PREDIKSI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MAKANAN DAN MINUMAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
PREDIKSI FINANCIAL DISTRESS
PADA PERUSAHAAN MAKANAN DAN MINUMAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajad Sarjana Ekonomi
Oleh:
RICHI MAULUDIN 09610055
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
(2)
PREDIKSI FINANCIAL DISTRESS
PADA PERUSAHAAN MAKANAN DAN MINUMAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajad Sarjana Ekonomi
Oleh:
RICHI MAULUDIN 09610055
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
(3)
(4)
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat serta hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Skripsi yang berjudul “PREDIKSI FINANCIAL DISTRESS PADA
PERUSAHAAN MAKANAN DAN MINUMAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA” disusun untuk memenuhi serta melengkapi syarat memperoleh gelar Kesarjanaan di bidang Ekonomi, program studi Manajemen pada Universitas Muhammadiyah Malang.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis berusaha memberi sebaik mungkin namun demikian, penulis menyadari akan kemampuan dan keterbatasan pengetahuan serta pengalaman penulis. Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Dr. H. Nazaruddin Malik, SE, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Dr.H.Marsudi, MM, selaku Ketua Jurusan Manajemen Universitas
Muhammadiyah Malang.
3. Drs. Mursidi, MM, selaku Dosen Pembimbing Pertama yang telah sudi meluangkan waktuya untuk mengoreksi serta memberikan petunjuk yang sangat bermanfaat guna penyusunan skripsi ini.
(5)
4. Dra. Dewi Nurjanah, MM,selaku Dosen Pembimbing Kedua yang penuh kesabaran telah memberikan bimbingan serta petunjuk hingga selesainya penulisan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu yang telah mendidik, membimbing, dan memberikan kasih sayang yang takternilai harganya, skripsi ini dapat selesai karena cucuran do’a dan air mata darimu ibu.
6. Kakak-kakakku Evilestariana, Moch.Kholik, danNurSalim, yang selalu
memberikan dukungan secara tulus baik berupa materiil, kasih saying maupun do’a sehingga penulis bias menyelesaikan skripsi ini.
7. Nova Lanzha Rusdiana Teman-teman UKM bolaserta teman-teman jenggot yang memberikan semangat dan bersedia menemani dalam menyelesaikan skripsi ini, kalian keluarga keduaku.
8. Teman-teman manajemen kelas A dan teman-teman Program Studi
Manajemen Universitas Muhammadiyah Malang yang bersedia memberikan informasi serta semangat untuk menunjang penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya segala amal baik yang telah mereka berikan kepada penulis semoga mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Malang, Oktober 2014 Penulis
Richi Mauludin 09610055
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
KARTU KENDALI KONSULTAS...iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ...vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ...xi
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar BelakangPenelitian ... 1
B. Rumusan Penelitian ... 4
C. Batasan Penelitian ... 4
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4
BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu ... 6
B. Landasan Teori ... 7
1. Laporan Keuangan... 7
2. Bentuk-Bentuk Laporan Keuangan ... 7
3. Analisa Laporan Keuangan ... 8
4. Analisis Rasio Keuangan ... 9
(7)
6. Penyebab Terjadinya financial Distress ... 12
7. Prediksi Financial Distress ... 17
C. Kerangka Pikir Penelitian ... 18
D. Hipotesis ... 19
BAB III.METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 21
B. Populasi dan Sampel ... 21
C. Sumber dan Metode Pengumpulan Data ... 22
D. Definisi Operasional Variabel ... 23
E. Metode Analisis Data ... 25
F. Uji Hipotesis ... 26
BAB IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Data Penelitian ... 27
B. Analisis Data ... 36
C. Pembahasan Hasil Penelitian... 44
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 48
B. Saran ... 48
(8)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 19
(9)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Data Total Liabilities to Total Assets, Working Capital to Total Assets, Return on Assets Debt to Equity Ratio dan Current Ratio
Tahun 2008 ... 27
Tabel 4.2 Data Total Liabilities to Total Assets, Working Capital to Total Assets, Return on Assets Debt to Equity Ratio dan Current Ratio Tahun 2009 ... 29
Tabel 4.3 Data Total Liabilities to Total Assets, Working Capital to Total Assets, Return on Assets Debt to Equity Ratio dan Current Ratio Tahun 2010 ... 31
Tabel 4.4 Data Total Liabilities to Total Assets, Working Capital to Total Assets, Return on Assets Debt to Equity Ratio dan Current Ratio Tahun 2011 ... 33
Tabel 4.5 Data Total Liabilities to Total Assets, Working Capital to Total Assets, Return on Assets Debt to Equity Ratio dan Current Ratio Tahun 2012 ... 35
Tabel 4.6 Nama-Nama Perusahaan Yang Masuk Dalam Kategori Tidak Mengalam iFinancial Distress (PTFD) dan Financial Distress (PFD) ... 38
Tabel 4.7 Hasil Uji Signifikansi Variabel Diskriminator ... 41
Tabel 4.8 Hasil Uji Signifikansi Variabel Diskriminator ... 42
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Data Hasil Penelitian 2. Hasil Analisis Deskriminan
(11)
DAFTAR PUSTAKA
Almilia, Luciana Spica dan Kristijadi, 2003. Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ, Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol. 7 No. 2, HaI Ig3-206.
Daulat, sihombing. 2008. Peranan Analisis Rasio Keuangan dalam Memprediksi
Kesehatan Perusahaan Tekstil dan Alas Kaki yang Terdaftar di BEJ. Tesis dipublikasikan. Medan: Program Pasca Sarjana Universitas Sumatra Utara. Eugene f. Brigham, and Joul F. Houston. 2001. Manajemen Keuangan. Edisi 8,
buku 1. Jakarta: Erlangga.
Foster, George. 2006. Financial Statement Analysis. Second edition. United States of America.
Harmono. 2009. Manajemen Keuangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hanafi, M, M., dan Halim, A. 2006. Analisis Laporan Keuanga. Edisi 1. Yogyakarta: UPP- AMP YKPN.
Husnan, Suad. 2000. Manajemen Keuangan. Edisi Empat. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 2002. Metode Penelitian Bisnis Untuk
Manajemen dan Akuntansi. Yogyakarta: BPFE.
Indonesian Commercial Newsletter. 2012. www.datacon.co.id, diakses 10 Mei 2013.
Munawir. 2007. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty.
Martin, et al. 2008. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi kelima. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Pasaribu, Rowland Bismark Fernando, 2008. Penggunaan Binary Logit Untuk Prediksi Financial Distress Emiten di Bursa Efek Jakarta (Studi Kasus Emiten Industri PerdaganEdfr, Jurnal Ekonomi, Bisnis dan Akuntansi VENTURA, Vol. 11, No. 2, hal.153-172.
Platt, Harlan D. dan Marjorie B. Platt, 2002. Predicting Corporate Financial distress: Reflection on Choice-Based Sample Bias, Journal of Economics and Finance 26 (2), Summer, P. 184-199.
(12)
Riyanto, Bambang. 2003. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi keempat. Yogyakarta: BPFE
Richard A. Brealey, Dkk. 2008. Dasar-dasar Manajemen Keuangan Perusahaan.
Edisi. 5, jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan (teori & aplikasi). Yogyakarta: BPFE
Tandelilin, Eduardus. 2010. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Yogyakarta: PPFE.
Weston, J, F, and Copeland, T, E., 2005, Manajemen Keuangan. Ed 9, jilid 1, Alih Bahasa jaka wasana dan kirkbrandoko. Jakarta: Binarupa Aksara.
(13)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Krisis multi dimensi yang terjadi di Indonesia menimbulkan banyak masalah di negeri ini, dampak tersebut yang paling menonjol adalah pada aspek ekonomi, termasuk pada sektor manufaktur, kondisi ini tentu saja membuat para investor dan kreditor merasa khawatir jika perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang bisa mengarah pada kebangkrutan.
Krisis finansial global tahun 2008-2009, Indonesia termasuk negara yang terkena dampak krisis ini, salah satu dampaknya adalah ekspor Indonesia yang mengalami masa sulit selama terjadinya krisis financial pada kurun waktu 2008 hingga 2009. Berdasarka Indonesian Commercial Newsletter
(2008) dijelaskan bahwa berbagai industri manufaktur terutama yang berorientasi ekspor seperti tekstil, sepatu dan elektronik, mulai mengurangi kegiatannya termasuk mengurangi tenaga kerja karena permintaan pasar ekspor yang menurun. Akibatnya banyak industri yang tidak mampubertahan untuk tetap berproduksi.
Tahun 2011 yang lalu sektor industri manufaktur mulai menunjukkan kebangkitan kembali dari rata-rata pertumbuhan sektor kurang dari 5% per tahun (Indonesian Commercial Newsletter 2012) akibat krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 industri manufaktur belum sepenuhnya bisa pulih kembali, tahun 2011 seperti yang ditunjukkan oleh pertumbuhan PDB (produk
(14)
2
dometik bruto) yang mencapai 6,2% dan pertumbuhan ekspor yang mencapai
24,6% (Indonesian Commercial Newsletter 2012). Meskipun demikian
diharapkan suatu perusahaan tetap mengambil keputusan dan tindakan yang cepat dan tepat untuk memperbaiki situasi ini agar perusahaan tetap survive / tidak mengalami financial distress hingga mencapai posisi kebangkrutan karena perekonomian di Indonesia penuh dengan ketidakpastian.
Financial distress adalah suatu kondisi keuangan perusahaan sedang tidak sehat. Menurut Platt dan Platt (2002) Financial distress didefinisikan sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Banyak faktor yang dapat menyebabkan perusahaan menghgalami financial distress yaitu antara lain kenaikan biaya operasi, ekspansi berlebihan, ketinggalan teknologi, kondisi persaingan, kondisi ekonomi, kelemahan manajemen perusahaan dan penurunan aktifitas perdagangan industri.Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan sebagai pembeda kondisi perusahaan sehat dan bangkrut. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor finansial dan non finansial. Faktor finansial tercemin dari rasio keuangan perusahaan yang dimiliki. Maka untuk mengukur tingkat kesehatan perusahaan digunakan analisis rasio keuangan.
Perusahaan dikatakan mengalami financial distress diindikasi dengan
ketidakmampuan perusahaan memenuhi semua kewajibannya yang
berkepanjangan pada saat jatuh tempo. Salah satu ukuran yang bisa digunakan untuk menggambarkan sampai sejauh mana kemampuan perusahaan dapat menutupi hutang-hutangnya kepada pihak luar apabila diukur dari modal
(15)
3
pemilik adalah debt to equity ratio (DER). Rasio ini menunjukkan persentase debt (total hutang) terhadap ekuitas (modal sendiri). Semakin rendah angka DER maka akan semakin baik, karena akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya.
Apabila dilihat sejauh mana kinerja perusahaan manufaktur dalam menggunakan total ekuitas yang dimiliki untuk membayar hutang-hutangnya mulai dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 (ICMD, 20013). Bahwa dari perusahaan-perusahaan tersebut kemampuan membayar hutangnya baik. Penyebab terjadinya kegagalan suatu perusahaan yaitu sebab intern dan sebab ekstern. Penyebab yang timbul dari faktor luar dalam perusahaan yang meliputi sebab finansial dan non finasial, sedangkan sebab ektern adalah sebab yang timbul dari luar perusahaan misalnya adalah persaingan yang tinggi.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengkaji manfaat rasio keuangan terhadap Financial distress. Almilia & Kristijadi (2003) menguji rasio keuangan yang pernah digunakan oleh Platt & Platt (2002) untuk memprediksi kondisi financial distress. Sampelpenelitian terdiri dari 24 distress perusahaan dan 37 non-distress perusahaan. Metode statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rasio profit margin (NI/S), rasio financial
leverage (CL/TA), rasio likuiditas (CA/CL) dan rasio pertumbuhan
(GROWTH NI/TA) adalah variabel yang signifikan untuk menentukan kesulitan keuangan perusahaan.
(16)
4
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti mengambil judul “Prediksi Financial Distress pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”
B. Rumusan Penelitian
1. Bagaimanakah prediksi financial distress pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
2. Diantara variabel rasio keuangan manakah yang dominan untuk
memprediksi financial distress pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
C. Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini variabel diskriminator yang digunakan yaitu terdiri dari WCTA, TLTA, ROA dan CR serta DER digunakan untuk memperdiksi dengan periode tahun penelitian yaitu 2009-2013 terhadap tingkat financial disstree.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui prediksifinancial distress pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
b. Untuk mengetahui variabel rasio keuangan mana yang dominan untuk
memprediksi financial distress pada perusahaan makanan dan
(17)
5
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Pihak Manajemen Perusahaan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan dibidang keuangan. b. Bagi Investor
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk membantu keputusan yang tepat dalam pemilihan investasi yang berprospek cerah.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut.
(18)
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Pasaribu (2008) menunjukkan bahwa pada indikator current ratio dan indikator asset turnover yang memiliki tingkat daya klasifikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan 4 model lainnya. Pada model 3 (indikator current ratio) rasio QATA dan WCTA berpengaruh positif dan signifikan pada financial distress. Untuk model 4 (indikator asset turnover) rasio WCTA, ITO, SALCA, dan CashTA berpengaruh positif dan signifikan pada financial distress, sedangkan rasio LDTA mempunyai hubungan negatif dan signifikan.
Daulat (2008) melakukan penelitian dengan judul “Peranan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kesehatan Perusahaan Tekstil dan Alas kaki yang Terdaftar di BEJ” hasil penelitiannya menunjukan bahwa
current ratio, gross profit margin, dan return on investment, berpengaruh terhadap financial distress sedangkan, debt to equity ratio, total asset turn over tidak berpengaruh terhadap financial distress.
(19)
7
B. Landasan Teori 1. Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan objek dari analisis terhadap laporan keuangan. Laporan keuangan dapat menunjukan posisi keuangan suatu perusahaan apakah baik atau buruk pada tiap-tiap periode akuntansi.
Menurut Munawir (2007:2) Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktifitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktifitas perusahaan tersebut. Pada awalnya laporan keuangan bagi suatu perusahaan hanya sebagai alat penguji dari pekerjaan bagian pembukuan dan pada perkembanganya keuangan tidak hanya sebagai alat penguji saja, tetapi juga menjadi dasar untuk menilai kesehatan perusahaan.
2. Bentuk-Bentuk Laporan Keuangan
Jenis-jenis laporan keuangan berdasarkan informasi yang dikandungnya bisa dibagi dalam tiga laporan keuangan utama, yaitu : neraca, laporan rugi laba, dan laporan aliran kas perusahaan (Tandelilin 2010:365).
a. Neraca (Balance Sheet)
Neraca adalah laporan keuangan yang menggambarkan kondisi finansial perusahaan pada suatu waktu tertentu. Neraca merupakan laporan tentang aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemegang saham perusahaan pada suatu tanggal tertentu. Tujuan dibuatnya neraca adalah
(20)
8
untuk menunjukan posisi keuangan pada suatu tanggal tertentu yang biasanya pada saat perusahaan melakukan tutup buku pada tahun fiskal tertentu.
b.Laporan Laba Rugi (Income Statement)
Laporan laba rugi adalah ringkasan profitabilitas perusahaan selama periode waktu tertentu, bagi investor informasi laba yang diperoleh perusahaan bisa dijadikan dasar untuk menilai seberapa besar nilai kembalian investasi yang dilakukan (atau dikenal dengan istilah
return on investment / ROI), atau untuk menilai seberapa besar earning
yang akan diperoleh dari setiap saham yang dibeli investor (atau dikenal sebagai earning per share/EPS).
c. Laporan Arus Kas (The Statement Of Cash Flow)
Laporan arus arus kas disebut juga laporan perubahan posisi finansial atau laporan aliran dana perusahaan. Laporan aliran kas merupakan laporan yang memuat aliran kas yang berasal dari tiga sumber: aktifitas perusahaan, aktifitas investasi, aktifitas pendanaan yang dilakukan oleh perusahaan.
3. Analisa Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan merupakan alat analisis bagi manajemen keuangan perusahaan yang digunakan untuk mendeteksi tingkat kesehatan perusahan, (Harmono, 2009:104). Analisis laporan keuangan umumnya dilakukan oleh pemberi modal seperti, investor,
(21)
9
kreditor, dan manejemen perusahaan terkait dengan kondisi perusahaan dalam rangka mengambil keputusan.
Analisis laporan keungan menjadi sebuah proses pembedahan laporan keuangn kedalam unsur-unsurnya menelaah masing-masing unsur dan hubungan antara unsur satu dengan yang lain. Tujuan dari proses tersebut adalah untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang tepat atas laporan keuangan itu sendiri.
4. Analisis Rasio Keuangan a. Rasio keuangan
Munawir (2007:64), rasio menggambarkan suatu hubungan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisis tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka-angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standart.
Hanafi dan Halim (2006:75) rasio-rasio keuangan pada dasarnya disusun dengan menggabung-gabungkan angka-angka didalam atau laporan laba-rugi dan neraca sehingga diharapkan pengaruh perbedaan ukuran akan hilang. Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa analisis rasio merupakan alat yang member gambaran secara matematis tentang suatu hubungan tertentu antara unsur-unsur dalam laporan keuangan.
(22)
10
b. Rasio keuangan
Pada dasarnya, macam atau jumlah rasio banyak sekali, karena rasio dapat dibuat menurut kebutuhan penganalisa. Umumnya rasio yang dikenal dan digunakan adalah rasio likuiditas, profitabilitas, aktifitas, leverage. Sebenarnya banyak lagi rasio yang dapat memberikan informasi bagi analisis, misalnya: rasio efisiensi, rasio produktifitas, dan sebagainya.
Menurut Hanafi dan Halim (2006:75) rasio keuangan dapat digolongkan menjadi enam jenis:
1) Rasio likuiditas, yang mengukur kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendeknya bila jatuh tempo.
2) Rasio leverage, yang mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai oleh hutang.
3) Rasio aktivitas, yang mengukur seberapa efektif perusahaan
menggunakan sumber dayanya.
4) Rasio profitabilitas yang mengukur efektifitas manajemen yang ditunjukan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan investasi perusahaan.
5) Rasio pertumbuhan (growth ratios) yang mengukur kemampuan
perusahaan mempertahankan posisi ekonominya didalam pertumbuhan ekonomi dan industri.
(23)
11
6) Rasio penilaian (valuation ratios) yang mengukur kemampuan manajemen dalam menciptakan nilai pasar yang melampaui biaya investasi.
c. Manfaat Analisis Rasio Keuangan
Brigham & Houston (2001:101) analisis rasio keuangan digunakan oleh tiga kelompok utama:
1) Manajer, yang menggunakan rasio-rasio tersebut untuk menganalisis, mengendalikan, dan memperbaiki operasi perusahaan.
2) Analis kredit, seperti petugas kredit bank atau analis peringkat obligasi, yang menganalisis rasio untuk membantu menentukan kemampuan perusahaan membanyar hutang.
3) Analis saham, yaitu analis saham yang berkepentingan dengan efisiensi, risiko, dan prospek pertumbuhan perusahaan.
5. Financial Distress
Kebangkrutan adalah suatu bagian dari keadaan yang mungkin pada akhirnya diikuti dengan likuidasi. Kebangkrutan mungkin hasil dari likuidasi sebagian rekapitulasi, reorganisasi dan akhirnya hilangnya perusahaan sebagai unit yang terkecil, terburuk dan lebih efisien yang akan mencoba mensukseskan kembali di dalam pasar yang kompetetif.
Menurut Plat dan Plat (2002) mendefinisikan financial distress
sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelumterjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Weston dan Copeland (2005:252) financial distress diindikasi dengan ketidakmampuan perusahaan memenuhi semua
(24)
12
kewajibannya (insolvency) yang berkepanjangan pada saat jatuh tempo. Kondisi demikian sebagai akibat dari laba marjinal lebih rendah dari biaya marjinal, laba rata-rata lebih rendah dari biaya modal rata-rata dan biaya modal rata-rata dan penerimaan lebih rendah dari biaya sehingga marjinal penerimaan negatif.
Setiap perusahaan yang mempunyai return negatif, digolongkan sebagai perusahaan yang mengalami kegagalan ekonomi, dan bila perusahaan yang bersangkutan tidak bisa keluar dari kondisi ini, maka perusahaan akan menuju kepada tipe yang lebih serius, yaitu kesulitan likuiditas (liquidity crisis) dimana perusahaan tidak mampu membayar kewajiban lancarnya pada saat jatuh tempo, walaupun asset lebih besar dari kewajiban disini perusahaan dikatakan mengalami kegagalan finansial atau
technical insolvensy. Perusahaan dapat menjual beberapa asetnya untuk menutupi kesulitan ini, maka perusahaan bisa menghindarkan kegagalan total, tetapi jika tidak, perusahaan menuju kegagalan yang paling parah yaitu kebangkrutan, dimana total hutang perusahaan melebihi nilai wajar/pasar asetnya dan kekayaan bersih menjadi negatif.
6. Penyebab Terjadinya financial Distress
Martin. Et al. (2008:375) ”penyebab pokok kegagalan finansial adalah inkompentasi (kekurangmampuan) manajerial”. Selain itu ada sejumlah masalah struktural kunci, yaitu:
a) Ketidakseimbangan keahlian dalam eselon puncak. Seorang manajer cenderung mencari mitra yang memiliki keahlian serupa dengannya.
(25)
13
b) Pimpinan tertinggi yang mendominir operasi perusahaan acapkali
mengabaikan saran mitra-mitranya.
c) Dewan direktur yang kurang aktif atau tidak tahu apa-apa.
d) Fungsi keuangan dalam manajemen perusahaan tidak berjalan dengan semestinya.
e) Kurangnya tanggung jawab pimpinan puncak.
Faktor-faktor yang merupakan sebab kegagalan atau kerugian suatu perusahaan, pada prinsipnya digolongkan menjadi sebab-sebab intern dan sebab-sebab ektern (Riyanto, 2003:314). Penyebab kegagalan usaha karena finansial dalam hal ini yaitu mengenai rasio kinerja keuangan perusahaan, yang meliputi rasio likuiditas, aktivitas, solvabilitas, profitabilitas dan rasio pasar dan masing-masing rasio dapat diuraikan sebagai berikut (Menurut Hanafi dan Halim (2009:74)) :
1. Rasio likuiditas
Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
2. Rasio aktivitas
Rasio yang mengukur sejauh mana efektivitas penggunaan asset dengan melihat tingkat aktivitas asset.
3. Rasio Solvabilitas
Rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya.
(26)
14
Rasio yang melihat kemampuan perusahaan mengahasilkan laba. 5. Rasio pasar
Rasio yang melihat perkembangan nilai perusahaan relatif terhadap nilai buku perusahaan.
Rasio kinerja keuangan yang digunakan untuk memprediksi financial distress
yaitu meliputi:
a. Working Capital to Total Assets (WCTA)
Rasio ini untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relatif terhadap total kapitalisasinya atau untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek (Brealey, dkk. 2008: 78). modal kerja bersih bisa digunakan untuk melihat secara ekstrim apakah suatu perusahaan mengalami kesulitan likuiditas keuangan atau tidak. Jika modal kerja bersih nilainya negatif, maka berarti perusahaan tersebut mengalami kesulitan likuiditas. Hal itu membuat probabilitas terjadinya financial distress pada perusahaan semakin besar.
b. Total Liabilities to Total Assets (TLTA)
Rasio total hutang terhadap total aktiva, yang pada umumnya disebut rasio hutang (debt ratio), mengukur persentase dana yang disediakan oleh kreditur. Rasio ini memperlihatkan proporsi seluruh aktiva yang didanai oleh hutang (Brigham dan Houston, 2001:84), yang menunjukkan seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang atau
(27)
15
seberapa besar hutang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva.
Semakin banyak hutang perusahaan maka semakin tinggi kemungkinan perusahan tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur. Apabila rasio hutang (TLTA) semakin besar dapat membahayakan perusahaan yang disebabkan karena hutang yang semakin banyak akan menyulitkan perusahaan untuk memperoleh tambahan dana. Brigham dan Houston (2001:86) menjelaskan bahwa kreditur akan enggan meminjamkan tambahan dana kepada perusahaan, dan manajemen mungkin menghadapi risiko kebangkrutan jika perusahaan meningkatkan rasio hutang dengan meminjam tambahan dana.
c. Return On Assets (ROA)
Rasio ini biasanya disebut sebagai hasil pengembalian atas total aktiva. Rasio ini mengukur efektifitas pemakaian total sumber daya oleh perusahaan. Uraian ini khususnya bisa diterapkan dalam mengukur kinerja masing-masing segmen atau divisi dari suatu perusahaan. Husnan
(2000:72) mengatakan bahwa semakin besar Return on Asset
menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat kembalian (return) semakin besar. Apabila Return on Asset meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga dampak akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham. Semakin tinggi rasio ROA (NITA) maka semakin rendah kemungkinan terjadinya financial distress pada perusahaan. Sebaliknya semakin rendah
(28)
16
rasio ROA (NITA) menunjukkan kinerja keuangan yang tidak baik dimana perusahaan tidak mampu mengoptimalkan aktiva yang dimiliki untuk
menghasilkan keuntungan sehingga profitabilitas menurun dan
kemungkinan terjadinya financial distress semakin besar. d. Debt To Equity Ratio (DER)
Rasio ini menghitung Total Hutang (Hutang lancar dan hutang jangka panjang) terhadap Total Ekuitas pemilik atau kekayaan bersih. Sartono (2001:121) menjelaskan bahwa semakin kecil DER maka kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya juga semakin baik dan semakin besar DER maka kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya akan semakin buruk. Perusahaan yang tidak mampu membayar hutangnya maka perusahaan tersebut akan dilikuidasi karena dianggap telah mengalami kebangkrutan.
e. Current Ratio (CR)
Rasio lancar merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi kewajiban jangka pendek (Weston & Copeland, 2005:255).
Perusahaan yang mempunyai aktiva lancar lebih besar dari kewajiban lancarnya dengan perbandingan 2:1 atau setidaknya rasio lancar lebih dari 1 (satu), maka bisa dikatakan perusahaan dalam kondisi yang likuid untuk menutup kewajiban lancarnya sehingga kecil kemungkinan terjadi financialdistress. Apabila jumlah aktiva lancar yang dimiliki perusahaan lebih rendah dari jumlah kewajiban lancarnya (<1), maka tidak
(29)
17
akan cukup untuk menutup kewajiban lancar yang dimiliki perusahaan. Akibatnya, perusahaan dapat mengalami kesulitan keuangan dimana pembayaran kewajiban menjadi lambat dan dapat memicu untuk melakukan pinjaman yang lebih banyak lagi. Sebab ektern, yaitu sebab-sebab yang timbul atau berasal dari luar perusahaan dan yang berada di luar kekuasaan atau control dari pimpinan perusahaan atau badan usaha, antara lain: adanya persaingan yang hebat, berkurangnya permintaan terhadap produk yang dihasilkan, turunnya harga-harga dan sebagainya.
7. Prediksi Financial Distress
Model prediksi financial distress perlu dikembangkan karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan – tindakan untuk mengantispasi yang mengarah kepada kebangkrutan.
Prediksi Financial Distress perusahaan menjadi banyak perhatian dari berbagai pihak. Pihak-pihak yang menggunakan model tersebut menurut Foster (2006:534) meliputi :
1. Pemberi pinjaman. Penelitian berkaitan dengan prediksi financial distress mempunyai relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam memutuskan apakah akan memberi suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah diberikan. 2. Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu investor
ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga.
(30)
18
3. Pembuat peraturan. Lembaga regulator mempunyai tanggung
jawabmengawasi kesanggupan membayar hutang dan
menstabilkanperusahaan individu, hal ini menyebabkan perlunya suatu model yangaplikatif untuk mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutangdan menilai stabilitas perusahaan.
4. Pemerintah. Prediksi financial distress juga penting bagi
pemerintahdalam antitrust regulation.
5. Auditor. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan.
6. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka
perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan
pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian paksaan akibat ketetapan pengadilan). Sehingga dengan adanya model prediksi financial distress
diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari kebangkrutan.
(31)
19
C. Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir dalam peneltiian ini dapat disajikan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1
Kerangka Pikir Penelitian
Berdasarkan gambar 3.1 maka dapat diketahui kondisi perusahaan makanan dan minuman terkait dengan financial distressyang ditinjau dari WCTA, TLTA, ROA, CR dan DER
D. Hipotesis
Berdasarkan penelitian terdahulu dan tinjauan teori, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Perusahaan Makanan dan Minuman
Financial Distress
X1 = WCTA
X2 = TLTA
X3 = ROA
X4 = CR
X5 = DER
(32)
20
1. Perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia diprediksi mengalami financial distress
2. Variabel ROA mempuyai kemampuan yang dominan untuk prediksi
financial distress pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
(1)
seberapa besar hutang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva.
Semakin banyak hutang perusahaan maka semakin tinggi kemungkinan perusahan tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur. Apabila rasio hutang (TLTA) semakin besar dapat membahayakan perusahaan yang disebabkan karena hutang yang semakin banyak akan menyulitkan perusahaan untuk memperoleh tambahan dana. Brigham dan Houston (2001:86) menjelaskan bahwa kreditur akan enggan meminjamkan tambahan dana kepada perusahaan, dan manajemen mungkin menghadapi risiko kebangkrutan jika perusahaan meningkatkan rasio hutang dengan meminjam tambahan dana.
c. Return On Assets (ROA)
Rasio ini biasanya disebut sebagai hasil pengembalian atas total aktiva. Rasio ini mengukur efektifitas pemakaian total sumber daya oleh perusahaan. Uraian ini khususnya bisa diterapkan dalam mengukur kinerja masing-masing segmen atau divisi dari suatu perusahaan. Husnan (2000:72) mengatakan bahwa semakin besar Return on Asset menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat kembalian (return) semakin besar. Apabila Return on Asset meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga dampak akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham. Semakin tinggi rasio ROA (NITA) maka semakin rendah kemungkinan terjadinya financial distress pada perusahaan. Sebaliknya semakin rendah
(2)
rasio ROA (NITA) menunjukkan kinerja keuangan yang tidak baik dimana perusahaan tidak mampu mengoptimalkan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan sehingga profitabilitas menurun dan kemungkinan terjadinya financial distress semakin besar.
d. Debt To Equity Ratio (DER)
Rasio ini menghitung Total Hutang (Hutang lancar dan hutang jangka panjang) terhadap Total Ekuitas pemilik atau kekayaan bersih. Sartono (2001:121) menjelaskan bahwa semakin kecil DER maka kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya juga semakin baik dan semakin besar DER maka kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya akan semakin buruk. Perusahaan yang tidak mampu membayar hutangnya maka perusahaan tersebut akan dilikuidasi karena dianggap telah mengalami kebangkrutan.
e. Current Ratio (CR)
Rasio lancar merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi kewajiban jangka pendek (Weston & Copeland, 2005:255).
Perusahaan yang mempunyai aktiva lancar lebih besar dari kewajiban lancarnya dengan perbandingan 2:1 atau setidaknya rasio lancar lebih dari 1 (satu), maka bisa dikatakan perusahaan dalam kondisi yang likuid untuk menutup kewajiban lancarnya sehingga kecil kemungkinan terjadi financialdistress. Apabila jumlah aktiva lancar yang dimiliki perusahaan lebih rendah dari jumlah kewajiban lancarnya (<1), maka tidak
(3)
akan cukup untuk menutup kewajiban lancar yang dimiliki perusahaan. Akibatnya, perusahaan dapat mengalami kesulitan keuangan dimana pembayaran kewajiban menjadi lambat dan dapat memicu untuk melakukan pinjaman yang lebih banyak lagi. Sebab ektern, yaitu sebab-sebab yang timbul atau berasal dari luar perusahaan dan yang berada di luar kekuasaan atau control dari pimpinan perusahaan atau badan usaha, antara lain: adanya persaingan yang hebat, berkurangnya permintaan terhadap produk yang dihasilkan, turunnya harga-harga dan sebagainya.
7. Prediksi Financial Distress
Model prediksi financial distress perlu dikembangkan karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan – tindakan untuk mengantispasi yang mengarah kepada kebangkrutan.
Prediksi Financial Distress perusahaan menjadi banyak perhatian dari berbagai pihak. Pihak-pihak yang menggunakan model tersebut menurut Foster (2006:534) meliputi :
1. Pemberi pinjaman. Penelitian berkaitan dengan prediksi financial distress mempunyai relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam memutuskan apakah akan memberi suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah diberikan. 2. Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu investor
ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga.
(4)
3. Pembuat peraturan. Lembaga regulator mempunyai tanggung jawabmengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkanperusahaan individu, hal ini menyebabkan perlunya suatu model yangaplikatif untuk mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutangdan menilai stabilitas perusahaan.
4. Pemerintah. Prediksi financial distress juga penting bagi pemerintahdalam antitrust regulation.
5. Auditor. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan.
6. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian paksaan akibat ketetapan pengadilan). Sehingga dengan adanya model prediksi financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari kebangkrutan.
(5)
C. Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir dalam peneltiian ini dapat disajikan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1
Kerangka Pikir Penelitian
Berdasarkan gambar 3.1 maka dapat diketahui kondisi perusahaan makanan dan minuman terkait dengan financial distressyang ditinjau dari WCTA, TLTA, ROA, CR dan DER
D. Hipotesis
Berdasarkan penelitian terdahulu dan tinjauan teori, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Perusahaan Makanan dan Minuman
Financial Distress
X1 = WCTA
X2 = TLTA
X3 = ROA
X4 = CR
X5 = DER
(6)
1. Perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia diprediksi mengalami financial distress
2. Variabel ROA mempuyai kemampuan yang dominan untuk prediksi financial distress pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.