Variasi kadar karbon organik berdasarkan perbedaan kedalaman muka air pada lahan gambut yang diusahakan untuk komoditas perkebunan
VARIASI KADAR KARBON ORGANIK
BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMANMUKA AIR
PADA LAHAN GAMBUT YANG DIUSAHAKAN
UNTUK KOMODITAS PERKEBUNAN
ROVANTY FRIZDEW
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRACT
ROVANTY FRIZDEW. Variations of organic carbon content as related to the
difference in water table levels of peatlands cultivated for plantation
commodities. Under supervision of SUPIANDI SABIHAM, UNTUNG SUDADI
and BUDI NUGROHO.
Peatlands are important sinks for the atmospheric carbon (C) and play
major roles in the global C cycle. In virgin forest, C sink and emission is
balanced. During land reclamation, this balance is disturbed by drainage channel
construction which affects water table level and other consequences. It is therefore
important to study the effects of drainage channel construction on the distribution
of soil C content and its dynamics. This research aimed at to evaluate: (1) the
effects of distance to the drainage channel in water table level, (2) the effects of
water table level on organic-C content, and (3) the relationships among organic-C
content with the characteristics of peatland based on land use time for cultivation
of plantation commodities. The research was conducted in Bengkalis District,
Riau Province from January until June 2011. The characteristics of peatland
observed were bulk density, ash content, peat thickness, and water table level. The
results showed that the closer the distance from drainage channel, the deeper was
the water table level. Two patterns of the relationship between water table level
and organic-C content were observed. The first pattern at 50-100 cm layer was the
increase in organic-C with the decrease in water table level up to water table level
about -46.5 cm. The second at 0-50 cm layer was the opposite of first pattern up to
water table level about -49 cm. Peatlands of the study area were characterized by
organic-C content of 55.16-57.28%, bulk density of 0.04-0.11 g/cm3, ash content
of 1.25-4.90%, water content of 492.54-1226.81%, and degree of peat maturity of
fibric, hemic and sapric with fibre content of 11.67-35%. Generally, at 0-50 cm
layer organic-C content was influenced significantly by ash content, with at 50100 cm layer was by ash content and water table level.
Keywords: drainage channel, organic-C, characteristics of peatland, water table
level
RINGKASAN
ROVANTY FRIZDEW. Variasi kadar karbon organik berdasarkan perbedaan
kedalaman muka air pada lahan gambut yang diusahakan untuk komoditas
perkebunan. Dibimbing oleh SUPIANDI SABIHAM, UNTUNG SUDADI dan
BUDI NUGROHO.
Peran lahan gambut sebagai penyimpan karbon (C) dan sumber emisi CO2
sangat penting. Lahan gambut menyimpan C dalam jumlah lebih tinggi
dibandingkan dengan tanah mineral. Dalam keadaan hutan alami, penyerapan C
(sink) dan pelepasan C (emission) lahan gambut seimbang. Keseimbangan
tersebut akan terganggu oleh pembuatan saluran drainase dalam proses reklamasi
lahan.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi: (1) pengaruh jarak dari saluran
drainase terhadap kedalaman muka air tanah, (2) pengaruh kedalaman muka air
tanah terhadap C-organik dan (3) hubungan antara kadar C-organik dengan
berbagai karakteristik lahan gambut berdasarkan umur penggunaan lahan untuk
komoditas perkebunan. Penelitian di lapangan dilaksanakan pada bulan Januari
sampai Februari 2011, yaitu di lahan gambut Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau.
Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan IPB.
Kajian ini dilaksanakan pada beberapa lokasi dengan berbagai jenis
penggunaan lahan gambut yang didrainase dan dikelompokkan berdasarkan umur
penggunaan lahan, yaitu: 6 tahun
(desa Tanjung Leban, karet umur >15 tahun; desa Medangkampai, nenas umur 8
tahun dan PT. MESKOM, kelapa sawit umur 7 tahun).
Penetapan kadar C-organik dilakukan dengan metode pengabuan kering
(Loss on Ignition, LOI). Karakteristik gambut yang dianalisis meliputi: kadar air,
bobot isi, kadar abu, kadar serat, dan kedalaman muka air tanah. Pengambilan
contoh dan penentuan sifat-sifat gambut di lapang dilakukan pada setiap transek di
5 titik pengamatan yang mewakili jarak dekat (5 m) sampai jauh (200 m) dari
saluran drainase pada lapisan gambut 0-50 cm dan 50-100 cm. Pengambilan
contoh gambut di lapang menggunakan bor gambut setengah silinder dengan
kapasitas 500 cm3.
Secara umum, semakin jauh dari saluran drainase kedalaman muka air
tanah semakin dangkal (dekat permukaan tanah). Diperoleh dua pola hubungan
antara kedalaman muka air tanah dengan kadar C-organik. Pola pertama pada
lapisan gambut 50-100 cm menunjukkan peningkatan C-organik dengan semakin
dangkalnya kedalaman muka air tanah hingga mencapai kedalaman muka air
tanah sekitar -46.5 cm. Pola kedua pada lapisan gambut 0-50 cm menunjukkan
penurunan C-organik dengan semakin dangkalnya kedalaman muka air tanah
hingga mencapai kedalaman muka air tanah sekitar -49 cm.
Dari semua pengelompokan umur penggunaan lahan di lapisan gambut
0-50 cm dan 50-100 cm diperoleh kisaran nilai rata-rata kadar C-organik 55.1657.28%, bobot isi 0.04-0.11 g/cm3, kadar abu 1.25-4.90%, kadar air 492.541226.81%, tingkat kematangan fibrik, hemik dan saprik dengan kisaran kadar
serat 11.67-35%. Secara umum, kadar abu berpengaruh signifikan pada lapisan
mgambut 0-50 cm dan tinggi muka air tanah dan kadar abu pada lapisan gambut
50-100 cm.
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Variasi Kadar Karbon Organik
Berdasarkan Perbedaan Kedalaman Muka Air pada Lahan Gambut yang
Diusahakan untuk Komoditas Perkebunan adalah karya saya sendiri dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Bogor, Agustus 2012
Rovanty Frizdew
NRP A151080071
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
VARIASI KADAR KARBON ORGANIK
BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN MUKA AIR
PADA LAHAN GAMBUT YANG DIUSAHAKAN
UNTUK KOMODITAS PERKEBUNAN
ROVANTY FRIZDEW
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada Program Studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Mengetahui
Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc
Dosen Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis
Judul Tesis : Variasi Kadar Karbon Organik Berdasarkan Perbedaan Kedalaman
Muka Air pada LahanGambut yang Diusahakan untuk Komoditas
Perkebunan
Nama
: Rovanty Frizdew
NRP
: A151080071
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr
Ketua
Dr. Ir. Untung Sudadi, M.Sc
Anggota
Dr. Ir. Budi Nugroho, M.Si
Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi
Ilmu Tanah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Ir. Atang Sutandi, M.Si, PhD
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 10 Agustus 2012
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
yang dilaksanakan sejak Januari hingga Juni 2011 dan penulisan tesis yang
berjudul Variasi Kadar Karbon Organik Berdasarkan Perbedaan Kedalaman
Muka Air pada Lahan Gambut yang Diusahakan untuk Komoditas
Perkebunan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Institut Pertanian Bogor.
Atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama penelitian
dan penulisan tesis, penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada
semua pihak terutama kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, Dr. Ir. Untung Sudadi, M.Sc dan Dr. Ir. Budi
Nugroho, M.Si yang telah membimbing, memberi ide, masukan, arahan,
waktu serta motivasi yang luar biasa kepada penulis selama penyelesaian tesis.
2. Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc selaku dosen penguji luar komisi yang
telah menguji, memberi saran dan masukan dalam penulisan tesis.
3. Dekan SPs IPB dan semua staf yang telah membantu penulis selama
menyelesaikan studi di IPB.
4. Staf pengajar Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB.
5. Sahabat-sahabat penulis di setiap Program Studi di Lingkungan Departemen
ITSL IPB atas dukungan dan kekeluargaannya selama perkuliahan.
6. Kedua orang tua tercinta, Papa (Alm. Refrizon Yunus) dan Mama
(Rusymaladewi Rusyid, S.Pd), Kakak (Besta Rahma Frizdew, S.Pd dan Besti
Rahma Frizdew, S.Hum), Adik (Michiko Jamilah Frizdew) serta semua
keluarga yang telah memberikan semangat, perhatian, nasehat, do’a, kasih
sayang dan pengorbanan yang tak terhingga.
7. Suami tersayang, Fitriyono Ayustaningwarno, S.Tp., M.Si dan calon anak
pertama kami untuk keikhlasan dan kehadirannya yang luar biasa dalam hidup
ini.
8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu untuk doa dan
dukungannya kepada penulis selama masa studi dan mengerjakan tesis.
Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.
Bogor, Agustus 2012
Rovanty Frizdew
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 18 Februari 1985. Penulis
merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Alm. Refrizon Yunus
dan Rusymaladewi Rusyid.
Tahun 2003 penulis lulus dari SMAN 2 Padang dan pada tahun yang sama
lulus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih program
studi S1 Agronomi Fakultas PertanianUniversitas Riau. Pada tahun 2008 penulis
menyelesaikan Program S1 Agronomi dengan judul skripsi Pengaruh Dregs
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays, L) di Lahan Gambut
danpada tahun yang sama mendapat kesempatan melanjutkan program S2 di
Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Selama perkuliahan, penulis aktif menjadi pengurus inti di organisasi
kemahasiswaan daerah, lingkungan departemen dan lingkungan se-pascasarjana
IPB. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti seminar-seminar ilmiah dan non
ilmiah baik tingkat nasional maupun international. Penulis juga berkesempatan
menyelesaikan perkuliahan lintas mayor AMDAL-A (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Dasar) pada tahun 2010. PadaNovember 2011 penulis menikah
dengan Fitriyono Ayustaningwarno, S.Tp, M.Si.
DAFTAR ISI
halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..........................................................................................
Tujuan Penelitian ......................................................................................
Manfaat Penelitian ....................................................................................
1
2
2
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat dan Karakteristik Gambut .................................................................
Pemanfaatan Lahan Gambut di Indonesia..................................................
Drainase dan Karakteristik Lahan Gambut ..............................................
Drainase Lahan Gambut dan Kehilangan Karbon......................................
3
6
8
9
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat.....................................................................................
Metode Penelitian di Lapangan..................................................................
Metode Penelitian di Laboratorium...........................................................
Analisis Data..............................................................................................
11
11
18
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan transek kedalaman muka air tanah dan permukaan tanah
berdasarkan jarak dari saluran drainase.....................................................
21
Pengaruh kedalaman muka air tanah terhadap kadar C-organik........
25
Hubungan kadar C-organik dengan kedalaman muka air, bobot isi,
kadar abu, kadar serat, dan kadar air.......................................................... 30
KESIMPULAN ……………………………………………........................
41
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 42
LAMPIRAN................................................................................................... 46
xii
DAFTAR TABEL
halaman
1
Persyaratan muka air tanah untuk tanaman yang ditanam di lahan
gambut.................................................................................................
7
Lokasi kajian berdasarkan wilayah administratif dan jenis
penggunaan lahan................................................................................
12
3
Peralatan yang digunakan di lapangan……………………...……….
16
4
Peralatan yang digunakan di laboratorium…………………………..
18
5
Kadar C-organik di setiap transek pada berbagai kedalaman muka
air tanah……………………………………………………………...
27
Ringkasan hasil backward stepwise analysis terhadap model regresi
linier berganda untuk kelompok penggunaan lahan umur 6 tahun
pada lapisan gambut 0-50 cm dan 50-100 cm…….......……………..
33
2
6
7
8
Hubungan antara kadar C-organik dan tinggi muka air (TMA), kadar
air (KA), kadar abu (KAb), bobot isi (BI) dan kadar serat (KS) tanpa
pengelompokan lokasi/transek dan umur penggunaan lahan pada
lapisan 0-50 cm dan 50-100 cm…………………………………….. 35
xiii
DAFTAR GAMBAR
halaman
1
Lokasi penelitian lapangan lahan gambut Kabupaten Bengkalis
Provinsi Riau………………………………………………………………...
11
2
Lokasi penelitian dan kondisi penggunaan lahan di setiap
transek..…............................................................................................. 14
3
Penentuan titik pengamatan di lapangan...............................................
16
4
Pengukuran kedalaman muka air tanah di lahan gambut......................
17
5
Hubungan antara jarak dari saluran drainase dengan kedalaman muka
air tanah dan tinggi permukaan tanah pada setiap transek.…………... 22
6
Diagram pencar hubungan antara kedalaman muka air tanah dengan
kadar C-organik pada lapisan gambut 0-50 cm………………………. 26
7
Diagram pencar hubungan antara kedalaman muka air tanah dengan
kadar C-organik pada lapisan gambut 50-100 cm…………….……… 26
8
Kadar C-organik di kebun kelapa sawit 2 tahun desa Selensing pada
berbagai kedalaman muka air tanah…………………………………..
26
Kadar C-organik di kebun kelapa sawit 4 tahun desa Sepahat pada
berbagai kedalaman muka air tanah………………….…………….....
27
9
10 Kadar C-organik di kebun karet 5 tahun desa Sepahat pada berbagai
kedalaman muka air tanah……………………………………………. 28
.
11 Kadar C-organik di kebun kelapa sawit 7 tahun PT. MESKOM pada
berbagai kedalaman muka air tanah………………………………….. 28
12 Kadar C-organik di kebun nenas 8 tahun desa Medangkampai pada
berbagai kedalaman muka air tanah …………………………………. 28
13 Kadar C-organik di kebun karet >15 tahun)desa Tanjung Leban pada
berbagai kedalaman muka air tanah ………………………………….
14
29
Diagram hubungan antara kadar C-organik dan tinggi muka air
(TMA), kadar air (KA), kadar abu (KAb), bobot isi (BI), dan kadar
serat (KS) tanpa pengelompokan lokasi/transek dan umur
penggunaan lahan pada lapisan 0-50 cm dan 50-100 cm…………….. 36
15 Kadar C-organik pada lapisan gambut 0-50 cm dan 50-100 cm di
penggunaan lahan umur 6 tahun…............................... 37
xiv
16 Bobot isi pada lapisan gambut 0-50 cm dan 50-100 cm dipenggunaan
lahan umur 6 tahun........................................................ 37
17 Kadar abu pada lapisan gambut 0-50 cm dan 50-100 cm di
penggunaan lahan umur 6 tahun.....………………….. 39
18 Kadar serat pada lapisan gambut 0-50 cm dan 50-100 cm di
penggunaan lahan umur 6 tahun......…………………. 39
19 Kadar air pada lapisan gambut 0-50 cm dan 50-100 cm di
penggunaan lahan umur 6 tahun................................... 40
xv
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
1
Pengambilan
contoh
gambut
menggunakan
bor
gambut
Eijkelkamp....................................................................................................
2
46
Penentuan kadar karbon gambut dengan metode pengabuan kering
LOI (Loss on Ignition)...................................................................................
48
3
Penentuan bobot isi (dimodifikasi dari Agus et al., 2007)………….. 50
4
Posisi geografis, tinggi permukaan tanah, kedalaman muka air dan
ketebalan gambut................................................................................. 51
5
Karakteristik gambut lokasi kajian berdasarkan pengelompokan
umur penggunaan lahan 6 tahun...……...................... 52
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekosistem gambut mempunyai peranan yang sangat penting dalam skala
global, baik dari aspek ekologis, sosial maupun perekonomian masyarakat karena
menyediakan hasil hutan berupa kayu dan non kayu, menyimpan dan mensuplai
air, menyimpan karbon, dan merupakan habitat bagi keanekaragaman hayati
dengan berbagai jenis flora dan fauna langka yang hanya dijumpai pada ekosistem
ini. Disisi lain, ekosistem gambut sangat unik, rapuh dan memiliki sifat tidak
dapat diperbaharui, proses pembentukannya memerlukan waktu ribuan tahun, dan
bila terjadi kerusakan sangat sulit untuk diperbaiki atau bahkan tidak bisa pulih
sama sekali.
Lahan gambut menyimpan lebih banyak karbon dibandingkan dengan
tanah mineral. Karbon yang tersimpan dalam tanah dan tumbuhan pada lahan
gambut jumlahnya mencapai 10 kali jumlah karbon yang disimpan oleh tanah dan
tumbuhan pada tanah mineral di daerah tropis (Hairiah dan Rahayu, 2007).
Mengingat cadangan karbon yang besar pada lahan gambut sedangkan
ekosistemnya sangat rapuh, maka apabila tidak dikelola dengan baik akan
menyebabkan kehilangan karbon yang banyak, terutama dalam bentuk gas metan
(CH4) dan karbon dioksida (CO2) ke atmosfer sehingga semakin meningkatkan
emisi gas rumah kaca (GRK).
Penyerapan karbon (sink) dan pelepasan karbon (emission) di lahan
gambut dalam keadaan hutan alami berjalan seimbang. Emisi CO2 yang
bersumber dari lahan gambut menjadi dominan apabila hutan gambut terganggu.
Salah satu penyebab terganggunya hutan gambut adalah proses reklamasi lahan
yang diawali dengan pembuatan saluran drainase. Pembuatan saluran drainase
mengubah suasana lahan gambut dari anaerob menjadi aerob karena terjadi
penurunan muka air tanah sehingga kehilangan karbon melalui proses
dekomposisi bahan organik material gambut akan meningkat.
Penelitian Silins dan Rothwell (1998) menunjukkan bahwa drainase
berpengaruh terhadap peningkatan bobot isi dan terjadinya subsiden, serta
penurunan retensi air tanah. Penelitian Agus dan Wahdini (2008) menunjukkan
2
bahwa bobot isi mencapai nilai 0.3 g cm-3 pada kedalaman 0-50 cm di lahan
gambut yang telah dikonversi menjadi areal kelapa sawit.
Peranan lahan gambut yang sangat penting sebagai penyimpan karbon dan
sumber emisi CO2, menjadikan pengukuran dan monitoring karbon tersimpan atau
karbon yang hilang pada lahan gambut juga penting. Tersedianya data kadar air,
kadar abu, bobot isi, dan karbon organik yang representatif dapat digunakan untuk
memprediksi kandungan atau kehilangan atau emisi karbon dari lahan gambut.
Berkaitan dengan hal ini, Gronlund et al. (2008) telah menggunakan data kadar
abu gambut untuk mengestimasi kehilangan karbon dari lahan gambut yang diolah
untuk usaha pertanian, khususnya pada lahan gambut yang dipupuk di Norwegia.
Turetsky dan Wieder (2001) juga telah menggunakan data kadar abu untuk
menghitung kehilangan bahan organik akibat kebakaran hutan gambut di Kanada.
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian mengenai variasi kadar
karbon organik telah dilakukan pada lahan gambut yang sudah terdrainase,
sehingga kehilangan karbon organik diasumsikan lebih dominan akibat proses
dekomposisi bahan organik atau oksidasi yang menghasilkan CO2. Oksidasi
material gambut akan menyisakan bahan mineral (abu). Dalam penelitian ini,
pengaruh kadar air dievaluasi berdasarkan kedalaman muka air tanah.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi: (1) pengaruh jarak dari saluran
drainase terhadap kedalaman muka air tanah, (2) pengaruh kedalaman muka air
tanah terhadap kadar karbon organik dan (3) hubungan antara kadar karbon
organik dengan berbagai karakteristik gambut berdasarkan umur penggunaan
lahan yang diusahakan untuk komoditas perkebunan.
Manfaat Penelitian
Data mengenai kadar karbon organik pada berbagai kondisi lahan gambut
berguna sebagai acuan dalam memperkirakan umur guna lahan dan tindakan
konservasi yang tepat. Data mengenai pengaruh kadar air terhadap karakteristik
lahan gambut berguna untuk menentukan tindakan pengelolaan atau tata air.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat dan Karakteristik Gambut
Gambut didefinisikan sebagai tanah organik yang meliputi luas sekurangkurangnya satu hektar dengan ketebalan setengah meter atau lebih dan kandungan
mineral tidak melebihi 35%. Jika kandungan mineral melebihi 35% tetapi masih
kurang dari 65%, maka tanah tersebut didefinisikan sebagai sepuk (muck) yang
telah matang (Soil Survey Staff, 1975). Gambut dapat diartikan sebagai deposit
atau endapan organik yang sedikit atau belum mengalami pelapukan, sedangkan
sepuk (muck) diartikan sebagai tanah yang telah mengalami pelapukan lebih lanjut
sehingga bahan tanaman asal tidak dikenal lagi (Brady, 1990).
Menurut Andriesse yang dikutip oleh Sabiham (2006), gambut adalah
jaringan tanaman dan organisme mati lainnya yang terkarbonasi sebagian melalui
proses dekomposisi dalam keadaan basah. Menurut Soil Survey Staff (2003),
tanah gambut tersusun dari bahan organik dengan ketebalan minimal 40 cm
tergantung dari bobot isi dan tingkat dekomposisi bahan organiknya, dan ukuran
bahan tanaman kurang dari 2 mm. Syarat-syarat tanah gambut yaitu jenuh air
kurang dari 30 hari/tahun dan mengandung ≥ 20% C-organik atau jenuh air
selama ≥ 30 hari dan kandungan C-organik ≥ 18% bila pada tanah mineral ≥ 60%
liat atau ≥ 12% bila pada tanah mineral tanpa liat atau lebih dari [12 + (% liat x
0.1)]% bila pada tanah mineral < 60% liat.
Sifat-sifat fisik tanah gambut yang penting diantaranya adalah bahan
penyusun tanah gambut yang dicerminkan oleh bobot isi, tingkat dekomposisi
(kandungan serat), porositas dan distribusi ukuran pori, serta retensi air dan
kandungan air dalam keadaan jenuh.
Bobot isi gambut tergantung kematangannya berkisar 0.01-0.20 g cm-3,
sedangkan bobot isi tanah mineral berkisar 1.2-1.8 g cm-3. Rendahnya bobot isi
mencirikan rendahnya daya dukung lahan tersebut. Bobot isi gambut di Sebangau
dan Durian Rasau di Kalimantan Barat berkisar 0.08-0.18 g cm-3, sedangkan di
Teluk Meranti, Riau berkisar 0.05 g cm-3 (Driessen dan Rochimah, 1976;
Sumawinata dan Mulyanto, 2004). Di Danau Sentarum, Kalimantan Barat bobot
isi gambut berkisar 0.1 g cm-3. Menurut Sabiham (2006) variasi bobot isi sangat
4
erat kaitannya dengan tingkat kematangan gambut. Semakin matang gambut
semakin besar nilai bobot isinya.
Hidayanti (2006) menyatakan bobot isi gambut fibrik di Riak Siahun,
Bengkulu sebesar 0.12 g cm-3. Menurut Agus dan Subiksa (2008) rendahnya
bobot isi gambut menyebabkan kapasitas menahan/menyangga (bearing capacity)
menjadi rendah sehingga menyulitkan operasi peralatan mekanisasi, karena lahan
terlalu lembek dan tanaman perkebunan sulit untuk tegak (doyong).
Berdasarkan tingkat dekomposisinya, tanah gambut dapat dibedakan
menjadi (1) gambut kasar (fibrist) yaitu gambut dengan lebih dari 2/3 bahan
organik kasar dengan bobot isi kurang dari 0.1 g cc-1, (2) gambut sedang (hemist)
dengan 1/3-2/3 bahan organik kasar dengan bobot isi antara 0.1-0.2 g cc-1, dan (3)
gambut halus (saprist) dengan bahan organik kasar kurang dari 1/3 dengan bobot
isi lebih besar dari 0.2 g cc-1 (Hardjowigeno, 1996). Tingkat dekomposisi gambut
sangat mempengaruhi sifat fisik tanah gambut.
Porositas dan distribusi pori di dalam tanah gambut banyak ditentukan
oleh tingkat dekomposisi dan bahan penyusun atau tipe gambut. Semakin matang
tanah gambut, maka porositas tanah semakin rendah dan distribusi ukuran pori
cukup merata, sedangkan semakin tidak matang, maka gambut menjadi sangat
porus dengan distribusi ukuran pori tidak merata.
Gambut mempunyai daya menahan air yang sangat besar, dimana air yang
diretensi bisa 10 kali lebih besar dari yang diretensi pada tanah mineral.
Kandungan air dalam tanah gambut pada keadaan jenuh tergantung pada tingkat
dekomposisinya. Kandungan air dalam tanah gambut harus selalu dipertahankan,
baik untuk kebutuhan tanaman maupun untuk tanah itu sendiri. Apabila gambut
terlalu kering, maka akan terjadi kering tak balik (irreversible drying) dan gambut
yang demikian akan sulit diusahakan untuk pertanian serta rawan terbakar.
Menurut Sabiham (2006) sifat kering tak balik gambut dapat terjadi akibat
dari reklamasi rawa gambut secara berlebihan yang mengakibatkan gambut tidak
lagi mampu menyerap air. Kering tak balik cepat terjadi pada gambut dengan
bobot isi rendah (fibrik), sedangkan pada hemik dan saprik kemungkinan terjadi
kering tak balik lebih kecil (Andriesse, 1988). Kering tak balik erat kaitannya
dengan kemampuan gambut dalam menyimpan, menahan, dan melepas air.
5
Kapasitas menahan air gambut sangat tinggi, untuk fibrik 850-3000%,
hemik 450-850%, dan saprik 600 µm.
Secara umum, dalam periode waktu yang lama setelah drainase terjadi
penurunan konduktivitas thermal pada lahan permukaan gambut dan peningkatan
naungan oleh tajuk tanaman menyebabkan suhu permukaan gambut menjadi turun
(Minkkinen, 1999). Menurut Kirk (2004), pengaruh peningkatan kondisi aerasi
terhadap peningkatan tingkat dekomposisi diikuti oleh penurunan pH dan suhu
gambut. Kedua hal ini sangat penting dalam menentukan tingkat dekomposisi
bahan organik. Pada kondisi lahan gambut alami di atas tanah mineral, aliran air
bawah tanah yang berasal dari tanah mineral di sekitarnya membawa kationkation basa masuk ke lahan gambut sehingga dapat menetralkan asam-asam
organik gambut. Setelah gambut dilakukan drainase, aliran air dari luar yang
masuk ke area lahan gambut menjadi terhalang oleh saluran-saluran, sementara itu
kation-kation basa lebih banyak dijerap oleh tanaman untuk meningkatkan
pertumbuhannnya, sehingga pH gambut turun.
Pada saat tanah gambut yang didominasi oleh sisa tanaman (daun, dahan,
ranting dan batang) mengalami kondisi aerob, aktivitas bakteri pendekomposisi
akan meningkat. Setelah bakteri mulai mendekomposisi gambut yang terdiri dari
sisa tanaman, maka karbon yang tersimpan di dalam bahan tersebut akan teremisi
ke udara dalam bentuk CO2 dan akan menciptakan efek rumah kaca. Hal ini dapat
memacu terjadinya pemanasan global yang berdampak terhadap naiknya suhu
bumi dan berubahnya iklim global.
Drainase Lahan Gambut dan Kehilangan Karbon
Pembuatan drainase pada lahan gambut digunakan untuk mengatasi
kandungan air gambut yang dapat mencapai 90% volume. Drainase diperlukan
untuk pertumbuhan akar tanaman dan untuk membuat akses jalan. Sejak
dimulainya drainase, wilayah gambut telah menjadi source CO2 sebagai akibat
meningkatnya oksidasi gambut. Di lain pihak peningkatan muka air tanah dapat
10
mengubah area gambut menjadi sumber CH4 yang lebih efektif sebagai gas rumah
kaca daripada CO2 (Hendriks et al., 2007).
Sebagian area lahan gambut dunia telah didrainase. Hal ini telah
menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan ekosistem dari sebagai
penyimpan menjadi penyumbang karbon (Canadell et al., 2007; Rieley et al.,
2008). Data menunjukkan bahwa secara global emisi CO2 dari lahan gambut yang
dilakukan drainase dari tahun 1990 hingga 2008 telah meningkat dari 1058 Mt
menjadi 1298 Mt (>20%).
Simpanan karbon terbesar pada lahan gambut adalah pada gambut itu
sendiri dan yang kedua adalah pada jaringan tanaman dan serasah. Masing-masing
simpanan karbon tersebut dapat bertambah atau berkurang tergantung pada faktor
alam dan campur tangan manusia. Kemarau panjang berakibat pada penurunan
muka air tanah yang selanjutnya berpengaruh terhadap keadaan oksidasi dan reduksi
pada lahan gambut dan berakibat pada laju dekomposisi serta emisi gas CO2.
Dekomposisi bahan gambut dalam kondisi jenuh air berjalan sangat lambat, namun
dengan adanya drainase, proses dekomposisi berjalan lebih cepat (Rinnan et al.,
2003). Kebakaran dapat menurunkan simpanan karbon di jaringan tanaman dan di
dalam gambut. Pemupukan dapat meningkatkan emisi. Sebaliknya, pada lahan
gambut yang sudah terlanjur didrainase, pemasangan empang pada saluran (canal
blocking) dapat memperlambat emisi.
Kehilangan C-organik gambut dapat berupa emisi gas CO2 dan CH4. Emisi
CH4 cukup signifikan pada gambut yang berada dalam keadaan anaerob (terendam
atau jenuh air). Bila gambut didrainase maka emisi CO2 menjadi dominan dan
emisi CH4 menjadi sangat berkurang. Jumlah emisi dari tanah gambut untuk
selang waktu tertentu dapat dihitung berdasarkan perubahan karbon tersimpan
pada tanah gambut.
11
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian di lapangan dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari
2011, yaitu di lahan gambut Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau (Gambar 1).
Analisis contoh tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan IPB.
Lokasi penelitian
Gambar 1 Lokasi penelitian lapangan lahan gambut Kabupaten Bengkalis
Provinsi Riau.
Metode Penelitian di Lapangan
Kajian ini merupakan kegiatan pengamatan lapangan pada lokasi fisiografi
rawa gambut transisi yang dilakukan pembuatan drainase untuk tanaman tahunan
(kelapa sawit, karet dan nenas) dengan umur/lama penggunaan lahan 6 tahun dari perkebunan rakyat dan swasta. Penentuan areal kajian menggunakan
metode purposive sampling (penentuan lokasi kajian secara sengaja yang
dianggap representatif). Pengamatan dilakukan dalam satu transek yang dibuat
tegak lurus dengan saluran drainase.
Kajian diawali dengan melakukan identifikasi bentuk-bentuk penggunaan
lahan yang dominan melalui identifikasi dan verifikasi lapang (ground check) dan
dengan melakukan wawancara kepada beberapa penduduk setempat (petani,
12
pemilik lahan dan kepala desa) mengenai: sejarah penggunaan lahan, land
clearing (teknik persiapan lahan), sistem drainase, pemberian input produksi
(pupuk, amelioran, dan lain-lain). Kondisi lahan gambut di setiap lokasi penelitian
yang diamati berupa: kedalaman, lebar dan kedalaman muka air pada saluran
drainase; ketebalan dan kematangan bahan gambut; kedalaman muka air tanah
gambut pada setiap titik pengamatan; dan penentuan koordinat lokasi dengan
menggunakan GPS (Global Positioning System).
Dari hasil identifikasi dan verifikasi lapang, terpilih 6 lokasi yang hanya
berjenis tanah gambut, berdasarkan kriteria Soil Survey Staff tahun 1999. Lokasi
kajian tersebut disajikan dalam Tabel 2 dan kondisi penggunaan lahan pada setiap
transek disajikan pada Gambar 2.
Tabel 2. Lokasi kajian berdasarkan wilayah adminsitratif dan jenis penggunaan
lahan
No
1
2
3
4
5
6
Lokasi/Wilayah Administratif
Desa Sepahat, Kec. Bukit Batu
Desa Sepahat, Kec. Bukit Batu
Desa Selensing, Kec. Bukit Batu
Desa Tj. Leban, Kec. Bukit Batu
Desa Medang Kampai, Dumai
PT. MESKOM, Kec. Bengkalis
Penggunaan lahan
Karet (umur 5 tahun)
Kelapa Sawit (umur 4 tahun)
Kelapa Sawit (umur 2 tahun)
Karet (umur >15 tahun)
Nenas (umur 8 tahun)
Kelapa Sawit (umur 7 tahun)
Deskripsi Lokasi Kajian
Desa Sepahat, kecamatan Bukit Batu
1. Dari hasil wawancara dengan Bapak M. Dali (lokasi kajian untuk jenis
penggunaan lahan karet 5 tahun), hutan mulai ditebang sekitar tahun 1990 dan
penanaman karet baru mulai dilakukan sekitar tahun 2005 dengan jarak tanam
5 x 4 m seluas 4 ha. Pada lokasi ini pembuatan saluran drainase di pinggir
jalan (5 m lebar dan 2 m dalam) seiring dengan pembukaan jalan raya
Pakning-Dumai pada tahun 1985. Di sebelah kanan lahan tanaman karet
terdapat saluran drainase sekunder (3 m lebar dan 1.5 m dalam) yang berjarak
sekitar 5.5 m dari pinggir tanaman. Lingkar batang karet berkisar 11-14 cm.
Di bawah tegakan karet ditumbuhi oleh ilalang. Pada lokasi ini dilakukan
pemeliharaan tanaman yaitu pemupukan urea dan dolomit yang ditabur secara
13
merata 30-50 cm dari batang sebanyak 3 kali setahun sesuai dengan
rekomendasi dosis pupuk.
2. Dari hasil wawancara dengan Bapak Alim (lokasi kajian untuk jenis
penggunaan lahan kelapa sawit 4 tahun), hutan sudah lama ditebang oleh
masyarakat dan ditinggal begitu saja. Mulai sekitar tahun 2000 lahan yang
telah ditumbuhi semak belukar tersebut diherbisida (tidak dibakar karena
peraturan pemerintah tentang larangan membakar lahan sudah berlaku) dan
mulai ditanam kelapa sawit dengan jarak tanam 8 x 8 m seluas 3.5 ha (70 m x
500 m, 500 pokok). Pada lokasi ini saluran drainase dibuat di pinggir jalan (5
m lebar dan 2 m dalam) seiring dengan pembukaan jalan raya Pakning-Dumai
pada tahun 1985 yang bermuara ke sungai Sepahat dan dari sungai langsung
ke laut. Di sebelah kanan dan kiri lahan tanaman kelapa sawit terdapat saluran
drainase sekunder (3.5 m lebar dan 1.3 m dalam dan 90 cm lebar dan 65 cm
dalam). Lingkar batang kelapa sawit berkisar 63-95 cm. Pada lokasi ini
dilakukan pemeliharaan tanaman yaitu pemupukan urea dan dolomit dimulai
sejak umur 1 bulan tanam selama 1 tahun dan selanjutnya dipupuk sesuai
kebutuhan dan kondisi keuangan.
Desa Selensing, Kecamatan Bukit Batu
Dari hasil wawancara dengan Ibu Sumiati (lokasi kajian untuk jenis
penggunaan lahan sawit 2 tahun), lahan yang semula semak belukar dibuka
dengan alat “beko” (istilah setempat) atau back-hoe dan langsung dilakukan
penanaman sekitar tahun 2008 dengan jarak tanam 8 x 8.5 m seluas 50 x 700
m (3.5 ha). Pada lokasi ini pembuatan saluran drainase di pinggir jalan (5 m
lebar dan 2 m dalam) seiring dengan pembukaan jalan raya Pakning-Dumai
pada tahun 1985 yang langsung bermuara ke sungai Raja dan langsung
menuju laut. Di sebelah kiri lahan tanaman sawit terdapat saluran drainase
sekunder (1 m lebar dan 80 cm dalam) yang berjarak sekitar 3 m dari pinggir
tanaman. Lingkar batang kelapa sawit berkisar 50-80 cm. Pada lokasi ini
dilakukan pemeliharaan tanaman yaitu penyiangan dan pemupukan urea dan
dolomite di lingkar tanaman sebanyak 2 kali setahun sesuai dengan
rekomendasi dosis pupuk.
14
Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bukit Batu
Dari hasil wawancara dengan Bapak Buyung (lokasi kajian untuk jenis
penggunaan lahan karet >15 tahun), rata-rata umur tanaman di desa Tanjung
Leban sekitar >10 tahun. Pada lokasi ini saluran drainase di pinggir jalan dalam
kondisi sudah tidak mengalir (air tergenang) dan tidak terawat karena ditumbuhi
semak belukar. Dari pinggir jalan raya hanya berjarak sekitar 2 km ke laut. Hutan
mulai ditebang dan langsung dilanjutkan dengan penanaman karet. Jarak tanam
karet di lokasi ini beraturan dengan lingkar batang karet berkisar 12-36 cm. Karet
dilakukan pemeliharaan yaitu penyiangan.
(a) Sepahat, Karet (umur 5 tahun) (b) Sepahat, Kelapa Sawit (umur 4 tahun)
(c) Selensing, Kelapa Sawit (umur 2 tahun)
(d) Tj. Leban, Karet (umur >15 tahun) (e) Medangkampai Dumai, Nenas (umur 8 tahun)
(f) PT. MESKOM, Kelapa Sawit (umur 7 tahun)
Gambar 2 Lokasi penelitian dan kondisi penggunaan lahan di setiap transek.
Desa Medangkampai, Dumai
Dari hasil wawancara dengan Ibu Siti (lokasi kajian untuk jenis
penggunaan lahan Nenas 8 tahun), hutan mulai ditebang sekitar tahun 1987
kemudian dibiarkan hingga kering (tidak dibakar) dan penanaman baru mulai
15
dilakukan sekitar tahun 1990 yaitu kelapa sawit seiring dengan pembuatan saluran
drainase di pinggir jalan (5 m lebar dan 2 m dalam) dan pembukaan jalan raya
Pakning-Dumai pada tahun 1985. Tetapi baru berumur 2 tahun sudah terbakar.
Karena setiap tahun (hingga tahun 2005) terjadi kebakaran, lahan tidak ditanami
lagi. Sekitar tahun 2000an, lahan bagian depan (dekat pinggir jalan) yang tidak
terbakar, sekitar 2 ha ditanami nenas. Tanaman sangat rapat, hanya berjarak 1 x 1
m. Dari saluran drainase di pinggir jalan bergerak sekitar 3 km ke muara sungai
Beruang dan sekitar 5 km dari sungai ke laut.
PT. MESKOM, Kecamatan Bengkalis
Dari hasil wawancara dengan Bapak Jerrin (Manager Umum), Bapak
Purwono (Kepala Personalia), Bapak Suroso (Manager Kebun inti) dan Bapak
Marwan (Asisten kebun), lokasi kajian untuk jenis penggunaan lahan sawit 7
tahun, dulunya adalah 60% lahan tinggal milik masyarakat dengan sistem tebasbakar-tebas dan pihak PT. MESKOM baru mulai melakukan penanaman pertama
sekitar Juli tahun 2003 sekitar 300 ha, kedua 2004-2006 sekitar 150 ha dan tahap
ketiga 2006-2010 sekitar 3300 ha dengan sistem land clearing perusahaanperusahaan perkebunan, yaitu: pembukaan saluran, pengeringan muka tanah
(steaking areal), pematangan lahan, penanaman (hole in hole) dan panen (sekitar
tahun ke-4 sudah mulai dipanen). Sekeliling blok terdapat saluran drainase,
dimana luas setiap blok sekitar 30 ha (250 m x 1.25 km). Pemupukan dilakukan
sesuai dengan dosis anjuran masing-masing pupuk. Saluran-saluran drainasenya
terorganisir sesuai dengan prosedur land clearing perusahaan perkebunan.
Penentuan lokasi titik pengamatan di lapangan
Ditetapkan sebanyak 5 titik permanen pada setiap transek yang mewakili
lokasi dekat sampai yang jauh dari saluran drainase (Gambar 3). Apabila ada dua
saluran drainase yang sejajar, maka lokasi pengamatan terjauh dari saluran
drainase ditempatkan pada titik pertengahan jarak antara kedua saluran drainase
tersebut, karena diasumsikan bahwa pada lokasi tersebut merupakan batas antara
kedua saluran drainase yang saling mempengaruhi tinggi muka air tanah. Contoh
tanah gambut diambil pada lapisan 0-50 cm dan 50-100 cm menggunakan bor
gambut Eijkelkamp untuk kemudian dianalisis di laboratorium.
16
Sketsa pengamatan lapangan:
(X3 m)
(X4 m)
(X5 m)
….m
….m
(bm)
(am)
(0 m) (X1 m) (X2 m)
Gambar 3 Penentuan titik pengamatan di lapangan.
Keterangan: = titik pengambilan contoh gambut/pengamatan; X1-X5 = jarak
titik pengamatan dari saluran drainase; a = kedalaman saluran drainase (m);
b = kedalaman muka air saluran drainase (m).
Peralatan penelitian di lapangan
Peralatan yang digunakan pada penelitian lapangan disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Peralatan yang digunakan di lapangan
No
1
2
3
4
5
6
7
Peralatan
GPS, merk Garmin
Kegunaan
Menentukan koordinat lokasi titik
kajian
Bor gambut Eijkelkamp (peat Pengambilan contoh gambut
sampler, 5-9 batang extension rod,
dan satu pasang handle); kunci pas
nomor 23 (2 buah); meteran (2 m);
meteran panjang (15 m); spidol;
kantong plastik; kertas label; sikat
ijuk pembersih bor; ember; kain lap.
Timbangan digital
Pipa PVC 2.5 inchi/Piezometer
Selang plastik kecil, tongkat kayu, tali
Kamera digital
Alat tulis
Menimbang berat basah sampel
Mengukur kedalaman muka air tanah
Mengukur topografi mikro/transek
Mendokumentasikan semua kegiatan
Mencatat semuakegiatan kajian
Pengukuran kedalaman muka air tanah
Kedalaman muka air tanah merupakan indikasi dinamika air (drainase dan
penggenangan) di lahan gambut. Ilustrasi pengukuran tinggi/kedalaman muka air
tanah disajikan dalam Gambar 4. Pada masing-masing titik pengamatan
dibenamkan piezometer dari pipa PVC berdiameter 2.5 inchi, panjang 2 m yang
17
telah dilubangi kira-kira 1.5 m (±200 lubang, agar air tanah dari sekitar lubang
masuk ke dalam pipa), dan kira-kira 0.25 m (b) dari bagian atas pipa tersebut
muncul di permukaan. Kedalaman muka air tanah diamati dengan cara
memasukkan tongkat kayu (a) kedalam piezometer sampai mencapai permukaan
air tanah. Kedalaman muka air tanah (tmat) diukur dengan tongkat berskala, yaitu
jarak muka air tanah terhadap permukaan tanah (tmat = a-b, dalam meter).
Pengukuran dilakukan minimal 2 kali seminggu dengan jarak waktu setiap 2-3
hari.
Gambar 4 Pengukuran kedalaman muka air tanah di lahan gambut.
Untuk menghilangkan pengaruh relief mikro permukaan tanah dalam
pengukuran kedalaman muka air tanah maka dibuat referensi tinggi pada bibir
saluran drainase dengan ketinggian awal 1.5 m dan diperluas untuk setiap titik
pengamatan dengan metode water pass menggunakan selang plastik berisi air
dengan prinsip kerja bejana berhubungan. Permukaan tanah di pinggir saluran
dianggap sebagai titik nol untuk keseluruhan titik pengamatan.
Penetapan kematangan gambut
Pengamatan kematangan gambut dilakukan di lapangan dan di
laboratorium. Penetapan kematangan gambut di lapangan dilakukan dengan cara:
memeras segenggam gambut deng
BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMANMUKA AIR
PADA LAHAN GAMBUT YANG DIUSAHAKAN
UNTUK KOMODITAS PERKEBUNAN
ROVANTY FRIZDEW
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ABSTRACT
ROVANTY FRIZDEW. Variations of organic carbon content as related to the
difference in water table levels of peatlands cultivated for plantation
commodities. Under supervision of SUPIANDI SABIHAM, UNTUNG SUDADI
and BUDI NUGROHO.
Peatlands are important sinks for the atmospheric carbon (C) and play
major roles in the global C cycle. In virgin forest, C sink and emission is
balanced. During land reclamation, this balance is disturbed by drainage channel
construction which affects water table level and other consequences. It is therefore
important to study the effects of drainage channel construction on the distribution
of soil C content and its dynamics. This research aimed at to evaluate: (1) the
effects of distance to the drainage channel in water table level, (2) the effects of
water table level on organic-C content, and (3) the relationships among organic-C
content with the characteristics of peatland based on land use time for cultivation
of plantation commodities. The research was conducted in Bengkalis District,
Riau Province from January until June 2011. The characteristics of peatland
observed were bulk density, ash content, peat thickness, and water table level. The
results showed that the closer the distance from drainage channel, the deeper was
the water table level. Two patterns of the relationship between water table level
and organic-C content were observed. The first pattern at 50-100 cm layer was the
increase in organic-C with the decrease in water table level up to water table level
about -46.5 cm. The second at 0-50 cm layer was the opposite of first pattern up to
water table level about -49 cm. Peatlands of the study area were characterized by
organic-C content of 55.16-57.28%, bulk density of 0.04-0.11 g/cm3, ash content
of 1.25-4.90%, water content of 492.54-1226.81%, and degree of peat maturity of
fibric, hemic and sapric with fibre content of 11.67-35%. Generally, at 0-50 cm
layer organic-C content was influenced significantly by ash content, with at 50100 cm layer was by ash content and water table level.
Keywords: drainage channel, organic-C, characteristics of peatland, water table
level
RINGKASAN
ROVANTY FRIZDEW. Variasi kadar karbon organik berdasarkan perbedaan
kedalaman muka air pada lahan gambut yang diusahakan untuk komoditas
perkebunan. Dibimbing oleh SUPIANDI SABIHAM, UNTUNG SUDADI dan
BUDI NUGROHO.
Peran lahan gambut sebagai penyimpan karbon (C) dan sumber emisi CO2
sangat penting. Lahan gambut menyimpan C dalam jumlah lebih tinggi
dibandingkan dengan tanah mineral. Dalam keadaan hutan alami, penyerapan C
(sink) dan pelepasan C (emission) lahan gambut seimbang. Keseimbangan
tersebut akan terganggu oleh pembuatan saluran drainase dalam proses reklamasi
lahan.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi: (1) pengaruh jarak dari saluran
drainase terhadap kedalaman muka air tanah, (2) pengaruh kedalaman muka air
tanah terhadap C-organik dan (3) hubungan antara kadar C-organik dengan
berbagai karakteristik lahan gambut berdasarkan umur penggunaan lahan untuk
komoditas perkebunan. Penelitian di lapangan dilaksanakan pada bulan Januari
sampai Februari 2011, yaitu di lahan gambut Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau.
Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan IPB.
Kajian ini dilaksanakan pada beberapa lokasi dengan berbagai jenis
penggunaan lahan gambut yang didrainase dan dikelompokkan berdasarkan umur
penggunaan lahan, yaitu: 6 tahun
(desa Tanjung Leban, karet umur >15 tahun; desa Medangkampai, nenas umur 8
tahun dan PT. MESKOM, kelapa sawit umur 7 tahun).
Penetapan kadar C-organik dilakukan dengan metode pengabuan kering
(Loss on Ignition, LOI). Karakteristik gambut yang dianalisis meliputi: kadar air,
bobot isi, kadar abu, kadar serat, dan kedalaman muka air tanah. Pengambilan
contoh dan penentuan sifat-sifat gambut di lapang dilakukan pada setiap transek di
5 titik pengamatan yang mewakili jarak dekat (5 m) sampai jauh (200 m) dari
saluran drainase pada lapisan gambut 0-50 cm dan 50-100 cm. Pengambilan
contoh gambut di lapang menggunakan bor gambut setengah silinder dengan
kapasitas 500 cm3.
Secara umum, semakin jauh dari saluran drainase kedalaman muka air
tanah semakin dangkal (dekat permukaan tanah). Diperoleh dua pola hubungan
antara kedalaman muka air tanah dengan kadar C-organik. Pola pertama pada
lapisan gambut 50-100 cm menunjukkan peningkatan C-organik dengan semakin
dangkalnya kedalaman muka air tanah hingga mencapai kedalaman muka air
tanah sekitar -46.5 cm. Pola kedua pada lapisan gambut 0-50 cm menunjukkan
penurunan C-organik dengan semakin dangkalnya kedalaman muka air tanah
hingga mencapai kedalaman muka air tanah sekitar -49 cm.
Dari semua pengelompokan umur penggunaan lahan di lapisan gambut
0-50 cm dan 50-100 cm diperoleh kisaran nilai rata-rata kadar C-organik 55.1657.28%, bobot isi 0.04-0.11 g/cm3, kadar abu 1.25-4.90%, kadar air 492.541226.81%, tingkat kematangan fibrik, hemik dan saprik dengan kisaran kadar
serat 11.67-35%. Secara umum, kadar abu berpengaruh signifikan pada lapisan
mgambut 0-50 cm dan tinggi muka air tanah dan kadar abu pada lapisan gambut
50-100 cm.
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Variasi Kadar Karbon Organik
Berdasarkan Perbedaan Kedalaman Muka Air pada Lahan Gambut yang
Diusahakan untuk Komoditas Perkebunan adalah karya saya sendiri dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Bogor, Agustus 2012
Rovanty Frizdew
NRP A151080071
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
VARIASI KADAR KARBON ORGANIK
BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN MUKA AIR
PADA LAHAN GAMBUT YANG DIUSAHAKAN
UNTUK KOMODITAS PERKEBUNAN
ROVANTY FRIZDEW
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada Program Studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Mengetahui
Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc
Dosen Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis
Judul Tesis : Variasi Kadar Karbon Organik Berdasarkan Perbedaan Kedalaman
Muka Air pada LahanGambut yang Diusahakan untuk Komoditas
Perkebunan
Nama
: Rovanty Frizdew
NRP
: A151080071
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr
Ketua
Dr. Ir. Untung Sudadi, M.Sc
Anggota
Dr. Ir. Budi Nugroho, M.Si
Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi
Ilmu Tanah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Ir. Atang Sutandi, M.Si, PhD
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 10 Agustus 2012
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
yang dilaksanakan sejak Januari hingga Juni 2011 dan penulisan tesis yang
berjudul Variasi Kadar Karbon Organik Berdasarkan Perbedaan Kedalaman
Muka Air pada Lahan Gambut yang Diusahakan untuk Komoditas
Perkebunan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Institut Pertanian Bogor.
Atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama penelitian
dan penulisan tesis, penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada
semua pihak terutama kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, Dr. Ir. Untung Sudadi, M.Sc dan Dr. Ir. Budi
Nugroho, M.Si yang telah membimbing, memberi ide, masukan, arahan,
waktu serta motivasi yang luar biasa kepada penulis selama penyelesaian tesis.
2. Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc selaku dosen penguji luar komisi yang
telah menguji, memberi saran dan masukan dalam penulisan tesis.
3. Dekan SPs IPB dan semua staf yang telah membantu penulis selama
menyelesaikan studi di IPB.
4. Staf pengajar Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB.
5. Sahabat-sahabat penulis di setiap Program Studi di Lingkungan Departemen
ITSL IPB atas dukungan dan kekeluargaannya selama perkuliahan.
6. Kedua orang tua tercinta, Papa (Alm. Refrizon Yunus) dan Mama
(Rusymaladewi Rusyid, S.Pd), Kakak (Besta Rahma Frizdew, S.Pd dan Besti
Rahma Frizdew, S.Hum), Adik (Michiko Jamilah Frizdew) serta semua
keluarga yang telah memberikan semangat, perhatian, nasehat, do’a, kasih
sayang dan pengorbanan yang tak terhingga.
7. Suami tersayang, Fitriyono Ayustaningwarno, S.Tp., M.Si dan calon anak
pertama kami untuk keikhlasan dan kehadirannya yang luar biasa dalam hidup
ini.
8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu untuk doa dan
dukungannya kepada penulis selama masa studi dan mengerjakan tesis.
Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.
Bogor, Agustus 2012
Rovanty Frizdew
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 18 Februari 1985. Penulis
merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Alm. Refrizon Yunus
dan Rusymaladewi Rusyid.
Tahun 2003 penulis lulus dari SMAN 2 Padang dan pada tahun yang sama
lulus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih program
studi S1 Agronomi Fakultas PertanianUniversitas Riau. Pada tahun 2008 penulis
menyelesaikan Program S1 Agronomi dengan judul skripsi Pengaruh Dregs
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays, L) di Lahan Gambut
danpada tahun yang sama mendapat kesempatan melanjutkan program S2 di
Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Selama perkuliahan, penulis aktif menjadi pengurus inti di organisasi
kemahasiswaan daerah, lingkungan departemen dan lingkungan se-pascasarjana
IPB. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti seminar-seminar ilmiah dan non
ilmiah baik tingkat nasional maupun international. Penulis juga berkesempatan
menyelesaikan perkuliahan lintas mayor AMDAL-A (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Dasar) pada tahun 2010. PadaNovember 2011 penulis menikah
dengan Fitriyono Ayustaningwarno, S.Tp, M.Si.
DAFTAR ISI
halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..........................................................................................
Tujuan Penelitian ......................................................................................
Manfaat Penelitian ....................................................................................
1
2
2
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat dan Karakteristik Gambut .................................................................
Pemanfaatan Lahan Gambut di Indonesia..................................................
Drainase dan Karakteristik Lahan Gambut ..............................................
Drainase Lahan Gambut dan Kehilangan Karbon......................................
3
6
8
9
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat.....................................................................................
Metode Penelitian di Lapangan..................................................................
Metode Penelitian di Laboratorium...........................................................
Analisis Data..............................................................................................
11
11
18
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan transek kedalaman muka air tanah dan permukaan tanah
berdasarkan jarak dari saluran drainase.....................................................
21
Pengaruh kedalaman muka air tanah terhadap kadar C-organik........
25
Hubungan kadar C-organik dengan kedalaman muka air, bobot isi,
kadar abu, kadar serat, dan kadar air.......................................................... 30
KESIMPULAN ……………………………………………........................
41
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 42
LAMPIRAN................................................................................................... 46
xii
DAFTAR TABEL
halaman
1
Persyaratan muka air tanah untuk tanaman yang ditanam di lahan
gambut.................................................................................................
7
Lokasi kajian berdasarkan wilayah administratif dan jenis
penggunaan lahan................................................................................
12
3
Peralatan yang digunakan di lapangan……………………...……….
16
4
Peralatan yang digunakan di laboratorium…………………………..
18
5
Kadar C-organik di setiap transek pada berbagai kedalaman muka
air tanah……………………………………………………………...
27
Ringkasan hasil backward stepwise analysis terhadap model regresi
linier berganda untuk kelompok penggunaan lahan umur 6 tahun
pada lapisan gambut 0-50 cm dan 50-100 cm…….......……………..
33
2
6
7
8
Hubungan antara kadar C-organik dan tinggi muka air (TMA), kadar
air (KA), kadar abu (KAb), bobot isi (BI) dan kadar serat (KS) tanpa
pengelompokan lokasi/transek dan umur penggunaan lahan pada
lapisan 0-50 cm dan 50-100 cm…………………………………….. 35
xiii
DAFTAR GAMBAR
halaman
1
Lokasi penelitian lapangan lahan gambut Kabupaten Bengkalis
Provinsi Riau………………………………………………………………...
11
2
Lokasi penelitian dan kondisi penggunaan lahan di setiap
transek..…............................................................................................. 14
3
Penentuan titik pengamatan di lapangan...............................................
16
4
Pengukuran kedalaman muka air tanah di lahan gambut......................
17
5
Hubungan antara jarak dari saluran drainase dengan kedalaman muka
air tanah dan tinggi permukaan tanah pada setiap transek.…………... 22
6
Diagram pencar hubungan antara kedalaman muka air tanah dengan
kadar C-organik pada lapisan gambut 0-50 cm………………………. 26
7
Diagram pencar hubungan antara kedalaman muka air tanah dengan
kadar C-organik pada lapisan gambut 50-100 cm…………….……… 26
8
Kadar C-organik di kebun kelapa sawit 2 tahun desa Selensing pada
berbagai kedalaman muka air tanah…………………………………..
26
Kadar C-organik di kebun kelapa sawit 4 tahun desa Sepahat pada
berbagai kedalaman muka air tanah………………….…………….....
27
9
10 Kadar C-organik di kebun karet 5 tahun desa Sepahat pada berbagai
kedalaman muka air tanah……………………………………………. 28
.
11 Kadar C-organik di kebun kelapa sawit 7 tahun PT. MESKOM pada
berbagai kedalaman muka air tanah………………………………….. 28
12 Kadar C-organik di kebun nenas 8 tahun desa Medangkampai pada
berbagai kedalaman muka air tanah …………………………………. 28
13 Kadar C-organik di kebun karet >15 tahun)desa Tanjung Leban pada
berbagai kedalaman muka air tanah ………………………………….
14
29
Diagram hubungan antara kadar C-organik dan tinggi muka air
(TMA), kadar air (KA), kadar abu (KAb), bobot isi (BI), dan kadar
serat (KS) tanpa pengelompokan lokasi/transek dan umur
penggunaan lahan pada lapisan 0-50 cm dan 50-100 cm…………….. 36
15 Kadar C-organik pada lapisan gambut 0-50 cm dan 50-100 cm di
penggunaan lahan umur 6 tahun…............................... 37
xiv
16 Bobot isi pada lapisan gambut 0-50 cm dan 50-100 cm dipenggunaan
lahan umur 6 tahun........................................................ 37
17 Kadar abu pada lapisan gambut 0-50 cm dan 50-100 cm di
penggunaan lahan umur 6 tahun.....………………….. 39
18 Kadar serat pada lapisan gambut 0-50 cm dan 50-100 cm di
penggunaan lahan umur 6 tahun......…………………. 39
19 Kadar air pada lapisan gambut 0-50 cm dan 50-100 cm di
penggunaan lahan umur 6 tahun................................... 40
xv
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
1
Pengambilan
contoh
gambut
menggunakan
bor
gambut
Eijkelkamp....................................................................................................
2
46
Penentuan kadar karbon gambut dengan metode pengabuan kering
LOI (Loss on Ignition)...................................................................................
48
3
Penentuan bobot isi (dimodifikasi dari Agus et al., 2007)………….. 50
4
Posisi geografis, tinggi permukaan tanah, kedalaman muka air dan
ketebalan gambut................................................................................. 51
5
Karakteristik gambut lokasi kajian berdasarkan pengelompokan
umur penggunaan lahan 6 tahun...……...................... 52
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekosistem gambut mempunyai peranan yang sangat penting dalam skala
global, baik dari aspek ekologis, sosial maupun perekonomian masyarakat karena
menyediakan hasil hutan berupa kayu dan non kayu, menyimpan dan mensuplai
air, menyimpan karbon, dan merupakan habitat bagi keanekaragaman hayati
dengan berbagai jenis flora dan fauna langka yang hanya dijumpai pada ekosistem
ini. Disisi lain, ekosistem gambut sangat unik, rapuh dan memiliki sifat tidak
dapat diperbaharui, proses pembentukannya memerlukan waktu ribuan tahun, dan
bila terjadi kerusakan sangat sulit untuk diperbaiki atau bahkan tidak bisa pulih
sama sekali.
Lahan gambut menyimpan lebih banyak karbon dibandingkan dengan
tanah mineral. Karbon yang tersimpan dalam tanah dan tumbuhan pada lahan
gambut jumlahnya mencapai 10 kali jumlah karbon yang disimpan oleh tanah dan
tumbuhan pada tanah mineral di daerah tropis (Hairiah dan Rahayu, 2007).
Mengingat cadangan karbon yang besar pada lahan gambut sedangkan
ekosistemnya sangat rapuh, maka apabila tidak dikelola dengan baik akan
menyebabkan kehilangan karbon yang banyak, terutama dalam bentuk gas metan
(CH4) dan karbon dioksida (CO2) ke atmosfer sehingga semakin meningkatkan
emisi gas rumah kaca (GRK).
Penyerapan karbon (sink) dan pelepasan karbon (emission) di lahan
gambut dalam keadaan hutan alami berjalan seimbang. Emisi CO2 yang
bersumber dari lahan gambut menjadi dominan apabila hutan gambut terganggu.
Salah satu penyebab terganggunya hutan gambut adalah proses reklamasi lahan
yang diawali dengan pembuatan saluran drainase. Pembuatan saluran drainase
mengubah suasana lahan gambut dari anaerob menjadi aerob karena terjadi
penurunan muka air tanah sehingga kehilangan karbon melalui proses
dekomposisi bahan organik material gambut akan meningkat.
Penelitian Silins dan Rothwell (1998) menunjukkan bahwa drainase
berpengaruh terhadap peningkatan bobot isi dan terjadinya subsiden, serta
penurunan retensi air tanah. Penelitian Agus dan Wahdini (2008) menunjukkan
2
bahwa bobot isi mencapai nilai 0.3 g cm-3 pada kedalaman 0-50 cm di lahan
gambut yang telah dikonversi menjadi areal kelapa sawit.
Peranan lahan gambut yang sangat penting sebagai penyimpan karbon dan
sumber emisi CO2, menjadikan pengukuran dan monitoring karbon tersimpan atau
karbon yang hilang pada lahan gambut juga penting. Tersedianya data kadar air,
kadar abu, bobot isi, dan karbon organik yang representatif dapat digunakan untuk
memprediksi kandungan atau kehilangan atau emisi karbon dari lahan gambut.
Berkaitan dengan hal ini, Gronlund et al. (2008) telah menggunakan data kadar
abu gambut untuk mengestimasi kehilangan karbon dari lahan gambut yang diolah
untuk usaha pertanian, khususnya pada lahan gambut yang dipupuk di Norwegia.
Turetsky dan Wieder (2001) juga telah menggunakan data kadar abu untuk
menghitung kehilangan bahan organik akibat kebakaran hutan gambut di Kanada.
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian mengenai variasi kadar
karbon organik telah dilakukan pada lahan gambut yang sudah terdrainase,
sehingga kehilangan karbon organik diasumsikan lebih dominan akibat proses
dekomposisi bahan organik atau oksidasi yang menghasilkan CO2. Oksidasi
material gambut akan menyisakan bahan mineral (abu). Dalam penelitian ini,
pengaruh kadar air dievaluasi berdasarkan kedalaman muka air tanah.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi: (1) pengaruh jarak dari saluran
drainase terhadap kedalaman muka air tanah, (2) pengaruh kedalaman muka air
tanah terhadap kadar karbon organik dan (3) hubungan antara kadar karbon
organik dengan berbagai karakteristik gambut berdasarkan umur penggunaan
lahan yang diusahakan untuk komoditas perkebunan.
Manfaat Penelitian
Data mengenai kadar karbon organik pada berbagai kondisi lahan gambut
berguna sebagai acuan dalam memperkirakan umur guna lahan dan tindakan
konservasi yang tepat. Data mengenai pengaruh kadar air terhadap karakteristik
lahan gambut berguna untuk menentukan tindakan pengelolaan atau tata air.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat dan Karakteristik Gambut
Gambut didefinisikan sebagai tanah organik yang meliputi luas sekurangkurangnya satu hektar dengan ketebalan setengah meter atau lebih dan kandungan
mineral tidak melebihi 35%. Jika kandungan mineral melebihi 35% tetapi masih
kurang dari 65%, maka tanah tersebut didefinisikan sebagai sepuk (muck) yang
telah matang (Soil Survey Staff, 1975). Gambut dapat diartikan sebagai deposit
atau endapan organik yang sedikit atau belum mengalami pelapukan, sedangkan
sepuk (muck) diartikan sebagai tanah yang telah mengalami pelapukan lebih lanjut
sehingga bahan tanaman asal tidak dikenal lagi (Brady, 1990).
Menurut Andriesse yang dikutip oleh Sabiham (2006), gambut adalah
jaringan tanaman dan organisme mati lainnya yang terkarbonasi sebagian melalui
proses dekomposisi dalam keadaan basah. Menurut Soil Survey Staff (2003),
tanah gambut tersusun dari bahan organik dengan ketebalan minimal 40 cm
tergantung dari bobot isi dan tingkat dekomposisi bahan organiknya, dan ukuran
bahan tanaman kurang dari 2 mm. Syarat-syarat tanah gambut yaitu jenuh air
kurang dari 30 hari/tahun dan mengandung ≥ 20% C-organik atau jenuh air
selama ≥ 30 hari dan kandungan C-organik ≥ 18% bila pada tanah mineral ≥ 60%
liat atau ≥ 12% bila pada tanah mineral tanpa liat atau lebih dari [12 + (% liat x
0.1)]% bila pada tanah mineral < 60% liat.
Sifat-sifat fisik tanah gambut yang penting diantaranya adalah bahan
penyusun tanah gambut yang dicerminkan oleh bobot isi, tingkat dekomposisi
(kandungan serat), porositas dan distribusi ukuran pori, serta retensi air dan
kandungan air dalam keadaan jenuh.
Bobot isi gambut tergantung kematangannya berkisar 0.01-0.20 g cm-3,
sedangkan bobot isi tanah mineral berkisar 1.2-1.8 g cm-3. Rendahnya bobot isi
mencirikan rendahnya daya dukung lahan tersebut. Bobot isi gambut di Sebangau
dan Durian Rasau di Kalimantan Barat berkisar 0.08-0.18 g cm-3, sedangkan di
Teluk Meranti, Riau berkisar 0.05 g cm-3 (Driessen dan Rochimah, 1976;
Sumawinata dan Mulyanto, 2004). Di Danau Sentarum, Kalimantan Barat bobot
isi gambut berkisar 0.1 g cm-3. Menurut Sabiham (2006) variasi bobot isi sangat
4
erat kaitannya dengan tingkat kematangan gambut. Semakin matang gambut
semakin besar nilai bobot isinya.
Hidayanti (2006) menyatakan bobot isi gambut fibrik di Riak Siahun,
Bengkulu sebesar 0.12 g cm-3. Menurut Agus dan Subiksa (2008) rendahnya
bobot isi gambut menyebabkan kapasitas menahan/menyangga (bearing capacity)
menjadi rendah sehingga menyulitkan operasi peralatan mekanisasi, karena lahan
terlalu lembek dan tanaman perkebunan sulit untuk tegak (doyong).
Berdasarkan tingkat dekomposisinya, tanah gambut dapat dibedakan
menjadi (1) gambut kasar (fibrist) yaitu gambut dengan lebih dari 2/3 bahan
organik kasar dengan bobot isi kurang dari 0.1 g cc-1, (2) gambut sedang (hemist)
dengan 1/3-2/3 bahan organik kasar dengan bobot isi antara 0.1-0.2 g cc-1, dan (3)
gambut halus (saprist) dengan bahan organik kasar kurang dari 1/3 dengan bobot
isi lebih besar dari 0.2 g cc-1 (Hardjowigeno, 1996). Tingkat dekomposisi gambut
sangat mempengaruhi sifat fisik tanah gambut.
Porositas dan distribusi pori di dalam tanah gambut banyak ditentukan
oleh tingkat dekomposisi dan bahan penyusun atau tipe gambut. Semakin matang
tanah gambut, maka porositas tanah semakin rendah dan distribusi ukuran pori
cukup merata, sedangkan semakin tidak matang, maka gambut menjadi sangat
porus dengan distribusi ukuran pori tidak merata.
Gambut mempunyai daya menahan air yang sangat besar, dimana air yang
diretensi bisa 10 kali lebih besar dari yang diretensi pada tanah mineral.
Kandungan air dalam tanah gambut pada keadaan jenuh tergantung pada tingkat
dekomposisinya. Kandungan air dalam tanah gambut harus selalu dipertahankan,
baik untuk kebutuhan tanaman maupun untuk tanah itu sendiri. Apabila gambut
terlalu kering, maka akan terjadi kering tak balik (irreversible drying) dan gambut
yang demikian akan sulit diusahakan untuk pertanian serta rawan terbakar.
Menurut Sabiham (2006) sifat kering tak balik gambut dapat terjadi akibat
dari reklamasi rawa gambut secara berlebihan yang mengakibatkan gambut tidak
lagi mampu menyerap air. Kering tak balik cepat terjadi pada gambut dengan
bobot isi rendah (fibrik), sedangkan pada hemik dan saprik kemungkinan terjadi
kering tak balik lebih kecil (Andriesse, 1988). Kering tak balik erat kaitannya
dengan kemampuan gambut dalam menyimpan, menahan, dan melepas air.
5
Kapasitas menahan air gambut sangat tinggi, untuk fibrik 850-3000%,
hemik 450-850%, dan saprik 600 µm.
Secara umum, dalam periode waktu yang lama setelah drainase terjadi
penurunan konduktivitas thermal pada lahan permukaan gambut dan peningkatan
naungan oleh tajuk tanaman menyebabkan suhu permukaan gambut menjadi turun
(Minkkinen, 1999). Menurut Kirk (2004), pengaruh peningkatan kondisi aerasi
terhadap peningkatan tingkat dekomposisi diikuti oleh penurunan pH dan suhu
gambut. Kedua hal ini sangat penting dalam menentukan tingkat dekomposisi
bahan organik. Pada kondisi lahan gambut alami di atas tanah mineral, aliran air
bawah tanah yang berasal dari tanah mineral di sekitarnya membawa kationkation basa masuk ke lahan gambut sehingga dapat menetralkan asam-asam
organik gambut. Setelah gambut dilakukan drainase, aliran air dari luar yang
masuk ke area lahan gambut menjadi terhalang oleh saluran-saluran, sementara itu
kation-kation basa lebih banyak dijerap oleh tanaman untuk meningkatkan
pertumbuhannnya, sehingga pH gambut turun.
Pada saat tanah gambut yang didominasi oleh sisa tanaman (daun, dahan,
ranting dan batang) mengalami kondisi aerob, aktivitas bakteri pendekomposisi
akan meningkat. Setelah bakteri mulai mendekomposisi gambut yang terdiri dari
sisa tanaman, maka karbon yang tersimpan di dalam bahan tersebut akan teremisi
ke udara dalam bentuk CO2 dan akan menciptakan efek rumah kaca. Hal ini dapat
memacu terjadinya pemanasan global yang berdampak terhadap naiknya suhu
bumi dan berubahnya iklim global.
Drainase Lahan Gambut dan Kehilangan Karbon
Pembuatan drainase pada lahan gambut digunakan untuk mengatasi
kandungan air gambut yang dapat mencapai 90% volume. Drainase diperlukan
untuk pertumbuhan akar tanaman dan untuk membuat akses jalan. Sejak
dimulainya drainase, wilayah gambut telah menjadi source CO2 sebagai akibat
meningkatnya oksidasi gambut. Di lain pihak peningkatan muka air tanah dapat
10
mengubah area gambut menjadi sumber CH4 yang lebih efektif sebagai gas rumah
kaca daripada CO2 (Hendriks et al., 2007).
Sebagian area lahan gambut dunia telah didrainase. Hal ini telah
menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan ekosistem dari sebagai
penyimpan menjadi penyumbang karbon (Canadell et al., 2007; Rieley et al.,
2008). Data menunjukkan bahwa secara global emisi CO2 dari lahan gambut yang
dilakukan drainase dari tahun 1990 hingga 2008 telah meningkat dari 1058 Mt
menjadi 1298 Mt (>20%).
Simpanan karbon terbesar pada lahan gambut adalah pada gambut itu
sendiri dan yang kedua adalah pada jaringan tanaman dan serasah. Masing-masing
simpanan karbon tersebut dapat bertambah atau berkurang tergantung pada faktor
alam dan campur tangan manusia. Kemarau panjang berakibat pada penurunan
muka air tanah yang selanjutnya berpengaruh terhadap keadaan oksidasi dan reduksi
pada lahan gambut dan berakibat pada laju dekomposisi serta emisi gas CO2.
Dekomposisi bahan gambut dalam kondisi jenuh air berjalan sangat lambat, namun
dengan adanya drainase, proses dekomposisi berjalan lebih cepat (Rinnan et al.,
2003). Kebakaran dapat menurunkan simpanan karbon di jaringan tanaman dan di
dalam gambut. Pemupukan dapat meningkatkan emisi. Sebaliknya, pada lahan
gambut yang sudah terlanjur didrainase, pemasangan empang pada saluran (canal
blocking) dapat memperlambat emisi.
Kehilangan C-organik gambut dapat berupa emisi gas CO2 dan CH4. Emisi
CH4 cukup signifikan pada gambut yang berada dalam keadaan anaerob (terendam
atau jenuh air). Bila gambut didrainase maka emisi CO2 menjadi dominan dan
emisi CH4 menjadi sangat berkurang. Jumlah emisi dari tanah gambut untuk
selang waktu tertentu dapat dihitung berdasarkan perubahan karbon tersimpan
pada tanah gambut.
11
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian di lapangan dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari
2011, yaitu di lahan gambut Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau (Gambar 1).
Analisis contoh tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan IPB.
Lokasi penelitian
Gambar 1 Lokasi penelitian lapangan lahan gambut Kabupaten Bengkalis
Provinsi Riau.
Metode Penelitian di Lapangan
Kajian ini merupakan kegiatan pengamatan lapangan pada lokasi fisiografi
rawa gambut transisi yang dilakukan pembuatan drainase untuk tanaman tahunan
(kelapa sawit, karet dan nenas) dengan umur/lama penggunaan lahan 6 tahun dari perkebunan rakyat dan swasta. Penentuan areal kajian menggunakan
metode purposive sampling (penentuan lokasi kajian secara sengaja yang
dianggap representatif). Pengamatan dilakukan dalam satu transek yang dibuat
tegak lurus dengan saluran drainase.
Kajian diawali dengan melakukan identifikasi bentuk-bentuk penggunaan
lahan yang dominan melalui identifikasi dan verifikasi lapang (ground check) dan
dengan melakukan wawancara kepada beberapa penduduk setempat (petani,
12
pemilik lahan dan kepala desa) mengenai: sejarah penggunaan lahan, land
clearing (teknik persiapan lahan), sistem drainase, pemberian input produksi
(pupuk, amelioran, dan lain-lain). Kondisi lahan gambut di setiap lokasi penelitian
yang diamati berupa: kedalaman, lebar dan kedalaman muka air pada saluran
drainase; ketebalan dan kematangan bahan gambut; kedalaman muka air tanah
gambut pada setiap titik pengamatan; dan penentuan koordinat lokasi dengan
menggunakan GPS (Global Positioning System).
Dari hasil identifikasi dan verifikasi lapang, terpilih 6 lokasi yang hanya
berjenis tanah gambut, berdasarkan kriteria Soil Survey Staff tahun 1999. Lokasi
kajian tersebut disajikan dalam Tabel 2 dan kondisi penggunaan lahan pada setiap
transek disajikan pada Gambar 2.
Tabel 2. Lokasi kajian berdasarkan wilayah adminsitratif dan jenis penggunaan
lahan
No
1
2
3
4
5
6
Lokasi/Wilayah Administratif
Desa Sepahat, Kec. Bukit Batu
Desa Sepahat, Kec. Bukit Batu
Desa Selensing, Kec. Bukit Batu
Desa Tj. Leban, Kec. Bukit Batu
Desa Medang Kampai, Dumai
PT. MESKOM, Kec. Bengkalis
Penggunaan lahan
Karet (umur 5 tahun)
Kelapa Sawit (umur 4 tahun)
Kelapa Sawit (umur 2 tahun)
Karet (umur >15 tahun)
Nenas (umur 8 tahun)
Kelapa Sawit (umur 7 tahun)
Deskripsi Lokasi Kajian
Desa Sepahat, kecamatan Bukit Batu
1. Dari hasil wawancara dengan Bapak M. Dali (lokasi kajian untuk jenis
penggunaan lahan karet 5 tahun), hutan mulai ditebang sekitar tahun 1990 dan
penanaman karet baru mulai dilakukan sekitar tahun 2005 dengan jarak tanam
5 x 4 m seluas 4 ha. Pada lokasi ini pembuatan saluran drainase di pinggir
jalan (5 m lebar dan 2 m dalam) seiring dengan pembukaan jalan raya
Pakning-Dumai pada tahun 1985. Di sebelah kanan lahan tanaman karet
terdapat saluran drainase sekunder (3 m lebar dan 1.5 m dalam) yang berjarak
sekitar 5.5 m dari pinggir tanaman. Lingkar batang karet berkisar 11-14 cm.
Di bawah tegakan karet ditumbuhi oleh ilalang. Pada lokasi ini dilakukan
pemeliharaan tanaman yaitu pemupukan urea dan dolomit yang ditabur secara
13
merata 30-50 cm dari batang sebanyak 3 kali setahun sesuai dengan
rekomendasi dosis pupuk.
2. Dari hasil wawancara dengan Bapak Alim (lokasi kajian untuk jenis
penggunaan lahan kelapa sawit 4 tahun), hutan sudah lama ditebang oleh
masyarakat dan ditinggal begitu saja. Mulai sekitar tahun 2000 lahan yang
telah ditumbuhi semak belukar tersebut diherbisida (tidak dibakar karena
peraturan pemerintah tentang larangan membakar lahan sudah berlaku) dan
mulai ditanam kelapa sawit dengan jarak tanam 8 x 8 m seluas 3.5 ha (70 m x
500 m, 500 pokok). Pada lokasi ini saluran drainase dibuat di pinggir jalan (5
m lebar dan 2 m dalam) seiring dengan pembukaan jalan raya Pakning-Dumai
pada tahun 1985 yang bermuara ke sungai Sepahat dan dari sungai langsung
ke laut. Di sebelah kanan dan kiri lahan tanaman kelapa sawit terdapat saluran
drainase sekunder (3.5 m lebar dan 1.3 m dalam dan 90 cm lebar dan 65 cm
dalam). Lingkar batang kelapa sawit berkisar 63-95 cm. Pada lokasi ini
dilakukan pemeliharaan tanaman yaitu pemupukan urea dan dolomit dimulai
sejak umur 1 bulan tanam selama 1 tahun dan selanjutnya dipupuk sesuai
kebutuhan dan kondisi keuangan.
Desa Selensing, Kecamatan Bukit Batu
Dari hasil wawancara dengan Ibu Sumiati (lokasi kajian untuk jenis
penggunaan lahan sawit 2 tahun), lahan yang semula semak belukar dibuka
dengan alat “beko” (istilah setempat) atau back-hoe dan langsung dilakukan
penanaman sekitar tahun 2008 dengan jarak tanam 8 x 8.5 m seluas 50 x 700
m (3.5 ha). Pada lokasi ini pembuatan saluran drainase di pinggir jalan (5 m
lebar dan 2 m dalam) seiring dengan pembukaan jalan raya Pakning-Dumai
pada tahun 1985 yang langsung bermuara ke sungai Raja dan langsung
menuju laut. Di sebelah kiri lahan tanaman sawit terdapat saluran drainase
sekunder (1 m lebar dan 80 cm dalam) yang berjarak sekitar 3 m dari pinggir
tanaman. Lingkar batang kelapa sawit berkisar 50-80 cm. Pada lokasi ini
dilakukan pemeliharaan tanaman yaitu penyiangan dan pemupukan urea dan
dolomite di lingkar tanaman sebanyak 2 kali setahun sesuai dengan
rekomendasi dosis pupuk.
14
Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bukit Batu
Dari hasil wawancara dengan Bapak Buyung (lokasi kajian untuk jenis
penggunaan lahan karet >15 tahun), rata-rata umur tanaman di desa Tanjung
Leban sekitar >10 tahun. Pada lokasi ini saluran drainase di pinggir jalan dalam
kondisi sudah tidak mengalir (air tergenang) dan tidak terawat karena ditumbuhi
semak belukar. Dari pinggir jalan raya hanya berjarak sekitar 2 km ke laut. Hutan
mulai ditebang dan langsung dilanjutkan dengan penanaman karet. Jarak tanam
karet di lokasi ini beraturan dengan lingkar batang karet berkisar 12-36 cm. Karet
dilakukan pemeliharaan yaitu penyiangan.
(a) Sepahat, Karet (umur 5 tahun) (b) Sepahat, Kelapa Sawit (umur 4 tahun)
(c) Selensing, Kelapa Sawit (umur 2 tahun)
(d) Tj. Leban, Karet (umur >15 tahun) (e) Medangkampai Dumai, Nenas (umur 8 tahun)
(f) PT. MESKOM, Kelapa Sawit (umur 7 tahun)
Gambar 2 Lokasi penelitian dan kondisi penggunaan lahan di setiap transek.
Desa Medangkampai, Dumai
Dari hasil wawancara dengan Ibu Siti (lokasi kajian untuk jenis
penggunaan lahan Nenas 8 tahun), hutan mulai ditebang sekitar tahun 1987
kemudian dibiarkan hingga kering (tidak dibakar) dan penanaman baru mulai
15
dilakukan sekitar tahun 1990 yaitu kelapa sawit seiring dengan pembuatan saluran
drainase di pinggir jalan (5 m lebar dan 2 m dalam) dan pembukaan jalan raya
Pakning-Dumai pada tahun 1985. Tetapi baru berumur 2 tahun sudah terbakar.
Karena setiap tahun (hingga tahun 2005) terjadi kebakaran, lahan tidak ditanami
lagi. Sekitar tahun 2000an, lahan bagian depan (dekat pinggir jalan) yang tidak
terbakar, sekitar 2 ha ditanami nenas. Tanaman sangat rapat, hanya berjarak 1 x 1
m. Dari saluran drainase di pinggir jalan bergerak sekitar 3 km ke muara sungai
Beruang dan sekitar 5 km dari sungai ke laut.
PT. MESKOM, Kecamatan Bengkalis
Dari hasil wawancara dengan Bapak Jerrin (Manager Umum), Bapak
Purwono (Kepala Personalia), Bapak Suroso (Manager Kebun inti) dan Bapak
Marwan (Asisten kebun), lokasi kajian untuk jenis penggunaan lahan sawit 7
tahun, dulunya adalah 60% lahan tinggal milik masyarakat dengan sistem tebasbakar-tebas dan pihak PT. MESKOM baru mulai melakukan penanaman pertama
sekitar Juli tahun 2003 sekitar 300 ha, kedua 2004-2006 sekitar 150 ha dan tahap
ketiga 2006-2010 sekitar 3300 ha dengan sistem land clearing perusahaanperusahaan perkebunan, yaitu: pembukaan saluran, pengeringan muka tanah
(steaking areal), pematangan lahan, penanaman (hole in hole) dan panen (sekitar
tahun ke-4 sudah mulai dipanen). Sekeliling blok terdapat saluran drainase,
dimana luas setiap blok sekitar 30 ha (250 m x 1.25 km). Pemupukan dilakukan
sesuai dengan dosis anjuran masing-masing pupuk. Saluran-saluran drainasenya
terorganisir sesuai dengan prosedur land clearing perusahaan perkebunan.
Penentuan lokasi titik pengamatan di lapangan
Ditetapkan sebanyak 5 titik permanen pada setiap transek yang mewakili
lokasi dekat sampai yang jauh dari saluran drainase (Gambar 3). Apabila ada dua
saluran drainase yang sejajar, maka lokasi pengamatan terjauh dari saluran
drainase ditempatkan pada titik pertengahan jarak antara kedua saluran drainase
tersebut, karena diasumsikan bahwa pada lokasi tersebut merupakan batas antara
kedua saluran drainase yang saling mempengaruhi tinggi muka air tanah. Contoh
tanah gambut diambil pada lapisan 0-50 cm dan 50-100 cm menggunakan bor
gambut Eijkelkamp untuk kemudian dianalisis di laboratorium.
16
Sketsa pengamatan lapangan:
(X3 m)
(X4 m)
(X5 m)
….m
….m
(bm)
(am)
(0 m) (X1 m) (X2 m)
Gambar 3 Penentuan titik pengamatan di lapangan.
Keterangan: = titik pengambilan contoh gambut/pengamatan; X1-X5 = jarak
titik pengamatan dari saluran drainase; a = kedalaman saluran drainase (m);
b = kedalaman muka air saluran drainase (m).
Peralatan penelitian di lapangan
Peralatan yang digunakan pada penelitian lapangan disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Peralatan yang digunakan di lapangan
No
1
2
3
4
5
6
7
Peralatan
GPS, merk Garmin
Kegunaan
Menentukan koordinat lokasi titik
kajian
Bor gambut Eijkelkamp (peat Pengambilan contoh gambut
sampler, 5-9 batang extension rod,
dan satu pasang handle); kunci pas
nomor 23 (2 buah); meteran (2 m);
meteran panjang (15 m); spidol;
kantong plastik; kertas label; sikat
ijuk pembersih bor; ember; kain lap.
Timbangan digital
Pipa PVC 2.5 inchi/Piezometer
Selang plastik kecil, tongkat kayu, tali
Kamera digital
Alat tulis
Menimbang berat basah sampel
Mengukur kedalaman muka air tanah
Mengukur topografi mikro/transek
Mendokumentasikan semua kegiatan
Mencatat semuakegiatan kajian
Pengukuran kedalaman muka air tanah
Kedalaman muka air tanah merupakan indikasi dinamika air (drainase dan
penggenangan) di lahan gambut. Ilustrasi pengukuran tinggi/kedalaman muka air
tanah disajikan dalam Gambar 4. Pada masing-masing titik pengamatan
dibenamkan piezometer dari pipa PVC berdiameter 2.5 inchi, panjang 2 m yang
17
telah dilubangi kira-kira 1.5 m (±200 lubang, agar air tanah dari sekitar lubang
masuk ke dalam pipa), dan kira-kira 0.25 m (b) dari bagian atas pipa tersebut
muncul di permukaan. Kedalaman muka air tanah diamati dengan cara
memasukkan tongkat kayu (a) kedalam piezometer sampai mencapai permukaan
air tanah. Kedalaman muka air tanah (tmat) diukur dengan tongkat berskala, yaitu
jarak muka air tanah terhadap permukaan tanah (tmat = a-b, dalam meter).
Pengukuran dilakukan minimal 2 kali seminggu dengan jarak waktu setiap 2-3
hari.
Gambar 4 Pengukuran kedalaman muka air tanah di lahan gambut.
Untuk menghilangkan pengaruh relief mikro permukaan tanah dalam
pengukuran kedalaman muka air tanah maka dibuat referensi tinggi pada bibir
saluran drainase dengan ketinggian awal 1.5 m dan diperluas untuk setiap titik
pengamatan dengan metode water pass menggunakan selang plastik berisi air
dengan prinsip kerja bejana berhubungan. Permukaan tanah di pinggir saluran
dianggap sebagai titik nol untuk keseluruhan titik pengamatan.
Penetapan kematangan gambut
Pengamatan kematangan gambut dilakukan di lapangan dan di
laboratorium. Penetapan kematangan gambut di lapangan dilakukan dengan cara:
memeras segenggam gambut deng