KAJIAN KOMBINASI NPK, KOMPAZOLLA DAN MIKORIZA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI SEGRENG DIINOKULASI Rhizobacteri osmotoleran indigenous MERAPI PADA TANAH REGOSOL DENGAN CEKAMAN KEKERINGAN

(1)

SKRIPSI

Disusun oleh: Rizky Junianto

20110210010

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

ix

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

INTISARI ... xv

ABSTRACT ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

II. TINJAUN PUSTAKA ... 4

A. Budidaya Padi Tahan Kering ... 4

B. Asosiasi Rhizobacteri pada Tanaman ... 6

C. Pengaruh Mikoriza Terhadap pertumbuhan Padi ... 9

D. Kompos Azolla ... 11

E. Hipotesis ... 13

III. TATA CARA PENELITIAN ... 14

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 14


(3)

x

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Identifikasi Dan Karakterisasi Rhizobacteri indigenous Merapi ... 32

B. Dinamika Populasi Rhizobacter indigenous Merapi (CFU/ml) ... 34

C. Perkembangan Inokulasi Mikoriza ... 39

D. pertumbuhan perakaran tanaman padi segreng handayani...46

E. Pertumbuhan Tanaman Padi Segreng Handayani ... 57

F. Komponen Hasil tanaman padi Segreng Handayani ... 66

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ...81


(4)

(5)

xvi

Mycorrhizae on growth and yield of rice Segreng Handayani inoculated with Rhizobacteri indegenous osmotoleran Merapi on the ground Regosol with drought stress. This research were conducted in the experimental field of Faculty of Agriculture, University of Muhammadiyah Yogyakarta from July to December 2015.

This research is compiled in a completely randomized design with one factor treatment. The treaments are Paddy of Segreng Handayani inoculated by Rhizobacteri indegenous osmotoleran Merapi with addition of some fertilizers as follows: NPK 100% recommended doses (urea = 250 kg / h , SP - 36 = 150 kg / h and KCl=150kg/h), NPK75% recommended doses + Kompazolla (19,62 g/polybag), NPK 75% recommended doses + Mycorrhizae (40 g crude/polybag) and NPK 75% recommended doses + Kompazolla (19,62 g) + Mycorrhizae (40 g crude). Every treatment was repeated 3 times with 3 plants victims , 3 sample plants and one reserve of the plant , so there are 84 polybag, plus correction of plants as much as 20 x 2 = 40 plants and watering once a week.

The results of this study Showed that the combination treatment NPK75 % of recommended doses + kompazolla + mycorrhizae provide results better plant growth Compared to NPK 100 % of recommended doses in rice of Segreng Handayani were inoculated Rhizobacteri indigenous of Merapi isolates MB + MD with watering once a week, but on the parameters of grain yield ( t / h ) has not been able to provide potential rice yield in accordance with the average grain yield of rice Segreng Handayani generally is as much of 3-4 ton / h and treatment NPK 100 % of recommended doses tend to give better results ( 2,40 ton / h ) than the combination treatment NPK75 % of recommended doses which added with Azolla and mycorrhizae.

Key word: Paddy of Segreng Handayani, Rhizobacteri indegenous of Merapi vulcanic, NPK, Kompazolla and Mikoriza.


(6)

xv

kombinasi dosis yang yang terbaik antara NPK, kompazolla dan Mikoriza terhadap pertumbuhan dan hasil padi Segreng Handayani yang diinokluasi

Rhizobacteri osmotoleran indigenous Merapi pada tanah Regosol dengan penyiraman 7 hari sekali. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Juli sampai Desember 2015.

Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental yang disusun dengan Rancangan lingkungan Acak Lengkap (RAL) dan rancangan perlakuan faktor tunggal. Adapun perlakuannya adalah padi Segreng diinokulasi Rhizobacteri osmotoleran indigenous Merapi dengan penambahan pupuk sebagai berikut: NPK 100% dosis anjuran (Urea=250 kg/h, SP-36=150 kg/h dan KCl=150 kg/h), NPK75% dosis anjuran + Kompazolla (19,62 g/polybag), NPK 75 % dosis anjuran + Mikoriza (40 g crude/polybag) dan NPK 75 % dari dosis anjuran + Kompazolla (19,62 g) + Mikoriza (40 g crude). Setiap perlakuan diulang 3 kali dengan 3 tanaman korban, 3 tanaman sampel dan 1 tanaman cadangan, sehingga terdapat 84 polybag, ditambah tanaman koreksi sebanyak 20 x 2 =40 tanaman dan diari 7 hari sekali

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan NPK75% + kompazolla + mikoriza memberikan hasil pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibandingkan perlakuan NPK 100% dari dosis anjuran pada tanaman padi Segreng Handayani yang diinokulasi Rhizobacteri osmotoleran indegenous

Merapi isolat MB+MD dengan penyiraman seminggu sekali, akan tetapi pada parameter hasil gabah (ton/h) belum mampu memberikan potensi hasil padi yang sesuai dengan rata-rata hasil gabah padi Segreng Handayani pada umumnya yaitu sebesar 3-4 ton/h dan perlakuan NPK 100% dari dosis anjuran cenderung memberikan hasil yang lebih baik (2,40 ton/h) dari pada perlakuan kombinasi NPK75% yang ditambah dengan azolla dan mikoriza.

Kata kunci: Padi Segreng Handayani, Rhizobacteri osmotoleran indegenous Merapi, NPK Kompazolla, mikoriza.


(7)

1

Fenomena perubahan iklim yang ekstrim seperti kemarau panjang merupakaan persoalan yang memiliki dampak signifikan terhadap penurunan produksi padi, pada tahun 2014 produksi padi Nasional sebanyak 70,61 juta ton gabah kering giling (GKG), mengalami penurunan sebanyak 0,67 juta ton (0,94 persen) dibandingkan tahun 2013 ( BPS, 2014 ). Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan upaya peningkatan produksi dengan melakukan program intensifikasi pertanian seperti penanaman varietas unggul yang tahan kekeringan, pemanfaatan agensia hayati dan pemberian pupuk yang berimbang.

Hasil penelitian Agung_Astuti dkk (2014a) menunjukkan bahwa varietas padi yang tahan dengan cekaman kekeringan adalah Segreng Handayani yang diinokulum dengan isolat Rhizobacteri indigenous Merapi MB+MD dan diberi dosis pupuk anorganik ½ dari dosis anjuran, dengan hasil panen mencapai 1,78 ton/ha. Hal ini disebabkan Rhizobacteri indigenous Merapi MB dan MD memiliki kemampuan osmotoleran hingga >2,75 M NaCl, isolat MD memiliki kemampuan lebih kuat dalam melarutkan Phosphat, dibanding dengan isolat MB, sedangkan isolat MB kemampuan Nitrifikasinya sangat kuat dan mampu Amonifikasi daripada isolat MD (Agung_Astuti dkk, 2013a). Isolat MD mempunyai tipe pertumbuhan fast growing karena memiliki ukuran koloni maksimal 15 mm sedangkan untuk isolat MB mempunyai tipe pertumbuhan slow growing karena kurang dari 4 mm (Agung_Astuti, 2012). Namun produksi yang dihasilkan masih


(8)

jauh dibawah rata-rata produksi padi sawah Indonesia yang mencapai 5,68 ton per hektar, laporan BPTP (2010). Berdasarkan data tersebut maka perlu dilakukan lagi peningkatan produksi padi Segreng dengan menambah bahan organik disekitar kita yang dapat menyediakan pupuk secara alami, seperti Mikoriza sebagai penyedia Phospat (P) dan Azolla sebagai pengganti pupuk Nitrogen (N). Tujuan penambahan bahan organik tersebut untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia yang terlalu intensif yang dilakukan oleh petani, karena semakin tingginya aplikasi pupuk anorganik tanpa pengembalian bahan organik ke tanah mengakibatkan keseimbangan dan ketersediaan hara tanah terganggu.

Pupuk hayati Mikoriza dapat membantu dalam memperluas serapan hara (Talanca dan Adnan, 2005), mengubah hara tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman (Widiastuti dkk, 2005) dan dapat mengubah morfologi akar sehingga tahan akan kekeringan (Nurbaity et al, 2009). Hasil penelitian Syamsiah dkk (2012) menyatakan bahwa inokulasi Mikoriza pada padi meningkatkan tinggi tanaman 9%, jumlah anakan 33% dan hasil Gabah Kering Giling (GKG) 16% dibandingkan dengan tanaman yang tidak diinokulasi. Sedangkan hasil penelitian Gunawan dan Kartina (2012) menyatakan pemberian Azolla dapat meningkatkan tinggi dan berat kering tanaman padi sawah, masing-masing sebesar 12,69% dan 14,97% .


(9)

B. Rumusan masalah

Berdasarkan penelitian yang sudah ada menunujukkan bahwa

Rhizobacteri, Mikoriza dan Azolla, masing-masing dapat berasosiasi dengan tanaman padi, pada penelitian ini diteliti beberapa permasalahan yaitu:

1. Adakah asosiasi antatara Rhizobacteri osmotoleran indigenous Merapi, Mikoriza dan Azolla terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi? 2. Apakah padi yang diinokulum Rhizobacteri osmotoleran indigenous

Merapi dengan penambahan kompazolla dan Mikoriza dapat mengurangi dosis pemupukan NPK?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengkaji simbiosis antara Rhizobacteri osmotoleran indigenous Merapi, kompazolla dan Mikoriza terhadap pertumbuhan dan hasil padi Segreng Handayani pada tanah Regosol.

2. Menentukan kombinasi yang terbaik antara NPK, kompazolla dan Mikoriza terhadap pertumbuhan dan hasil padi Segreng Handayani yang diinokluasi

Rhizobacteri osmotoleran indigenous Merapi pada tanah Regosol dengan cekaman kekeringan.


(10)

4

II. TINJAUN PUSTAKA

A. Budidaya Padi Tahan Kering

Padi ( Oryza sativa ) secara ekologi dibagi menjadi dua bagian yaitu padi irigasi dan padi non irigasi. Padi gogo merupakan jenis padi non irigasi yang dapat tumbuh dalam keadaan yang ekstrim serta dapat tumbuh dalam keterbatasan input seperti kurangnya ketersediaan air. Kondisi tersebut menjadikan padi gogo dapat tumbuh dan berkembang pada lahan kering (Dobermann and Fairhurst

2000). Terdapat beberapa jenis varietas padi gogo yang ada di Indonesia, akan tetapi padi gogo varietas lokal sering dibudidayakan, karena varietas lokal mempunyai rasa enak yang sesuai dengan etnis daerah setempat. Selain itu beberapa varietas lokal toleran terhadap keadaan lahan yang marginal, tahan terhadap beberapa jenis hama dan penyakit, memerlukan input (pupuk dan pestisida) yang rendah, serta pemeliharaan mudah dan sederhana (Adhi, 2011).

Segreng Handayani merupakan salah satu varietas padi gogo lokal unggulan di Yogyakarta yang sering ditanam di daerah Gunung kidul. Varietas ini mampu tumbuh baik pada lahan kering tadah hujan dan bermanfaat bagi petani yang tidak memiliki sawah. Karakteristik Segreng Handayani memiliki bentuk gabah ramping, gabah berbulu, memiliki buku, tinggi tanaman 90,25 cm, panjang daun bendera 25,54 cm, lebar daun bendera 1,48 cm, memiliki jumlah anakan produktif mencapai 10-14, jumlah gabah per malai 103,6 bulir (Utami dkk., 2009). Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa Kristamtini dan Prajitno (2009),


(11)

menyatakan padi beras merah Segreng memiliki keunggulan yaitu: 1) Hasilnya cukup tinggi 3- 4 ton/ ha, 2) Warna beras merah pada kulit arinya terkandung karoten 488, 65 mikro g/ 100 g, dapat berfungsi untuk menjaga kesehatan jantung dan mencegah penuaan, 3) Nilai jual beras tinggi, 30% lebih mahal dari beras biasa, dan 4) Padi yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Menurut Adhi (2011) dalam budidaya padi gogo berdasarkan metode SRI daya kecambah benih padi gogo > 80%, Kristamtini dan Prajitno (2009) juga menyatakan bahwa benih padi Segreng yang akan digunakan untuk budidaya harus sudah masak secara fisiologis dan mempunyai kadar air konstan < 14%. Hasil penelitian Agung_Astuti dkk (2013b) menunjukkan bahwa penyiraman padi Segreng sehari sekali tidak beda nyata dengan 3 dan 6 kali sehari penyiraman. Rekomendasi BPTP Kalbar (2010), Kebutuhan penggunaan pupuk NPK pada padi yaitu: Urea=250 kg/hektar, SP-36=150 kg/hektar dan KCl=150 kg/hektar.

Menurut Farooq et al., (2010), mekanisme pertahanan tanaman padi terhadap kekeringan secara umum dengan cara (1) drought escape, tanaman mampu menyelesaikan siklus hidup sebelum terjadi cekaman, (2) drought avoidance terdiri dari: (a) toleran kekeringan pada potensial air jaringan tinggi misalnya perakaran dalam, stomata sedikit, adanya bulu daun, kutikula tebal dan (b) toleran kekeringan pada potensial air jaringan rendah yaitu dengan cara mempertahankan tugor melalui akumulasi senyawa terlarut dalam sitoplasma, meningkatkan elastisitas jaringan, dan protoplasma resistansi yaitu protoplasma tahan sampai potensial air –100 s/d –200 Mpa.


(12)

Pada cekaman kekeringan, padi gogo mengalami proses adaptasi. Adaptasi morfologi padi gogo dilakukan dengan membentuk akar yang lebih gemuk, mempunyai akar seminal primer lebih banyak yang menyebabkan bobot kering akar padi gogo lebih besar dibandingkan dengan padi sawah dan daun menggulung yang merupakan indikasi tanaman mengalami titik layu sementara (Fauzi, 1997).

B. Asosiasi Rhizobacteri pada Tanaman

Menurut Haas and Devago (2005) bakteri yang berasosiasi dengan akar tanaman dinamakan Plant Growth-Promoting Rhizobacteria (PGPR). Bakteri ini merupakan mikroba kompetitor yang paling efisien yang mampu menggeser kedudukan mikroba indigenous di lingkungan rhizosfer sampai pada masa pertengahan umur tanaman dan dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan tanaman melalui: produksi hormon pertumbuhan, kemampuan fiksasi N untuk peningkatan penyediaan N tanah, penghasil osmolit sebagai osmoprotektan pada kondisi cekaman kekeringan dan penghasil senyawa tertentu yang dapat membunuh patogen tanaman (Kloepper, 1993).

Rhizobacteri kelompok osmotoleran adalah kelompok mikrobia yang memiliki mekanisme osmoregulasi di dalam sistem fisiologisnya, yaitu mekanisme adaptasi selular, menghasilkan senyawa organik untuk mencegah bahaya dehidrasi sel karena adanya cekaman osmotik. Adaptasi Rhizobacteri

untuk menghadapi cekaman osmotik pada dasarnya dilakukan dengan tiga strategi, yaitu sintesis osmoprotektan, mengambil (uptake) senyawa


(13)

osmoprotektan yang ada di lingkungannya dan mengubah komposisi dinding sel agar tidak rusak kerena tekanan osmotik (Fembria dkk, 2010). Mekanismenya, dilakukan dengan menjaga agar potensial osmotik sel selalu lebih tinggi daripada lingkungannya sehingga air tetap dapat masuk kedalam sel (Samidjo dkk, 2002).

Sebagian besar jasad osmotoleran diketahui mengakumulasi Glisin Betain

yang dikenal sebagai senyawa osmoprotektan paling potensial dan paling efisien dalam memberikan tanggapan terhadap cekaman osmotik. Senyawa osmoprotektan adalah senyawa organik dengan berat molekul rendah, dapat berupa: (1) Karbohidrat (Glukosa, Sukrosa, Fruktosa), (2) Poliol (Gliserol, Glukosil gliserol), atau (3) turunan asam amino (Glisin betain, Prolin betain, Prolin, Glutamin betain) (Hartmann et al, 1991). Sedangkan Glisin betain adalah senyawa yang diakumulasikan oleh bakteri gram negatif pada kondisi cekaman kekeringan yang tinggi. Akumulasi Glisin Betain diketahui tidak mempengaruhi aktivitas selular dan tidak menghambat aktivitas enzim sitoplasma (Kusumastuti dkk, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian Susilowiati dkk (1997) diketahui bahwa pola asosiasi yang terbangun antara Rhizobacteri dan tanaman padi gogo yang ditanam di tanah Regosol sangat bergantung pada kondisi kelengasan tanah. Asosiasi positif antara keduanya terjadi pada aras lengas tanah 80% dan 40% air tersedia. Sementara pada aras lengas tanah 20% air tersedia, tidak terbangun pola asosiasi tersebut. Peneliti lain yang menunjukkan tentang asosiasi Rhizobacteri dengan akar tanaman diantaranya hasil penelitian Samidjo dkk (2002) yang membuktikan inokulasi Rhizobacteri dengan cekaman lengas 80% memberikan pertumbuhan


(14)

padi varietas Cirata lebih baik dibandingkan kadar lengas 40% pada lahan pasir pantai, kemudian Kusumastuti dkk (2003) juga membuktikan bahwa inokulasi campuran dua inokulum Rhizobacteri osmotoleran (Al-19+M-7b) terhadap tanaman padi IR-64 pada aras lengas 80% mampu menghasilkan anakan terbanyak.

Penelitian Agung_Astuti dkk (2013b) menyatakan isolat Rhizobacteri osmotoleran indigenous Merapi MB dan MD pada padi IR-64 memberikan pengaruh terhadap hasil panen 1,26 ton/ha dan pada frekuensi penyiraman 3 hari, memberikan pengaruh yang sama dengan penyiraman setiap hari. Rhizobacteri osmotoleran indigenous Merapi isolat MB dan MD juga mampu tumbuh pada cekaman NaCl >2,75 M dan melarutkan P pada medium Pikovkaya’s (PA) (Agung_Astuti 2013a), kemudian Agung _Astuti dkk (2014a) membuktikan lagi bahwa kombinasi isolat MB dan MD sebesar 2 ml suspensi Rhizobacteri indigenous Merapi pada padi varietas Segreng Handayani mampu memberikan pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan varietas Ciherang dan IR-64 dengan penyiraman 6 hari sekali tidak beda nyata dengan penyiraman 3 kali sehari dan setiap hari. Hasil penelitian Andriawan (2010), menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman, apllikasi pupuk hayati dengan pengurangan dosis hingga 25% menghasilkan pertumbuhan dan hasil padi sawah yang tidak berbeda dengan aplikasi 1 dosis pupuk NPK.

Rhizobacteri tersebut diaplikasikan dengan ketentuan setiap 15 ml starter campuran untuk 50 gram carrier gambut dan lempung halus yang telah disterilkan dengan perbandingan 3:2, lalu formulasi Rhizobacteri ini diaplikasikan pada


(15)

medium tanam dengan cara menaburkan 10 g per tanaman pada lubang di sekeliling perakaran tanaman (Noviana dkk, 2009). Menurut Husen dan Irawan (2012) jumlah populasi bakteri minimum yang terdapat dalam kemasan pupuk hayati, yaitu >109 sel g-1 atau ml-1 pada saat diproduksi dan >107 sel g-1 atau ml-1 pada masa kedaluarsa. Sedangkan menurut Agung_Astuti dkk (2014b), populasi

Rhizobacteri osmotoleran indigenous Merapi pada stater campuran mencapai 4,16x109CFU/ml.

C. Pengaruh Mikoriza Terhadap pertumbuhan Padi

Mikoriza dikenal dengan jamur tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan berada di area perakaran tanaman (rhizosfer). Selain disebut sebagai jamur tanah juga biasa dikatakan sebagai jamur akar. Keistimewaan dari jamur ini adalah kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap unsur hara terutama unsur hara Phosphat (P) (Syib’li, 2008). Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis mutualistik antar cendawan dengan akar tanaman. Baik cendawan maupun tanaman sama-sama memperoleh keuntungan dari asosiasi ini, hasil dari infeksi MVA yitu, meningkatkan penyerapan unsur hara, meningkatkan ketahanan kekeringan, serta meningkatkan ketahanan terhadap serangan patogen. Dilain pihak, cendawan pun dapat memenuhi keperluan hidupnya (karbohidrat dan keperluan tumbuh lainnya) dari tanaman inang (Widiastuti dkk, 2005), pada akar, jamur Mikoriza membentuk arbuskular dan vesikel di dalam korteks akar, Arbuskular merupakan hifa bercabang halus yang dapat menigkatkan 2-3 kali luas permukaan plasmalemma akar dan dapat memindahkan nutrien antara jamur dan tanaman. Vesikel merupakan organ


(16)

penyimpan dimana jika korteks sobek maka vesikel dibebaskan kedalam tanah dan selanjutnya dapat berkecambah dan merupakan propagul infektif, bagian penting dari mikoriza adalah hifa eksternal yang dibentuk di luar akar tanaman, hifa ini membantu memperluas daerah penyerapan akar (Kabirun 1990). Tahannya tanaman yang bermikoriza terhadap kondisi kekurangan air disebabkan karena hifa eksternalnya yang dapat meningkatkan total daerah perakaran dari sistem perakaran tanaman dan meningkatkan volume tanah yang dieksploitasi oleh air. Hal ini menyebabkan lebih banyak air yang tersedia bagi tanaman inang yang akan lebih memacu pertumbuhan tanaman melalui pembelahan, pemanjangan dan pengisian sel oleh hasil metabolisme

(

Sasli, 2004; Nurbaity dkk, 2009

).

Hasil penelitian Kabirun (2002) pemberian Mikoriza pada padi gogo dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, berat kering tanaman, serapan P tanaman, berat dan jumlah gabah berisi dan berat jerami. Sastrahidayat (1995) juga menyatakan bahwa MVA dapat meningkatkan hasil pada berbagai jenis tanaman antara lain: jagung (93,0%), kedelai (56,2), padi gogo (25%), kacang tanah (23,8%), cabe (22%), bawang merah (62,0%), dan semangka (77%)

Hasil penelitian Mulyadi (1992) membuktikan inokulasi Mikoriza Giomus fascilatum dalam kondisi cekaman kekeringan mampu menghasilkan anakan tertinggi pada kondisi kapasitas lapang 80%. Peran positif Mikoriza juga ditunjukkan hasil penelitian Rakhmawati (2006) yang membuktikan bahwa pemberian inokulasi crude inokulum Mikoriza dan inokulum murni dengan


(17)

frekuensi penyiraman 3 hari sekali mampu memberikan hasil tertinggi produksi padi IR-64. Inokulum crude merupakan campuran dari akar, tanah dan spora Mikoriza dari hasil perbanyakan selama ± 1 bulan dari tanaman inang.

Inokulum Mikoriza dalam bentuk crude diaplikasikan bersamaan waktu tanam sebanyak 40 gram (Lukiwati dan Simanulangkit, 2001). Sedangkan menurut Tjokronegoro dan Gunawan (2000), inokulum berasal dari crude yang ditumbuhkan pada tanaman jagung selama 6 minggu diaplikasikan ke tanaman sebanyak 10% dari berat tanah (8 kg) maka perlu diberikan 80 gram crude

inokulum.

A. Kompos Azolla

Azolla adalah nama tumbuhan paku-pakuan akuatik yang mengapung di permukaan air. Tumbuhan ini bersimbiosis dengan Anabaena azollae. Anabaena

adalah genus Cyanobakteria filamentous atau ganggang hijau-biru yang ditemukan sebagai plankton. Alga biru hijau (Cyanobacteria) dan Azolla sebagai inangnya atau rumah bagi alga. Alga hidup di rongga yang ada di sisi permukaan bawah daun Azolla. Dalam hubungan saling menguntungkan ini, Anabaena

bertugas memfiksasi dan mengasimilasi gas Nitrogen dari atmosfer. Nitrogen ini selanjutnya digunakan oleh Azolla untuk membentuk protein, sedangkan tugas Azolla menyediakan Karbon serta lingkungan yang nyaman bagi pertumbuhan dan perkembangan alga. Hubungan simbiotik yang unik inilah yang membuat Azolla menjadi tumbuhan yang menakjubkan dengan kualitas nutrisi yang baik (Iriyanto, 1993). Anabaena memiliki Heterocysts yang merupakan sel yang berada di bagian ujung (terminal) yang dikhususkan dalam proses fiksasi


(18)

Nitrogen. Interior dari sel ini berupa Mikrooxic sebagai akibat dari peningkatan respirasi, tidak aktifnya pembentukan O2 dalam fotosistem II. Nitrogenase

mengubah Dinitrogen menjadi Amonium pada pengeluaran ATP dan keduanya merupakan reduktan yang dihasilkan melalui metabolisme Karbohidrat, sebuah proses tambahan, dalam cahaya melalui aktivitas fotosistem (PS) I. Sebagai imbalannya, Nitrogen difiksasi dalam Heterocysts yang bergerak ke dalam sel vegetatif bagian akhir dalam pembentukan asam amino. Berdasarkan penelitin Gunawan dan Kartina (2012) diperoleh peningkatan berat kering gabah pada pemberian Azolla tanpa Urea cenderung lebih baik daripada pemberian Urea tanpa Azolla. Pemanfaatan Azolla sebagai pupuk memang sangat memungkinkan, karena bila dihitung dari berat keringnya dalam bentuk kompos (Azolla kering) mengandung unsur Nitrogen (N) 3-5% dan Kalium 2- 4,5 % (Rochdianto, 2008). Pemberian kompazolla dengan dosis 6 ton/hektar memberikan hasil terbaik tanaman padi sawah sebesar 12,05 ton/hektar atau meningkatkan berat produksi gabah sebesar 21,03% (Kaimuddin, dkk 2008).

Menurut Sutanto (2002), bila Azolla digunakan saat musim tanam padi dengan cara membenamkan ke dalam tanah sebelum masa tanam atau setelah masa tanam, maka Azolla akan mudah terurai atau terdekomposisi, pembenaman Azolla akan meningkatkan bahan organik tanah. Aplikasi 5 ton Azolla setara dengan nitrogen seberat 30 kg, hasil penelitian Djojosuwito (2000) juga menyatakan bahwa pemberian Azolla segar sebanyak 20 ton/hektar pada tanaman padi dapat menghemat penggunaan pupuk Nitrogen hingga 60 kg/hektar atau setara dengan pupuk Urea ± 133kg/hektar, untuk itu kebutuhan Nitrogen pada


(19)

tanaman padi dapat digantikan dengan pemanfaatan Azolla. Hasil penelitian Gatot_Kustiono dkk (2009) menunjukan bahwa aplikasi kompos Azolla 6 ton/hektar pada tanaman padi varietas Ciherang pada tanah Inceptisol, mampu menghasilkan gabah 8,69 ton/hektar, sedangkan perlakuan pupuk anorganik 100% (300 kg/hektar Urea, 75 kg/hektar SP36 dan 50 kg/hektar KCl) tanaman padi varietas Ciherang mampu menghasilkan gabah 8,09 ton/hektar.

B. Hipotesis

Diduga kombinasi perlakuan antara NPK 75% dari dosis anjuran, Kompazolla (19,62 gram/polybag) dan Mikoriza (40 gram crude/polybag), dapat memberikan hasil tertingi terhadap pertumbuhan dan hasil padi Segreng Handayani diinokulasi Rhizobacteri osmotoleran indigenous Merapi pada tanah Regosol.


(20)

14

III. TATA CARA PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di lahan percobaan fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dengan jenis tanah Regosol. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 sampai Januari 2016.

B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: benih padi Segreng Handayani dari petani Gunung kidul, Rhizobacteri indigenous osmotoleran

Merapi isolat MB dan isolat MD (koleksi Ir. Agung Astuti, M.Si.), media platting

LBA (Luria Bertani Agar), media perbanyakan isolat LBC (Luria Bertani Cair), Mikoriza pada rhizosfer tanaman jagung, Azolla, KOH 10%, HCl 1%, Acid fuchin

(untuk pengecatan), Pupuk Urea, SP-36 dan KCl, tanah Regosol untuk media tanam, air untuk penyiraman, air steril, dan alkohol.

2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah tabung reaksi, colonicounter,

haemacytometer, petridish, shaker, erlenmeyer, mikro pipet, timbangan, gelas ukur, besek pembibibitan, polybag, penggaris, timbangan analitik, jarum ose,

driglasky, pinset, pipet ukur, blue and yellow tip, autoklaf, oven, gelas ukur, lampu bunsen dan kertas label ( lampiran10 A.1).


(21)

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang disusun berdasarkan Rancangan lingkungan Acak Lengkap (RAL) dengan rancangan percobaan faktor tunggal yang terdiri dari 4 perlakuan.. Adapun perlakuannya adalah padi Segreng diinokulasi Rhizobacteri indigenous Merapi dengan penambahan pupuk sebagai berikut:

A: NPK 100% dosis anjuran (Urea=250 kg/h, SP-36=150 kg/h dan KCl=150 kg/h) B: NPK75% dari dosis anjuran + Kompazolla (19,62 g/polybag)

C: NPK 75 % dari dosis anjuran + Mikoriza (40 g crude/polybag)

D: NPK 75 % dari dosis anjuran + Kompazolla (19,62 g) + Mikoriza (40 g crude) Setiap perlakuan diulang 3 kali (layout Lampiran 1) dengan 3 tanaman korban, 3 tanaman sampel dan 1 tanaman cadangan, sehingga terdapat 84 polybag, ditambah tanaman koreksi sebanyak 20 x 2 =40 tanaman dan disirim 7 hari sekali

D. Tata Laksana Penelitian

1. Pembuatan Inokulum Campuran Rhizobacteri indigenous Merapi dan Formulasi Carier Padat.

a. Sterilisasi alat

Alat-alat yang terbuat dari logam dan gelas dicuci bersih kemudian setelah kering alat-alat tersebut dibungkus menggunakan kertas payung, kemudian


(22)

disterilkan dalam autoklaf dengan temperatur 121oC bertekanan 1 atm selama 30 menit.

b. Pembuatan medium Luria Bertani Agar (LBA) dan Luria Bertani Cair (LBC).

Media LBA digunakan untuk identifikasi isolat MB dan MD dan untuk pembutaan kultur stok isolat. Media LBC digunakan untuk pebanyakan

Rhizobacteri indigenous Merapi. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan media ialah nutrisi dalam media harus homogen, pH 6,5-7,2 dan media harus steril. Bahan yang digunakan untuk media pembuatan LBA dan LBC yaitu,

Trypton, Yeast-Ekstrak, Agar, NaCl 0,2 M (standart) dan Aquadest. Medium LBA dan LBC yang sudah homogen kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer dan tabung reaksi sebanyak 10 ml/tabung lalu disterilkan menggunkan autoklaf pada temperatur 121ºC, 1 atm selama 15-20 menit. Media LBA yang sudah disterilkan pada tabung rekasi kemudian diletakkan dengan kemiringan 30-450C.

c. Pembuatan biakan murni Isolat Rhizobacteri indigenous Merapi untuk kultur stok.

Isolat Rhizobacteri Indigenous Merapi yang akan dibiakan diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya yaitu isolat MB dan MD, dimurnikan dengan cara mengambil 1 ose isolat bakteri kemudian ditumbuhkan pada medium LBA miring dengan metode goresan ( streak platting method ) dan diinkubasi selama 48 jam dengan suhu 270C.


(23)

Skrining dilakukan dengan mengambil 1 ose isolat dari hasil pemurnian kemudian ditumbuhkan pada media LBA menggunakan tiga konstrasi NaCl yaitu 2,0 Molar, 2,5 Molar dan 2,75 Molar dengan metode streak ( goresan) kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu ruang.

e. Identifikasi koloni dan sel isolat MB dan MD Rhizobacteri indigenous Merapi.

Identifikasi koloni dilakukan dengan pengamatan warna, diameter, bentuk koloni, bentuk tepi, elevasi dan struktur dalam koloni serta bentuk dan sifat sel

Rhizobacteri indigenous Merapi dari hasil pembiakan kultur murni pada medium LBA menggunakan surface platting method, merujuk pada karakterisasi hasil penelitian (Agung_Astuti, 2012b).

e. Perbanyakan dan pembuatan starter campuran isolat MB dan MD.

Perbanyakan isolat MB dan MD didapat dari kultur stok, perbanyakan dilakukan dengan mengambil 1 ose isolat biakan murni kemudian diinokulasikan ke dalam tabung reaksi berisi 10 ml medium LBC dan diinkubasi dengan suhu ruang 27oC selama 48 jam. Isolat MB dan MD yang telah diperbanyak dan diinkubasi selama 48 jam kemudian diinokulasikan sebanyak 12 ml per isolat kedalam 2 erlenmeyer berukuran 250 ml berisi 120 ml LBC untuk masing-masing isolat ( lampiran 3), kemudian diinkubasi pada suhu ruang 27oC selama 48 jam pada rotary shaker dengan kecepatan 120 rpm untuk pengaktifan fase mid log bakteri kemudian uji viabilitas starter campuran dengan Totalplate count (TPC). f. Formulasi inokulum padat.


(24)

Rhizobacteri indigenous Merapi diinokulasikan dengan ketentuan setiap 15 ml starter campuran digunakan untuk 50 gram carrier. Carrier yang digunakan adalah kombinasi 89% gambut (w/w) + 1% gula (w/w) +10 arang aktif (w/w) dengan kemasan plastik. Lalu pH diesuaikan hingga pH7 dengan menggunakan CaCO3 (kapur) dan untuk menyesuaikan kadar air digunakan air steril

(Agung_Astuti, 2014b). Formula padat Rhizobacteri indegonous Merapi disimpan selama 1 minggu, kemudian dihitung jumlah totalnya dengan metode Plate counter.

2. Perbanyakan MVA

a. Perbanyakan Mikoriza dengan kultur pot jagung

Perbanyakan inokulum dengan cara kultur pot dengan menggunakan tanaman jagung, masing-masing pot diisi sebanyak 5 kg tanah sisa bekas tanaman jagung kemudian ditanam biji jagung 2 butir tiap pot, lalu dipelihara selama ± 1 bulan. Setelah berumur 1 bulan tanah dibongkar untuk mengambil akar jagung, kemudian dibersihkan dan dicuci, lalu akar tersebut dirajang. Tanah dan akar jagung tersebut dicampur kemudian dikering anginkan ± 7 hari, kemudian dilakukan uji pendahuluan yaitu infeksi dan isolasi spora.

b. Isolasi spora dan cek infeksi Mikoriza.

Inokulum mikoriza diperoleh dengan cara mengambil tanah sisa bekas penanaman jagung berumur 1 bulan dan selanjutnya disaring untuk mendapatkan spora lalu diamati di mikroskop lalu dihitung jumlah sporanya, sedangkan akar jagung dicacah kemudian dihitung persentase infeksi mikoriza. Apabila dari perhitungan jumlah spora didapatkan lebih 50-60 spora/gram dan persentase


(25)

infeksi lebih besar dari 80% maka cukup diinokulasikan sebanyak 40 gram

crude/tanaman dengan cara dimasukkan dalam lubang sebelum bibit padi ditanam. Apabila crude inokulum belum layak diaplikasikan ( jumlah spora dan persentase infeksi kurang dari 80% ) maka inokulasi ditambahkan menjadi 2-3 kali lipatnya.

3. Pembuatan Kompazolla

Azolla didapat dari persawahan, kemudian Azolla segar dimasukkan kedalam karung dan diikat dengan tali rafia, lalu diletakkan di tempat yang tidak terkena sinar matahari atau tempat yang memiliki kelembaban tinggi dan didiamkan selama 7 hari sampai berwarna kehitaman dan tidak berbau, agar proses pegomposan merata, diusahakan melakukan pembalikan setiap hari. Sebelum digunakan, kompazolla sebaiknya diangin-anginkan sampai kering sepenuhnya, setelah kering angin kompazolla dapat dicampurkan ke media tanam. Setelah dikering anginkan kompazolla ditimbang sesuai dosis yang dibutuhkan per

Polybag (lampiran 4). 4. Aplikasi dan Budidaya

a. Persiapan Media tanam dan pemupukan dasar

Tanah yang digunakan adalah Regosol yang diayak dan dibersihkan dari kotoran, kemudian dikering-anginkan selama seminggu. Setelah kondisi angin tercapai, tanah tersebut disaring dengan mata saring 1 cm. setelah disaring lalu dimasukkan ke dalam polybag ukuran 35x40 sebanyak 8,5 kg lalu diberi air sampai kapasitas lapang, dengan cara menghitung kadar lengas kapasitas lapang


(26)

(KLKL) dan kadar lengas kapasitas udara (KLKU) tanah regosol (lampiran 9). Kemudian diberi pupuk dasar yang berupa kotoran sapi diaplikasikan seminggu sebelum tanam dan pupuk NPK 100% dan 75% dari dosis anjuran (Urea 250kg/h, SP-36 150 kg/h dan KCl 150 kg/h), Kompazolla sebanyak 19,62 gram/tanaman dan Mikoriza 40 gram crude/tanaman (lampiran 6), diaplikasikan bersamaan dengan penanaman dengan cara dibenamkan di sekitar lubang tanam.

b. Pembibitan

1). Uji daya kecambah

Uji daya kecambah dilakukan untuk mengetahui potensi benih yang bisa berkecambah dari suatu kelompok atau satuan berat benih. Pengujian ini dilakukan dengan cara mengambil 100 biji secara acak kemudian benih disemai pada petridish yang sudah diberi kapas atau kertas saring yang telah dibasahi. Kemudian dihitung berapa jumlah benih yang berkecambah.

Rumus perhitungan daya kecambah:

DB = (JBK / JBT) x 100 % Keterangan:

DB = Persentase biji berkecambah JBK = Jumlah biji berkecambah JBT = Jumlah biji yang ditabur

2). Seleksi benih dengan larutan garam

Seleksi benih dilakukan dengan cara memasukkan benih ke dalam wadah yang berisi air dan dicampur dengan garam ± 20% dari volume air yang digunakan, kemudian benih tersebut diaduk sampai benih terpisah antara yang terapung dan tenggelam. Benih yang tenggelam adalah benih


(27)

yang bagus untuk dibibitkan. Selanjutnya benih tenggelam diambil dan dibilas dengan air biasa sampai bersih lalu dikering-anginkan.

c. Tahap inokulasi Rhizobacteri saat persemaian benih.

Benih direndam terlebih dahulu selama 24 jam, lalu formula padat

Rhizobacteri indigenous osmotoleran Merapi diaplikasikan pada benih padi Segreng Handayani dengan takaran 4-6 g/kg benih atau setara dengan 0,28-0,42 kg/hektar dengan penambahan perekat berupa indostik sebanyak 0,03% (v/w), benih dikering-anginkan dan ditempatkan pada tempat yang teduh agar tidak terkena sinar matahari, kemudian langsung disemai dalam besek. Benih yang di semaikan dipelihara selama 3 minggu dengan cara disiram agar media tempat persemaian selalu lembab.

d. Pengaturan Kadar Lengas dan Kapasitas Lapang

Mengukur kadar lengas kapasitas lapang (KLKL), dengan cara mengambil contoh tanah kering udara secukupnya, dibungkus kain kasa dan direndam dalam gelas piala berisi air selama 15 menit, kemudian digantung (ditiriskan) pada statis selama 24 jam. Kemudian contoh tanah diambil pada bagian tengahnya, dimasukkan dalam botol timbang kira-kira separuh botol timbang kemudian ditimbang dengan tutupnya (b gram). Menghitung KLKL dengan rumus : KLKL = −


(28)

Kemudian mengukur kadar lengas kering udara (KLKU) yaitu menimbang botol timbang kosong dan tutupnya (a gram) dan mengambil contoh tanah kering udara kira-kira separuh volume botol timbang lalu ditimbang (b gram). Botol timbang dengan tutup terbuka dimasukkan dalam oven pada suhu 105-1100C selama 4 jam, setelah itu didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (c gram), kemudian menghitung KLKU dengan rumus: −

− x 100%. Setelah itu mengukur kebutuhan air tanaman pada kapasitas lapang dengan rumus: Kebutuhan air pada kapasitas lapang = − �x berat tanah.

e. Penanaman

Penanaman dan pemindahan bibit dilakukan pada saat umur bibit 3 minggu setelah persemaian. Penanaman dilakukan dengan cara tanam 2 bibit setiap lubang dengan ditambah sedikit dari media awal, untuk mengurangi resiko jika ada tanaman yang mati. Penanaman dilakukan dalam polibeg dengan jarak antar polibeg 20 cm x 20 cm. Penanaman dilakukan pada pagi atau sore hari dengan cara melubangi tanah yang ada di polybag, kemudian bibit padi dimasukkan ke dalam lubang tanam.

f. Pemeliharaan 1). Pengairan

Pada awal penanaman selama 2 minggu kondisi tanah akan disamakan sesuai syarat penanaman padi sawah yaitu macak-macak, setelah 2 minggu pengairan disesuaikan dengan cekaman kekeringan yaitu disiram 7 hari sekali,


(29)

dengan menggunakan faktor koreksi. Tanaman koreksi dibuat sebanyak 20 x 2 tanaman. Tanaman faktor koreksi (tanah + tanaman) ditimbang, setelah itu tanaman dicabut dan ditimbang kembali untuk mengetahui berat tanaman. Berat tanaman koreksi yang dicabut ditambah dengan berat kapasitas lapang (digunakan untuk dasar perhitungan kebutuhan air) lalu dikurangi dengan berat tanaman koreksi (tanah+tanaman). Hasil perhitungan tersebut digunakan untuk kebutuhan air pada tanaman perlakuan. Penyiraman dilakukan selama 7 hari sekali

2). Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan dengan cara manual yaitu mencabut gulma yang tumbuh dengan tangan. Penyiangan dilakukan ketika gulma mulai terlihat tumbuh pada tanaman perlakuan.

3). Pengendalian Hama

Pengendalian hama dilakukan secara manual yaitu mengambil atau mengusir hama yang menyerang, tapi apabila serangan hama melewati ambang batas akan dilakukan pengendalian secara kimiawi menggunakan pestisida. Hama yang menyerang pada tanaman padi, yaitu: Hama putih (Nymphula depunctalis).

Hama putih menyerang tanaman padi mulai fase vegetatif di persemaian sampai tanaman padi menjelang panen. Gejala serangan hama putih, hama akan memakan jaringan permukaan bawah daun sehingga tampak garis-garis memanjang berwarna putih, kerusakan pada daun yang khas yaitu daun terpotong seperti digunting. Tanda adanya hama ini di lapang adalah adanya larva kecil dan


(30)

ngengat. Pengendaliannya yaitu dengan menggunakan Beauveria bassiana dengan cara menyemprotkan ke seluruh tanaman padi.

f. Pengamatan dan pemanenan

Pengamatan dilakukan mulai seminggu setelah tanam, menjelang panen hingga pada saat panen. Pemanenan dilakukan setelah padi menguning (90% malai padi menguning dari sejumlah tanaman yang ada).

E. Variabel Pengamatan

1. Dinamika populasi Rhizobakteri indigenous osmotoleran Merapi

Perhitungan populasi Rhizobacteri menggunakan metode Plate count pada medium LBA dengan kadar NaCl 0,2 M (standart). Pengamatan ini dilakukan pada 3 tahap, yaitu:

a. Pada formulasi campuran, dilakukan setelah 48 jam shaker dengan tujuan untuk mengetahui jumlah Rhizobacteri yang diformulasi dan siap untuk diaplikasikan.

b. Setelah pembibitan/umur 21 hari untuk mengetahui perkembangan

Rhizobacteri selama persemaian.

c. Fase pertumbuhan, pada minggu ke 2, 5 dan 8 setelah tanam. Untuk mengetaui dinamika populasi Rhizobacteri selama pertumbuhan dengan cara sebagai berikut: akar tanaman sampel disemprot dengan aquadest dan ditampung pada petri kemudian diambil 1 ml untuk diencerkan pada botol suntik (10-2; 10-4; 10

-6

) dan 2 tabung reaksi (10-7; 10-8), sehingga didapat seri pengenceran hingga 10-8. Setiap 0,1 ml dari seri 10-6, 10-7, 10-8 diinokulasikan dengan metode


(31)

permukaan atau surface platting method pada media LBA + NaCL 0,2 M dengan 3 ulangan. Jumlah bakteri per ml dapat ditentukan dengan menghitung koloni yang tumbuh dari masing-masing pengenceran ( 10-7; 10-8; 10-9 ). Penentuan jumlah bakteri per mililiter dengan menggunakan rumus:

Jumlah bakteri per ml sampel (CFU/ml) = Jumlah koloni

Faktor pengenceran

Penentuan jumlah jumlah bakteri per mililiter dengan menggunakan cara TPC harus memenuhi syarat sebagai berikut:

i. Jumlah koloni tiap cawan petri antara 30 – 300 koloni

ii. Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas cawan petri (Spreader)

iii. Perbandingan jumlah koloni dari pengenceran yang berturut-turut antara pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya. Jika sama atau lebih kecil dari 2 maka hasilnya dirata-rata, dan jika lebih besar dari 2 maka yang dipakai adalah jumlah koloni dari hasil pengenceran sebelumnya

iv. Jika dengan ulangan setelah memenuhi syarat hasilnya dirata-rata (Agung_Astuti dkk, 2014).

2. Pengamatan Pertumbuhan Tanaman a. Akar


(32)

Panjang akar diukur menggunakan penggaris mulai dari pangkal tanaman hingga ujung akar terpanjang. Pengamatan panjang akar dilakukan pada minggu ke- 2, 5 dan 8 setelah tanam pada 3 tanaman korban per perlakuan.

2). Poliferasi akar

Poliferasi akar diketahui dengan mengamati percabangan perakaran tanaman padi. Pengamatan dilakukan pada 1 tanaman korban per perlakuan pada minggu ke-2, ke-5 dan ke-8 setelah tanam. Proliferasi akar dinyatakan secara kualitatif dengan harkat (++++) untuk perakaran yang memiliki percabangan yang rumit serta banyak secara horizontal dan vertikal, (+++) untuk perakaran yang memiliki percabangan yang cukup banyak, (++) untuk perakaran yang memiliki percabangan akar yang sedang, dan (+) untuk perakaran yang memiliki percabangan akar yang sedikit dan (-) untuk perakaran yang tidak memiliki percabangan.

3). Pesentasi infeksi MVA

Pengamatan dilakukan dengan pengecatan pada akar lalu diamati dengan mikroskop, dengan cara sebagai berikut:

i. Mengambil sampel akar sesuai perlakuan lalu dibersihkan dari segala kotoran dengan menggunakan air, kemudian akar dipotong dengan panjang 0,5-1 cm


(33)

ii. Akar yang telah dipotong dimasukkan dalam botol reaksi dan diberi 2 ml KOH 10% sehingga akar tercelup semua dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian akar dibilas dengan air bersih

iii. 2 ml HCl 1% ditambahkan pada botol hingga tercelup selama 1 jam. Setelah itu larutan dibuang

iv. 2 ml Cat Acid-fuchin diberikan pada botol reaksi selama 10-60 menit v. 20 potongan akar diambil dan diatur dalam gelas benda lalu ditutup

dengan gelas penutup dan diamati dengan mikroskop, lalu dihitung persentase infeksi dengan rumus:

vi. persentase infeksi dihitung dengan rumus ( � %

)

a = jumlah akar terinfeksi b = jumlah total akar 4). Jumla Spora

Pengamatan spora dilakukan dengan menggunakan metode penyaringan basah dan dekantasi, dengan cara sebagai beerikut:

i. Mengambil sampel tanah perlakuan inokulum mikoriza pada pot penanaman sebanyak 250 gram kemudian dilarutkan dalam 1 liter aquades (1:4) dan biarkan beberapa detik agar partikel kasar mengendap

ii. Tuang cairan (dekantasi) melalui saringan kasar 800 (untuk memisahkan partikel kasar. Tampung cairan yang lolos pada saringan tersebut. Cuci saringan dengan air mengalir agar semua partikel kecil lolos saringan


(34)

iii. Berikan air lagi pada contoh tanah dan lakukan kembali seperti langka ii

iv. Cairan yang diperoleh pada ii dan iii disaring dengan saringan 38 v. Cuci bahan yang tertahan pada saringan dengan air mengalir agar

semua bahan yang berupa koloidal lolos saringan

vi. Pindahkan bahan yang tertahan pada saringan ke dalam cawan petri, selanjutnya teteskan (1-2 tetes) cairan ke haemacytometer

vii. Amati jumlah spora yang ada pada kotak sampel haemacytometer pada mikroskop dengan perbesaran 400 kali, kemudian masukkan dalam rumus:

Jumlah Spora=0,0025 mm1000 ml2 x 0,1 mm x a x faktor pengenceran Keterangan:

a = jumlah spora teramati pada haemacytometer

5). Berat segar dan berat kering akar (g)

Pengamatan berat segar akar dilakukan dengan cara mencabut tanaman sampel kemudian menimbang bagian akar yang sudah dibersihkan dari tanahnya. Akar ditimbang menggunakan timbangan analitik, dan dinyatakan dalam satuan gram. Selanjutnya akar dikeringanginkan dan dioven pada suhu 60oC sampai bobotnya konstan. Pengamatan bobot kering akar dilakukan dengan cara menimbang akar yang sudah kering oven menggunakan timbangan analitik dan dinyatakan dalam satuan gram. Penghitungan bobot segar dan kering akar dilakukan pada tanaman sampel minggu ke-2, 5 dan 8.


(35)

b. Tajuk

1). Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur dari leher akar sampai dengan bagian tanaman yang tertinggi. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan penggaris yang satuannya adalah (cm).

2). Jumlah anakan

Pengamatan jumlah anakan per rumpun dilakukan setiap 1 minggu sekali setelah penanaman dan berhenti ketika titik maksimum perkembangan vegetatife yang ditandai dengan keluar nya malai.

3). Berat segar dan berat kering tajuk (g)

Pengamatan berat segar tajuk dilakukan dengan menimbang tajuk tanaman dengan timbangan analitik dan dinyatakan dalam gram. Pengamatan berat kering tajuk dilakukan dengan cara memasukkan tajuk tanaman padi ke dalam oven dengan suhu 65˚C kemudian setelah konstan ditimbang dengan timbangan analitik dan dinyatakan dalam gram.

c. Hasil tanaman 1). Umur berbunga (%)

Pengamatan umur berbunga dilakukan saat padi mengalami pembungaan lebih dari 50%.

2). Jumlah Malai (malai/rumpun)

Menghitung jumlah malai per rumpun dari tanaman sampel, dilakukan dengan menghitung semua malai yang tumbuh pada setiap rumpun tersebut.


(36)

3). Berat bulir/rumpun (g)

Pengamatan dilakukan dengan dengan merontokkan bulir pada satu rumpun, kemudian ditimbang berapa berat yang dihasilkan per rumpun dengan satuan gram.

4). Berat 1000 biji (g)

Pengamatan berat 1000 biji dilakukan dengan cara menimbang berat gabah 100 biji dari hasil masing-masing perlakuan yang telah dikeringkan, kemudian mengukur kadar airnya dengan dikonversikan pada kadar air 14% dengan rumus:

gram = −��

− �%�

a= berat 100 biji pada kadar air 14 % b= berat 100 biji pada kadar air terukur.

Hasil perhitungan kemudian dikalikan 10 untuk mengetahui berat 1000 biji tanaman padi Segreng Handayani.

5). Hasil gabah (ton/ha)

Pengamatan dilakukan pada saat panen dari petak hasil perlakuan yaitu dengan mengeringkan bulir gabah kemudian ditimbang diukur kadar airnya kemudian dikonversikan dalam ton/hektar pada kadar air 14% (sebagai standar perhitungan hasil gabah yang ditentukan) dengan rumus :

H = � −Ka

− 4%�� ��


(37)

A = luas lahan dalam satuan ha (10.000 m2) B = luas petak hasil (m2)

C = berat biji per petak hasil (kg/m2) KA= kadar air biji terukur

F. Analisis Data

Data hasil pengamatan secara periodik disajikan dalam bentuk histogram dan grafik, sedangkan hasil akhir dianalisis sidik ragam (Analysis of variance) mengunakan uji F pada tingkat kesalahan α 5%. Untuk perlakuan yang berbeda nyata diuji lebih lanjut dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT).


(38)

32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Dan Karakterisasi Rhizobacteri indigenous Merapi Identifikasi dilakukan untuk memastikan bahwa bakteri yang digunakan sama dengan bakteri yang telah ditentukan. Identifikasi Rhizobacteri osmotoleran indigenous Merapi meliputi karakterisasi koloni dan sel, karakterisasi koloni dilakukan dengan membiakan isolat MB dan MD pada medium LBA menggunakan metode permukaan (surface platting method). Karakterisasi koloni dilakukan pada koloni tunggal yang tumbuh kemudian diamati bentuk, ukuran dan warna dapat dilihat pada gambar 1.

MB MD

Gambar 1. Hasil surface platting isolat Rhizobacteri MB dan MD pada media Luria Bertani Agar (LBA) standar

MB MD

Gambar 2. Karakteristik koloni Rhizobacteri MB dan MD secara mikroskopis dengan perbesaran 400 kali.


(39)

Pada gambar 1, dapat diketahui karakteristik dari masing-masing isolat MB dan MD seperti warna, bentuk dan ukuran sedangkan pada gambar 2 merupakan hasill cat gram untuk mengetahui sifat dan bentuk sel dari isolat. Dari gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa karakter dari ke dua isolat tersebut sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan dari hasil penelitian sebelumnya terutama pada bentuk sel dan sifat gramnya. Hal ini karena setiap jenis bakteri memiliki sifat biokimia yang berbeda. Secara morfologis, biakan maupun sel bakteri yang berbeda dapat tampak serupa. Ciri fisiologis atau biokimiawi (sifat gram dan bentuk sel) merupakan kriteria yang amat penting di dalam identifikasi spesimen yang tidak dikenal. Selain dari hasil identifikasi isolat juga dapat tumbuh dengan tekanan osmotik pada media LBA+NaCl 2,75 M. Dengan demikian ke dua isolat (MB dan MD) dapat dijadikan sebagai inokulum starter campuran masing masing isolat yang akan diaplikasikan pada tanaman padi Segreng Handayani dalam bentuk formula padat. Untuk mengetahui perbedaan isolat MB daan MD dapat dilihat dari hasil karakteristik bentuk koloni dan bentuk sel pada tabel 1.

Tabel 1. Deskripsi Rhizobacteri indigenous Merapi isolat MB dan MD Karakterisasi Koloni Isolat MB Isolat MD

Warna Putih Putih cream

Diameter 0,4 cm 2 cm

Bentuk Koloni Circular Ramuse

Bentuk Tepi Entire Filamentous

Elevasi Law convex Convex rugose

Struktur Dalam Coarsely Granular Arborescent

Bentuk Sel Baccil Coccus

Gram Negatif Negatif

Berdasarkan hasil identifikasi dan uji stres pada media LBA+NaCl 2,75 M yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang sesuai dengan identifikasi yang


(40)

dilakukan oleh Agung_Astuti (2012) perbedaan hanya terletak pada ukuran diameter bakteri, dimana ukuran diameter hasil identifikasi berukuran lebih besar. Menurut Brock (1997) dari ukuran diameter koloni dapat diketahui tipe pertumbuhan bakteri Rhizobacteri indigenous. Untuk ukuran 1 mm atau lebih digolongkan dalam slow growing sedangkan ukuran 4-6 mm digolongkan dalam fast growing. Berdasarkan hal tersebut maka isolat dari lahan pasir vulkanik Merapi MD diduga mempunyai tipe pertumbuhan fast growing karena memiliki ukuran koloni maksimal 15 mm sedangkan untuk isolat MA, MB, MC dari lahan pasir vulkanik Merapi diduga mempunyai tipe pertumbuhan slow growing karena kurang dari 4 mm.

Berdasarkan pada tabel 1, isolat MB dan MD yang diamati memiliki karakteristik koloni (warna, diameter, bentuk koloni, bentuk tepi, elevasi dan struktur dalam) dan karakteristik sel (gram dan bentuk) yang sesuai dengan deskripsi karakter Rhizobacteri indigenous Merapi yang dilakukan oleh Agung_Astuti (2013a) dan mampu tumbuh pada cekaman 2,75 M NaCl. Hasil identifikasi dapat dilihat pada lampiran 3.

B. Dinamika Populasi Rhizobacteri indigenous Merapi (CFU/ml) Populasi Rhizobacteri indigenous Merapi pada saat starter campuran mencapai 2,34 x109 CFU/ml, saat pembibitan di Greenhouse populasi bakteri meningkat sehingga total populasi menjadi 5,14x109 (bakteri lain dalam tanah sebesar 144,66x107 CFU/ml, isolat MB sebesar 67,33x107 dan isolat MD sebesar


(41)

302,66x107 CFU/ml). Dengan demikian diketahui bahwa Rhizobacteri indegenous

Merapi mampu beradaptasi langsung terhadap lingkungan baru.

Dinamika populasi Rhizobacteri indigenous Merapi mulai minggu ke-0 hinggu minggu ke-8 dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Dinamika Populasi : (a) bakteri total (b) bakteri lain (c) Rhizobacteri indigenous Merapi isolat MB dan (d) Rhizobacteri indigenous Merapi isolat MD Pada Padi Segreng Handayani

Keterangan:

A: NPK 100% dosis anjuran (Urea=250 kg/h, SP-36=150 kg/h dan KCl=150 kg/h) B: NPK75% dosis anjuran + Kompazolla (19,62 g/polybag)

C: NPK 75 % dosis anjuran + Mikoriza (40 g crude/polybag)

D: NPK 75 % dosis anjuran + Kompazolla (19,62 g) + Mikoriza (40 g crude)

(c) (d)


(42)

Pada rentang waktu minggu ke-0 hingga minggu ke-2 populasi Rhizobacteri osmotoleran indegenous Merapi Isolat MD dengan perlakuan NPK 100% dosis anjuran (gambar 3d) aktif dan mampu melewati fase adaptasi terlebih dahulu dibandingkan isolat MB. Hal ini menunjukkan bahwa Rhizobacteri osmotoleran indegenous Merapi isolat MD langsung memanfaatkan NPK sebagai nutrisi. Dalam pertumbuhannya beberapa bakteri membutuhkan sejumlah ion anorganik seperti Nitrogen, Kalium, fospor dan lain sebagainya (Kusumastuti dkk, 20013). Hasil penelitian Agus Arianto (2016) membuktikan bahwa isolat MD mengalami pertumbuhan eksponensial pada minggu ke-2 dengan berbagai perlakuan inokulum dan penyiraman pada tanaman padi Segreng Handayani.

Pada perlakuan NPK75% dosis anjuran + Kompazolla, NPK 75 % dosis anjuran + Mikoriza dan NPK 75 % dosis anjuran + Kompazolla + Mikoriza pertumbuhan bakteri lain dari tanah dan Rhizobacteri osmotoleran indegnous

Merapi isolat MB dan MD (gambar b, c dan d) masih mengalami fase lag atau fase adaptasi yang merupakan fase penyesuaian diri bakteri terhadap lingkungannya. Isolat MD memiliki kemampuan adaptasi yang lebih cepat dibanding isolat MB. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Agung_Astuti (2014a) yang menyatakan bahwa perkembangan isolat MD pada minggu pertama lebih cepat dibandingkan dengan isolat MA dan MB. Menurut Handayani (2012) periode penyesuaian diri bakteri terhadap lingkungan dan lamanya mulai dari satu jam hingga beberapa hari. Lama waktu ini tergantung pada macam bakteri, umur biakan, dan nutrien yang terdapat dalam medium yang disediakan. Pada fase ini bakteri beradaptasi dengan lingkungan belum mampu mengadakan pembiakan,


(43)

tetapi metabolisme sel bakteri meningkat dan terjadi perbesaran ukuran sel bakteri.

Pada minggu ke- 5 Bakteri lain total pada perlakuan NPK 75% dosis anjuran+kompazolla, NPK 75% dosis anjuran+mikoriza dan NPK 75% dosis anjuran+kompazolla+mikoriza menunjukkan fase pertumbuhan (Log phase)

(gambar 3.a ). Fase pertumbuhan merupakan periode pembiakan yang cepat dan merupakan periode yang didalamnya dapat teramati ciri khas sel-sel yang aktif. Selama fase pertumbuhan pembiakan bakteri berlangsung cepat. Sel-sel membelah dan jumlahnya meningkat secara logaritma sesuai dengan pertambahan waktu. Beberapa bakteri pada fase ini biasanya menghasilkan senyawa metabolit primer, seperti karbohidrat dan protein. Pada kurva, fase pertumbuhan ditandai dengan adanya garis lurus pada plot jumlah sel terhadap waktu ( Handayani, 2012).

Fase log Pada bakteri total didominasi oleh bakteri lain dari tanah (gambar 3b). Sedangkan pada gambar 3c dan d menunjukkan belum adanya pertumbuhan dari sel Rhizobacteri osmotoleran indegenous Merapi baik pada koloni MB maupun MD pada minggu ke-5. Hal ini disebabkan adanya tekanan dari bakteri lain sehingga Rhizobacteri osmotoleran indegenous Merapi mengalami fase adaptasi yang sangat lama, hanya saja pada isolat MB perlakuan NPK 75% dari dosis anjuran+Kompazolla+Mikoriza yang mengalami fase pertumbuhan maksimal sebesar 214,17x10⁻⁷ CFU/ml. Hal ini sejalan dengan penelitian Agus Arianto (2016) yang menunjukkan bahwa isolat MB pada perlakuan Penyiraman


(44)

tiga hari sekali + inokulum Rhizobacteri indegenous Merapi dan perlakuan penyiraman enam hari sekali + Inokulum Rhizobacteri indegenous Merapi mengalami fase pertumbuhan maksimal pada minggu ke-5. Fase log Rhizobacteri osmotoleran indigeous Merapi isolat MB dan MD dimulai pada saat bakteri lain yang ada di tanah mengalami kematian sel pada minggu ke-8 (gambar 3b).

Pada minggu ke-8 menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri total pada perlakuan NPK 100% dosis anjuran dan NPK 75% dosis anjuran+Kompazolla+Mikoriza mengalami fase lisis sel (kematian sel) sedangkan pada perlakuan NPK 75% dosis anjuran+Kompazolla dan perlakuan NPK 75% dosis anjuran+ Mikoriza mengalami fase Log atau fase pertumbuhan (gambar 3a). Pada gambar 3 c dan d menunjukkan bahwa isolat MB dan MD pada perlakuan NPK 100% dosis anjuran, perlakuan NPK75% dosis anjuran+kompazolla dan perlakuan NPK75% dosis anjuran+mikoriza mampu tumbuh optimal setelah bakteri lain mengalami penurunan pertumbuhan atau fase lisis (gambar 3b). Hal ini dikarenakan tidak ada lagi dominasi dari bakteri tanah sehingga Rhizobacteri osmotoleran indegenous Merapi tidak memliki kompetitor dalam penyerapan nutrisi. Fase kematian terjadi disebabkan karena habisnya jumlah makanan dalam medium sehingga pembiakan bakteri berhenti atau disebabkan keadaan lingkungan yang jelek karena semakin banyaknya hasil metabolit yang tidak berguna dan mengganggu pertumbuhan bakteri ( Handayani, 2012).

Berdasarkan gambar 3 menunjukkan bahwa NPK 100% dosis anjuran, azolla dan mikoriza diduga belum mampu berasosiasi terhadap pertumbuhan


(45)

Rhizobacteri osmotoleran indegenous Merapi pada rentang minggu ke-0 hingga minggu ke – 5, akan tetapi pada minggu ke-8 kompazolla dan mikoriza terlihat berpengaruh terhadap pertumbuhan Rhizobacteri osmotoleran indegenous Merapi isolat MB dan MD, hal ini dikarenakan pada minggu ke-8 azolla dan mikoriza baru mampu mengeluarkan senyawa-senyawa kimia yang dibutuhkan oleh bakteri. Hal ini sejalan dengan penelittian Kusumastuti dkk (2003) yang membuktikan bahwa penambahan bahan organik pada inokulum isolat A-82 memiliki jumlah populasi yang paling tinggi. Menurut Barea et al., (2005) kehadiran CMA pada rhizosfer meningkatkan pertumbuhan bakteri yang hidup berdekatan dengan hifanya dan meningkatkan aktivitas bakteri tersebut.

C. Perkembangan Inokulasi Mikoriza

Mikoriza merupakan mikroorganisme tanah yang bersimbiosis hampir dengan semua tanaman, terutama dari golongan Angiospermae, Gymnospermae, Pterodophyta dan Briophyta. Simbiosis mikoriza merupakan asosiasi antara sistem perakaran tanaman dengan kelompok jamur tertentu. Jamur mikoriza secara obligat bergantung pada tanaman hidup untuk perkembangannya. Kabirun (1994) mengelompokkan jamur mikoriza dalam dua jenis, yaitu endomikoriza (MVA) dan ektomikoriza. Jamur endomikoriza masuk ke dalam sel korteks dari akar serabut (feeder roots). Jamur ini tidak membentuk selubung yang padat, namun membentuk miselium yang tersusun longgar pada permukaan akar juga membentuk vesikula dan arbuskular yang besar di dalam sel korteks, sehingga


(46)

sering disebut dengan Vesicular-Arbuscular Miccorhizal atau VAM (gambar 4) sebagai contoh jenis Globus dan Acaulospora (Sabev et al., 2006).

Gambar 4. Bentuk Visual Mikoriza Pada Akar Tanaman Padi Segreng pada minggu ke-8 dengan perbesaran 400 kali.

Untuk membuktikan asosiasi mikoriza pada akar tanaman padi Segreng Handayani maka dilakukan pengamatan persentase infeksi mikoriza pada akar dan menghitung jumlah spora dengan cara mengidentifikasi organel-organel mikoriza seperti arbuskul, vesikel, hifa internal dan eksternal yang terbentuk pada jaringan korteks akar tanaman padi dengan teknik pengecatan menggunakan larutan Acid Fuhsin (Giovannetti dan Mosse, 1980) dan menghitung jumlah spora mikoriza dengan teknik penyaringan basah (dekantasi) (Schenk and Perez, 1990). Hasil uji identifikasi persentase infeksi akar oleh mikoriza dari sumber inokulan pada akar tanaman jagung sebesar 80,1% dengan jumlah spora terhitung sebesar

Vesikel


(47)

6.089x104/ml. Apabila dari perhitungan jumlah spora didapatkan ±50-60 spora/gram dan persentase infeksi ±80% maka cukup diinokulasikan sebanyak 40 gram crude/tanaman (Lukiwati dan Simanulangkit, 2001).

1. Infeksi Mikoriza pada akar tanaman padi

Persentase infeksi MVA pada akar padi Segreng Handayani menunjukkan populasi mikoriza yang bersimbiosis dengan akar tanaman. Semakin besar infeksi mikoriza yang terjadi maka diharapkan pertumbuhan tanaman akan semakin baik. Hasil rerata infeksi mikoriza pada akar padi Segreng Handayani pada tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata antara perlakuan yang diinokulsi dengan mikoriza maupun perlakuan yang tidak diinokulasi dengan mikoriza (lampiran 7 e dan f), akan tetapi infeksi Mikoriza yang paling bagus ditunjukkan pada perlakuan yang menggunakan inokulum crude mikoriza yaitu: NPK75% dosis anjuran+ Mikoriza dan NPK75% dosis anjuran+Kompazolla+Mikoriza. Adanya infeksi jamur pada tanaman yang tidak diberi mikoriza, diduga karena media tanam yang dipakai untuk percobaan ini tidak disterilisasi terlebih dahulu, sehingga masih terdapat propagul endogenous yang ternyata masih aktif.

Tabel 2. Rerata persentase akar terinfeksi oleh mikoriza pada umur 2, 5 dan 8 minggu setelah tanam (%)

Perlakuan Umur tanaman (Minggu)

2 5 8

A 0 23,33 a 33,33 a

B 0 36,67 a 40,00 a


(48)

D 0 50,00 a 60,00 a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda

nyata berdasarkan uji taraf F α 5%.

A: NPK 100% dosis anjuran (Urea=250 kg/h, SP-36=150 kg/h dan KCl=150 kg/h) B: NPK75% dosis anjuran + Kompazolla (19,62 g/polybag)

C: NPK 75 % dosis anjuran + Mikoriza (40 g crude/polybag)

D: NPK 75 % dosis anjuran + Kompazolla (19,62 g) + Mikoriza (40 g crude) Rerata infeksi akar oleh mikoriza setiap pengamatan pada minggu ke-5 dan 8 dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Persentase infeksi Mikoriza pada akar padi Segreng Handayani yang diinokulasi Rhizobacteri indegenous Merapi dengan berbagai perlakuan kombinasi NPK.

Keterangan:

A: NPK 100% dosis anjuran (Urea=250 kg/h, SP-36=150 kg/h dan KCl=150 kg/h) B: NPK75% dosis anjuran + Kompazolla (19,62 g/polybag)

C: NPK 75 % dosis anjuran + Mikoriza (40 g crude/polybag)

D: NPK 75 % dosis anjuran + Kompazolla (19,62 g) + Mikoriza (40 g crude) Pengamatan infeksi MVA mulai dilakukan pada minggu ke-5, hal ini dikarenakan infeksi MVA baru terjadi pada minggu ke 3-4 setelah inokulasi. Hasil penelitian Prayudyaningsih (2014) menyatakan bahwa pada umur 4 minggu pertumbuhan semai A. scholaris yang diinokulasi CMA menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada kontrol (-). Setelah 6 - 14 minggu peningkatan pertumbuhan tinggi semai A. scholaris yang diinokulasi CMA sangat berbeda dibandingkan

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00

2 5 8

ju m la h a ka r te ri n fe ksi ( % ) Minggu ke- A B C D


(49)

dengan kontrol (-). Hal ini menunjukkan pengaruh asosiasi CMA mulai terlihat setelah inokulasi lebih dari 4 minggu.

Infeksi MVA saat minggu ke-5 menunjukkan bahwa perlakuan NPK 75% dosis anjuran + Mikoriza memiliki infeksi cenderung paling tinggi kemudian diikuti oleh perlakuan NPK75% dosis anjuran + Kompazolla + Mikoriza, sedangkan pada minggu ke-8 perlakuan NPK75% dosis anjuran + Mikoriza dan perlakuan NPK75% dosis anjuran + Kompazolla + Mikoriza memiliki persentase infeksi yang sama dan perlakuan NPK100% dosis anjuran, perlakuan NPK75% dari dosis+Kompazolla memiliki persentasi infeksi terendah. Hal ini didukung dengan penelitian Rokhminarsi dkk, (2003) bahwa pemberian mikoriza meningkatkan persentase infeksi mikoriza yaitu dari 15,98% (M0) menjadi 92,58% (M1). Hal ini diduga pada tanaman yang diberi mikoriza mempunyai populasi jamur mikoriza yang lebih banyak dibandingkan dengan tanpa pemberian mikoriza. Populasi jamur mikoriza yang lebih banyak di dalam media dapat meningkatkan kolonisasi jamur tersebut di dalam perakaran tanaman. Menurut Baon (1996) populasi jamur mikoriza di dalam media tanah akan mempengaruhi infeksinya dalam akar. Dari hasil tersebut ternyata perlakuan dengan menggunakan NPK saja sudah memiliki jumlah infeksi mikoriza walaupun lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan inokulum mikoriza hal ini juga diduga bahwa Rhizobacteri osmotoleran indegenous Merapi mampu berasosiasi dengan mikoriza dengan meningkatkan eksudat akar pada tanaman. Hildebrandt et al., (2005) menemukan Paenibacillus


(50)

tanaman. Frey-Klett et al., (2007) menyatakan rhizobakteri meningkatkan pertumbuhan mikoriza pada tanaman 1,2 – 17,5 kali lipat.

2. Jumlah Spora

Jumlah spora sangat efektif digunakan untuk mengetahui perkecambahan spora yang telah dihasilkan oleh cendawan mikoriza arbuskula. Jumlah spora lebih ditentukan oleh sistem miselia yang menyebar luas di daerah rizosfer, dan produksi spora akan meningkat bila metabolisme tanaman cukup baik. Jumlah spora sangat berkaitan dengan infeksi akar, spora merupakan hasil dari perkembangan hifa, ujung dari hifa akan mengalami pembengkakan hingga terbentuklah spora. Apabila persentasi infeksi tinggi maka jumlah spora yang dihasilkan akan tinggi juga. Hasil sidik ragam jumlah spora dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rerata jumlah spora pada akar tanaman padi Segreng Handayani pada minggu ke-8

Perlakuan Jumlah spora

A 35,57 a

B 20,03 a

C 71,10 a

D 45,53 a

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji taraf F α 5%.

A: NPK 100% dosis anjuran (Urea=250 kg/h, SP-36=150 kg/h dan KCl=150 kg/h) B: NPK75% dosis anjuran + Kompazolla (19,62 g/polybag)

C: NPK 75 % dosis anjuran + Mikoriza (40 g crude/polybag)

D: NPK 75 % dosis anjuran + Kompazolla (19,62 g) + Mikoriza (40 g crude) Dari hasil sidik ragam jumlah spora menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan (lampiran 7k). Jumlah spora yang didapat pada semua perlakuan tergolong tinggi. Walker et al., (1992) dalam Widiastuti 1993 mengemukakan


(51)

bahwa spora jamur MVA tergolong tinggi jika mencapai 14-161 spora/100 gram tanah. Jumlah spora/ml pada perakaran tanaman padi dapat dilihat pada gambar 6.

Berdasarkan gambar 6 diketahui bahwa jumlah spora pada perlakuan NPK75% dosis anjuran+Mikoriza cenderung lebih tinggi yaitu sebanyak (711x104 spora/ml) kemudian diikuti oleh perlakuan NPK75% dosis anjuran+Kompazolla+Mikoriza (455,33x104spora/ml). Hasil ini sejalan dengan hasil pengamatan infeksi MVA pada akar yang menunjukkan bahwa pemberian mikoriza pada perlakuan meningkatkan persentase infeksi mikoriza. Hal ini membuktikan bahwa mikoriza bersimbiosis dengan akar tanaman padi. Perkembangan cendawan mikoriza arbuskular berkorelasi erat dengan jumlah eksudat akar. Hal ini disebabkan karena dari akar dikeluarkan eksudat yang mengandung bahan-bahan organik termasuk karbohidrat dan asam amino yang berguna bagi perkecambahan spora mikoriza tersebut (Nainggolan dkk, 2013).

Gambar 6. Jumlah spora mikoriza pada tanaman padi segreng Handayani yang diinokulasi Rhizobacteri indegenous Merapi dengan berbagai perlakuan kombinasi NPK.

Keterangan:

A: NPK 100% dosis anjuran (Urea=250 kg/h, SP-36=150 kg/h dan KCl=150 kg/h) B: NPK75% dosis anjuran + Kompazolla (19,62 g/polybag)

0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000 8000000

A B C D

Ju m la h sp or a Perlakuan A B C D


(1)

7 Keterangan:

A: NPK 100% dosis anjuran (Urea=250 kg/h, SP-36=150 kg/h dan KCl=150 kg/h)

B:NPK75% dosis anjuran+ Kompazolla (24 g/polybag)

C: NPK 75 % dosis anjuran + Mikoriza (40 g crude/polybag)

D: NPK 75% dosis anjuran + Kompazolla (24 g) + Mikoriza (40 g crude).

Berdasarkan gambar 2 diketahui bahwa jumlah spora pada perlakuan NPK75% dosis anjuran+Mikoriza cenderung lebih tinggi yaitu sebanyak (711x104 spora/ml) kemudian diikuti oleh perlakuan NPK75% dosis anjuran+Kompazolla+Mikoriza

(455,33x104spora/ml). Hasil ini sejalan dengan hasil pengamatan infeksi MVA pada akar yang menunjukkan bahwa pemberian mikoriza pada perlakuan meningkatkan persentase infeksi mikoriza. Sedangkan untuk perlakuan NPK100% dosis anjuran dan perlakuan NPK75% dosis anjuran+Kompazolla memiliki jumlah spora yang cukup tinggi juga walaupun perlakuan tersebut tidak diinokulasi dengan mikoriza. Hal ini kemungkinan disebabkan karena media tanam yang digunakan sudah mengandung spora dari pertanaman sebelumnya.

d. Pertumbuhan Perakaran

Tanaman Padi Segreng

Handayani

Akar memiliki peran yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman, selain sebagai penopang tanaman agar tumbuh tegak akar juga berfungsi dalam penyerapan hara dan air yang digunakan tanaman untuk melakukan metabolisme. Semakin panjang perkembangan akar maka semakin banyak air dan hara yang diserap tanaman sehingga pertumbuhan dan

produksi tanaman akan semakin bagus (Lakitan, 2007). Perkembangan akar pada berbagai perlakuan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Rerata Panjang Akar, proliferasi, Berat Segar Akar, dan Berat Kering Akar umur 8 minggu

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji taraf F dan DMRT pada taraf nyata 5%.

A: NPK 100% dosis anjuran (Urea=250 kg/h, SP-36=150 kg/h dan KCl=150 kg/h)

B:NPK75% dosis anjuran+ Kompazolla (24 g/polybag)

C: NPK 75 % dosis anjuran + Mikoriza (40 g crude/polybag)

D: NPK 75% dosis anjuran + Kompazolla (24 g) + Mikoriza (40 g crude).

Proliferasi Akar. Berdasarkan hasil sidik ragam polifirasi akar padi Segreng Handayani pada minggu ke-5 menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata pada semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi simbiosis antara Rhizobacteri indegenous Merapi dengan perlakuan yang diuji ( NPK, azolla dan mikoriza). Kemampun inokulum Rhizobacteri indigenous Merapi dalam menstimulasi perkembangan akar berkaitan dengan kemampuan tanaman menyediakan Perlak

uan

Akar Prolif

erasi Akar (+)

Panjang Akar (cm)

Berat Segar Akar (g)

Berat Kering Akar (g) A 3,33 a 39,50 a 9,00 b 1,86 a B 2,67 a 36,83 a 16,51 ab 3,31 a C 3,00 a 39,33 a 20,43 a 3,80 a D 3,67 a 46,00 a 17,27 ab 3,41 a


(2)

8 eksudat akar sebagai sumber nutrien sehingga Rhizobacteri indigenous Merapi banyak mengkolonisasi perakaran tanaman padi (Agung_Astuti, 2014b).

Panjang Akar. Pada tabel 4 berdasarkan sidik ragam panjang akar menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata antar perlakuan terhadap pertumbuhan dan hasil padi Segreng Handayani. Perlakuan NPK75% dosis anjuran+kompazolla+mikoriza memiliki panjang akar yang cenderung paling baik (46,00 cm). Panjang akar ini lebih tinggi dari hasil pengamatan Agus Arianto (2016) pada perlakuan inokulum Rhizobacteri indigenous Merapi+mikoriza sebesar 35,00 cm. Hal ini menunjukkan bahwa azolla dan mikoriza serta Rhizobacteri indegenous Merapi yang diinokulasikan pada tanaman padi mampu mensuplai ketersediaan N, P dan K organik yang diserap oleh tanaman untuk proses pertumbuhannya.

Berat Segar Akar. Berdasarkan hasil sidik ragam berat segar akar padi Segreng Handayani yang diinokulasi Rhizobacteri indegenous Merapi menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata yang terjadi antar perlakuan. Namun perlakuan NPK75% dosis anjuran + mikoriza memiliki nilai berat segar cenderung paling tinggi dari perlakuan yang lain (tabel4). Hal ini dikarenakan Mikoriza menyebabkan permukaan akar yang lebih luas, proliferasi yang lebih banyak serta adanya benang – benang hifa yang meningkatkan kemampuan tanaman menyerap air dan hara dari dalam tanah.

Berat kering akar. Berdasarkan hasil sidik ragam berat kering akar menunjukkan tidak ada beda nyata pada semua perlakuan (tabel 4). Perlakuan

NPK75% dosis anjuran + mikoriza memiliki hasil cenderung paling tinggi. Hasil berat kering akar mengalami peningkatan dan penurunan seiring dengan besarnya berat segar akar. Berat segar akar menggambarkan jumlah air yang mampu diserap oleh akar, sedangkan berat kering akar merupakan berat akar sebenarnya (Lakitan, 2007).

e. Pertumbuhan Tanaman Padi Segreng Handayani

Tanaman selama masa hidupnya menghasilkan biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Perubahan akumulasi biomassa akan terjadi seiring dengan umur tanaman. Biomassa tanaman meliputi semua bahan tanaman yang berasal dari hasil fotosintesis (Sitompul dan Guritno, 1995 dalam Apriyanti, 2007). Hasil rerata parameter pertumbuhan padi Segreng Handayani meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, umur berbunga, berat segar tajuk, berat kering tajuk dan dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Rerata Tinggi Tanaman, Berat Segar Tajuk, Berat Kering Tajuk dan Jumlah Anakan umur 8 minggu

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji taraf F.

Perlakuan

Parameter Pertumbuhan Padi Segreng Handayani

Tinggi Tanaman (cm)

Jumlah Anakan

Berat segar Tajuk (g)

Berat kering

Tajuk (g) A 80,82 ab 14,44 a 30,19 a 6,88 a B 85,29 a 14,67 a 44,73 a 10,03 a C 80,17 b 4,34 a 41,59 a 8,98 a D 81,86 ab 3,33 a 34,41 a 7,42 a


(3)

9 A: NPK 100% dosis anjuran (Urea=250

kg/h, SP-36=150 kg/h dan KCl=150 kg/h)

B:NPK75% dosis anjuran+ Kompazolla (24 g/polybag)

C: NPK 75 % dosis anjuran + Mikoriza (40 g crude/polybag)

D: NPK 75% dosis anjuran + Kompazolla (24 g) + Mikoriza (40 g crude).

Tinggi Tanaman. Berdasarkan hasil sidik ragam tinggi tanaman padi Segreng Handayani menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata antar perlakuan. Pada tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan NPK75% dosis anjuran+ kompazolla memberikan hasil pertumbuhan tanaman cenderung paling baik. Hal ini dikarenakan kemampuan azolla mengikat N menyebabkan tingginya kandungan N-total pada tanah yang digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan.

Jumlah anakan. Hasil sidik ragam jumlah anakan padi menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan yang diujikan. Perlakuan NPK 75% dosis anjuran+kompazolla menghasilkan jumlah anakan cenderung lebih banyak sebesar 14,67 anakan (tabel 5), namun demikian jumlah anakan yang dihasilkan dari berbagai perlakuan menunjukkan hasil yang sangat baik (13-14 anakan) karena menurut Utami dkk (2009) jumlah anakan produktif padi Segreng Handayani sebanyak 10,14 anakan.

Berat segar tajuk. Berdasarkan sidik ragam berat segar tajuk (tabel5) menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata antar perlakuan yang diujikan. Perlakuan NPK75% dosis anjuran+kompazolla memiliki berat tajuk cenderung yang paling baik (44,73 gram) dibandingkan perlakuan lainnya.

Hal ini sesuai dengan parameter tinggi tanaman dan jumlah anakan yang menunjukkan bahwa perlakuan NPK75% dosis anjuran+kompazolla memiliki berat segar tajuk yang lebih baik. Manuhuttu dkk, (2014) menyatakan bahwa berat segar tanaman (tajuk) merupakan gabungan dari perkembangan dan pertambahan jaringan tanaman seperti jumlah daun, luas daun dan tinggi tanaman yang dipengaruhi oleh kadar air dan kandungan unsur hara yang ada di dalam sel-sel jaringan tanaman.

Berat kering tajuk. Berdasarkan hasil sidik ragam berat kering tajuk menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata pada berbagai perlakuan yang dilakukan dan perlakuan NPK75% dosis anjuran+kompazolla menunjukkan berat kering tajuk cenderung paling tinggi (10,03 g). Hal ini diduga Kompos azolla mampu menyediakan energi dan nitrogen bagi pertumbuhan Rhizobacteri indigenous Merapi sehingga dapat menyuburkan tanaman. Menurut Rao (1994) Akar tanaman padi memiliki kemampuan dalam menyediakan eksudat berupa senyawa organik yang dibutuhkan bagi mikroorganisme tanah.

f. Hasil tanaman padi Segreng Handayani

Produktivitas dari penanaman padi merupakan hasil akhir dari pengaruh interaksi antara faktor genetik varietas gabah lingkungannya. (Yoshida, 1981). Nilai rerata umur berbunga jumlah malai/rumpun, berat 100 biji, berat biji/rumpun dan hasil gabah (ton/h) dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Rerata Tinggi Tanaman, Berat Segar Tajuk, Berat Kering Tajuk dan Jumlah Anakan umur 8 minggu


(4)

10 Perlak

uan

Parameter Pertumbuhan Padi Segreng Handayani Umur

Berbun ga (hari

ke-)

Jumlah malai/ru mpun

Berat biji/rum

pun (g)

Berat 100 biji (g)

Hasil Ton/H

a A 75,67 a 23,22 a 9,59 a 1,80 a 2,40 a B 75,67 a 23,56 a 8,84 a 1,69 a 2,21 a C 77,00 a 19,78 a 7,92 a 1,70 a 1,98 a D 74,33 a 23,89 a 9,09 a 1,75 a 2,27 a

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji taraf F.

A: NPK 100% dosis anjuran (Urea=250 kg/h, SP-36=150 kg/h dan KCl=150 kg/h)

B:NPK75% dosis anjuran+ Kompazolla (24 g/polybag)

C: NPK 75 % dosis anjuran + Mikoriza (40 g crude/polybag)

D: NPK 75% dosis anjuran + Kompazolla (24 g) + Mikoriza (40 g crude).

Umur berbunga. Pembungaan yang terjadi pada tanaman padi menandakan bahwa telah masuknya masa generatif yang merupakan fase dimana akan berlangsungnya produksi biji pada tanaman padi. Berdasarkan hasil sidik ragam umur berbunga padi Segreng Handayani menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan dan umur berbunga yang cenderung paling cepat terjadi pada perlakun NPK75% dosis anjuran+kompazolla+mikoriza (tabel4).

Jumlah malai/rumpun.

Berdasarkan hasil sidik ragam jumlah malai per rumpun pada tabel 4 menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata yang terjadi antar perlakuan. Hasil jumlah malai per rumpun yang dihasilkan pada semua perlakuan memiliki hasil yang lebih baik yaitu (19,78 hingga 23,89 malai/rumpun) dari hasil padi segreng pada umumnya yaitu

8,7 malai (Kristamtini dan Prayitno, 2009). Hal ini membuktikan bahwa penambahan Rhizobacteri indigenous Merapi, mikoriza dan azolla dapat menyediakan NPK sebanyak 25% yang dapat diserap oleh tanaman.

Berat biji /rumpun. Pada tabel 4 Hasil sidik ragam berat biji per rumpun menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan dan perlakuan NPK100% dosis anjuran memiliki berat biji/rumpun cenderung lebih banyak yaitu sebesar 9,59 g. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian NPK sesuai dosis anjuran mencukupi kebutuhan nutrisi tanaman padi untuk proses pengisisan bulir.

Berat 1000 biji. Berdasarkan hasil sidik ragam berat 100 biji menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata yang terjadi antar perlakuan baik yang menggunakan NPK 100% maupun perlakuan dengan pengurangan NPK 25%. Perlakuan dengan menggunakan NPK 100% dosis anjuran memberikan hasil berat 100 biji cenderung lebih tinggi. Hal ini diduga NPK 100% diserap secara maksimal oleh tanaman dan juga digunakan oleh Rhizobacteri indigenous sebagai sumber energi dan nutrisi sehingga proses fotosintesis tanaman padi berjalan dengan maksimal.

Hasil ton/h. Berdasarkan hasil sidk ragam hasil gabah menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata yang terjadi antar perlakuan. Walaupun tidak ada beda nyata namun perlakuan NPK 100% dosis anjuran mampu memberikan hasil gabah (ton/h) cenderung paling baik (2,40 ton/h). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian NPK sesuai dosis anjuran ncukupi kebutuhan nutrisi tanaman padi untuk proses pengisisan bulir. Menurut penelitian Syarif (2013), bahwa dengan pemberian pupuk NPK dapat meningkatkan hasil berat gabah


(5)

11 kering panen bila dibandingkan dengan pemberian azolla dan kontrol.

Dari hasil pengamatan pada variabel perakaran, pertumbuhan tanaman dan hasil padi menunjukkan bahwa semua perlakuan memberikan hasil yang tidak beda nyata dengan demikian diketahui bahwa perlakuan yang lebih cocok untuk diaplikasikan pada tanaman padi segreng Handayani adalah perlakuan NPK75% dosis anjuran+kompazolla atau perlakuan NPK75% dosis anjuran +mikoriza dengan tambahan inokulasi Rhizobacteri indegenous Merapi. Hal ini karena penggunaan azolla dan mikoriza dengan tambahan inokulum Rhizobacteri indegenous Merapi selain memerlukan biaya yang lebih murah dibandingkan NPK, ternyata penggunaan bahan organik dapat memperbaiki agregasi tanah dan juga menyediakan unsur hara bagi tanaman. KESIMPULAN

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ada asosiasi anatara Rhizobacteri indiginous Merapi, azolla dan mikoriza yang ditunjukkan pada semua parameter pertumbuhan dan hasil tanaman padi segreng Handayani. Kombinasi perlakuan yang terbaik adalah NPK75% dosis anjuran +mikoriza atau NPK75% dosis anjuran +kompazolla pada padi Segreng Handayani yang diinokulasi Rhizobacteri indegenous Merapi.

SARAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam skala polybag maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam skala lapangan di lahan kering atau lahan yang marjinal guna mengetahui tingkat efektifitas MVA dan populasi Rhizobacteri indigenous Merapi isolat MB+MD serta untuk mengetahui apakah Rhizobacteri indigenous dapat

bersimbiosis dengan mikroorganisme lainnya yang ada dilingkungan sekitar. DAFTAR PUSTAKA

Agung_Astuti. 2012. Isolasi Rhizobacteri indigenous Lahan Pasir Vulkanik Merapi yang Tahan Terhadap Cekaman Kekeringan. Seminar Ilmiah di Fakultas Pertanian UMY.

Agung_Astuti. Sarjiyah. A. Fitri. 2014b. Pengaruh Formulasi Inokulum Padat Dan Bahan Pengemas Terhadap Aktivitas Rhizobacteri Indigenous Merapi Dan Pertumbuhan Padi Dalam Cekaman Kekeringan. Skripsi Mahasiswa FP UMY. Tidak Dipublikasikan. Agus Arianto. 2016. Kajian berbagai

jenis dan takaran kompos terhadap pertumbuhan dan hasil padi segreng inokulasi rhizobacteri di tanah pasir pantai dengan cekaman kekeringan. Skripsi mahasiswa fp umy. Tidak dipublikasikan.

Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Tanaman Pangan Angka Ramalan II (Aram II) 2014 dalam Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Katalog BPS:9199017. Edisi 54 November 2014.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. 2010. Petunjuk teknis Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) Padi Gogo. (http:// jabar.litbang. deptan.go.id/ind/index.php/publikas i/brosurbook.let/114.petunjuk-teknis-ptt-padi-gogo. Diakses pada tanggal 29 Febuari 2015.

Kristamtini dan Prajitno AL. 2009. Karakterisasi Padi Beras Merah Segreng Varietas Unggul Lokal


(6)

12 Gunungkidul. Jurnal Ilmu-ilmu Pengetahuan. 5(2) : 45-51.

Lakitan, B. 2007. Fisiologi tanaman Tropik. Andi Offiset. Yogyakarta 59 hal.

Manuhuttu, A. P, H. Rehatta, dan J. J. G. Kailola. 2014. Pengaruh Konsentrasi Pupuk Hayati Bioboost Terhadap Peningkatan Produksi Tanaman Selada (Lactuca sativa. L). Jurnal Agrologi. 3(1). Hal 8. Sitompul, S.M dan B. Guritno. 1995.

Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Soedarmo HDH dan Djojoprawiro P . 1985. Fisika Tanah Dasar. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor. 412 hal.

Rao, S. 1994. Mikroba Tanah dan Pertumbuhan Tanaman, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Syarif, RG 2013. Pengaruh Dosis Inokulum Azolla dan Pupuk Kalium Organik Terhadap Ketersediaan K dan Hasil Padi Pada Alfisol Jumantono, Karanganyar. UNS Press. Surakarta.

Utami D. W., Kristamtini, Prajitno al. KS. 2009. Karakterisasi Plasma Nutfah Padi Beras Merah Lokal Asal Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Berdasarkan Karakter Morfo-Agronomi dan Marka SSRs. Yogyakarta. 51 hal.

Widiastuti, H. 1993. Jamur MVA di beberapa tanah masam dari jawa barat. Menara perkebunan, 60 (1) : 9-19.

Yoshida, S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Scinse. Tre International Rice Research Institute. Los Banos, Laguna. Philippine.