan
MI, M2, dan M 3 adalah 383.25 + 10.01 hari, 408.70
+ 18.15 hari dan 437.60 + 18.60 hari berturut-turut.
Rataan keseluruhan selang beranak adalah 409.85 + 15.25
hari. Angka perkawinan per kebuntingan untuk perlakuan
MI, M2 dan M3 rata-rata adalah 1.65 + 0.13, 1.35 + 0.28
dan 1.25 + 0.35 berturut-turut. Rataan keseluruhan
angka perkawinan perkebuntingan adalah 1.41 + 0.20.
Korelasi selang beranak dengan kawin pertama sesudah
beranak, angka perkawinan per kebuntingan dan lama bunting adalah r = 0.992.
Penelitian Ketiaa : Pengaruh lama istirahat:
Istirahat 45 hari sesudah beranak merupakan yang tercepat
terjadinya involusi uteri. Rataan involusi uteri untuk
perlakuan I
12, I3 dan I4 adalah 7.0 + 0.2 minggu,
6.55 + 0.32 minggu, 6.15 + 0.45 minggu dan 6.2 + 0.45
minggu secara berturut-turut. Rataan keseluruhan adalah
6.47 + 0.34 minggu. Rataan kawin pertama sesudah beranak 11, 12, I3 dan I4 adalah 139.4 + 15.0 hari, 137.6 +
16.59 hari, 138.25 + 14.60 hari dan 139.15 + 9.92 hari
secara berturut-turut. Rataan keseluruhan adalah 138.6
+ 10.96 hari. Rataan selang beranak pada perlakuan 11,
12] I3 dan I4 adalah 434.7 + 19.29 hari, 431.75 + 26.20
hari, 426.45 + 17.95 hari dan 430.0 + 14.88 hari.
Rataan keseluruhan selang beranak adalah 431.47 + 18.62
hari. Untuk angka perkawinan per kebuntingan pada perlakuan 11, 12, I g dan I4 rata-rata adalah 1.5 + 0.25,
1.4 + 0.37, 1.25 + 0.25 dan 1'.5 2 0.17 secara berturutturut.
Rataan keseluruhan angka perkawinan per kebuntingan adalah 1.41 2 0.70. Selanjutnya rataan angka
konsepsi pada perlakuan 11, 12, I g dan I4 adalah 65.0 2
13.69%, 70.0 + 20.91%, 80.0 2 20.41% dan 70.0 + 11.18%
berturut-turut. Rataan keseluruhan angka konsepsi adalah 71.25 + 45.54 persen.
P e n e l i w Keern~a*: Pengaruh dosis semen beku: Dosis semen beku 1 ministraw lebih tinggi angka konsepsi
dan lebih kecil angka perkawinan per kebuntingan dari
Rataan
angka
pada dosis semen beku 1/2 ministraw.
konsepsi untuk perlakuan Dl (1/2 ministraw) dan D2 (1
ministraw) adalah 63.5 + 6.51% dan 76.5 + 7.45% secara
berturut-turut. Rataan angka konsepsi secara keseluruhan adalah 70.0 + 9.19%, sedangkan rataan angka perkawinan perkebuntingan untuk perlakuan Dl (1/2 ministraw) dan
D2 (1 ministraw) adalah 1.50 + 0.10 dan 1.36 + 0.12
berturut-turut. Rataan keseluruhan angka perkawinan per
kebuntingan adalah 1 . 4 4 2 0.13. Hasil pengamatan untuk
selang beranak yang terpendek didapatkan pada penggunaan
1 dosis, jarak kawin pertama sesudah beranak 2 bulan
dan musim tidak bekerja di sawah (ringan).
Kesimpulan dari keseluruhan pembahasan pada penelitian ini adalah penggunaan interkom, lama menyusui 2
bulan, lama istirahat 45 hari (musim bekerja ringan) dan
dosis semen beku 1 ministraw dapat meningkatkan produksi
sapi potong dalam rangka meningkatkan pendapatan peternak .
PENINGKATAN PRODUKSI PETEXNAKAN SAP1 POTONG DI DAERAR
PADAT TEXNAK MELALUI PWBAIKAN SARANA DAN
PRASARANA PELAYANAN REPRODUKSI
Oleh
ZAITUNI UDIN
88524
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
B O G O R
1 9 9 3
Judul Disertasi
:
PENINGKATAN PRODUKSI PETERNAKAN SAP1
POTONG DI DA1GRAB PADAT TERNAK HELALUI
PERBAIKAN SARANA DAN PRASARANA PELAYANAN REPRODUKSI
Nama Mahasiswa
:
ZAITUNI UDIN
Nomor Pokok
:
88524
Menyetujui
1.
Komisi Penasehat
W&41&----
Prof. Dr. A. Soebadi Partodihardjo
Ketua
t
Harimurti Martojo
Anggota
Dr. Ir. H.A. Ansori Mattjik
Anggota
2.
Ketua Program Studi
Biologi Reproduksi
----
Prof. Dr. Asikin Natasasmita
Anggota
Dr. Iman Supriatna
Anggota
ram Pascasarjana
anian Bogor
------------r. H. E d i Guhard ja
Tanggal Lulus: 21 Agustus 1993
RIWAYAT HIDUP
Penulis
dilahirkan
di Painan, Kabupaten
Pesisir
Selatan, Sumatera Barat pada tanggal 7 September
Anak
kelima
dari pasangan Ayah Udin Dt. R.
1953.
Nan
Sati
(almarhum) dan Ibu Rahmadani (almarhumah).
Penulis
tamat SD tahun 1966, SMPN tahun
tahun 1972 semuanya di Painan.
SMAN
1969
dan
Lulus sarjana
pe-
ternakan tahun 1979 pada Fakultas Peternakan, Universitas Andalas Padang.
Memperoleh gelar Master of
University of Phillipines, Los Banos
pada
Science
tahun
1985.
Pada tahun 1988 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan program Sg (Program Doktor) pada
ju-
rusan
Biologi Reproduksi, Institut Pertanian Bogor
di
Bogor.
Sejak
tahun 1980 sampai sekarang penulis
diangkat
menjadi staf pengajar pada Fakultas Peternakan, Universitas Andalas Padang.
UCAPAN TXRIM
KASIH
SWT
Penulis memanjatkan puji syukur kepada Allah
atas
rahmat dan hidayahNya hingga penelitian ini
diselesaikan dan dituangkan dalam suatu tulisan
dapat
berupa
disertasi sebagai hasil akhir.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar
nya kepada Bapak Prof. Dr. H. Soebadi Partodihardjo sebagai
gembimbing ketua, yang memberikan
nasehat, saran-saran serta dorongan moril
bimbingan,
sejak tahap
persiapan penelitian sampai penulisan disertasi ini.
K,epada Bapak Prof. Dr. H. Harimurti Martoyo, Bapak
Prof. Dr. Asikin Natasasmita, Bapak Dr. Ir. H.A.
Ansori
Mattjik dan Bapak Dr. Iman Supriatna, sebagai pembimbing
anggota, yang telah memberikan bimbingan, nasehat, kritik dan dorongan dengan tulus ikhlas, disampaikan pujian
dan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Kepada yang terhormat Bapak Rektor dan Bapak Direktur
Program Pascasarjana, Ketua Jurusan Biologi
duksi
beserta seluruh staf.
Singkatnya keluarga besar
Institut Pertanian Bogor atas fasilitas dan
yang
diberikan
Repro-
untuk kelancaran studi
kesempatan
penulis, untuk
itu disampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Penghargaan dan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Rektor dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas
Andalas
Padang, atas kesempatan dan
bantuan
yang
diberikan
kepada penulis dalam mengikuti studi di
Pro-
gram Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ucapan
terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada
Bapak Marlan dan Bapak Daan selaku inseminator di
matan
Kaliori
Rembang
dan Sumber Kabupaten Daerah
dan kepada para Kontak Tani
Keca-
Tingkat
I1
Inseminasi Buatan
serta para peternak yang telah memberikan bantuan
fasilitas penyediaan ternak selama penelitian
serta
berlang-
sung.
Kepada
Daerah
Bapak
Pimpinan dan Staf
Dinas
Peternakan
Tingkat I1 Rembang yang telah dengan sudi
mela-
yani kebutuhan data penelitian.
Juga
disampaikan
penghargaan
dan
terima
kepada TMPD Ditjen Dikti, Yayasan Supersemar yang
kasih
telah
memberikan beasiswa sehingga penulis dapat mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan.
Kepada ayahnda almarhum dan ibunda almarhumah
penulis
hormati dan cintai dan kakak-kakak serta
yang
adik-
adik atas dorongan dan pengertiannya penulis aturkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Terima
kasih juga kepada teman-teman sejawat
yang
satu
atas
kritik-kritik dan saran-saran yang sangat berharga
demi
tak
dapat penulis sebutkan namanya satu per
kelancaran penelitian ini.
Akhir kata semoga tulisan ini ada manfaat hendaknya
dan semoga Allah SWT memberikan balasan pahala yang berlipat
ganda atas jasa, budi baik yang diberikan
kami.
Amin.
kepada
Bogor, Maret 1993
Penulis
DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
BAB I1
.....................................
iv
....................................
ix
.............................
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1
1.2
Identifikasi
.....................
Masalah . . . . . . . . . . . . . . .
5
1.3
Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6
1.4 Manfaat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . .
7
1.5 Kerangka Pemikiran . . . . . . . . . . . . . . . . .
7
........................
9
Tinjauan Umum Sapi Peranakan
Ongole (PO) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9
...
11
..
13
.....................
14
2.5 Berahi Pertama Pascaparturn . . . . . . . . .
17
2.6
Kawin Pertama Pascaparturn . . . . . . . . . .
20
2.7
Angka Perkawinan per Kebuntingan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.2
Aktivitas Reproduksi Pascaparturn
2.3
Pola Harmonal Periode Pascaparturn
2.4
Involusi Uteri
( S e r v i c e per
Conception )
...........
22
...
24
2.8
Angka Konsepsi (Conception R a t e )
2.9
Lama Bunting
2.10 Selang
........................
Beranak ( C a f v i n g I n e e r v a l ) . .
28
31
2.11 Hubungan Fertilitas dan Pelaksanaan
Inseminasi Buatan . . . . . . . . . . . . . . . . . .
33
............
35
2.12 Dosis Inseminasi Buatan
Halaman
BAB I11
BAB IV
MATERI DAN METODA PENELITIAN
............
37
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian
........
37
3.2
Materi Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . .
37
3.3
Alat yang Digunakan . . . . . . . . . . . . . . . .
38
3.4
Metoda Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . .
38
3.5
Penilaian Konsentrasi Spermatozoa . .
50
3.6
Cara Pemeriksaan Kebuntingan
.......
52
3.7
Analisa Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
53
HASIL DAN PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
54
.....
54
4.2 Keadaan Umum Peternakan pada
Lokasi Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . .
55
Perkembangan Inseminasi Buatan pada
Lokasi Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . .
59
Kegiatan Inseminasi Buatan pada
ULIB Kaliori . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
62
Penelitian I: Pengaruh Penggunaan
Interkom dalam Pelaksanaan Program
Inseminasi Buatan . . . . . . . . . . . . . . . . . .
68
Penelitian 11: Pengaruh Lama Menyusui
terhadap Kawin Pertama sesudah Beranak dan Selang Beranak Sapi PO
Pascapartum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
75
4.1
4.3
4.4
4.5
4.6
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
4.6.1
4.6.2
Pengaruh Lama Menyusui terhadap Kawin Pertama sesudah
Beranak Sapi PO Pascapartum .
75
Pengaruh Lama Menyusui terhadap Selang Beranak
(Calving Interval)
.......,..
83
Halaman
4.6.3 Korelasi Selang Beranak
dengan Angka Perkawinan
per Kebuntingan (Service
per Conception ) , Kawin
Pertama sesudah Beranak
dan Lama Bunting . . . . . . . . .
4.7 Penelitian 111: Pengaruh Lama Istirahat terhadap Involusi Uteri dan
Kinerja Reproduksi Sapi Peranakan
Ongole (PO) Pascaparturn . . . . . . . . . . . .
4.7.1
4.7.2
94
Pengaruh Lama Istirahat
terhadap Involusi Uteri . . . . .
94
Pengaruh Lama Istirahat terhadap Kinerja Reproduksi Sapi
PO Pascapartum . . . . . . . . . . . . . .
100
8 Penelitian IV: Pengaruh Dosis Semen
Beku terhadap Angka Konsepsi dan
Angka Perkawinan per Kebuntingan
Sapi Peranakan Ongole (PO) . . . . . . . .
4.8.1
4.8.2
Konsentrasi Spermatozoa
dalam Ministraw . . . . . . . . . . . . .
104
Pengaruh Dosis Semen Beku
terhadap Angka Konsepsi
(Cortception R a t e ) . . ; . . . . . . . .
107
4.8.3 Pengaruh Dosis Semen Beku
terhadap Angka Perkawinan
per Kebuntingan ( S e r v i c e
.............
115
4.8.4 Respon Selang Beranak terhadap Dosis Semen Beku dan
Kelompok Kawin Pertama
sesudah Beranak . . . . . . . . . . . . .
121
per
BAB V
Conception)
....................
127
.........................
127
5.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
128
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
...................................
130
LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
140
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Nomor
Teks
1
Pengaruh Beranak dan Musim terhadap Involusi
Uteri pada Sapi Perah setelah Beranak . . . . . . . .
16
2 Selang Waktu sesudah Beranak dan Involusi
Uteri, Ovulasi, Estrus dan Angka Kebuntingan
pada Sapi Obersin Angus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3
Persentase Sapi yang Berahi sesudah Beranak
sampai Hari ke 42 Periode Kawin dan selama
21 Hari Periode Kawin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
20
4
Pengaruh Lamanya Interval Waktu dari Kawin
Pertama sesudah Beranak sampai Menjadi
Bunting pada Universitas Illionis Dairy Herd .
5
Kebuntingan pada Hari ke 21 Pertama Periode
Kawin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
25
6 Angka Konsepsi (CR) pada Beberapa Sapi Bangsa
Zebu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
26
Angka ~onsepsidan Selang Waktu dari Beranak Bunting . . . . . . . . . . . . . : . . . . . . . . . . . ; . . . . . . . . . . . . .
27
Lama Bunting dari Beberapa Bangsa Sapi dan
Kerbau . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
30
............
43
7
8
9
Kerangka Penelitian Lama Menyusui
10
Kerangka Penelitian Lama Istirahat
...........
45
11
Kerangka Penelitian Penggunaan Dosis Semen
Beku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
49
12 Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten
Daerah Tingkat I1 Rembang dari Tahun 1983
sampai dengan Tahun 1989 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
56
13
14
Jenis Pekerjaan, Lama Kerja dan Upah dari
Sapi-sapi Peranakan Ongole di Kecamatan
Kaliori . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
58
Harga Ternak Sapi Peranakan Ongole di
Kabupaten Daerah Tingkat I1 Rembang . . . . . . . . . .
59
Halaman
Nomor
Tek%
Data Pelaksanaan Inseminasi Buatan di
Kabupaten Dati I1 Rembang Tahun Anggaran
1980/1987 sampai dengan 1990/1991 . . . . . . . . . . . .
61
Data Populasi Ternak Sapi Triwulan I Tahun
1991 Kecamatan Kaliori Daerah Tingkat I1
Rembang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
63
Jarak dan Waktu Tempuh dari PIB menuju PIB
Lainnya Sesuai Pola Pelayanan Inseminasi
Buatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
69
Jarak dan Waktu Tempuh yang Dibutuhkan oleh
KOTIB dari PIB ke ULIB Sumber . . . . . . . . . . . . . . . .
71
Rataan Angka Konsepsi ( % ) pada Dua ULIB
dengan Lima Golongan Beranak . . . . . . . . . . . . . . . . .
72
Petunjuk Praktis untuk Melakukan IB pada Sapi.
74
Respon Rataan Kawin Pertama sesudah Beranak
(hari) pada Tiga Tingkat Lama Menyusui dan
Lima Golongan Beranak Sapi PO Pascapartum
pada ULIB Kaliori . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
76
Respon Rataan Selang Beranak (hari) pada
Tiga Tingkat Lama Menyusui dan Lima Tingkat
Golongan Beranak Sapi PO Pascapartum di
ULIB Kaliori . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
85
...
90
Korelasi Selang Beranak pada Tiga Variabel
Respon Involusi Uteri (minggu) Sapi Peranakan
Ongole (PO) Pascapartum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
95
Respon Kawin Pertama sesudah Beranak, Selang
Beranak, Angka Perkawinan per Kebuntingan dan
Angka Konsepsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
101
Jumlah Spermatozoa dalam Ministraw Semen Beku.
106
Respon Angka Konsepsi (Conception Rate, X )
pada Dua Macam Dosis Semen Beku dan Lima
Golongan Beranak Sapi Peranakan Ongole (PO)
..
109
Respon Angka Perkawinan per Kebuntingan
(Service per Conception) pada Dua Macam
Dosis Semen .Beku dan Lima Golongan Beranak
Sapi Peranakan Ongole (PO) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
116
Halaman
Nomor
29
30
31
Teks
Rataan Selang Beranak (hari) pada Dua Macam
Dosis Semen Beku dan Tiga Kelompok Kawin
Pertama Pascapartum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
121
Rataan Selang (hari) Beranak Berdasarkan Musim
Bekerja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
123
Data Frekuensi Inseminasi Buatan, Angka
Konsepsi, Angka Perkawinan per Kebuntingan
dan Selang Beranak pada Dua Musim . . . . . . . . . . . .
125
LAMPIRAN
Nomor
1
Halaman
Kawin Pertama (hari) Sesudah Beranak pada
Tiga Tingkat Lama Menyusui dan Lima Golongan
Beranak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
141
Sidik Ragam Kawin Pertama sesudah Beranak
pada Tiga Tingkat Lama Menyusui . . . . . . . . . . . . . .
142
3 Data Selang Beranak (hari) pada Beberapa
Golongan Beranak dan Lama Menyusui Sapi
PO Pascaparturn . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
143
2
4
5
6
Sidik Ragam Selang Beranak (Calving Interval)
pada Tiga Tingkat Lama Menyusui . . . . . . . . . . . . . .
144
Data Lama Bunting (hari) pada Tiga Tingkat
Menyusui Sapi PO Pascapartum . . . . . . . . . . . . . . . . .
145
Data Angka Perkawinan per Kebuntingan
(Service per Conception ) pada Tiga Tingkat
Lama Menyusui . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
I
7 ~ a t aAngka Konsepsi (CR, % ) .pada Beberapa
Golongan Beranak dan Lama Menyusui Sapi PO
Pascaparturn . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
8
147
Data Involusi Uteri Sapi Peranakan Ongole
Pascapartum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
148
..........
149
9 Analisis SidiB Ragam Involusi Uteri
Nomor
10
Halaman
Kawin Pertama Sesudah Beranak pada Empat
Tingkat Lama Istirahat (hari) . . . . . . . . . . . . . . . .
150
11 Analisis Sidik Ragam Kawin'Pertama sesudah
12
13
Beranak pada Empat Tingkat Lama Istirahat . . . .
151
Selang Beranak ( C a l v i n g I n t e r v a l ) pada Empat
Tingkat Lama Istirahat Sapi PO Pascapartum . . .
152
Analisis Sidik Ragam Selang Beranak ( C a l v i n g
I n t e r v a l ) pada Empat Tingkat Lama Istirahat
153
..
Data Angka Konsepsi (CR, % ) pada Empat
Tingkat Lama Istirahat Sapi PO Pascapartum . . .
Analisis Sidik Ragam Angka Konsepsi
( C o n c e p t i o n R a t e ) pada Empat Tingkat Lama
Istirahat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Data Angka Perkawinan ( S e r v i c e p e r C o n c e p t i o n )
pada Empat, Tingkat Lama Istirahat Sapi PO
Pascapartum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Analisis Sidik Ragam Angka Perkawinan per
Kebuntingan ( S e r v i c e p e r C o n c e p t i o n ) pada
Empat Tingkat Lama Istirahat . . . . . . . . . . . . . . . . .
Data Angka Konsepsi ( C o n c e p t i o n R a t e ) pad8 Dua
Macam Dosis Semen Beku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Analisis Sidik Ragam Angka Konsepsi
( C o n . c e p t i o n R a t e ) pada Dua Macam Dosis Semen
Beku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Data Angka Perkawinan per Kebuntingan
( S e r v i c e per C o n c e p t i o n ) pada Dua Macam Dosis
Semen Beku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Analisis Sidik Ragam Angka Perkawinan per
Kebuntingan ( S e r v i c e p e r C o n c e p t i o n )
pada Dua Macam Dosis Semen Beku . . . . . . . . . . . . . .
22
23
Rataan Selang Beranak (hari) pada Dua Macam
Dosis Semen Beku dan Tiga Kelompok Kawin
Pertama Sesudah Beranak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
162
Uji t Berdasarkan Dosis Semen Beku dan
Kelompok Kawin Pertama Sesudah Beranak
163
.......
Nomor
24
Halaman
Rataan Selang Beranak (hari) pada Dua Nacam
Dosis dan Dua Musim Bekerja . . . . . . . . . . . . . . . . . .
164
25
Uji t Berdasarkan Musim Kerja
................
165
26
Rataan Angka Konsepsi (CR), Angka Perkawinan
per Kebuntingan (S/C) dan Selang Beranak (CI)
pada Dua Macam Dosis dan Dua Musim . . . . . . . . . . .
166
27 Skema Pelaksanaan Inseminasi Buatan pada ULIB
Kaliori dan ULIB Sumber . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
167
28
Struktur Organisasi Pelaksanaan Inseminasi
Buatan di Daerah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
168
.....
169
............
170
29
Peta Kabupaten Daerah Tingkat I1 Rembang
30
Peta Kecamatan Kaliori dan Sumber
Nomor
1
Profil Rataan Kawin Pertama sesudah Beranak
pada Tiga Tingkat Lama Menyusui . . . . . . . . . . . . . .
81
Profil Selang Beranak (Calving Interval)
pada Tiga Tingkat Lama Menyusui . . . . . . . . . . . . . .
87
Profil Rataan Involusi Uteri Sapi Peranakan
Ongole (PO) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
98
4 Profil Rataan Angka Konsepsi (Conception R a t e )
pada Dua Macam Dosis Semen Beku dan Lima
Golongan Beranak Sapi Peranakan Ongole (PO) . .
112
2
3
5
Profil Rataan Angka Perkawinan per Kebuntingan
(Service per Conception) pada Dua Macam Dosis
Semen Beku dan Lima Golongan Beranak Sapi (PO)
118
Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan sapi yang banyak
dipelihara di Indonesia, baik
digunakan
sebagai
penghasil daging maupun sebagai tenaga kerja. Sapi-sapi
potong
usaha
ini dipelihara secara tradisional dan merupakan
rakyat. Di Indonesia, populasi sapi potong
tahun 1969
-
1990 mengalami peningkatan sekitar 63%
dari
dan
pada tahun 1990 tercatat populasi sapi potong di Indonesia mencapai 10 520 000 ekor (Soehadji, 1991).
Hal ini
diikuti dengan peningkatan produksi daging sejak Pelita
I sampai dengan tahun 1990, produksi daging meningkat
dari 390.3 ton menjadi 10 081.8 ribu ton atau meningkat
sekitar 250%.
Produksi daging dalam negeri telah mampu
memenuhi kebutuhan dalam negeri kecuali daging yang berkualitas masih diimpor dalam jumlah yang kecil.
Pada
tahun 1990 jumlah daging yang diimpor 3.85 ribu ton atau
0.35% dari permintaan nasional. Seiring dengan itu
kon-
sumsi masinq-masing produksi ternak selama tahun 1969
1990
mengalami
peningkatan pula.
Untuk
daging
311.4 ribu ton pada tahun 1969 menjadi 1 085.5 ribu
-
dari
ton
pada tahun 1990 atau meningkat sekitar 249%.
Berdasarkan
dapatkan
tingkat
perkembangan konsumsi
konsumsi protein hewani
nasional
asal
di-
ternak
perkapita pertahun meningkat dari 1.40 g perkapita
per-
hari
pada tahun 1969 menjadi 3.04 g
atau
setara dengan daging 6.07 kg, telur 3.24 kg
perkapita
perhari
susu 3.81 kg perkapita pertahun pada tahun 1990.
dan
Namun
demikian dibanding dengan norma gizi sebesar 4.5 g
per-
kapita perhari atau setara dengan 7.6 kg daging, 3.5 kg
telur dan 4.6 kg susu perkapita pertahun, tingkat
capaian
ini masih rendah atau baru mencapai
hadji, 1991).
4.5
68%
pen(Soe-
Konsumsi protein asal ternak dari standar
gr/kapita/hari
pada
tahun 1992 tercapai
3.47
g
4
(77,1%) yang berasal dari daging 2.06 g, telur 0.94 gr
dan susu 0.47 g.
Dalam periode 25 tahun terakhir produk
peternakan (daging, telur, susu) telah tumbuh secara mengesankan, yakni daging 5.9%, telur 10.4% dan susu 13.4%
pertahun (Soehadji, 1993).
Untuk
meningkatkan mutu dan populasi
sapi
potong
di Indonesia, pemerintah telah berusaha baik dengan
lan
beku
mengimpor bangsa-bangsa sapi unggul, maupun
untuk inseminasi buatan.
Bahkan
jasemen
akhir-akhir ini
telah dicoba pula dengan mengimpor embrio beku untuk ditransferkan pada sapi-sapi betina lokal
di
Indonesia.
Walaupun demikian hambatan yang sering muncul dalam
ngembangan
ternak sapi di Indonesia
adalah kegagalan-
kegagalan reproduksi. Hal ini biasanya disebabkan
penanganan
dan pelayanan reproduksi yang
yang tercermin dengan rendahnya
pe-
oleh
kurang baik,
penampilan
reproduksi
khususnya
sapi potong seperti dilaporkan oleh
(1989) bahwa selang beranak untuk sapi perah
Soewardi
dan
sapi
potong adalah lebih panjang dari 16 bulan dan angka konadalah 62% dan 45% untuk sapi perah dan sapi
sepsi
po-
tong berturut-turut. Rendahnya angka reproduksi ini menyebabkan
setiap
rendahnya produksi anak sapi yang
dilahirkan
tahun. Hal ini akan menyebabkan kurangnya
atau
rendahnya pendapatan peternak yang berasal dari sapi potong peternakan rakyat di Indonesia. Secara tidak langsung ini juga berpengaruh terhadap motivasi beternak.
Kinerja
oleh
reproduksi ternak sapi sangat
faktor manajemen
dan biologi.
dipengaruhi
Kedua
tidak berjalan sendiri-sendiri tapi selalu
faktor
ini
bersama-sama
dalam suatu periode reproduksi. Pada peternakan
rakyat
ha1 ini belum diperhatikan, yang mungkin disebabkan oleh
pengetahuan peternak yang masih rendah.
Program inseminasi buatan yang mencakup pengetahuan
peternak,
nyediaan
kinerja
efisiensi pelayanan oleh inseminator dan
semen beku sangat menentukan
sekali
reproduksi terutama angka konsepsi.
pe-
terhadap
Rendahnya
angka konsepsi dan tingginya kawin ulang disebabkan oleh
pengontrolan yang kurang balk oleh peternak maupun
inseminator.
nasi
Dosis semen beku untuk satu kali
dengan menggunakan straw adalah 30 juta
zoa. Hampir semua program inseminasi buatan di
sia
menggunakan ministraw baik sapi perah
potong (Toelihere, 1979).
oleh
insemi-
spermatoIndone-
maupun
sapi
Pada
Daerah Tingkat I1 Kabupaten Rembang
populasi
sapi potong selama tahun 1983 s/d 1989 mengalami kenaikan dengan nyata, walaupun dalam jumlah kenaikan itu
dikit.
tahun 1989 populasi
Pada
88 769 ekor,
sedangkan
sapi
se-
potong
adalah
populasi sapi potong di
daerah
penelitian yaitu Kecamatan Kaliori tercatat 5 772
ekor.
Pelaksanaan inseminasi buatan pada Kecamatan Kaliori ini
telah berkembang dengan baik.
meningkatnya
Hal ini tercermin
jumlah akseptor setiap tahun.
dengan
Pada
tahun
1989/1990 tercatat jumlah akseptor 19 147 ekor dan tahun
1990/1991 tercatat akseptor 22 000 ekor.
Unit Lokasi Inseminasi Buatan (ULIB) Kaliori adalah
merupakan
baik
daerah penelitian, mempunyai
fasilitas yang
Hal ini
yang
program inseminasi buatan pada ULIB ini
ber-
dan inseminator yang berpengalaman.
menunjang
jalan lancar
dan maju.
Adanya inseminator, mani
beku,
Kontak Tani Inseminasi Buatan (KOTIB) dan sarana komunikasi
interkom
untuk meningkatkan
produksi
sapi potonp adalah merupakan langkah maju.
peternakan
Tetapi
bila
disimak lebih lanjut maka masih ada beberapa bagian yang
perlu diperbaiki ditambah dan ditunjang demi peningkatan
produksi peternakan sapi potong.
Umumnya
peternak belum mengetahui tatalaksana
produksi yang baik.
Hal ini mencakup sarana dan
rana pelayanan reproduksi seperti
kapan
kapan harus
dikawinkan kembali sesudah beranak dan
re-
prasa-
disapih,
bagaimana
cara penanganan sapi-sapi yang baru melahirkan.
Demiki-
an juga dengan penyediaan sarana komunikasi dan
penggu-
naan dosis yang tepat dalam pelaksanaan program
Insemi-
nasi
Buatan (IB). Dalam pelaksanaan program IB
terjadi
jumlah semen beku dalam ministraw
sering
yang
dibawa
tidak sesuai dengan jumlah akseptor yang harus diinseminasi
pada
saat itu. Jalan keluar yang
inseminator
beku
ditempuh
adalah dengan menggunakan satu straw
oleh
semen
untuk dua ekor akseptor. Hal ini disebabkan
komunikasi
yang terlambat antara peternak
kontak tani inseminasi buatan (KOTIB).
dengan
para
Tetapi ada
juga
inseminator yang sengaja melakukan cara di
untuk
oleh
atas
mengetahui tingkat keberhasilannya dan
hanya
ternyata
kebuntingan bisa terjadi.
Berdasarkan beberapa kasus yang ditemui di lapangan
seperti
dipaparkan di atas, maka dalam
dilakukan
sapi
beberapa
upaya untuk
penelitian
meningkatkan
produksi
potong Peranakan Ongole (PO) pada Unit Lokasi
seminasi
Buatan
Kaliori Daerah
Tingkat
ini
In-
I1 Kabugaten
Rembang. -
1.2 Jdentifuasi Masalah
Untuk
meningkatkan
produksi sapi
potong
rakyat,
maka perlu dilakukan perbaikan sarana dan prasarana
layanan reproduksi sapi potong melalui:
pe-
1.
Penggunaan interkom untuk meningkatkan angka konsepsi melalui ketepatan waktu pelayanan.
2. Pembatasan lama menyusui untuk memperpendek
selang
waktu kawin pertama sesudah beranak dan selang beranak .
3.
Istirahat sesudah beranak sebelum dipekerjakan
hadap involusi uteri dan kinerja
ter-
reproduksi.
4. Penggunaan dosis semen beku yang cukup untuk meningkatkan
angka konsepsi dan angka perkawinan per
ke-
buntingan.
Ini
semua
akan meningkatkan
budidaya
peternakan
rakyat Indonesia. Sebenarnya masih ada faktor lain yang
menghambat program peningkatan peternakan ini, misalnya
tingkat
pengetahuan dan daya tangkap peternak
terhadap
penerangan yang diberikan oleh Dinas Peternakan.
1.3 M u a n Penelitian
Secara umum penelitian ini ditujukan untuk
mening-
katkan pendapatan masyarakat peternak melalui peningkatan
produksi sapi potong, dengan jalan perbaikan
sarana
dan prasarana pelayanan reproduksi.
Secara khusus bertujuan untuk mengetahui:
1.
Pengaruh penggunaan
interkom terhadap
angka
kon-
sepsi.
2.
Pengaruh lama menyusui terhadap kawin pertama
dah beranak dan selang beranak.
sesu-
3.
Pengaruh
lama istirahat
sesudah beranak
terhadap
involusi uteri, dan kinerja reproduksi.
4. Pengaruh dosis semen beku
(conception
terhadap
angka
r a t e ) dan angka perkawinan
konsepsi
per
kebun-
tingan ( s e r v i c e per c o n c e p t i o n ) .
Hasil
penelitian ini dapat hendaknya
meningkatkan
produksi sapi potong rakyat di Indonesia, khususnya sapi
potong di daerah padat ternak pantai Utara Pulau Jawa.
Rendahnya produktivitas sapi potong pada peternakan
rakyat di Indonesia antara lain karena kegagalan
duksi.
Hal
ini biasanya disebabkan
oleh
repro-
tatalaksana
yang
kurang baik disamping faktor ternak
Rice
( 1 9 5 5 ) dan Partodihardjo ( 1 9 8 7 ) berpendapat
kegagalan
Sterilitas adalah kegagalan yang
misalnya
karena radang menahun
bahwa
bahwa
saluran
sementara
manajemen. Ditambahkan oleh Toelihere
penyebab kegagalan reproduksi pada
juga
berasal
kedua
jenis
dari faktor manusia
sel
kelamin atau
yang
garnet
in-
bersifat
pada
reproduksi, dan infertilitas adalah bersifat
misalnya
sendiri.
reproduksi dibedakan atas sterilitas dan
fertilitas.
permanen
itu
ternak
(1979)
dapat
mempertemukan
dan
dapa
berasal dari hewan betina atau jantan itu sendiri
Dengan kondisi reproduksi yang sekarang ini, sapi
potong
nya.
pada ULIB Kaliori dapat dipertahankan populasiDengan kata lain tingkat kesuburan cukup tinggi,
hanya yang perlu diperbaiki adalah tatalaksana reproduk-
si, yang mencakup perbaikan sarana dan prasarana pelayanan reproduksi.
Dengan
demikian perlu dilakukan perbaikan
sarana
dan prasarana pelayanan reproduksi sapi potong peternakan rakyat dalam rangka meningkatkan produksinya.
BAB I1
TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Ongole berasal dari India dan termasuk golongan
Zebu atau Bas i n d i c u s (Payne, 1970;
1975).
Sasroamidjojo,
Pada tahun 1906 dan tahun 1912 sapi Zebu
diintroduksikan
ke
Indonesia.
Selanjutnya
mulai
dilakukan
persilangan dengan sapi setempat (sapi Jawa), yang
ter-
nyata dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai tenaga
tarik
(Atmadilaga, 1976).
dilakukan
Pada tahun 1908
baru
ongolisasi secara besar-besaran yaitu
mendatangkan
sapi Ongole dari India yang
persilangkan
dengan sapi Jawa atau sapi
mulai
dengan
kemudian
lokal.
persilangannya disebut sapi Peranakan Ongole
diHasil
(Atmadila-
ga, 1976; Pane, 1980).
Menurut
Payne (19701, ternak sapi Ongole
berbadan
besar, leher pendek dan anggota badannya (kaki) relatif
panjang.
Warna bulu ternak sapi Ongole yang t'elah
baku
ialah keputih-putihan dengan warna gelap di kepala,
her,
gumba
terutama
dan lutut.
ditemukan
pada
Warna-warna gelap
ternak
sapi
seperti
Ongole
bercampur putih.
Kepala dan tanduk pendek
kuat yang mula-mula rnengarah ke sebelah luar dan
jutnya
ke belakang.
Punuk pada sapi Ongole
ini
jantan.
Warna lain yang kadang-kadang ditemukan ialah merah
merah
le-
dan
serta
selan-
berkembang
menjadi besar, gelambirnya longgar serta bergantung.
Sapi peranakan Ongole (PO) mirip dengan sapi Ongole
lipatan-
yang mempunyai tanda-tanda punuk besar, dengan
lipatan kulit yang terdapat di bawah leher dan
perut,
teli,nga panjang dan mengantung, mata besar dan
tenang,
kulit
cm
di sekitar lubang mata selebar kurang lebih
berwarna hitam.
bungkul
kecil
Tanduk pendek
kadang-kadang hanya
saja, tanduk rang betina
lebih
dari yang jantan. Warna bulu putih atau putih
hitaman
dengan
jantan
sekitar
satu
warna kulit kuning. Bobot
panjang
kehitam-
badan
600 kg dan sapi betina sekitar
sapi
450 kg
(Sasroamidjojo, 1975).
Sampai saat ini sifat-sifat khas atau karakteristik
sapi
Peranakan Ongole belum banyak
Menurut
terinci.
Ongole
diungkapkan
Hattab (1978) sifat
secara
sapi Peranakan
identik dengan sapi Brahman yaitu
dapat rnenye-
suaikan diri dengan lingkungan beriklim panas dan
merurnput pada padang rumput yang kurang baik.
mampu
Ditambah-
kan oleh Ngadiono (1988) bahwa sapi Peranakan Ongole merupakan
sapi tipe kerja yang baik, tenaga kuat, ukuran
tubuhnya besar, watakny.a sabar, tahan panas, tahan lapar
dan haus serta dapat menyesuaikan diri dengan pakan yang
sederhana.
Selanjutnya Rangkuti, Pulungan
dan
Rahman
(1972) menyatakan bahwa karakteristik ternak sapi Peranakan Ongole tidak banyak berbeda dengan
Sumba Ongole.
ternak
sapi
Di Indonesia sapi peranakan Ongole banyak
menyebar
di Jawa Timur, Jawa Tengah (Pane, 1980) dan Jawa
Barat,
Daerah Istimewa Yogyakarta, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi Utara (Usri, 1980).
Dalam,dua dasawarsa yang lampau, inseminasi
pada sapi potong mulai digalakkan.
si
buatan
Dikenalnya insemina-
buatan dengan menggunakan mani beku, proses
pening-
katan mutu genetik ternak potong semakin pesat.
Semula
telah digunakan berbagai macam bangsa dalam program
seminasi buatan ini antara lain
sebagainya.
Brahman, Hereford, Cha-
rolais
dan
bangsa
sapi yang paling banyak digunakan, yaitu
sapi Brahman dan Ongole.
in-
Namun akhirnya hanya
ada
dua
bangsa
Akhirnya sekarang, terutama di
pulau Jawa, berbaurlah sapi-sapi silangan Brahman x Peranakan
Ongole
dan
Ongole x PO
yang
sulit
dibedakan
secara eksterior (Hardjosubroto, 1988).
Pascapartum adalah periode segera sesudah
melahir-
kan yang ditandai dengan dimulainya laktasi dan kembalinya siklus reproduksi berikutnya (Hafez, 1987).
Selan-
jutnya dijelaskan bahwa di antara melahirkan dan timbulnya
berahi
supaya
pertama, uterus
terjadi kebuntingan.
harus
Pada
mengalami
periode
involusi
pascapartum
ini ada suatu masa yang disebut dengan puerpureum
masa
dari mulai partus yang ditandai
dengan
yaitu
keluarnya
12
plasenta
normal.
ini
hingga kembalinya ke dalam siklus berahi
Perubahan-perubahan yang penting dalam
adalah regenerasi endometrium, involusi
yang
periode
uteri
dan
berahi setelah partus (Partodihardjo, 1987; Hafea 1987).
Toelihere (1985) berpendapat bahwa sesudah partus, hewan
betina harus menghasilkan susu untuk anaknya dan
apkan
menyi-
uterus, ovarium dan organ-organ kelamin
lainnya
dan sistem endokrin untuk memulai suatu siklus yang normal dan kebuntingan baru.
Involusi uteri adalah peristiwa pengecilan
uterus
dari volume pada waktu mengandung menjadi ukuran
normal
tidak
proses
bunting.
regenerasi
urat
Dalam pengecilan ini
epitel endometrium, pengecilan
daging
myometrium
dan
uterus (Partodihardjo, 1987).
ngaruhi
termasuk
serat-serat
pembuluh-pembuluh
darah
Faktor-faktor yang mempe-
involusi uteri adalah kelahiran
yang
abnormal
seperti distokia, r e t a i n e d piasenta, musim, uterus
infeksi, pyometra dan derajat kontaminasi dari
alat
kelamin
dan produksi susu
(Casida and
yang
saluran
Winisky,
1950; Foote, Hauser dan Casida, 1960).
Berahi setelah beranak dipengaruhi oleh stress karena penyakit, iklim, kekurangan nutrisi, produksi
susu
atau laktasi yang tinggi, dan menyusui yane terlalu lama
(McDonald, 1980; Hafez, 1987).
Selanjutnya Peter (1984)
berpendapat bahwa berat dan kondisi badan serta
batnya
involusi
uteri
berahi setelah beranak.
juga
mempengaruhi
terlam-
kemhalinya
Lama
menyusui
pascapartum
memperpanjang jarak
dan ovulasi pada sapi
antara
potong
berahi
(Oxenreider,
1968; Wettermann, Turman, Wyatt dan Totysek, 1978).
pertegas oleh Carruthers dan Hafs (1980) bahwa
Di-
menyusui
menghambat ovulasi pertama pascapartum melalui penekanan
fungsi LH dan rangsangan menyusui dan pemerahan ini
me-
nyebabkan peningkatan kadar prolaktin (PRL) dalam serum.
Bellin, Hinshel, Hauser dan Ax (1984) menyatakan
pada
hari ke-5 pascapartum perkembangan
bahwa
folikel
lebih
besar pada sapi yang tidak menyusui daripada yang menyusui. Dengan demikian dapat diketahui bahwa menyusui dan
ovarium
bekerja sama selama periode
pascapartum
untuk
menahan kadar LH pada sapi potong (Winder, Imakawa, Day,
Zalezky, Kittok dan Kinder, 1984).
2.3 Pola Harmonal Periode Pascaparturn
(1987) berpendapat bahwa
Hafez
tinggi
selama kebuntingan akan menurun
menjelang
dengan
Level progesteron menurun dari 2.1
+
ekspresi
yang
drastis
kelahiran, dilanjutkan dengan kenaikan
estrogen .yang menyebabkan timbulnya
ke
progesteron
level
berahi.
1.2 ng/ml pada hari
2 prepartum menjadi 0.1 2 0.01 ng/ml pada hari ke
6
pascapartum (Humprey et a l . , 1983). Demikian juea dengan
estradiol 17
ml
dan
pada waktu melahirkan adalah 113
menurun dengan cepat menjadi 7
+
3
+
54 pg/
pg/ml
pada
hari keenam pascapartum. Sebaliknya dengan kadar prolaktin
akan meningkat dengan pesat dalam serum yaitu
26.4
28.4 ng/ml pada minggu pertama dan kedua
dan
(Oxenrei-
1968; Short, Bellows, Moody dan Howland, 1972
der,
1983).
Niswinder,
konsentrasi
hormon
prolaktin meningkat dan ini berhubungan terbalik
dengan
konsentrasi
Selama menyusui
dan
FSH dan LH (Reeves, 1987).
Ukuran
folikel
dengan pembebasan LH berkorelasi positif (Lishman, Allison, Fogwell, Butcher dan Inskeeps, 1979).
Selanjutnya
kadar LH tinggi pada sapi yang tidak menyusui anak daripada
yang menyusui anak, karena itu tidak
pada
periode
Mekanisme
ini (Britt, Kittok dan
ada
ovulasi
1974).
Harrison,
penekanan konsentrasi LH pada
masa
akibat
dari umpan balik positif terhadap
karena
konsentrasi estrogen rendah pada
menyusui
estradiol
masa
17p
menyusui
(Bellin et a1 . , 1984).
2.4 Involusi Uteri
Hafez
bahwa
(1987) dan Partodihardjo (1987) berpendapat
pemulihan uterus kepada ukuran tidak bunting
fungsi
yang normal sesudah melahirkan disebut
dan
involusi
uteri. Gier dan Marion (1968) melaporkan bahwa beberapa
hari
sesudah melahirkan dimensi tanduk
menurun
uterus
dengan cepat yang disebabkan oleh adanya kontraksi
metrium.
adalah
sesudah
Sapi waktu akan melahirkan panjang
satu meter dan beratnya 9 kg.
beranak
mengalami tiga fase
uterusnya
Perubahan
yaitu
myo-
uterus
menurunnya
ukuran, hilangnya jaringan dan pemulihan. Pada hari
15
sesudah melahirkan panjang uterus
menjadi
ke
setengah
dari
ukuran pada waktu melahirkan dan menjadi
ganya
pada hari ke 30 pascapartum.
seperti-
Involusi
sempurna
pada hari ke 50 pascapartum, sedangkan berat uterus berkurang
kg
dari 9 kg menjadi 1 kg pada hari ke 30 dan
pada
hari ke 50 pascapartum.
0.75
Marion, Norwood
Gier ( 1 9 6 8 ) mendapatkan bahwa rata-rata interval
dan
penyu-
sutan uterus dari pluripara dan primipara pada sapi pascapartum
adalah
Interval
involusi uteri
40.6
dan
34.0
hari
berturut-turut.
selama empat musim
dapat
di-
lihat pada Tabel 1.
Menurut
bahwa
pada
Morrow, Roberts, McEntel and
sapi yang uterusnya abnormal
p l a s e n t a membutuhkan waktu 3
normal
Gray
dan
(1966)
retained
- 5 hari lebih lama kembali
dari sapi yang mempunyai uterus
normal.
Rata-
rata 1 5 hari pascapartum ovulasi sudah terjadi pada
ke-
lahiran yang normal dan 34 hari pada sapi yang melahirkan tidak normal.
Namun demikian perbedaan yang
paling
besar pada diameter serviks antara sapi yang normal
me-
lahirkan dan tidak normal adalah 10 rnm pada tiga
minggu
pascapartum
1983).
(Oltenacu, Britt dan
Involusi uteri
ovariectomi
sangan
pada sapi potong tidak dipengaruhi
atau dengan
membuang korpus luteum.
gonadotropin terhadap korpus luteum
pengaruhi involusi uteri.
antara
Mellenberger,
melahirkan dan involusi uteri
pada sapi
dengan beberapa perlakuan (Oxenreider, 1 9 6 8 ) .
Ran-
tidak
Pada Tabel 2 terlihat
oleh
mem-
selang
potong
Tabel 1 .
Pengaruh Beranak dan Musim t e r h a d a p
I n v o l u s i U t e r i pada S a p i P e r a h s e t e l a h
Beranak
Jumlah s a p i
(ekor )
M u s i m
I n v o l u s i uteri
(hari)
Semua s a p i yang normal
Gugur
Dingin
Semi
Panas
Sapi pluripara
Gugur
Dingin
Semi
Panas
Sapi primipara
Gugur
Dingin
Semi
Panas
Sumber: Marion et a l . (1968)
,
Spicer,
(1986)
Leung, Convey, G u n t h e r , S h o r t
menyatakan
bahwa i n v o l u s i u t e r i
h a r i k e 28 u n t u k s a p i yang t i d a k o v u l a s i .
dan
Tucker
sempurna
pada
Berkurangnya
d i a m e t e r u t e r u s dan b e r a t d i m u l a i pada h a r i k e 7 dan 28.
Partodihardjo
(1987)
menambahkan
bahwa
korpus
uteri
umumnya amat pendek, k i r a - k i r a 2 . 5 sampai 4 c m , panjangnya
yang
k o r p u s u t e r i t e r g a n t u n g pada urnur dan
jenis
hewan
b e r k i s a r a n t a r a 15 c m sampai 30 cm.
Menurut
Per-
k i n s dan Kidder (1963) r a t a - r a t a
36.5
h a r i dengan s t a n d a r d e v i a s i
involusi u t e r i
adalah
14.0 h a r i u n t u k
sapi
H e r e f o r d dan 38.7 h a r i dengan s t a n d a r d e v i a s i 1 9 . 9
hari
Tabel 2. Selang Waktu sesudah Beranak dan Involusi
Uteri, Ovulasi, Estrus, dan Angka Konsepsi
pada Sapi Aberden Angus
Hari s e s u d a h beranak
Ye-
Junlorn- l a h
pot s a p i
.........................................
Perlakuan
I n v o l us1
uterl
Ovul a s i
45 t 7
Estrus
Konsepsi
2
3
CL dibuang
77 +-- !
-v
\
4
dirangsang
ovul a s i
30
2
A t 1
5
3
menyusui 2 e k o r
anak s a p i
?4 +
- 3
5 5 + 9
5
6
2
d i b e r i growth
hnrmon
29
+7
3 0 t h
2 9 5 6
40
+4
7
b
kontrol
30
t2
3 4 + b
5 3 5 3
61
t 10
+
54 +_ 1 ? ( 2 !
54 +- 1 2 1 2 )
27t-1
40
5
~
8
+_
7i3j
92
--------------------_-----------.------------------------------------
Sumber: Oxenreider (1968)
untuk
sapi Angus, ha1 ini menunjukkan
adanya
pengaruh
genetik terhadap involusi uteri.
2.5 Berahi Pertama Pasca~artum
Segera
estrus.
setelah melahirkan akan
terjadi
Kembalinya berahi sesudah beranak bisa
pada hari ke-30 - 70 (Partodihardjo, 1987).
et
(1978) melaporkan bahwa berahi
al.
partum
fase
dan
menyusui
anak daripada yang
pertama
menyusui
pasca-
sapi
rang
dua
anak.
adalah
71.4
persen, 88.8 persen pada sapi yang menyusukan anak
dari
Berahi
terjadi
pada 90 hari
terjadi
Wettermann
ovulasi terjadi lebih awal pada
satu
an
pascapartum
induk
lain
dan 42.8 persen sapi
yang
menyusukan
dua
anak.
Sapi yang menyusui anak lebih lama interval invo-
lusi, ovulasi, estrus dan bunting dari sapi yang disapih
(Oxenreider, 1968; Short et a l . , 1972).
Menurut
interval
Smith dan Vincent (1972) bahwa
berahi pertama pascapartum
rata-rata
adalah
signifikan
lebih rendah pada penyapihan yang awal (45 hari)
dingkan dengan yang menyusui anak (55 hari).
Tidak
perbedaan berahi pertama antara pluripara dan
atau
rata-ratanya berahi pertama pascapartum adalah
(1986) menjelaskan
bahwa sapi yang
val berahi pertama dan bunting.
bahwa
group,
30
52
et
tertunda
al.
involusi
uteri dan serviks pascapartum akan memperpanjang
kan
ada
primipara
48 hari berturut-turut. Selanjutnya Spicer
dan
diban-
inter-
Randel (1981) menambah-
sapi F1 Brahman x Hereford dibagi
jadi
dua
selama
yang menyusui normal dan hanya satu kali
menit didapatkan bahwa sapi yang menyusui anak
satu
kali selama 30 menit interval berahi pertama pascagartum
lebih
pendek
berat
,
.
4
r
.*
-i:
i
i
1
* ,
I
oleh :
ZMITZ\INj UmN
ABSTRACT
ZAITUNI UDIN.
The Increase'of Beef Cattle Production in
Densely Cattle Populated Areas Through Improvement of
Facilities and Condition of Reproduction Services '(under
guidance of SOEBADI PARTODIHARDJO, HARIMURTI HARTOJO,
ASIKIN NATASASMITA. A.A. MATTJIK dan IMAN SUPRIATNA).
The objective of the research was to increase the
beef cattle production by improving the facilities and
condition of reproduction services. The research was
conducted in the Artificial Insemination Location Unit
(ULIB) Kaliori and Sumber, Dati 11, Kabupaten Rembang,
Central Java, during a period of March 1990 - August
1991.
The research comprised of four experiments : [I]
The effect of intercom in Artificial Insemination Progam. In this category, ULIB Kaliori (with intercom) was
compared with ULIB Sumber (without intercom), and 5
groups of calving cattle with different stage of calving
(first calving (B-0), second calving B - ,
third
calving (B-2), fourth calving (B-3) and fifth calving
(B-4). The number of cattle was 200. 121 The effect of
suckling period on the first service after calving, and
the calving intervals. The suckling period was distinguished by 3 groups of 2 months, 3 months and 4 months
and 5 groups of calving animals with different stages
(B-1, B-2, B-3, B-4 and B-5). The number of cattle used
was 60. C33 The effect of resting period after calving
on the uterus involution and the performance of reproduction. This includes four groups of 15 days, 30 days
45 days and 60 days, and 5 groups (B-1, B-2, B-3, B-4
and B-5) of calving animals with different stages. The
number of cattle was 80. C41 The effect of the doses of
semen on the conception rate and the service per conception consisting of 2 types. Namely 1/2 ministraw and 1
ministraw, and 5 groups (B-0, B-1, B-2, B-3 and B-4) of
The
calving animals. The number of animals was 400.
data were processed by means of profile analyses.
1.
The use of intercom in an artificial insemination
program can regulate the timing of artificial insemination service. The conception rate in Kaliori
(with intercom) and Sumber (without intercom) was
75.0% and 63.0% respectively.
2. Two-month suckling period was the shortest time for
first service after calving. The lactating period
18.60; 116.5
for 2, 3 and 4 months was 85.5
11.33 and 145.8 2 9.0 days respectively. The total
average was 116.26 + 9.97 days. The average of
calving intervals for 2, 3 and 4 month lactating
period was 383.25 + 19.01; 408.70 + 18.15 and 437.60
+ 18.60 days respectively, whereas the total average
was 409.85 + 15.25 days.
3. The fastest post-partum resting period (P < 0.05)
which quickened the uterus involution was during a
resting period of 45 days. On the other hand, the
affect of resting period on the performance of
reproduction did not show an obvious differnce. The
average of uterus involution on the resting periods
of 15, 30, 45 and 60 days was 7.0 + 0.2; 6.55 2
0.32; 6.15 + 0.45 and 6.2 + 0.45 weeks respectively;
while the total average was 6.47 + 0.34 weeks.
4. A
doses of 1 ministraw frozen semen obviously
showed a higher conception rate and a lower number
than 1/2 ministraw.
The
of service peyJ+'conception
average of conception rate for 1/2 and 1 ministraw
7.45% respectively,
was 63.5 + 6.51% and 76.5
The
while the total average was 70.0 + 9.19%.
average service per conception for 1/2 ministraw and
1 ministraw was 1.50 t 1.1% and 1.36 + 0.12% respectively, and the total average was 1.44 + 0.13%.
+
+
+
According to this observation during research, the
shortest calving interval was found in the case
using a dose of 1 ministraw and the first service
mating interval after 2 months of birth during rest
period (a time when the animals are not used in the
field).
From this research, it can be concluded that the use of
intercom, the 2 months lactating period, 45 day resting
period (in dry season) and a doses of 1 ministraw are
the most effective in increasing the production of beef
cattle.
RINGKASAN
ZAITUNI UDIN. Peningkatan Produksi Peternakan Sapi Potong di Daerah Padat Ternak melalui Perbaikan Sarana dan
Prasarana Pelayanan Reproduksi (Di bawah
bimbingan
SOEBADI PARTODIHARDJO sebagai ketua, HARIMURTI MARTOYO,
ASIKIN NATASASMITA, IMAN SUPRIATNA, dan AHMAD ANSORI
MATTJIK, sebagai anggota).
Secara umum penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat peternak melalui peningkatan produksi sapi potong, dengan jalan perbaikan Sarana dan prasarana pelayanan reproduksi. Penelitian ini
dilakukan pada Unit Lokasi Inseminasi Buatan (ULIB) Kaliori dan ULIB Sumber, Daerah Tingkat I1 Kabugaten Rembang, Jawa Tengah. Penelitian dimulai bulan Maret 1990
sampai Agustus 1991 atau selama 17 bulan.
Untuk mendapatkan data mengenai kinerja reproduksi
sapi Peranakan Ongole (PO) pascapartum dilakukan 4 penelitian, Penelitian pertama: Pengaruh penggunaan interkom
dalam pelaksanaan program IB. Digunakan 100 ekor sapi
dengan lima golongan beranak pada setiap ULIB Kaliori
d m Sumber. Penelitian kedua: Pengaruh lama menyusui,
terdiri atas 3 tingkat lama menyusui yaitu 2 bulan (MI),
3 bulan (M2) dan 4 bulan (Mg), dan lima golongan beranak
yaitu B1, B2, B3, B4 dan B5 (sudah pernah satu kali beranak, dua kali, tiga kali, empat kali dan lima kali).
Lokasinya di empat desa dan setiap desa mempunyai seorang KOTIB. Jumlah sampel pada masing-masing desa 15
ekor dan jumlah sampel keseluruhan 60 ekor. Penelitian
ketiga: Pengaruh lama istirahat yang terdiri atas 4
tingkat lama istirahat, yaitu: 15 hari (I1), 30 hari
(I2), 45 hari (Ig), dan 60 hari (I4), dan 5 golongan
beranak. Jumlah sampel tiap desa 20 ekor, sedangkan
jumlah sampel keseluruhan 80 ekor. Penelitian keempat:
Pengaruh dosis semen beku, terdiri atas 2 macam dosis
semen beku yaitu 1/2 ministraw (Dl) dan 1 ministraw (D2)
dan lima golongan beranak serta 4 ulangan ( d e s a ) . Jumlah
sampel pada setiap desa 100 ekor dan jumlah keseluruhan
400 ekor. Analisa data yang digunakan adalah analisis
profil.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada ULIB Kaliori ini yang pelaksanaan IB-nya sudah maju, rata-rata
jumlah akseptor 10 ekor per hari. ULIB ini juga telah
dilengkapi dengan interkom sebagai sarana komunikasi antara inseminator dan para kontak tani inseminasi buatan
di lapangan.
.
.
Pengaruh penggunaan inBasil Penelltlan Pert-:
terkom terhadap angka konsepsi. Penggunaan interkom
pada program IB dapat mengatur waktu pelayanan inseminasi. Angka konsepsi pada ULIB Kaliori (dengan interkom)
adalah 75% dan 63% untuk ULIB Sumber (tanpa interkom).
il Penelitian Kedua: Pengaruh lama menyusui:
Jarak kawin pertama sesudah beranak dan selang beranak
yang terpendek adalah pada lama menyusui dua bulan.
Rataan kawin pertama sesudah beranak untuk perlakuan MI,
M,'. /dan M3 adalah 86.5 + 9.21 hari, 116.5 + 11.33 hari
dan 145.8 + 9.0 hari berturut-turut. Rataan keseluruhan
kawin pertama sesudah beranak adalah 116.26 + 9.97 hari.
Rataan selang beranak ( c a l v i n g interval) untuk perlakuan
MI, M2, dan M 3 adalah 383.25 + 10.01 hari, 408.70
+ 18.15 hari dan 437.60 + 18.60 hari berturut-turut.
Rataan keseluruhan selang beranak adalah 409.85 + 15.25
hari. Angka perkawinan per kebuntingan untuk perlakuan
MI, M2 dan M3 rata-rata adalah 1.65 + 0.13, 1.35 + 0.28
dan 1.25 + 0.35 berturut-turut. Rataan keseluruhan
angka perkawinan perkebuntingan adalah 1.41 + 0.20.
Korelasi selang beranak dengan kawin pertama sesudah
beranak, angka perkawinan per kebuntingan dan lama bunting adalah r = 0.992.
Penelitian Ketiaa : Pengaruh lama istirahat:
Istirahat 45 hari sesudah beranak merupakan yang tercepat
terjadinya involusi uteri. Rataan involusi uteri untuk
perlakuan I
12, I3 dan I4 adalah 7.0 + 0.2 minggu,
6.55 + 0.32 minggu, 6.15 + 0.45 minggu dan 6.2 + 0.45
minggu secara berturut-turut. Rataan keseluruhan adalah
6.47 + 0.34 minggu. Rataan kawin pertama sesudah beranak 11, 12, I3 dan I4 adalah 139.4 + 15.0 hari, 137.6 +
16.59 hari, 138.25 + 14.60 hari dan 139.15 + 9.92 hari
secara berturut-turut. Rataan keseluruhan adalah 138.6
+ 10.96 hari. Rataan selang beranak pada perlakuan 11,
12] I3 dan I4 adalah 434.7 + 19.29 hari, 431.75 + 26.20
hari, 426.45 + 17.95 hari dan 430.0 + 14.88 hari.
Rataan keseluruhan selang beranak adalah 431.47 + 18.62
hari. Untuk angka perkawinan per kebuntingan pada perlakuan 11, 12, I g dan I4 rata-rata adalah 1.5 + 0.25,
1.4 + 0.37, 1.25 + 0.25 dan 1'.5 2 0.17 secara berturutturut.
Rataan keseluruhan angka perkawinan per kebuntingan adalah 1.41 2 0.70. Selanjutnya rataan angka
konsepsi pada perlakuan 11, 12, I g dan I4 adalah 65.0 2
13.69%, 70.0 + 20.91%, 80.0 2 20.41% dan 70.0 + 11.18%
berturut-turut. Rataan keseluruhan angka konsepsi adalah 71.25 + 45.54 persen.
P e n e l i w Keern~a*: Pengaruh dosis semen beku: Dosis semen beku 1 ministraw lebih tinggi angka konsepsi
dan lebih kecil angka perkawinan per kebuntingan dari
Rataan
angka
pada dosis semen beku 1/2 ministraw.
konsepsi untuk perlakuan Dl (1/2 ministraw) dan D2 (1
ministraw) adalah 63.5 + 6.51% dan 76.5 + 7.45% secara
berturut-turut. Rataan angka konsepsi secara keseluruhan adalah 70.0 + 9.19%, sedangkan rataan angka perkawinan perkebuntingan untuk perlakuan Dl (1/2 ministraw) dan
D2 (1 ministraw) adalah 1.50 + 0.10 dan 1.36 + 0.12
berturut-turut. Rataan keseluruhan angka perkawinan per
kebuntingan adalah 1 . 4 4 2 0.13. Hasil pengamatan untuk
selang beranak yang terpendek didapatkan pada penggunaan
1 dosis, jarak kawin pertama sesudah beranak 2 bulan
dan musim tidak bekerja di sawah (ringan).
Kesimpulan dari keseluruhan pembahasan pada penelitian ini adalah penggunaan interkom, lama menyusui 2
bulan, lama istirahat 45 hari (musim bekerja ringan) dan
dosis semen beku 1 ministraw dapat meningkatkan produksi
sapi potong dalam rangka meningkatkan pendapatan peternak .
PENINGKATAN PRODUKSI PETEXNAKAN SAP1 POTONG DI DAERAR
PADAT TEXNAK MELALUI PWBAIKAN SARANA DAN
PRASARANA PELAYANAN REPRODUKSI
Oleh
ZAITUNI UDIN
88524
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
B O G O R
1 9 9 3
Judul Disertasi
:
PENINGKATAN PRODUKSI PETERNAKAN SAP1
POTONG DI DA1GRAB PADAT TERNAK HELALUI
PERBAIKAN SARANA DAN PRASARANA PELAYANAN REPRODUKSI
Nama Mahasiswa
:
ZAITUNI UDIN
Nomor Pokok
:
88524
Menyetujui
1.
Komisi Penasehat
W&41&----
Prof. Dr. A. Soebadi Partodihardjo
Ketua
t
Harimurti Martojo
Anggota
Dr. Ir. H.A. Ansori Mattjik
Anggota
2.
Ketua Program Studi
Biologi Reproduksi
----
Prof. Dr. Asikin Natasasmita
Anggota
Dr. Iman Supriatna
Anggota
ram Pascasarjana
anian Bogor
------------r. H. E d i Guhard ja
Tanggal Lulus: 21 Agustus 1993
RIWAYAT HIDUP
Penulis
dilahirkan
di Painan, Kabupaten
Pesisir
Selatan, Sumatera Barat pada tanggal 7 September
Anak
kelima
dari pasangan Ayah Udin Dt. R.
1953.
Nan
Sati
(almarhum) dan Ibu Rahmadani (almarhumah).
Penulis
tamat SD tahun 1966, SMPN tahun
tahun 1972 semuanya di Painan.
SMAN
1969
dan
Lulus sarjana
pe-
ternakan tahun 1979 pada Fakultas Peternakan, Universitas Andalas Padang.
Memperoleh gelar Master of
University of Phillipines, Los Banos
pada
Science
tahun
1985.
Pada tahun 1988 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan program Sg (Program Doktor) pada
ju-
rusan
Biologi Reproduksi, Institut Pertanian Bogor
di
Bogor.
Sejak
tahun 1980 sampai sekarang penulis
diangkat
menjadi staf pengajar pada Fakultas Peternakan, Universitas Andalas Padang.
UCAPAN TXRIM
KASIH
SWT
Penulis memanjatkan puji syukur kepada Allah
atas
rahmat dan hidayahNya hingga penelitian ini
diselesaikan dan dituangkan dalam suatu tulisan
dapat
berupa
disertasi sebagai hasil akhir.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar
nya kepada Bapak Prof. Dr. H. Soebadi Partodihardjo sebagai
gembimbing ketua, yang memberikan
nasehat, saran-saran serta dorongan moril
bimbingan,
sejak tahap
persiapan penelitian sampai penulisan disertasi ini.
K,epada Bapak Prof. Dr. H. Harimurti Martoyo, Bapak
Prof. Dr. Asikin Natasasmita, Bapak Dr. Ir. H.A.
Ansori
Mattjik dan Bapak Dr. Iman Supriatna, sebagai pembimbing
anggota, yang telah memberikan bimbingan, nasehat, kritik dan dorongan dengan tulus ikhlas, disampaikan pujian
dan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Kepada yang terhormat Bapak Rektor dan Bapak Direktur
Program Pascasarjana, Ketua Jurusan Biologi
duksi
beserta seluruh staf.
Singkatnya keluarga besar
Institut Pertanian Bogor atas fasilitas dan
yang
diberikan
Repro-
untuk kelancaran studi
kesempatan
penulis, untuk
itu disampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Penghargaan dan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Rektor dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas
Andalas
Padang, atas kesempatan dan
bantuan
yang
diberikan
kepada penulis dalam mengikuti studi di
Pro-
gram Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ucapan
terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada
Bapak Marlan dan Bapak Daan selaku inseminator di
matan
Kaliori
Rembang
dan Sumber Kabupaten Daerah
dan kepada para Kontak Tani
Keca-
Tingkat
I1
Inseminasi Buatan
serta para peternak yang telah memberikan bantuan
fasilitas penyediaan ternak selama penelitian
serta
berlang-
sung.
Kepada
Daerah
Bapak
Pimpinan dan Staf
Dinas
Peternakan
Tingkat I1 Rembang yang telah dengan sudi
mela-
yani kebutuhan data penelitian.
Juga
disampaikan
penghargaan
dan
terima
kepada TMPD Ditjen Dikti, Yayasan Supersemar yang
kasih
telah
memberikan beasiswa sehingga penulis dapat mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan.
Kepada ayahnda almarhum dan ibunda almarhumah
penulis
hormati dan cintai dan kakak-kakak serta
yang
adik-
adik atas dorongan dan pengertiannya penulis aturkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Terima
kasih juga kepada teman-teman sejawat
yang
satu
atas
kritik-kritik dan saran-saran yang sangat berharga
demi
tak
dapat penulis sebutkan namanya satu per
kelancaran penelitian ini.
Akhir kata semoga tulisan ini ada manfaat hendaknya
dan semoga Allah SWT memberikan balasan pahala yang berlipat
ganda atas jasa, budi baik yang diberikan
kami.
Amin.
kepada
Bogor, Maret 1993
Penulis
DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
BAB I1
.....................................
iv
....................................
ix
.............................
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1
1.2
Identifikasi
.....................
Masalah . . . . . . . . . . . . . . .
5
1.3
Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6
1.4 Manfaat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . .
7
1.5 Kerangka Pemikiran . . . . . . . . . . . . . . . . .
7
........................
9
Tinjauan Umum Sapi Peranakan
Ongole (PO) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9
...
11
..
13
.....................
14
2.5 Berahi Pertama Pascaparturn . . . . . . . . .
17
2.6
Kawin Pertama Pascaparturn . . . . . . . . . .
20
2.7
Angka Perkawinan per Kebuntingan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.2
Aktivitas Reproduksi Pascaparturn
2.3
Pola Harmonal Periode Pascaparturn
2.4
Involusi Uteri
( S e r v i c e per
Conception )
...........
22
...
24
2.8
Angka Konsepsi (Conception R a t e )
2.9
Lama Bunting
2.10 Selang
........................
Beranak ( C a f v i n g I n e e r v a l ) . .
28
31
2.11 Hubungan Fertilitas dan Pelaksanaan
Inseminasi Buatan . . . . . . . . . . . . . . . . . .
33
............
35
2.12 Dosis Inseminasi Buatan
Halaman
BAB I11
BAB IV
MATERI DAN METODA PENELITIAN
............
37
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian
........
37
3.2
Materi Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . .
37
3.3
Alat yang Digunakan . . . . . . . . . . . . . . . .
38
3.4
Metoda Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . .
38
3.5
Penilaian Konsentrasi Spermatozoa . .
50
3.6
Cara Pemeriksaan Kebuntingan
.......
52
3.7
Analisa Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
53
HASIL DAN PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
54
.....
54
4.2 Keadaan Umum Peternakan pada
Lokasi Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . .
55
Perkembangan Inseminasi Buatan pada
Lokasi Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . .
59
Kegiatan Inseminasi Buatan pada
ULIB Kaliori . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
62
Penelitian I: Pengaruh Penggunaan
Interkom dalam Pelaksanaan Program
Inseminasi Buatan . . . . . . . . . . . . . . . . . .
68
Penelitian 11: Pengaruh Lama Menyusui
terhadap Kawin Pertama sesudah Beranak dan Selang Beranak Sapi PO
Pascapartum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
75
4.1
4.3
4.4
4.5
4.6
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
4.6.1
4.6.2
Pengaruh Lama Menyusui terhadap Kawin Pertama sesudah
Beranak Sapi PO Pascapartum .
75
Pengaruh Lama Menyusui terhadap Selang Beranak
(Calving Interval)
.......,..
83
Halaman
4.6.3 Korelasi Selang Beranak
dengan Angka Perkawinan
per Kebuntingan (Service
per Conception ) , Kawin
Pertama sesudah Beranak
dan Lama Bunting . . . . . . . . .
4.7 Penelitian 111: Pengaruh Lama Istirahat terhadap Involusi Uteri dan
Kinerja Reproduksi Sapi Peranakan
Ongole (PO) Pascaparturn . . . . . . . . . . . .
4.7.1
4.7.2
94
Pengaruh Lama Istirahat
terhadap Involusi Uteri . . . . .
94
Pengaruh Lama Istirahat terhadap Kinerja Reproduksi Sapi
PO Pascapartum . . . . . . . . . . . . . .
100
8 Penelitian IV: Pengaruh Dosis Semen
Beku terhadap Angka Konsepsi dan
Angka Perkawinan per Kebuntingan
Sapi Peranakan Ongole (PO) . . . . . . . .
4.8.1
4.8.2
Konsentrasi Spermatozoa
dalam Ministraw . . . . . . . . . . . . .
104
Pengaruh Dosis Semen Beku
terhadap Angka Konsepsi
(Cortception R a t e ) . . ; . . . . . . . .
107
4.8.3 Pengaruh Dosis Semen Beku
terhadap Angka Perkawinan
per Kebuntingan ( S e r v i c e
.............
115
4.8.4 Respon Selang Beranak terhadap Dosis Semen Beku dan
Kelompok Kawin Pertama
sesudah Beranak . . . . . . . . . . . . .
121
per
BAB V
Conception)
....................
127
.........................
127
5.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
128
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
...................................
130
LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
140
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Nomor
Teks
1
Pengaruh Beranak dan Musim terhadap Involusi
Uteri pada Sapi Perah setelah Beranak . . . . . . . .
16
2 Selang Waktu sesudah Beranak dan Involusi
Uteri, Ovulasi, Estrus dan Angka Kebuntingan
pada Sapi Obersin Angus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3
Persentase Sapi yang Berahi sesudah Beranak
sampai Hari ke 42 Periode Kawin dan selama
21 Hari Periode Kawin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
20
4
Pengaruh Lamanya Interval Waktu dari Kawin
Pertama sesudah Beranak sampai Menjadi
Bunting pada Universitas Illionis Dairy Herd .
5
Kebuntingan pada Hari ke 21 Pertama Periode
Kawin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
25
6 Angka Konsepsi (CR) pada Beberapa Sapi Bangsa
Zebu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
26
Angka ~onsepsidan Selang Waktu dari Beranak Bunting . . . . . . . . . . . . . : . . . . . . . . . . . ; . . . . . . . . . . . . .
27
Lama Bunting dari Beberapa Bangsa Sapi dan
Kerbau . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
30
............
43
7
8
9
Kerangka Penelitian Lama Menyusui
10
Kerangka Penelitian Lama Istirahat
...........
45
11
Kerangka Penelitian Penggunaan Dosis Semen
Beku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
49
12 Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten
Daerah Tingkat I1 Rembang dari Tahun 1983
sampai dengan Tahun 1989 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
56
13
14
Jenis Pekerjaan, Lama Kerja dan Upah dari
Sapi-sapi Peranakan Ongole di Kecamatan
Kaliori . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
58
Harga Ternak Sapi Peranakan Ongole di
Kabupaten Daerah Tingkat I1 Rembang . . . . . . . . . .
59
Halaman
Nomor
Tek%
Data Pelaksanaan Inseminasi Buatan di
Kabupaten Dati I1 Rembang Tahun Anggaran
1980/1987 sampai dengan 1990/1991 . . . . . . . . . . . .
61
Data Populasi Ternak Sapi Triwulan I Tahun
1991 Kecamatan Kaliori Daerah Tingkat I1
Rembang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
63
Jarak dan Waktu Tempuh dari PIB menuju PIB
Lainnya Sesuai Pola Pelayanan Inseminasi
Buatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
69
Jarak dan Waktu Tempuh yang Dibutuhkan oleh
KOTIB dari PIB ke ULIB Sumber . . . . . . . . . . . . . . . .
71
Rataan Angka Konsepsi ( % ) pada Dua ULIB
dengan Lima Golongan Beranak . . . . . . . . . . . . . . . . .
72
Petunjuk Praktis untuk Melakukan IB pada Sapi.
74
Respon Rataan Kawin Pertama sesudah Beranak
(hari) pada Tiga Tingkat Lama Menyusui dan
Lima Golongan Beranak Sapi PO Pascapartum
pada ULIB Kaliori . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
76
Respon Rataan Selang Beranak (hari) pada
Tiga Tingkat Lama Menyusui dan Lima Tingkat
Golongan Beranak Sapi PO Pascapartum di
ULIB Kaliori . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
85
...
90
Korelasi Selang Beranak pada Tiga Variabel
Respon Involusi Uteri (minggu) Sapi Peranakan
Ongole (PO) Pascapartum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
95
Respon Kawin Pertama sesudah Beranak, Selang
Beranak, Angka Perkawinan per Kebuntingan dan
Angka Konsepsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
101
Jumlah Spermatozoa dalam Ministraw Semen Beku.
106
Respon Angka Konsepsi (Conception Rate, X )
pada Dua Macam Dosis Semen Beku dan Lima
Golongan Beranak Sapi Peranakan Ongole (PO)
..
109
Respon Angka Perkawinan per Kebuntingan
(Service per Conception) pada Dua Macam
Dosis Semen .Beku dan Lima Golongan Beranak
Sapi Peranakan Ongole (PO) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
116
Halaman
Nomor
29
30
31
Teks
Rataan Selang Beranak (hari) pada Dua Macam
Dosis Semen Beku dan Tiga Kelompok Kawin
Pertama Pascapartum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
121
Rataan Selang (hari) Beranak Berdasarkan Musim
Bekerja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
123
Data Frekuensi Inseminasi Buatan, Angka
Konsepsi, Angka Perkawinan per Kebuntingan
dan Selang Beranak pada Dua Musim . . . . . . . . . . . .
125
LAMPIRAN
Nomor
1
Halaman
Kawin Pertama (hari) Sesudah Beranak pada
Tiga Tingkat Lama Menyusui dan Lima Golongan
Beranak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
141
Sidik Ragam Kawin Pertama sesudah Beranak
pada Tiga Tingkat Lama Menyusui . . . . . . . . . . . . . .
142
3 Data Selang Beranak (hari) pada Beberapa
Golongan Beranak dan Lama Menyusui Sapi
PO Pascaparturn . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
143
2
4
5
6
Sidik Ragam Selang Beranak (Calving Interval)
pada Tiga Tingkat Lama Menyusui . . . . . . . . . . . . . .
144
Data Lama Bunting (hari) pada Tiga Tingkat
Menyusui Sapi PO Pascapartum . . . . . . . . . . . . . . . . .
145
Data Angka Perkawinan per Kebuntingan
(Service per Conception ) pada Tiga Tingkat
Lama Menyusui . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
I
7 ~ a t aAngka Konsepsi (CR, % ) .pada Beberapa
Golongan Beranak dan Lama Menyusui Sapi PO
Pascaparturn . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
8
147
Data Involusi Uteri Sapi Peranakan Ongole
Pascapartum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
148
..........
149
9 Analisis SidiB Ragam Involusi Uteri
Nomor
10
Halaman
Kawin Pertama Sesudah Beranak pada Empat
Tingkat Lama Istirahat (hari) . . . . . . . . . . . . . . . .
150
11 Analisis Sidik Ragam Kawin'Pertama sesudah
12
13
Beranak pada Empat Tingkat Lama Istirahat . . . .
151
Selang Beranak ( C a l v i n g I n t e r v a l ) pada Empat
Tingkat Lama Istirahat Sapi PO Pascapartum . . .
152
Analisis Sidik Ragam Selang Beranak ( C a l v i n g
I n t e r v a l ) pada Empat Tingkat Lama Istirahat
153
..
Data Angka Konsepsi (CR, % ) pada Empat
Tingkat Lama Istirahat Sapi PO Pascapartum . . .
Analisis Sidik Ragam Angka Konsepsi
( C o n c e p t i o n R a t e ) pada Empat Tingkat Lama
Istirahat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Data Angka Perkawinan ( S e r v i c e p e r C o n c e p t i o n )
pada Empat, Tingkat Lama Istirahat Sapi PO
Pascapartum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Analisis Sidik Ragam Angka Perkawinan per
Kebuntingan ( S e r v i c e p e r C o n c e p t i o n ) pada
Empat Tingkat Lama Istirahat . . . . . . . . . . . . . . . . .
Data Angka Konsepsi ( C o n c e p t i o n R a t e ) pad8 Dua
Macam Dosis Semen Beku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Analisis Sidik Ragam Angka Konsepsi
( C o n . c e p t i o n R a t e ) pada Dua Macam Dosis Semen
Beku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Data Angka Perkawinan per Kebuntingan
( S e r v i c e per C o n c e p t i o n ) pada Dua Macam Dosis
Semen Beku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Analisis Sidik Ragam Angka Perkawinan per
Kebuntingan ( S e r v i c e p e r C o n c e p t i o n )
pada Dua Macam Dosis Semen Beku . . . . . . . . . . . . . .
22
23
Rataan Selang Beranak (hari) pada Dua Macam
Dosis Semen Beku dan Tiga Kelompok Kawin
Pertama Sesudah Beranak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
162
Uji t Berdasarkan Dosis Semen Beku dan
Kelompok Kawin Pertama Sesudah Beranak
163
.......
Nomor
24
Halaman
Rataan Selang Beranak (hari) pada Dua Nacam
Dosis dan Dua Musim Bekerja . . . . . . . . . . . . . . . . . .
164
25
Uji t Berdasarkan Musim Kerja
................
165
26
Rataan Angka Konsepsi (CR), Angka Perkawinan
per Kebuntingan (S/C) dan Selang Beranak (CI)
pada Dua Macam Dosis dan Dua Musim . . . . . . . . . . .
166
27 Skema Pelaksanaan Inseminasi Buatan pada ULIB
Kaliori dan ULIB Sumber . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
167
28
Struktur Organisasi Pelaksanaan Inseminasi
Buatan di Daerah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
168
.....
169
............
170
29
Peta Kabupaten Daerah Tingkat I1 Rembang
30
Peta Kecamatan Kaliori dan Sumber
Nomor
1
Profil Rataan Kawin Pertama sesudah Beranak
pada Tiga Tingkat Lama Menyusui . . . . . . . . . . . . . .
81
Profil Selang Beranak (Calving Interval)
pada Tiga Tingkat Lama Menyusui . . . . . . . . . . . . . .
87
Profil Rataan Involusi Uteri Sapi Peranakan
Ongole (PO) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
98
4 Profil Rataan Angka Konsepsi (Conception R a t e )
pada Dua Macam Dosis Semen Beku dan Lima
Golongan Beranak Sapi Peranakan Ongole (PO) . .
112
2
3
5
Profil Rataan Angka Perkawinan per Kebuntingan
(Service per Conception) pada Dua Macam Dosis
Semen Beku dan Lima Golongan Beranak Sapi (PO)
118
Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan sapi yang banyak
dipelihara di Indonesia, baik
digunakan
sebagai
penghasil daging maupun sebagai tenaga kerja. Sapi-sapi
potong
usaha
ini dipelihara secara tradisional dan merupakan
rakyat. Di Indonesia, populasi sapi potong
tahun 1969
-
1990 mengalami peningkatan sekitar 63%
dari
dan
pada tahun 1990 tercatat populasi sapi potong di Indonesia mencapai 10 520 000 ekor (Soehadji, 1991).
Hal ini
diikuti dengan peningkatan produksi daging sejak Pelita
I sampai dengan tahun 1990, produksi daging meningkat
dari 390.3 ton menjadi 10 081.8 ribu ton atau meningkat
sekitar 250%.
Produksi daging dalam negeri telah mampu
memenuhi kebutuhan dalam negeri kecuali daging yang berkualitas masih diimpor dalam jumlah yang kecil.
Pada
tahun 1990 jumlah daging yang diimpor 3.85 ribu ton atau
0.35% dari permintaan nasional. Seiring dengan itu
kon-
sumsi masinq-masing produksi ternak selama tahun 1969
1990
mengalami
peningkatan pula.
Untuk
daging
311.4 ribu ton pada tahun 1969 menjadi 1 085.5 ribu
-
dari
ton
pada tahun 1990 atau meningkat sekitar 249%.
Berdasarkan
dapatkan
tingkat
perkembangan konsumsi
konsumsi protein hewani
nasional
asal
di-
ternak
perkapita pertahun meningkat dari 1.40 g perkapita
per-
hari
pada tahun 1969 menjadi 3.04 g
atau
setara dengan daging 6.07 kg, telur 3.24 kg
perkapita
perhari
susu 3.81 kg perkapita pertahun pada tahun 1990.
dan
Namun
demikian dibanding dengan norma gizi sebesar 4.5 g
per-
kapita perhari atau setara dengan 7.6 kg daging, 3.5 kg
telur dan 4.6 kg susu perkapita pertahun, tingkat
capaian
ini masih rendah atau baru mencapai
hadji, 1991).
4.5
68%
pen(Soe-
Konsumsi protein asal ternak dari standar
gr/kapita/hari
pada
tahun 1992 tercapai
3.47
g
4
(77,1%) yang berasal dari daging 2.06 g, telur 0.94 gr
dan susu 0.47 g.
Dalam periode 25 tahun terakhir produk
peternakan (daging, telur, susu) telah tumbuh secara mengesankan, yakni daging 5.9%, telur 10.4% dan susu 13.4%
pertahun (Soehadji, 1993).
Untuk
meningkatkan mutu dan populasi
sapi
potong
di Indonesia, pemerintah telah berusaha baik dengan
lan
beku
mengimpor bangsa-bangsa sapi unggul, maupun
untuk inseminasi buatan.
Bahkan
jasemen
akhir-akhir ini
telah dicoba pula dengan mengimpor embrio beku untuk ditransferkan pada sapi-sapi betina lokal
di
Indonesia.
Walaupun demikian hambatan yang sering muncul dalam
ngembangan
ternak sapi di Indonesia
adalah kegagalan-
kegagalan reproduksi. Hal ini biasanya disebabkan
penanganan
dan pelayanan reproduksi yang
yang tercermin dengan rendahnya
pe-
oleh
kurang baik,
penampilan
reproduksi
khususnya
sapi potong seperti dilaporkan oleh
(1989) bahwa selang beranak untuk sapi perah
Soewardi
dan
sapi
potong adalah lebih panjang dari 16 bulan dan angka konadalah 62% dan 45% untuk sapi perah dan sapi
sepsi
po-
tong berturut-turut. Rendahnya angka reproduksi ini menyebabkan
setiap
rendahnya produksi anak sapi yang
dilahirkan
tahun. Hal ini akan menyebabkan kurangnya
atau
rendahnya pendapatan peternak yang berasal dari sapi potong peternakan rakyat di Indonesia. Secara tidak langsung ini juga berpengaruh terhadap motivasi beternak.
Kinerja
oleh
reproduksi ternak sapi sangat
faktor manajemen
dan biologi.
dipengaruhi
Kedua
tidak berjalan sendiri-sendiri tapi selalu
faktor
ini
bersama-sama
dalam suatu periode reproduksi. Pada peternakan
rakyat
ha1 ini belum diperhatikan, yang mungkin disebabkan oleh
pengetahuan peternak yang masih rendah.
Program inseminasi buatan yang mencakup pengetahuan
peternak,
nyediaan
kinerja
efisiensi pelayanan oleh inseminator dan
semen beku sangat menentukan
sekali
reproduksi terutama angka konsepsi.
pe-
terhadap
Rendahnya
angka konsepsi dan tingginya kawin ulang disebabkan oleh
pengontrolan yang kurang balk oleh peternak maupun
inseminator.
nasi
Dosis semen beku untuk satu kali
dengan menggunakan straw adalah 30 juta
zoa. Hampir semua program inseminasi buatan di
sia
menggunakan ministraw baik sapi perah
potong (Toelihere, 1979).
oleh
insemi-
spermatoIndone-
maupun
sapi
Pada
Daerah Tingkat I1 Kabupaten Rembang
populasi
sapi potong selama tahun 1983 s/d 1989 mengalami kenaikan dengan nyata, walaupun dalam jumlah kenaikan itu
dikit.
tahun 1989 populasi
Pada
88 769 ekor,
sedangkan
sapi
se-
potong
adalah
populasi sapi potong di
daerah
penelitian yaitu Kecamatan Kaliori tercatat 5 772
ekor.
Pelaksanaan inseminasi buatan pada Kecamatan Kaliori ini
telah berkembang dengan baik.
meningkatnya
Hal ini tercermin
jumlah akseptor setiap tahun.
dengan
Pada
tahun
1989/1990 tercatat jumlah akseptor 19 147 ekor dan tahun
1990/1991 tercatat akseptor 22 000 ekor.
Unit Lokasi Inseminasi Buatan (ULIB) Kaliori adalah
merupakan
baik
daerah penelitian, mempunyai
fasilitas yang
Hal ini
yang
program inseminasi buatan pada ULIB ini
ber-
dan inseminator yang berpengalaman.
menunjang
jalan lancar
dan maju.
Adanya inseminator, mani
beku,
Kontak Tani Inseminasi Buatan (KOTIB) dan sarana komunikasi
interkom
untuk meningkatkan
produksi
sapi potonp adalah merupakan langkah maju.
peternakan
Tetapi
bila
disimak lebih lanjut maka masih ada beberapa bagian yang
perlu diperbaiki ditambah dan ditunjang demi peningkatan
produksi peternakan sapi potong.
Umumnya
peternak belum mengetahui tatalaksana
produksi yang baik.
Hal ini mencakup sarana dan
rana pelayanan reproduksi seperti
kapan
kapan harus
dikawinkan kembali sesudah beranak dan
re-
prasa-
disapih,
bagaimana
cara penanganan sapi-sapi yang baru melahirkan.
Demiki-
an juga dengan penyediaan sarana komunikasi dan
penggu-
naan dosis yang tepat dalam pelaksanaan program
Insemi-
nasi
Buatan (IB). Dalam pelaksanaan program IB
terjadi
jumlah semen beku dalam ministraw
sering
yang
dibawa
tidak sesuai dengan jumlah akseptor yang harus diinseminasi
pada
saat itu. Jalan keluar yang
inseminator
beku
ditempuh
adalah dengan menggunakan satu straw
oleh
semen
untuk dua ekor akseptor. Hal ini disebabkan
komunikasi
yang terlambat antara peternak
kontak tani inseminasi buatan (KOTIB).
dengan
para
Tetapi ada
juga
inseminator yang sengaja melakukan cara di
untuk
oleh
atas
mengetahui tingkat keberhasilannya dan
hanya
ternyata
kebuntingan bisa terjadi.
Berdasarkan beberapa kasus yang ditemui di lapangan
seperti
dipaparkan di atas, maka dalam
dilakukan
sapi
beberapa
upaya untuk
penelitian
meningkatkan
produksi
potong Peranakan Ongole (PO) pada Unit Lokasi
seminasi
Buatan
Kaliori Daerah
Tingkat
ini
In-
I1 Kabugaten
Rembang. -
1.2 Jdentifuasi Masalah
Untuk
meningkatkan
produksi sapi
potong
rakyat,
maka perlu dilakukan perbaikan sarana dan prasarana
layanan reproduksi sapi potong melalui:
pe-
1.
Penggunaan interkom untuk meningkatkan angka konsepsi melalui ketepatan waktu pelayanan.
2. Pembatasan lama menyusui untuk memperpendek
selang
waktu kawin pertama sesudah beranak dan selang beranak .
3.
Istirahat sesudah beranak sebelum dipekerjakan
hadap involusi uteri dan kinerja
ter-
reproduksi.
4. Penggunaan dosis semen beku yang cukup untuk meningkatkan
angka konsepsi dan angka perkawinan per
ke-
buntingan.
Ini
semua
akan meningkatkan
budidaya
peternakan
rakyat Indonesia. Sebenarnya masih ada faktor lain yang
menghambat program peningkatan peternakan ini, misalnya
tingkat
pengetahuan dan daya tangkap peternak
terhadap
penerangan yang diberikan oleh Dinas Peternakan.
1.3 M u a n Penelitian
Secara umum penelitian ini ditujukan untuk
mening-
katkan pendapatan masyarakat peternak melalui peningkatan
produksi sapi potong, dengan jalan perbaikan
sarana
dan prasarana pelayanan reproduksi.
Secara khusus bertujuan untuk mengetahui:
1.
Pengaruh penggunaan
interkom terhadap
angka
kon-
sepsi.
2.
Pengaruh lama menyusui terhadap kawin pertama
dah beranak dan selang beranak.
sesu-
3.
Pengaruh
lama istirahat
sesudah beranak
terhadap
involusi uteri, dan kinerja reproduksi.
4. Pengaruh dosis semen beku
(conception
terhadap
angka
r a t e ) dan angka perkawinan
konsepsi
per
kebun-
tingan ( s e r v i c e per c o n c e p t i o n ) .
Hasil
penelitian ini dapat hendaknya
meningkatkan
produksi sapi potong rakyat di Indonesia, khususnya sapi
potong di daerah padat ternak pantai Utara Pulau Jawa.
Rendahnya produktivitas sapi potong pada peternakan
rakyat di Indonesia antara lain karena kegagalan
duksi.
Hal
ini biasanya disebabkan
oleh
repro-
tatalaksana
yang
kurang baik disamping faktor ternak
Rice
( 1 9 5 5 ) dan Partodihardjo ( 1 9 8 7 ) berpendapat
kegagalan
Sterilitas adalah kegagalan yang
misalnya
karena radang menahun
bahwa
bahwa
saluran
sementara
manajemen. Ditambahkan oleh Toelihere
penyebab kegagalan reproduksi pada
juga
berasal
kedua
jenis
dari faktor manusia
sel
kelamin atau
yang
garnet
in-
bersifat
pada
reproduksi, dan infertilitas adalah bersifat
misalnya
sendiri.
reproduksi dibedakan atas sterilitas dan
fertilitas.
permanen
itu
ternak
(1979)
dapat
mempertemukan
dan
dapa
berasal dari hewan betina atau jantan itu sendiri
Dengan kondisi reproduksi yang sekarang ini, sapi
potong
nya.
pada ULIB Kaliori dapat dipertahankan populasiDengan kata lain tingkat kesuburan cukup tinggi,
hanya yang perlu diperbaiki adalah tatalaksana reproduk-
si, yang mencakup perbaikan sarana dan prasarana pelayanan reproduksi.
Dengan
demikian perlu dilakukan perbaikan
sarana
dan prasarana pelayanan reproduksi sapi potong peternakan rakyat dalam rangka meningkatkan produksinya.
BAB I1
TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Ongole berasal dari India dan termasuk golongan
Zebu atau Bas i n d i c u s (Payne, 1970;
1975).
Sasroamidjojo,
Pada tahun 1906 dan tahun 1912 sapi Zebu
diintroduksikan
ke
Indonesia.
Selanjutnya
mulai
dilakukan
persilangan dengan sapi setempat (sapi Jawa), yang
ter-
nyata dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai tenaga
tarik
(Atmadilaga, 1976).
dilakukan
Pada tahun 1908
baru
ongolisasi secara besar-besaran yaitu
mendatangkan
sapi Ongole dari India yang
persilangkan
dengan sapi Jawa atau sapi
mulai
dengan
kemudian
lokal.
persilangannya disebut sapi Peranakan Ongole
diHasil
(Atmadila-
ga, 1976; Pane, 1980).
Menurut
Payne (19701, ternak sapi Ongole
berbadan
besar, leher pendek dan anggota badannya (kaki) relatif
panjang.
Warna bulu ternak sapi Ongole yang t'elah
baku
ialah keputih-putihan dengan warna gelap di kepala,
her,
gumba
terutama
dan lutut.
ditemukan
pada
Warna-warna gelap
ternak
sapi
seperti
Ongole
bercampur putih.
Kepala dan tanduk pendek
kuat yang mula-mula rnengarah ke sebelah luar dan
jutnya
ke belakang.
Punuk pada sapi Ongole
ini
jantan.
Warna lain yang kadang-kadang ditemukan ialah merah
merah
le-
dan
serta
selan-
berkembang
menjadi besar, gelambirnya longgar serta bergantung.
Sapi peranakan Ongole (PO) mirip dengan sapi Ongole
lipatan-
yang mempunyai tanda-tanda punuk besar, dengan
lipatan kulit yang terdapat di bawah leher dan
perut,
teli,nga panjang dan mengantung, mata besar dan
tenang,
kulit
cm
di sekitar lubang mata selebar kurang lebih
berwarna hitam.
bungkul
kecil
Tanduk pendek
kadang-kadang hanya
saja, tanduk rang betina
lebih
dari yang jantan. Warna bulu putih atau putih
hitaman
dengan
jantan
sekitar
satu
warna kulit kuning. Bobot
panjang
kehitam-
badan
600 kg dan sapi betina sekitar
sapi
450 kg
(Sasroamidjojo, 1975).
Sampai saat ini sifat-sifat khas atau karakteristik
sapi
Peranakan Ongole belum banyak
Menurut
terinci.
Ongole
diungkapkan
Hattab (1978) sifat
secara
sapi Peranakan
identik dengan sapi Brahman yaitu
dapat rnenye-
suaikan diri dengan lingkungan beriklim panas dan
merurnput pada padang rumput yang kurang baik.
mampu
Ditambah-
kan oleh Ngadiono (1988) bahwa sapi Peranakan Ongole merupakan
sapi tipe kerja yang baik, tenaga kuat, ukuran
tubuhnya besar, watakny.a sabar, tahan panas, tahan lapar
dan haus serta dapat menyesuaikan diri dengan pakan yang
sederhana.
Selanjutnya Rangkuti, Pulungan
dan
Rahman
(1972) menyatakan bahwa karakteristik ternak sapi Peranakan Ongole tidak banyak berbeda dengan
Sumba Ongole.
ternak
sapi
Di Indonesia sapi peranakan Ongole banyak
menyebar
di Jawa Timur, Jawa Tengah (Pane, 1980) dan Jawa
Barat,
Daerah Istimewa Yogyakarta, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi Utara (Usri, 1980).
Dalam,dua dasawarsa yang lampau, inseminasi
pada sapi potong mulai digalakkan.
si
buatan
Dikenalnya insemina-
buatan dengan menggunakan mani beku, proses
pening-
katan mutu genetik ternak potong semakin pesat.
Semula
telah digunakan berbagai macam bangsa dalam program
seminasi buatan ini antara lain
sebagainya.
Brahman, Hereford, Cha-
rolais
dan
bangsa
sapi yang paling banyak digunakan, yaitu
sapi Brahman dan Ongole.
in-
Namun akhirnya hanya
ada
dua
bangsa
Akhirnya sekarang, terutama di
pulau Jawa, berbaurlah sapi-sapi silangan Brahman x Peranakan
Ongole
dan
Ongole x PO
yang
sulit
dibedakan
secara eksterior (Hardjosubroto, 1988).
Pascapartum adalah periode segera sesudah
melahir-
kan yang ditandai dengan dimulainya laktasi dan kembalinya siklus reproduksi berikutnya (Hafez, 1987).
Selan-
jutnya dijelaskan bahwa di antara melahirkan dan timbulnya
berahi
supaya
pertama, uterus
terjadi kebuntingan.
harus
Pada
mengalami
periode
involusi
pascapartum
ini ada suatu masa yang disebut dengan puerpureum
masa
dari mulai partus yang ditandai
dengan
yaitu
keluarnya
12
plasenta
normal.
ini
hingga kembalinya ke dalam siklus berahi
Perubahan-perubahan yang penting dalam
adalah regenerasi endometrium, involusi
yang
periode
uteri
dan
berahi setelah partus (Partodihardjo, 1987; Hafea 1987).
Toelihere (1985) berpendapat bahwa sesudah partus, hewan
betina harus menghasilkan susu untuk anaknya dan
apkan
menyi-
uterus, ovarium dan organ-organ kelamin
lainnya
dan sistem endokrin untuk memulai suatu siklus yang normal dan kebuntingan baru.
Involusi uteri adalah peristiwa pengecilan
uterus
dari volume pada waktu mengandung menjadi ukuran
normal
tidak
proses
bunting.
regenerasi
urat
Dalam pengecilan ini
epitel endometrium, pengecilan
daging
myometrium
dan
uterus (Partodihardjo, 1987).
ngaruhi
termasuk
serat-serat
pembuluh-pembuluh
darah
Faktor-faktor yang mempe-
involusi uteri adalah kelahiran
yang
abnormal
seperti distokia, r e t a i n e d piasenta, musim, uterus
infeksi, pyometra dan derajat kontaminasi dari
alat
kelamin
dan produksi susu
(Casida and
yang
saluran
Winisky,
1950; Foote, Hauser dan Casida, 1960).
Berahi setelah beranak dipengaruhi oleh stress karena penyakit, iklim, kekurangan nutrisi, produksi
susu
atau laktasi yang tinggi, dan menyusui yane terlalu lama
(McDonald, 1980; Hafez, 1987).
Selanjutnya Peter (1984)
berpendapat bahwa berat dan kondisi badan serta
batnya
involusi
uteri
berahi setelah beranak.
juga
mempengaruhi
terlam-
kemhalinya
Lama
menyusui
pascapartum
memperpanjang jarak
dan ovulasi pada sapi
antara
potong
berahi
(Oxenreider,
1968; Wettermann, Turman, Wyatt dan Totysek, 1978).
pertegas oleh Carruthers dan Hafs (1980) bahwa
Di-
menyusui
menghambat ovulasi pertama pascapartum melalui penekanan
fungsi LH dan rangsangan menyusui dan pemerahan ini
me-
nyebabkan peningkatan kadar prolaktin (PRL) dalam serum.
Bellin, Hinshel, Hauser dan Ax (1984) menyatakan
pada
hari ke-5 pascapartum perkembangan
bahwa
folikel
lebih
besar pada sapi yang tidak menyusui daripada yang menyusui. Dengan demikian dapat diketahui bahwa menyusui dan
ovarium
bekerja sama selama periode
pascapartum
untuk
menahan kadar LH pada sapi potong (Winder, Imakawa, Day,
Zalezky, Kittok dan Kinder, 1984).
2.3 Pola Harmonal Periode Pascaparturn
(1987) berpendapat bahwa
Hafez
tinggi
selama kebuntingan akan menurun
menjelang
dengan
Level progesteron menurun dari 2.1
+
ekspresi
yang
drastis
kelahiran, dilanjutkan dengan kenaikan
estrogen .yang menyebabkan timbulnya
ke
progesteron
level
berahi.
1.2 ng/ml pada hari
2 prepartum menjadi 0.1 2 0.01 ng/ml pada hari ke
6
pascapartum (Humprey et a l . , 1983). Demikian juea dengan
estradiol 17
ml
dan
pada waktu melahirkan adalah 113
menurun dengan cepat menjadi 7
+
3
+
54 pg/
pg/ml
pada
hari keenam pascapartum. Sebaliknya dengan kadar prolaktin
akan meningkat dengan pesat dalam serum yaitu
26.4
28.4 ng/ml pada minggu pertama dan kedua
dan
(Oxenrei-
1968; Short, Bellows, Moody dan Howland, 1972
der,
1983).
Niswinder,
konsentrasi
hormon
prolaktin meningkat dan ini berhubungan terbalik
dengan
konsentrasi
Selama menyusui
dan
FSH dan LH (Reeves, 1987).
Ukuran
folikel
dengan pembebasan LH berkorelasi positif (Lishman, Allison, Fogwell, Butcher dan Inskeeps, 1979).
Selanjutnya
kadar LH tinggi pada sapi yang tidak menyusui anak daripada
yang menyusui anak, karena itu tidak
pada
periode
Mekanisme
ini (Britt, Kittok dan
ada
ovulasi
1974).
Harrison,
penekanan konsentrasi LH pada
masa
akibat
dari umpan balik positif terhadap
karena
konsentrasi estrogen rendah pada
menyusui
estradiol
masa
17p
menyusui
(Bellin et a1 . , 1984).
2.4 Involusi Uteri
Hafez
bahwa
(1987) dan Partodihardjo (1987) berpendapat
pemulihan uterus kepada ukuran tidak bunting
fungsi
yang normal sesudah melahirkan disebut
dan
involusi
uteri. Gier dan Marion (1968) melaporkan bahwa beberapa
hari
sesudah melahirkan dimensi tanduk
menurun
uterus
dengan cepat yang disebabkan oleh adanya kontraksi
metrium.
adalah
sesudah
Sapi waktu akan melahirkan panjang
satu meter dan beratnya 9 kg.
beranak
mengalami tiga fase
uterusnya
Perubahan
yaitu
myo-
uterus
menurunnya
ukuran, hilangnya jaringan dan pemulihan. Pada hari
15
sesudah melahirkan panjang uterus
menjadi
ke
setengah
dari
ukuran pada waktu melahirkan dan menjadi
ganya
pada hari ke 30 pascapartum.
seperti-
Involusi
sempurna
pada hari ke 50 pascapartum, sedangkan berat uterus berkurang
kg
dari 9 kg menjadi 1 kg pada hari ke 30 dan
pada
hari ke 50 pascapartum.
0.75
Marion, Norwood
Gier ( 1 9 6 8 ) mendapatkan bahwa rata-rata interval
dan
penyu-
sutan uterus dari pluripara dan primipara pada sapi pascapartum
adalah
Interval
involusi uteri
40.6
dan
34.0
hari
berturut-turut.
selama empat musim
dapat
di-
lihat pada Tabel 1.
Menurut
bahwa
pada
Morrow, Roberts, McEntel and
sapi yang uterusnya abnormal
p l a s e n t a membutuhkan waktu 3
normal
Gray
dan
(1966)
retained
- 5 hari lebih lama kembali
dari sapi yang mempunyai uterus
normal.
Rata-
rata 1 5 hari pascapartum ovulasi sudah terjadi pada
ke-
lahiran yang normal dan 34 hari pada sapi yang melahirkan tidak normal.
Namun demikian perbedaan yang
paling
besar pada diameter serviks antara sapi yang normal
me-
lahirkan dan tidak normal adalah 10 rnm pada tiga
minggu
pascapartum
1983).
(Oltenacu, Britt dan
Involusi uteri
ovariectomi
sangan
pada sapi potong tidak dipengaruhi
atau dengan
membuang korpus luteum.
gonadotropin terhadap korpus luteum
pengaruhi involusi uteri.
antara
Mellenberger,
melahirkan dan involusi uteri
pada sapi
dengan beberapa perlakuan (Oxenreider, 1 9 6 8 ) .
Ran-
tidak
Pada Tabel 2 terlihat
oleh
mem-
selang
potong
Tabel 1 .
Pengaruh Beranak dan Musim t e r h a d a p
I n v o l u s i U t e r i pada S a p i P e r a h s e t e l a h
Beranak
Jumlah s a p i
(ekor )
M u s i m
I n v o l u s i uteri
(hari)
Semua s a p i yang normal
Gugur
Dingin
Semi
Panas
Sapi pluripara
Gugur
Dingin
Semi
Panas
Sapi primipara
Gugur
Dingin
Semi
Panas
Sumber: Marion et a l . (1968)
,
Spicer,
(1986)
Leung, Convey, G u n t h e r , S h o r t
menyatakan
bahwa i n v o l u s i u t e r i
h a r i k e 28 u n t u k s a p i yang t i d a k o v u l a s i .
dan
Tucker
sempurna
pada
Berkurangnya
d i a m e t e r u t e r u s dan b e r a t d i m u l a i pada h a r i k e 7 dan 28.
Partodihardjo
(1987)
menambahkan
bahwa
korpus
uteri
umumnya amat pendek, k i r a - k i r a 2 . 5 sampai 4 c m , panjangnya
yang
k o r p u s u t e r i t e r g a n t u n g pada urnur dan
jenis
hewan
b e r k i s a r a n t a r a 15 c m sampai 30 cm.
Menurut
Per-
k i n s dan Kidder (1963) r a t a - r a t a
36.5
h a r i dengan s t a n d a r d e v i a s i
involusi u t e r i
adalah
14.0 h a r i u n t u k
sapi
H e r e f o r d dan 38.7 h a r i dengan s t a n d a r d e v i a s i 1 9 . 9
hari
Tabel 2. Selang Waktu sesudah Beranak dan Involusi
Uteri, Ovulasi, Estrus, dan Angka Konsepsi
pada Sapi Aberden Angus
Hari s e s u d a h beranak
Ye-
Junlorn- l a h
pot s a p i
.........................................
Perlakuan
I n v o l us1
uterl
Ovul a s i
45 t 7
Estrus
Konsepsi
2
3
CL dibuang
77 +-- !
-v
\
4
dirangsang
ovul a s i
30
2
A t 1
5
3
menyusui 2 e k o r
anak s a p i
?4 +
- 3
5 5 + 9
5
6
2
d i b e r i growth
hnrmon
29
+7
3 0 t h
2 9 5 6
40
+4
7
b
kontrol
30
t2
3 4 + b
5 3 5 3
61
t 10
+
54 +_ 1 ? ( 2 !
54 +- 1 2 1 2 )
27t-1
40
5
~
8
+_
7i3j
92
--------------------_-----------.------------------------------------
Sumber: Oxenreider (1968)
untuk
sapi Angus, ha1 ini menunjukkan
adanya
pengaruh
genetik terhadap involusi uteri.
2.5 Berahi Pertama Pasca~artum
Segera
estrus.
setelah melahirkan akan
terjadi
Kembalinya berahi sesudah beranak bisa
pada hari ke-30 - 70 (Partodihardjo, 1987).
et
(1978) melaporkan bahwa berahi
al.
partum
fase
dan
menyusui
anak daripada yang
pertama
menyusui
pasca-
sapi
rang
dua
anak.
adalah
71.4
persen, 88.8 persen pada sapi yang menyusukan anak
dari
Berahi
terjadi
pada 90 hari
terjadi
Wettermann
ovulasi terjadi lebih awal pada
satu
an
pascapartum
induk
lain
dan 42.8 persen sapi
yang
menyusukan
dua
anak.
Sapi yang menyusui anak lebih lama interval invo-
lusi, ovulasi, estrus dan bunting dari sapi yang disapih
(Oxenreider, 1968; Short et a l . , 1972).
Menurut
interval
Smith dan Vincent (1972) bahwa
berahi pertama pascapartum
rata-rata
adalah
signifikan
lebih rendah pada penyapihan yang awal (45 hari)
dingkan dengan yang menyusui anak (55 hari).
Tidak
perbedaan berahi pertama antara pluripara dan
atau
rata-ratanya berahi pertama pascapartum adalah
(1986) menjelaskan
bahwa sapi yang
val berahi pertama dan bunting.
bahwa
group,
30
52
et
tertunda
al.
involusi
uteri dan serviks pascapartum akan memperpanjang
kan
ada
primipara
48 hari berturut-turut. Selanjutnya Spicer
dan
diban-
inter-
Randel (1981) menambah-
sapi F1 Brahman x Hereford dibagi
jadi
dua
selama
yang menyusui normal dan hanya satu kali
menit didapatkan bahwa sapi yang menyusui anak
satu
kali selama 30 menit interval berahi pertama pascagartum
lebih
pendek
berat