Akumulasi Logam Berat (Cu Dan Pb) Pada Rhizophora Stylosa Berdasarkan Tingkat Pancang Dan Pohon

(1)

AKUMULASI LOGAM BERAT (Cu DAN Pb) PADA

Rhizophora stylosa BERDASARKAN TINGKAT

PANCANG DAN POHON

SKRIPSI

Oleh : Fitri Siburian

101201162/Budidaya Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Judul : Akumulasi Logam Berat (Cu dan Pb) pada

Rhizophora stylosa Berdasarkan Tingkat Pancang dan

Pohon Nama Mahasiswa : Fitri Siburian NIM : 101201162 Program Studi : Kehutanan Minat : Budidaya Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Dr. Budi Utomo SP, MP

Ketua Anggota

Mengetahui

Siti Latifah, S.Hut, M.Si, P.hD Ketua Program Studi Kehutanan


(3)

ABSTRAK

FITRI SIBURIAN: Akumulasi Logam Berat (Cu dan Pb) pada Rhizophora stylosa

Berdasarkan Tingkat Pancang dan Pohon. Dibawah bimbingan Yunasfi dan Budi Utomo.

Aktivitas industri, masyarakat dan transportasi laut menyebabkan limbah yang mengandung logam berat yang menyebabkan pencemaran terhadap ekosistem mangrove dan menurunkan kualitas air.Tujuan Penelitian mengetahui kandungan logam berat Cu dan Pb pada akar, daun, kulit batang R. stylosa dan mengetahui kemampuan R. Stylosa dalam mengakumulasi logam berat. Pengambilan sampel dilakukan di Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan. Analisis Logam berat Cu dan Pb dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, dengan menggunakan metode Atomic

Arbsorbsion Spectrophotometer (AAS).

Hasil Penelitian menunjukkan kandungan logam berat Cu dan Pb pada akar, kulit batang dan daun lebih tinggi pada pohon dibandingkan pada pancang. Berdasarkan faktor biokonsentrasi, kemampuan R. stylosa dalam mengakumulasi logam berat Cu dikategorikan tinggi, sedangkan dalam mengakumulasi logam berat Pb dikategorikan rendah.


(4)

ABSTRACT

FITRI SIBURIAN: Accumulation of Heavy Metals (Cu and Pb) in Rhizophora stylosa Based Stake Level and Trees. Under the guidance of Yunasfi and Budi Utomo.

Industrial activities, community and sea transport cause waste containing heavy metals that cause pollution to the mangrove ecosystem and degrade water quality.The purposes of this research were to analyzed the content of heavy metals Cu and Pb on roots, leaves, the bark of R. stylosa and to knew the ability of R. stylosa on accumulate heavy metals. The sample was located in Nelayan Village sub-district Medan Labuhan. Analysis of heavy metals Cu and Pb was carried out in a Laboratory Research, the Faculty of Pharmaceuticals, University of North Sumatera. By using the method Atomic Arbsorbsion Spectrophotometer (AAS).

Results indicate heavy metal content of Cu and Pb in roots, bark and leaves higher on the tree than the stake. Based on bioconcentration factor, the ability of R. stylosa in accumulating heavy metals Cu categorized as high, while the accumulation of heavy metals Pb categorized as low.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Taput pada tanggal 17 juli 1992 dari Ayah Luhut Siburian

dan Dosma Sianturi. Menamatkan Sekolah Dasar dari SDN 175761 pada Tahun

2004. Kemudian melanjutkan sekolah SMP di SMP N 1 Pangaribuan yang tamat

tahun 2007. Melanjut ke SMA Bintang Timur Balige tamat tahun 2010.

Tahun 2010 melanjutkan ke Perguruan Tinggi Universitas Sumatera Utara

melalui jalur SNMPTN dengan jurusan Kehutanan. Penulis melakukan penelitian

dengan judul Akumulasi Logam Berat (Cu dan Pb) pada Rhizophora stylosa

Berdasarkan Tingkat Pancang dan Pohon. Penulis masuk organisasi Himpunan

Mahasiswa Silva tahun 2010, mengikuti kegiatan P2EH (Praktik Pengenalan

Ekosistem Hutan) tahun 2012 di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Tongkoh

selama 10 hari. Penulis melakukan PKL (Praktik Kerja Lapang) di Taman

Nasional Gunung Gede Pangrango pada tanggal 11 Februari sampai 11 Maret


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

“Akumulasi Logam Berat (Cu dan Pb) pada Rhizophora stylosa Berdasarkan Tingkat Pancang dan Pohon” ini dengan baik. Tujuan penelitian untuk menganalisis kandungan logam berat Cu dan Pb pada akar, kulit batang, dan daun

pohon R.stylosa serta untuk mengetahui kemampuan R. Stylosa mengakumulasi logam berat Cu dan Pb di kawasan Hutan Mangrove Desa nelayan. Skripsi ini

merupakan tugas akhir untuk menyelesaikan studi pada jenjang Strata satu (S1)

Kehutanan menurut kurikulum Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada : kedua

orang tua, ayahanda Luhut Siburian dan ibunda Dosma Sianturi. yang telah

banyak memberi dukungan dengan baik kepada penulis, Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Budi Utomo SP, MP selaku anggota

komisi pembimbing dalam penulisan skripsi ini, Laboran di Laboratorium

Penelitian Farmasi USU (Yade Metri Pratama, Ajeng Paramita,) yang telah

banyak membantu penulis selama melakukan penelitian, Tim di lapangan

(Triskin, Noa, Gusti, Septo, Mario, Morgan, Yepta) atas bantuannya sewaktu

pengambilan sampel di lapangan, Teman-teman BDH 2010 seperjuangan yang

telah memberikan dukungan kepada penulis.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagai

dasar penelitian-penelitian selanjutnya dan dapat menyumbangkan pengetahuan


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Kerangka Pemikiran Penulisan ... 3

Hipotesis Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ekosistem Mangrove ... 5

Peranan Hutan Mangrove... 5

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Hutan Mangrove ... 6

Tinjauan Jenis Rhizophora stylosa Griff ... 7

Pengertian Logam Berat ... 7

Tembaga (Cu) ... 8

Timbal (Pb) ... 9

Mekanisme Penyerapan Logam Berat Oleh Mangrove ... 10

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13

Alat dan Bahan ... 13

Prosedur Penelitian ... 13

Pengambilan sampel ... 13

Preparasi sampel akar, daun, kulit batang dan sedimen ... 15

Preparasi sampel air ... 16

Pembuatan larutan standard Cu dan Pb ... 16

Prinsip Kerja Atomic Absorpsion Spectrofotometer (AAS) ... 17

Analisis data... 17

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 20

Kondisi Lingkungan Perairan (SuhuUdara, Suhu Air, pH Air,dan Salinitas ... 20

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Akar, Daun dan Kulit Batang R. stylosa ... 20


(8)

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Air dan

Sedimen ... 21

Faktor Biokonsentrasi (BCF) Untuk Menilai Kemampuan R. stylosa Dalam Mengakumulasi Logam Berat Cu dan Pb ... 21

Pembahasan ... 22

Kondisi Lingkungan Perairan (Suhu Udara, Suhu Air, pH Air, dan Salinitas ... 22

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Akar R. stylosa ... 24

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Daun R. stylosa ... 26

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Kulit Batang R. stylosa ... 27

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Air dan Sedimen ... 28

Faktor Biokonsentrasi (BCF) Untuk Menilai Kemampuan R. stylosa Dalam Mengakumulasi Logam Berat Cu dan Pb ... 30

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 32

Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

LAMPIRAN ... 36


(9)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Analisis Parameter Kualitas Lingkungan Perairan ... 20

2. Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada

Akar, Daun dan Kulit Batang R. Stylosa ... 21 3. Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada

Air dan Sedimen ... 21


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Kerangka Pemikiran Penulisan ... 4

2. Pola Pengambilan Sampel Akar, Daun dan Kulit Batang ... 14


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Dokumentasi Penelitian ... 37

2. KEPMEN LH No 51. Tahun 2004 Baku Mutu Air Laut Untuk

Biota Laut ... 41

3. Data Dasar Konsentrasi Logam Berat ... 43


(12)

ABSTRAK

FITRI SIBURIAN: Akumulasi Logam Berat (Cu dan Pb) pada Rhizophora stylosa

Berdasarkan Tingkat Pancang dan Pohon. Dibawah bimbingan Yunasfi dan Budi Utomo.

Aktivitas industri, masyarakat dan transportasi laut menyebabkan limbah yang mengandung logam berat yang menyebabkan pencemaran terhadap ekosistem mangrove dan menurunkan kualitas air.Tujuan Penelitian mengetahui kandungan logam berat Cu dan Pb pada akar, daun, kulit batang R. stylosa dan mengetahui kemampuan R. Stylosa dalam mengakumulasi logam berat. Pengambilan sampel dilakukan di Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan. Analisis Logam berat Cu dan Pb dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, dengan menggunakan metode Atomic

Arbsorbsion Spectrophotometer (AAS).

Hasil Penelitian menunjukkan kandungan logam berat Cu dan Pb pada akar, kulit batang dan daun lebih tinggi pada pohon dibandingkan pada pancang. Berdasarkan faktor biokonsentrasi, kemampuan R. stylosa dalam mengakumulasi logam berat Cu dikategorikan tinggi, sedangkan dalam mengakumulasi logam berat Pb dikategorikan rendah.


(13)

ABSTRACT

FITRI SIBURIAN: Accumulation of Heavy Metals (Cu and Pb) in Rhizophora stylosa Based Stake Level and Trees. Under the guidance of Yunasfi and Budi Utomo.

Industrial activities, community and sea transport cause waste containing heavy metals that cause pollution to the mangrove ecosystem and degrade water quality.The purposes of this research were to analyzed the content of heavy metals Cu and Pb on roots, leaves, the bark of R. stylosa and to knew the ability of R. stylosa on accumulate heavy metals. The sample was located in Nelayan Village sub-district Medan Labuhan. Analysis of heavy metals Cu and Pb was carried out in a Laboratory Research, the Faculty of Pharmaceuticals, University of North Sumatera. By using the method Atomic Arbsorbsion Spectrophotometer (AAS).

Results indicate heavy metal content of Cu and Pb in roots, bark and leaves higher on the tree than the stake. Based on bioconcentration factor, the ability of R. stylosa in accumulating heavy metals Cu categorized as high, while the accumulation of heavy metals Pb categorized as low.


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan ekosistem yang terletak di antara garis pasang

surut, dan dianggap sebagai wilayah penyangga yang memiliki fungsi ekosistem

sebagai penahan abrasi dan erosi terhadap wilayah yang dipengaruhi oleh laut

maupun darat. Mann (1982) menyatakan bahwa habitat yang ditumbuhi mangrove

kebanyakan mempunyai kondisi lingkungan khusus, seperti pantai- pantai pada

teluk yang terlindung, estuary, delta, bagian yang terlindung dari tanjung, selat

yang terlindung dan tempat-tempat serupa dengan kondisi tanahnya bervariasi

antara lumpur, lempung dan pasir.

Luas hutan mangrove Indonesia mencapai 4,25 juta ha

(Wiroatmojo dkk.,1993) dan tersusun oleh lebih dari 60 jenis dan 20 suku

mangrove (Soekardjo, 1982). Saat ini kondisi hutan mangrove di beberapa tempat

di Indonesia sedang mengalami kerusakan akibat adanya tekanan lingkungan dan

kurangnya informasi serta kesadaran masyarakat. Selain itu, informasi yang

berkaitan dengan sumber daya mangrove masih sedikit sehingga belum dapat

mendukung penataan ruang, pembinaan, pemanfaatan yang lestari, perlindungan

rehabilitasi.

Banyaknya usaha pemanfaatan mangrove, menyebabkan luasan mangrove

setiap tahun. Kegiatan ini seperti reklamasi pantai, pembukaan lahan untuk

pertanian dan perikanan budidaya, industri serta pengembangan perumahan di

daerah pesisir. Dampak langsung yang disebabkan oleh kegiatan di atas adalah


(15)

mengandung logam berat. Peningkatan kadar logam berat pada ekosistem

mangrove dapat juga berasal dari perkapalan, wisata, tumpahan minyak, serta

peningkatan sampah dan aktivitas pertambangan. Konsentrasi logam berat yang

tinggi akan menyebabkan kerusakan lingkungan dan meningkatkan daya toksisitas

persistan dan bioakumulasi logam itu sendiri (Lindsey dkk., 2004 dalam Hamzah

dan Setiawan, 2010).

Snedaker (1978) memberikan pengertian yang lebih panjang mengenai

mangrove, yakni suatu kelompok jenis tumbuhan berkayu yang tumbuh

disepanjang garis pantai tropika dan subtropika yang terlindung dan memiliki

semacam bentuk lahan pantai dengan tipe anaerob. Hutan mangrove adalah hutan

dengan vegetasi yang hidup di muara sungai, daerah pasang surut dan tepi laut

(Baehaqie dan Indrawan, 1993)

Walaupun masukan sumber pencemar sangat banyak, mangrove memiliki

toleransi yang tinggi terhadap logam berat (Macfarlane dan Burchett, 2001).

Akumulasi logam berat terjadi pada akar dan dibawa ke jaringan lainnya dan

proses ini bisa membatasi masuknya udara ke dalam jaringan tersebut

(Silva dkk., 1990; Chiu dan Chou, 1991 dalam MacFarlane dkk., 2003).

Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang

digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang

didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak

yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin.

Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam


(16)

Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia,

Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000).

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kandungan logam berat Cu dan Pb pada akar, daun, dan kulit

batang pohon Rhizophora stylosa.

2. Menganalisis kemampuan R. stylosa dalam mengakumulasi logam berat Cu dan Pb pada pancang dan pohon di desa Nelayan Kecamatan Medan

Labuhan, sehingga dapat dijadikan akumulator pencemaran logam berat di

kawasan hutan mangrove.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan gambaran mengenai akumulasi logam berat Cu dan Pb secara

kuantitatif pada akar, daun, dan kulit batang pohon R. stylosa di Hutan mangrove Desa Nelayan.

2. Memberikan referensi bagi masyarakat agar menanam mangrove jenis

tertentu sebagai akumulator logam berat agar tumbuhan dan hewan yang

berada pada ekosistem pesisir dapat hidup dengan baik dan meningkatkan

kualitas hidup masyarakat pesisir.

Kerangka Pemikiran Penulisan

Hutan mangrove merupakan ekosistem yang terletak di antara garis pasang

surut, dan dianggap sebagai wilayah penyangga yang memiliki fungsi ekosistem.

Banyaknya aktivitas industri, masyarakat dan transportasi laut menyebabkan

limbah yang mengandung logam berat. Limbah tersebut menyebabkan


(17)

Penelitian ini dilakukan untuk menguji kemampuan Rhizophora stylosa

dalam mengakumulasi logam berat di hutan mangrove. Hasil dari penelitian ini

dapat dijadikan referensi bagi masyarakat pesisir agar menanam mangrove jenis

Rhizophora stylosa guna mengurangi pencemaran logam berat pada ekosistem

pesisir dan agar hewan dan tumbuhan laut dapat tetap hidup dengan baik Bagan

erangka penulisan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Hipotesis Penelitian

Kandungan logam berat pada tingkat pohon Rhizophora stylosa lebih tinggi dibandingkan pada tingkat pancang Rhizophora stylosa.

Limbah (logam berat) Limbah masyarakat

Pencemaran yang mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove dan menurunnya

kualitas air.

Perann Rhizophora stylosadi hutan mangrove dalam mengakumulasi logam berat.

Transportasi laut Aktivitas industri

Referensi bagi masyarakat untuk menanam mangrove guna memperbaiki ekosistem perairan serta tumbuhan dan hewan laut dapat tetap hidup dengan baik.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Ekosistem Mangrove

Samingan (1975) mengatakan bahwa hutan mangrove adalah merupakan

vegetasi yang agak seragam, selalu hijau dan berkembang dengan baik di daerah

berlumpur yang berada dalam jangkauan peristiwa pasang surut. Hutan mangrove

ini dijumpai pada tepi pantai sampai beberapa ratus meter ke darat.

Van Steenis (1958) mengatakan bahwa hutan mangrove dicirikan oleh

kehadiran berbagai sistem perakarannya yang khas, yang merupakan suatu

adaptasi terhadap habitat yang khusus pula. Sonneratia dan Avicennia

mempunyai akar horizontal yang dilengkapi dengan pneumatofora yang

berbentuk pasak, Bruguiera dan Lumnitzera berakar lutut, Rhizophora berakar tunjang, Xylocarpus mempunyai akar horizontal dengan pneumatofora yang berbentuk kerucut atau penebalan akar di bagian atas, sedangkan Ceriops tidak mempunyai perakran khusus tetapi akar-akarnya terbuka dan bagian bawah

batang mempunyai lentisel yang besar. Ciri khas lain dari hutan mangrove ialah

terjadinya vivipari pada beberapa jenis mangrove.

Peranan Hutan Mangrove

Menurut Soekardjo (1981), peranan ekosistem mangrove adalah seperti

dibawah ini:

1. Mangrove di bidang kehutanan

Mangrove digunakan untuk berbagai macam kegunaan yaitu kayu bakar,

arang, industri kayu lapis, kertas dan lain-lain. Potensi ekonomi ini terutama


(19)

2. Mangrove dan pemanfaatan tradisional

Berbagai jenis tumbuhan mangrove telah dikenal sebagai sumber bahan

untuk keperluan rumah tangga. Nipah, merupakan jenis yang sangat populer untuk

industri rumah tangga (atap rumah, pembungkus rokok, pembungkus makanan),

bahkan air niranya dapat dimanfaatkan untuk pemanis makanan atau minuman.

Pada situsi yang mendesak, beberapa jenis mangrove dapat dimakan misalnya

buah Sonneratia, Caseolaria dan daun muda Avicennia spp.

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Hutan Mangrove

Suyanto (1992) menyebutkan bahwa wilayah yang baik untuk ditumbuhi

hutan mangrove adalah wilayah yang mempunyai sifat sebagai berikut: air tenang,

air payau, endapan lumpur, dan lereng endapan tidak lebih dari 0,25–0,50%. Sedangkan lebah jalur hijau hutan mangrove dipengaruhi oleh tinggi pasang surut,

yang menentukan lebarnya air pasang ditempat-tempat tersebut.

Menurut Nybakken (1992), faktor fisik yang mempengaruhi hutan

mangrove yang utama adalah adanya gerakan air yang minimal yang mempunyai

pengaruh yang nyata. Gerakan air yang lambat menyebabkan partikel sedimen

yang halus cenderung mengendap dan berkumpul di dasar. Hasilnya berupa

lumpur yang akan menjadi substart pada hutan mangrove.

Perluasan lahan atau biasa juga disebut tanah timbul diduga berawal dengan

adanya serasah yang mengandung bahan organik dan terhambat pada sistem

perakaran sehingga berbagai substrart yang dibawa dari daratan mengendap dan

akhirnya tumbuh bibit baru yang selanjutnya juga akan membantu proses

pengendapan lumpur. Seterusnya hutan mangrove akan tumbuh seiring dengan


(20)

Tinjauan Jenis Rhizophora stylosa Griff

Menurut Samingan (1975) Rhizophora stylosa termasuk dalam suku Rhizophoraceae. Jenis ini mempunyai akar tunjang melengkung, dari dahan-dahan

turun akar gantung. Daun selalu hijau dengan ujung tulang daun dipucuk dan

dikuncup bulat. Dibawah daun berbintik-bintik hitam. Mempunyai calyk 4,

corolla 4 tak berlekuk, stamen 8, bakal buah setengah dibawah. Rhizophora

stylosa mempunyai tangkai putik lebih panjang (4–5 mm) bentuk benang. Bunga

berjumlah 2–16, lebih panjang dari tangkai daun. Daun-daun pelindung hanya melekat pada basis dan tangkai sari, bentuk benang 4-6 mm. Rhizophora stylosa

tumbuh terbatas pada pantai berpasir dan selalu merupakan pohon kecil, tidak

seperti Rhizophoraapiculata dan Rhizophora mucronata yang dapat mencapai tinggi sekitar 3,5–4,0 m apabila tumbuh pada habitat yang baik.

Secara ekologis Rhizophora merupakan penyusun vegetasi mangrove muda. Pada tipe vegetasi ini dicirikan oleh satu lapis tajuk hutan yang seragam

tingginya dari jenis Rhizophora dan berperan juga sebagai jenis pioneer di tempat-tempat yang posisinya terlindung dari hempasan ombak yang kuat, atau

berkembang setelah kolonisasi dari jenis Avicennia dan Sonneratia yang kemudian Rhizophora tumbuh di antaranya (Soekardjo, 1981).

Pengertian Logam Berat

Logam berat adalah unsur-unsur dengan nomor atom 22 sampai 92 dan

terletak pada periode III–VII di dalam susunan berkala system periodik. Logam-logam tersebut dalam keadaan murninya umumnya mempunyai sifat kurang


(21)

Seringkali beberapa unsur dapat mencapai konsentrasi toksik di dalam

tanah. Beberapa unsur seperti selenium dan arsenit secara alamiah dapat mencapai

tingkat toksik, tetapi yang paling sering menimbulkan toksik adalah semua logam

berat terutama tembaga (Cu), Seng (Zn), Timah (Pb), dan kadang-kadang

cadmium (Cd), krom (Cr), kobalt (Co) dan nikel (Ni) ( Andani dan Purbayanti,

1981).

Tembaga (Cu)

Tembaga (Cu) merupakan logam berat yang diperlukan untuk terjadinya

proses fisiologis secara normal dalam tubuh makhluk hidup, karena Cu

merupakan logam esensial yang diperlukan makhluk hidup terutama dalam

perannya sebagai kofaktor enzim (membantu kerja enzim). Bahkan pada

tumbuhan seperti alga, Cu dapat berperan sebagai pembawa elektron sebagai baik

pada proses fotosintesis maupun pada proses respirasi (Perales, dkk., 2007). Tembaga (Cu) adalah logam merah muda yang lunak, dapat ditempa, dan

liat yang melebur pada 1038°C. Potensial elektroda standartnya positif (+ 0,34 V),

logam ini tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer (Vogel 1994).

Logam ini banyak digunakan pada pabrik yang memproduksi alat-alat listrik,

gelas dan zat warna yang biasa dicampur dengan logam lain seperti alloi dengan

perak, kadmium, timah putih, dan seng (Merian, 1994).

Tembaga bukan hanya meracuni hewan, tetapi juga bersifat toksik pada

tumbuhan (jasad autotrof). Dalam hal ini tembaga dalam jumlah sedikit

merupakan unsur yang esensial yang diperlukan oleh tubuh, karena tembaga akan

berperan sebagai elemen penting dalam mengatur protein, berpartisipasi dalam


(22)

mitokondria, merespon stress oksidatif yang terjadi pada seluruh tubuh,

membantu proses metabolisme pada dinding sel, dan akan membantu kerja

hormon (Yruela, 2005).

Timbal (Pb)

Timbal atau dikenal sebagai logam Pb dalam susunan unsur merupakan

logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam

dalam jumlah kecil melalui proses alami termasuk letusan gunung berapi dan

proses geokimia. Pb merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau

abu-abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5 ºC dan titik didih 1.740 ºC pada

tekanan atmosfer. Timbal mempunyai nomor atom terbesar dari semua unsur yang

stabil, yaitu 82. Namun logam ini sangat beracun. Seperti halnya merkuri yang

juga merupakan logam berat. Timbal adalah logam yang yang dapat merusak

sistem syaraf jika terakumulasi dalam jaringan halus dan tulang untuk waktu yang

lama. Timbal terdapat dalam beberapa isotop: 204Pb (1.4%), 206Pb (24.1%),

207Pb (22.1%), and 208Pb (52.4%). 206Pb, 207Pb and 208Pb kesemuanya adalah

radiogenic dan merupakan produk akhir dari pemutusan rantai kompleks. Logam

ini sangat resistan (tahan) terhadap korosi, oleh karena itu seringkali dicampur

dengan cairan yang bersifat korosif (seperti asam sulfat) (BPLHD Jabar, 2013).

Sifat-sifat timbal berdasarkan Darmono (1995) dan Fardiaz (2005) antara

lain:

1. Memiliki titik cair rendah

2. Merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai


(23)

3. Timbal dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan alloy yang

terbentuk mempunyai sifat yang berbeda dengan timbal murni.

4. Memiliki densitas yang tinggi dibandingkan logam lain kecuali emas dan

merkuri yaitu 11,34 g/cm3.

5. Sifat kimia timbal menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai pelindung

jika kontak dengan udara lembab.

Mekanisme Penyerapan Logam Berat oleh Mangrove

Komunitas mangrove sering kali mendapatkan suplai bahan polutan

seperti logam berat yang berasal dari limbah industri, rumah tangga, dan

pertanian. Tumbuhan mangrove ini termasuk jenis tumbuhan air yang mempunyai

kemampuan sangat tinggi untuk mengakumulasi logam berat yang berada pada

wilayah perairan. Proses absorpsi pada tumbuhan terjadi seperti pada hewan

dengan berbagai proses difusi, dan istilah yang digunakan adalah translokasi.

Transpor ini terjadi dari sel ke sel menuju jaringan vaskuler agar dapat

didistribusikan ke seluruh bagian tubuh. Menurut Soemirat (2003), menyatakan

bahwa proses absorpsi dapat terjadi lewat beberapa bagian tumbuhan, yaitu :

1. Akar, terutama untuk zat anorganik dan zat hidrofilik.

2. Daun bagi zat yang lipofilik.

3. Stomata untuk masukan gas.

Tumbuhan mangrove mampu mengalirkan oksigen melalui akar ke dalam

sedimen tanah untuk mengatasi kondisi anaerob pada sedimen tersebut. Jika

logam berat memasuki jaringan, terdapat mekanisme yang sangat jelas,

pengambilan (up taken) logam berat oleh tumbuhan di lahan basah adalah melalui


(24)

seperti protein dan gukosida yang berfungsi mengikat logam dan dikumpulkan ke

jaringan tubuh kemudian ditransportasikan ke batang, daun dan bagian lainnya,

sedangkan ekskresinya terjadi melalui transpirasi (Panjaitan, 2009).

Menurut Fitter dan Hay (1991) mekanisme yang mungkin dilakukan oleh

tumbuhan untuk menghadapi konsentrasi toksik adalah penanggulangan

(ameliorasi).

Proses ameliorasi dilakukan dengan empat pendekatan, yaitu :

a. Lokalisasi (intraseluler atau ekstraseluler) biasanya di dalam akar.

b. Ekskresi, secara aktif melalui kelenjar pada tajuk atau secara pasif melalui

akumulasi pada daun-daun tua yang diikuti dengan absisi daun.

c. Dilusi, yaitu melalui pengenceran.

d. Inaktivasi secara kimia.

Brooks (1997) mengatakan akumulasi logam ke dalam akar tumbuhan

melalui bantuan transpor molekul dalam membran akar kemudian akan

membentuk transpor logam kompleks yang menembus xilem dan terus menuju sel

daun. Setelah sampai di daun, logam akan melewati plasmalemma, sitoplasma,

dan tonoplasma untuk memasuki vakuola. Di dalam vakuola transpor, molekul

kompleks bereaksi dengan akseptor terminal molekul untuk membentuk akseptor

kompleks logam kemudian transpor molekul dilepas dan akseptor kompleks

logam terakumulasi dalam vakuola yang tidak akan berhubungan dengan proses

fisiologi sel tumbuhan.

Menurut Priyanto dan Prayitno (2006) mekanisme penyerapan logam berat

pada tanaman melalui akar dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung.


(25)

tanaman membentuk suatu enzim reduktase di membran akarnya. Reduktase ini

berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya diangkut ke bagian tumbuhan

lainnya melalui jaringan pengangkut, yaitu xilem dan floem. Untuk meningkatkan

efisiensi pengangkutan, logam diikat oleh molekul kelat kemudian

senyawa-senyawa yang larut dalam air biasanya diserap oleh akar bersama air. Kedua,

melalui translokasi logam dari akar ke bagian tanaman lain, yaitu setelah logam

menembus endodermis akar, logam atau senyawa asing lain mengikuti aliran

transpirasi ke bagian atas tanaman melalui jaringan pengangkut (xilem) ke bagian

tanaman lainnya. Ketiga, lokalisasi logam pada sel dan jaringan yang bertujuan


(26)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2014 sampai Februari 2015

yang bertempat di kawasan pesisir Belawan yakni Hutan Mangrove Desa

Nelayan. Analisis logam berat dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas

Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: pisau, pita ukur,

kamera, kompas, mortar dan pastle, botol akuades, labu Erlenmeyer 250 ml, pipet tetes, tanur (furmace), oven, corong, kertas saring Whatman ukuran 42, pH

universal, krus porselen, gelas ukur, gelas beaker, labu takar 100 ml dan 25 ml,

thermometer,hand refractometer, Pemanas (hot plate), wadah sampel, timbangan

analitik, dan spektofotometri serapan atom.

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah: tally sheet pengambilan sampel, tali rafia, larutan HNO3 pekat, akuabides, larutan standar Cu dan Pb,

sampel akar R. stylosa yang terdiri atas akar tunjang, daun R. stylosa yang terdiri atas daun tua dan daun muda, kulit batang R. stylosa yang terkena pasang surut air laut, sampel sedimen, sampel air laut.

Prosedur Penelitian Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan mengikuti jalur transek


(27)

dari pohon R. stylosa. Akar yang diambil adalah akar tunggang yang berada diatas batas yang terkena batas pasang surut air laut , sedangkan untuk daun yang di

ambil adalah daun muda pada pucuk dan daun tua pada pangkal ranting, Kulit

batang pohon R. stylosa yang diambil adalah kulit batang yang terkena pasang surut air laut. Dari jalur transek diambil 3 titik sampel pada setiap lokasi dengan

jarak antar titik sampel 50 meter. Pengambilan sampel pohon R. stylosa setiap titiknya dengan tiga ulangan. Data yang diambil berupa akar, daun, dan kulit

batang R. stylosa. Sebagai data penunjang dilakukan juga pengukuran logam berat pada air permukaan dan sedimen (kedalaman ± 30 cm) serta pengukuran

parameter kualitas air, seperti suhu udara, suhu air, pH air, dan salinitas pada

keenam titik tersebut. Pola pengambilan sampel disajikan pada Gambar 2 dan

Gambar 3.


(28)

Keterangan gambar

: Garis transek pada saat pengambilan sampel 50 m : Jarak antar plot pengambilan sampel

: plot pengambilan sampel

Gambar 3. Pola Pengambilan Sampel Pohon, Air dan Sedimen (Sumber

http://muhamaze.wordpress.com)

Preparasi Sampel Akar, Daun, Kulit batang dan Sedimen

Sampel akar, daun, kulit batang dihomogenkan dengan cara

mengkompositkan sampel yang diambil dari tiga titik pengambilan pada setiap

stasiun. Untuk preparasi akar, daun,dan kulit batang, sampel dipotong kecil-kecil

sebelum dihaluskan. Demikian juga sampel sedimen yang dapat langsung

dihaluskan. Setelah itu dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC sampai

diperoleh berat konstan.

Sampel akar, daun, kulit batang dan sedimen masing masing ditimbang

sebanyak 5 gram kemudian diarangkan di atas hotplate hingga menjadi arang. Untuk mempercepat terjadinya arang dapat diteteskan sedikit HNO3 secara


(29)

700ºC (pengabuan) sampai menjadi abu. Setelah selesai proses pengabuan sampel

akar, daun dan sedimen tersebut dilarutkan dengan menambahkan 10 ml HNO3

pekat.

Campuran larutan tersebut digerus didalam wadah kurs porselin lalu

disaring kedalam labu ukur 25 ml dengan menggunakan kertas saring whattman

ukuran 42. Kurs yang telah digerus dibilas dengan menggunakan akuabides

sebanyak dua kali agar kandungan logam yang masih menempel pada kurs dapat

larut. Setelah larutan disaring tambahkan akuabides hingga garis tanda batas pada

labu ukur. Larutan yang diperoleh dapat diuji dengan menggunakan AAS.

Preparasi Sampel Air

Air laut diukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3 pekat.

Panaskan dalam wadah labu Erlenmeyer dalam hot plate sampai volumenya berkurang 35 ml. kemudian diendapkan. Larutan yang telah diendapkan disaring

fasa airnya dengan kertas saring. Larutan yang diperoleh siap untuk dianalisis

dengan menggunakan AAS.

Pembuatan Larutan Standar Cu dan Pb

Logam Cu dan Pb masing-masing ditimbang sebanyak 1 gr, kemudian

dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 1000 ml. Larutan tersebut

mengandung 1000 ppm yang dinamakan larutan induk. Sebanyak 10 ml dari

larutan induk dipipet lalu dimasukkan kedalam labu takar 100 ml kemudian

ditambahkan akuades sampai garis tanda akhir. Larutan yang diperoleh

mengandung konsentrasi 100 ppm. Dari larutan 100 ppm dipipet sebanyak 10 ml

lalu dimasukkan kedalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan akuades


(30)

Dibuat larutan dengan konsentrasi 10 ppm sebanyak 5 ulangan untuk

mempermudah pembuatan larutan standar berikutnya.

Untuk mendapatkan larutan standar dengan konsentrasi 0,2; 0,4; 0,6; 0,8

dan 1 ppm, berturut-turut dipipet sebanyak 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml dan 10 ml dari

larutan 10 ppm lalu masing masing dimasukkan kedalam labu takar 100 ml

kemudian ditambahkan akuades sampai garis tanda akhir.

Prinsip Kerja Atomic Absorpsion Spectrofotometer (AAS)

Alat AAS diset terlebih dahulu sesuai dengan instruksi dalam manual alat

tersebut. Kemudian dikalibrasikan dengan kurva standar dari masing-masing

logam Cu dan Pb dengan konsentrasi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 ppm. Diukur

absorbansi atau konsentrasi masing-masing sampel.

Analisis Data

Konsentrasi Sebenarnya

Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat sebenarnya pada akar, kulit

batang, daun dan sedimen sesuai dengan standar operasional prosedur pada

Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara maka

digunakan rumus :

Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat sebenarnya pada air maka digunakan

rumus :

Keterangan :


(31)

K. Sebenarnya : Konsentrasi sebenarnya (mg/L) Vol Pelarut : Volume pelarut (L)

Larutan Sampel : Volume larutan sampel pada saat pengujian (L) Berat Sampel : Berat sampel yang akan diuji (mg)

Faktor Biokonsentrasi factor (BCF)

Setelah kandungan logam berat dalam air diketahui maka data tersebut

digunakan untuk menghitung kemampuan R. stylosa mengakumulasi logam berat Cu dan Pb melalui tingkat biokonsentrasi faktor (BCF) dengan rumus :

Keterangan :

BCF > 1000 = Kemampuan Tinggi 1000 > BCF > 250 = Kemampuan Sedang BCF < 250 = Kemampuan Rendah

Analisis Deskriptif

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif sesuai dengan baku mutu

lingkungan yang terdapat dakam Kepmen KLH No. 51 Tahun 2004 untuk kualitas

air. Baku mutu untuk logam berat dalam lumpur atau sedimen di Indonesia belum

ditetapkan, sehingga sebagai acuan digunakan baku mutu yang dikeluarkan


(32)

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kawasan Hutan Mangrove Desa Nelayan di Perairan Belawan

Desa Nelayan ini berada di kecamatan Medan Labuhan, dengan luas

daerah 420 Ha. Batas-batas wilayah desa ini sebagai berikut :

a) Sebelah utara berbatasan dengan Sei Deli atau Kelurahan Belawan Bahari

b) Sebelah selatan berbatasan dengan Sei Mati

c) Sebelah barat berbatasan dengan Pekan Labuhan

d) Sebelah timur berbatasan dengan P.L Tiram / Sei Pegatalan

Secara topografi, kecamatan Medan Labuhan berada pada dataran

rendah/rawa. Keadaan iklimnya termasuk tropis, dengan curah hujan rata-rata 22

mm/tahun dan suhu rata-rata harian 30ºC. Jenis tanah kecamatan ini umumnya

adalah tanah aluvial dan tanah podsolik merah kuning. Secara sosial ekonomi

penggunaan lahan untuk sawah dan ladang 0 ha, perkantoran 1 ha, bangunan

usaha 1 ha, dan pemukiman 85 ha. Jumlah penduduk di desa ini 7.716 jiwa


(33)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2014 sampai Februari 2015

yang bertempat di kawasan pesisir Belawan yakni Hutan Mangrove Desa

Nelayan. Analisis logam berat dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas

Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: pisau, pita ukur,

kamera, kompas, mortar dan pastle, botol akuades, labu Erlenmeyer 250 ml, pipet tetes, tanur (furmace), oven, corong, kertas saring Whatman ukuran 42, pH

universal, krus porselen, gelas ukur, gelas beaker, labu takar 100 ml dan 25 ml,

thermometer,hand refractometer, Pemanas (hot plate), wadah sampel, timbangan

analitik, dan spektofotometri serapan atom.

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah: tally sheet pengambilan sampel, tali rafia, larutan HNO3 pekat, akuabides, larutan standar Cu dan Pb,

sampel akar R. stylosa yang terdiri atas akar tunjang, daun R. stylosa yang terdiri atas daun tua dan daun muda, kulit batang R. stylosa yang terkena pasang surut air laut, sampel sedimen, sampel air laut.

Prosedur Penelitian Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan mengikuti jalur transek


(34)

dari pohon R. stylosa. Akar yang diambil adalah akar tunggang yang berada diatas batas yang terkena batas pasang surut air laut , sedangkan untuk daun yang di

ambil adalah daun muda pada pucuk dan daun tua pada pangkal ranting, Kulit

batang pohon R. stylosa yang diambil adalah kulit batang yang terkena pasang surut air laut. Dari jalur transek diambil 3 titik sampel pada setiap lokasi dengan

jarak antar titik sampel 50 meter. Pengambilan sampel pohon R. stylosa setiap titiknya dengan tiga ulangan. Data yang diambil berupa akar, daun, dan kulit

batang R. stylosa. Sebagai data penunjang dilakukan juga pengukuran logam berat pada air permukaan dan sedimen (kedalaman ± 30 cm) serta pengukuran

parameter kualitas air, seperti suhu udara, suhu air, pH air, dan salinitas pada

keenam titik tersebut. Pola pengambilan sampel disajikan pada Gambar 2 dan

Gambar 3.


(35)

Keterangan gambar

: Garis transek pada saat pengambilan sampel 50 m : Jarak antar plot pengambilan sampel

: plot pengambilan sampel

Gambar 3. Pola Pengambilan Sampel Pohon, Air dan Sedimen (Sumber

http://muhamaze.wordpress.com)

Preparasi Sampel Akar, Daun, Kulit batang dan Sedimen

Sampel akar, daun, kulit batang dihomogenkan dengan cara

mengkompositkan sampel yang diambil dari tiga titik pengambilan pada setiap

stasiun. Untuk preparasi akar, daun,dan kulit batang, sampel dipotong kecil-kecil

sebelum dihaluskan. Demikian juga sampel sedimen yang dapat langsung

dihaluskan. Setelah itu dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC sampai

diperoleh berat konstan.

Sampel akar, daun, kulit batang dan sedimen masing masing ditimbang

sebanyak 5 gram kemudian diarangkan di atas hotplate hingga menjadi arang. Untuk mempercepat terjadinya arang dapat diteteskan sedikit HNO3 secara


(36)

700ºC (pengabuan) sampai menjadi abu. Setelah selesai proses pengabuan sampel

akar, daun dan sedimen tersebut dilarutkan dengan menambahkan 10 ml HNO3

pekat.

Campuran larutan tersebut digerus didalam wadah kurs porselin lalu

disaring kedalam labu ukur 25 ml dengan menggunakan kertas saring whattman

ukuran 42. Kurs yang telah digerus dibilas dengan menggunakan akuabides

sebanyak dua kali agar kandungan logam yang masih menempel pada kurs dapat

larut. Setelah larutan disaring tambahkan akuabides hingga garis tanda batas pada

labu ukur. Larutan yang diperoleh dapat diuji dengan menggunakan AAS.

Preparasi Sampel Air

Air laut diukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3 pekat.

Panaskan dalam wadah labu Erlenmeyer dalam hot plate sampai volumenya berkurang 35 ml. kemudian diendapkan. Larutan yang telah diendapkan disaring

fasa airnya dengan kertas saring. Larutan yang diperoleh siap untuk dianalisis

dengan menggunakan AAS.

Pembuatan Larutan Standar Cu dan Pb

Logam Cu dan Pb masing-masing ditimbang sebanyak 1 gr, kemudian

dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 1000 ml. Larutan tersebut

mengandung 1000 ppm yang dinamakan larutan induk. Sebanyak 10 ml dari

larutan induk dipipet lalu dimasukkan kedalam labu takar 100 ml kemudian

ditambahkan akuades sampai garis tanda akhir. Larutan yang diperoleh

mengandung konsentrasi 100 ppm. Dari larutan 100 ppm dipipet sebanyak 10 ml

lalu dimasukkan kedalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan akuades


(37)

Dibuat larutan dengan konsentrasi 10 ppm sebanyak 5 ulangan untuk

mempermudah pembuatan larutan standar berikutnya.

Untuk mendapatkan larutan standar dengan konsentrasi 0,2; 0,4; 0,6; 0,8

dan 1 ppm, berturut-turut dipipet sebanyak 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml dan 10 ml dari

larutan 10 ppm lalu masing masing dimasukkan kedalam labu takar 100 ml

kemudian ditambahkan akuades sampai garis tanda akhir.

Prinsip Kerja Atomic Absorpsion Spectrofotometer (AAS)

Alat AAS diset terlebih dahulu sesuai dengan instruksi dalam manual alat

tersebut. Kemudian dikalibrasikan dengan kurva standar dari masing-masing

logam Cu dan Pb dengan konsentrasi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 ppm. Diukur

absorbansi atau konsentrasi masing-masing sampel.

Analisis Data

Konsentrasi Sebenarnya

Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat sebenarnya pada akar, kulit

batang, daun dan sedimen sesuai dengan standar operasional prosedur pada

Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara maka

digunakan rumus :

Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat sebenarnya pada air maka digunakan

rumus :

Keterangan :


(38)

K. Sebenarnya : Konsentrasi sebenarnya (mg/L) Vol Pelarut : Volume pelarut (L)

Larutan Sampel : Volume larutan sampel pada saat pengujian (L) Berat Sampel : Berat sampel yang akan diuji (mg)

Faktor Biokonsentrasi factor (BCF)

Setelah kandungan logam berat dalam air diketahui maka data tersebut

digunakan untuk menghitung kemampuan R. stylosa mengakumulasi logam berat Cu dan Pb melalui tingkat biokonsentrasi faktor (BCF) dengan rumus :

Keterangan :

BCF > 1000 = Kemampuan Tinggi 1000 > BCF > 250 = Kemampuan Sedang BCF < 250 = Kemampuan Rendah

Analisis Deskriptif

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif sesuai dengan baku mutu

lingkungan yang terdapat dakam Kepmen KLH No. 51 Tahun 2004 untuk kualitas

air. Baku mutu untuk logam berat dalam lumpur atau sedimen di Indonesia belum

ditetapkan, sehingga sebagai acuan digunakan baku mutu yang dikeluarkan


(39)

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kawasan Hutan Mangrove Desa Nelayan di Perairan Belawan

Desa Nelayan ini berada di kecamatan Medan Labuhan, dengan luas

daerah 420 Ha. Batas-batas wilayah desa ini sebagai berikut :

a) Sebelah utara berbatasan dengan Sei Deli atau Kelurahan Belawan Bahari

b) Sebelah selatan berbatasan dengan Sei Mati

c) Sebelah barat berbatasan dengan Pekan Labuhan

d) Sebelah timur berbatasan dengan P.L Tiram / Sei Pegatalan

Secara topografi, kecamatan Medan Labuhan berada pada dataran

rendah/rawa. Keadaan iklimnya termasuk tropis, dengan curah hujan rata-rata 22

mm/tahun dan suhu rata-rata harian 30ºC. Jenis tanah kecamatan ini umumnya

adalah tanah aluvial dan tanah podsolik merah kuning. Secara sosial ekonomi

penggunaan lahan untuk sawah dan ladang 0 ha, perkantoran 1 ha, bangunan

usaha 1 ha, dan pemukiman 85 ha. Jumlah penduduk di desa ini 7.716 jiwa


(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Lingkungan Perairan (suhu udara, suhu air, pH air, dan salinitas)

Kondisi lingkungan perairan hasil pengukuran di lapangan, menunjukan

hasil yang tidak begitu berberbeda antar pengamatan pancang dan pohon. Hasil

analisis parameter kualitas lingkungan perairan disajikan pada Tabel 1. Data dasar

kondisi lingkungan perairan secara lengkap disajikan dalam Lampiran 4

Tabel 1. Analisis Parameter Kualitas Lingkungan Perairan

Parameter Tingkat

Pohon Pancang

pH air 9,62 9,56

Salinitas (ppt) 26,6 26,6

Suhu air (°C) 28,1 28,1

Suhu udara (°C) 33,33 33,33

Cu (mg/L) 0.0026 0.0020

Pb (mg/L) 0.0191 0.0145

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada, Akar, Daun dan Kulit Batang R. stylosa

Berdasarkan hasil pengukuran kandungan logam berat Cu dan Pb pada

kulit batang, akar, dan daun pohon R.stylosa diperoleh hasil bahwa kulit batang, akar dan daun lebih tinggi mengakumulasi logam Cu dibanding logam Pb. Secara

rinci hasil analisis kandungan logam berat rata-rata pada kulit batang, akar dan

daun R. stylosa disajikan dalam Tabel 2. Data dasar konsentrasi logam berat secara lengkap disajikan pada Lampiran 3


(41)

Tabel 2.Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Akar, Daun dan Kulit Batang R.stylosa

Sampel Tingkat Cu (mg/kg) Pb (mg/kg)

Akar Pohon 12,1638 1,317

Akar Pancang 5,285 1,1955

Daun Pohon 52,6962 0,3878

Daun Pancang 51,5866 0,2566

Kulit Batang Pohon 6,9121 0,6828

Kulit batang Pancang 4,5251 0,2799

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Air dan Sedimen

Kandungan logam berat Cu dan Pb pada air dan sedimen pada air di pohon

dan pancang tidak terlalu berbeda nyata. Kandungan logam Cu dan Pb rata-rata

pada sedimen Cu lebih rendah dibandingkan dengan kandungan logam berat Pb.

Secara rinci hasil analisis kandungan logam berat rata-rata pada air dan sedimen

disajikan dalam Tabel 3. Baku mutu air laut untuk lingkungan pelabuhan secara

lengkap disajikan pada Lampiran 2.

Tabel 3. Analisis Rata-Rata Kandungan Logam Berat Cu dan Pb pada Air dan Sedimen

Sampel Tingkat Cu Pb BAKU MUTU

Air (mg/L) Pohon 0,0026 0.0191 KEPMEN KLH No. 51 Tahun 2004

(0,008 mg/l).

Air (mg/L) Pancang 0,0020 0.0145

Sedimen (mg/kg) Pohon 1,2836 3,291 IADC/CEDA 1997

Cu (600 mg/kg) Pb (1000 mg/kg).

Sedimen (mg/kg) Pancang 0.862 1,9066

Faktor Biokonsentrasi (BCF) Untuk Menilai Kemampuan R. stylosa dalam Mengakumulasi Logam Berat Cu dan Pb

Berdasarkan hasil perhitungan nilai faktor biokonsentrasi (BCF) diketahui


(42)

terendah 119,4482 untuk logam Pb. Nilai faktor biokonsentrasi Cu dan Pb

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Faktor Biokonsentrasi (BCF) Cu dan Pb pancang dan pohon.

Tingkat Konsentrasi Cu BCF Cu (L/kg) Konsentrasi Pb BCF Pb (L/kg) Tumbuhan =

total akar,

kulit batang

dan daun

(mg/kg)

Air (mg/L)

Tumbuhan = total akar, kulit batang

dan daun

(mg/kg)

Air (mg/L)

Pohon 71,7721 0,0026 27.604,6538 2,3876 0.0191 125,0052

Pancang 61,396 0.0020 30.698,35 1,732 0.0145 119,4482

Pembahasan

Kondisi Lingkungan Perairan (suhu udara, suhu air, pH, dan salinitas)

Hasil pengukuran kualitas lingkungan perairan pada saat pengambilan

sampel suhu rata-rata yang diperoleh sebesar 33,3°C. Suhu udara ini dapat

dikategorikan tinggi, hal ini disebabkan oleh letak geografis dari lokasi

pengamatan dan karena tingginya intensitas matahari pada saat pengambilan

sampel.Pengambilan sampel air dilakukan sebanyak tiga waktu yaitu pagi

sewaktu surut antara pukul 8.00 WIB hingga pukul 10.00 WIB, siang sewaktu

pasang antara pukul 13.00 WIB hingga 15.00 WIB, dan sore setelah pasang

antara pukul 16.00 WIB hingga 18.00 WIB.

Wisnubroto dkk. (1982) menyatakan bahwa suhu udara dipermukaan bumi

adalah relatif, tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti

lamanya penyinaran matahari. Hal itu dapat berdampak langsung akan adanya

perubahan suhu di udara. Suhu udara bervariasi menurut tempat dan dari waktu ke

waktu di permukaan bumi. Menurut tempat suhu udara bervariasi secara vertikal

dan horizontal dan menurut waktu dari jam ke jam dalam sehari, dan menurut


(43)

Suhu air pada saat pengambilan sampel antara 28°C – 28,3°C dengan rata-rata 28,1°C. Sesuai dengan baku mutu yang dipakai untuk kualitas air di

Indonesia yaitu KEPMEN LH No.51 Tahun 2004, suhu air dari kedua stasiun

pengambilan sampel masih tergolong baik dan masih dapat mendukung

kehidupan organisme yang hidup didalamnya yakni 28°–32°C untuk kawasan mangrove.

Hasil pengukuran pH air didapat nilai sebesar 9,62 untuk pohon dan 9,56

untuk pancang. Nilai pH air yang diperoleh saat pengamatan sangat tinggi. Nilai

pH mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup di dalamnya, pernyataan ini

didukung oleh Odum (1971) yang menyatakan derajat keasaman atau pH

merupakan suatu indeks kadar ion hidrogen (H+) yang mencirikan keseimbangan

asam dan basa. Derajat keasaman suatu perairan, baik tumbuhan maupun hewan

sehingga sering dipakai sebagai petunjuk untuk menyatakan baik atau buruknya

suatu perairan. Nilai pH pada suatu perairan mempunyai pengaruh yang besar

terhadap organisme perairan sehingga seringkali dijadikan petunjuk untuk

menyatakan baik buruknya suatu perairan. Berdasarkan KEPMEN LH No.51

Tahun 2004 perairan tersebut tidak mendukung kehidupan organisme yang ada

didalamnya.

Hasil pengukuran salinitas 26,6 ppt. Lokasi penelitian yang sudah banyak

yang dikonversi menjadi tambak dan kolam ikan, dalam pengelolaan tambak dan

kolam ikan terdapat pompa yang mengambil air laut dan dimasukkan ke dalam

tambak sehingga mempengaruhi salinitas.

Menurut Happy (2012) Kelarutan logam berat berkaitan dengan nilai pH.


(44)

menyebabkan toksisitas logam berat semakin besar. Faktor suhu juga

mempengaruhi konsentrasi logam berat di kolom air dan sedimen, kenaikan suhu

air yang lebih dingin akan memudahkan logam berat mengendap ke sedimen.

Sementara suhu yang tinggi, senyawa logam berat akan larut di air. Faktor debit

merupakan yang paling berpengaruh, karena debit merupakan faktor pengencer.

Semakin tinggi debit yang melewati aliran sungai pengencerannya tinggi pula.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa pada sampel air diperoleh

pH yang tinggi yaitu 9,62 dan 9,56 dan logam berat yang terkandung pada air

rendah,hal ini sesuai dengan pernyataan di atas. Suhu air yang diperoleh 28,1

yaitu suhu terendah pada ambang batas untuk perairan mangrove berdasarkan

KEPMEN LH No.51 Tahun 2004, dan kandungan logam berat yang mengendap

lebih tinggi dibandingkan kandungan logam berat pada air hal ini juga sesuai

dengan pernyataan di atas.

Kandungan Cu rata-rata pada air pohon sebesar 0.0026 mg/L. Sedangkan

pada pancang didapat data dengan rata-rata 0.0020 mg/L. Kandungan Pb rata-rata

pada pohon sebesar 0,0191 mg/L, sedangkan pada pancang didapat data dengan

rata-rata 0.0145 mg/L. Menurut KEPMEN KLH No. 51 Tahun 2004 kandungan

logam berat Cu belum melewati batas yang ditetapkan sedangkan pada Pb sudah

melewati batas yang ditetapkan untuk baku mutu air laut yaitu 0.008 mg/L.

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb Pada Akar R. stylosa

Hasil pengukuran logam berat Cu dan Pb pada akar pohon dan pancang R.

stylosa menunjukkan hasil yang tidak terlalu tinggi dibandingkan kandungan

logam berat pada daun. Rata-rata kandungan Cu pada akar pohon R. stylosa


(45)

Cu pada akar pancang R. stylosa sekitar 5,285 mg/kg. Rata-rata kandungan Pb sekitar 1,1955 mg/kg. Hal ini disebabkan karena akar tidak menyimpan lama zat

yang telah diserap dari dalam tanah kemudian ditranslokasikan ke batang, daun,

dan buah. Priyanto dan Prayitno (2004) menyatakan penyerapan dan akumulasi

logam berat oleh tumbuhan dibagi menjadi tiga proses, pertama, penyerapan oleh

akar agar tanaman dapat menyerap logam, maka logam harus dibawa ke dalam

larutan di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa cara bergantung pada spesies

tanaman. Senyawa-senyawa yang larut dalam air biasanya diambil oleh akar

bersama air, sedangkan senyawa-senyawa hidrofobik diserap oleh permukaan

akar. Kedua, translokasi logam dari akar ke bagian tanaman lain. Setelah logam

menembus endodermis akar, logam atau senyawa asing lain mengikuti aliran

transpirasi ke bagian atas tanaman melalui jaringan pengangkut (xylem dan floem) ke bagian tanaman lainnya. Ketiga, lokalisasi logam pada sel dan jaringan. Hal ini

bertujuan untuk menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme tanaman.

Sebagai upaya untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tanaman

mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di

dalam organ tertentu seperti akar.

Kandungan Cu pada akar lebih tinggi dibandingkan kandungan Pb. Hal ini

berkaitan dengan mobilitas Cu yang merupakan unsur hara esensial mikro bagi

tumbuhan. Dalam skala tertentu Cu merupakan unsur hara bagi tanaman. Namun

pada konsentrasi yang besar Cu dapat menghambat metabolisme tanaman.

Kandungan logam Pb lebih sedikit dikarenakan Pb bukan merupakan unsur hara

esensial bagi tanaman, sehingga logam Pb lebih sedikit terakumulasi oleh


(46)

tunjang yang belum terlalu tua dan dapat dipotong menggunakan pisau atau

parang. Sehingga sampel akar yang diambil memiliki kandungan logam berat

yang lebih sedikit dibandingkan sampel akar yang sudah keras dan tua. Priyanto

dan Prayitno (2008) menyatakan agar tumbuhan dapat menyerap logam maka

logam harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa

cara bergantung pada spesies tumbuhannya.

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb Pada Daun R. stylosa

Berdasarkan pengukuran logam berat Cu dan Pb pada daun pohon

R.stylosa menunjukkan hasil yang cukup tinggi. Rata-rata kandungan Cu pada

daun pohon R. stylosa sebesar 52, 6962 mg/kg. Sedangkan kandungan Pb sebesar 0,3837mg/kg. Rata-rata kandungan logam berat Cu pada daun R. stylosa sebesar 51,5866 mg/kg. Rata-rata kandungan Pb sebesar 0,2566 mg/kg. Kandungan Cu

pada pohon lebih tinggi dibandingkan kandungan Cu pada pancang, Kandungan

Pb pada pohon juga lebih tinggi dibandingkan dengan pancang. Hal ini

disebabkan diameter batang yang berbeda pada kedua stasiun dan perbandingan

antara daun tua (pada pangkal dengan ukuran yang cukup besar, ketebalan dan

warna daun hijau tua) dan daun muda (pada pucuk, ukuran kecil, belum terlalu

tebal dan warna daun hijau muda) yang dikompositkan. Kandungan logam pada

daun muda lebih sedikit dibandingkan dengan daun tua. Soemirat (2003)

menyatakan bahwa daun yang lebih muda lebih sulit mengarbsorbsi daripada daun

yang sudah tua. Selain itu, umumnya mekanisme yang terjadi pada tumbuhan

adalah mengakumulasi ion-ion yang berlebih dalam daun tua, yang akhirnya


(47)

Banyaknya akumulasi Cu dan Pb pada bagian daun merupakan usaha

lokalisasi yang dilakukan oleh tumbuhan yaitu mengumpulkannya dalam satu

organ. Proses masuknya unsur Cu dan Pb ke dalam jaringan tumbuhan bisa

melalui xylem ke semua bagian tumbuhan sampai ke daun atau dengan cara

penempelan partikel Cu dan Pb pada daun dan masuk ke dalam jaringan melalui

stomata (Dahlan, 1986).

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb Pada Kulit Batang R. stylosa

Hasil rata-rata pengukuran logam berat Cu pada kulit batang pada pohon

sebesar 6,9121mg/kg dan kandungan logam berat Pb rata-rata sebesar 0,6828

mg/kg. Kandungan logam berat Cu rata-rata pada kulit batang pancang sebesar

4,5251 mg/kg. Rata-rata kandungan logam berat Pb sebesar 0,2799 mg/kg.

Konsentrasi logam berat Cu dan Pb terdapat perbedaan kandungan logam

berat Cu dan Pb pada kulit batang pohon lebih tinggi dibanding pancang. Hal ini

disebabkan oleh perbedaan diameter. Rata-rata diameter pohon sebesar 12,2 cm.

Sedangkan rata-rata diameter pancang sebesar 6,8 cm (Lampiran 4). Perbedaan

diameter batang pohon menentukan banyaknya logam berat dan zat-zat lain yang

terakumulasi di dalam pohon tersebut. Semakin besar diameter batang pohon

maka usia pohon juga semakin tua sehingga akumulasi zat-zat yang terdapat di

dalam pohon tersebut semakin besar. Lakitan (1996) menyatakan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur hara, antara lain; a) faktor-faktor air untuk

melarutkan unsur hara atau zat mineral sehingga mudah menyerap air, b) daya

serap akar, tekanan setiap tumbuhan berbeda-beda. Besarnya tekanan akar

dipengaruhi oleh besar kecilnya/tinggi rendahnya tumbuhan. Bukti adanya


(48)

dipotong maka air tampak tergenang dipermukaan tunggaknya, c) daya isap daun

disebabkan adanya penguapan (transpirasi) air dari daun yang besarnya

berbanding lurus dengan luas bidang penguapan (intensitas penguapan).

Kandungan logam berat Cu dan Pb tinggi pada bagian kulit batang tanaman. Hal

ini disebabkan pada batang memiliki waktu yang lebih lama dalam

mengakumulasi logam berat Cu dan Pb yang disimpan dalam jaringannya.

Arisandy dkk., (2012) menyatakan batang memiliki waktu yang lebih lama dalam

mengakumulasi logam berat timbal (Pb) yang disimpan dalam jaringannya

dibandingkan pada daun maupun buah. Sedangkan pada akar memiliki nilai yang

tinggi karena akar merupakan bagian yang kontak langsung dengan sedimen yang

tercemar, kemudian ditranslokasikan ke bagian lain.

Kandungan Logam Berat Cu dan Pb Pada Air dan Sedimen

Hasil pengukuran logam berat Cu dan Pb, kandungan logam berat Pb

memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan kandungan logam Cu.

Pencemaran ini diakibatkan lokasi pengambilan sampel merupakan daerah yang

tercemar oleh kegiatan industri dan limbah dari kegiatan transportasi. Pada lokasi

penelitian kegiatan transportasi laut sudah banyak dan kegiatan industri sangat

besar yaitu pada Kawasan Industri Medan dan Industri yang membuang limbah ke

sungai deli yang berujung pada lokasi pengambilan sampel. Jenis industri yang

terdapat di sekitar perairan Belawan dan Sungai Deli yaitu industri kertas rokok,

lingkar sepeda, sparepart sepeda, pencucian jeans, pabrik baja, pabrik bahan kimia, pabrik pipa pvc dan nilon, baterai kering, pelapisan logam, dan kawat kasa.

Hasil pengukuran logam berat Cu pada pohon didapat data dengan


(49)

0.0020 mg/L. Hasil pengukuran Pb pada pohon didapat data dengan rata-rata

0,0191. Sedangkan pada pancang didapat data dengan rata-rata 0,0145. Menurut

KEPMEN KLH No. 51 Tahun 2004 kandungan logam berat Cu pada lokasi

penelitian belum melewati batas yang ditetapkan tetapi kandungan logam berat Pb

pada lokasi penelitian sudah melewati batas yang ditetapkan untuk baku mutu air

laut yaitu 0.008 mg/L.

Hasil pengukuran kandungan logam berat Cu dan Pb pada sedimen lokasi

pengambilan sampel didapat kandungan logam berat Cu pada pohon dengan

rata-rata 1,2836 mg/kg. Sedangkan pada pancang didapat kandungan logam berat Cu

dengan rata-rata 0.862 mg/kg. Menurut IADC/CEDA 1997 dalam penentuan

kadar logam yang masih dapat ditoleransi pada sedimen yaitu untuk Cu sebesar

600 mg/kg, maka pencemaran Cu masih dapat ditoleransi.

Hasil pengukuran kandungan logam berat Pb pada pohon didapat data

dengan rata 3,291 mg/kg, sedangkan pada pancang didapat data dengan

rata-rata 1,9066 mg/kg. Menurut IADC/CEDA 1997 dalam penentuan kadar logam

yang masih dapat ditoleransi pada sedimen yaitu untuk Pb sebesar 1000 mg/kg.

kandungan logam berat Pb pada sedimen masih masuk ke dalam batas toleransi.

Kandungan logam berat pada sedimen lebih tinggi dibanding kandungan

logam berat pada air. Hal ini dapat terjadi karena adanya pengendapan sedimen

pada saat kandungan logam berat pada air tinggi. Logam berat memiliki sifat yang

mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan berikatan

dengan partikel-partikel sedimen. Sehingga kandungan logam berat pada sedimen


(50)

Kandungan logam berat sedimen pada Pb lebih tinggi dibandingkan

dengan kandungan logam berat sedimen pada Cu. Hal ini disebabkan Cu termasuk

unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tumbuhan sehingga mengendap lebih

sedikit sedangkan logam Pb adalah logam yang bersifat toksik bagi tumbuhan

sehingga mengendap lebih banyak.

Faktor Biokonsentrasi (BCF) Untuk Menilai Kemampuan R. stylosa dalam Mengakumulasi Logam Berat Cu dan Pb

Faktor biokonsentrasi (BCF) adalah konsentrasi suatu senyawa di dalam

suatu organisme percobaan dibagi dengan konsentrasi senyawa tersebut dalam

medium air satuannya (L/kg). Untuk mendapatkan faktor biokonsentrasi dari R.

stylosa maka kandungan logam berat Cu dan Pb dari akar, kulit batang dan daun

dibagi dengan konsentrasi logam berat Cu dan Pb pada air. Faktor biokonsentrasi

dihitung untuk melihat kemampuan R. stylosa dalam mengakumulasi logam berat Cu dan Pb.

Hasil penghitungan nilai faktor biokonsentrasi untuk logam berat Cu pada

pohon dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan R. stylosa mengakumulasi logam Cu lebih besar dibandingkan logam Pb. Untuk pohon nilai BCF logam Cu

sebesar 27.604,6538 dan untuk logam Pb sebesar 125,0052. Pada pancang nilai

BCF logam Cu sebesar 30.698,35 dan untuk logam Pb sebesar 119,4482. Dalam

mengakumulasi logam Cu R. stylosa dikategorikan tinggi sedangkan dalam mengakumulasi Pb dikategorikan rendah.

Menurut Dahlan (1989) konsentrasi Pb yang tinggi (100–1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan.

Pb hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya tinggi. Tanaman dapat


(51)

tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan

berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu

menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman.

Mekanisme masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun yaitu melalui stomata

daun yang berukuran besar dan ukuran partikel Pb lebih kecil, sehingga Pb dengan

mudah masuk kedalam jaringan daun melalui proses penjerapan pasif. Partikel Pb

yang menempel pada permukaan daun berasal dari tiga proses yaitu, pertama

sedimentasi akibat gaya gravitasi. Kedua, tumbukan akibat turbulensi angin.

Ketiga, adalah pengendapan yang berhubungan dengan hujan. Celah stomata

mempunyai panjang sekitar 10 μm dan lebar antara 2–7 μm, oleh karena ukuran

Pb yang demikian kecil, maka partikel Pb tidak larut dalam air dan senyawa Pb


(52)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kandungan logam berat Cu akar R. stylosa pada pohon (12,1638 mg/kg) lebih tinggi dibanding pada pancang ( 5,285 mg/kg), dan untuk kandungan Pb akar

pada pohon (1,317 mg/kg) lebih besar dibanding pada pancang (1,1955mg/kg).

Kandungan Cu pada daun R. stylosa lebih besar pada pohon (52,6963 mg/kg) dibanding pada pancang (51,5866 mg/kg), dan untuk kandungan Pb daun lebih

besar pada pohon (0,3878 mg/kg) dibanding pada pancang (0,2566 mg/kg).

Kandungan Cu kulit batang R. stylosa pada pohon (6,9121 mg/kg) lebih tinggi dibanding pada pancang ( 4,5251 mg/kg), dan kandungan Pb kulit batang pada

pohon (0,6828 mg/kg) lebih tinggi dibanding pada pancang (0,2799 mg/kg).

2. Kemampuan R. stylosa dalam mengakumulasi logam berat Cu pada pohon dan pancang dikategorikan tinggi dengan nilai BCF sebesar 27.604,6538 dan

30.698,35 sedangkan dalam mengakumulasi logam berat Pb di dikategorikan

rendah dengan nilai BCF sebesar 125,0052 dan 119,4482.

Saran

Hasil penelitian yang didapat, mangrove R. stylosa mampu mengakumulasi dan mengurangi logam berat Cu dalam dengan kategori tinggi

dan Pb dengan kategori rendah. Sehingga pohon R. stylosa dapat dijadikan akumulator pencemaran logam Cu. Berdasarkan hasil penelitian tersebut

disarankan masyarakat melakukan penanaman mangrove R. stylosa di lokasi penelitian.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Andani, S dan E.D. Purbayanti. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Arisandy K R, dkk. 2012. Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) dan Gambaran Histologi pada Jaringan Avicennia marina (forsk.) Vierh di Perairan Pantai Jawa Timur. Jurnal Penelitian Perikanan.15-25 hal.

Baehaqie, A. dan Indrawan. 1993. Hutan Mangtrove, Lahan Basah yang Kaya Raya dalam Warta Konservasi Lahan Basah. 2(1)

Bengen, D. G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan –IPB. Bogor. BPLHD Jawa Barat, 2008, Hasil Analisis Kualitas Air Sungai Cikijing. Jawa

Barat

Brooks RR. 1997. Terrestrial Higher Plants Which Hyperaccumulate Metal Elements- A Reveiew Of Their Distribution, Ecology And Phytochemistry.

Biorecovery.

Dahlan, Z., Sarno, dan A. Barokah. 2009. Model Arsitektur Akar Lateral dan Akar tunggang Bakau (Rhizophora apiculata Blume). Jurnal Penelitian Sains. 12209 hal.

Darmono, 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Fardiaz, S. 2005. Polusi Air Dan Udara. Kanisius. Yogyakarta.

Fitter, A.H dan Hay, R.K.M. 1991. Fisiologi lingkungan Tanaman. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Hamzah, F, dan Setiawan, A. 2010. Akumulasi Logam Berat Pb, Cu, dan Zn di hutan Mangrove Muara Angke. Balai Riset dan Observasi Kelautan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 2(2) :41-52.

Happy. A, dkk. 2012. Distribusi Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada Kolom Air dan Sedimen Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 175-182 hal.

IADC/CEDA. 1997. Convention, Codes, and Conditions: Marine Disposal. Environmental Aspect of Dredging 2a. 71 hal.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentian Kerusakan Mangrove. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.


(54)

Lindsey, H.D., M.M. James, and M.G. Hector. 2004. An Assessment of Metal Contamination in Mangrove Sediments and Leaves from Punta Mala Bay, Pacific Panama. Marine Pollution Bulletin.

MacFarlane, G.R., Pulkownik and M.D., Burchett, 2003. Accumulation and Distribution of Heavy Metals in Grey Mangrove, Avicenia marina (Forsk)

Vierth Biologica indication potential. Eviromental Pollution,123, 139-151.

Mann, K.H. 1982. Ecology of Coastal water; A System Approach Studies in Ecology vol.8. Blackwell sScientific publication oxford. Pp 18-52

Merian, E. 1994. Toxic metal in the environment. Vch verlagsgeselischattmbh. Weinheim.

Nybakken JW. 1992. Biologi Laut. Suatu pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta.

Odum, H.T., 1971. Environment, Power, and Society. Wiley-Interscience, New York, NY

Panjaitan, G. Y. 2009. Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina di Hutab Mangrove. Depatemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Perales, I. 2003. Culture Media of Aeromonas spp. and Plesiomonas shigelloides.

Handbook of Culture Media for Food Microbiology.

Priyanto, B., dan Priyatno, J. 2006. Fitoremediasi Sebagai Sebuah Teknologi Pemulihan Pencemaran, Khusus Logam Berat.

Purwanto, B.E. 1992. Studi Kualitas Lingkungan Fisika dan Kimia Perairan Teluk Banten Kabupaten Serang. Skripsi Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan IPB, Bogor.

Samingan, T. 1975. Rhizophoraceaea. Bagian Ekologi Tumbuh-tumbuhan Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Snedaker, S. C. 1978. Mangrove Their Values and Prepetuation. Nat. res. 14: 6-13

Soemirat, J. 2003. Toksikologi Lingkungan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Soekardjo, 1981. Mangrove di Indonesia. Duta Rimba No. 49/VIII/1981.

Suyanto. 1992. The Payau Forest as Tourist Objek in Cilacap. English Departement. Sekolah Tinggi Bahasa Asing. Yayasan Pariwisata Indonesia, Bandung.

Van Steenish. 1958. Ecologi (The Introductory Part to the Monograph of


(55)

Vogel. 1994. Qualitative inorganik analysis. Department of Chemistry Queens

University. Belfast, N. Ireland.

Wiroatmodjo, P., H. Alrasyid, s. Salim, F. Mulia, S. Meity. 1993. Pemanfaatan dan Rehabilitasi. Prosiding Seminar Strategi Nasional dan Program Aksi Mangrove di Indonesia, Jakarta 11 Februari 1993. Yayasan Mangrove, Jakarta.

Wisnubroto,S,S.S.L Aminah, dan Nitisapto,M. 1982. Asas-asas Meteorologi Pertanian, Departemen Ilmu Tanah, UGM. Yogyakarta, dan Ghalia Indonesia. Jakarta.

Yruela, I .2005. Copper in plants. Estación Experimental de Aula Dei, Consejo Superior de Investigaciones Científicas (CSIC), Apdo. 202, E-50080


(56)

(57)

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian

Pengambilan sampel di lapangan


(58)

Sampel sebelum di oven

Sampel setelah menjadi arang


(59)

Tanur (Alat yang digunakan untuk pengabuan atau setelah sampel menjadi arang)

Penyaringan sampel


(60)

Sampel siap uji

Pengujian dengan AAS


(61)

Lampiran 2. KEPMEN LH No 51. Tahun 2004 Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut

No Parameter Satuan Baku Mutu

FISIKA

1 Kecerahana m Coral : >3 Mangrove : - lamun : >3 2 Kebauan - Alami3 3 Kekeruhana NTU <5

4 Padatan tersuspensi total mg/l Coral : 20 Mangrove : 80 lamun : 20 5 Sampah - Nihil1(4) 6 Suhuc ◦C Alami -3(c)

Coral : 28-30(c) Mangrove : 28-32(c) lamun : 28-30(c) 7 Lapisan minyak5 - Nihil1(5)

KIMIA

1 pHd - 7 – 8,5(d) 2 Salinitase %o Alami-3(e)

Coral : 33-34(e) Mangrove : s/d 34(e) lamun : 33-34(e) 3 Oksigen terlarut mg/l >5

4 BOD5 mg/l 20

5 Ammonia total (NH3-N) mg/l 0.3

6 Fosfat (PO4-P) mg/l 0.015

7 Nitrat (NO3 - N) mg/l 0.008

8 Sianida (CN-) mg/l 0.5 9 Sulfida (H2S) mg/l 0.01

10 PAH (Poliaromatik hidrokarbon)

mg/l 0.003

11 Senyawa fenol total mg/l 0.002 12 PCB total (poliklor bifenil) µg/l 0.01 13 Surfaktan (deterjen) mg/l MBAS 1 14 Minyak dan lemak mg/l 1 15 Pestisidaf µg/l 0.01 16 TBT (tri butyl tin)6 µg/l 0.01

Logam Terlarut

17 Raksa (Hg) mg/l 0.001 18 Kromium heksavalen (Cr(VI)) mg/l 0.005 19 Arsen (As) mg/l 0.012


(62)

No Parameter Satuan Baku Mutu

20 Kadmium (Cd) mg/l 0.001 21 Tembaga (Cu) mg/l 0.008 22 Timbal (Pb) mg/l 0.008 23 Seng (Zn) mg/l 0.05 24 Nikel (Ni) mg/l 0.05

BIOLOGI

1 Coliform (total)g MPN/100 ml 1000(g) 2 Patogen sel/100 ml Nihil1 3 Plankton sel/100ml tidak bloom6

RADIO NUKLIDA

1 Komposisi yang tidak diketahui Bq/l 4

Keterangan:

1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan)

2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik internasional maupun nasional.

3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim)

4. Pengamatan oleh manusia (visual).

5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis (thin layer) dengan ketebalan 0,01mm

6. Tidak bloom adalah tidak terjadi pertumbuhan yang berlebihan yang dapat menyebabkan eutrofikasi. Pertumbuhan plankton yang berlebihan dipengaruhi oleh nutrient, cahaya, suhu, kecepatan arus dan kestabilan plankton itu sendiri

7. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal

a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman

euphotic

b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman

c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu alam. d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH

e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman

f. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman.

Menteri Negara Lingkungan Hidup

Nabiel Makarim, MPA., MSM. Lampiran 2. Lanjutan.


(63)

Lampiran 3. Data Dasar Konsentrasi Logam berat.

NAMA SAMPEL K. AAS

VOL. PELARUT

BERAT

SAMPEL K. SEBENARNYA RATA RATA

Daun pohon cu 1 10,902 25 5 54,51

52,6963

Daun pohon cu 2 9,6448 25 5 48,224

Daun pohon cu 3 11,071 25 5 55,355

Daun pancang cu 1 10,142 25 5 50,71

51,5866

Daun pancang cu 2 10,405 25 5 52,025

Daun pancang cu 3 10,405 25 5 52,025

Daun pohon pb 1 0,0726 25 5 0,363

0,3878

Daun pohon pb 2 0,0845 25 5 0,4225

Daun pohon pb 3 0,0756 25 5 0,378

Daun pancang pb 1 0,0578 25 5 0,289

0,2566

Daun pancang pb 2 0,0771 25 5 0,3855

Daun pancang pb 3 0,0191 25 5 0,0955

Akar pohon cu 1 2,5361 25 5 12,6805

12,1638

Akar pohon cu 2 1,6708 25 5 8,354

Akar pohon cu 3 3,0914 25 5 15,457

Akar pancang cu 1 0,7179 25 5 3,5895

5,285

Akar pancang cu 2 1,2324 25 5 6,162

Akar pancang cu 3 1,2207 25 5 6,1035

Akar pohon pb 1 0,1603 25 5 0,8015

1,317

Akar pohon pb 2 0,2406 25 5 1,203


(1)

Biota Laut

No Parameter Satuan Baku Mutu

FISIKA

1 Kecerahana m Coral : >3

Mangrove : - lamun : >3

2 Kebauan - Alami3

3 Kekeruhana NTU <5

4 Padatan tersuspensi total mg/l Coral : 20 Mangrove : 80 lamun : 20

5 Sampah - Nihil1(4)

6 Suhuc ◦C Alami -3(c)

Coral : 28-30(c) Mangrove : 28-32(c) lamun : 28-30(c) 7 Lapisan minyak5 - Nihil1(5)

KIMIA

1 pHd - 7 – 8,5(d)

2 Salinitase %o Alami-3(e)

Coral : 33-34(e) Mangrove : s/d 34(e) lamun : 33-34(e) 3 Oksigen terlarut mg/l >5

4 BOD5 mg/l 20

5 Ammonia total (NH3-N) mg/l 0.3

6 Fosfat (PO4-P) mg/l 0.015

7 Nitrat (NO3 - N) mg/l 0.008

8 Sianida (CN-) mg/l 0.5 9 Sulfida (H2S) mg/l 0.01

10 PAH (Poliaromatik hidrokarbon)

mg/l 0.003 11 Senyawa fenol total mg/l 0.002 12 PCB total (poliklor bifenil) µg/l 0.01 13 Surfaktan (deterjen) mg/l MBAS 1 14 Minyak dan lemak mg/l 1

15 Pestisidaf µg/l 0.01

16 TBT (tri butyl tin)6 µg/l 0.01

Logam Terlarut

17 Raksa (Hg) mg/l 0.001

18 Kromium heksavalen (Cr(VI)) mg/l 0.005


(2)

No Parameter Satuan Baku Mutu

20 Kadmium (Cd) mg/l 0.001

21 Tembaga (Cu) mg/l 0.008

22 Timbal (Pb) mg/l 0.008

23 Seng (Zn) mg/l 0.05

24 Nikel (Ni) mg/l 0.05

BIOLOGI

1 Coliform (total)g MPN/100 ml 1000(g) 2 Patogen sel/100 ml Nihil1 3 Plankton sel/100ml tidak bloom6

RADIO NUKLIDA

1 Komposisi yang tidak diketahui Bq/l 4

Keterangan:

1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan)

2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik internasional maupun nasional.

3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim)

4. Pengamatan oleh manusia (visual).

5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis (thin layer) dengan ketebalan 0,01mm

6. Tidak bloom adalah tidak terjadi pertumbuhan yang berlebihan yang dapat menyebabkan eutrofikasi. Pertumbuhan plankton yang berlebihan dipengaruhi oleh nutrient, cahaya, suhu, kecepatan arus dan kestabilan plankton itu sendiri

7. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal

a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic

b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman

c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu alam. d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH

e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman

f. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman.

Menteri Negara


(3)

NAMA SAMPEL K. AAS

VOL. PELARUT

BERAT

SAMPEL K. SEBENARNYA RATA RATA

Daun pohon cu 1 10,902 25 5 54,51

52,6963

Daun pohon cu 2 9,6448 25 5 48,224

Daun pohon cu 3 11,071 25 5 55,355

Daun pancang cu 1 10,142 25 5 50,71

51,5866

Daun pancang cu 2 10,405 25 5 52,025

Daun pancang cu 3 10,405 25 5 52,025

Daun pohon pb 1 0,0726 25 5 0,363

0,3878

Daun pohon pb 2 0,0845 25 5 0,4225

Daun pohon pb 3 0,0756 25 5 0,378

Daun pancang pb 1 0,0578 25 5 0,289

0,2566

Daun pancang pb 2 0,0771 25 5 0,3855

Daun pancang pb 3 0,0191 25 5 0,0955

Akar pohon cu 1 2,5361 25 5 12,6805

12,1638

Akar pohon cu 2 1,6708 25 5 8,354

Akar pohon cu 3 3,0914 25 5 15,457

Akar pancang cu 1 0,7179 25 5 3,5895

5,285

Akar pancang cu 2 1,2324 25 5 6,162

Akar pancang cu 3 1,2207 25 5 6,1035

Akar pohon pb 1 0,1603 25 5 0,8015

1,317

Akar pohon pb 2 0,2406 25 5 1,203


(4)

NAMA SAMPEL K. AAS

VOL. PELARUT

BERAT

SAMPEL K. SEBENARNYA RATA RATA

Akar pancang pb 1 0,3521 25 5 1,7605

1,1955

Akar pancang pb 2 0,1380 25 5 0,69

Akar pancang pb 3 0,2272 25 5 1,136

Kulit batang pohon cu 1 3,5123 25 5 17,5615

6,9121

Kulitbatang pohon cu 2 0,3438 25 5 1,719

Kulitbatang pohon cu 3 0,2912 25 5 1,456

Kulitbatang pancang cu 1 0,3555 25 5 1,7775

4,5251

Kulitbatang pancang cu 2 1,9164 25 5 9,582

Kulitbatang pancang cu 3 0,4432 25 5 2,216

Kulitbatang pohon pb 1 0,1663 25 5 0,8315

0,6828

Kulitbatang pohon pb 2 0,1202 25 5 0,601

Kulit batang pohon pb 3 0,1232 25 5 0,616

Kulit batang pancang pb 1 0,0251 25 5 0,1255

0,2799

Kulit batang pancang pb 2 0,0533 25 5 0,2665

Kulitbatang pancang pb 3 0,0637 25 5 0,3185

Sedimen pohon cu 1 0,2548 25 5 1,274

1,2836

Sedimen pohon cu 2 0,2031 25 5 1,0155

Sedimen pohon cu 3 0,3123 25 5 1,5615

Sedimen pancang cu 1 0,1973 25 5 0,9865

0,862

Sedimen pancang cu 2 0,1398 25 5 0,699

Sedimen pancang cu 3 0,1801 25 5 0,9005


(5)

NAMA SAMPEL K. AAS

VOL. PELARUT

BERAT

SAMPEL K. SEBENARNYA RATA RATA

Sedimen pohon pb 1 0,9526 25 5 4,763

3,291

Sedimen pohon pb 2 0,4457 25 5 2,2285

Sedimen pohon pb 3 0,5736 25 5 2,8815

Sedimen pancang pb 1 0,2629 25 5 1,3145

1,9066

Sedimen pancang pb 2 0,3937 25 5 1,9685

Sedimen pancang pb 3 0,4874 25 5 2,437

Air pohon cu 1 0,0019 35 100 0,000665

0,0026

Air pohon cu 2 0,0077 35 100 0,002695

Air pohon cu 3 0,0134 35 100 0,00469

Air pancang cu 1 0,0077 35 100 0,002695

0,0020

Air pancang cu 2 0,0019 35 100 0,000665

Air pancang cu 3 0,0077 35 100 0,002695

Air pohon pb 1 0,0563 35 100 0,019705

0,0191

Air pohon pb 2 0,0474 35 100 0,01659

Air pohon pb 3 0,0607 35 100 0,012425

Air pancang pb 1 0,0414 35 100 0,01449

0,0145

Air pancang pb 2 0,0474 35 100 0,01659


(6)

Lampiran 4. Tally Sheet Pengambilan Sampel di Lapangan

Tally sheet pengambilan sampel Pohon

TALLY SHEET PENGAMBILAN SAMPEL POHON PLOT

KE

No.

POHON TINGGI DIAMETER pH PLOT

SUHU UDARA

SUHU

AIR SALINITAS PLOT

1

1 9,8 m 13 cm

9,54 34 28

25

2 9 m 12 cm 27

3 10 m 13cm 25

PLOT 2

1 9,45 m 12 cm

9,78 32 28

25

2 8.9 m 11 cm 30

3 8,78 m 12 cm 30

PLOT 3

1 10 m 12 cm

9,56 34 28.3

28

2 10 m 13 cm 25

3 10 m 12cm 25

Rata - rata 9,54 m 12,2 cm 9,62 33.33 28,1 26,6

Tally sheet pengambilan sampel Pancang

TALLY SHEET PENGAMBILAN SAMPEL PANCANG PLOT

KE

No.

PANCANG TINGGI DIAMETER pH PLOT

SUHU UDARA

SUHU

AIR SALINITAS PLOT

1

1 7,5 m 7 cm

9,97 34 28

25

2 7.7 m 8cm 27

3 6.8 m 7cm 25

PLOT 2

1 8 m 6 cm

9,72 32 28

25

2 7,15 m 7cm 30

3 7,8 m 7cm 30

PLOT 3

1 7.4 m 8 cm

9 34 28,3

28

2 7.2 m 6cm 25

3 8 m 6cm 25