xanthorrhiza yang Ditumbuhkan pada Media Steril xanthorrhiza

pewarna biru trypan. Akar kemudian direndam dalam larutan gliserol asam 50 lalu diamati struktur kolonisasi cendawannya menggunakan mikroskop cahaya. Persen kolonisasi dihitung dengan cara menghitung jumlah akar yang terkolonisasi dibagi dengan jumlah total akar yang diamati dikalikan dengan 100 . Jumlah spora CMA dalam media disaring menggunakan saringan berukuran 63 µm kemudian dihitung di bawah mikroskop stereo Brundrett. et al. 1994 Pengukuran bioaktif kurkumin dilakukan dengan cara menimbang sebanyak minimal 0,1 g rimpang temulawak yang sebelumnya telah dikeringkan dan dihaluskan. Rimpang halus tersebut dilarutkan dengan aseton di dalam labu ukur. Larutan selanjutnya disaring menggunakan kertas saring ke dalam labu ukur 25 ml lalu ditambahkan aseton hingga tera. Selanjutnya 1 ml dari larutan tersebut dipipet ke labu ukur lainnya yang ditambahkan dengan asam borat dan asam oksalat masing-masing 50 mg. Larutan diinkubasi selama 30 menit lalu ditera kembali dengan aseton sampai volume 25 ml. Kemudian nilai absorban larutan diukur dengan spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang 531.5 nm. HASIL Pengaruh Inokulasi Cendawan Terhadap Pertumbuhan

C. xanthorrhiza yang Ditumbuhkan pada Media Steril

Parameter respon tumbuh akibat pengaruh inokulasi cendawan yang paling mudah dilihat adalah tinggi tajuk tanaman. Tanaman C. xanthorrhiza yang diinokulasikan dengan cendawan endofit akar dan CMA mengalami pertumbuhan tajuk yang lebih baik bila dibandingkan dengan tanaman lainnya. Tanaman C. xanthorrhiza yang diinokulasikan dengan cendawan endofit akar A. niger mengalami pertumbuhan tinggi tajuk, berat basah dan berat kering tajuk tertinggi dibandingkan dengan perlakuan inokulasi lain dan kontrol. Tanaman tersebut juga memiliki nilai berat basah dan berat kering akar serta nilai berat basah dan berat kering rimpang yang tertinggi. Perlakuan inokulasi cendawan dapat meningkatkan kadar air dalam rimpang bila dibandingkan dengan kontrol. Namun nilai kadar air tersebut tidak berbeda nyata. Pertumbuhan temulawak umur 12 minggu setelah tanam, dapat dilihat pada gambar 7 dan 8. Secara umum inokulasi tunggal A. niger secara nyata dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman temulawak yang ditumbuhkan pada media tanam steril Lampiran 3.Grafik analisis hasil panen C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam yang ditumbuhkan pada media steril dapat dilihat pada lampiran 4. Pengaruh Inokulasi Cendawan Terhadap Pertumbuhan

C. xanthorrhiza

yang Ditumbuhkan pada Media Tidak steril Nilai tinggi tajuk tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi ganda GA. Tanaman yang memiliki berat basah dan berat kering tertinggi adalah tanaman yang diinokulasi ganda G-A. Namun nilai berat basah maupun berat kering tajuk tidak berbeda secara nyata antar perlakuan inokulasi maupun kontrol. Tanaman C. xanthorrhiza kontrol memiliki nilai berat basah dan kering akar tertinggi dibandingkan dengan perlakuan inokulasi. Namun nilai berat kering akar tersebut tidak berbeda nyata. Respon tumbuh berupa berat basah dan berat kering rimpang C. xanthorrhiza tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi dengan perlakuan GA. Nilai berat basah dan berat kering terendah justru dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi tunggal dengan A. niger, namun nilai berat basah rimpang tiap perlakuan dan kontrol tidak berbeda nyata. Nilai kandungan air dalam rimpang yang tertinggi terdapat pada tanaman yang diinokulasi tunggal A. niger. Pertumbuhan temulawak umur 20 minggu setelah tanam, dapat dilihat pada gambar 9. Grafik analisis hasil panen C. xanthorrhiza umur 24 minggu setelah tanam yang ditumbuhkan pada media tidak steril dapat dilihat pada lampiran 5. Analisis kolonisasi akar oleh cendawan Akar tanaman C. xanthorrhiza yang ditumbuhkan pada media steril memiliki nilai persentase kolonisasi cendawan tertinggi 91,5 oleh A. niger diikuti G-A 85,83 , GA 85,80 , Glomus sp. 84,50 dan terendah kontrol 31,475 . Akar tanaman C. xanthorrhiza yang ditumbuhkan pada media tidak steril memiliki nilai persentase kolonisasi cendawan tertinggi 84,167 oleh GA, diikuti Glomus sp. 80,833 , A. niger 80 , G-A, 72,5 , dan terendah kontrol 28,33 . Nilai persentase kolonisasi akar juga dapat dilihat pada gambar 4. Struktur CMA yang teramati antara lain ialah struktur hifa internal, hifa apresorium, vesikula, dan arbuskula Gambar 6. Sedangkan pada hifa A. niger hanya ditemukan struktur hifa internal dan apresorium Gambar 7. a b Gambar 4 Kolonisasi cendawan pada akar tanaman temulawak a. umur 12 minggu setelah tanam yang ditumbuhkan pada media steril b. umur 24 minggu setelah tanam yang ditumbuhkan pada media tidak steril Gambar 5 Struktur kolonisasi CMA pada akar C. xanthorrhiza. a. arbuskula, b. apresorium, c. vesikula d. spora Gambar 6 Sruktur kolonisasi cendawan endofit akar A. niger pada akar C. xanthorrhiza a. hifa internal, b. apresorium Analisis Kurkumin Perlakuan inokulasi dapat meningkatkan kadar kurkumin yang terkandung dalam rimpang. Nilai kandungan kurkumin tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi dengan Glomus sp. 0,157 g, diikuti perlakuan G-A 0,102 g, A. niger 0,077 g, GA 0,075 g, dan terkecil kontrol 0,072 g. Nilai kandungan kurkumin dalam rimpang kering pada panen umur 12 minggu setelah tanam tidak berbeda nyata. Hasil analisis panen yang dilakukan 24 minggu setelah tanam, menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp. dapat meningkatkan kandungan kurkumin dalam rimpang kering secara nyata. Tanaman ini memiliki kandungan kurkumin dalam rimpang tertinggi yaitu 12.224 g. Nilai kandungan kurkumin dalam rimpang basah juga dihitung dalam penelitian ini. Pada panen yang dilakukan saat tanaman berumur 12 minggu dan 24 minggu setelah tanam, nilai kandungan kurkumin teringgi sebesar 2.925 g dan 42.59 g didapatkan pada rimpang tanaman yang diinokulasi tunggal Glomus sp.. Nilai tersebut berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya. a d 0.1 µm 0.5 µm 0.5 µm a b 0.1 µm b c Gambar 7 C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam pada media steril yang diberi perlakuan: a. A. niger, b. Glomus sp., c. GA, d. G-A, e. Kontrol. Keterangan data: Tt = Tinggi tajuk, Bbr = Bobot basah rimpang, Bkr = Bobot kering rimpang, Krb = Kurkumin dalam satu rumpun basah, Krk = kurkumin dalam satu rumpun kering, Kar = kadar air rimpang Gambar 8 Pertumbuhan akar dan rimpang C. xanthorrhiza umur 12 minggu setelah tanam pada media steril yang diberi perlakuan:a = kontrol , b = A. niger c = Glomus sp.,d =. GA, e = G-A a b c d e T t : 142.75 cm Bbr: 58.50 gr B kr: 2.75 gr K rb: 1.635 gr K rk: 0.077 gr Kar: 95.5 T t : 128.25 cm Bbr: 30.13 gr B kr: 1.625 gr K rb: 2.925 gr K rk: 0.157 gr Kar: 95 T t : 123.125cm Bbr: 30.38 gr B kr: 1.3225 gr K rb: 1.7325 gr K rk: 0.075 gr Kar: 95.25 T t : 118 cm Bbr: 33.75gr B kr: 1.50 gr K rb: 2.295 gr K rk: 0.102 gr Kar: 78.25 T t : 111.50 cm Bbr: 33 gr B kr: 2 gr K rb: 1.1875 gr K rk: 0.072 gr Kar: 94.75 a b c d e 5 Gambar 9 Tanaman C. xanthorrhiza umur 20 minggu setelah tanam pada media tidak steril yang diberi perlakuan: a. A. niger, b. Glomus sp., c. GA, d. G-A, e. Kontrol. Keterangan data: Tt = Tinggi tajuk, Bbr = Bobot basah rimpang, Bkr = Bobot kering rimpang, Krb = Kurkumin dalam satu rumpun basah, Krk = kurkumin dalam satu rumpun kering, Kar = kadar air rimpang T t : 157.50 cm Bbr: 148.50gr B kr: 32.250 gr K rb: 17.543 gr K rk: 3.813 gr Kar: 78.25 Tt : 147. 50 cm Bbr:162.88 gr Bkr: 36.375 gr Krb: 0.535 gr Krk: 0.120 gr Kar: 77.50 T t : 156. 50 cm Bbr: 155.50 gr Bkr: 44 gr Krb: 42.59 gr Krk: 12.22 gr Kar: 71.50 Tt : 165 cm Bbr: 192.60 gr Bkr: 47.0 gr Krb: 14.625 gr Krk: 3.793 gr Kar: 75.75 Tt : 140.875 cm Bbr: 175.13 gr Bkr: 44.375 gr Krb: 14.538 gr Krk: 4.235 gr Kar: 74 a b c d e 6 PEMBAHASAN Hasil panen tanaman temulawak yang ditumbuhkan pada media steril, menunjukkan inokulasi A. niger yang mengkolonisasi 91,5 akar tanaman secara umum mampu memberikan efek respon pertumbuhan yang terbaik. Tanaman tersebut memiliki tinggi tajuk, berat basah dan berat kering tajuk, berat basah dan kering akar, berat basah dan berat kering rimpang dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan cendawan A. niger dapat melarutkan fosfat tanah dalam bentuk inorganik yang sulit larut dan tidak bisa langsung dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk yang dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Cendawan endofit akar ini mampu mensekresikan asam organik seperti asam sitrat, glukonat, oksalat, dan suksinat yang dapat melarutkan fosfat anorganik melalui pelepasan proton asam dan kemampuannya mengkelat Ca +2 , Fe +3 , dan Al +3 . Chuang 2006 melaporkan bahwa A. niger pada penelitiannya mensekresikan asam glukonat pada media tumbuh Ca 3 PO 4 2 dan mensekresikan asam oksalat pada media tumbuh FePO 4 dan AlPO 4 . Selain itu, Zulfitri 2007 melaporkan inokulasi A. niger dapat meningkatkan kandungan klorofil pada daun yang kemudian dapat meningkatkan aktivitas fotosintesis. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Khastini 2007 yang menyatakan bahwa perlakuan inokulasi tunggal A. niger memberikan respon pertumbuhan vegetatif yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp. dan inokulasi ganda kedua cendawan tersebut. A. niger ini tidak hanya melarutkan fosfat tetapi juga mentransfer fosfat tersebut kepada tanaman seperti yang dilakukan oleh cendawan mikoriza. Perlakuan inokulasi tunggal A. niger maupun Glomus sp. memberikan efek respon pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan inokulasi ganda. Hal ini mungkin disebabkan minimnya kadar fosfat dalam tanah yang apabila diberikan perlakuan inokulasi ganda, maka tanah akan mengalami penipisan fosfat lebih cepat dan lebih besar dibanding perlakuan inokulasi tunggal. Akibat dari penipisan fosfat yang lebih besar tersebut, kemudian menyebabkan tanaman mengalami defisiensi fosfat. Saat defisiensi fosfat itu pula, tanaman masih harus mentransfer sejumlah karbon hasil fotosintesisnya kepada dua cendawan tersebut. Khastini 2007 menyatakan ada kemungkinan terjadinya kompetisi antara kedua cendawan memperebutkan sumber C yang diberikan tumbuhan. Hasil yang didapat dari panen tanaman temulawak yang ditumbuhkan pada media tidak steril menunjukkan bahwa secara umum perlakuan inokulasi ganda memberikan efek pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan perlakuan yang lainnya. Pemanenan setelah tanaman mengalami kekeringan dan mati menyebabkan tanaman memiliki bobot kering tajuk dan akar yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Bobot kering rimpang tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diinokulasi ganda GA namun nilainya tidak berbeda nyata dengan inokulasi Glomus sp. dan G-A. Inokulasi ganda GA memberikan efek respon tinggi tajuk tanaman yang lebih baik secara signifikan dibanding perlakuan lainnya. Tanaman yang diinokulasi ganda GA juga memiliki pertumbuhan tajuk anakan tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa efek inokulasi ganda GA pada panen kedua menunjukkan aktivitas pelarutan dan pentransferan P ke tanaman yang paling tinggi. Penggunaan media tanam yang tidak steril dan dalam jumlah yang lebih banyak 6 kg dibandingkan media tumbuh steril kemungkinan memberikan lingkungan yang mendorong kedua cendawan yaitu A. niger dan Glomus sp. untuk dapat berimbiosis secara sinergis. Kandungan fosfat di dalam tanah yang lebih banyak memungkinkan terjadinya keseimbangan antara aktivitas pelarutan dan penyaluran fosfat kepada tumbuhan oleh kedua cendawan dengan kontribusi penyaluran hasil fotosintesis tanaman berupa karbon kepada kedua cendawan tersebut, sehingga inokulasi ganda dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Tarafdar dan Marschner 1995 melaporkan bahwa perlakuan inokulasi kombinasi cendawan pelarut fosfat A. fumigatus dan CMA meningkatkan akitivitas pelarutan fosfat dan pertumbuhan tajuk tanaman. Sekardini 2006 melaporkan terdapatnya interaksi positif antara A. niger dengan Glomus manihotis pada serapan fosfor tanaman albasia. Medina et al. 2005 melaporkan kombinasi A. niger, cendawan MA, dan batuan alam fosfat menghasilkan pertumbuhan Trifolium repens paling tinggi dari tanaman yang ditumbuhkan di tanah dengan kontaminasi Zn dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Hal ini berkaitan dengan konsentrasi N, P, dan K yang diserap tanaman lebih tinggi serta mengurangi akumulasi Zn yang mencemari tanah. Cendawan endofit akar A. niger dan CMA Glomus sp. terbukti dapat mengkolonisasi akar tanaman temulawak. Kolonisasi ini terjadi pada tanaman temulawak yang ditumbuhkan pada media steril maupun tidak steril dengan baik. Struktur CMA yang teramati antara lain ialah struktur hifa internal, hifa apresorium, struktur vesikula sebagai tempat cadangan makanan, dan arbuskula sebagai tempat transfer nutrisi antara cendawan dengan tanaman. Struktur CMA ini termasuk ke dalam tipe Arum, karena tidak ditemukannya struktur hifa koil. Pada hifa A. niger hanya ditemukan struktur hifa internal dan apresorium. Selain efek inokulasi cendawan terhadap respon tumbuh, diamati pula efeknya terhadap senyawa bioaktif kurkumin hasil metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman tersebut. Jumlah nutrisi yang tersedia dan umur panen tanaman merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar kurkumin Hadipoentyanti 2007. Pada panen umur 12 minggu setelah tanam, perlakuan inokulasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan kurkumin dalam rimpang bila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan nutrisi yang tersedia tersebut masih diutamakan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman, sehingga pemanenan pada umur 12 minggu setelah tanam menyebabkan tanaman belum optimal memproduksi kurkumin. Adzkia 2006 yang meneliti pola akumulasi kurkumin pada berbagai perlakuan budidaya tanam temulawak melaporkan bahwa ketersediaan pupuk dengan terus menerus dijaga keberadaanya tidak dapat meningkatkan kandungan kurkumin pada bulan-bulan awal pemanenan. Diduga senyawa kurkumin ini hanya dihasilkan saat tumbuhan tercekam atau lingkungan tumbuh tidak memungkinkan Heldt 1997. Namun penelitian ini mengindikasikan bahwa perlakuan inokulasi cendawan mampu meningkatkan kandungan kurkumin pada rimpang meskipun belum signifikan. Nilai kurkumin tertinggi diperoleh pada rimpang tanaman yang diinokulasikan tunggal Glomus sp.. Kurkumin merupakan senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid yang disintesis dari asam amino fenilalanin. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan fenilalanin adalah senyawa nitrogen, air, dan karbondioksida Heldt 1997. Namun pendapat Heldt tersebut tidak sepenuhnya berarti bahwa hanya nitrogen, air, dan karbondioksida saja yang mempengaruhi pembentukan kurkumin, sebab kurkumin sebagai golongan senyawa flavonoid disintesis melalui lintasan asam sikimat yang pada awalnya membutuhkan asetil KoA Salisbury Ross 1995. Pembentukan asetil KoA ini diawali glikolisis yang membutuhkan ATP yang berasal dari fosfat. Fosfat merupakan unsur esensial dari gula fosfat yang berperan dalam pembentukan nukleotida seperti DNA dan RNA. Fosfat berperan penting pula dalam metabolisme energi, karena keberadaannya dalam ATP, ADP, AMP, dan pirofosfat Salisbury Ross 1995. Jadi secara langsung maupun tidak langsung fosfat turut mempengaruhi pembentukan kurkumin. Hasil panen tanaman temulawak pada umur 24 minggu setelah tanam, menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi mampu meningkatkan kadar kurkumin dalam rimpang kering. Namun hanya perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp. yang dapat meningkatkan kandungan kurkumin secara signifikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemanfaatan nutrisi berupa fosfat yang lebih cenderung ke arah pertumbuhan vegetatif oleh tanaman yang diberi perlakuan inokulasi yang menggunakan A. niger baik tunggal maupun ganda. Selain itu kemampuan A. niger menghasilkan hormon auksin Khastini, Zulfitri 2007 yang berperan pada perkecambahan tanaman, diduga menyebabkan tanaman tersebut lebih dominan menggunakan nutrisinya untuk pembentukan tajuk anakan dibandingkan ke arah pembentukan senyawa metabolit sekunder. Adzkia 2006, melaporkan bahwa komposisi dan waktu aplikasi pemupukan tidak mempengaruhi kadar kurkumin yang signifikan. Hasil berupa konsentrasi kurkumin dalam rimpang basah yang didapatkan untuk jenis dan perlakuan Balitro, BPTO, PSB, dan Lokal masing-masing ialah 0.056, 0.0878, 0.1007, 0.06 gramrumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 6 bulan atau 24 minggu setelah tanam dan 0.2155, 0.1960, 0.2336, 0.2279 gramrumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 9 bulan atau 36 minggu setelah tanam. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian tersebut, maka perlakuan inokulasi cendawan endofit pada penelitian ini dapat dikatakan berpotensi meningkatkan kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak. Nilai kandungan kurkumin dalam rimpang basah yang didapatkan pada penelitian ini untuk perlakuan inokulasi A. niger, Glomus sp., GA, G-A, dan kontrol masing-masing ialah sebesar 1.635, 2.925, 1.733, 2.295, 1.1875 gramrumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 12 minggu setelah tanam dan 17.543, 42,59, 14,625, 14.538, 0.535 gramrumpun rimpang temulawak pada pemanenan umur 24 minggu setelah tanam. SIMPULAN DAN SARAN Cendawan endofit akar A. niger dan CMA mampu mengkolonisasi akar tanaman C. xanthorrhiza dan mampu berperan sebagai pupuk hayati yang berpotensi meningkatkan respon pertumbuhan dan kualitas rimpang berupa jumlah kandungan senyawa bioaktif kurkumin didalamnya. Perlakuan yang paling baik dalam meningkatkan jumlah kandungan kurkumin didalam rimpang secara signifikan adalah perlakuan inokulasi tunggal Glomus sp.. Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai interaksi antara A. niger dengan Glomus sp. dan pengaruhnya pada berbagai kondisi lingkungan dan umur tanaman. DAFTAR PUSTAKA Adzkia MA. 2006. Pola Akumulasi Kurkumin Rimpang Induk Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb Pada Berbagai Masa Tanam dan Perlakuan Budidaya Tanam [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Aggarwal B, Kumar A, Aggarwal M, Shishoida S. 2005. “Kurkumin derived from turmeric Curcuma longa: A spice for all seasons.” Phytopharmaceuticals in Cancer Chemoprevention, 349-387. Brundrett M, Melville L, Peterson L, editor. 1994. Practical Methods in Mychorriza Research. Canada: Mycologue Publications. Chuang CC, Yu-Lin K, Chao CC, Chao WL. 2006. Solubilization of inorganic phosphates and plant growth promotion by Aspergillus niger. Bio Fertils Soil: DOI 10.1007s00374-006-0140-3. Departemen Pertanian Republik Indonesia [Deptan RI]. 2005. Prospek dan arah pengembangan agribisnis tanaman obat. Jakarta: Deptan RI Departemen Pertanian Republik Indonesia [Deptan RI]. 2008. Produksi Komoditas Temulawak. www.deptan.go.id . [20 Februari 2008] Hadipoentyanti E dan Syahid SF. 2007. Respon Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb. Hasil Rimpang Kultur Jaringan Generasi Kedua Terhadap Pemupukan. J Littri 13 3: 106-110. Heldt HW. 1997. Plant Biochemistry and Molecular Biology. New York: Oxford University Pers. Di dalam Adzkiya MAZ. 2006. Pola Akumulasi Kurkuminod Rimpang Induk Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb Pada Berbagai Masa Tanam Dan Perlakuan Budidaya Tanam. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Khastini R O. 2007. Isolasi, Penapisan, Respon Tumbuh dan Proses Kolonisasi Cendawan Mutualistik Akar [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor Medina A, Vassileva M, Barea JM, Azcon R. 2005. The growth-enhancement of clover by Aspergillus-treted sugar beet waste and Glomus mosseae innoculation in Zn contaminated soil. J of Applied Soil Ecology 12-17 Morimoto et al. 2008. The dietary compound kurkumin inhibits p300 histone acetyltransferase activity and prevents heart failure in rats. J Clin Invest. 1183: 868–878. Rahardjo M, Rostiana O. 2005. Budidaya Tanaman Temulawak. Sirkuler 11: 25-30. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung: Penerbit ITB. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: Penerbit ITB. Sekardini A. 2006. Pengaruh Inokulasi Mikoriza VA dan Aspergillus niger van Tiegh Terhadap Fosfor Tersedia, Serapan Fosfor dan Derajat Infeksi pada Akar Albasia Paraserianthes falcataria L. Nielsen di Tanah Ultisol Jatinangor [tesis]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung Smith SE, Smith FA, Jacobsen I. 2003. Mycorrhizal can dominate phosphate supply to plants irrespective of growth responses. Plant Physiol 133: 16-20. Di dalam Khastini R O. 2007. Isolasi, Penapisan, Respon Tumbuh dan Proses Kolonisasi Cendawan Mutualistik Akar [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Sugiharto. 2003. Pengaruh Infus Rimpang Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb. Terhadap Kondisi Parameter Pemeriksaan Darah Tikus Putih yang Diberi Larutan Timbal Anorganik. J Medika Eksakta 4 2: 129-137. Tarafdar JC, Marschner H. 1995. Dual inoculation with Aspergillus fumigatus and Glomus mosseae enhances biomass production and nutrient uptake in wheat Triticum aestivum L. supplied with organic phosphorus as Na-phytate. Plant and soil 173: 97-102. Tri A, Dwiyanti H, Muchtadi D, Zakaria F. 2006. Penghambatan Oksidasi LDL dan Akumulasi Kolesterol pada Makrofag oleh Ekstrak Temulawak Curcuma xanthorriza Roxb.. J Teknologi dan Industri Pangan 17: 3. Zulfitri A. 2007. Pengaruh Cendawan Endofit Akar dan Mikoriza Arbuskula CMA Terhadap Pertumbuhan Jarak Pagar Jatropha curcas Linn. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram alir metode penelitian Persiapan tanaman Curcuma xanthorrhiza Perbanyakan biomassa A. niger dan CMA Curcuma xanthorrhiza umur satu bulan Media tumbuh tidak steril Panen umur 6 bulan setelah tanam Analisis pertumbuhan tanaman Analisis kolonisasi cendawan Analisis kandungan kurkumin rumpun rimpang Media tumbuh steril Panen umur 3 bulan setelah tanam Inokulasi Lampiran 2 Tabel komposisi larutan baku hara Johnson Hara Makro Senyawa Berat molekul Konsentrasi larutan stok M Konsentrasi larutan stok gl Volume larutan stoklarutan final ml KNO 3 101,10 1,00 101,10 6,0 CaNO 3 .4H 2 O 236,16 1,00 236,16 4,0 NH 4 H 2 PO 4 115,08 1,00 115,08 2,0 MgSO 4 .7H 2 O 246,49 1,00 246,49 1,0 Hara Mikro Senyawa Berat molekul Konsentrasi larutan stok M Konsentrasi larutan stok gl Volume larutan stoklarutan final ml KCl 74,55 50,0 3,728 H 2 BO 3 61,84 25,0 1,546 MnSO 4 .H 2 O 169,01 2,0 0,338 ZnSO 4 .7H 2 O 287,55 2,0 0,575 1,0 CuSO 4 .5H 2 O 249,71 0,5 0,125 H 2 MoO 4 85 MoO 3 161,97 0,5 0,081 Fe-EDTA 346,08 20,0 6,922 1,0 Lampiran 3 Analisis parameter respon tumbuh C. xanthorrhiza Analisis parameter respon tumbuh C. xanthorrhiza pada media 3 kg steril Perlakuan cendawan A. niger Glomus sp. GA G-A K Tinggi tajuk 142.750 a 128.250 b 123.125 bc 118.000 bc 111.500 c BB tajuk 239.21 a 158.74 b 155.03 b 125.21 b 130.43 b BK tajuk 33.625 a 21.625 b 23.000 b 18.750 b 20.125 b BB akar 156.69 a 118.23 ab 93.12 b 94.99 b 114.85 b BK akar 19.500 a 16.875 ab 12.125 b 13.125 b 16.750 ab BB rimpang 58.50 a 30.13 b 30.38 b

33.75 ab 33.00 ab