PEMERINTAHAN ORDE BARU Bab2sejarahekonomiindonesia-131105072326-phpapp01

SEJARAH EKONOMI INDONESIA Sejarah ekonomi Indonesia dapat dibagi dalam empat ordemasa: A. Masa Pemerintahan Orde Lama B. Masa Pemerintahan Orde Baru C. Masa Pemerintahan Transisi D. Masa Pemerintahan Reformasi hingga Kabinet SBY

A. PEMERINTAHAN ORDE BARU

17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Indonesia menjelang akhir 1940-an menghadapi dua peperangan besar dengan Belanda, Polisi I, dan II. 27 Desemper 1949 RI mendapat pengakuan kemerdekaan dari Belanda sebagai hasil Konprensai Meja Bundar di Belanda Denhaag yang dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 1949. 1950 – 1965 Indonesia dilanda gejolak politik dalam negeri dan pembrontakan di sejumlah daerah seperti di Sumatera dan Sulawesi. Akibatnya selama pemerintahan orde lama, keadaan perekonomian Indonesia sangat buruk, walaupun sempat mengalami pertumbuhan dengan laju rata-rata per tahun hamper 7 selama decade 1950-an, dan setelah itu turun drastic menjadi rata-rata per tahun hanya 1,9 atau bahkan nyaris staflasi selama tahun 1965-1966. Tahun 1965 dan 1966 laju pertumbuhan ekonomi atau produk domestic bruto PDB masing-masing hanya sekitar 0,5 dan 0,6 Lihat Tabel 1 Tabel 1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 1951 – 1966 TAHUN Indeks 1951=100 Perubahan TAHUN Indeks 1951=100 Perubahan 1951 100,0 - 1959 149,1 -1,9 1952 103,8 3,8 1960 146,8 -1,5 1953 126,8 22,1 1961 149,4 1,7 1954 128,6 1,4 1962 145,3 -2,7 1955 133,4 3,7 1963 141,4 -2,7 1956 136,4 2,2 1964 144,7 2,4 1957 144,4 5,8 1965 145,5 0,5 1958 152,0 5,3 1966 146,4 0,6 Selain laju pertumbuhan ekonomi yang menurun terus sejak tahun 1958 defisit saldo neraca pembayaran BoP dan defisit APBN terus membesar dari tahun ke tahun. Misalnya, APBN, berdasarkan data yang dihimpun oleh Mas’oed 1989, jumlah pendapatan pemerintah rata-rata per tahun selama periode 1955 – 1965 sekitar 151 juta rupiah disebut rupiah “baru”, sedangkan besarnya pengeluaran pemerintah rata- rata per tahun selama periode yang sama 359 juta rupiah, atau lebih dari 100 lebih besar dari rata-rata pendapatannya. Jika pada tahun 1955 defisitnya baru 2 juta rupiah, pada tahun 1965 sudah mencapai lebih dari 1 milliar rupiah: berarti suatu kenaikan yang sangat signifikan selama jangka waktu tersebut. Jika pada tahun 1955 defisit anggaran baru sekitar 14 dari jumlah pendapatan pemerintah pada tahun yang sama, pada tahun1965 defisitnya sudah hamper 200 dari besarnya pendapatan pada tahun yang sama. Lihat Tabel 2 TABEL 2 Saldo APBN: 1955 – 1965 juta rupiah Tahun Pendapatan Pengeluaran Saldo 1955 14 16 -2 1956 18 21 -3 1957 21 26 -5 1958 23 35 -12 1959 30 44 -14 1960 50 58 -8 1961 62 88 -26 1962 75 122 -47 1963 162 330 -168 1964 283 681 -398 1965 923 2.526 -1.603 Kegiatan produksi di sector pertanian dan sector industri manufaktur berada pada tingkat yang sangat rendah karena keterbatasan kapasitas produksi dan infrastruktur pendukung, baik fisik maupun nofisik, seperti pendanaan dari bank. Akibat rendahnya volume produksi dari sisi suplai dan tingginya permintaan akibat terlalu banyaknya uang beredar di masyarakat mengakibatkan tingginya tingkat inflasi yang sempat mencapai lebih dari 300 menjelang periode orde lama. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Arndt 1994, indeks harga pada tahun 1955 sebesar 135 1954 = 100 dan jumlah uang beredar di masyarakat pada tahun yang sama tercatat sebanyak 12,20 juta rupiah, dan pada tahun 1966 indeks harga sudah mencapai di atas 150.000 dan jumlah uang beredar di atas 5 miliar rupiah. Lihat table 3 Tahun Indeks Harga 1954 = 100 Jumlah Uang Beredar Juta rupiah 1955 135 12,20 1956 133 13,40 1957 206 18,90 1958 243 29,40 1959 275 34,90 1960 330 47,90 1961 644 67,60 1962 1.648 135,90 1963 3.770 263,40 1964 8.870 675,10 1965 61.400 2.582,00 1966 152.200 5.593,50 Pada masa pemerintahan Soekarno, selain manajemen moneter yang buruk, banyaknya rupiah yang dicetak disebabkan oleh kebutuhan pada saat itu untuk membiayai dua peperangan, yakni merebut Irian Barat dan pertikaian dengan Malaysia dan Inggris, ditambah lagi kebutuhan untuk membiayai penumpasan sejumlah pemberontakan di beberapa daerah di dalam negeri. Dapat disimpulkan bahwa buruknya perekonomian Indonesia selama pemerintahan orde lama terutama diebabkan oleh hancurnya infrastruktur ekonomi, fisik maupun nonfisik, selama pendudukan Jepang, Perang Dunia II, dan perang rovolusi, serta gejolah politik di dalam negeri termasuk sejumlah pemberontakan di daerah ditambah lagi dengan manajemen ekonomi yang sangat jelek selama rezim tersebut. Dapat dimengerti bahwa dalam kondisi politik dan social dalam negeri seperti ini, sangat sulit sekali bagi pemeringah untuk mengatur roda perekonomian dengan baik. Menurut pengamatan Higgins 1957 sejak cabinet pertama dibentuk setelah merdeka, pemerintah Indonesia memberikan prioritas pertama terhadap stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, pembangunan industri, unifikasi, dan rekonstruksi. Akan tetapi , akibat keterbatasan akan faktor-faktor tersebut di atas dan dipersulit lagi oleh kekacauan politik nasional setelah perang revolusi tidak pernah terlaksana dengan baik. Pada akhir September 1965 ketidakstabilan politik di Indonesia mencapai puncaknya dengan terjadinya kudeta yang gagal dari Partai Komunis Indonesia PKI. Sejak peristiwa tersebut terjadi suatu perubahan politik yang drastic di dalam negeri, yang selanjutnya juga mengubah system ekonomi yang dianut Indonesia pada masa orde lama, yakni dari pemikiran-pemikiran sosialis ke semikapitalis kalau tidak dapat dikatakan ke system kapitalis sepenuhnya. Sebenarnya perekonomian Indonesaia menurut UUD 1945 pasal 33 mengatur suatu system yang dilandasi oleh prinsip-prinsip kebersamaan atau koperasi berdasarkan ideology Pancasila. Akan tetapi, dalam praktik sehari-hari pada masa pemerintahan orde baru dan hingga saat ini pola perekonomian nasional cenderung memihak system kapitalis, seperti di AS atau Negara-negara industri maju lainnya, yang kaarena pelaksanaanya tidak baik mengakibatkan munculnya kesenganan ekonomi di tanah air yang terasa saat ini semakin besar, terutama setelah krisis ekonomi.

B. MASA PEMERINTAHAN ORDE BARU