Perpustakaan Studi Kelayakan Interoperabilitas Berbasis Open Archive Initiative Protocol For Metadata Harvesting: Studi Kasus Pada Perpustakaan Institut Pertanian Bogor
Pada protokol OAI-PMH dikenal dua istilah yaitu penyedia data data provider
dan penyedia layananpengguna data service provider. Untuk dapat dikenal luas oleh berbagai perpustakaan, institusi maka layanan harvesting
Repositori IPB harus terdaftar atau terindeks pada berbagai macam direktori repositori maupun pada mesin pencari. Dalam konteks interoperabilitas dibutuhkan
partisipan dan dengan semakin beragamnya partisipan tersebut maka semakin beragam pula data dan informasi yang dipertukarkan. Hal tersebut merupakan salah
satu strategi perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan data dan informasi pengguna yang semakin tinggi dengan biaya yang terjangkau.
Seiring dengan berkembangnya teknologi menyebabkan munculnya berbagai macam hasil riset ilmiah terbaru yang akan sangat dibutuhkan oleh para sivitas
akademik. Peran anggota pada suatu komunitas sangat dibutuhkan guna menjamin ketersediaan data dan informasi dan oleh karena itu kebijakan tertulis harus segera
dirumuskan sehingga seluruh komponen dari kegiatan tersebut dapat terintegrasi yang kedepannya dapat menjadikan data dan informasi menjadi lebih berkualitas,
memudahkan aktivitas pustakawan dan memaksimalkan pelayanan data dan informasi kepada pengguna.
Proses pengumpulan berbagai direktori repositori online tersebut diperoleh dari beberapa dokumen standar, dari dokumen standar tersebut kemudian
pengembangan pencarian terhadap direktori lainnya dilanjutkan kepada mesin pencari Google. Berdasarkan kegiatan wawancara dan observasi terhadap
visibilitas layanan harvesting Repositori IPB menunjukkan bahwa dari sembilan direktorikomunitas hanya terdaftar pada lima direktorikomunitas saja dimana
pada direktorikomunitas tersebut Repositori IPB terdaftar sebagai penyedia data data provider. Berdasarkan kegiatan wawancara dan observasi juga didapatkan
informasi bahwa Perpustakaan IPB belum pernah aktif dalam melakukan kegiatan pertukaran metadata pada sejumlah direktori atau komunitas tersebut. Data yang
diperoleh selama kegiatan wawancara dan observasi pada kegiatan kerjasama antara Perpustakaan IPB dan GARUDA juga tidak berjalan sesuai dengan apa yang
sebelumnya telah direncanakan sehingga saat ini proses pertukaran metadata dengan menggunakan protokol OAI-PMH belum dapat dilakukan sehingga sampai
saat ini kegiatan pertukaran metadata tersebut dilakukan dengan mengirimkan beberapa keping DVD yang memuat metadata dari sejumlah koleksi langsung
kepada pihak GARUDA dan kegiatan tersebut terakhir kali dilakukan pada tahun 2010. Hal lain yang dijumpai pada masing-masing direktorikomunitas tersebut
adalah tidak tersedianya keterangan yang memuat mengenai informasi dari layanan harvesting
IPB sehingga akan menyulitkan perpustakaan atau institusi lain yang akan melakukan pemanenan. Adapun informasi yang tidak dicantumkan pada
bagian deskripsi Repositori IPB seperti: 1.
Metadata yang digunakan 2.
Ketersediaan abstrak, full text, metadata 3.
Tipe dokumen 4.
Pernyataan hak cipta 5.
Pelestarian dokumen 6.
Isi dokumen
Kondisi Objektif Anggaran Perpustakaan IPB
Perpustakaan digital
mengubah cara
kerja pustakawan
dalam mendeskripsikan, mendiseminasikan data dan informasi serta mengubah cara
pengguna dalam mengakses dan memanfaatkan data dan informasi. Perkembangan tersebut merupakan akibat dari perkembangan teknologi serta aktifitas manusia
yang menyebabkan ledakan informasi sehingga menuntut perpustakaan berlomba- lomba dengan keadaan sekitar dalam mengelola data dan informasi serta dalam
melayani kebutuhan pengguna.
Estimasi biaya dalam membangun perpustakaan digital pada umumnya dimulai dengan memperkirakan jumlah koleksi yang akan digitalisasi, waktu yang
dibutuhkan dalam mendigitalisasi koleksi serta, infrastruktur yang akan dikembangkan. Sebagai contoh suatu perpustakaan di Amerika menghabiskan
sepertiga anggaran mereka untuk pembelian bahan pustaka, dari sepertiga total anggaran tersebut hanya 30 yang dibayarkan kepada penerbit dan penulis dan sisa
dari anggaran tersebut dialokasikan untuk percetakan dan distribusi sehingga pada akhirnya hanya 10 saja yang tersisa untuk membayar produksi asli dari suatu
informasi. Biaya yang sedemikian besar tersebut dihabiskan justru diluar dari informasi yang didapat sehingga dimasa yang akan datang keberadaan
perpustakaan digital dapat memanfaatkan dana sebesar 90 untuk membeli informasi murni yang tentunya dalam format digital Lesk dan Bellcore 1995.
Terkait dengan interoperabilitas, hadirnya perpustakaan digital akan mendukung kegiatan pertukaran data dan informasi dimana salah satu implikasinya adalah
membantu menghemat pengadaan koleksi, menghemat media penyimpanan serta, pemeliharaan koleksi.
Standar Nasional Indonesia SNI No. 2009 Poin 12 menyatakan bahwa anggaran perpustakaan sekurang-kurangnya 5 dari total anggaran perguruan
tinggi di luar belanja pegawai. Meskipun telah anggaran perpustakaan telah diatur oleh undang-undang namun demikian tidak halnya dengan standarisasi pada
masing-masing unit kerja sehingga dapat saja anggaran yang diterima oleh masing- masing unit setiap tahunnya tidak sama bahkan cenderung menurun yang pada
akhirnya dapat menggangu kegiatan operasional pada unit tersebut.
Adapun kondisi ideal anggaran perpustakaan didapat dari penelitian yang dilakukan oleh Syachrulramdhani 2012 yang kemudian dari dibandingkan kepada
kondisi objektif pada Perpustakaan IPB melalui kegiatan wawancara. Perpustakaan IPB sendiri telah memiliki perencanaan anggaran perpustakaan digital yang
mencakup pada investasi perangkat keras, perangkat lunak serta jaringan. selain hal tersebut, Perpustakaan IPB telah memiliki anggaran operasional yang mencakup
kegiatan digitalisasi, pengadaan bahan pustaka, access to external material, penyimpanan bahan pustaka, pendistribusian serta, pelestarian. Terkait dengan
interoperabilitas hingga saat ini Perpustakaan IPB belum memiliki alokasi anggaran dalam pengembangan protokol OAI-PMH serta seluruh kegiatan yang ada
didalamnya dikarenakan terbentur oleh aspek kebijakan pimpinan tentang siapa yang seharusnya mengelola repositori tersebut sehingga menghambat seluruh
kegiatan kerjasama pertukaran data dan informasi.
Banyak hal yang dapat dilakukan oleh pustakawan dalam mengembangkan interoperabilitas terlebih dengan semakin majunya teknologi pada saat ini salah
satunya seperti mudahnya menemukan koleksi yang tersedia secara gratis dan legal baik itu monograf ataupun koleksi serial, infrastruktur teknologi yang tersedia
dimana-mana terlebih pada institusi seperti pada Perpustakaan IPB. Pada dasarnya kegiatan interoperabilitas dapat dikembangkan dengan tanpa biaya mengingat
seluruh komponen dari interoperabilitas itu sendiri dapat diperoleh dengan gratis seperti aplikasi pengelola repositori, protokol OAI-PMH hingga koleksi yang akan
dipertukarkan terlebih pada Perpustakaan IPB yang telah memiliki seluruh komponen yang ada tersebut.
Hal yang dibutuhkan saat ini adalah tekad dari pustakawan dalam mensukseskan kegiatan interoperabilitas tersebut seperti meyakinkan seluruh pihak
bahwa betapa pentingnya kegiatan interoperabilitas tersebut bagi pelayanan data dan informasi kepada pengguna. Namun demikian tidak sedikit pula pustakawan
yang tidak menyadari dan memperdulikan manfaat yang diperoleh dari interoperabilitas tersebut mengingat kegiatan tersebut bukan tugas utama dari
seorang pustakawan. Selain hal tersebut untuk mensiasati jumlah anggaran yang terbatas setidaknya perpustakaan ataupun pustakawan seharusnya kreatif dalam
memanfaatkan sumber daya yang ada seperti membuka jasa akses penelusuran data dan informasi, mengalihmediakan dan merawat koleksi pengguna dengan kriteria
khusus tentunya atau dengan kata lain data dan informasi yang ada dapat dikomersialkan dimana data dan informasi yang dikomersialkan tersebut
mempunyai nilai lebih tersendiri namun demikian, tentu untuk melakukan hal tersebut hal yang perlu diperhatikan adalah mengidentifikasi dan menganalisis
kebutuhan pengguna dan sumber daya yang ada sehingga kegiatan tersebut dapat lebih maksimal.
Kondisi Objektif Infrastruktur Perpustakaan IPB
Infrastruktur perpustakaan bermakna sarana dan prasarana atau aset fisik yang dapat membantu pelayanan pengguna perpustakaan. Infrastruktur merupakan
fondasi layanan perpustakaan digital sehingga dibutuhkan perencanaan yang matang ketika membangun perpustakaan digital. Hal tersebut disebabkan
perkembangan teknologi dan aktifitas manusia yang begitu pesat sehingga ada baiknya memperhatikan durabilitas dari perangkat keras, perangkat lunak serta
jaringan sehingga setidaknya dalam lima hingga sepuluh tahun kedepan masih dapat berfungsi dengan baik.
Seperti halnya pada kondisi ideal anggaran perpustakaan, kondisi ideal infrastruktur perpustakaan diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh
Syachrulramdhani 2012. Pengumpulan data dilakukan dengan menelusur beberapa dokumen pada Perpustakaan IPB yang diperoleh dari salah seorang staf
Perpustakaan IPB serta diperoleh dengan melalukan wawancara. Hasil dari penelusuran terhadap dokumenobservasi dan wawancara Perpustakaan IPB saat ini
telah memiliki infrastruktur yang dapat menunjang seluruh kegiatan pada perpustakaan digital seperti telah adanya komputer server, jaringan internet,
komputer client, jaringan telepon, komputer pengguna. seperti pada hasil kegiatan
wawancara dan observasi sebelumnya, meskipun pada dasarnya perpustakaan yang seharusnya pihak yang layak mengelola protokol OAI-PMH dan repositori namun
pada IPB hal yang dijumpai adalah repositori dan protokol OAI-PMH dikelola oleh DIDSI dengan alasan bahwa DIDSI merupakan pihak yang telah ditunjuk dalam
mengelola seluruh infrastruktur teknologi yang ada termasuk pada Perpustakaan IPB termasuk juga didalamnya adalah menentukan kebijakan pengembangan
infrastruktur tersebut.
Interoperabilitas merupakan usaha untuk menyatukan berbagai macam sistem informasi serta infrastruktur teknologi dengan meminimalisir berbagai hambatan
yang ada. Walaupun dalam interoperabilitas mengizinkan kemajemukan infrastruktur yang digunakan namun, pemilihan infrastruktur yang mumpuni tentu
akan menjadi nilai tambah tersendiri kepada perpustakaan ketika akan mengadakan kerjasama karena dengan semakin tingginya spesifikasi infrastruktur teknologi
yang ada maka kegiatan pertukaran metadata juga akan semakin cepat dan lancar. Openarchives.org sendiri tidak menyebutkan secara jelas spesifikasi perangkat
keras yang dapat digunakan untuk mengelola protokol OAI-PMH namun, jika merujuk kepada aplikasi repositori DSpace maka perangkat keras yang digunakan
tidak terdapat persyaratan yang spesial dan lazim dijumpai pada komputer yang beredar selama ini. Namun pada kenyataannya infrastruktur yang ada saat ini belum
digunakan secara maksimal dalam upaya untuk meningkatkan pelayanan informasi kepada pengguna. Adapun aspek yang perlu mendapat perhatian ketika
mengadakan kerjasama antar perpustakaan digital adalah pentingnya memilih infrastruktur yang stabil. Infrastruktur yang stabil bermakna bahwa infrastruktur
teknologi tersebut dapat mengikuti perkembangan teknologi dan kebutuhan pengguna dan mampu selalu terhubung dengan berbagai macam teknologi terkini,
oleh karena itu dibutuhkan pustakawan yang memahami manfaat dari infrastruktur yang akan dibutuhkan dan mampu meyakini seluruh pihak tentang betapa
pentingnya teknologi tersebut dengan demikian dibutuhkan pustakawan yang memiliki beberapa kompetensi seperti: dapat merumuskan strategi pencarian,
memahami jaringan, mampu memahami dan mengedukasi pengguna, mampu mengorganisir informasi digital, mampu menafsirkan dan memvisualisasikan
informasi, mampu bekerjasama, memahami bahasa HTML, SGML, XML, database, pemograman dan teknologi web dan memiliki motivasi tinggi dalam
membangun perpustakaan digital yang kompleks.
Kondisi Objektif Format Metadata Perpustakaan IPB
Metadata dapat diartikan sebagai data mengenai data dimana istilah tersebut digunakan untuk membantu mengidentifikasi suatu sumber informasi baik tercetak
maupun elektronik. Pada umumnya untuk melakukan kerjasama pertukaran metadata digunakan standar format metadata tertentu yang bertujuan untuk
memudahkan kegiatan pertukaran data dan informasi sehingga data dan informasi tersebut lebih mudah untuk digunakan kembali tanpa harus melakukan serangkaian
penyuntingan atau proses konversi yang tentunya akan sangat menyita waktu pustakawan.
Terdapat berbagai macam standar format metadata mulai dari yang sederhana hingga yang kompleks dalam mendeskripsikan suatu sumber informasi. Adapun
kondisi ideal format metadata diperoleh dari Library of Congress. Pada kegiatan kerjasama pertukaran metadata sangat disarankan untuk menggunakan standar
format metadata Dublin Core dikarenakan lebih dapat mendeskripsikan sumber informasi elektronik jika dibandingkan dengan standar format metadata MARC.
Meskipun demikian pihak openarchives.org juga telah merancang protokol OAI- PMH sehingga mendukung penggunaan standar format metadata selain daripada
Dublin Core seperti MARC, METS, dan lain-lain.
Proses pengumpulan data dilakukan dengan mengobservasi koleksi yang ada pada repositori Perpustakaan IPB serta deskripsi pada protokol OAI-PMH
Perpustakaan IPB. Perpustakaan IPB saat ini memiliki jumlah koleksi yang cukup banyak namun, sebagian besar koleksi yang ada didominasi oleh jenis dokumen
tertentu saja yaitu .pdf dan .ppt sehingga standar format metadata yang digunakan selama ini terpaku pada standar format metadata Dublin Core, beberapa dalam
standar format metadata METS dan MARC yang digunakan untuk koleksi monograf tercetak dan tidak satupun ditemukan koleksi digital berupa citra
gambar, video serta, multimedia yang dapat dipanen dengan menggunakan protokol OAI-PMH.
Keragaman format metadata pada suatu perpustakaan tentu akan menjadi nilai tambah tersendiri terhadap perpustakaan lain yang akan melakukan kerjasama
pertukaran metadata namun, tentu penggunaan berbagai standar format metadata tersebut harus diiringi juga dengan kelengkapan seluruh ruas yang ada sehingga
metadata yang ada dapat segera langsung diaplikasikan kepada koleksi sehingga depat dengan cepat langsung dilayankan kepada pengguna, dan pengguna pun akan
lebih mudah menelusur informasi yang mereka butuhkan.
Kondisi Objektif Sumber Daya Manusia SDM perpustakaan IPB
Seiring dengan pemanfaatan teknologi pada perpustakaan tentu menuntut sumber daya manusia SDM yang mampu menguasai teknologi sehingga mampu
memberikan pelayanan terbaik kepada pengguna. Peningkatan kualitas SDM salah satu upaya yang harus dilakukan secara terencana dan intensif sehingga SDM yang
ada dapat mengikuti perkembangan teknologi serta kebutuhan pengguna yang dinamis seperti mampu merumuskan strategi temu kembali informasi, dapat
mengelola situs web, memahami jaringan, mendigitalisasi bahan pustaka dan mengorganisasikan bahan pustaka digital, merancang dan menganalisis antar muka
perangkat lunak serta pemograman dan peningkatan kualitas SDM dapat ditempuh dengan jalur pendidikan format maupun informal seperti kursus atau pelatihan-
pelatihan tertentu sesuai dengan tujuan organisasi.
Kondisi ideal kualifikasi SDM perpustakaan diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Syachrulramdhani 2012 dan kemudian dibandingkan terhadap
kualifikasi SDM pada Perpustakaan IPB yang diperoleh dari dokumen
Perpustakaan IPB. Berdasarkan kegiatan wawancara dan observasi terhadap sejumlah dokumen, Perpustakaan IPB sendiri saat ini telah memiliki kualitas SDM
yang ideal dimana SDM yang ada telah mampu menjalankan beberapa aktifitas pada perpustakaan digital seagaimana yang telah ditunjukkan pada Lampiran 13
Tabel 43. Namun, dalam konteks kegiatan kerjasama pertukaran data dan informasi ternyata SDM Perpustakaan IPB belum dapat dikatakakan ideal dikarenakan
berdasarkan hasil wawancara dan observasi bahwa kenyataannya SDM yang memiliki kualifikasi di bidang TI banyak dipindahkan ke unit lain sehingga tim
pengembangan repositori terpaksa harus dibubarkan pada tahun 2011, oleh karena itu kedepannya perpustakaan harus dapat merumuskan rencana strategis
RENSTRA dan grand design sehingga visi untuk mewujudkan perpustakaan berbasis TI dapat terwujud.
Kondisi Objektif Kebijakan Perpustakaan IPB Terhadap Kegiatan Metadata Harvesting
Faktor yang mendasari dalam membangun perpustakaan digital adalah kebijakan. Kondisi ideal kebijakan pengembangan perpustakaan didapat dari
sejumlah dokumen standar serta dari literatur tercetak maupun digital yang kemudian disesuaikan lagi terhadap kondisi yang umum dijumpai pada
perpustakaan yang ada di Indonesia. Pengembangan perpustakaan digital dapat dimulai dari komitmen tertulis yang mencakup visi, misi, struktur organisasi,
perencanaan dan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan teknis. Setidaknya permasalahan kebijakan merupakan hal yang umum dijumpai pada perpustakaan
digital di Indonesia dimana sering dijumpai ketidaklengkapan dokumen-dokumen terkait dengan penyelenggaraan suatu kegiatan. Kebijakan akan sangat berguna
sekali dalam mendukung seluruh kegiatan pada perpustakaan digital dimana kebijakan tersebut akan dapat menyatukan seluruh elemen-elemen pada
perpustakaan digital dan dengan kebijakan tersebut seluruh kegiatanaktifitas yang ada dapat lebih terstruktur dan terencana.
Masalah tersebut juga dijumpai pada Perpustakaan IPB dimana hingga saat ini belum adanya dokumen resmi terkait pengembangan repositori dan kerjasama
pertukaran metadata melalui protokol OAI-PMH sehingga apa yang dilakukan selama ini bersifat tidak terencana dan dilakukan menurut kebutuhan pada saat itu
juga. Hal tersebut menyebabkan adanya ketidakharmonisan dalam pengelolaan repositori dan kegiatan kerjasama pertukaran data dan informasi menggunakan
protokol OAI-PMH sehingga dapat menyebabkan terhambatnya pengembangan sistem, pelayanan informasi kepada pengguna yang tidak maksimal dan mengambat
proses kerjasama antar institusi. Lebih lanjut jika berbicara mengenai interoperabilitas tentu akan melibatkan berbagai macam institusi, infrastruktur
teknologi dan, jenis data dan informasi yang berbeda-beda, oleh karena itu perlunya suatu perumusan grand design yang melibatkan seluruh pihak sehingga dalam
pelaksanaannya dapat menguntungkan seluruh pihak yang terlibat dan dengan demikian pelayanan data dan informasi kepada pengguna menjadi semakin
maksimal serta meningkatkan kuantitas serta kualitas data dan informasi yang ada.
Rekapitulasi Kondisi Objektif Standar Kelayakan Interoperabilitas Perpustakaan IPB
Protokol OAI-PMH merupakan salah satu dari sekian protokol yang digunakan oleh mayoritas perpustakaan atau instansi lainnya dalam bertukar data
dan informasi dengan sangat efektif dan efisien, didukung oleh berbagai macam komunitas pengguna dan pengembang, kebutuhan infrastruktur yang rendah jika
dibandingkan dengan protokol Z39.50 yag menuntut kebutuhan infrastruktur teknologi yang tinggi dikarenakan sifatnya yang realtime terus-menerus.
Penelitian ini merupakan suatu langkah untuk meningkatkan kualitas interoperabilitas sistem informasi Institut Pertanian Bogor secara umum dan secara
khusus pada sistem informasi Perpustakaan Institut Pertanian Bogor baik dari segi teknis maupun non-teknis dengan membandingkan kondisi objektif pada
Perpustakaan IPB terhadap standar openarchives.org selaku pihak yang pengembang protokol OAI-PMH serta, beberapa indikator yang didapat dari
beberapa hasil penelitian sebelumnya serta dari beberapa dokumen standar penilaianevaluasi repositori.
Menyadari bahwa ada begitu banyak standar penilaian terhadap perpustakaan digital yang tersedia, namun demikian dalam penelitian kali ini berusaha untuk
tidak mengikuti sepenuhnya seluruh indikator penilaian yang ada dikarenakan dokumen standar tersebut telah dimodifikasi sedemikian rupa untuk tujuan yang
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan suatu organisasi tertentu, oleh karena itu pada
penelitian kali
ini standar
yang digunakan
untuk menilai
repositoriperpustakaan digital adalah menggunakan panduan pengembangan protokol OAI-PMH dari openarchives.org.
Dalam menilai suatu indikator seperti contoh indikator kondisi standar metadata maka dilakukan pemeriksaan sebanyak lima kali sehingga kemudian
dapat diputuskan apakah suatu metadata tersebut dimiliki atau tidak dimiliki oleh Perpustakaan IPB dan hal yang sama juga berlaku pada indikator penilaian lainnya
sehingga hasil yang didapat betul-betul menggambarkan kondisi yang sesungguhnya.
Penelitian kali ini juga tidak bertujuan untuk membandingkan antara dokumen standar satu dengan yang lainnya karena seperti yang telah disebutkan
sebelumnya bahwa masing-masing dokumen standar yang ada diciptakan berdasarkan kebutuhan suatu organisasi tertentu. Namun demikian, tidak dapat
dipungkiri bahwa pada penelitian ini sebagian daripada poin-poin penilaian diambil berdasarkan dokumen-dokumen standar tersebut terkecuali aspek penilaian
protokol OAI-PMH yang langsung merujuk kepada sumber aslinya.
Sesuai dengan judul penelitian, penelitian ini menggunakan tiga indikator utama dalam mengevaluasi kelayakan penyelenggaraan interoperabilitas berbasis
protokol OAI-PMH pada Repositori IPB yaitu berdasarkan spesifikasi protokol OAI-PMH repositori umum, protokol OAI-PMH repositori statis dan aspek legal
protokol OAI-PMH.
Sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 3 hasil penelitian menunjukkan bahwa Repositori IPB hanya menerapkan 66 dari keseluruhan ketentuan yang
terdapat pada dokumen panduan pelaksana protokol OAI-PMH repositori umum,
sedangkan untuk repositori statis dan aspek legal protokol OAI-PMH repositori IPB belum sama sekali menerapkannya atau dengan kata lain belum memenuhi
persyaratan meskipun Repositori IPB saat ini memiliki repositori statis tersebut. Pada dasarnya Repositori IPB sendiri telah menyediakan wadah container yang
dapat memuat pernyataan hak cipta untuk suatu koleksi namun, hal tersebut tidak sepenuhnya diterapkan pada koleksi yang ada.
Pada umumnya komponen yang belum dapat dilengkapi oleh Repositori IPB mencakup detail informasi mengenai status repositori, apakah seluruh koleksi dapat
dipanen, apakah pemanen dapat mengirimkan permintaan yang sama jika proses pemanenan belum selesai, apakah repositori tersebut memuat status dari masing-
masing koleksi yang diminta secara lengkap, tidak dapat memuat informasi mengenai waktu pemanenan dan tidak dapat memuat informasi mengenai
ketersediaan koleksi secara terus-menerus realtime.
Tentu untuk dapat mengembangkan interoperabilitas pada sistem informasi perpustakaan tidak cukup hanya dengan menerapkan protokol OAI-PMH saja, oleh
karena itu pada penelitian ini juga menambahkan sepuluh indikator penilaian terhadap pengembangan interoperabilitas repositori IPB berbasis protokol OAI-
PMH yang diambil dari beberapa dokumen standar dan penelitian terdahulu seperti teknologi yang digunakan, perangkat lunak yang digunakan, kebijakan, arsitektur
teknologi, manajemen bencana, sistem pengindeksan dan temu kembali informasi, keamanan serta, hak cipta.
Hasil observasi terhadap sepuluh indikator tersebut menunjukkan bahwa repositori Perpustakaan IPB dapat memenuhi 100 Standar Operasional Baku
SOP yang mencakup prosedur bahan pustaka baik konvensional maupun elektronik, klasifikasi bahan pustaka serta, digitalisasi. Perpustakaan IPB hanya
dapat memenuhi 66 dari 15 element format metadata Dublin Core dimana pada umumnya elemen-elemen yang tidak dapat dilengkapi mencakup format bahan
pustaka, sumber bahan pustaka, relasi bahan pustaka tersebut, cakupan isi bahan pustaka
dan, hak
cipta. Visibilitas
layanan harvesting
repositori repositoriperpustakaan IPB hanya terdaftar pada 5 dari 10 direktorikomunitas atau
50. Perpustakaan IPB secara umum mendapat penilaian 100 pada aspek anggaran yang mencakup pada alokasi dana dalam pengadaan bahan pustaka baik
konvensional maupun elektronik, digitalisasi bahan pustaka dan, pengembangan ifrastruktur. Tidak seluruh koleksi memiliki metadata, abstrak dan, teks utuh
sebagaimana yang tercantum pada Lampiran 9 Tabel 39. Pada keragaman format metadata Repositori IPB hanya memiliki 13 atau 2 dari 15 jenis format metadata
yaitu hanya MARC, Dublin Core dan, METS namun, dari hasil penelusuran lebih lanjut tidak ditemukan koleksi yang menggunakan format metadata METS atau
diluar dari tiga jenis metadata tersebut. Selanjutnya jika dilihat dari dokumen yang ada mengenai staf dan kualifikasi staf yang ada maka perpustakaan telah memenuhi
100 dari poin penilaian SDM akan tetapi, jika merujuk kepada hasil wawancara didapatkan informasi bahwa secara umum SDM pada Perpustakaan IPB belum
mampu dalam mengembangkan repositori dan mengembangkan skema pertukaran metadata dengan menggunakan protokol OAI-PMH secara mandiri. Adapun
beberapa penyebabnya adalah kualifikasi SDM yang ada belum dapat memahami dan mengaplikasikan teknologi yang ada meskipu indikator-indikator pendukung
lainnya telah memenuhi persyaratan. Pada aspek kebijakan Perpustakaan IPB hanya mampu memenuhi 6 atau hanya satu dari enam poin penilaian dimana
Perpustakaan IPB hanya mampu medefinisikan visi, misi dan, struktur organisasi, sedangkan terkait dengan pengelolaan dan aktifitas pada repositoriperpustakaan
digital terutama dalam kebijakan dan pengembangannya baik DIDSI maupun Perpustakaan IPB belum memilikinya sehingga kegiatan yang ada berjalan tanpa
adanya komando dan prosedur yang jelas.
Pengembangan repositori beserta mekanisme pertukaran metadata dengan menggunakan protokol OAI-PMH merupakan salah satu upaya IPB dalam
meningkatkan peringakat universitas pada Webometrics dimana pada saat tersebut peringkat IPB masih tertinggal jika dibandingkan dengan universitas lainnya. Tidak
jauh berbeda dengan faktor utama pengembangan repositori, protokol OAI-PMH sendri dikembangkan sebagai upaya untuk meningkatkan peringkat repositori
universitas baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Hasil korespondensi terhadap staf DIDSI, dosen serta staf Perpustakaan IPB mendapatkan hasil bahwa
saat ini Perpustakaan IPB belum memiliki model arsitektur pengembangan repositori dan skema pertukaran metadata baik pada lingkup internal universistas
maupun eksternal universitas.
GARUDA sendiri memliki dua mekanisme dalam penyerahan metadata dari anggota yaitu dengan melalui protokol OAI-PMH dan mengirimkan dokumen yang
berisikan metadata dari sejumlah koleksi tertentu, oleh karena itu dikarenakan saat ini protokol OAI-PMH pada Repositori Perpustakaan IPB blum dapat digunakan
secara optimal maka kegiatan pertukaran metadata dilakukan dengan mengirimkan berkas file yang berisikan metadata dari sejumlah koleksi yang kemudian dimuat
pada media penyimpanan seperti DVD-R. Terlepas dari hal tersebut, hal yang paling menentukan sukses atau tidaknya interoperabilitas terletak pada kepedulian
masing-masing pihak terutama pada tingkat pimpinan dimana pada kondisi saat ini baik DIDSI maupun Perpustakaan IPB belum memiliki dokumen resmi mengenai
pengembangan dan pengelolaan repositori dan skema pertukaran metadata.
Pada akhirnya kegiatan pertukaran metadata dengan menggunakan protokol OAI-PMH membuka sejumlah kemungkinan baru terkait dengan pengembangan
interoperabilitas antar sistem informasi perpustakaan digital yang sama sekali belum dieksplorasi dan dieksploitasi dan hal tersebut merupakan peluang yang akan
sangat sulit untuk diabaikan oleh insitusi manapun yang bergerak dibidang pelayanan data dan informasi seperti pada perpustakaan. Sebagai contoh dengan
jumlah koleksi bahan pustaka Perpustakaan IPB pada tahun 2013 yang kini mencapai 175.787 eksemplar sebagaimana yang tercantum pada Lampiran 11 Tabel
41 akan memakan waktu yang tidak sedikit untuk mengklasifikasi seluruh koleksi tersebut sehingga, dengan memanfaatkan protokol OAI-PMH dalam kegiatan
pertukaran metadata tentu kegiatan klasifikasi bahan pustaka tersebut menjadi semakin cepat sehingga pustakawan dapat lebih fokus pada pelayanan informasi
kepada pengguna, meningkatkan citra dan rating perpustakaan dan universitas, meningkatkan kualitas dan kuantitas data dan informasi serta, meningkatkan
kualitas pustakawan itu sendiri. Saat ini Perpustakaan IPB telah meraih ISO 9001:2008 tentang pedoman mutu dan prosedur yang mencakup:
1. SOP sistem layanan perpustakaan digital
2. SOP pemeliharaan web dan jaringan
3. SOP penanganan koleksi digital
4. SOP pengembangan sistem
5. SOP dokumentasi kegiatan
Namun, terkait dengan kegiatan interoperabilitas baik Perpustakaan IPB ataupun DIDSI belum memiliki Standar Operasional Baku SOP yang diakibatkan
ketiadaan suatu grand design pada kegiatan interoperabilitas tersebut sehingga menyebabkan kegiatan yang ada tidak dapat terkontrol dan bersifat swadaya atau
aktif ketika suatu pihak membutuhkan data tersebut seperti halnya yang dilakukan oleh portal GARUDA karena, oleh karena setidaknya perlu dikembangkan grand
design
pengembangan repositori serta skema pertukaran metadata dengan cara meyakinkan seluruh pihak yang terkait bahwa begitu besarnya manfaat yang dapat
diperoleh pada kegiatan interoperabilitas tersebut secara konsisten sehingga kegiatan tersebut dapat lebih bermanfaat bagi kedua institusi.
Gambar 3 Rekapitulasi kondisi objektif standar kelayakan interoperabilitasPerpustakaan IPB
Indikator 20
40 60
80 100
66 100
67 50
100 100 84
11 13
100
7
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi terhadap kondisi interoperabilitas
Perpustakaan IPB berbasis standar protokol OAI-PMH didapatkan hasil bahwa Perpustakaan IPB hanya dapat memenuhi 66,2 untuk protokol OAI-PMH
repositori umum, sedangkan untuk repositori statis dan aspek legal pada protokol OAI-PMH Perpustakaan IPB sama sekali belum menerapkannya.
2. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi terhadap indikator pendukung
kondisi interoperabilitas Perpustakaan IPB berbasis standar protokol OAI-PMH didapatkan hasil bahwa untuk standar format metadata Perpustakaan IPB
memenuhi kondisi standar 66,7, 50 visibilitas layanan harvesting, 100 anggaran, 100 infrastruktur, 84 jenis bahan pustaka digital, 11 format file
extension
dokumen digital, 13 keragaman format metadata, 100 SDM dan, 6,66 kebijakan.
3. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi tersebut maka secara umum
Perpustakaan IPB belum 100 mampu mengembangkan repositori dan skema pertukaran metadata dengan menggunakan protokol OAI-PMH.
Saran
Menyadari betapa pentingnya upaya untuk mendiseminasikan data dan informasi secara cepat dan efisien maka sejumlah perpustakaan kemudian
melakukan kerjasama pertukaran data dan informasi dengan memanfaatkan repositori dan protokol OAI-PMH dimana pada awalnya gerakan tersebut dimotori
oleh portal GARUDA DIKTI.
Hasil penelitian diatas membuktikan bahwa untuk dapat mengembangkan interoperabilitas antar sistem informasi tidaklah mudah, oleh karena itu selain aspek
teknis dibutuhkan pula aspek non-teknis seperti standarisasi protokol, format metadata, kualitas SDM, infrastruktur teknologi, koleksi, anggaran, promosi
layanan harvesting serta, manajemen.
Perpustakaan IPB sendiri saat ini telah mengaplikasikan teknologi protokol OAI-PMH yang dipadukan dengan aplikasi pengelola repositori Dspace. Namun,
seiring dengan berjalannya waktu berbagai masalah terjadi dalam upaya untuk mengembangkan interoperabilitas baik pada lingkup internal IPB maupun eksternal
IPB, oleh karena itu sebagai upaya untuk meningkatkan kuatlias interoperabilitas sistem informasi perpustakaan digital IPB maka penulis merekomendasikan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Perpustakaan harus segera memenuhi beberapa indikator standar kebutuhan
interoperabilitas berbasis standar protokol OAI-PMH terutama pada komponen
protokol OAI-PMH repositori umum, repositori statis dan aspek legalnya sehingga dapat sesegera mungkin dapat melakukan kegiatan metadata
harvesting dengan optimal.
2. Menguji hasil rekomendasi pengembangan interoperabilitas sistem informasi
perpustakaan digital terutama pada aspek teknis sehingga dapat diketahui peningkatan kualitas dan kelayakan dari interoperabilitas itu sendiri.
3. Mengevaluasi seluruh aspek interoperabilitas secara berkala dengan
menggunakan beberapa model standar penilaian. 4.
Perpustakaan IPB harus sesegera mungkin melengkapi kekurangan- kekurangan yang terdapat pada masing-masing indikator pendukung
interoperabilitas terutama pada sisi kebijakan sehingga seluruh kegiatan yang ada dapat berjalan dengan optimal, terkontrol dan terus berkembang seiring
dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan pengguna yang dinamis
5. Perpustakaan IPB dapat berpedoman pada hasil penelitian ini dalam rangka
untuk melengkapi beberapa kekurangan-kekurangan yang terdapat pada masing-masing indikator tersebut.
6. Penelitian ini selanjutnya dapat dikembangkan secara spesifik lagi terutama
dalam analisis pada masing-masing indikator elemen dasar interoperabilitas berbasis standar protokol OAI-PMH
7. Dengan jumlah koleksi yang kurang lebih mencapai 175.787 eksemplar dan
semakin bertambah tentu akan sangat membutuhkan waktu dalam mengklasifikasi koleksi tersebut oleh karena itu disarankan kepada
Perpustakaan IPB untuk segera menerapkan protokol OAI-PMH sehingga kedepannya kegiatan klasifikasi bahan pustaka menjadi semakin cepat dengan
demikian perpustakaan dapat lebih memfokuskan pelayanan informasi kepada pengguna.
8. Perpustakaan IPB diharapkan segera mengembangkan model arsitektur atau
grand design baik dalam lingkup internal institusi maupun eksternal institusi.
9. Perumusan grand design pada IPB ataupun Perpustakaan IPB dapat dijadikan
pedoman kegiatan rutin dan pengembangan sistem sehingga antar periode kepemimpinan pada IPB ataupun pada Perpustakaan IPB tidak mengalami
perubahan.
DAFTAR PUSTAKA
Aji RF, Wibowo WC. 2008. Arsitektur Pertukaran Data Perpustakaan di Indonesia [Internet]. [di unduh 2013 Mar 26]. Tersedia pada: http:ir.cs.ui.ac.idWCW-
07107.pdf
Arikunto S. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta ID: Rineka Cipta _________. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta ID:
Rineka Cipta [ANTA] Australian National Training Authorithy. 2002. Local Government
Training Package. Australia: National Training Advisory Bhat MH. 2010. Interoperability of Open Access Repositories in Computer Science
and IT-an Evaluation. Library Hi Tech. [Internet]. [diunduh 2013 Mei 12]. Vol. 28 No.
1, 2010,
pp. 107-118.
Tersedia pada:
http:search.proquest.comdocview200617893fulltextPDF13DFD49F68954246 F5E 31?accountid=32819
Bungin B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi
. Jakarta ID: PT. Raja Grafindo Persada
Chan LM, Zeng ML. 2006. Metadata Interoperability and Standardization – A
Study of Methodology Part I: achieving interoperability at the schema level. D-Lib Magazine
[Internet]. [diakses 2013 Mei 12]. Volume 12 Number 6, June 2006, ISSN
1082-9873. Tersedia
pada: http:www.dlib.orgdlibjune06chan06chan.htmlTaylor
[DEPKOMINFO] Departemen Komunikasi dan Informatika. 2008. Kerangka Acuan dan Pedoman Interoperabilitas Sistem Informasi Instansi Pemerintahan
. Sukyadi D, editor. Jakarta ID: Direktorat Sistem Informasi, Perangkat Lunak dan
Konten Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika Departemen Komunikasi dan Informatika
Dobratz S, Scholze F. 2006. DINI institutional repository certification and beyond, Library Hi Tech [Internet]. [di unduh 2013 Juli 04]. vol. 24, no. 4, pp. 583.
Tersedia pada: http:eprints.rclis.org81361Dobratz_oai4-dini.pdf Dooley, L. M. 2002. Case Study Research and Theory Building. Advances in
Developing Human Resources [Internet]. [diunduh 2014 Januari 18]. Tersedia pada:
http:www.richardswanson.comtextbookresourceswp- contentuploads201308TBAD-r3d-Dooley-Case-study-Theory-Building.pdf
[DSpace] Dura Space. 2014. What sort of hardware does DSpace require? What about sizing the server? How much disk space do I need?. [Internet]. [diakses
2014 Okt 25]. Tersedia pada: https:wiki.duraspace.orgdisplayDSPACEEndUserFaqEndUserFaq-
WhatsortofhardwaredoesDSpacerequire?Whataboutsizingtheserver?Howmuchdis kspacedoIneed?
[DMCI] Dublin Core Metadata Initiative. 2012. Dublin Core Metadata Element Set, Version
1.1. [Internet].
[diakses 2013
Mei 12].
Tersedia pada:
http:dublincore.orgdocumentsdces [GARUDA] Garba Rujukan Digital. 2009. Panduan Kontributor [Internet].
[diunduh 2013
Juli 18].
Tersedia pada:
http:garuda.kemdiknas.go.idfilesPanduan20Kerjasama20Jaringan20Garu da.pdf
Gunawan D. 2011. Peningkatan Perolehan Metadata Melalui Sistem Terdistribusi [Tesis]. Medan ID: Universitas Sumatera Utara
Husna A. 2011. Rancangan Sistem Basisdata Pengelolaan Bahan Perpustakaan Langka Format Digital di Perpustakaan Nasional RI [Tesis]. Bogor ID. Institut
Pertanian Bogor
Innocenti P, Vullo G, Ross S. 2010. Towards a Digital Library Policy and Quality Interoperability framework [Internet]. [diunduh 2013 September 14]. Tersedia
pada: http:biecoll.ub.unibielefeld.devolltexte20115089pdfabs_vullo_interoperabilit
y.pdf
Lesk M, Bellcore. 1995. Why Digital Libraries?. [Internet]. [diakses 2014 Jan 14]. Tersedia pada: http:www.lesk.commleskfollettfollett.html
[LC] Library of Congress. 2014. Format Descriptions. [Internet]. [diakses 2014 Oktober
20]. Tersedia
pada: http:www.digitalpreservation.govformatsfdddescriptions.shtml
Lukman, Subagyo H, Riyanto S, Afandi S. 2011. Penerapan Sistem Interoperabilitas Data dan Informasi Iptek di Lingkungan Ristek dan LPNK
[Internet]. [diunduh
2013 Mar
23]. Tersedia
pada: http:tif.bakrie.ac.idpubproceii2011APTAPT-18.pdf
Kelly B. 2004. Interoperable digital library programmes? We must have QA. Research and Advanced Technology For Digital Libraries. [Internet]. [diunduh
2013 Mei
12]. Vol.
3232, pp.
80-85, 2004.
Tersedia pada:
http:opus.bath.ac.uk4282qa-ecdl.doc Mauri JL. 2009. Introduction to Network Protocols and Algorithms. Network
Protocols and Algorithms [Internet]. [diunduh 2013 Mei 12]. Vol. 1, No. 1, 2009,
ISSN 1943-3581.
Tersedia pada:
http:www.macrothink.orgjournalindex.phpnpaarticleviewFile239153 Muharto, Rurie. 2002. Model Implementasi Protokol OAI dalam Indonesia DLN
dan Hubungannya dengan Digital Library di Luar Negeri [Internet]. [di unduh 2013 Mar 22]. Tersedia pada: http:mirror.kioss.undip.ac.idpustaka-bebaslibrary-sw-
hwdigital-librarygdl31IDLN-20III-202002-20Meeting-PaperRurie20M- Implementasi20OAI20Protocol.doc
Mustafa B. 2005. Peta Otomasi Perpustakaan di Indonesia: studi kasus software SIPISIS. [Internet]. [diakses 2014 Jan 14]. Tersedia pada: http:bmustafa-
digilib.blogspot.com200503peta-otomasi-perpustakaan-di-indonesia.html
Mustafa B, Raharjo BC. 2011. Interoperabilitas dalam Pengembangan Perpustakaan Digital: Sisi Pandang Kebijakan Teknologi. Di dalam: Isyanti D,
Santoso J, editor. Interoperabilitas Sistem Perpustakaan Digital; 2011 Nov 8-10: Samarinda, Indonesia. Jakarta ID. Perpustakaan Nasional RI. Helm 56-73.
[OAI-PMH] Open Archives Initiative Protocol for Metadata Harvesting. 2008. OAI-PMH Version 2 Specification. Lagoze C, Sompel HVS, editor. [Internet].
[diakses 2013
Mei 12].
Tersedia pada:
http:www.openarchives.orgOAIopenarchivesprotocol.html [OAI PMH Validator] Open Archives Initiative Protocol for Metadata Harvesting
Validator. 2013. Open Archives Initiative Protocol for Metadata Harvesting OAI- PMH Validator data extractor Tool. [Internet]. [diakses 2013 April 15]. Tersedia
pada: http:validator.oaipmh.com
Pendit PL. 2011. Interoperabilitas dalam Pengembangan Perpustakaan Digital: sisi pandang kebijakan teknologi. Di dalam: Isyanti D, Santoso J, editor.
Interoperabilitas Sistem Perpustakaan Digital; 2011 Nov 8-10: Samarinda, Indonesia. Jakarta ID. Perpustakaan Nasional RI. Helm 56-73.
Purwoko. 2011. GARUDA Garba Rujukan Digital [Internet]. [diunduh 2013 Juli 18]. Tersedia pada: http:purwoko.staff.ugm.ac.iddlgaruda.pdf
Rieger OY. Select for Success: Key Principles in Assessing Repository Models.D- Lib Magazine.
[Internet]. [diakses 2013 April 15]. Volume 13 Number 78 JulyAugust 2007
ISSN 1082-9873: USA. Tersedia
pada: http:www.dlib.orgdlibjuly07rieger07rieger.html
Saleh, AR. 2013. Pengembangan Perpustakaan Digital: Teori dan Praktik Tahap Demi Tahap. Ed ke-2. Bogor ID: Rumah Q-ta Production
Schwartz C. 2000. Digital Libraries: An Overview. The Journal of Academic Librarianship
[Internet]. [diunduh 2013 April 15]. Volume 26, Number 6, pages 385
–393, November
2000 38:
USA. Tersedia
pada: http:home.kku.ac.thmalee_ka412725DocumentDLOverview.pdf
Suharyanto. 2012. Indonesian Machine Readable Cataloging IndoMARC: sejarah, perkembangan dan penerapannya di Perpustakaan Nasional RI. Di dalam
Santoso J, Tritawirasta W, editor. Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia KPDI ke-5; 2012 Okt 16-19: Labuan Bajo-NTT.
Sulistyo-Basuki. 2008. Metadata, Deskripsi serta Titik Aksesnya dan IndoMARC. Baca [Internet]. [diunduh 2013 April 15]. Volume 25, No. 1-2, Maret, Juni 2000.
Tersedia pada:
http:download.portalgaruda.orgarticle.php?article=30248val=2188 _____________. 2008. IndoMARC dan Notasi Bahasa-Bahasa di Indonesia. Visi
Pustaka [Internet]. [diunduh 2013 April 15]. Volume 10, Nomor 2, Agustus 2008.
Tersedia pada:
http:www.pnri.go.idiFileDownload.aspx?ID=Attachment5CMajalahOnline 5CIndoMARC20dan20Notasi20bahasa-bahasa20di20Indonesia.pdf
Syachrulramdhani D. 2012. Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Perpustakaan Digital Berbasis Web di Perpustakaan Sekolah Tinggi Perikanan STP Jurusan
Penyuluhan Perikanan JURLUHKAN Bogor.[Tesis]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor
Westell M. 2006, Institutional Repositories: Proposed Indicators of Success. Library Hi Tech.
[Internet]. [diunduh 2013 April 08]. vol. 24, no. 2, pp. 211-211. Tersedia
pada: http:search.proquest.comdocview200532643fulltextPDF22BA68F1FD1A41B
4PQ1?accountid=32819 Wibowo A, Lim R. 2011. Repositori Digital Berbasis OAI dan Rantai Kutipan.
[Internet]. [diunduh
2013 April
08]. Tersedia
pada: http:journal.uii.ac.idindex.phpSnatiarticleviewFile22042027
Witten IH, Bainbridge D, Nichols DM. 2009. How to Build a Digital Library. 2nd ed. United
[W3C] World Wide Web Consortium. 2013. Canonical XML Version 2.0. Internet. [diakses 2013 Mei 12]. Tersedia pada: http:www.w3.orgTRxml-
c14n2
[W3C Validator] World Wide Web Consortium Validator. 2013. W3C Markup Validation Service. [Internet]. [diakses 2013 April 15]. Tersedia pada:
http:validator.w3.org
Lampiran 1 Hasil Penilaian Kondisi Objektif Protokol OAI-PMH Perpustakaan IPB
1. Pengenal Unik Unique Identifier
Kode Persyaratan Minimum
Ya Tidak
M1-1 Perpustakaan IPB memiliki format metadata selain
Dublin Core
- M1-2
Seluruh format metadata Perpustakaan IPB dapat dipanen
-
M1-3 Perpustakaan IPB telah menerapkan sintaks URI sesuai
standar RFC 2396
- M1-4
Perpustakaan IPB telah mengembangkan skema URI tersendiri
-
M1-5 Perpustakaan IPB menggunakan format metadata
Dublin Core sebagai element identifier identifier
- M1-6
Perpustakaan IPB telah menerapkan sintaks OAI-PMH identifier
sesuai pedoman protokol OAI-PMH
-
Kode Persyaratan Wajib
Ya Tidak
W1-1 Perpustakaan IPB telah menerapkan format unique
identifier sesuai dengan skema URI
-
2. Berkas Record
Kode Persyaratan Minimum
Ya Tidak
M2-1 Perpustakaan IPB menampilkan element status pada
header
- M2-2
Perpustkaan IPB menyertakan container about record pada dokumen XML
-
M2-3 Perpustakaan IPB mengembangkan skema XML
tersendiri untuk mendefinisikan penggunaan container about
-
Kode Persyaratan Wajib
Ya Tidak
W2-1 Perpustakaan IPB selalu memberikan format metadata
Dublin Core tanpa kualifikasi 15 elemen kepada harvester
yang meminta format metadata Dublin Core -
W2-2 Isi container telah sesuai standar skema XML
-
W2-3 Dokumen XML Perpustakaan IPB memuat satu atau lebih atribut prefix xmlns
-
W2-4 Setiap bagian dari metadata memuat atribut xmlns:Psi
-
Lanjutan 2.1 Penghapusan Berkas Deleted Record
Kode Persyaratan Wajib
Ya Tidak
M3-1 Perpustakaan IPB menyimpan informasi penghapusan
suatu record
- M3-2 Informasi penghapusan bersifat permanen
-
M3-3 Informasi penghapusan tersebut disertakan pada
elemen deleted record
- M3-4
Setiap respon memuat datestamp record yang memuat tanggal dan waktu penghapusan
-
M3-5 Header
pada record dapat memuat status status attribute = deleted
-
M3-6 Informasi ketersediaanpenghapusan juga tersedia pada
tingkat set -