untuk menginisiasi tunas sehingga tanpa pemberian sitokinin pun sudah dapat menginisiasi tunas Nepenthes mirabilis lebih cepat. Menurut Sundorowati et al.
2002, apabila tanpa hormon tidak berpengaruh nyata maka tidak diperlukan penggunaan BAP sehingga biaya produksi akan jauh lebih murah.
Jumlah Tunas Adventif
Pengamatan jumlah tunas diakukan setelah inisiasi tunas terjadi. Jumlah tunas diamati tiap minggu dengan menghitung semua tunas yang terbentuk dari
tanaman utama. Tunas dihitung ketika di dalam tunas setidaknya telah terbentuk sehelai daun.
Tabel 4. Pengaruh Tunggal Pemberian Sitokinin dan NAA terhadap Rata-rata Jumlah Tunas Nepenthes mirabilis pada 3 sampai 10 MST secara in vitro
Perlakuan Minggu ke-
Sitokinin Konst.
mgl 3
6 8
10 S0
0.1 c 0.1 d
0.2 d 0.2 c
BAP 2.5
2.0 ab 3.8 a
4.1 a 4.7 a
5 3.0 a
4.3 a 4.4 a
4.9 a
Kinetin 2.5
1.1 bc 2.1 b
2.5 b 2.6 b
5 0.7 c
1.4 bc 1.7 bc
2.3 b 2iP
2.5 0.0 c
0.0 d 0.0 d
0.0 c 5
0.4 c 0.5 cd
0.5 cd 0.5 c
NAA 1
1.0 2.1 a
2.4 a 2.8 a
2 1.1
1.4 b 1.4 b
1.6 b KK
42. 700 38.946
38.262 39.265
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5
Berdasarkan sidik ragam Tabel 2, pengaruh interaksi NAA dan Sitokinin tidak nyata mempengaruhi jumlah tunas adventif, sedangkan pengaruh sangat
nyata diperoleh dari pemberian Sitokinin dan NAA secara tunggal. Pemberian 5 mgl BAP menghasilkan jumlah tunas terbanyak yaitu sebesar 4.9 buah tunas,
sedangkan pemberian 2 mgl 2iP tidak menghasilkan tunas Tabel 4. Pada Gambar 11, menunjukkan pertumbuhan jumlah tunas dari NAA 1
mgl dengan konsentrasi sitokinin sebesar 2.5 mgl berupa BAP, Kinetin dan 2iP dan perlakuan tanpa sitokinin. Dari Gambar 11, dapat di lihat perlakuan 5 mgl
BAP menunjukkan hasil jumlah tunas terbanyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu 4.7 buah tunas pada 10 MST, sedangkan perlakuan 2.5 mgl 2iP
tidak menunjukkan pertumbuhan tunas hingga 10 MST. Pada Gambar 12, menunjukkan pertumbuhan jumlah tunas dari 2 mgl
NAA dengan berbagai sitokinin sebesar 5 mgl berupa BAP, Kinetin dan 2iP dan perlakuan Tanpa Sitokinin. Dari gambar 12, dapat dilihat perlakuan 5 mgl BAP
menunjukkan jumlah tunas terbanyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu 4.9 buah tunas pada 10 MST Gambar 13, sedangkan perlakuan Tanpa
Sitokinin menunjukkan hasil paling sedikit, yaitu 0.2 buah tunas pada 10 MST.
Gambar 11. Pengaruh Tunggal Pemberian NAA dan Sitokinin terhadap Rata-rata Jumlah Tunas pada 3-10 MST Nepenthes mirabilis secara in vitro
Dari Gambar 11 dan Gambar 12 dapat di lihat bahwa jumlah tunas cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi Sitokinin,
sedangkan peningkatan NAA cenderung menghambat jumlah tunas.
Gambar 12. Pengaruh Tunggal Pemberian NAA dan Sitokinin terhadap Rata-rata Jumlah Tunas pada 3-10 MST Nepenthes mirabilis secara in vitro
Gambar 13. Tunas Nepenthes mirabilis yang terbentuk pada media 5 mgl BAP pada 10 MST
Waktu Inisiasi Daun
Waktu inisiasi daun diamati beberapa hari setelah tanam HST. Pengamatan waktu inisiasi daun dapat dilihat dengan munculnya daun baru
melalui ujung tunas apikal maupun tunas lateral. Setelah waktu inisiasi daun diketahui maka dilanjutkan dengan pengamatan jumlah daun setiap minggunya
Gambar 14.
Daun
Tunas Akar
Kantong
Berdasarkan hasil sidik ragam Tabel 2, pengaruh interaksi NAA dan sitokinin memberikan pengaruh sangat nyata terhadap waktu inisiasi daun
Nepenthes mirabilis. Kombinasi media 1 mgl NAA dengan 2.5 mgl 2iP menghasilkan waktu inisiasi daun tercepat yaitu 1.3 HST, sedangkan kombinasi
media 1 mgl NAA dengan 5 mgl BAP menghasilkan waktu inisiasi daun terlama yaitu 25.5 HST.
Berdasarkan Tabel 5, peningkatan konsentrasi 1 mgl menjadi 2 mgl NAA cenderung mempercepat waktu inisiasi daun dari berbagai kombinasi dengan
perlakuan tanpa sitokinin, BAP maupun kinetin, tetapi peningkatan konsentrasi NAA ini cenderung memperlambat waktu inisiasi daun ketika berkombinasi
dengan 2iP. Peningkatan sitokinin berupa BAP, Kinetin dan 2ip pada konsentrasi 1 mgl NAA cenderung memperlambat waktu inisiasi daun, terbalik dengan
peningkatan sitokinin berupa BAP, Kinetin dan 2iP pada konsentrasi NAA yang lebih tinggi, yaitu 2 mgl cenderung mempercepat waktu inisiasi daun.
Gambar 14. Pembentukan Daun Baru Kultur Nepenthes mirabilis pada 2 MST.
Berdasarkan penjelasan diatas, peningkatan konsentrasi NAA yang diikuti dengan peningkatan konsentrasi sitokinin berupa BAP, Kinetin dan 2iP cenderung
mempercepat waktu inisiasi daun disebabkan ketercukupan kebutuhan auksin dan sitokinin untuk pertumbuhan tanaman. NAA dengan konsentrasi yang lebih
rendah, yaitu 1 mgl diikuti dengan peningkatan konsentrasi sitokinin berupa BAP, Kinetin dan 2iP cenderung memperlambat waktu inisiasi daun disebabkan
konsentrasi sitokinin cenderung lebih besar yang memungkinkan menghambat pertumbuahan aksilar yang diikuti dengan terhambatnya waktu inisiasi daun.
Daun
Tabel 5. Pengaruh Interaksi Sitokinin dan NAA terhadap Waktu Inisiasi Daun Nepenthes mirabilis secara in vitro
Perlakuan NAA mgl
Sitokinin Konsentrasi mgl
1 2
Hari Setelah Tanam HST Kontrol
8.0 bcde 5.3 cdef
BAP 2.5
14.8 ab 12.7 bc
5 25.5 a
7.8 bcde Kinetin
2.5 6.3 bcdef
9.3 bcde 5
9.2 bcd 3.0 ef
2iP 2.5
1.3 f 4.8 cdef