Akumulasi logam Pb, Cu, dan Zn pada tanaman pelindung di jalur hijau kota Banda Aceh

AKUMULASI LOGAM Pb, Cu, DAN Zn PADA TANAMAN
PELINDUNG DI JALUR HIJAU KOTA BANDA ACEH

RUHAIBAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Akumulasi Logam Pb, Cu, dan
Zn pada Tanaman Pelindung di Jalur Hijau Kota Banda Aceh” adalah karya saya
dengan arahan dan bimbingan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.


Bogor, Juli 2011

Ruhaibah
NRP G451090121

ABSTRACT

RUHAIBAH. Accumulation of Pb, Cu, and Zn Along The Roadside of Banda
Aceh. Under Direction of IRMA HERAWATI SUPARTO AND TETTY
KEMALA
The city of Banda Aceh planted several types of trees along the roadside as
shade and protector, such as Pterocarpus indicus (angsana), Swetenia mahagoni
(mahoni), and Polyalthia longifolia (glodogan). These trees were planted also as
an effort in solving environmental issues to reduce air pollution. Therefore, the
objective of this study was to analyze the concentration of Pb, Cu, and Zn on
those three types of trees along the roadside of Banda Aceh, also to evaluate the
correlation of the types of tree and the location based on different traffic density.
The samples were analyzed for Pb, Cu, and Zn from the leaves, stems, roots, and
soils around the trees taken at four locations with different density of traffic. All
types of sample were analyzed by Atomic Absorption Spectrometry. Based on the

concentration of Pb, Cu, and Zn, the highest accumulation was at location of high
traffic density and the lowest at the control sites. For the type of tree, angsana has
the highest accumulation of Pb and Zn compared to mahoni and glodogan trees.
There were significant correlation for Pb and Cu concentration with accumulation
in the soil and the roots, whereas Zn concentration correlated almost with all parts
of the trees and its soil.
Keywords: Heavy metal, Pterocarpus indicus, Swetenia mahagoni, Polyalthia
longifolia, correlation.

RINGKASAN
RUHAIBAH. Akumulasi Logam Pb, Cu, dan Zn pada Tanaman Pelindung di
Jalur Hijau Kota Banda Aceh. Dibimbing oleh IRMA HERAWATI SUPARTO
DAN TETTY KEMALA.
Pemerintah Indonesia, baik pemerintah pusat maupun daerah, sedang
menggalakkan penanaman sejuta pohon yang berfungsi sebagai pelindung dan
penghijauan. Penghijauan di perkotaan merupakan salah satu usaha dalam
mengatasi masalah lingkungan untuk mengurangi polusi (Dahlan 2004). Selain
itu, tanaman penghijauan dapat dijadikan bioindikator adanya bahan pencemar
udara khususnya dari emisi kendaraan dan industri (Kord et al. 2010).
Aktivitas masyarakat perkotaan meningkat tajam disertai dengan

meningkatnya penggunaan energi bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor
maupun pada berbagai aktivitas lain sehingga menimbulkan efek negatif bagi
lingkungan (Wardhana 2001). Beberapa partikel yang dihasilkan dari emisi
kendaraan bermotor, bengkel-bengkel otomotif, dan limbah rumah tangga seperti
Pb, Cu, dan Zn juga mengalami peningkatan. Partikel-partikel tersebut pada
konsentrasi tertentu dapat membahayakan kesehatan bagi manusia, hewan, dan
tumbuhan sehingga perlu penanganan secara serius (Widowati et al. 2008).
Masalah adanya akumulasi logam berat dapat berpengaruh pada tanaman
dan tanah di sekitar jalur lalulintas. Akumulasi logam pada pohon tersebut dapat
dijadikan bioindikator dari polusi suatu area. Semakin besar kemampuan tanaman
dalam menyerap logam dari udara, maka semakin banyak kadar logam dapat
dibersihkan pada lingkungan tersebut. Kemampuan mengakumulasi partikel
logam juga dipengaruhi oleh struktur daunnya, yaitu permukaan daun yang kasar
dan berlekuk lebih menahan partikel logam sehingga tidak mudah terbawa angin
dan hujan (Dahlan 2004).
Pemilihan pohon pelindung biasanya berdasarkan estetika seperti
penampilan dari tajuk dan daun yang akan berpengaruh pada kerindangannya.
Telah dilakukan beberapa penelitian mengenai kemampuan pohon pelindung
menyerap emisi kendaraan seperti yang dilaporkan oleh EL-Gamal (2000) bahwa
berbagai vegetasi di Kairo ternyata mempunyai korelasi antara jenis pohon dan

tanah sesuai kepadatan lalulintas dan industri. Jenis pohon lainnya, seperti pinus
jarum (Pinus eldarica) oleh Kord et al. (2010) di kota Teheran dan daun Robinia
pseudo-acacia L. (Fabaceae) oleh Celik et al. (2005) di kota Denizli, dilaporkan
bahwa akumulasi logam Pb, Cu, Zn, Ni, dan Cr tertinggi di temukan daerah padat
lalulintas dibandingkan daerah kontrol, sehingga pohon ini dapat dijadikan
sebagai bioindikator akumulasi logam. Studi akumulasi logam berat juga
dilakukan pada jalur hijau kota di Latvia khususnya pohon jeruk nipis yang
ternyata dapat juga dijadikan bioindikator (Cektere dan Osvalde 2008).
Pohon pelindung yang ada di jalur hijau kota Banda Aceh belum pernah
diteliti perannya sebagai bioindikator. Oleh karena itu, perlu dievaluasi berbagai
jenis pohon pada jalur hijau kota Banda Aceh diantaranya angsana, mahoni dan
glodogan yang dikenal sebagai pohon pelindung dan perindang. Tujuannya untuk
menganalisis kadar logam Pb, Cu, dan Zn pada berbagai bagian pohon pelindung
tersebut maupun tanah sekitarnya, serta korelasi antara jenis pohon dan lokasi
kepadatan lalulintas. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi dan gambaran tentang kemampuan pohon pelindung, seperti angsana,
mahoni, dan glodogan dalam mengakumulasi logam berat Pb, Cu, dan Zn,
sehingga dapat dijadikan kebijakan dan pertimbangan pemerintahan daerah dalam
memanfaatkan pohon pelindung sebagai penyerap unsur Pb, Cu, dan Zn.

Sampel berupa daun, kulit batang, dan akar, serta tanah sekitar pohon
angsana, mahoni, dan glodogan yang diambil dari tiga lokasi berbeda jalur hijau
Kota Banda Aceh. Pemilihan lokasi berdasarkan kepadatan lalulintas dengan
pengamatan jumlah kendaraan yang melewatinya dilakukan selama satu jam,
mulai pukul 8.00 sampai dengan 9.00 WIB. Ketiga lokasi tersebut adalah lokasi
kepadatan lalulintas rendah, lokasi kepadatan lalulintas sedang dan lokasi
kepadatan lalulintas tinggi. Sebagai lokasi kontrol yang tidak dilalui kendaraan
adalah di ruang terbuka hijau berupa hutan kota. Sampel daun diambil dari
beberapa cabang berbeda pada ketinggian 1-2 m. Sampel kulit batang pada
ketinggian 1 m dan usia pohon rata-rata 9 tahun. Sampel akar dan tanah diambil
pada posisi yang sama di kedalaman 5-20 cm. Semua sampel diambil pada bulan
November 2010.
Kesemua jenis sampel diperlakukan sama tanpa pencucian dan dikering
anginkan. Selanjutnya, dikeringkan dalam oven. Setelah kering sampel dihaluskan
dan ditimbang sebanyak 3 g dimasukkan ke dalam labu destruksi, kemudian
ditambahkan 15 mL HNO 3 pekat dan disimpan di dalam lemari asam. Kemudian
dipanaskan sampai asap berwarna kecoklatan tidak keluar lagi. Setelah
didinginkan beberapa saat, ditambahkan air bebas ion dan disaring sambil dibilas
hingga mendapatkan volume filtrat 50 mL untuk selanjutnya diukur kadar logam
dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Untuk mengetahui perbedaan

serapan ketiga jenis tanaman, maka dilakukan analisis ragam (ANOVA) dan
Korelasi Pearson dengan taraf signifikan 0,05.
Berdasarkan hasil uji SSA didapatkan konsentrasi Pb, Cu, dan Zn tertinggi
pada lokasi kepadatan lalulintas tinggi dan terendah pada lokasi kontrol. Untuk
jenis tanaman, angsana memiliki kemampuan serapan tertinggi terhadap logam Pb
dan Zn dibandingkan mahoni dan glodogan, untuk bagian tanaman serapan
tertinggi pada akar dan pada tanah sekitar tanaman, sedangkan serapan terendah
pada daun dan batang. Berdasarkan analisis statistik bahwa jenis tanaman berbeda
nyata untuk logam Pb dan Zn, sedangkan untuk logam Cu tidak berbeda nyata
pada jenis tanaman, hal ini diduga ada hubungannya dengan fungsi dari masingmasing logam dalam pertumbuhan tanaman yaitu:
Timbal (Pb) merupakan logam berat yang sangat beracun pada seluruh
aspek kehidupan. Logam Pb berperan sebagai mobilitas pada proses penyerapan
logam dari akar tanaman menuju daun. Pencemaran logam timbal dapat
menimbulkan pengaruh negatif pada klorofil karena sebagian besar diakumulasi
oleh organ tanaman, yaitu daun, batang, akar dan tanah sekitar tanaman. Tanaman
dapat menyerap logam timbal pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan
organik tanah rendah, pada keadaan ini Pb akan terlepas dari ikatan tanah berupa
ion dan bergerak bebas dalam larutan tanah maka akan terjadi serapan Pb oleh
akar tanaman. Kemudian ditransfer ke bagian lain dari tanaman yaitu batang,
ranting, dan daun, tapi pada konsentrasi yang tinggi (100-1000 mg/kg) dapat

mengakibatkan pengaruh toksik terhadap proses fotosintesis sehingga
pertumbuhan akan terhambat (Widowati et al. 2008).

Tembaga (Cu) pada konsentrasi rendah sangat berperan dalam pembentukan
protein, fosforilasi oksidatif dan mobilisasi besi. Kelebihan tembaga akan
mengganggu aktivitas dari beberapa enzim. Dalam beberapa aspek lain yang
terkait dengan fotosintesis, pigmen sintesis, metabolisme asam lemak dan protein,
proses fiksasi N dan integritas membran (Widowati et al. 2008). Beberapa protein
kloroplas dan enzim glutamin sintase (GS) dan glutamat ferredoxin-tergantung
sintase (Fd-GOGAT), terlibat dalam asimilasi NH4+, sangat rentan terhadap
keracunan logam berat, terutama Fd-GOGAT terhadap kelebihan Cu. Efek yang
paling penting adalah penurunan sistem transfer elektron pada proses fotosintesis
yang menyebabkan produksi radikal pada saat memulai reaksi dari rantai
peroksidase, melibatkan membran lipid. Logam Cu diserap oleh akar tanaman
dalam bentuk Cu2+ yang berperan dalam proses oksidasi, reduksi, dan
pembentukan enzim (Lahuddin 2007).
Sebagian besar Cu diserap oleh tanaman dan disimpan dalam akar.
Meskipun merupakan unsur hara penting, ketika diserap dalam jumlah besar akan
menjadi toksik terhadap pertumbuhan tanaman dan terjadi kerusakan pada
morfologi, ultrastruktural dan tingkat biokimia. Tanda-tanda kekurangan Cu pada

tanaman yaitu terjadi kelainan pada bagian daun, ujung daun layu, dan daun yang
muda menjadi klorosis (Lahuddin 2007).
Zink (Zn) merupakan unsur mikro esensial untuk tumbuhan tingkat tinggi.
Zn berfungsi sebagai penyusun pati dan aktivator enzim (aldolase, asam aksalat
dekarboksilase, histidin, superoksida demutase dan lain-lain), pembentukan
klorofil, dan metabolisme karbohidrat (Lahuddin 2007). Logam Zn merupakan
unsur esensial bagi pertumbuhan semua jenis hewan dan tumbuhan. Zn ditemukan
hampir pada semua sel dan merupakan unsur yang sangat penting untuk
pertumbuhan manusia, hewan, maupun tanaman yang menempati urutan nomor
dua setelah Fe. Metebolisme sel dipengaruhi dan ditentukan oleh Zn. Peran Zn
dalam peran katalitik, yaitu hampir 100 jenis enzim memiliki kemampuan
katalisator dalam reaksi kimia tergantung pada Zn. Zn juga berperan penting
dalam menyusun dan menstabilkan struktur protein juga struktur membran sel,
katalisator enzim superoksida (CuZnSOD). Keracunan Zn menyebabkan
berkurangnya pertumbuhan akar tanaman dan pelebaran daun diikuti klorosis dan
nekrosis. Kadar Zn yang tinggi menekan serapan P dan Fe oleh tanaman
(Widowati et al. 2008).
Hasil penelitian bahwa akumulasi logam Pb dan Zn tertinggi pada tanaman
angsana, untuk bagian tanaman tertinggi pada akar tanaman dan tanah sekitar
tanaman. Akumulasi logam Pb dan Zn berbeda nyata untuk jenis tanaman

pelindung, sedangkan logam Cu tidak berbeda nyata pada jenis tanaman, namun
kesemua jenis logam berbeda nyata berdasarkan lokasi kepadatan lalulintas.
Bagian akar tanaman dan tanah sekitar tanaman pelindung untuk semua lokasi
sangat berkorelasi dalam akumulasi logam, maka bagian akar tanaman dan tanah
sekitarnya dapat dijadikan bioindikator tingkat akumulasi logam.

Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu penulisan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atas seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

AKUMULASI LOGAM Pb, Cu, DAN Zn PADA TANAMAN
PELINDUNG DI JALUR HIJAU KOTA BANDA ACEH

RUHAIBAH


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Irmanida Batubara, M. Si

Judul Tesis
Nama Mahasiswa
NRP
Program Studi

: Akumulasi Logam Pb, Cu, dan Zn pada Tanaman
Pelindung di Jalur Hijau Kota Banda Aceh

: Ruhaibah
: G451090121
: Kimia

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. dr. Irma Herawati Suparto, M.S
Ketua

Dr. Tetty Kemala, M.Si
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi Kimia

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, M.S

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Agr

Tanggal Ujian :

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan karena atas berkat dan
rahmatNya sehingga tesis yang berjudul “Akumulasi Logam Pb, Cu dan Zn pada
Tanaman Pelindung di Jalur Hijau Kota Banda Aceh”, selesai dengan baik.
Penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan kerjasama dari berbagai
pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih atas segala bimbingan
dan arahannya kepada Ibu Dr. dr. Irma Herawati Suparto, MS dan Ibu Dr. Tetty
Kemala, M.Si selaku pembimbing. Disamping itu, ucapan terima kasih kepada
seluruh staf dosen Sekolah Pascasarjana Program Studi Kimia Institut Pertanian
Bogor, atas ilmu yang diberikan kepada penulis selama perkuliahan maupun
dalam penyusunan tesis ini. Penanggung jawab Laboratorium Anorganik dan
Laboratorium Bersama Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB), yang
telah memberikan fasilitas selama penelitian. Kementrian Agama Republik
Indonesia yang telah mendanai hingga pendidikan ini selesai. Kepala Madrasah
dan teman-teman keluarga besar Madrasah Aliyah Negeri Model Banda Aceh
serta teman-teman seperjuangan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi
Kimia IPB Angkatan 2009 yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam
segala hal semoga Allah membalas atas segala kebaikannya. Ungkapan
terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala
doa dan kasih sayangnya.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat untuk ilmu
pengetahuan, Amin yaa rabbal alamin.

Bogor, Juli 2011

Ruhaibah

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Meureudu, 10 Mei 1970 sebagai anak kedua dari dua
bersaudara dari pasangan Bapak Haji Muhammad Jamil dan Ibunda Hajjah Aman
Farijah. Tahun 1988 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri Meureudu
dan pada tahun 1994 lulus dari Program Pendidikan Diploma Kependidikan
(PPDK) Universitas Syiah Kuala, Jurusan Kimia Program Diploma Tiga, dan
tahun 1998 menyelesaikan pendidikan Program Sarjana Pendidikan Universitas
Serambi Mekah. Tahun 2000 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil bertugas
mengajar pada Madrasah Aliyah Negeri Model Banda Aceh sampai sekarang.
Pada tahun 2009, melanjutkan pendidikan sebagai mahasiswi Pascasarjana
Program Studi Kimia Institut Pertanian Bogor atas beasiswa Kementerian Agama
Republik Indonesia.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………….

xiii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………

xiii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………….

xiii

PENDAHULUAN …………………………………………………

1

Latar Belakang ..........................................................................

1

Tujuan ..….....…………..............................................................

2

Hipotesis …………....................................................................

3

Manfaat ......................................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………...

5

Tanaman Pelindung ...................................................................

5

Logam Berat ..............................................................................

7

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) ....................................

13

BAHAN DAN METODE ………………………………………….

17

Waktu dan Tempat ......................................................................

17

Alat dan Bahan ...........................................................................

17

Metodologi Penelitian .................................................................

17

HASIL ........................................ ……………………………………

21

Kandungan Logam Pb, Cu, dan Zn Berdasarkan Kepadatan
Lalulintas ..................................................................................

21

Kandungan Logam Pb, Cu, dan Zn Berdasarkan Jenis Tanaman

23

Kandungan Logam Berdasarkan Bagian Tanaman ...................

24

Korelasi Kandungan Logam dengan Jenis Tanaman dan Lokasi

25

PEMBAHASAN ...............................................................................

27

Kandungan Logam Berdasarkan Lokasi Sampel .........................

27

Kandungan Logam Berdasarkan Jenis Tanaman ........................

27

Kandungan Logam Berdasarkan Bagian Tanaman dan Tanah
Sekitar Tanaman ...................................................................

29

SIMPULAN DAN SARAN …………………….............................

33

Simpulan ……………………………………………………….

33

Saran …………………………………...................................

33

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................

35

LAMPIRAN ...................................................................................

37

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Koefisien Korelasi Kandungan Pb, Cu, dan Zn antar bagian
tanaman .....................................................................................

26

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Tanaman angsana ....................................................................

6

2

Tanaman mahoni .....................................................................

6

3

Tanaman glodogan ………………………………………..….

7

4

Akumulasi partikel Pb pada jaringan daun...............................

10

5

Rangkaian kerja SSA ……………………………………......

15

6

Diagram alir penelitian ……………………………................

17

7

Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn pada tanaman angsana, mahoni
dan glodogan di lokasi kepadatan lalulintas rendah ................

8

Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn pada angsana, mahoni dan
glodogan pada lokasi kepadatan lalulintas sedang .................

9

23

Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn berdasarkan jenis tanaman
pelindung angsana, mahoni, dan glodogan .............................

12

22

Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn pada angsana, mahoni dan
glodogan pada lokasi Kontrol ..................................................

11

22

Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn pada angsana, mahoni dan
glodogan pada lokasi kepadatan lalulintas tinggi ....................

10

21

24

Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn berdasarkan bagian-bagian
tanaman dan tanah sekitarnya .................................................

25

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Peta Lokasi Pengambilan Sampel .............................................

39

2

Konsentrasi Pb, Cu, dan Zn berdasarkan bobot kering .…........

40

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini, baik pemerintah pusat maupun daerah, sedang menggalakkan
penanaman sejuta pohon, antara lain dengan mengembangkan penghijauan kota
yang berfungsi sebagai tanaman pelindung dan perindang. Penghijauan di
perkotaan merupakan salah satu usaha dalam mengatasi masalah lingkungan
untuk mengurangi polusi udara dengan menciptakan iklim yang sejuk dan nyaman
(Dahlan 2004). Selain itu, peranan tanaman penghijauan juga dapat dijadikan
bioindikator adanya bahan pencemar udara khususnya dari emisi kendaraan dan
industri (Kord et al. 2010).
Aktivitas

masyarakat

perkotaan

meningkat

tajam

disertai

dengan

meningkatnya penggunaan energi bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor
maupun pada berbagai aktivitas lain yang menimbulkan efek negatif bagi
lingkungan, yaitu polusi udara (Wardhana 2001). Beberapa partikel yang
dihasilkan dari emisi kendaraan bermotor, bengkel-bengkel otomotif, dan limbah
rumah tangga seperti timbal (Pb), tembaga (Cu), dan zink (Zn) juga mengalami
peningkatan.

Partikel-partikel

tersebut

pada

konsentrasi

tertentu

dapat

membahayakan kesehatan bagi manusia, hewan, dan tumbuhan sehingga perlu
penanganan secara serius. Salah satu cara yang efektif untuk menangani polusi
udara dengan konsep penanaman pohon pelindung (Widowati et al. 2008).
Masalah adanya akumulasi logam berat dapat berpengaruh pada tanaman
dan tanah di sekitar jalur lalulintas. Akumulasi logam pada pohon tersebut dapat
dijadikan bioindikator dari polusi suatu area. Semakin besar kemampuan tanaman
dalam menyerap logam dari udara, maka semakin banyak kadar logam dapat
dibersihkan pada lingkungan tersebut. Tinggi rendahnya akumulasi tanaman
terhadap logam Pb, Cu, dan Zn berbeda-beda menurut jenisnya, tingkat
pertumbuhannya, jarak terhadap sumber pencemar, dan konsentrasi bahan
pencemar. Kemampuan mengakumulasi partikel logam juga dipengaruhi oleh
struktur daunnya, yaitu permukaan daun yang kasar dan berlekuk lebih menahan
partikel logam sehingga tidak mudah terbawa angin dan hujan (Dahlan 2004).

2
Pemilihan pohon pelindung biasanya berdasarkan estetika seperti
penampilan dari tajuk dan daun yang akan berpengaruh pada kerindangannya.
Telah dilakukan beberapa penelitian mengenai kemampuan pohon pelindung
menyerap emisi kendaraan seperti yang dilaporkan oleh El-Gamal (2000) bahwa
berbagai jenis vegetasi di Kairo ternyata mempunyai korelasi antara jenis pohon
dan tanah sesuai kepadatan lalulintas dan industri. Jenis pohon lainnya, seperti
pinus jarum (Pinus eldarica) di kota Teheran dilaporkan bahwa akumulasi logam
Pb, Cu, Zn, Ni, dan Cr tertinggi di daerah padat lalulintas dibandingkan daerah
kontrol, sehingga pohon ini dapat dijadikan bioindikator akumulasi logam (Kord
et al. 2010) dan (Celik et al. 2005) pada daun Robinia pseudo-acacia L.
(Fabaceae) dievaluasikan sebagai biomonitor kontaminasi logam berat di kota
Denizli. Studi akumulasi logam berat dilakukan pada jalur hijau kota di Latvia
khusus pohon jeruk nipis yang ternyata dapat juga dijadikan bioindikator (Cektere
dan Osvalde 2008). Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian terhadap tanaman
pelindung membuktikan bahwa akumulasi logam dipengaruhi oleh kepadatan
lalulintas dan jenis pohon pada jalur hijau.
Pohon pelindung yang berada di kota Banda Aceh belum pernah diteliti
perannya sebagai bioindikator. Oleh karena itu, perlu dievaluasi berbagai jenis
pohon pada jalur hijau kota Banda Aceh diantaranya angsana (Pterocarpus
indicus), mahoni (Swetenia mahagoni) dan glodogan (Polyalthia longifolia) yang
dikenal sebagai tanaman pelindung dan perindang. Ketiga pohon ini ditanam pada
beberapa jalur hijau dengan tingkat kepadatan lalulintas berbeda, hal ini dilihat
berdasarkan jumlah kendaraan yang melintas suatu jalan pada waktu yang sama.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan kebijakan bagi pemerintah daerah
dalam menerapkan pemilihan pohon pelindung untuk jalur lalulintas yang dapat
dijadikan suatu bioindikator tingkat akumulasi logam.

Tujuan
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kadar logam Pb, Cu, dan Zn pada
berbagai bagian tanaman pelindung angsana, mahoni dan glodogan maupun tanah
sekitarnya di jalur hijau kota Banda Aceh, serta hubungannya antara jenis
tanaman dan lokasi kepadatan jalur lalulintasnya.

3

Hipotesis
Semakin tinggi kepadatan lalulintas pada suatu lokasi akan menyebabkan
semakin tinggi pula kadar logam berat yang terakumulasi pada pohon pelindung
di lokasi tersebut.

Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran
tentang kemampuan pohon pelindung, seperti angsana, mahoni, dan glodogan
dalam mengakumulasi logam berat Pb, Cu, dan Zn. Hasil penelitian ini dapat
dijadikan kebijakan dan pertimbangan pemerintahan daerah dalam memantau dan
memanfaatkan pohon pelindung sebagai penyerap unsur Pb, Cu, dan Zn.

4

5

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Pelindung
Tanaman tidak hanya dapat diambil manfaatnya dari hasil produksi bagian
pohonnya saja. Manfaat tanaman juga dapat berupa peranannya dalam
menciptakan kenyamanan, meredam kebisingan, dan mengurangi bahaya hujan
asam (Dahlan 2004). Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsoprsi
gelombang suara oleh daun, cabang, dan ranting. Jenis pohon yang paling efektif
untuk meredam suara adalah yang mempunyai tajuk tebal dengan daun yang
rindang. Penanaman berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup
rapat dan tinggi akan dapat menyerap kebisingan yang bersumber dari bawah
melalui daunnya sampai 95 % (Dahlan 2004).
Berdasarkan beberapa pernyataan mengenai peranan pohon serta berbagai
polusi yang terjadi dalam lingkungan baik berupa emisi gas atau partikel, energi
panas atau radiasi sinar, dan kebisingan. Maka solusi terbaik adalah penataan jalur
hijau dan perluasan area untuk penanaman pohon pelindung (Dahlan 2004).
Pohon pelindung merupakan pohon yang ditanam di pinggir jalan sebagai
penghijauan juga untuk melindungi tanaman lain dari sengatan matahari secara
langsung. Adapun pohon yang tergolong sebagai pohon pelindung antara lain
pohon angsana, mahoni, glodogan, dan tanjung (Dahlan 2004).
Pohon angsana (Pterocarpus indicus Willd) seperti pada Gambar 1 adalah
jenis tanaman pohon berasal dari Asia Tenggara, tingginya mencapai 10-40 m.
Daun majemuk berbentuk bulat telur, berukuran 12-22 cm dengan 5-11 lembar
anak daun, panjang daun 3-10 cm, lebar 2-5 cm. Mahkota bunga berwarna kuning,
dan

tajuk

tanaman

berbentuk

bulat.

Taksonomi

tanamannya

devisi

Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, bangsa Resales,
Suku Leguminoceae, marga Pteracafpus, dan Jenis Pterocarpus indica Willd
(Sulasmini 2007).

6

Gambar 1 Pohon angsana (Pterocarpus indicus Willd)

Pohon mahoni (Swetenia mahagoni Jacq) dapat dilihat pada Gambar 2
merupakan jenis tanaman pohon yang berasal dari Hindia Barat dan Afrika,
tingginya mencapai 10-30 m, daun majemuk menyirip genap, berbentuk elips
agak bundar dengan helaian anak daun meruncing, dan berwarna hijau tua,
panjang 8-12 cm, lebar 3-5 cm. Buah pohon mahoni memiliki tangkai, tajuknya
berbentuk tidak teratur. Taksonomi tanaman tergolong divisi Spermatophyta, sub
divisi Angiospermae, kelas Dicotiledenae, bangsa Rutales, suku Meliaceae, marga
Swietenie, jenis Swetenia mahagoni Jacq (Sulasmini 2007).

Gambar 2 Pohon mahoni (Swetenia mahagoni Jacq).

7

Pohon glodogan (Polyalthia longifolia) ditunjukkan pada Gambar 3 juga
termasuk jenis tanaman pohon yang tingginya 10-25 m, batangnya lurus, daunnya
tunggal berseling, berbentuk elips memanjang dan tebal, warna daun hijau tua,
panjangnya 12,5-20 cm, lebar 2,5-5 cm. Bunga axial, berwarna kuning kehijauhijauan, dan tajuknya berbentuk kerucut. Taksonomi tanamanannya
Spermatophyta,

sub

divisi

Angiospermae,

kelas

Dicosiledenae,

divisi
bangsa

Canangium, suku Annonaceae, marga Polyalthia, jenis Polyalthia longifolia
(Sulasmini 2007).

Gambar 3 Pohon glodogan (Polyalthia longifolia).

Logam Berat
Logam ditemukan dan menetap dalam alam, tetapi bentuk kimianya dapat
berubah akibat pengaruh fisik, kimia, biologis, atau akibat aktivitas manusia.
Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar dari 5
g/cm3, antara lain Cd, Hg, Pb, Cu, Zn, Ni. Logam berat Cd, Hg, dan Pb beracun
bagi makhluk hidup. Logam Cu dan Zn merupakan unsur mikroesensial tanaman
pada proses metabolisme asam lemak dan karbohidrat, tetapi pada konsentrasi
tinggi akan bersifat toksik (Lahuddin 2007).
Logam berat terdapat dalam 3 kelompok biologi dan kimia (biokimia).
Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut: Pertama logam-logam yang
dengan mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu dengan unsur oksigen. Kedua
logam-logam yang dengan mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu dengan

8
unsur nitrogen atau unsur sulfur. Ketiga logam antara atau logam transisi yang
memiliki sifat khusus (spesifik) sebagai logam pengganti.
Sifat umum dari logam berat adalah potensial toksisitasnya terhadap
mikroorganisme dan makhluk hidup yang lain.
1. Timbal (Pb) merupakan logam berat yang sangat beracun pada seluruh aspek
kehidupan. Sumber utama timbal berasal dari komponen gugus alkil timbal pada
bahan bakar kendaraan bermotor. Mobilitas timbal di tanah dan tumbuhan
cenderung lambat dengan kadar normalnya pada tumbuhan berkisar 0,5 – 3 ppm.
2. Tembaga (Cu) logam yang bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada
konsentrasi larutan diatas 0,1 ppm. Konsentrasi normal elemen ini di tanah
berkisar 20 ppm dengan tingkat mobilitas sangat lambat karena ikatan yang sangat
kuat dengan material organik dan mineral tanah liat.
3. Zink (Zn) biasanya terdapat dalam tanah dengan level 10-300 ppm dan ratarata 30-50 ppm. Lumpur Limbah biasanya mengandung Zn yang tinggi, dan
bersifat aktif di tanah.
Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan
logam pada tanaman yang tumbuh diatasnya. Akumulasi logam dalam tanaman
juga tergantung pada unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah, dan spesies
tanaman (Lahuddin 2007). Logam berat selain akan mempengaruhi ketersediaan
hara tanaman juga dapat mengkontaminasi hasil tanaman. Jika logam berat
memasuki lingkungan tanah, maka akan terjadi keseimbangan dalam tanah,
kemudian akan terserap oleh tanaman melalui akar, dan selanjutnya akan
terdistribusi ke bagian tanaman lainnya seperti batang, cabang (ranting), dan daun
(Lahuddin 2007).
Menurut Priyanto dan Prayitno (2006) mekanisme penyerapan logam berat
pada tanaman melalui akar dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung,
yaitu pertama penyerapan oleh akar. Agar tanaman dapat menyerap logam, maka
membentuk suatu enzim reduktase di membran akarnya. Reduktase ini berfungsi
mereduksi logam yang selanjutnya diangkut ke bagian tumbuhan lainnya melalui
jaringan pengangkut yaitu xylem dan floem. Untuk meningkatkan efisiensi
pengangkutan, logam diikat oleh molekul kelat. kemudian senyawa-senyawa yang
larut dalam air biasanya diserap oleh akar bersama air. Kedua translokasi logam

9

dari akar ke bagian tanaman lain. Setelah logam menembus endodermis akar,
logam atau senyawa asing lain mengikuti aliran transpirasi ke bagian atas tanaman
melalui jaringan pengangkut (xilem) ke bagian tanaman lainnya. Ketiga lokalisasi
logam pada sel dan jaringan. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar logam tidak
menghambat metabolisme tanaman. Sebagai upaya untuk mencegah peracunan
logam terhadap sel, tanaman mempunyai mekanisme detoksifikasi yaitu
penimbunan logam di dalam organ tertentu seperti akar (Lahuddin 2007).
Logam Timbal (Pb)
Timbal (Pb) lebih dikenal dengan nama timah hitam. Pb merupakan suatu
logam berat yang lunak berwarna kelabu kebiruan dengan titik leleh 327 ºC dan
titik didih 1.620 ºC, pada suhu 550–600 ºC dapat menguap dan bereaksi dengan
oksigen di udara membentuk timbal oksida (PbO) dan senyawa organometalik,
yaitu timbal tetra etil (TEL: tetra ethyl lead), timbal tetra metil (TML: tetra
methyl lead) dan timbal stearat yang merupakan logam tahan terhadap korosi atau
karat, sehingga sering digunakan sebagai bahan coating.
Kendaraan bermotor menjadi salah satu sumber utama pencemaran udara,
karena mengandung berbagai emisi gas buang yang berbahaya dan berdampak
negatif terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan dan infrastruktur lain di
sekitarnya. Untuk meningkatkan bilangan oktan pada bahan bakar kendaraan
bermotor biasanya menambahkan suatu cairan kimia yang dapat mengurangi
letupan selama proses pembakaran di dalam mesin. Cairan anti letupan yang lazim
dipakai adalah timbal tetraetil (Pb(C 2 H 5 ) 4 ) dan timbal tetrametil (Pb(CH 3 ) 4 ) atau
campurannya. Senyawa ini pada proses pembakaran akan melepaskan partikelpartikel Pb dalam bentuk PbCl 2 , PbBr 2, PbBrCl, PbO, dan PbO 4 tidak larut dalam
air dan sisanya dilepaskan ke udara (Wardhana 2001).
Pencemaran logam Pb dapat menimbulkan pengaruh negatif pada klorofil
karena sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun, batang, akar
dan tanah. Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan
kandungan bahan organik tanah rendah, pada keadaan ini Pb akan terlepas dari
ikatan tanah berupa ion dan bergerak bebas dalam larutan tanah, maka akan terjadi
serapan Pb oleh akar tanaman, pada konsentrasi yang tinggi (100-1000 mg/kg)

10
dapat mengakibatkan pengaruh toksik terhadap proses fotosintesis sehingga
pertumbuhan akan terhambat (Widowati et al. 2008).
Mekanisme masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun, yaitu melalui
stomata daun yang berukuran besar dan ukuran partikel Pb lebih kecil, sehingga
Pb dengan mudah masuk kedalam jaringan daun melalui proses penjerapan pasif.
Partikel Pb yang menempel pada permukaan daun berasal dari tiga proses yaitu
(1) sedimentasi akibat gaya gravitasi (2) tumbukan akibat turbulensi angin, dan
(3) pengendapan yang berhubungan dengan hujan. Celah stomata mempunyai
panjang sekitar 10 μm dan lebar antara 2 –7 μm, oleh karena ukuran Pb yang
demikian kecil, maka partikel Pb akan masuk ke dalam daun lewat celah stomata
serta menetap dalam jaringan daun dan menumpuk di antara celah sel jaringan
pagar dan jaringan bunga karang. Oleh karena partikel Pb tidak larut dalam air,
maka senyawa Pb dalam jaringan terperangkap dalam rongga antarsel sekitar
stomata seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Logam Pb bersifat amfoter. Dalam
suasana asam, Pb berupa ion Pb2+ dan sebaliknya pada suasana basa akan berubah
menjadi Pb(OH) 4 . Karena bersifat amfoter, maka Pb akan lebih berbahaya pada
daerah yang mempunyai keasaman air hujan tinggi. Pada suasana asam, Pb larut
membentuk ion Pb2+ dengan demikian menjadi lebih bebas jika dibandingkan
ketika Pb masih dalam bentuk partikel (Dahlan 2004).

stomata

Epidermis atas
Pb
Jaringan tiang
Sel miophil
Jaringan bunga karang
Pb
Epidermis bawah
Gambar 4 Akumulasi partikel Pb pada jaringan daun.

11

Logam tembaga (Cu)
Logam Cu di alam ditemukan dalam bentuk logam bebas, tetapi lebih
banyak ditemukan dalam bentuk senyawa padat bentuk mineral. Logam Cu seperti
juga unsur-unsur mikro lainnya, bersumber dari hasil pelapukan dan pelarutan
mineral-mineral yang terkandung dalam bebatuan. Ada 10 jenis bebatuan dan 19
mineral utama yang mengandung Cu dan kandungan Cu dalam bebatuan berkisar
2–200 ppm dan dalam berbagai mineral berkisar 23–100% (Alloway 1995).
Pada konsentrasi rendah Cu sangat berperan dalam pembentukan protein.
Kelebihan Cu akan mengganggu aktivitas dari beberapa enzim dan proses
fotosintesis, metabolisme asam lemak dan protein. Efek yang paling penting
adalah penurunan sistem transfer elektron pada proses fotosintesis yang
menyebabkan produksi radikal yang memulai reaksi dari rantai peroksidase,
melibatkan membran lipid (Lahuddin 2007).
Logam Cu diserap oleh akar tanaman dalam bentuk Cu2+ yang berperan
dalam proses oksidasi, reduksi, dan pembentukan enzim. Logam Cu dalam tanah
dalam bentuk Cu2+ yang terikat kuat oleh matrik tanah yang terdiri dari komplek
liat dan humus atau senyawa-senyawa organik yang berasal dari reaksi
perombakan bahan organik. Tanda-tanda kekurangan Cu pada tanaman yaitu
terjadi kelainan pada bagian daun, ujung daun layu, dan daun yang muda menjadi
klorosis (Lahuddin 2007).
Kadar Cu dalam larutan tanah meningkat dengan meningkatnya pH tanah
atau sebaliknya, hal ini disebabkan Cu terikat kuat pada matrik tanah. Logam Cu
dapat stabil dalam tanah setelah mengalami reaksi-reaksi hidrolisis, pembentukan
komplek anorganik dan organik, adsorpsi Cu pada berbagai jenis mineral liat.
Kelebihan kadar Cu dalam tanah yang melewati ambang batas akan mejadi
pemicu terjadinya keracunan khususnya pada tanaman. Kandungannya di dalam
tanah antara 2 sampai 250 ppm, sedangkan dalam jaringan tanaman yang tumbuh
normal sekitar 5-20 ppm. Kondisi kritis dalam tanah 60-125 ppm, dan dalam
jaringan tanaman 5-60 ppm, pada kondisi kritis pertumbuhan tanaman mulai
terhambat sebagai akibat keracunan Cu (Lahuddin 2007).

12
Logam Zink (Zn)
Zink (Zn) merupakan unsur mikro esensial untuk tumbuhan tingkat tinggi.
Zn berfungsi sebagai penyusun pati dan aktivator enzim (aldolase, asam aksalat
dekarboksilase, histidin, superoksida demutase dan lain-lain), pembentukan
klorofil, dan metabolisme karbohidrat. Mineral-mineral sebagai sumber utama
yang kaya Zn dalam tanah adalah ZnS, dan sumber yang sangat kecil dari
mineral-mineral ZnCO 3 , ZnO, ZnSO 4 dan Zn 3 (PO 4 ) 2 .4H 2 O (Lahuddin 2007).
Logam Zn adalah komponen alam yang terdapat di kerak bumi. Adsorpsi Zn
dalam tanah dapat terjadi karena adanya bahan organik dan mineral liat. Mineral
Zn yang ada dalam tanah antara lain ZnS, (ZnFe)S, dan ZnCO 3 . Pelarutan mineral
terjadi secara alami sehingga unsur yang terkandung di dalamnya terbebas dalam
bentuk ion. Zn2+ yang terbebas mengalami proses lanjut, terikat dengan matrik
tanah atau bereaksi dengan unsur-unsur lain (Widowati et al. 2008).
Untuk pertumbuhan, tanaman membutuhkan unsur Zn hanya dalam jumlah
sedikit. Hal ini terlihat dari hasil analisis Zn pada jaringan tanaman berkisar 21–
120 ppm dari bahan kering jaringan tanaman yang sehat, bila kandungan 11–25
ppm dikatakan rendah, di bawah angka 10 ppm disebut kurang, dan tinggi atau
berlebihan bila kandungan Zn di atas 71 atau 81 ppm. Beberapa spesies tanaman
toleran terhadap tingginya kandungan Zn dalam jaringan tanaman (600–7800
ppm). Keracunan Zn menyebabkan berkurangnya pertumbuhan akar, pelebaran
daun, dan diikuti klorosis dan nekrosis pada daun. Kadar Zn yang tinggi menekan
serapan P dan Fe oleh tanaman (Lahuddin 2007).
Logam Zn diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Zn2+ dan dalam tanah
alkalis diserap dalam bentuk monovalen Zn(OH)+, di samping itu Zn diserap juga
dalam bentuk komplek khelat, misalnya Zn-EDTA. Kadar Zn dalam tanah
berkisar antara 16-300 ppm dan dalam tanaman berkisar 20-70 ppm. Kelarutan Zn
tinggi pada tanah yang keasamannya tinggi dan sebaliknya keasaman tanah
rendah maka kelarutan Zn juga rendah (Lahuddin 2007).

13

Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
Spektrofotometer serapan atom (SSA) merupakan alat untuk menganalisis
unsur-unsur logam dan semi logam dalam suatu senyawa. Prinsip kerja AAS
adalah adanya interaksi antara energi (sinar) dan materi (atom). Panjang
gelombang sinar yang diserap bergantung pada konfigurasi elektron dari atom,
sedangkan intensitasnya bergantung pada jumlah atom dalam keadaan dasar.
Spektrofotometri Serapan Atom juga merupakan suatu metode analisis yang
memiliki beberapa keuntungan yaitu kecepatan analisis dan ketelitiannya, tingkat
sensitivitas dan selektivitas tinggi. Sistemnya relatif mudah, dan tidak
memerlukan pemisahan pendahuluan. Perangkat SSA ini sudah menggunakan
program komputer otomatis pada seluruh parameter alat, seperti kuat arus lampu
katoda, slit, panjang gelombang, standarisasi dan sebagainya. Adapun beberapa
kekurangannya, antara lain hanya dapat digunakan untuk larutan dengan
konsentrasi rendah, memerlukan jumlah larutan yang relatif besar (10-15 ml), dan
efisiensi nebulizer untuk membentuk aerosol rendah (Tzalev dan Zapri 1995).
Hukum dasar penyerapan; Besaran cahaya terserap

transmitan (T),

didefinisikan sebagai perbandingan antara intensitas akhir dengan intensitas awal.
T = I/Io
Transmittan mengindikasikan fraksi intensitas cahaya mula-mula yang mencapai
detektor setelah melewati atom dalam nyala. Persen Transmitan (%T), merupakan
transmitan yang dinyatakan dalam persen.
%T = I/Io x 100
Persen serapan (% A), merupakan komplemen dari %T yang didefinisikan sebagai
persen dari intensitas cahaya mula mula yang terserap dalam nyala.
% A = 100 - %T atau A = log (Io/I)
Besaran absorban inilah yang lazim digunakan untuk mengkarakterisasi
penyerapan cahaya dalam spektrofotometri serapan atom. Besaran ini memiliki
hubungan yang linier dengan konsentrasi analit, seperti diungkapkan oleh Hukum
Lambert- Beer:
A=abc
Keterangan : A = absorban, a = koefisien absorpsi, b = panjang jalan yang dilalui
cahaya, dan c = konsentrasi dari spesi yang menyerap.

14
Persamaan ini menunjukkan bahwa A secara langsung proporsional
dengan konsentrasi (C) dari spesi penyerap pada suatu kondisi pengukuran dan
peralatan tertentu. Pada daerah konsentrasi tertentu dimana hukum Lambert-Beer
berlaku, diperoleh garis lurus. Tetapi pada konsentrasi yang lebih besar terjadi
penyimpangan dari hukum Lambert-Beer dimana absorban tidak lagi memberikan
hubungan linier dengan konsentrasi.
Spektroskopi serapan atom terdapat dua istilah yang perlu diperhatikan
yaitu sensitivitas dan limitdeteksi. Jika suhu nyala yang digunakan terlalu tinggi
maka sensitivitas menurun karena atom-atom akan terionisasi lebih lanjut. Ionisasi
lebih lanjut ini pada suhu tinggi dapat diatasi dengan penambahan ke dalam
sampel sejumlah besar unsur tertentu yang mempunyai potensial ionisasi lebih
rendah daripada unsur yang diukur. Konsentrasi karakteristik dan limit deteksi
adalah besaran yang digunakan untuk menilai kinerja peralatan bagi analisis unsur
tertentu. Walaupun kedua besaran ini bergantung pada pengukuran absorban
namun memberikan spesifikasi kinerja yang berbeda dan jenis informasi yang
diperoleh dari kedua besaran inipun berbeda.
Sensitivitas ditentukan sebagai konsentrasi dari suatu unsur dalam g/mL
(ppm) yang menghasilkan signal transmitans sebesar 0,99 atau signal absorbans
sebesar 0,0044. Suatu konvensi yang mendefinisikan besarnya absorban yang
dihasilkan pada suatu konsentrasi analit tertentu. Pada spektrofotometri serapan
atom, besaran

ini

dinyatakan sebagai

konsentrasi

suatu unsur

dalam

milligram/Liter (mg/L) yang diperlukan untuk menghasilkan isyarat sebesar 1%
absorpsi (0,0044 A).
Kepekaan (mg/L) =
Limit Deteksi konsentrasi terkecil yang dapat terukur dari suatu unsur
ditentukan melalui nilai kepekaan dan kestabilan dari pengukuran absorban.
Terdapatnya derau (noise) pada isyarat yang dihasilkan mempersulit pengamatan
adanya perubahan absorban akibat adanya perubahan konsentrasi yang kecil.
Limit deteksi ditentukan sebagai konsentrasri terendah dari suatu unsur yang
menghasilkan signal sama dengan dua standar diviasi signal beckground atau dua

15

kali dari baseline noise. Baik sensitivitas maupun limit deteksi nilainya bervariasi
dan keduanya tergantung pada suhu nyala, tipe instrumen, dan metode analisis.
Sumber radiasi yang paling banyak digunakan untuk pengukuran secara
spektroskopi serapan otom adalah lampu katoda cekung (hallow cathode lamp).
Lampu katoda cekung terdiri dari anoda Tungsten (bermuatan positif) dan katoda
silindris (bermuatan negatif) dimana kedua elektron tersebut berada di dalam
sebuah tabung gelas yang diisi gas neon (Ne) atau gas argon (Ar) dengan tekanan
1 sampai 5 torr. Biasanya diisi gas argon karena pertama massanya lebih besar
untuk memungkinkan terjadinya Sputtering dan kedua potensial eksitasinya lebih
besar untuk memungkinkan terjadinya garis resonansi.
Pemilihan nyala dalam analisis spektroskopi absorpsi atom biasanya ada
empat jenis nyala yang dapat digunakan yaitu nyala udara-asetilena, nyala N 2 Oasetilena, nyala udara-hidrogen, dan nyala argon-hidrogen. Pemilihan nyala yang
sesuai terutama didasarkan pada sifat-sifat unsur yang akan dianalisis. Keempat
jenis nyala selain berbeda dalam suhu nyala juga berbeda dalam pereduksi,
trasmitans. Rangkaian kerja SSA dapat dilihat pada Gambar 5.
Pengukuran dilakukan pada rentang daerah linier maka penggunaan satu
larutan standar dan satu larutan blanko telah cukup untuk mendefinisikan atau
menentukan hubungan antara konsentrasi dan absorban. Diperlukan deretan
larutan standar lainnya untuk verifikasi keakuratan kalibrasi terutama bila
hubungan absorban-konsentrasi menjadi tidak linier lagi. Akurasi kurva kalibrasi
tak linier sangat bergantung pada jumlah standar dan persamaan garis yang
digunakan dalam membuat kurva kalibrasi.

Gambar 5 Rangkaian kerja SSA

16

17

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan mulai bulan Desember 2010-Mei 2011, bertempat di
Laboratorium Kimia Anorganik dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia
Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat
Spektrofotometer Serapan Atom tipe AA 7000 Shimadzu, plat penangas, oven,
dan kertas saring. Bahan berupa daun, kulit batang, dan akar dari tanaman
angsana, mahoni, glodogan, dan tanah di bawah tajuk sekitar pohon angsana,
mahoni, glodogan. Bahan kimia HNO 3 pekat dan air bebas ion.

Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu koleksi sampel, preparasi
sampel, dan analisis dengan SSA. Tahapan penelitian atau diagram alir penelitian
dapat dilihat pada Gambar 6.

PengambilanSampel

Daun, Kulit
Batang, Kulit
Akar
Akar
dandan
Tanah
Tanah

- Angsana
- Mahoni
- Glodogan

3 g Sampel halus + 15 ml
HNO3 pekat
Uji dengan SSA
Analisis
Statistik

Korelasi kadar Pb, Cu, dan
Zn dengan jenis tanaman

Gambar 6 Diagram alir penelitian

18
Koleksi Sampel
Sampel berupa daun, kulit batang, akar, dan tanah sekitar pohon angsana,
mahoni, dan glodogan diambil pada tiga lokasi jalur hijau Kota Banda Aceh.
Pemilihan lokasi berdasarkan kepadatan lalulintasnya antara lain di daerah
persimpangan. Pengamatan jumlah kendaraan dilakukan selama 1 jam dengan
menghitung jumlah kendaraan roda empat keatas dan kendaraan roda dua. Waktu
penghitungan kendaraan dilakukan pada saat puncak lalulintas, yaitu mulai pukul
8.00 sampai dengan 9.00 WIB. Ketiga lokasi tersebut adalah pertama lokasi
kepadatan lalulintas rendah (Jalan Sultan Takdir Alaiddin Mahmudsyah) dengan
368 unit kendaraan, kedua lokasi kepadatan lalulintas sedang (Kawasan Mesjid
Raya Baiturrahman: Jalan Teungku Chik Ditiro dan Jalan Mohammad Jam)
jumlah 408 unit kendaraan, dan ketiga lokasi kepadatan lalulintas tinggi (Kawasan
simpang lima: Jalan Teungku Nyak Arief dan Jalan Ratu Safiatuddin) dengan 646
unit kendaraan. Peta lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Lampiran 1.
Sebagai lokasi kontrol yang tidak dilalui kendaraan adalah di hutan kota daerah
Cifor Bogor. Sampel daun diambil dari beberapa cabang berbeda pada ketinggian
1-2 m. Sampel kulit batang diambil pada ketinggian 1 m dengan usia pohon ratarata 9 tahun. Sampel akar dan tanah diambil pada daerah yang sama di bawah
tajuk sisi pohon pada kedalaman 5-20 cm. Semua jenis sampel diambil pada bulan
November 2010.
Preparasi Sampel
Kesemua jenis sampel diperlakukan dengan cara yang sama, yaitu dikering
anginkan kurang lebih dua minggu. Selanjutnya, sampel-sampel tersebut
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC selama 1 jam (AOAC). Setelah kering,
sampel dihaluskan dan ditimbang.
Sebanyak 3 g sampel yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam labu
destruksi 250 mL dan ditambahkan 15 mL HNO 3 pekat, kemudian disimpan di
dalam lemari asam selama 3 jam. Campuran dipanaskan pada suhu 80 ºC hingga
asap berwarna kecoklatan tidak keluar lagi, lalu didinginkan. Setelah dingin,
ditambahkan air bebas ion dan disaring dengan kertas Whatman nomor 42 sambil
dibilas sampai mendapatkan volume filtrat 50 mL untuk selanjutnya diukur kadar
logam dengan SSA.

19

Analisis Logam Pb, Cu, dan Zn dalam Sampel
Penentuan kadar Pb, Cu, dan Zn dengan SSA dilakukan melalui beberapa
tahapan sebagai berikut:
1. Stok larutan standar masing-masing atom Pb, Cu, dan Zn dengan
konsentrasi 1000 ppm (CRM)
2. Pembuatan larutan 50 ppm untuk Pb, Cu, dan Zn dengan cara;
memasukkan 5 mL masing-masing larutan standar 1000 ppm ke dalam
labu takar 100 mL lalu dihimpitkan dengan HNO 3 5%.
3. Membuat deret standar untuk Pb, Cu, dan Zn dengan konsentrasi masingmasing unsur sebagai berikut:


Pb = 0,5 ppm; 1,0 ppm; 2,0 ppm; 3,0 ppm; dan 4,0ppm



Cu = 0,5 ppm; 1,0 ppm; 2,0 ppm; 3,0 ppm, dan 5,0 ppm



Zn =

0,2 ppm; 0,4 ppm; 0,6 ppm; 0,8 ppm; dan 1,2 ppm

4. Disiapkan 15 labu takar 50 mL, kemudian:
a. Diambil 5 buah labu takar masing-masing diisi dengan 0,5 ppm; 1,0
ppm; 2,0 ppm; 3,0 ppm; dan 4,0 ppm larutan standar Pb 50 ppm,
kemudian ditambahkan air bebas ion hingga tanda batas. Masingmasing larutan standar diukur dengan menggunakan SSA pada panjang
gelombang 217 nm. Keluar kurva kalibrasi konsentrasi dan absorbans.
Persamaan Abs = 0,047373 Conc + 0,00000 dengan nilai r = 0,9996.
b. Diambil 5 buah labu takar masing-masing diisi dengan 0,5 ppm; 1,0
ppm; 2,0 ppm; 3,0 ppm, dan 5,0 ppm larutan standar Cu 50 ppm
ditambahkan air bebas ion hingga tanda batas. Masing-masing larutan
standar diukur dengan menggunakan SSA pada panjang gelombang
324,8 nm. Keluar kurva kalibrasi konsentrasi dan absorbans dengan
persamaan Abs = 0,10407 Conc + 0,013980 dan nilai r = 0,9996.
c. Diambil 5 buah labu takar masing-masing diisi dengan 0,2 ppm; 0,4
ppm; 0,6 ppm; 0,8 ppm; dan 1,2 ppm larutan standar Zn 50 ppm
ditambahkan air bebas ion hingga tanda batas. Masing-masing larutan
standar diukur dengan menggunakan SSA pada panjang gelombang
213 nm. Keluar kurva kalibrasi konsentrasi dan absorbans dengan
persamaan Abs = 0,26454 Conc + 0,0010541 dan nilai r = 0, 99967.

20
5. Setelah konsentrasi pengukuran diketahui maka kandungan Pb, Cu, dan Zn
dalam sampel ditentukan dengan perhitungan menggunakan rumus:

Keterangan :
M = Kandungan logam dalam sampel (μg/g)
C = Konsentrasi yang diperoleh dari kurva standar (μg/mL)
V = Volume larutan sampel (mL)
F = Faktor pengenceran
B = Bobot sampel (g)

Analisis Statistik
Kadar logam yang diperoleh dari hasil uji SSA untuk seluruh sampel
dianalisis secara statistik menggunakan metode Analysis of Variance (ANOVA)
berdasarkan jenis tanama