Studi Histopatologi Organ Hati Hamster (Mesocricetus auratus) yang Diinfeksi Coxiella burnetii
STUDI HISTOPATOLOGI ORGAN HATI HAMSTER
(Mesocricetus auratus) YANG DIINFEKSI Coxiella burnetii
VIVI DWI SANTI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Histopatologi
Organ Hati Hamster (Mesocricetus auratus) yang Diinfeksi Coxiella burnetii
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Vivi Dwi Santi
NIM B04090065
ABSTRAK
VIVI DWI SANTI. Studi Histopatologi Organ Hati Hamster (Mesocricetus
auratus) yang Diinfeksi Coxiella burnetii. Dibimbing oleh AGUS SETIYONO
dan MAWAR SUBANGKIT.
Coxiella burnetii (C. burnetii) merupakan bacterial like organism yang
menyebabkan Query fever. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
gambaran histopatologi hati hamster setelah diinfeksi C. burnetii secara
intraperitoneal. Hamster yang digunakan dibagi dalam dua kelompok. Semua hati
hamster kemudian dikoleksi untuk diperiksa secara histopatologi dengan
pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE) maupun pewarnaan imunohistokimia (IHK).
Hasil pewarnaan HE pada hamster kelompok I yang diinjeksi dengan antigen C.
burnetii, 3 dari 4 menunjukkan gejala adanya sarang radang granuloma yang
merupakan penciri infeksi oleh C. burnetii. Pada pengamatan hamster kelompok
II yang diinjeksi dengan ekstrak limpa dari hamster I menunjukkan semua hati
hamster terdapat sarang radang granuloma. Hasil pewarnaan IHK menunjukkan
positif imunoreaktif untuk semua hati hamster tersebut. Selain adanya sarang
radang granuloma pada hati hamster yang diinfeksi C. burnetii juga ditemukan
lesio mikroskopis berupa hepatitis akut yang ditandai dengan adanya kumpulan
sel radang pada perifer hati, degenerasi sel hepatosit, aktivasi folikel limfoid, serta
kongesti pada pembuluh darah kecil dan besar.
Kata kunci: C. burnetii, granuloma, hamster, HE, histopatologi, IHK
ABSTRACT
VIVI DWI SANTI. Histopathological Study of Hamster's Liver (Mesocricetus
auratus) which is Infected by Coxiella burnetii. Supervised by AGUS SETIYONO
and MAWAR SUBANGKIT.
Coxiella burnetii (C. burnetii) is a bacterial like organism that causes
Query fever. The aim of this study was to describe the liver histopathology of
hamsters after infected by C. burnetii intraperitoneally. Hamster were divided
into two groups. All hamster liver were collected for histopathological
examination using hematoxylin-eosin staining (HE) and immunohistochemical
staining (IHC). HE staining results in hamsters group I which were injected with
C. burnetii’s antigen showed 3 out of 4 has granuloma which are typical of C.
burnetii infection. All hamsters group II which were injected with hamsters group
I’s spleen extracts showed granuloma in microscopic observation. IHC staining
revealed all hamsters liver has positive result. Beside granuloma lesion, all
hamster’s liver show acute hepatitis symptoms. The microscopic lesion of acute
hepatitis showed the inflammatory cell accumulated in liver perifer, degeneration
of hepatocytes cells, activation of lymphoid follicles, as well as congestion in
small and large blood vessels.
Keywords: C. burnetii, granuloma, hamster, HE, histopathology, IHC
STUDI HISTOPATOLOGI ORGAN HATI HAMSTER
(Mesocricetus auratus) YANG DIINFEKSI Coxiella burnetii
VIVI DWI SANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Studi Histopatologi Organ Hati Hamster (Mesocricetus auratus)
yang Diinfeksi Coxiella burnetii
Nama
: Vivi Dwi Santi
NIM
: B04090065
Disetujui oleh
drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Pembimbing I
drh Mawar Subangkit, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Wakil Dekan
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah
Coxiella burnetii, dengan judul Studi Histopatologi Organ Hati Hamster
(Mesocricetus auratus) yang Diinfeksi Coxiella burnetii.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak drh Agus Setiyono MS PhD
APVet dan Bapak drh Mawar Subangkit MSi selaku pembimbing atas segala
bimbingan, dorongan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama penelitian dan
penulisan skripsi ini. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada Bapak drh Rahmat Hidayat MSi selaku dosen pembimbing akademik yang
telah membimbing penulis selama menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). Tak lupa juga penulis berterima
kasih kepada staf laboratorium patologi FKH IPB yang telah banyak membantu
dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Mama dan
om Ade Purwanto, serta seluruh keluarga besar atas segala doa, nasihat dan kasih
sayangnya kepada penulis. Selain itu penulis juga berterima kasih kepada teman
sepenelitian Iwi, Lia, Muty, Uwi, dan kelompok Q fever RPH Bogor (Haryo,
Andre, Mita, dan Wulan) serta kepada Bang Me’i yang telah membantu dan
banyak memberikan semangat serta motivasi. Selain itu terimakasih juga untuk
Irva, Bang Alex, Bang Edwin, Akim, Wahyu, Syu, Jack, Ozi, dan Ricco yang
telah membuat hari-hari penulis selama kuliah di FKH IPB menjadi lebih indah.
Terakhir terima kasih kepada sahabat-sahabat Angkatan 46 dan kakak Angkatan
45 lainnya yang tidak bisa penulis cantumkan semua atas semangat yang terus
diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Vivi Dwi Santi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan tempat penelitian
2
Alat dan bahan
2
Metode penelitian
2
Persiapan Hewan Coba
Perlakuan penelitian
3
Pembuatan sediaan histopatologi
3
Proses Deparafinisasi
4
Pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE)
4
Pewarnaan Imunohistokimia (IHK)
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
SIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
9
RIWAYAT HIDUP
11
DAFTAR TABEL
1 Komposisi Pakan Hamster
2 Perubahan histopatologi dan Pewarnaan IHK pada Hati Hamster I
3 Perubahan histopatologi dan Pewarnaan IHK pada Hati Hamster II
3
5
7
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Lesio granuloma pada hati hamster I
Hasil Pewarnaan IHK hati hamster I
Hasil Pewarnaan IHK hati hamster II
Gambaran Histopatologi hati hamster IA menggunakan pewarnaan HE
6
6
7
8
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Coxiella burnetii (C. burnetii) merupakan agen penyebab Query fever (Q
fever) pada manusia dan hewan (Hotta et al. 2004). Agen ini bersifat obligat
intraseluler dan termasuk bacterial like organism. Menurut Raoult (2002) C.
burnetii sangat contagious karena dapat menyebabkan penyakit meskipun
terpapar dalam jumlah kecil. Selain itu, agen ini bisa menular dari hewan ke
manusia atau sebaliknya (zoonosis).
C. burnetii adalah agen yang hidup dan berproliferasi dalam sel inang.
Target utama C. burnetii pada hewan dan manusia adalah monosit atau sel
makrofag (Maurin dan Raoult 1999). Ukurannya bervariasi dengan panjang dari
0.4 sampai 1 μm dan lebar dari 0.2 sampai 0.4 μm dan memiliki membran yang
sama seperti bakteri gram negatif (Maurin and Raoult 1999). Bentuk dari C.
burnetii biasanya bervariasi tergantung dari antigennya (Lockhart 2010). C.
burnetii terdiri dari dua fase antigen yang dinamai fase I dan fase II. Fase I
merupakan antigen yang menginfeksi hewan. Fase II merupakan antigen yang
biasanya ditemukan pada sel kultur atau telur tertunas setelah dipasase secara
berulang. Perbedaan dari kedua fase ini adalah pada lipopolisakaridanya (LPS)
(Coleman et al. 2004). Fase I memiliki LPS yang halus dan patogen, sedangkan
fase II memiliki LPS yang kasar dan kurang patogen (Moos & Hackstadt 1987;
Lockhart 2010).
Keberadaan C. burnetii di Indonesia telah terdeteksi tahun 1937 pada 188
serum sapi yang diperiksa (Kaplan dan Bertagna 1955). Kejadian ini hanya
berselang dua tahun dari penemuan kasus pertama Q fever pada pekerja rumah
potong hewan di Brisbane, Australia. Hal ini menunjukkan bahwa C. burnetii
merupakan agen yang memiliki wilayah penyebaran tak terbatas dan dapat
menyebar secara cepat. Raoult et al. (2005) C. burnetii memiliki potensi yang
tinggi untuk dijadikan senjata biologis. Namun, penelitian mendalam mengenai C.
burnetii masih belum banyak dilakukan di Indonesia.
C. burnetii pada hewan memiliki inang yang cukup luas. Tidak hanya pada
ruminansia, tetapi hewan lain seperti anjing, kucing sampai rodensia pun bisa
tertular agen penyakit ini (Acha dan Szyfres 2003). Dalam dunia penelitian,
hewan yang biasa digunakan adalah jenis rodensia seperti tikus, mencit, marmut
dan hamster. Hamster berada pada urutan ketiga di Amerika Serikat dalam
penggunaanya sebagai hewan laboratorium. Ada beberapa jenis hamster yang
umumnya digunakan, tetapi 90% dari hamster tersebut adalah jenis Syrian
Hamster (Mesocricetus auratus) (Van Hoosier dan Ladiges 1984). Penggunaan
hamster untuk aplikasi antigen secara intraperitonial (IP) lebih mudah dan metode
ini merupakan metode yang paling tepat untuk mendapatkan gambaran
histopatologi akibat infeksi C. burnetii pada hati hamster (Marrie et al. 1996).
Lesio khas pada kasus Q fever akut adalah adanya sarang radang granuloma
khususnya fibrin ring granuloma, tetapi gambaran lesio tersebut bisa disebabkan
oleh penyakit lain seperti tuberkulosis (TBC), cytomegaloviral hepatitis, EBV
hepatitis, toksoplasmosis, leishmaniasis, Hodgkin’s disease, Crohn’s disease,
sarcoidosis, dan drug-induced granulomatous hepatitis (Reichman et al. 1988;
2
Rodriguez et al. 1994). Untuk itu diperlukan adanya konfirmasi dengan
menggunakan pewarnaan imunohistokimia (IHK) guna memastikan sarang radang
granuloma tersebut benar-benar disebabkan oleh antigen C. burnetii.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologi hati
hamster setelah diinfeksi Coxiella burnetii.
Manfaat Penelitian
Memberikan gambaran mikroskopis organ hati hewan laboratorium hamster
yang diinfeksi Coxiella burnetii.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai Juli 2013. Kegiatan
pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan
percobaan Bagian Patologi, FKH-IPB. Pembuatan sediaan histopatologi dilakukan
di Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi,
FKH-IPB.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah hamster jantan berumur 2 bulan sebanyak 6
ekor, antigen Coxiella burnetii strain Nine Mile, kebutuhan harian hamster (air
minum, pakan ad libitum dengan komposisi yang terlihat pada Tabel 1, dan sekam
sebagai alas kandang), Phosphate Buffered Saline (PBS), Buffer Neutral formalin
10%, etanol bertingkat (30%, 50%, 70%, 80%, 96%, dan absolut), xylene, parafin,
pewarna jaringan Mayer Hematoxylin dan Eosin, Rabbit anti C. burnetii antibody,
citrate buffer, PBS Tween, 0.3 % H2O2, d H2O, FBS 1%, Biotin, StrepavidineHRP, DAB, dan aquades.
Peralatan yang digunakan adalah alat untuk pemeliharaan dan perlakuan
hamster (kandang dan syringe untuk injeksi antigen), alat nekropsi (jarum pentul,
sterofom, scalpel, gunting, pinset, dan pot plastik), alat pembuatan ekstrak limpa
(mortar dan centrifuge), alat untuk pembuatan sediaan histopatologi (gelas ukur,
tissue cassete, tissue basket, tissue tank, parrafin embedding console, object glass,
cover glass, automatic tissue processor, microtome, staining system), alat
fotomicrograph, mikroskop cahaya, dan software mbf_image.
3
Tabel 1 Komposisi pakan hamster
Komposisi
Protein
Lemak minimum
Serat kasar
Abu
Kadar air
Vitamin C
Aflatoksin
Kadar
14-16%
4%
10%
14%
12%
50 ppm
20 ppb
Metode Penelitian
Persiapan Hewan Coba
Hamster harus berasal dari indukan yang sama dan dipastikan bebas dari
penyakit. Sebelum dilakukan penginjeksian, hamster terlebih dahulu
diadaptasikan pada kandang yang telah disediakan. Lama pengadaptasian
berlangsung sekitar 7 sampai 10 hari.
Perlakuan Penelitian
Empat ekor hamster diinjeksi dengan antigen C. burnetii strain Nine Mile
yang didapatkan dari American Type Culture Collection (ATCC) melalui National
Institute of Infectious Disease (NIID) Tokyo dengan jumlah 106. Hamster
kemudian diamati selama 7 hari dan dilihat perubahan fisik berupa pembesaran
abdomen. Pada hari ke 7 hamster tidak mengalami pembesaran abdomen,
kemudian dilakukan injeksi kembali dengan dosis yang sama. Pada hari ketujuh
hamster menunjukan adanya pembesaran abdomen.
Hamster kemudian dieutanasi dengan diazepam sebanyak 0.25 mg/kgBB
dan dinekropsi dan dilakukan panen organ hati dan limpa. Kemudian limpa
digerus dan diambil ekstraknya. Pembuatan ekstrak dengan cara menambahkan
PBS pada gerusan limpa dan lalu disentrifus.
Ekstak limpa tersebut kemudian diinjeksikan kembali kepada 2 ekor hamster
dan diinkubasi selama 7 hari. Perlakuan pada hamster ini sama dengan 4 hamster
sebelumnya dan pada hamster ini juga dilakukan panen organ hati. Hati diambil
dan dimasukkan ke dalam pot plastik yang berisi Buffer Neutral Formalin 10%
selama kurang lebih 48 jam yang kemudian diproses untuk pembuatan sediaan
histopatologi.
Pembuatan Sediaan Histopatologi
Hati yang telah dikoleksi dipotong dengan ketebalan kurang lebih 3 mm,
dimasukkan ke dalam tissue cassete kemudian dilakukan tindakan dehidrasi
menggunakan automatic tissue processor. Kemudian dimasukkan ke dalam
cetakan dan diisi parafin cair dan dibiarkan mengeras. Agar lebih keras lagi,
jaringan yang berada di dalam parafin tadi dimasukkan ke dalam refrigerator.
Jaringan dipotong dengan mikrotom dengan ketebalan 5 mikrometer. Hasil
potongan dimasukkan ke dalam air hangat (45oC) dalam water bath untuk
4
menghilangkan lipatan akibat pemotongan. Sediaan diangkat dengan object glass
kemudian dikeringkan dalam inkubator pada suhu 60oC selama 2 jam.
Proses Defarafinisasi
Deparafinasi dilakukan dengan cara memasukkan sediaan ke dalam xylene
sebanyak dua kali selama 3 menit. Proses dilanjutkan dengan rehidrasi jaringan,
dimulai dari pencelupan jaringan ke dalam etanol bertingkat (30%, 50%, 70%,
80%, 96%, dan absolut) secara berurutan selama 3 menit, dicuci dengan air
mengalir dan dikeringkan.
Pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE)
Pewarnaan HE dilakukan dengan mewarnai jaringan dengan Mayer’s
Hematoxylin selama 8 menit. Lalu dibilas dengan air mengalir dan dicuci dengan
lithium carbonat selama 3 detik, dibilas dengan air mengalir lagi. Selanjutnya
jaringan dicelupkan ke dalam pewarna Eosin selama 15 detik. Sediaan dicuci
dengan celupan etanol 90% sebanyak 10 kali, etanol absolut I 10 kali, etanol
absolut II selama 2 menit, xylene I selama 1 menit, xylene II selama 1 menit.
Langkah berikutnya dilanjutkan dengan menenetesi sediaan dengan perekat
PermountTM kemudian ditutup dengan cover glass. Setelah perekat mengering,
sediaan diamati di bawah mikroskop.
Pewarnaan Imunohistokimia (IHK)
Proses pertama pewarnaan IHK dimulai dengan proses unmasking terhadap
antigen C. burnetii dengan menggunakan citrate buffer selama 15 menit pada
suhu 95 °C. Lalu didinginkan hingga suhu ruang (37 °C). Kemudian dicuci
dengan PBS tween sebanyak tiga kali masing-masing 5 menit. Proses dilanjutkan
dengan blocking endogenous peroxidase yaitu menetesi slide dengan 0.3% H2O2
yang terlarut dalam metanol selama 30 menit. Kemudian dicuci lagi dengan PBS
tween sebanyak tiga kali masing-masing 5 menit. Selanjutnya proses blocking
normal serum yang menggunakan FBS 1% selama 30 menit. Lalu dilanjutkan
dengan pencucian kembali dengan PBS tween sebanyak tiga kali selama 5 menit
masing-masing perlakuan. Kemudian diinkubasi dengan Rabbit anti C. burnetii
antibody selama semalaman penuh. Lalu dicuci lagi dengan PBS tween selama 5
menit sebanyak tiga kali. Selanjutnya slide ditetesi dengan antibodi sekunder yang
terkonjugasi dengan biotin selama 30 menit dan dicuci lagi dengan PBS tween
selama 5 menit sebanyak tiga kali. Kemudian ditetesi dengan Strepavidine-HRP
secukupnya dan ditunggu hingga 30 menit. Slide lalu dicuci lagi dengan
menggunakan PBS tween selama 5 menit sebanyak tiga kali sebelum dilakukan
proses aplikasi kromogen yaitu DAB (diaminobenzidine) selama 15 detik. Lalu
direndam dalam air. Kemudian dilanjutkan dengan pewarnaan Mayer
Hematoxylin selama 7 detik dan dicuci dengan air lagi. Selanjutnya dilakukan
proses dehidrasi dan clearing. Kemudian dilanjutkan dengan mounting
menggunakan cover glass dan diamati di bawah mikroskop.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tiga dari empat hati hamster kelompok I yang diinjeksi antigen C. burnetii
saat dilakukan pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya sarang radang
granuloma yang disertai dengan dominasi kehadiran makrofag dan atau monosit.
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel I. Keberadaan granuloma pada hati
yang terlihat pada gambar I merupakan lesio yang khas pada infeksi C. burnetii
(Cone et al. 2006) dan menurut Maurin dan Raoult (1999) target utama C.
burnetii pada hewan dan manusia adalah monosit atau sel makrofag. Konfirmasi
menggunakan pewarnaan IHK diperlukan guna mengetahui terbentuknya
granuloma serta kemunculan monosit dan atau makrofag pada hati hamster
disebabkan oleh C. burnetii. Beberapa agen lain yang dapat membentuk
granuloma adalah agen penyebab penyakit tuberkulosis (TBC), cytomegaloviral
hepatitis, EBV hepatitis, toksoplasmosis, leishmaniasis, Hodgkin’s disease,
Crohn’s disease, sarcoidosis, dan drug-induced granulomatous hepatitis
(Reichman et al. 1988; Rodriguez et al. 1994).
Hasil pewarnaan IHK pada semua hati hamster kelompok I menunjukkan
hasil positif, bahkan hamster IA yang tidak menunjukkan adanya lesio sarang
radang granuloma juga positif. Namun, apabila dilihat lebih jauh keberadaan
antigen C. burnetii pada hamster IA berada dalam sel monosit yang ada di
pembuluh darah yang terlihat pada Gambar 2, sehingga jika dihubungkan dengan
gambaran mikroskopisnya, maka hal ini menjelaskan tentang infiltrasi monosit
yang mendominasi pembuluh darah pada hati hamster tersebut.
Tabel 2 Perubahan Histopatologi dan Pewarnaan Imunohistokimia pada Hati
Hamster Kelompok I
Hamster
IA
Perifer hati
Terjadi
peradangan
Perubahan Histopatologi pada
Sel
Pembuluh
Folikel
Hepatosit
Darah
Limfoid
Kongesti pada
pembuluh darah
Degenerasi besar dan kecil
Terjadi
Hidropis
dan adanya sel
aktivasi
sel darah putih
(monosit)
IB
Terjadi
peradangan
Degenerasi
Hidropis
Kongesti pada
pembuluh darah
besar dan kecil
IC
Terjadi
peradangan
Degenerasi
Hidropis
Tidak terjadi
kongesti pada
pembuluh darah
besar dan kecil
Terjadi
aktivasi
ID
Terjadi
peradangan
Degenerasi
Hidropis
Kongesti pada
pembuluh darah
besar dan kecil
Terjadi
aktivasi
Terjadi
aktivasi
Temuan Asing
Tidak Ada
Sarang radang
granuloma
(Makrofag,
limfosit, dan
neutrofil)
Sarang radang
granuloma
(Neutrofil dan
makrofag)
Sarang radang
granuloma
(Limfosit,
neutrofil,
makrofag)
Pewarnaan
IHK
+
+
+
+
6
Gambar 1 Lesio granuloma (panah) pada hati hamster kelompok I, menggunakan
pewarnaan HE perbesaran objektif 40X
Gambar 2 Hasil pewarnaan IHK hati hamster kelompok I. Positif pada monosit di
daerah pembuluh darah hati hamster (panah) dengan perbesaran
objektif 100X
Semua hati hamster kelompok II yang diinjeksi dengan ekstrak limpa
hamster kelompok I menunjukkan adanya sarang radang granuloma yang dapat
dilihat pada Tabel 2. Selain kemunculan granuloma adanya infiltrasi monosit dan
makrofag juga ditemukan pada hati hamster kelompok II. Pewarnaan IHK
dilakukan guna konfirmasi penyebab terjadinya lesio ini, tetapi karena gambaran
mikroskopis keduanya menyerupai, maka pewarnaan IHK hanya dilakukan pada
salah satu hati hamster kelompok II. Pewarnaan IHK menunjukkan hasil yang
positif pada sitoplasma sel hepatosit dan dapat dilihat pada Gambar 3
Selain kemunculan granuloma dan positifnya pewarnaan IHK, pada hati
hamster kelompok II juga ditemukan adanya perubahan histopatologi lain yang
serupa dengan perubahan pada hati hamster kelompok I. Perubahan tersebut
7
berupa kongesti pada pembuluh darah disertai infiltrasi sel monosit, degenerasi
hidropis sel hepatosit, dan peradangan pada perifer hati. Semua perubahan
tersebut menurut Humpath (2003) mengarah pada lesio yang serupa pada hepatitis
akut.
Tabel 3 Perubahan Histopatologi dan Pewarnaan Imunohistokimia pada Hati
Hamster Kelompok II
Hamster
Perifer
Hati
IIA
Terjadi
peradangan
IIB
Terjadi
peradangan
Perubahan Histopatologi pada
Sel
Pembuluh
Folikel
Hepatosit
Darah
Limfoid
Kongesti
pada
Degenerasi
Terjadi
pembuluh
Hidropis
aktivasi
darah besar
dan kecil
Kongesti
pada
Degenerasi
Terjadi
pembuluh
Hidropis
aktivasi
darah besar
dan kecil
Temuan Asing
Pewarnaan
IHK
Sarang radang
granuloma
(Monosit,limfosit,
dan makrofag)
Tidak
dilakukan
Sarang radang
granuloma
(Limfosit dan
monosit)
+
Gambar 3 Hasil Pewarnaan IHK hati hamster II. Terdapat bintik coklat (panah) di
dalam sitoplasma sel hepatosit yang mengindikasikan hasil positif dari
pewarnaan IHK dengan perbesaran objektif 100X
Hati hamster yang tidak terdapat granuloma (Hati hamster IA) bukan
berarti tidak terinfeksi oleh C. burnetii. Hati yang mengalami infeksi C. burnetii
biasanya juga ditandai dengan terjadinya hepatitis akut (Raoult et al. 2000;
Domingo et al. 1999: Chang et al. 2004). Hati yang mengalami hepatitis akut
akan menunjukkan gejala klinis berupa pembesaran hati (hepatomegaly) dan saat
dilakukan pemeriksaan mikroskopis akan menunjukkan lesio berupa adanya
infiltrasi sel radang, degenerasi sel hepatosit, aktivasi sel kupffer, dan vaskulitis
yang ditandai dengan aktivasi folikel limfoid (Humpath 2003). Pemeriksaan
mikroskopis pada hati hamster IA menunjukkan terjadinya hepatitis akut yang
dapat dilihat pada Gambar 4.
8
Gambar 4 Gambaran histopatologi hati hamster IA menggunakan pewarnaan HE.
Aktivasi folikel limfoid (oval), kongesti pembuluh darah (kotak), dan
degenerasi hidrofis sel hepatosit (panah) dengan perbesaran objektif
40X
Perlakuan pada hamster kelompok II bertujuan untuk melihat ada tidaknya
perubahan antigen fase II ke fase I. Menurut Lockhart (2010) fase I merupakan
antigen yang dapat menyebabkan infeksi pada hewan. Sedangkan fase II
merupakan antigen yang ditemukan pada sel kultur atau telur tertunas setelah
dipasase berulang kali. Menurut Hotta et al. (2002) antigen fase I akan berubah
menjadi fase II setelah dipasase berulang kali pada telur tertunas atau sel kultur.
Sebaliknya fase II menjadi fase I terjadi akibat adanya delesi kromosom permanen.
Menurut OIE (2010) C. burnetii strain Nine Mile lebih sering mengalami
perubahan fase antigen. Hal ini terjadi karena strain Nine Mile memiliki variasi
LPS pada fase antigennya.
Pengamatan mikroskopis hamster kelompok II dan hamster kelompok I jika
dibandingkan maka dapat dilihat dengan ditemukannya sarang radang granuloma
pada hamster kelompok II menunjukkan angka kejadian 100%, sedangkan
kejadian granuloma pada hamster kelompok I hanya 75%. Dari angka ini dapat
diasumsikan patogenitas dari C. burnetii mulai meningkat dan mulai ada tanda
perubahan pada fase antigen. Hasil ini sebanding dengan penampakan gejala
klinis yang lebih cepat pada hamster II dibanding dengan hamster kelompok I.
Pada hamster kelompok II gejala klinis muncul 7 hari pasca injeksi, sedangkan
pada hamster kelompok I gejala klinis muncul pada hari ke 14 dan dengan
pemberian antigen berulang di hari ketujuh.
Pada hati hamster kelompok I dan hamster kelompok II selain ditemukan
sarang radang granuloma juga ditemukan adanya perubahan histopatologi lain
berupa kongesti pada pembuluh darah disertai infiltrasi sel monosit, degenerasi
hidropis sel hepatosit, dan peradangan pada perifer hati yang serupa pada
perubahan histopatologi hamster kelompok I. Gambaran tersebut mengarah pada
lesio yang terjadi pada hepatitis. Gambaran infeksi akut C. burnetii dipengaruhi
oleh jenis kelamin, umur, rute infeksi, serta dosis dari antigen C. burnetii
(Ackland JR et al. 1994;Leone et al. 2004;Maltezou dan Raoult 2002;Marmion et
al. 1990;Marrie et al. 1996).
9
SIMPULAN
Gambaran histopatologi hati hamster I yang diinfeksi C. burnetii dengan
pewarnaan hematoxylin-eosin menunjukkan adanya sarang radang granuloma,
peradangan perifer hati, degenerasi hidropis sel hepatosit, kongesti pembuluh
darah, dan adanya aktivasi folikel limfoid. Lesio histopatologi hati hamster II
yang diinfeksi ekstrak limpa hamster I menunjukkan gambaran yang menyerupai
perubahan yang terjadi pada hamster I. Pewarnaan imunohistokimia menunjukkan
hasil positif pada organ hati hamster I maupun hamster II.
DAFTAR PUSTAKA
Acha PN, Szyfres B. 2003. Zoonosis and Communicable Disease Common to
Man and Animal. Ed ke-3. Washington : World Health Organization.
Ackland JR et al. 1994. Vaccine Prophylaxis of Q fever : A Follow-up Study of
The Efficacy af Q-Vax (CSL) 1985-1990. Med J Aust 160: 704-708
Chang K, Yan JJ, Lee HC, Liu KH, Lee NY, Ko WC. 2004. Acute Hepatitis with
or Without Jaundice: a Predominant Presentation of Acute Q Fever in
Shouthern Taiwan. J Microbiol Immunol Infect 37: 103-108
Coleman SA, Fischer ER, Howe D, Mead DJ, Heinzen RA. 2004. Temporal
Analysis of Coxiella burnetii Morphological Differentiation. Bacteriol
186(21): 7344-7353.
Cone LA, Curry N, Shaver P, Brooks D, DeForge J, Potts BE. 2006. Q fever in
the Southern California desert: epidemiology, clinical presentation and
treatment. Am J Trop Med Hyg 75: 29-32.
Domingo P Muños C, Franquet T, Gurgui M, Sancho F, Varquez G. 1999. Acute
Q Fever in Adult Patient: Report on 63 Sporadic Cases in an Urban Area. Clin
Infect Dis 29: 874-879
Hotta A, Kawamura M, To H, Andoh M, Yamaguchi T, Fukushi H, Hirai K. 2002.
Phase Variation Analysis of Coxiella burnetii during serial passage in Cell
Culture by Use of Monoclonal Antibodies. Infect and Immun 70(8): 47474749
Hotta A et al. 2004. Use of Monoclonal Antibodies for Analyses of Coxiella
burnetii major Antigen. J vet Med Sci 66(10): 501-1193
Humpath. 2003. Acute Hepatitis [internet]. [diacu Juni 2 2013]. Tersedia dari :
http://humpath.com/spip.php?article77
Kaplan MM, BertagnaP. 1955. The Geographical Distribution of Q fever. Bull.
Wld. Health. Org. 13: 829-860.
Leone M, Honstettre A, Lepidi H, Capo C, Raoult D, Mege JL. 2004. Effect of
Sex on Coxiella burnetii Infection : Protective Role of 17β-Estradiol. J Infect
Dis 189: 339-345.
Lockhart M. 2010. The Detection of Coxiella burnetii (Q fever) in Clinical and
Enviromental Samples [Tesis]. Perth : Murdoch University.
10
Marrie TJ, Stein A, Janigan D, Raoult D. 1996. Route of Infection Determines the
Clinical Manifestation of Acute Q fever. J Infect Dis 173: 484-487.
Marmion BP et al. 1990. Vaccine prophylaxis of abattoir-associated Q fever: eight
years’ experience in Australian abattoirs. Epidemiol Infect 140: 275-287.
Maurin M, Raoult D. 1999. Q fever. Clin Microbiol Rev 12: 518-553.
Moos A, Hackstadt T. 1987. Comparative Virulence of Intra- and Interstrain
Lipopolysaccharide Varians of Coxiella burnetii in The Guinea Pig Model.
Infect Immun 55: 1144-1150.
[OIE] Office International des Epizooties. 2010. Q fever [internet]. [diacu 2013
Februari
13].
Tersedia
dari
:
http://www.oie.int/fileadmin/
home/eng/health_standards/tahm/2.01.12_q-fever.pdf
Raoult D, Tissot-Dupont H, Foucault C, et al. 2000. Q fever 1985-1998 : Clinical
and Epidemiologic Features of 1383 Infection. Med 79: 109-123
Raoult D. 2002. Q fever : still a mysterious disease. Q J Med 95:491.
Raoult D, Marrie T, Mege J. 2005. Natural History and Patophysiology of Q fever.
Lancet Infect Dis. 5(4): 219.
Riechman N, Raz R, Keysary A, Goldwasser R, Flatau E. 1988. Chronic Q fever
and Severe Thrombocytopenia in a Pregnant Woman. Am J Med 85: 253-254
Rodriguez JM, Yañes RJ, Pan R, Rodriguez JF, Salas ML, Viñuela E. 1994.
Multigene families in African swine fever virus : family 505. J Virol 68: 27462751
Van Hoosier GL Jr, Ladiges WC. 1984. Biology and Disease of Hamster. Orlando
(US) : Academic Press Inc. hal : 124-148.
11
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Juni 1991 di Kotabaru Kabupaten
Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan. Penulis terlahir sebagai anak kedua dari
tiga bersaudara dari pasangan Suprapto (Alm) dan Fujiani. Pada tahun 2009
penulis lulus dari SMAN 1 Kotabaru dan pada tahun itu juga penulis diterima
sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
melalui Jalur USMI.
Selama perkuliahan, penulis bergabung bersama Himpunan Minat dan
Profesi (HIMPRO) Satwa Liar pada tahun 2010-2013 dan pernah menjadi ketua
Cluster Wild Aquatic pada tahun 2012. Penulis juga pernah mengikuti UKM
Baseball Oryza pada tahun 2009 dan menjadi Paskibra IPB tahun 2009.
(Mesocricetus auratus) YANG DIINFEKSI Coxiella burnetii
VIVI DWI SANTI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Histopatologi
Organ Hati Hamster (Mesocricetus auratus) yang Diinfeksi Coxiella burnetii
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Vivi Dwi Santi
NIM B04090065
ABSTRAK
VIVI DWI SANTI. Studi Histopatologi Organ Hati Hamster (Mesocricetus
auratus) yang Diinfeksi Coxiella burnetii. Dibimbing oleh AGUS SETIYONO
dan MAWAR SUBANGKIT.
Coxiella burnetii (C. burnetii) merupakan bacterial like organism yang
menyebabkan Query fever. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
gambaran histopatologi hati hamster setelah diinfeksi C. burnetii secara
intraperitoneal. Hamster yang digunakan dibagi dalam dua kelompok. Semua hati
hamster kemudian dikoleksi untuk diperiksa secara histopatologi dengan
pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE) maupun pewarnaan imunohistokimia (IHK).
Hasil pewarnaan HE pada hamster kelompok I yang diinjeksi dengan antigen C.
burnetii, 3 dari 4 menunjukkan gejala adanya sarang radang granuloma yang
merupakan penciri infeksi oleh C. burnetii. Pada pengamatan hamster kelompok
II yang diinjeksi dengan ekstrak limpa dari hamster I menunjukkan semua hati
hamster terdapat sarang radang granuloma. Hasil pewarnaan IHK menunjukkan
positif imunoreaktif untuk semua hati hamster tersebut. Selain adanya sarang
radang granuloma pada hati hamster yang diinfeksi C. burnetii juga ditemukan
lesio mikroskopis berupa hepatitis akut yang ditandai dengan adanya kumpulan
sel radang pada perifer hati, degenerasi sel hepatosit, aktivasi folikel limfoid, serta
kongesti pada pembuluh darah kecil dan besar.
Kata kunci: C. burnetii, granuloma, hamster, HE, histopatologi, IHK
ABSTRACT
VIVI DWI SANTI. Histopathological Study of Hamster's Liver (Mesocricetus
auratus) which is Infected by Coxiella burnetii. Supervised by AGUS SETIYONO
and MAWAR SUBANGKIT.
Coxiella burnetii (C. burnetii) is a bacterial like organism that causes
Query fever. The aim of this study was to describe the liver histopathology of
hamsters after infected by C. burnetii intraperitoneally. Hamster were divided
into two groups. All hamster liver were collected for histopathological
examination using hematoxylin-eosin staining (HE) and immunohistochemical
staining (IHC). HE staining results in hamsters group I which were injected with
C. burnetii’s antigen showed 3 out of 4 has granuloma which are typical of C.
burnetii infection. All hamsters group II which were injected with hamsters group
I’s spleen extracts showed granuloma in microscopic observation. IHC staining
revealed all hamsters liver has positive result. Beside granuloma lesion, all
hamster’s liver show acute hepatitis symptoms. The microscopic lesion of acute
hepatitis showed the inflammatory cell accumulated in liver perifer, degeneration
of hepatocytes cells, activation of lymphoid follicles, as well as congestion in
small and large blood vessels.
Keywords: C. burnetii, granuloma, hamster, HE, histopathology, IHC
STUDI HISTOPATOLOGI ORGAN HATI HAMSTER
(Mesocricetus auratus) YANG DIINFEKSI Coxiella burnetii
VIVI DWI SANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Studi Histopatologi Organ Hati Hamster (Mesocricetus auratus)
yang Diinfeksi Coxiella burnetii
Nama
: Vivi Dwi Santi
NIM
: B04090065
Disetujui oleh
drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Pembimbing I
drh Mawar Subangkit, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Wakil Dekan
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah
Coxiella burnetii, dengan judul Studi Histopatologi Organ Hati Hamster
(Mesocricetus auratus) yang Diinfeksi Coxiella burnetii.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak drh Agus Setiyono MS PhD
APVet dan Bapak drh Mawar Subangkit MSi selaku pembimbing atas segala
bimbingan, dorongan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama penelitian dan
penulisan skripsi ini. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada Bapak drh Rahmat Hidayat MSi selaku dosen pembimbing akademik yang
telah membimbing penulis selama menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). Tak lupa juga penulis berterima
kasih kepada staf laboratorium patologi FKH IPB yang telah banyak membantu
dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Mama dan
om Ade Purwanto, serta seluruh keluarga besar atas segala doa, nasihat dan kasih
sayangnya kepada penulis. Selain itu penulis juga berterima kasih kepada teman
sepenelitian Iwi, Lia, Muty, Uwi, dan kelompok Q fever RPH Bogor (Haryo,
Andre, Mita, dan Wulan) serta kepada Bang Me’i yang telah membantu dan
banyak memberikan semangat serta motivasi. Selain itu terimakasih juga untuk
Irva, Bang Alex, Bang Edwin, Akim, Wahyu, Syu, Jack, Ozi, dan Ricco yang
telah membuat hari-hari penulis selama kuliah di FKH IPB menjadi lebih indah.
Terakhir terima kasih kepada sahabat-sahabat Angkatan 46 dan kakak Angkatan
45 lainnya yang tidak bisa penulis cantumkan semua atas semangat yang terus
diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Vivi Dwi Santi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan tempat penelitian
2
Alat dan bahan
2
Metode penelitian
2
Persiapan Hewan Coba
Perlakuan penelitian
3
Pembuatan sediaan histopatologi
3
Proses Deparafinisasi
4
Pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE)
4
Pewarnaan Imunohistokimia (IHK)
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
SIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
9
RIWAYAT HIDUP
11
DAFTAR TABEL
1 Komposisi Pakan Hamster
2 Perubahan histopatologi dan Pewarnaan IHK pada Hati Hamster I
3 Perubahan histopatologi dan Pewarnaan IHK pada Hati Hamster II
3
5
7
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Lesio granuloma pada hati hamster I
Hasil Pewarnaan IHK hati hamster I
Hasil Pewarnaan IHK hati hamster II
Gambaran Histopatologi hati hamster IA menggunakan pewarnaan HE
6
6
7
8
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Coxiella burnetii (C. burnetii) merupakan agen penyebab Query fever (Q
fever) pada manusia dan hewan (Hotta et al. 2004). Agen ini bersifat obligat
intraseluler dan termasuk bacterial like organism. Menurut Raoult (2002) C.
burnetii sangat contagious karena dapat menyebabkan penyakit meskipun
terpapar dalam jumlah kecil. Selain itu, agen ini bisa menular dari hewan ke
manusia atau sebaliknya (zoonosis).
C. burnetii adalah agen yang hidup dan berproliferasi dalam sel inang.
Target utama C. burnetii pada hewan dan manusia adalah monosit atau sel
makrofag (Maurin dan Raoult 1999). Ukurannya bervariasi dengan panjang dari
0.4 sampai 1 μm dan lebar dari 0.2 sampai 0.4 μm dan memiliki membran yang
sama seperti bakteri gram negatif (Maurin and Raoult 1999). Bentuk dari C.
burnetii biasanya bervariasi tergantung dari antigennya (Lockhart 2010). C.
burnetii terdiri dari dua fase antigen yang dinamai fase I dan fase II. Fase I
merupakan antigen yang menginfeksi hewan. Fase II merupakan antigen yang
biasanya ditemukan pada sel kultur atau telur tertunas setelah dipasase secara
berulang. Perbedaan dari kedua fase ini adalah pada lipopolisakaridanya (LPS)
(Coleman et al. 2004). Fase I memiliki LPS yang halus dan patogen, sedangkan
fase II memiliki LPS yang kasar dan kurang patogen (Moos & Hackstadt 1987;
Lockhart 2010).
Keberadaan C. burnetii di Indonesia telah terdeteksi tahun 1937 pada 188
serum sapi yang diperiksa (Kaplan dan Bertagna 1955). Kejadian ini hanya
berselang dua tahun dari penemuan kasus pertama Q fever pada pekerja rumah
potong hewan di Brisbane, Australia. Hal ini menunjukkan bahwa C. burnetii
merupakan agen yang memiliki wilayah penyebaran tak terbatas dan dapat
menyebar secara cepat. Raoult et al. (2005) C. burnetii memiliki potensi yang
tinggi untuk dijadikan senjata biologis. Namun, penelitian mendalam mengenai C.
burnetii masih belum banyak dilakukan di Indonesia.
C. burnetii pada hewan memiliki inang yang cukup luas. Tidak hanya pada
ruminansia, tetapi hewan lain seperti anjing, kucing sampai rodensia pun bisa
tertular agen penyakit ini (Acha dan Szyfres 2003). Dalam dunia penelitian,
hewan yang biasa digunakan adalah jenis rodensia seperti tikus, mencit, marmut
dan hamster. Hamster berada pada urutan ketiga di Amerika Serikat dalam
penggunaanya sebagai hewan laboratorium. Ada beberapa jenis hamster yang
umumnya digunakan, tetapi 90% dari hamster tersebut adalah jenis Syrian
Hamster (Mesocricetus auratus) (Van Hoosier dan Ladiges 1984). Penggunaan
hamster untuk aplikasi antigen secara intraperitonial (IP) lebih mudah dan metode
ini merupakan metode yang paling tepat untuk mendapatkan gambaran
histopatologi akibat infeksi C. burnetii pada hati hamster (Marrie et al. 1996).
Lesio khas pada kasus Q fever akut adalah adanya sarang radang granuloma
khususnya fibrin ring granuloma, tetapi gambaran lesio tersebut bisa disebabkan
oleh penyakit lain seperti tuberkulosis (TBC), cytomegaloviral hepatitis, EBV
hepatitis, toksoplasmosis, leishmaniasis, Hodgkin’s disease, Crohn’s disease,
sarcoidosis, dan drug-induced granulomatous hepatitis (Reichman et al. 1988;
2
Rodriguez et al. 1994). Untuk itu diperlukan adanya konfirmasi dengan
menggunakan pewarnaan imunohistokimia (IHK) guna memastikan sarang radang
granuloma tersebut benar-benar disebabkan oleh antigen C. burnetii.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologi hati
hamster setelah diinfeksi Coxiella burnetii.
Manfaat Penelitian
Memberikan gambaran mikroskopis organ hati hewan laboratorium hamster
yang diinfeksi Coxiella burnetii.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai Juli 2013. Kegiatan
pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan
percobaan Bagian Patologi, FKH-IPB. Pembuatan sediaan histopatologi dilakukan
di Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi,
FKH-IPB.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah hamster jantan berumur 2 bulan sebanyak 6
ekor, antigen Coxiella burnetii strain Nine Mile, kebutuhan harian hamster (air
minum, pakan ad libitum dengan komposisi yang terlihat pada Tabel 1, dan sekam
sebagai alas kandang), Phosphate Buffered Saline (PBS), Buffer Neutral formalin
10%, etanol bertingkat (30%, 50%, 70%, 80%, 96%, dan absolut), xylene, parafin,
pewarna jaringan Mayer Hematoxylin dan Eosin, Rabbit anti C. burnetii antibody,
citrate buffer, PBS Tween, 0.3 % H2O2, d H2O, FBS 1%, Biotin, StrepavidineHRP, DAB, dan aquades.
Peralatan yang digunakan adalah alat untuk pemeliharaan dan perlakuan
hamster (kandang dan syringe untuk injeksi antigen), alat nekropsi (jarum pentul,
sterofom, scalpel, gunting, pinset, dan pot plastik), alat pembuatan ekstrak limpa
(mortar dan centrifuge), alat untuk pembuatan sediaan histopatologi (gelas ukur,
tissue cassete, tissue basket, tissue tank, parrafin embedding console, object glass,
cover glass, automatic tissue processor, microtome, staining system), alat
fotomicrograph, mikroskop cahaya, dan software mbf_image.
3
Tabel 1 Komposisi pakan hamster
Komposisi
Protein
Lemak minimum
Serat kasar
Abu
Kadar air
Vitamin C
Aflatoksin
Kadar
14-16%
4%
10%
14%
12%
50 ppm
20 ppb
Metode Penelitian
Persiapan Hewan Coba
Hamster harus berasal dari indukan yang sama dan dipastikan bebas dari
penyakit. Sebelum dilakukan penginjeksian, hamster terlebih dahulu
diadaptasikan pada kandang yang telah disediakan. Lama pengadaptasian
berlangsung sekitar 7 sampai 10 hari.
Perlakuan Penelitian
Empat ekor hamster diinjeksi dengan antigen C. burnetii strain Nine Mile
yang didapatkan dari American Type Culture Collection (ATCC) melalui National
Institute of Infectious Disease (NIID) Tokyo dengan jumlah 106. Hamster
kemudian diamati selama 7 hari dan dilihat perubahan fisik berupa pembesaran
abdomen. Pada hari ke 7 hamster tidak mengalami pembesaran abdomen,
kemudian dilakukan injeksi kembali dengan dosis yang sama. Pada hari ketujuh
hamster menunjukan adanya pembesaran abdomen.
Hamster kemudian dieutanasi dengan diazepam sebanyak 0.25 mg/kgBB
dan dinekropsi dan dilakukan panen organ hati dan limpa. Kemudian limpa
digerus dan diambil ekstraknya. Pembuatan ekstrak dengan cara menambahkan
PBS pada gerusan limpa dan lalu disentrifus.
Ekstak limpa tersebut kemudian diinjeksikan kembali kepada 2 ekor hamster
dan diinkubasi selama 7 hari. Perlakuan pada hamster ini sama dengan 4 hamster
sebelumnya dan pada hamster ini juga dilakukan panen organ hati. Hati diambil
dan dimasukkan ke dalam pot plastik yang berisi Buffer Neutral Formalin 10%
selama kurang lebih 48 jam yang kemudian diproses untuk pembuatan sediaan
histopatologi.
Pembuatan Sediaan Histopatologi
Hati yang telah dikoleksi dipotong dengan ketebalan kurang lebih 3 mm,
dimasukkan ke dalam tissue cassete kemudian dilakukan tindakan dehidrasi
menggunakan automatic tissue processor. Kemudian dimasukkan ke dalam
cetakan dan diisi parafin cair dan dibiarkan mengeras. Agar lebih keras lagi,
jaringan yang berada di dalam parafin tadi dimasukkan ke dalam refrigerator.
Jaringan dipotong dengan mikrotom dengan ketebalan 5 mikrometer. Hasil
potongan dimasukkan ke dalam air hangat (45oC) dalam water bath untuk
4
menghilangkan lipatan akibat pemotongan. Sediaan diangkat dengan object glass
kemudian dikeringkan dalam inkubator pada suhu 60oC selama 2 jam.
Proses Defarafinisasi
Deparafinasi dilakukan dengan cara memasukkan sediaan ke dalam xylene
sebanyak dua kali selama 3 menit. Proses dilanjutkan dengan rehidrasi jaringan,
dimulai dari pencelupan jaringan ke dalam etanol bertingkat (30%, 50%, 70%,
80%, 96%, dan absolut) secara berurutan selama 3 menit, dicuci dengan air
mengalir dan dikeringkan.
Pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE)
Pewarnaan HE dilakukan dengan mewarnai jaringan dengan Mayer’s
Hematoxylin selama 8 menit. Lalu dibilas dengan air mengalir dan dicuci dengan
lithium carbonat selama 3 detik, dibilas dengan air mengalir lagi. Selanjutnya
jaringan dicelupkan ke dalam pewarna Eosin selama 15 detik. Sediaan dicuci
dengan celupan etanol 90% sebanyak 10 kali, etanol absolut I 10 kali, etanol
absolut II selama 2 menit, xylene I selama 1 menit, xylene II selama 1 menit.
Langkah berikutnya dilanjutkan dengan menenetesi sediaan dengan perekat
PermountTM kemudian ditutup dengan cover glass. Setelah perekat mengering,
sediaan diamati di bawah mikroskop.
Pewarnaan Imunohistokimia (IHK)
Proses pertama pewarnaan IHK dimulai dengan proses unmasking terhadap
antigen C. burnetii dengan menggunakan citrate buffer selama 15 menit pada
suhu 95 °C. Lalu didinginkan hingga suhu ruang (37 °C). Kemudian dicuci
dengan PBS tween sebanyak tiga kali masing-masing 5 menit. Proses dilanjutkan
dengan blocking endogenous peroxidase yaitu menetesi slide dengan 0.3% H2O2
yang terlarut dalam metanol selama 30 menit. Kemudian dicuci lagi dengan PBS
tween sebanyak tiga kali masing-masing 5 menit. Selanjutnya proses blocking
normal serum yang menggunakan FBS 1% selama 30 menit. Lalu dilanjutkan
dengan pencucian kembali dengan PBS tween sebanyak tiga kali selama 5 menit
masing-masing perlakuan. Kemudian diinkubasi dengan Rabbit anti C. burnetii
antibody selama semalaman penuh. Lalu dicuci lagi dengan PBS tween selama 5
menit sebanyak tiga kali. Selanjutnya slide ditetesi dengan antibodi sekunder yang
terkonjugasi dengan biotin selama 30 menit dan dicuci lagi dengan PBS tween
selama 5 menit sebanyak tiga kali. Kemudian ditetesi dengan Strepavidine-HRP
secukupnya dan ditunggu hingga 30 menit. Slide lalu dicuci lagi dengan
menggunakan PBS tween selama 5 menit sebanyak tiga kali sebelum dilakukan
proses aplikasi kromogen yaitu DAB (diaminobenzidine) selama 15 detik. Lalu
direndam dalam air. Kemudian dilanjutkan dengan pewarnaan Mayer
Hematoxylin selama 7 detik dan dicuci dengan air lagi. Selanjutnya dilakukan
proses dehidrasi dan clearing. Kemudian dilanjutkan dengan mounting
menggunakan cover glass dan diamati di bawah mikroskop.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tiga dari empat hati hamster kelompok I yang diinjeksi antigen C. burnetii
saat dilakukan pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya sarang radang
granuloma yang disertai dengan dominasi kehadiran makrofag dan atau monosit.
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel I. Keberadaan granuloma pada hati
yang terlihat pada gambar I merupakan lesio yang khas pada infeksi C. burnetii
(Cone et al. 2006) dan menurut Maurin dan Raoult (1999) target utama C.
burnetii pada hewan dan manusia adalah monosit atau sel makrofag. Konfirmasi
menggunakan pewarnaan IHK diperlukan guna mengetahui terbentuknya
granuloma serta kemunculan monosit dan atau makrofag pada hati hamster
disebabkan oleh C. burnetii. Beberapa agen lain yang dapat membentuk
granuloma adalah agen penyebab penyakit tuberkulosis (TBC), cytomegaloviral
hepatitis, EBV hepatitis, toksoplasmosis, leishmaniasis, Hodgkin’s disease,
Crohn’s disease, sarcoidosis, dan drug-induced granulomatous hepatitis
(Reichman et al. 1988; Rodriguez et al. 1994).
Hasil pewarnaan IHK pada semua hati hamster kelompok I menunjukkan
hasil positif, bahkan hamster IA yang tidak menunjukkan adanya lesio sarang
radang granuloma juga positif. Namun, apabila dilihat lebih jauh keberadaan
antigen C. burnetii pada hamster IA berada dalam sel monosit yang ada di
pembuluh darah yang terlihat pada Gambar 2, sehingga jika dihubungkan dengan
gambaran mikroskopisnya, maka hal ini menjelaskan tentang infiltrasi monosit
yang mendominasi pembuluh darah pada hati hamster tersebut.
Tabel 2 Perubahan Histopatologi dan Pewarnaan Imunohistokimia pada Hati
Hamster Kelompok I
Hamster
IA
Perifer hati
Terjadi
peradangan
Perubahan Histopatologi pada
Sel
Pembuluh
Folikel
Hepatosit
Darah
Limfoid
Kongesti pada
pembuluh darah
Degenerasi besar dan kecil
Terjadi
Hidropis
dan adanya sel
aktivasi
sel darah putih
(monosit)
IB
Terjadi
peradangan
Degenerasi
Hidropis
Kongesti pada
pembuluh darah
besar dan kecil
IC
Terjadi
peradangan
Degenerasi
Hidropis
Tidak terjadi
kongesti pada
pembuluh darah
besar dan kecil
Terjadi
aktivasi
ID
Terjadi
peradangan
Degenerasi
Hidropis
Kongesti pada
pembuluh darah
besar dan kecil
Terjadi
aktivasi
Terjadi
aktivasi
Temuan Asing
Tidak Ada
Sarang radang
granuloma
(Makrofag,
limfosit, dan
neutrofil)
Sarang radang
granuloma
(Neutrofil dan
makrofag)
Sarang radang
granuloma
(Limfosit,
neutrofil,
makrofag)
Pewarnaan
IHK
+
+
+
+
6
Gambar 1 Lesio granuloma (panah) pada hati hamster kelompok I, menggunakan
pewarnaan HE perbesaran objektif 40X
Gambar 2 Hasil pewarnaan IHK hati hamster kelompok I. Positif pada monosit di
daerah pembuluh darah hati hamster (panah) dengan perbesaran
objektif 100X
Semua hati hamster kelompok II yang diinjeksi dengan ekstrak limpa
hamster kelompok I menunjukkan adanya sarang radang granuloma yang dapat
dilihat pada Tabel 2. Selain kemunculan granuloma adanya infiltrasi monosit dan
makrofag juga ditemukan pada hati hamster kelompok II. Pewarnaan IHK
dilakukan guna konfirmasi penyebab terjadinya lesio ini, tetapi karena gambaran
mikroskopis keduanya menyerupai, maka pewarnaan IHK hanya dilakukan pada
salah satu hati hamster kelompok II. Pewarnaan IHK menunjukkan hasil yang
positif pada sitoplasma sel hepatosit dan dapat dilihat pada Gambar 3
Selain kemunculan granuloma dan positifnya pewarnaan IHK, pada hati
hamster kelompok II juga ditemukan adanya perubahan histopatologi lain yang
serupa dengan perubahan pada hati hamster kelompok I. Perubahan tersebut
7
berupa kongesti pada pembuluh darah disertai infiltrasi sel monosit, degenerasi
hidropis sel hepatosit, dan peradangan pada perifer hati. Semua perubahan
tersebut menurut Humpath (2003) mengarah pada lesio yang serupa pada hepatitis
akut.
Tabel 3 Perubahan Histopatologi dan Pewarnaan Imunohistokimia pada Hati
Hamster Kelompok II
Hamster
Perifer
Hati
IIA
Terjadi
peradangan
IIB
Terjadi
peradangan
Perubahan Histopatologi pada
Sel
Pembuluh
Folikel
Hepatosit
Darah
Limfoid
Kongesti
pada
Degenerasi
Terjadi
pembuluh
Hidropis
aktivasi
darah besar
dan kecil
Kongesti
pada
Degenerasi
Terjadi
pembuluh
Hidropis
aktivasi
darah besar
dan kecil
Temuan Asing
Pewarnaan
IHK
Sarang radang
granuloma
(Monosit,limfosit,
dan makrofag)
Tidak
dilakukan
Sarang radang
granuloma
(Limfosit dan
monosit)
+
Gambar 3 Hasil Pewarnaan IHK hati hamster II. Terdapat bintik coklat (panah) di
dalam sitoplasma sel hepatosit yang mengindikasikan hasil positif dari
pewarnaan IHK dengan perbesaran objektif 100X
Hati hamster yang tidak terdapat granuloma (Hati hamster IA) bukan
berarti tidak terinfeksi oleh C. burnetii. Hati yang mengalami infeksi C. burnetii
biasanya juga ditandai dengan terjadinya hepatitis akut (Raoult et al. 2000;
Domingo et al. 1999: Chang et al. 2004). Hati yang mengalami hepatitis akut
akan menunjukkan gejala klinis berupa pembesaran hati (hepatomegaly) dan saat
dilakukan pemeriksaan mikroskopis akan menunjukkan lesio berupa adanya
infiltrasi sel radang, degenerasi sel hepatosit, aktivasi sel kupffer, dan vaskulitis
yang ditandai dengan aktivasi folikel limfoid (Humpath 2003). Pemeriksaan
mikroskopis pada hati hamster IA menunjukkan terjadinya hepatitis akut yang
dapat dilihat pada Gambar 4.
8
Gambar 4 Gambaran histopatologi hati hamster IA menggunakan pewarnaan HE.
Aktivasi folikel limfoid (oval), kongesti pembuluh darah (kotak), dan
degenerasi hidrofis sel hepatosit (panah) dengan perbesaran objektif
40X
Perlakuan pada hamster kelompok II bertujuan untuk melihat ada tidaknya
perubahan antigen fase II ke fase I. Menurut Lockhart (2010) fase I merupakan
antigen yang dapat menyebabkan infeksi pada hewan. Sedangkan fase II
merupakan antigen yang ditemukan pada sel kultur atau telur tertunas setelah
dipasase berulang kali. Menurut Hotta et al. (2002) antigen fase I akan berubah
menjadi fase II setelah dipasase berulang kali pada telur tertunas atau sel kultur.
Sebaliknya fase II menjadi fase I terjadi akibat adanya delesi kromosom permanen.
Menurut OIE (2010) C. burnetii strain Nine Mile lebih sering mengalami
perubahan fase antigen. Hal ini terjadi karena strain Nine Mile memiliki variasi
LPS pada fase antigennya.
Pengamatan mikroskopis hamster kelompok II dan hamster kelompok I jika
dibandingkan maka dapat dilihat dengan ditemukannya sarang radang granuloma
pada hamster kelompok II menunjukkan angka kejadian 100%, sedangkan
kejadian granuloma pada hamster kelompok I hanya 75%. Dari angka ini dapat
diasumsikan patogenitas dari C. burnetii mulai meningkat dan mulai ada tanda
perubahan pada fase antigen. Hasil ini sebanding dengan penampakan gejala
klinis yang lebih cepat pada hamster II dibanding dengan hamster kelompok I.
Pada hamster kelompok II gejala klinis muncul 7 hari pasca injeksi, sedangkan
pada hamster kelompok I gejala klinis muncul pada hari ke 14 dan dengan
pemberian antigen berulang di hari ketujuh.
Pada hati hamster kelompok I dan hamster kelompok II selain ditemukan
sarang radang granuloma juga ditemukan adanya perubahan histopatologi lain
berupa kongesti pada pembuluh darah disertai infiltrasi sel monosit, degenerasi
hidropis sel hepatosit, dan peradangan pada perifer hati yang serupa pada
perubahan histopatologi hamster kelompok I. Gambaran tersebut mengarah pada
lesio yang terjadi pada hepatitis. Gambaran infeksi akut C. burnetii dipengaruhi
oleh jenis kelamin, umur, rute infeksi, serta dosis dari antigen C. burnetii
(Ackland JR et al. 1994;Leone et al. 2004;Maltezou dan Raoult 2002;Marmion et
al. 1990;Marrie et al. 1996).
9
SIMPULAN
Gambaran histopatologi hati hamster I yang diinfeksi C. burnetii dengan
pewarnaan hematoxylin-eosin menunjukkan adanya sarang radang granuloma,
peradangan perifer hati, degenerasi hidropis sel hepatosit, kongesti pembuluh
darah, dan adanya aktivasi folikel limfoid. Lesio histopatologi hati hamster II
yang diinfeksi ekstrak limpa hamster I menunjukkan gambaran yang menyerupai
perubahan yang terjadi pada hamster I. Pewarnaan imunohistokimia menunjukkan
hasil positif pada organ hati hamster I maupun hamster II.
DAFTAR PUSTAKA
Acha PN, Szyfres B. 2003. Zoonosis and Communicable Disease Common to
Man and Animal. Ed ke-3. Washington : World Health Organization.
Ackland JR et al. 1994. Vaccine Prophylaxis of Q fever : A Follow-up Study of
The Efficacy af Q-Vax (CSL) 1985-1990. Med J Aust 160: 704-708
Chang K, Yan JJ, Lee HC, Liu KH, Lee NY, Ko WC. 2004. Acute Hepatitis with
or Without Jaundice: a Predominant Presentation of Acute Q Fever in
Shouthern Taiwan. J Microbiol Immunol Infect 37: 103-108
Coleman SA, Fischer ER, Howe D, Mead DJ, Heinzen RA. 2004. Temporal
Analysis of Coxiella burnetii Morphological Differentiation. Bacteriol
186(21): 7344-7353.
Cone LA, Curry N, Shaver P, Brooks D, DeForge J, Potts BE. 2006. Q fever in
the Southern California desert: epidemiology, clinical presentation and
treatment. Am J Trop Med Hyg 75: 29-32.
Domingo P Muños C, Franquet T, Gurgui M, Sancho F, Varquez G. 1999. Acute
Q Fever in Adult Patient: Report on 63 Sporadic Cases in an Urban Area. Clin
Infect Dis 29: 874-879
Hotta A, Kawamura M, To H, Andoh M, Yamaguchi T, Fukushi H, Hirai K. 2002.
Phase Variation Analysis of Coxiella burnetii during serial passage in Cell
Culture by Use of Monoclonal Antibodies. Infect and Immun 70(8): 47474749
Hotta A et al. 2004. Use of Monoclonal Antibodies for Analyses of Coxiella
burnetii major Antigen. J vet Med Sci 66(10): 501-1193
Humpath. 2003. Acute Hepatitis [internet]. [diacu Juni 2 2013]. Tersedia dari :
http://humpath.com/spip.php?article77
Kaplan MM, BertagnaP. 1955. The Geographical Distribution of Q fever. Bull.
Wld. Health. Org. 13: 829-860.
Leone M, Honstettre A, Lepidi H, Capo C, Raoult D, Mege JL. 2004. Effect of
Sex on Coxiella burnetii Infection : Protective Role of 17β-Estradiol. J Infect
Dis 189: 339-345.
Lockhart M. 2010. The Detection of Coxiella burnetii (Q fever) in Clinical and
Enviromental Samples [Tesis]. Perth : Murdoch University.
10
Marrie TJ, Stein A, Janigan D, Raoult D. 1996. Route of Infection Determines the
Clinical Manifestation of Acute Q fever. J Infect Dis 173: 484-487.
Marmion BP et al. 1990. Vaccine prophylaxis of abattoir-associated Q fever: eight
years’ experience in Australian abattoirs. Epidemiol Infect 140: 275-287.
Maurin M, Raoult D. 1999. Q fever. Clin Microbiol Rev 12: 518-553.
Moos A, Hackstadt T. 1987. Comparative Virulence of Intra- and Interstrain
Lipopolysaccharide Varians of Coxiella burnetii in The Guinea Pig Model.
Infect Immun 55: 1144-1150.
[OIE] Office International des Epizooties. 2010. Q fever [internet]. [diacu 2013
Februari
13].
Tersedia
dari
:
http://www.oie.int/fileadmin/
home/eng/health_standards/tahm/2.01.12_q-fever.pdf
Raoult D, Tissot-Dupont H, Foucault C, et al. 2000. Q fever 1985-1998 : Clinical
and Epidemiologic Features of 1383 Infection. Med 79: 109-123
Raoult D. 2002. Q fever : still a mysterious disease. Q J Med 95:491.
Raoult D, Marrie T, Mege J. 2005. Natural History and Patophysiology of Q fever.
Lancet Infect Dis. 5(4): 219.
Riechman N, Raz R, Keysary A, Goldwasser R, Flatau E. 1988. Chronic Q fever
and Severe Thrombocytopenia in a Pregnant Woman. Am J Med 85: 253-254
Rodriguez JM, Yañes RJ, Pan R, Rodriguez JF, Salas ML, Viñuela E. 1994.
Multigene families in African swine fever virus : family 505. J Virol 68: 27462751
Van Hoosier GL Jr, Ladiges WC. 1984. Biology and Disease of Hamster. Orlando
(US) : Academic Press Inc. hal : 124-148.
11
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Juni 1991 di Kotabaru Kabupaten
Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan. Penulis terlahir sebagai anak kedua dari
tiga bersaudara dari pasangan Suprapto (Alm) dan Fujiani. Pada tahun 2009
penulis lulus dari SMAN 1 Kotabaru dan pada tahun itu juga penulis diterima
sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
melalui Jalur USMI.
Selama perkuliahan, penulis bergabung bersama Himpunan Minat dan
Profesi (HIMPRO) Satwa Liar pada tahun 2010-2013 dan pernah menjadi ketua
Cluster Wild Aquatic pada tahun 2012. Penulis juga pernah mengikuti UKM
Baseball Oryza pada tahun 2009 dan menjadi Paskibra IPB tahun 2009.