senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin, suberin, protein, dan senyawa lainnya Agus dan Subiksa, 2008. Secara umum gambut memiliki
tingkat kesuburan rendah karena miskin unsur hara dan mengandung beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman, namun asam-asam
tersebut merupakan bagian aktif dari tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara. Karakteristik dari asam-asam organik ini akan
menentukan sifat kimia gambut. Selain meracuni tanaman, asam-asam organik juga mengakibatkan pH gambut sangat rendah. Tanah gambut umumnya bereaksi
masam pH 3.0-4.5. Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi pH 4.0-5.1 daripada gambut dalam pH 3.1-3.9 Handayani, 2008.
Gambut di Indonesia pada umumnya tergolong pada tingkat kesuburan oligotrofik. Menurut Noor 2001, gambut yang tergolong ke dalam kesuburan
oligotrofik yaitu gambut yang memiliki tingkat kesuburan rendah, selain itu gambut oligotrofik ditemukan pada gambut ombrogen, yaitu gambut yang tebal
dan miskin unsur hara. Di sisi lain kapasitas tukar kation KTK gambut tergolong tinggi, tetapi
kejenuhan basa KB sangat rendah. Muatan negatif yang menentukan KTK pada tanah gambut seluruhnya adalah muatan tergantung pH pH dependent
charge, KTK akan naik bila pH gambut ditingkatkan, atau sebaliknya. Muatan negatif yang terbentuk adalah hasil disosiasi hidroksil pada gugus karboksilat atau
fenol Widyati dan Rostiwati, 2010.
2.1.3. Sifat-Sifat Fisik Gambut
Sifat-sifat fisik tanah gambut yang penting untuk dipertimbangkan baik dalam pemanfaatannya untuk pertanian maupun kegiatan rehabilitasi lahan
gambut yang terdegradasi meliputi kadar air, berat isi bulk density BD, daya menahan beban bearing capacity, subsiden penurunan permukaan, dan
mengering tidak balik irriversible drying Agus dan Subiksa, 2008. Menurut Widyati dan Rostiwati 2010, kadar air yang tinggi menyebabkan BD gambut
menjadi rendah, gambut menjadi lembek dan daya menahan bebannya rendah. BD tanah gambut lapisan atas bervariasi antara 0.1 sampai 0.2 gcm tergantung pada
tingkat dekomposisinya.
Rendahnya BD gambut menyebabkan daya menahan atau menyangga beban bearing capacity menjadi sangat rendah. Hal ini menyulitkan
beroperasinya peralatan mekanisasi karena tanahnya yang lembek. Gambut juga tidak bisa menahan pokok tanaman tahunan untuk berdiri tegak. Hal ini karena
akar tunjang tanaman tidak bisa mencengkeram tanah. Akibatnya tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit atau kelapa, atau tanaman kehutanan
misalnya Acasia crassicarpa atau Eucalyptus pellita, seringkali doyong atau bahkan roboh Widyati dan Rostiwati, 2010.
Sifat fisik tanah gambut lainnya adalah sifat mengering tidak balik. Gambut yang telah mengering, dengan kadar air 100 berdasarkan berat, tidak
bisa menyerap air lagi kalau dibasahi. Gambut yang mengering ini sifatnya sama dengan kayu kering yang mudah hanyut dibawa aliran air dan mudah terbakar
dalam keadaan kering . Gambut yang terbakar menghasilkan energi panas yang lebih besar dari kayuarang yang terbakar, sehingga ketika terbakar sulit
dipadamkan dan apinya bisa merambat di bawah permukaan dan bisa meluas tidak terkendali Widyati dan Rostiwati, 2010.
Jika tanah gambut dibuka dan mengalami pengeringan karena drainase, maka gambut akan ’kempes’ atau mengalami subsidence sehingga terjadi
penurunan permukaan tanah. Bila tanah gambut mengalami pengeringan yang berlebihan, koloid gambut menjadi rusak dan terjadi gejala kering tak balik
irreversible drying. Gambut tidak mampu lagi menyerap hara dan menahan air, sehingga pertumbuhan tanaman dan vegetasi menjadi kerdil.
Penurunan permukaan gambut akibat subsiden, baik yang disebabkan oleh drainase maupun
dekomposisi, akan menyebabkan menurunnya kemampuan gambut menahan air Noor, 2001.
2.1.4. Usaha-Usaha Perbaikan Lahan Gambut