Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan Laboratorium Genetika dan Molekuler
Tumbuhan Pusat Penelitian sumber Daya Hayati dan Bioteknologi PPSHB IPB, Laboratorium
Mikologi FMIPA IPB, dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB sejak bulan
Januari sampai dengan Juni 2008.
BAHAN DAN METODE Bahan
Bahan yang digunakan adalah Curcuma xanthorrhiza C. xanthorrhiza, cendawan
endofit akar A. niger dan CMA Glomus sp. Metode
Kegiatan penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan yang meliputi persiapan media
tumbuh, tanaman C. xanthorrhiza, dan
cendawan, inokulasi cendawan endofit akar dan CMA, dan analisis pertumbuhan tanaman,
kolonisasi cendawan, dan produksi bioaktif kurkumin. Tahapan-tahapan penelitian tersebut
dapat dilihat pada Lampiran 1. a. Persiapan Media Tumbuh, Tanaman C.
xanthorrhiza, dan Cendawan
Terdapat dua jenis media tumbuh tanaman yang digunakan dalam penelitian ini. Jenis
pertama adalah media tumbuh tanaman yang berisi 3 kg campuran tanah dan pasir dengan
komposisi 3:1 yang disterilkan. Jenis kedua adalah media tumbuh tanaman yang yang berisi
6 kg campuran tanah dan pasir dengan komposisi 3:1 yang tidak disterilkan. Persiapan
tanaman dilakukan dengan menumbuhkan umbi C. xanthorrhiza pada media tanah hingga
bertunas. Perbanyakan cendawan endofit akar A. niger dilakukan dengan cara menumbuhkan
cendawan tersebut pada media biji jagung steril. Setelah miselium cendawan endofit memenuhi
media, maka media siap menjadi sumber inokulum. Perbanyakan CMA dilakukan dengan
menumbuhkan spora cendawan tersebut pada media zeolit steril dengan inang Centrosema
pubescens selama 6 bulan Gambar 3. Selanjutnya zeolit dan akar dijadikan sumber
inokulum. Gambar 3 Cendawan yang digunakan untuk
menginokulasi tanaman temulawak a. miselium A. niger yang
ditumbuhkan pada media PDA dalam cawan dan media biji jagung
steril, b spora Glomus sp..
b. Inokulasi Cendawan Endofit Akar dan
CMA serta Pemeliharaan Tanaman
Terdapat 5 perlakuan inokulasi cendawan endofit akar dan CMA ke dalam media tumbuh,
yaitu kontrol atau tanpa inokulasi, inokulasi cendawan A. niger A, inokulasi CMA Glomus
sp. G, inokulasi ganda cendawan A. niger dan Glomus sp. pada waktu yang sama GA, dan
inokulasi ganda pada waktu yang berbeda dengan inokulasi Glomus sp. 3 minggu sebelum
inokulasi A. niger G-A. Inokulasi dilakukan ke daerah perakaran tanaman. Jumlah cendawan
endofit yang diinokulasikan ialah 5 dari bobot media tumbuh sedangkan untuk CMA ialah
1,65. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiangan secara berkala, penyiraman
menggunakan akuades untuk pot berisi 3 kg media tumbuh steril sedangkan untuk pot berisi
6 kg media tumbuh tidak steril menggunakan air kran. Pemupukan dilakukan seminggu sekali
menggunakan pupuk Johnson dengan kadar P 50 dari konsentrasi normal. Komposisi larutan
baku hara Johnson dapat dilihat pada lampiran 2.
c. Analisis Pertumbuhan Tanaman, Kolonisasi Cendawan, dan Produksi Bioaktif
Kurkumin
Tinggi tanaman diukur setiap minggu hingga tanaman dipanen ketika berumur 16 minggu
setelah inokulasi untuk pot 3 kg dan 24 minggu untuk pot 6 kg. Pada saat panen, bagian tajuk
dan akar dipotong. Tajuk tanaman ditimbang bobot basahnya, kemudian dikeringkan di dalam
oven bersuhu 65
C selama 7 hari selanjutnya ditimbang bobot keringnya. Bagian akar
dibersihkan, lalu ditimbang bobot basahnya. Sebagian akar dikeringkan dalam oven bersuhu
65 C selama 7 hari untuk mendapatkan bobot
keringnya. Sebagian lagi 25 dipotong, dan diwarnai untuk analisis kolonisasi akar.
Analisis kolonisasi cendawan akar dilakukan dengan cara akar dipotong dengan ukuran 1 cm,
direndam dalam KOH 10 vv, dicuci dengan air mengalir. Selanjutnya direndam dalam HCl
1 vv selama 12 jam. Kemudian HCl dikeluarkan untuk selanjutnya diwarnai dengan
a
b
65
µm
pewarna biru trypan. Akar kemudian direndam dalam larutan gliserol asam 50 lalu diamati
struktur kolonisasi cendawannya menggunakan mikroskop cahaya. Persen kolonisasi dihitung
dengan cara menghitung jumlah akar yang
terkolonisasi dibagi dengan jumlah total akar yang diamati dikalikan dengan 100 . Jumlah
spora CMA dalam media disaring menggunakan saringan berukuran 63 µm kemudian dihitung di
bawah mikroskop stereo Brundrett. et al. 1994
Pengukuran bioaktif kurkumin dilakukan dengan cara menimbang sebanyak minimal 0,1
g rimpang temulawak yang sebelumnya telah dikeringkan dan dihaluskan. Rimpang halus
tersebut dilarutkan dengan aseton di dalam labu ukur. Larutan selanjutnya disaring
menggunakan kertas saring ke dalam labu ukur 25 ml lalu ditambahkan aseton hingga tera.
Selanjutnya 1 ml dari larutan tersebut dipipet ke labu ukur lainnya yang ditambahkan dengan
asam borat dan asam oksalat masing-masing 50 mg. Larutan diinkubasi selama 30 menit lalu
ditera kembali dengan aseton sampai volume 25 ml. Kemudian nilai absorban larutan diukur
dengan spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang 531.5 nm.
HASIL
Pengaruh Inokulasi Cendawan Terhadap Pertumbuhan
C. xanthorrhiza yang Ditumbuhkan pada Media Steril
Parameter respon tumbuh akibat pengaruh inokulasi cendawan yang paling mudah dilihat
adalah tinggi tajuk tanaman. Tanaman C. xanthorrhiza
yang diinokulasikan dengan cendawan endofit akar dan CMA mengalami
pertumbuhan tajuk yang lebih baik bila dibandingkan dengan tanaman lainnya.
Tanaman C. xanthorrhiza yang
diinokulasikan dengan cendawan endofit akar A. niger mengalami pertumbuhan tinggi tajuk,
berat basah dan berat kering tajuk tertinggi dibandingkan dengan perlakuan inokulasi lain
dan kontrol. Tanaman tersebut juga memiliki nilai berat basah dan berat kering akar serta nilai
berat basah dan berat kering rimpang yang tertinggi. Perlakuan inokulasi cendawan dapat
meningkatkan kadar air dalam rimpang bila dibandingkan dengan kontrol. Namun nilai
kadar air tersebut tidak berbeda nyata. Pertumbuhan temulawak umur 12 minggu
setelah tanam, dapat dilihat pada gambar 7 dan 8. Secara umum inokulasi tunggal A. niger
secara nyata dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman temulawak yang ditumbuhkan
pada media tanam steril Lampiran 3.Grafik analisis hasil panen C. xanthorrhiza umur 12
minggu setelah tanam yang ditumbuhkan pada media steril dapat dilihat pada lampiran 4.
Pengaruh Inokulasi Cendawan Terhadap Pertumbuhan
C. xanthorrhiza
yang Ditumbuhkan pada Media Tidak steril
Nilai tinggi tajuk tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi ganda GA. Tanaman
yang memiliki berat basah dan berat kering tertinggi adalah tanaman yang diinokulasi ganda
G-A. Namun nilai berat basah maupun berat kering tajuk tidak berbeda secara nyata antar
perlakuan inokulasi maupun kontrol. Tanaman C. xanthorrhiza kontrol memiliki nilai berat
basah dan kering akar tertinggi dibandingkan dengan perlakuan inokulasi. Namun nilai berat
kering akar tersebut tidak berbeda nyata. Respon tumbuh berupa berat basah dan berat kering
rimpang C. xanthorrhiza tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi dengan perlakuan
GA. Nilai berat basah dan berat kering terendah justru dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi
tunggal dengan A. niger, namun nilai berat basah rimpang tiap perlakuan dan kontrol tidak
berbeda nyata. Nilai kandungan air dalam rimpang yang tertinggi terdapat pada tanaman
yang diinokulasi tunggal A. niger. Pertumbuhan temulawak umur 20 minggu setelah tanam,
dapat dilihat pada gambar 9. Grafik analisis hasil panen C. xanthorrhiza umur 24 minggu
setelah tanam yang ditumbuhkan pada media tidak steril dapat dilihat pada lampiran 5.
Analisis kolonisasi akar oleh cendawan
Akar tanaman C. xanthorrhiza
yang ditumbuhkan pada media steril memiliki nilai
persentase kolonisasi cendawan tertinggi 91,5 oleh A. niger diikuti G-A 85,83 , GA
85,80 , Glomus sp. 84,50 dan terendah kontrol 31,475 . Akar tanaman C.
xanthorrhiza yang ditumbuhkan pada media tidak steril memiliki nilai persentase kolonisasi
cendawan tertinggi 84,167 oleh GA, diikuti Glomus sp. 80,833 , A. niger 80 , G-A,
72,5 , dan terendah kontrol 28,33 . Nilai persentase kolonisasi akar juga dapat dilihat
pada gambar 4. Struktur CMA yang teramati antara lain ialah struktur hifa internal, hifa
apresorium, vesikula, dan arbuskula Gambar 6. Sedangkan pada hifa A. niger hanya
ditemukan struktur hifa internal dan apresorium Gambar 7.
a b
Gambar 4 Kolonisasi cendawan pada akar tanaman temulawak a. umur 12
minggu setelah tanam yang ditumbuhkan pada media steril b.
umur 24 minggu setelah tanam yang ditumbuhkan pada media
tidak steril
Gambar 5 Struktur kolonisasi CMA pada akar C. xanthorrhiza. a. arbuskula, b. apresorium, c. vesikula d. spora
Gambar 6 Sruktur kolonisasi cendawan endofit akar A. niger pada akar C. xanthorrhiza a. hifa internal, b. apresorium
Analisis Kurkumin
Perlakuan inokulasi dapat meningkatkan kadar kurkumin yang terkandung dalam
rimpang. Nilai kandungan kurkumin tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi dengan
Glomus sp. 0,157 g, diikuti perlakuan G-A 0,102 g, A. niger 0,077 g, GA 0,075 g, dan
terkecil kontrol 0,072 g. Nilai kandungan kurkumin dalam rimpang kering pada panen
umur 12 minggu setelah tanam tidak berbeda nyata.
Hasil analisis panen yang dilakukan 24 minggu setelah tanam, menunjukkan bahwa
perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp. dapat meningkatkan kandungan kurkumin dalam
rimpang kering secara nyata. Tanaman ini memiliki kandungan kurkumin dalam rimpang
tertinggi yaitu 12.224 g.
Nilai kandungan kurkumin dalam rimpang basah juga dihitung dalam penelitian ini. Pada
panen yang dilakukan saat tanaman berumur 12 minggu dan 24 minggu setelah tanam, nilai
kandungan kurkumin teringgi sebesar 2.925 g dan 42.59 g didapatkan pada rimpang tanaman
yang diinokulasi tunggal Glomus sp.. Nilai tersebut berbeda nyata dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. a
d
0.1
µm
0.5
µm
0.5
µm
a b
0.1
µm b
c
Gambar 7 C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam pada media steril yang diberi perlakuan: a. A. niger, b. Glomus sp., c. GA, d. G-A, e. Kontrol. Keterangan data: Tt = Tinggi tajuk, Bbr = Bobot basah rimpang, Bkr = Bobot kering rimpang, Krb = Kurkumin dalam satu rumpun basah, Krk = kurkumin dalam satu rumpun kering, Kar = kadar air
rimpang
Gambar 8 Pertumbuhan akar dan rimpang C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam pada media steril yang diberi perlakuan:a = kontrol , b = A. niger c = Glomus sp.,d =. GA, e = G-A
a b
c d
e
T t : 142.75 cm Bbr: 58.50 gr
B kr: 2.75 gr K rb: 1.635 gr
K rk: 0.077 gr Kar: 95.5
T t : 128.25 cm Bbr: 30.13 gr
B kr: 1.625 gr K rb: 2.925 gr
K rk: 0.157 gr Kar: 95
T t : 123.125cm Bbr: 30.38 gr
B kr: 1.3225 gr K rb: 1.7325 gr
K rk: 0.075 gr Kar: 95.25
T t : 118 cm Bbr: 33.75gr
B kr: 1.50 gr K rb: 2.295 gr
K rk: 0.102 gr Kar: 78.25
T t : 111.50 cm Bbr: 33 gr
B kr: 2 gr K rb: 1.1875 gr
K rk: 0.072 gr Kar: 94.75
a b
c d
e
5
Gambar 9 Tanaman C. xanthorrhiza umur 20 minggu setelah tanam pada media tidak steril yang diberi perlakuan: a. A. niger, b. Glomus sp., c. GA, d. G-A, e. Kontrol. Keterangan data: Tt = Tinggi tajuk, Bbr = Bobot basah rimpang, Bkr = Bobot kering rimpang, Krb = Kurkumin dalam satu rumpun basah, Krk = kurkumin dalam satu rumpun kering, Kar =
kadar air rimpang T t : 157.50 cm
Bbr: 148.50gr B kr: 32.250 gr
K rb: 17.543 gr K rk: 3.813 gr
Kar: 78.25 Tt : 147. 50 cm
Bbr:162.88 gr Bkr: 36.375 gr
Krb: 0.535 gr Krk: 0.120 gr
Kar: 77.50 T t : 156. 50 cm
Bbr: 155.50 gr Bkr: 44 gr
Krb: 42.59 gr Krk: 12.22 gr
Kar: 71.50 Tt : 165 cm
Bbr: 192.60 gr Bkr: 47.0 gr
Krb: 14.625 gr Krk: 3.793 gr
Kar: 75.75 Tt : 140.875 cm
Bbr: 175.13 gr Bkr: 44.375 gr
Krb: 14.538 gr Krk: 4.235 gr
Kar: 74
a b
c d
e
6
PEMBAHASAN
Hasil panen tanaman temulawak yang ditumbuhkan pada media steril, menunjukkan
inokulasi A. niger yang mengkolonisasi 91,5 akar tanaman secara umum mampu memberikan
efek respon pertumbuhan yang terbaik. Tanaman tersebut memiliki tinggi tajuk, berat
basah dan berat kering tajuk, berat basah dan kering akar, berat basah dan berat kering
rimpang dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini
disebabkan cendawan A. niger dapat melarutkan fosfat tanah dalam bentuk inorganik yang sulit
larut dan tidak bisa langsung dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk yang dapat langsung
dimanfaatkan oleh tanaman. Cendawan endofit akar ini mampu mensekresikan asam organik
seperti asam sitrat, glukonat, oksalat, dan suksinat yang dapat melarutkan fosfat anorganik
melalui pelepasan proton asam dan kemampuannya mengkelat Ca
+2
, Fe
+3
, dan Al
+3
. Chuang 2006 melaporkan bahwa A. niger pada
penelitiannya mensekresikan asam glukonat pada media tumbuh Ca
3
PO
4 2
dan mensekresikan asam oksalat pada media
tumbuh FePO
4
dan AlPO
4
. Selain itu, Zulfitri 2007 melaporkan inokulasi A. niger dapat
meningkatkan kandungan klorofil pada daun yang kemudian dapat meningkatkan aktivitas
fotosintesis.
Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Khastini 2007 yang menyatakan bahwa
perlakuan inokulasi tunggal A. niger memberikan respon pertumbuhan vegetatif yang
lebih tinggi dibandingkan perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp. dan inokulasi ganda kedua
cendawan tersebut. A. niger ini tidak hanya melarutkan fosfat tetapi juga mentransfer fosfat
tersebut kepada tanaman seperti yang dilakukan oleh cendawan mikoriza. Perlakuan inokulasi
tunggal
A. niger maupun Glomus
sp. memberikan efek respon pertumbuhan yang
lebih baik dibandingkan dengan perlakuan inokulasi ganda. Hal ini mungkin disebabkan
minimnya kadar fosfat dalam tanah yang apabila diberikan perlakuan inokulasi ganda, maka
tanah akan mengalami penipisan fosfat lebih cepat dan lebih besar dibanding perlakuan
inokulasi tunggal. Akibat dari penipisan fosfat yang lebih besar tersebut, kemudian
menyebabkan tanaman mengalami defisiensi fosfat. Saat defisiensi fosfat itu pula, tanaman
masih harus mentransfer sejumlah karbon hasil fotosintesisnya kepada dua cendawan tersebut.
Khastini 2007 menyatakan ada kemungkinan terjadinya kompetisi antara kedua cendawan
memperebutkan sumber C yang diberikan tumbuhan.
Hasil yang didapat dari panen tanaman temulawak yang ditumbuhkan pada media tidak
steril menunjukkan bahwa secara umum perlakuan inokulasi ganda memberikan efek
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan perlakuan yang lainnya. Pemanenan setelah
tanaman mengalami kekeringan dan mati menyebabkan tanaman memiliki bobot kering
tajuk dan akar yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Bobot kering rimpang
tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi ganda GA namun nilainya tidak berbeda nyata
dengan inokulasi Glomus sp. dan G-A. Inokulasi ganda GA memberikan efek respon tinggi tajuk
tanaman yang lebih baik secara signifikan dibanding perlakuan lainnya. Tanaman yang
diinokulasi ganda GA juga
memiliki pertumbuhan tajuk anakan tertinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa efek inokulasi ganda GA pada panen kedua menunjukkan aktivitas
pelarutan dan pentransferan P ke tanaman yang paling tinggi.
Penggunaan media tanam yang tidak steril dan dalam jumlah yang lebih banyak 6 kg
dibandingkan media tumbuh steril kemungkinan memberikan lingkungan yang mendorong kedua
cendawan yaitu A. niger dan Glomus sp. untuk dapat berimbiosis secara sinergis. Kandungan
fosfat di dalam tanah yang lebih banyak memungkinkan terjadinya keseimbangan antara
aktivitas pelarutan dan penyaluran fosfat kepada tumbuhan oleh kedua cendawan dengan
kontribusi penyaluran hasil fotosintesis tanaman berupa karbon kepada kedua cendawan tersebut,
sehingga inokulasi ganda dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik.
Tarafdar dan Marschner 1995 melaporkan bahwa perlakuan inokulasi kombinasi cendawan
pelarut fosfat A. fumigatus dan CMA meningkatkan akitivitas pelarutan fosfat dan
pertumbuhan tajuk tanaman.
Sekardini 2006 melaporkan terdapatnya interaksi positif antara A. niger dengan Glomus
manihotis pada serapan fosfor tanaman albasia. Medina et al. 2005 melaporkan kombinasi A.
niger, cendawan MA, dan batuan alam fosfat menghasilkan pertumbuhan Trifolium repens
paling tinggi dari tanaman yang ditumbuhkan di tanah dengan kontaminasi Zn dibandingkan
dengan perlakuan yang lainnya. Hal ini berkaitan dengan konsentrasi N, P, dan K yang
diserap tanaman lebih tinggi serta mengurangi akumulasi Zn yang mencemari tanah.
Cendawan endofit akar A. niger dan CMA Glomus sp. terbukti dapat mengkolonisasi akar
tanaman temulawak. Kolonisasi ini terjadi pada tanaman temulawak yang ditumbuhkan pada
media steril maupun tidak steril dengan baik. Struktur CMA yang teramati antara lain ialah
struktur hifa internal, hifa apresorium, struktur vesikula sebagai tempat cadangan makanan, dan
arbuskula sebagai tempat transfer nutrisi antara cendawan dengan tanaman. Struktur CMA ini
termasuk ke dalam tipe Arum, karena tidak ditemukannya struktur hifa koil. Pada hifa A.
niger hanya ditemukan struktur hifa internal dan apresorium.
Selain efek inokulasi cendawan terhadap respon tumbuh, diamati pula efeknya terhadap
senyawa bioaktif kurkumin hasil metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman tersebut.
Jumlah nutrisi yang tersedia dan umur panen tanaman merupakan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kadar kurkumin Hadipoentyanti 2007. Pada panen umur 12 minggu setelah
tanam, perlakuan inokulasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan kurkumin
dalam rimpang bila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan nutrisi yang tersedia
tersebut masih diutamakan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman, sehingga pemanenan pada
umur 12 minggu setelah tanam menyebabkan tanaman belum optimal memproduksi
kurkumin. Adzkia 2006 yang meneliti pola akumulasi kurkumin pada berbagai perlakuan
budidaya tanam temulawak melaporkan bahwa ketersediaan pupuk dengan terus menerus dijaga
keberadaanya tidak dapat meningkatkan kandungan kurkumin pada bulan-bulan awal
pemanenan. Diduga senyawa kurkumin ini hanya dihasilkan saat tumbuhan tercekam atau
lingkungan tumbuh tidak memungkinkan Heldt 1997. Namun penelitian ini mengindikasikan
bahwa perlakuan inokulasi cendawan mampu meningkatkan kandungan kurkumin pada
rimpang meskipun belum signifikan. Nilai kurkumin tertinggi diperoleh pada rimpang
tanaman yang diinokulasikan tunggal Glomus sp..
Kurkumin merupakan senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid yang disintesis
dari asam amino fenilalanin. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan fenilalanin
adalah senyawa nitrogen, air, dan karbondioksida Heldt 1997. Namun pendapat
Heldt tersebut tidak sepenuhnya berarti bahwa hanya nitrogen, air, dan karbondioksida saja
yang mempengaruhi pembentukan kurkumin, sebab kurkumin sebagai golongan senyawa
flavonoid disintesis melalui lintasan asam sikimat yang pada awalnya membutuhkan asetil
KoA Salisbury Ross 1995. Pembentukan asetil KoA ini diawali glikolisis yang
membutuhkan ATP yang berasal dari fosfat. Fosfat merupakan unsur esensial dari gula fosfat
yang berperan dalam pembentukan nukleotida seperti DNA dan RNA. Fosfat berperan penting
pula dalam metabolisme energi, karena keberadaannya dalam ATP, ADP, AMP, dan
pirofosfat Salisbury Ross 1995. Jadi secara langsung maupun tidak langsung fosfat turut
mempengaruhi pembentukan kurkumin.
Hasil panen tanaman temulawak pada umur 24 minggu setelah tanam, menunjukkan bahwa
perlakuan inokulasi mampu meningkatkan kadar kurkumin dalam rimpang kering. Namun hanya
perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp. yang dapat meningkatkan kandungan kurkumin
secara signifikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemanfaatan nutrisi berupa fosfat yang
lebih cenderung ke arah pertumbuhan vegetatif oleh tanaman yang diberi perlakuan inokulasi
yang menggunakan A. niger baik tunggal maupun ganda. Selain itu kemampuan A. niger
menghasilkan hormon auksin Khastini, Zulfitri 2007 yang berperan pada perkecambahan
tanaman, diduga menyebabkan tanaman tersebut lebih dominan menggunakan nutrisinya untuk
pembentukan tajuk anakan dibandingkan ke arah pembentukan senyawa metabolit sekunder.
Adzkia 2006, melaporkan bahwa komposisi dan waktu aplikasi pemupukan tidak
mempengaruhi kadar kurkumin yang signifikan. Hasil berupa konsentrasi kurkumin dalam
rimpang basah yang didapatkan untuk jenis dan perlakuan Balitro, BPTO, PSB, dan Lokal
masing-masing ialah 0.056, 0.0878, 0.1007, 0.06 gramrumpun rimpang temulawak pada
pemanenan umur 6 bulan atau 24 minggu setelah tanam dan 0.2155, 0.1960, 0.2336,
0.2279 gramrumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 9 bulan atau 36 minggu
setelah tanam. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian tersebut, maka perlakuan inokulasi
cendawan endofit pada penelitian ini dapat dikatakan berpotensi meningkatkan kandungan
kurkumin dalam rimpang temulawak. Nilai kandungan kurkumin dalam rimpang basah yang
didapatkan pada penelitian ini untuk perlakuan inokulasi A. niger, Glomus sp., GA, G-A, dan
kontrol masing-masing ialah sebesar 1.635, 2.925, 1.733, 2.295, 1.1875 gramrumpun
rimpang temulawak pada pemanenan umur 12 minggu setelah tanam dan 17.543, 42,59,
14,625, 14.538, 0.535 gramrumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 24 minggu
setelah tanam.
SIMPULAN DAN SARAN
Cendawan endofit akar A. niger dan CMA mampu mengkolonisasi akar tanaman C.
xanthorrhiza dan mampu berperan sebagai pupuk hayati yang berpotensi meningkatkan
respon pertumbuhan dan kualitas rimpang berupa jumlah kandungan senyawa bioaktif
kurkumin didalamnya. Perlakuan yang paling baik dalam meningkatkan jumlah kandungan
kurkumin didalam rimpang secara signifikan adalah perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp..
Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai interaksi antara A. niger dengan Glomus sp. dan
pengaruhnya pada berbagai kondisi lingkungan dan umur tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Adzkia MA. 2006. Pola Akumulasi Kurkumin Rimpang Induk Temulawak Curcuma
xanthorrhiza Roxb Pada Berbagai Masa Tanam dan Perlakuan Budidaya Tanam
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Aggarwal B, Kumar A, Aggarwal M, Shishoida S. 2005. “Kurkumin derived from turmeric
Curcuma longa: A spice for all seasons.” Phytopharmaceuticals in Cancer
Chemoprevention, 349-387.
Brundrett M, Melville L, Peterson L, editor. 1994. Practical Methods in Mychorriza
Research. Canada: Mycologue
Publications. Chuang CC, Yu-Lin K, Chao CC, Chao WL.
2006. Solubilization of inorganic phosphates and plant growth promotion by
Aspergillus niger. Bio Fertils Soil: DOI 10.1007s00374-006-0140-3.
Departemen Pertanian Republik Indonesia [Deptan RI]. 2005. Prospek dan arah
pengembangan agribisnis tanaman obat. Jakarta: Deptan RI
Departemen Pertanian Republik Indonesia [Deptan RI]. 2008. Produksi Komoditas
Temulawak. www.deptan.go.id
. [20 Februari 2008]
Hadipoentyanti E dan Syahid SF. 2007. Respon Temulawak Curcuma xanthorrhiza
Roxb. Hasil Rimpang Kultur Jaringan Generasi Kedua Terhadap Pemupukan. J
Littri 13 3: 106-110.
Heldt HW. 1997. Plant Biochemistry and Molecular Biology. New York: Oxford
University Pers. Di dalam Adzkiya MAZ. 2006. Pola Akumulasi Kurkuminod
Rimpang Induk Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb Pada Berbagai Masa
Tanam Dan Perlakuan Budidaya Tanam. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Khastini R O. 2007. Isolasi, Penapisan, Respon Tumbuh dan Proses Kolonisasi
Cendawan Mutualistik Akar [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor
Medina A, Vassileva M, Barea JM, Azcon R. 2005. The growth-enhancement of clover
by Aspergillus-treted sugar beet waste and Glomus mosseae innoculation in Zn
contaminated soil. J of Applied Soil Ecology 12-17
Morimoto et al. 2008. The dietary compound kurkumin inhibits p300 histone
acetyltransferase activity and prevents heart failure in rats. J Clin Invest.
1183: 868–878.
Rahardjo M, Rostiana O. 2005. Budidaya Tanaman Temulawak. Sirkuler 11: 25-30.
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung: Penerbit ITB.
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: Penerbit ITB.
Sekardini A. 2006. Pengaruh Inokulasi Mikoriza VA dan Aspergillus niger van Tiegh
Terhadap Fosfor Tersedia, Serapan Fosfor dan Derajat Infeksi pada Akar
Albasia Paraserianthes falcataria L. Nielsen di Tanah Ultisol Jatinangor
[tesis]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Teknologi Bandung
Smith SE, Smith FA, Jacobsen I. 2003. Mycorrhizal can dominate phosphate
supply to plants irrespective of growth responses. Plant Physiol 133: 16-20. Di
dalam Khastini R O. 2007. Isolasi, Penapisan, Respon Tumbuh dan Proses
Kolonisasi Cendawan Mutualistik Akar [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Sugiharto. 2003. Pengaruh Infus Rimpang Temulawak Curcuma xanthorrhiza
Roxb. Terhadap Kondisi Parameter Pemeriksaan Darah Tikus Putih yang
Diberi Larutan Timbal Anorganik. J Medika Eksakta 4 2: 129-137.
Tarafdar JC, Marschner H. 1995. Dual inoculation with Aspergillus fumigatus and
Glomus mosseae enhances biomass production and nutrient uptake in wheat
Triticum aestivum L. supplied with organic phosphorus as Na-phytate. Plant
and soil 173: 97-102.
Tri A, Dwiyanti H, Muchtadi D, Zakaria F. 2006. Penghambatan Oksidasi LDL dan
Akumulasi Kolesterol pada Makrofag oleh Ekstrak Temulawak Curcuma xanthorriza
Roxb.. J Teknologi dan Industri Pangan 17: 3.
Zulfitri A. 2007. Pengaruh Cendawan Endofit Akar dan Mikoriza Arbuskula CMA
Terhadap Pertumbuhan Jarak Pagar Jatropha curcas Linn. [skripsi]. Bogor:
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram alir metode penelitian Persiapan tanaman Curcuma xanthorrhiza
Perbanyakan biomassa A. niger dan CMA
Curcuma xanthorrhiza umur satu bulan
Media tumbuh tidak steril
Panen umur 6 bulan setelah tanam
Analisis pertumbuhan tanaman
Analisis kolonisasi cendawan
Analisis kandungan kurkumin rumpun rimpang
Media tumbuh steril
Panen umur 3 bulan setelah tanam Inokulasi
Lampiran 2 Tabel komposisi larutan baku hara Johnson Hara Makro
Senyawa Berat molekul
Konsentrasi larutan stok M
Konsentrasi larutan stok gl
Volume larutan stoklarutan final
ml KNO
3
101,10 1,00 101,10 6,0 CaNO
3
.4H
2
O 236,16 1,00
236,16 4,0
NH
4
H
2
PO
4
115,08 1,00
115,08 2,0
MgSO
4
.7H
2
O 246,49 1,00
246,49 1,0
Hara Mikro Senyawa Berat
molekul Konsentrasi
larutan stok M Konsentrasi
larutan stok gl Volume larutan
stoklarutan final ml
KCl 74,55 50,0 3,728 H
2
BO
3
61,84 25,0 1,546 MnSO
4
.H
2
O 169,01 2,0
0,338 ZnSO
4
.7H
2
O 287,55 2,0
0,575 1,0
CuSO
4
.5H
2
O 249,71 0,5
0,125 H
2
MoO
4
85 MoO
3
161,97 0,5 0,081 Fe-EDTA 346,08
20,0 6,922
1,0
Lampiran 3 Analisis parameter respon tumbuh C. xanthorrhiza Analisis parameter respon tumbuh C. xanthorrhiza pada media 3 kg steril
Perlakuan cendawan A. niger
Glomus sp. GA G-A
K Tinggi tajuk
142.750 a
128.250 b 123.125 bc
118.000 bc 111.500 c
BB tajuk 239.21 a
158.74 b 155.03 b
125.21 b 130.43 b
BK tajuk 33.625 a
21.625 b 23.000 b
18.750 b 20.125 b
BB akar 156.69 a
118.23 ab 93.12 b
94.99 b 114.85 b
BK akar 19.500 a
16.875 ab 12.125 b
13.125 b 16.750 ab
BB rimpang 58.50 a
30.13 b 30.38 b
33.75 ab 33.00 ab
BK rimpang kadar air rumpun
rimpang 2.7500 a
95.5 a 1.6250 a
95 a 1.3225 a
95.25 a 1.5000 a
95.75 a 2.0000 a
94.75 a kolonisasi
91.500 a 84.500 a
85.800 a 85.833 a
31.475 b g kurkumin
rumpun rimpang kering g kurkumin
rumpun rimpang basah 0.077 a
1.635 ab 0.157 a
2.925 a 0.075 a
1.7325 ab 0.102 a
2.295 ab 0.072 a
1.1875 b Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 DMRT
keterangan: BB = berat basah, BK = berat kering, GA = Glomus sp + A. niger, G-A = Glomus sp + A. niger inokulasi A. niger 3 minggu setelah Glomus sp., K = kontrol tanpa inokulasi
Analisis parameter respon tumbuh C. xanthorrhiza pada media 6 kg tidak steril Perlakuan cendawan
A. niger Glomus sp. GA
G-A K
Tinggi tajuk 157.500 ab
156.500 ab 165.000 a
140.875 b 147.500 b
Tinggi tajuk anak Jumlah tajuk
anakan BB tajuk
37.75 ab 2a
22.625 a -
- 18.500 a
45.50 a 2a
24.375 a 16.63 b
2a 26.000 a
- -
21.625 a BK tajuk
18.000 a 16.625 a
17.375 a 21.625 a
18.875 a BB akar
10.750 ab 8.125 b
9.125 b 8.875 b
16.625 a
BK akar 1.3750 a
1.5000 a 1.2500 a
1.2500 a 2.000 a
BB rimpang 148.50 a
155.50 a 192.60 a
175.13 a 162.88 a
BK rimpang kadar air
rumpun rimpang 32.250 b
78.25 a 44.000 a
71.5 b 47.000 a
75.75 ab 44.375 a
74 ab 36.375 ab
77.5 a kolonisasi
g kurkumin rumpun rimpang
kering g kurkumin
rumpun rimpang basah
80.000 a 3.813 b
17.543 b 80.833 a
12.224 a
42.59 a 84.167 a
3.793 b 14.625 bc
72.500 a 4.235 b
14.538 bc 28.333 b
0.120 b 0.535 c
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 DMRT keterangan: BB = berat basah, BK = berat kering, GA = Glomus sp + A. niger, G-A = Glomus sp + A.
niger inokulasi A. niger 3 minggu setelah Glomus sp., K = kontrol tanpa inokulasi
Lampiran 4 Grafik analisis hasil panen C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam yang ditumbuhkan pada media steril
Keterangan : tt = tinggi tajuk, bbr = bobot basah rimpang, bkr = bobot kering rimpang, krb = kurkumin dalam satu rumpun basah, krk = kurkumin dalam satu rumpun kering,
kar = kadar air rimpang
Lampiran 5 Grafik analisis hasil panen C. xanthorrhiza umur 24 minggu setelah tanam yang ditumbuhkan pada media tidak steril
Keterangan : tt = tinggi tajuk, bbr = bobot basah rimpang, bkr = bobot kering rimpang, krb = kurkumin dalam satu rumpun basah, krk = kurkumin dalam satu rumpun kering,
kar = kadar air rimpang
PENGARUH CENDAWAN ENDOFIT AKAR DAN MIKORIZA ARBUSKULA CMA TERHADAP PERTUMBUHAN
TEMULAWAK Curcuma xanthorrhiza Roxb. DAN KANDUNGAN KURKUMIN RIMPANGNYA
SUKMA TRIPERDANA PUTRA
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2009
ABSTRAK
SUKMA TRIPERDANA PUTRA. Pengaruh Cendawan Endofit Akar Dan Mikoriza Arbuskula CMA Terhadap Pertumbuhan Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb. Dan Kandungan
Kurkumin Rimpangnya. Dibimbing oleh NAMPIAH SUKARNO dan DYAH ISWANTINI PRADONO.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh cendawan endofit akar dan mikoriza arbuskula CMA pada pertumbuhan tajuk dan akar tanaman Curcuma xanthorrhiza Roxb. serta
menganalisis produksi kandungan kurkumin dalam rimpangnya. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini ialah inokulasi 4 jenis inokulum cendawan secara terpisah pada tanaman Curcuma
xanthorrhiza yang berumur satu bulan dan perlakuan kontrol tanpa inokulasi pada media tumbuh steril dan tidak steril. Pemanenan dilakukan pada minggu ke 12 dan 24 setelah tanam dengan
peubah-peubah yang diamati yaitu tinggi tajuk, berat basah dan berat kering tajuk, berat basah dan berat kering akar, berat basah dan berat kering rimpang, kandungan kurkumin dalam rimpang, dan
kolonisasi cendawan. Analisis produksi kurkumin
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer.
Respon dalam bentuk pertumbuhan tanaman yang dihasilkan oleh interaksi jenis inokulum dan media tumbuh secara statistik berbeda nyata terhadap kontrol. Aplikasi cendawan baik pada media
steril maupun tidak steril meningkatkan pertumbuhan Curcuma xanthorrhiza yaitu pada peubah tinggi tajuk, berat basah dan berat kering tajuk dan kandungan kurkumin. Di antara perlakuan
cendawan, pada media steril Curcuma xanthorrhiza yang diinokulasi dengan cendawan endofit akar menunjukkan respon pertumbuhan yang terbaik. Namun pada media tidak steril, respon
pertumbuhan yang terbaik dihasilkan dari perlakuan inokulasi ganda cendawan endofit akar dengan CMA Kandungan curcumin tertinggi dimiliki oleh Curcuma xanthorrhiza yang diberi
perlakuan inokulasi tunggal CMA Glomus sp..
ABSTRACT
SUKMA TRIPERDANA PUTRA. The Effects Of Root Endophytic And Arbuscular Mycorrhizal Fungi On Growth Of Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb. And Its Rhizome Curcumin
Content. Supervised by NAMPIAH SUKARNO and DYAH ISWANTINI PRADONO. The aim of this research was to analyse the effects of root endophytic and arbuscular
mycorrhizal fungi on growth of temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb.. Production of curcumin in the rhizomes were also analyzed. There were four different kinds of fungal
inoculation treatments that were inoculated separately on one-month old Curcuma xanthorrhiza seedline in sterilized and unsterilized growth media. The experiment was conducted under
greenhouse condition. The plants were harvested at 12 and 24 weeks old after inoculation. The growth parameters measured were shoot height, fresh and dry weights of shoot, fresh and dry
weights of root, fresh and dry weights of rhizomes, rhizomes curcumin content, and percentage of fungal colonization. Curcumin content was analyzed using spectrofotometer.
The result showed that there was a significant interaction between fungal inoculation and control treatments in the two types of growth media used. Fungal inoculation on both sterilized
and unsterilized growth media increased shoot height, fresh and dry weights of shoot, fresh and dry weights of rhizomes, and rhizomes curcumin content. On the sterilized growth media,
Curcuma xanthorrhiza inoculated by root endophytic fungi showed the best growth parameter. On the other hand, on the nonsterilized growth media, the best growth parameter was showed by
Curcuma xanthorrhiza inoculated by mixed inoculums of root endophytic and arbuscular mycorrhizal fungi. The highest amount of curcumin content was showed by Curcuma
xanthorrhiza inoculated by arbuscular mycorrhiza fungi Glomus sp. as a single inoculation.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu jenis tanaman obat yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku
pembuatan obat tradisional seperti jamu di Indonesia ialah temulawak Deptan 2005.
Bagian tanaman temulawak yang dipergunakan untuk jamu ialah rimpang. Rimpang beraroma
tajam dengan daging berwarna kuning tua sampai jingga. Salah satu alasan utama mengapa
rimpang temulawak Curcuma xanthorrhiza dikatakan berkhasiat sebagai obat karena
mengandung senyawa bioaktif yang diantaranya ialah kurkumin. Terdapat dua jenis kurkumin
yang dihasilkan dalam rimpang temulawak, yaitu kurkumin dan demetoksikurkumin
gambar 1.
Gambar 1 Sruktur senyawa kurkumin dan demetoksikurkumin
Kurkumin sebagai golongan senyawa flavonoid disintesis melalui lintasan asam
sikimat yang pada awalnya membutuhkan asetil KoA Salisbury Ross 1995. Pembentukan
senyawa flavonoid melalui lintasan sikimat dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2 Pembentukan senyawa flavonoid melalui lintasan sikimat
Senyawa bioaktif kurkumin dari temulawak dapat meningkatkan aktivitas dan sintesis
protein haptoglobin dan hemopexin pada hati sehingga dapat meningkatkan kadar hemoglobin
tikus putih yang sebelumnya mengalami penurunan akibat keracunan timbal Sugiharto
2003. Penelitian lain menunjukkan adanya penghambatan aktivitas p300 histone
acetyltransferase HAT pada tikus oleh kurkumin, sehingga berpotensi menjadi strategi
baru untuk menyembuhkan kerusakan hati pada manusia Morimoto et al. 2008. Dari banyak
penelitian klinis pada manusia, diketahui bahwa kurkumin menunjukkan aktivitas melawan
kanker, penyakit kardiovaskuler, diabetes. Kurkumin juga memiliki efek terapi melawan
penyakit Alzheimer, sclerosis, katarak, HIV, kerusakan yang diakibatkan obat pada hati,
paru-paru, dan ginjal Aggarwal et al. 2005. Beragamnya manfaat dari rimpang temulawak
menyebabkan tanaman ini mendapat julukan “ginseng Indonesia”.
Kebutuhan temulawak sebagai bahan baku obat tradisional di Jawa Tengah dan Jawa Timur
sebagai sentra produksi jamu pada tahun 2003 menduduki peringkat pertama dari seluruh
tanaman obat Indonesia Rahardjo Rostiana 2005. Tingginya penyerapan bahan baku
tanaman obat ini oleh perusahaan industri obat tradisional ternyata tidak diimbangi peningkatan
produksi yang optimal hanya 0.06 kgm
2
dari tahun 2005 ke 2006 sehingga pada tahun 2010
diperkirakan akan terjadi kekurangan suplai bahan baku dari komoditas tanaman obat
termasuk temulawak Deptan. 2005, 2008. Hal ini menunjukkan pentingnya usaha peningkatan
produktivitas dan kualitas tanaman obat terutama temulawak untuk memenuhi tingginya
permintaan pasar dalam negeri 86 maupun luar negeri 14 sebagai obat herbal.
Usaha peningkatan produksi tanaman tidak terlepas dari penggunaan pupuk, salah satunya
adalah pupuk hayati. Cendawan endofit akar Aspergillus niger A. niger dan cendawan
mikoriza arbuskula CMA Glomus sp.
termasuk mikroorganisme yang bermanfaat sebagai pupuk hayati. Chuang et al. 2006
melaporkan bahwa A. niger mensekresi enzim hidrolitik yang dapat melarutkan fosfat P,
salah satu unsur hara penting dalam pertumbuhan tanaman yang diperlukan dalam
jumlah besar. Hifa eksternal CMA juga dilaporkan dapat menyerap dan mentrasfer P
dari tanah ke dalam akar tumbuhan sehingga dapat mengatasi keterbatasan difusi fosfat
anorganik yang lambat dalam tanah Smith et al. 2003. Menurut Zulfitri 2007 inokulasi
cendawan endofit akar A. niger dan CMA dalam media tumbuh tanaman Jatropha curcas dapat
meningkatkan pertumbuhan biomassa tanaman tersebut. Lebih lanjut, Khastini 2007
melaporkan bahwa tanaman Oryza sativa, Zea mays, Pharaserianthes falcataria, Acasia sp.,
Theobroma cacao, Phaleria macrocarpa, dan Brassica sp. yang diinokulasi A. niger dan
Glomus
sp. mengalami peningkatan pertumbuhan 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan
kontrol. Namun penelitian mengenai peran A. niger dan Glomus sp. sebagai usaha peningkatan
pertumbuhan dan kandungan senyawa bioaktif kurkumin yang terdapat di dalam rimpangnya
belum banyak dilakukan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi cendawan endofit akar A. niger dan
CMA sebagai pupuk hayati untuk meningkatkan pertumbuhan dan kandungan senyawa bioaktif
kurkumin dalam rimpang tanaman temulawak Curcuma xanthorrhiza.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan Laboratorium Genetika dan Molekuler
Tumbuhan Pusat Penelitian sumber Daya Hayati dan Bioteknologi PPSHB IPB, Laboratorium
Mikologi FMIPA IPB, dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB sejak bulan
Januari sampai dengan Juni 2008.
BAHAN DAN METODE Bahan
Bahan yang digunakan adalah Curcuma xanthorrhiza C. xanthorrhiza, cendawan
endofit akar A. niger dan CMA Glomus sp. Metode
Kegiatan penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan yang meliputi persiapan media
tumbuh, tanaman C. xanthorrhiza, dan
cendawan, inokulasi cendawan endofit akar dan CMA, dan analisis pertumbuhan tanaman,
kolonisasi cendawan, dan produksi bioaktif kurkumin. Tahapan-tahapan penelitian tersebut
dapat dilihat pada Lampiran 1. a. Persiapan Media Tumbuh, Tanaman C.
xanthorrhiza, dan Cendawan
Terdapat dua jenis media tumbuh tanaman yang digunakan dalam penelitian ini. Jenis
pertama adalah media tumbuh tanaman yang berisi 3 kg campuran tanah dan pasir dengan
komposisi 3:1 yang disterilkan. Jenis kedua adalah media tumbuh tanaman yang yang berisi
6 kg campuran tanah dan pasir dengan komposisi 3:1 yang tidak disterilkan. Persiapan
tanaman dilakukan dengan menumbuhkan umbi C. xanthorrhiza pada media tanah hingga
bertunas. Perbanyakan cendawan endofit akar A. niger dilakukan dengan cara menumbuhkan
cendawan tersebut pada media biji jagung steril. Setelah miselium cendawan endofit memenuhi
media, maka media siap menjadi sumber inokulum. Perbanyakan CMA dilakukan dengan
menumbuhkan spora cendawan tersebut pada media zeolit steril dengan inang Centrosema
pubescens selama 6 bulan Gambar 3. Selanjutnya zeolit dan akar dijadikan sumber
inokulum. Gambar 3 Cendawan yang digunakan untuk
menginokulasi tanaman temulawak a. miselium A. niger yang
ditumbuhkan pada media PDA dalam cawan dan media biji jagung
steril, b spora Glomus sp..
b. Inokulasi Cendawan Endofit Akar dan