Pengaruh Infeksi Squash mosaic comovirus Terhadap Perkembangan Penyakit Mosaik pada Lima Varietas Mentimun (Cucumis sativus L.)

i

PENGARUH INFEKSI Squash mosaic comovirus TERHADAP
PERKEMBANGAN PENYAKIT MOSAIK PADA LIMA
VARIETAS MENTIMUN (Cucumis sativus L.)

ERIKA ROSMINIM D PURBA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

i

ABSTRAK

ERIKA ROSMINIM D PURBA. Pengaruh Infeksi Squash mosaic comovirus
terhadap Perkembangan Penyakit Mosaik pada Lima Varietas Mentimun
(Cucumis sativus L.). Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI HIDAYAT.

Squash mosaic comovirus (SqMV) adalah patogen tular benih yang banyak
menginfeksi tanaman Cucurbitaceae, keberadaannya di Indonesia sudah meluas.
Tujuan penelitian adalah 1) mengetahui persentase SqMV terbawa benih pada
lima varietas mentimun yaitu Yupiter, Venus, Japan File, Vario, dan Calista; 2)
mengetahui pengaruh infeksi SqMV terhadap perkembangan penyakit mosaik;
dan 3) mengetahui pengaruh infeksi SqMV terhadap persentase virus terbawa
benih generasi selanjutnya. Lima varietas mentimun diinokulasi dengan SqMV
secara mekanis kemudian diamati gejala yang muncul, masa inkubasi, dan
kejadian penyakit. Pengujian virus terbawa benih dilakukan dengan metode
growing-on test. Deteksi virus dilakukan menggunakan metode indirect ELISA
dan DIBA. Berdasarkan pengujian sampel daun mentimun yang berasal dari
pertanaman mentimun di Situgede, Bogor dengan menggunakan antiserum
Cucumber mosaic cucumovirus, Squash mosaic comovirus, Zuchini yellow mosaic
potyvirus, Watermelon mosaic potyvirus, dan Tobacco ring spot potyvirus
diketahui bahwa SqMV merupakan satu-satunya jenis virus yang ditemukan
dengan titer paling tinggi mencapai 0.8155. Tanaman mentimun varietas Venus,
Yupiter, Calista, dan Vario yang terinfeksi akan menunjukkan gejala infeksi
SqMV yang bervariasi yaitu mosaik hijau, mosaik kuning hijau, pemucatan tulang
daun, dan malformasi pada buah. Pengamatan keparahan penyakit dan titer virus
menunjukkan pola perkembangan penyakit mosaik yaitu menurun pada fase

berbunga dan meningkat lagi pada fase berbuah. Pada fase vegetatif titer virus
berkisar dari 1.3845 sampai 1.5603, pada fase berbunga titer virus menurun,
berkisar dari 0.8966 sampai 1.2780, dan pada fase berbuah meningkat kembali
yaitu dari 0.8849 sampai 1.4420. Tanaman mentimun varietas Japan File
memberikan respons yang berbeda karena penurunan keparahan penyakit
berlanjut sejak fase generatif hingga berbuah. Benih komersial (F1) yang banyak
digunakan petani terbukti membawa SqMV dengan efisiensi mencapai 100% dan
tanaman varietas Venus yang terinfeksi SqMV menghasilkan benih keturunan
(F2) yang membawa SqMV dengan efisiensi mencapai 60.87%.
Kata kunci: Mentimun, SqMV, Mosaik

ABSTRACT

ERIKA D ROSMINIM PURBA. The Influence of Squash mosaic comovirus
infection on The Mosaic Disease Development on Five Varieties of Cucumber
(Cucumis sativus L.). Supervised by SRI HENDRASTUTI HIDAYAT.
Squash mosaic comovirus (SqMV) is seed borne pathogens that infect many
Cucurbitaceae crop, its presence has expanded in Indonesia. This research aims to
1) know the percentage of SqMV carried by seed on five varieties of cucumber
are Jupiter, Venus, Japan File, Vario, and Calista, 2) determine the influence

SqMV infection on the mosaic disease development, and 3) determine the effect
of SqMV infection to the percentage of SqMV carried by the next generation
seeds. Five varieties of cucumbers mechanically inoculated with SqMV then
observed symptoms, incubation period, and the incidence of disease. Seed borne
virus testing performed by the method of growing-on test. Virus detection used
indirect ELISA method and DIBA. Based on testing of cucumber leave samples
from Situgede, Bogor by using antisera Cucumber mosaic cucumovirus, Squash
mosaic comovirus, Zucchini yellow mosaic potyvirus, Watermelon mosaic
potyvirus, and Tobacco ring spot potyvirus known that SqMV is the only type of
virus found with the highest titer reached 0.8155. Varieties Venus, Jupiter,
Calista, and Vario which infected will show varied symptoms that is mosaic of
green, yellow green mosaic, leaf bleaching bones, and malformations in fruit.
Observations of disease severity and viral titers showed a pattern of mosaic
disease development is decreased in the flowering stage and increased in the
fruiting stage. In the vegetative stage, viral titers ranged from 1.3845 to 1.5603,
viral titers of the flowering stage decreased, ranging from 0.8966 to 1.2780, and
viral titers of the fruiting stage increased again, from 0.8849 to 1.4420. The Japan
File gives a different response because the decrease in the severity of the disease
continues to bear fruit since the flowering stage. Commercial seed (F1) which is
widely used by farmers proved to bring SqMV achieve 100% efficiency and

variety of Venus which infected by SqMV produce seed offspring (F2) which
brings SqMV with efficiency reaches 60.87%.
Key words: Cucumber, SqMV, Mosaic

ii

PENGARUH INFEKSI Squash mosaic comovirus TERHADAP
PERKEMBANGAN PENYAKIT MOSAIK PADA LIMA
VARIETAS MENTIMUN (Cucumis sativus L.)

ERIKA ROSMINIM D PURBA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

iii
Judul Skripsi

: Pengaruh Infeksi Squash mosaic comovirus Terhadap
Perkembangan Penyakit Mosaik pada Lima Varietas
Mentimun (Cucumis sativus L.)

Nama Mahasiswa

: Erika Rosminim Deswita Purba

NIM

: A34070022

Disetujui,


Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc.
Dosen Pembimbing

Diketahui,

Prof. Dr. Ir. Dadang, MSc.
Ketua Departemen

Tanggal lulus: ............

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Sidikalang pada 17 Juli 1989 dari ayah Elon Purba dan ibu
Renta Panjaitan, S.Pd. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara. Penulis
menamatkan SMA pada tahun 2007 dari SMA Negeri 5 Medan, Sumatera Utara
dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB. Penulis memilih Program Studi Proteksi Tanaman, Departemen Proteksi

Tanaman, Fakultas Pertanian. Pada tahun 2010 penulis menjadi asisten praktikum
mata kuliah Hama dan Penyakit Benih dan Pascapanen dan pada tahun 2011
penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Pemanfaatan dan Pengelolaan
Pestisida.

v

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan
penyertaan yang tak berkesudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir ini. Terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang selalu mendukung
dalam doa, kasih sayang, dan selalu memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya
baik secara moral maupun materi. Terima kasih kepada kedua adik penulis yang
sangat penulis kasihi dan yang memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas dukungan baik secara materi
maupun saran, kritik, dan bimbingan Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc.
sebagai dosen pembimbing selama penyelesaian tugas akhir penulis. Demikian
juga kepada teman-teman penulis Devi, Fitriani, Van Basten yang telah menemani
saya dalam suka dan duka selama penulis menjadi mahasiswa di Departemen

Proteksi Tanaman. Terima kasih atas dukungan dan semangat yang diberikan oleh
Meldaria Lingga, Armi Yuspita Karo-karo, STp, Afryan L. Saragih, Sp, Yosepin,
Rio F.N. Ginting, S.Pi, Aditya Samosir, dan seluruh teman di Perwira 43 maupun
teman-teman yang lain selama proses penelitian dan penyusunan skripsi. Terima
kasih penulis ucapkan kepada Tuti Legiastuti, SSi, Bapak Edi Supardi, dan Bapak
Saepudin yang sudah banyak membantu penulis selama proses penelitian.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai syarat akhir menjadi Sarjana
Pertanian IPB dan menambah informasi seputar virus patogen tanaman. Semoga
dengan infomasi yang ada dalam skripsi ini dapat dijadikan acuan untuk
penelitian selanjutnya ataupun bagi penigkatan mutu pertanian Indonesia.
Akhir kata terima kasih atas perhatiannya.
Bogor, Oktober 2011

Erika Rosminim D Purba

vi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ....................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

x

PENDAHULUAN ....................................................................................

1

Latar Belakang ................................................................................

1


Tujuan .............................................................................................

3

Manfaat ...........................................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................

4

Budi Daya dan Sifat Tanaman Mentimun.........................................

4

Sifat-sifat Penting Squash mosaic comovirus ...................................

6


Efisiensi Virus Terbawa Benih.........................................................

7

BAHAN DAN METODE .........................................................................

9

Waktu dan Tempat...........................................................................

9

Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun ..............

9

Deteksi Virus pada Sampel Daun dari Lapangan.....................

9

Perbanyakan Inokulum SqMV .........................................................

9

Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Mentimun ..........................

10

Penanaman Benih ...................................................................
Pemupukan dan Penyiraman ...................................................
Pengikatan dan Pemangkasan .................................................
Pemanenan .............................................................................

10
10
11
11

Inokulasi SqMV pada Lima Varietas Mentimun ..............................

12

Deteksi SqMV Terbawa Benih.........................................................

12

Metode Indirect-ELISA ....................................................................

13

Metode DIBA (Dot Immunobinding Assay) .....................................

14

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................

16

Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun .................................

16

Pengaruh Infeksi SqMV pada Lima Varietas Mentimun...................

18

Pengujian SqMV Terbawa Benih .....................................................

23

vii
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................

25

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

26

LAMPIRAN .............................................................................................

28

viii

DAFTAR TABEL

Halaman
1
2
3
4

Jenis virus yang menginfeksi tanaman mentimun di Desa Situgede,
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor berdasarkan hasil ELISA ...

17

Perkembangan gejala infeksi SqMV pada lima varietas mentimun
sejak masa pertumbuhan vegetatif sampai berbuah ..........................

19

Rata-rata nilai absorbans ELISA pada lima varietas mentimun
yang diinokulasi SqMV ...................................................................

20

Persentase kejadian penyakit mosaik (SqMV) pada tiga fase
pertumbuhan tanaman ......................................................................

21

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1

Bunga mentimun terdorong oleh bakal buah ....................................

6

2

Tanaman merambat pada tali yang disediakan (a) ; Buah mentimun
siap panen (b)...................................................................................

11

3

Benih ditanam pada baki persemaian (growing-on test) ....................

13

4

Gejala mosaik hijau pada tanaman mentimun varietas Yupiter yang
terinfeksi SqMV...............................................................................

18

Gejala infeksi SqMV pada lima varietas mentimun: Calista (1),
Venus (2), Vario (3), Yupiter (4), dan Japan File (5). Gejala pada
daun ketika masa pembuahan (A) dan gejala pada buah (B).
Keterangan gejala dijelaskan pada Tabel 2. ......................................

19

Hasil pengujian benih F1 dari lima varietas mentimun dengan
metode DIBA menggunakan antiserum SqMV. Kolom 1-5 beturutturut varietas Vario, Yupiter, Venus, Calista, dan Japan File ............

23

Hasil pengujian benih F2 varietas Venus dengan teknik DIBA
menggunakan antiserum SqMV .......................................................

23

5

6

7

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1

Deskripsi varietas mentimun..............................................................

29

2

Rata-rata nilai absorbans ELISA pada tiga fase pertumbuhan
tanaman .............................................................................................

31

Hasil pengolahan data analisis ragam kelima varietas mentimun ........

32

3

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman dari suku
labu-labuan atau Cucurbitaceae dan merupakan tumbuhan yang menghasilkan
buah yang dapat dimakan. Mentimun merupakan salah satu jenis sayur yang
cukup populer di hampir semua negara. Mentimun berasal dari dataran tinggi
Himalaya dan pada saat ini budi dayanya sudah meluas ke seluruh wilayah tropis
dan subtropis termasuk Indonesia (Rukmana 1994).
Mentimun merupakan salah satu sayuran buah yang banyak dikonsumsi
oleh masyarakat Indonesia. Meskipun bukan tanaman asli Indonesia, mentimun
sudah banyak dikenal masyarakat. Penyebaran dan produksi mentimun di
Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2002 luas pertanaman
mentimun di Indonesia mencapai 17 000 ha dengan produksi mencapai 505.241
ton (Direktorat Perbenihan Hortikultura 2002). Peningkatan luas areal dan
kapasitas produksi tidak terlepas dari meningkatnya permintaan masyarakat.
Mentimun banyak dikonsumsi karena memiliki banyak manfaat bagi tubuh
diantaranya sebagai sumber vitamin dan mineral, menurunkan tekanan darah, dan
memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga berfungsi untuk menyejukkan
tubuh.

Potongan buah mentimun juga dapat digunakan untuk melembabkan

wajah (Sumpena 2007).
Mentimun tumbuh optimal pada kisaran suhu 21 0C sampai 26,7 0C dengan
curah hujan yang tidak terlalu banyak. Tanaman mentimun dapat tumbuh pada
daerah dengan ketinggian 0 sampai 1000 mdpl. Mentimun tergolong salah satu
tanaman kelompok C-4 yang membutuhkan sinar matahari penuh untuk proses
fotosintesis hingga diperoleh produksi yang maksimum (Ayuningtyas 2009).
Bogor merupakan salah satu daerah yang memiliki kondisi alam yang sesuai
untuk budi daya mentimun sehingga tidak sedikit petani Bogor yang
membudidayakan tanaman ini di lahannya. Budi daya tanaman mentimun kini
mengalami kendala yaitu iklim dan cuaca yang tidak menentu dan gangguan hama
serta penyakit. Perubahan iklim dan cuaca mengakibatkan pertumbuhan
mentimun tidak optimum. Gangguan hama dan penyakit juga banyak merusak

2
tanaman. Kedua faktor ini mampu menurunkan produksi yang dapat merugikan
petani.
Penyakit penting tanaman mentimun diantaranya embun bulu (downy
mildew) yang disebabkan oleh Pseudoperonospora cubensis, rebah kecambah
(Pythium sp), layu bakteri (Ralstonia solanacearum), dan penyakit yang
disebabkan oleh virus. Virus yang umum menyerang tanaman mentimun adalah
CMV (Cucumber mosaic cucumovirus), SqMV (Squash mosaic comovirus),
ZYMV (Zuchini yellow mosaic potyirus), WMV (Watermelon mosaic potyirus),
dan TRSV (Tobacco ring spot potyvirus). Serangga hama yang dilaporkan banyak
terdapat pada pertanaman mentimun adalah kumbang mentimun (Aulacophora sp,
Coleoptera:

Chrysomelidae),

kumbang

totol

hitam

(Henosepilachna

dodecastigma, Coleoptera: Chrysomelidae), dan kutu daun (Myzus percicae,
Hemiptera: Aphididae) (Babadoost 2006).
SqMV merupakan salah satu virus yang banyak menyerang tanaman famili
Cucurbitaceae termasuk tanaman mentimun namun jarang menginfeksi semangka
(Sikora 1994). Gejala awal serangan SqMV umumnya berupa mosaik ringan.
Menurut Campbell (1985), tanaman C. melo, C. sativus, Cucurbita pepo, C.
moschtata, dan C. maxima yang terinfeksi SqMV menunjukkan gejala berupa
mosaik sistemik. Pada gejala lanjut, SqMV menyebabkan penurunan produksi dan
malformasi buah. Infeksi SqMV di lapangan terjadi dengan bantuan serangga
vektor yaitu kumbang dari famili Chrysomelidae (Acalyma thiemei thiemei,
Diabrotica sp, dan Aulacophora similis) dan Coccinelidae (Epilechna
chryssomelina).
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 38/Kpts/HK.060/1/2006
junto Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No. 28 Tahun 2009 SqMV
termasuk dalam Organisme Pengganggu Tanaman Karantina (OPTK) golongan
A1. Hal ini berarti OPT tersebut belum dilaporkan terdapat di wilayah Republik
Indonesia. Walaupun demikian, Rezania (2005) telah melakukan penelitian dan
melaporkan bahwa SqMV ditemukan pada pertanaman melon di kebun percobaan
Pusat Kajian Buah Tropika di Tajur, Bogor. Mengingat SqMV memiliki sifat
terbawa melalui benih tidak menutup kemungkinan bila sumber infeksi SqMV di
Indonesia berasal dari benih sayuran yang diimpor dari luar negeri. Dilaporkan

3
oleh Direktorat Perbenihan Hortikultura (2008) kebutuhan benih sayuran dalam
bentuk biji adalah 1324 ton dan terpenuhi hanya 59,1%. Sisa kebutuhan diperoleh
dengan mengimpor benih dari negara produsen lain. Impor benih mentimun pada
tahun 2007 adalah 10,6 ton. Impor benih kemunginan besar membawa virus
ataupun organisme lain yang dapat merusak tanaman (Anwar et al. 2005).
Penelitian mengenai SqMV telah dilakukan oleh Rezania (2005) yaitu
mengenai respons ketahanan galur C. melo terhadap SqMV. Selain itu belum ada
laporan lain mengenai SqMV di Indonesia. Dalam upaya melengkapi informasi
dan pengetahuan mengenai pengaruh infeksi SqMV maka dilakukan penelitian
menggunakan lima varietas mentimun komersial.

Tujuan
Tujuan penelitian adalah 1) mengetahui persentase SqMV terbawa benih
pada lima varietas mentimun yaitu Yupiter, Venus, Japan File, Vario, dan Calista,
2) mengetahui pengaruh infeksi SqMV pada mentimun terhadap perkembangan
penyakit mosaik, dan 3) mengetahui pengaruh infeksi SqMV terhadap persentase
virus terbawa benih generasi selanjutnya.

Manfaat
Melalui penelitian ini akan diketahui potensi SqMV terbawa benih dalam
memengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman mentimun. Dengan demikian,
upaya penetapan sertifikasi benih sehat dapat dilandaskan pada dasar ilmiah yang
kuat.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Budi Daya dan Sifat Tanaman Mentimun
Tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) termasuk satu keluarga (famili)
dengan melon (C. melo L.), waluh (C. mochata Duch), semangka (Citrulus
vulgaris Schard) yaitu keluarga Cucurtabitaceae. Tanaman mentimun tergolong
tanaman angiospermae (biji terdapat di dalam buah) dan biji ini juga yang
digunakan sebagai alat perkembangbiakan (Cahyono 2003). Berdasarkan cara
pemuliaannya terdapat dua jenis mentimun yaitu mentimun hibrida dan
menyerbuk terbuka. Jenis mentimun hibrida adalah jenis mentimun hasil
persilangan dua induk atau lebih yang memiliki sifat-sifat unggul sehingga
keturunannya akan memiliki sifat lebih baik dari induknya. Jenis mentimun
menyerbuk terbuka adalah jenis mentimun hasil persilangan bebas alami oleh
angin ataupun serangga sehingga jenis ini dapat diperbanyak sendiri oleh petani
(Sumpena 2007).
Beberapa varietas mentimun yang komersial dan banyak diusahakan petani
adalah Spring swallow, Pretty swallow, Japan file, Susu S251, Farmer 368, Vario
F1, Calista, Venus, Pluto, Mars, Yupiter, dan Asian Star 22. Varietas-varietas
tersebut memiliki ciri masing-masing diantaranya tahan penyakit embun bulu,
tahan serangan ZYMV, memiliki ukuran buah yang besar, usia panen yang relatif
singkat, tekstur buah yang renyah, dan percabangan yang kuat (Departemen
Pertanian 2007).
Mentimun merupakan tanaman semusim.

Kondisi yang sesuai untuk

mentimun dapat tumbuh dengan baik adalah kondisi yang lembab atau tempat
kering yang subur. Tanaman ini tumbuh dengan menjalar atau merambat. Batang
mentimun basah dan berbuku-buku serta dapat tumbuh mencapai 50 cm sampai
250 cm. Ruas atau buku pada batang utama berukuran 7 sampai 10 cm dan
diameter 10 sampai 15 nm. Pada batang utama tumbuh cabang anakan yang
diameternya lebih kecil dari batang utama. Bagian yang aktif tumbuh adalah
pucuk batang (Imdad & Nawangsih 2001).
Daun mentimun dibedakan menjadi dua jenis yaitu daun primer (pemula)
dan daun normal. Daun primer adalah daun yang pertama kali tumbuh dan tidak

5
mengalami perkembangan lebih lanjut atau perubahan morfologi. Daun normal
adalah daun yang tumbuh setelah daun primer. Daun ini mengalami
perkembangan dan perbedaan bentuk dengan daun primer. Daun normal terdiri
atas helaian daun (lamina), tangkai daun, dan ibu tulang daun.

Lamina

mempunyai bangun dasar bulat atau bagian ginjal dan bagian ujung daun runcing
berganda. Pangkal daun berlekuk dan tepi daun bergerigi ganda. Ukuran daun
dewasa dapat mencapai 20 cm berwarna hijau tua hingga hijau muda, permukaan
daun berbulu halus dan berkerut (Imdad & Nawangsih 2001).
Mentimun merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dan bersifat
monoecishpolygam (pada satu tanaman terdapat bunga jantan, betina, dan bunga
banci). Bunga mentimun merupakan bunga sempurna. Perhiasan bunga terdiri
dari kelopak bunga (calyx) dan mahkota bunga (corolla). Kelopak bunga
berwarna hijau muda, berbentuk ramping, dan berjumlah 5 buah. Mahkota bunga
berwarna kuning cerah, berbentuk bulat, dan berjumlah 5-6 buah. Jika bunga
mekar diameter mahkota berukuran 30-35 nm (Cahyono 2003). Bunga jantan
muncul bila intensitas cahaya lebih dari 12 jam dan bunga bentina akan muncul
bila pencahayaan kurang dari 12 jam (George 2010).
Bakal buah berada di bawah kelopak bunga. Bakal buah ini berupa bangun
yang menonjol (menggelembung). Ketika perkembangan buah, bakal buah ini
akan membesar sehingga kelopak dan mahkota bunga terdorong menempel pada
pucuk buah (Gambar 1). Buah mentimun merupakan buah sejati tunggal yaitu
terbentuk dari satu bunga dan satu bakal buah (Imdad & Nawangsih 2001). Buah
mentimun muda berwarna antara hijau, hijau gelap, hijau muda, dan hijau
keputihan sampai putih, tergantung kultivar sementara buah mentimun tua
berwarna cokelat, cokelat tua bersisik, kuning tua. Diameter buah mentimun
antara 12 cm sampai 25 cm (Sumpena 2001).
Biji mentimun berwarna putih, putih kekuningan, berbentuk bulat lonjong
(oval) dan pipih. Biji mentimun diselaputi oleh lendir, saling melekat pada ruangruang tempat biji tersusun, dan jumlahnya sangat banyak. Biji-biji ini dapat
digunakan untuk perbanyakan atau pembiakan (Cahyono 2003).

6

bakal buah

bunga

Gambar 1 Bunga mentimun terdorong oleh bakal buah

Satu tumbuhan dapat menghasilkan 20 buah, namun dalam budidaya
biasanya jumlah buah dibatasi untuk menghasilkan ukuran buah yang baik. Buah
berwarna hijau ketika muda dengan larik-larik putih kekuningan. Semakin buah
masak warna luar buah berubah menjadi hijau pucat sampai putih. Bentuk buah
memanjang seperti torpedo. Daging buah merupakan perkembangan dari
mesokarp, berwarna kuning pucat sampai jingga terang. Buah dipanen ketika
masih setengah masak dan biji belum masak fisiologi. Buah yang matang
biasanya mengering dan biji dipanen, warnanya hitam (Sumpena, 2007).

Sifat-sifat Penting Squash mosaic comovirus
SqMV masuk kelompok Comovirus, famili Comoviridae. Virus ini dikenal
juga dengan nama cucurbit ring mosaic virus, muskmelon mosaic virus, pumpkin
mosaic comovirus (CPC 2007). SqMV pertama kali menginfeksi Cucurbita pepo
di California. Partikel SqMV berbentuk isometrik dengan diameter 30 nm dan
memiliki RNA utas tunggal. SqMV merupakan virus yang stabil dalam sap kasar
pada suhu ruang selama 7 hari atau dalam keadaan beku selama lebih dari lima
tahun. Virion tidak memiliki selubung atau nucleocapsid berbentuk isometric
(CPC 2007).
SqMV dapat menginfeksi banyak spesies tanaman dari famili Cucurbitaceae,
namun sangat jarang menginfeksi semangka (Citrullus lunatus Thung) (Sikora
1994). SqMV dilaporkan di Israel dapat menginfeksi anggur Mediterania

7
(Ecbalium elaterium) dengan gejala mosaik kuning yang ringan dan beberapa
isolat SqMV dapat menginfeksi semangka.

Selain itu, SqMV dilaporkan di

Maroko juga dapat menginfeksi Chenopodium album (Campbell 1985). Pada
tanaman C. melo, C. sativus, C. pepo, C. moschata, C. maxima yang terinfeksi
SqMV menunjukkan gejala sistemik, bercak bercincin, dan deformasi daun
(Campbell 1985). Gejala pada buah C. melo berupa perubahan bentuk buah yang
menjadi tidak normal dengan terbentuknya tonjolan pada permukaan buah atau
bentuk buah menjadi lebih kecil dibandingkan ukuran normalnya (CPC 2007).
SqMV ditularkan oleh setidaknya 14 spesies serangga yang umumnya
kelompok kumbang (Coleoptera). Vektor-vektor tersebut antara lain famili
Chrysomelidae (Acalymma trivittata, Atranchya sp, Aulacophora similis, dan
Diabrotica undecimpunctata) dan Coccinellidae (Epilachna sp.). Berdasarkan
lama virus dalam tubuh serangga, hubungan SqMV dengan serangga vektornya
digolongkan nonpersisten yang artinya virus berada di dalam tubuh serangga
dalam waktu yang sangat singkat. Penularan virus terjadi ketika periode makan.
Serangga mengkonsumsi tanaman terinfeksi, virus akan menempel pada alat
mulut serangga lalu menyebar ketika serangga makan tanaman lain yang belum
terinfeksi (Campbell 1971).

Efisiensi Virus Terbawa Benih
Benih merupakan salah satu komponen utama dalam produksi tanaman.
Menurut Agarwal dan Sinclair (1996) sekitar 90% dari tanaman di seluruh dunia
berkembang biak dengan benih. Benih tanaman yang membawa patogen akan
terganggu pertumbuhannya, vigor benih menurun, dan mengalami penurunan
produksi tanaman. Patogen yang terbawa benih diantaranya adalah dari golongan
cendawan, bakteri, fitoplasma, virus, dan viroid.
Benih dapat terinfeksi virus karena tanaman inangnya terinfeksi secara
sistemik. Sekitar 20% virus patogen tanaman ditularkan melalui benih. Virus
patogen tanaman yang dilaporkan terbawa benih antara lain adalah BCMV (Bean
common mosaic potyvirus), ToMV (Tomato mosaic tobamovirus), TMV (Tobaco
mosaic tobamovirus), RTBV (Rice tungro bacilliform virus), PRSV (Papaya

8
ringspot potyvirus), CMV, TRSV, ZYMV, WMV, dan SqMV (Agarwal &
Sinclair 1996).
Patogen terbawa benih adalah patogen yang ditularkan dari tanaman inang
yang terinfeksi (Koenraadt & Remeeus 2007). Benih yang telah membawa virus
pada umumnya memiliki pertumbuhan yang kurang optimal.

Gangguan

pertumbuhan dapat berupa penuruan vigor pada benih, pertumbuhan yang lambat,
terjadi mosaik, nekrosis, maupun malformasi pada daun, ukuran tanaman tidak
normal atau terjadi pengerdilan, hingga penurunan produksi tanaman yang
terinfeksi. Hal ini disebabkan karena virus mengganggu proses replikasi di dalam
sel tanaman sehingga fisiologi tanaman telah terganggu sejak awal masa
pertumbuhan (Matthews 1991).
Virus dapat menginfeksi benih melalui jalur infeksi sistemik virus pada
seluruh jaringan tanaman hingga ke bagian reproduksi tanaman seperti tepung sari
dan ovul. Pembentukan biji yang gamet yang bila terinfeksi virus kemungkinan
akan menghasilkan benih yang juga mengandung virus. Virus bertahan pada
embrio benih seperti yang terjadi pada SqMV. Virus yang menginfeksi tepung
sari dan ovul dapat juga bertahan pada endosperma benih seperti TMV pada benih
tomat. Beberapa penularan melalui benih juga dapat disebabkan karena virus
bertahan pada jaringan kulit benih (seed coat) seperti pada ToMV. Virus tidak
terbawa pada tepung sari dan ovul melainkan terdapat di bagian luar benih
sehingga tidak mengganggu.

9

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan sejak Februari 2011 sampai Agustus 2011.
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Institut Pertanian Bogor di Cikabayan,
Dramaga dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun
Pengambilan Sampel
Sampel berasal dari pertanaman mentimun milik petani di desa Situgede,
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

Daun mentimun yang dikumpulkan

sebagai sampel adalah daun yang menunjukkan gejala terserang virus. Sampel
daun dibedakan berdasarkan tipe gejalanya yaitu bintik kuning, mosaik kuning,
mosaik hijau, mosaik hijau-kuning, mosaik hijau keriting, mosaik kuning-hijaukeriting, dan keriting.

Deteksi Virus pada Sampel Daun dari Lapangan
Infeksi virus diidentifikasi dengan metode ELISA tidak langsung (indirect
ELISA) dengan menggunakan beberapa antiserum yaitu antiserum untuk CMV,
ZYMV, SqMV, WMV, dan TRSV.

Penggunaan beberapa jenis antiserum

tersebut bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis virus yang menyerang tanaman
mentimun di lapangan. Pengujian ini juga untuk menentukan isolat SqMV yang
akan digunakan untuk penelitian lebih lanjut.

Perbanyakan Inokulum SqMV
Inokulum SqMV diperbanyak pada tanaman mentimun dengan cara
penularan mekanis. Isolat SqMV diperoleh dari sampel daun yang positif
terinfeksi SqMV dan memiliki titer virus paling tinggi. Cairan perasan tanaman
(sap) ditularkan pada tanaman mentimun yang berumur tujuh hari setelah tanam.

10
Sap tanaman dipersiapkan dengan menggerus sebanyak 0.2 g daun dalam bufer
fosfat dengan perbandingan 1:10 (b/v). Inokulasi dilakukan pada kotiledon
tanaman yang telah ditaburi dengan karborundum (600 mesh) dengan cara
mengoleskan sap tanaman sakit pada permukaan kotiledon dengan menggunakan
jari. Setelah pengolesan, kotiledon tersebut dibilas dengan aquades mengalir (Bos
1990). Tanaman yang telah diinokulasi dipelihara dan diamati gejala yang timbul.
Setelah empat belas hari, daun yang menunjukkan gejala dipanen dan diawetkan
menggunakan nitrogen cair lalu disimpan pada suhu -80 0C.

Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Mentimun
Penanaman Benih
Media tanam disiapkan yaitu berupa campuran tanah dan pupuk kandang
(1:1) yang telah disterilkan dengan mengunakan otoklaf. Polybag berukuran 35
cm x 35 cm diisi dengan media sebanyak tiga per empat bagian. Benih mentimun
yang akan ditanam terlebih dahulu direndam dalam fungisida selama 1 jam lalu
ditiriskan. Benih lalu ditanam pada polibag yang telah disiapkan dalam kondisi
basah. Benih ditanam pada kedalaman 3 cm dengan letak calon akar (bagian yang
runcing) berada di bagian bawah.
Benih mentimun yang digunakan berasal dari toko pertanian, terdiri dari
lima varietas yaitu Vario F1, Calista F1, Venus, Yupiter, dan Japan file.
Penggunaan varietas-varietas tersebut didasarkan pada varietas yang banyak
digunakan oleh petani, mudah diperoleh, dan banyak dikonsumsi masyarakat.

Pemupukan dan Penyiraman
Pupuk NPK 15:15:15 diberikan dua tahap. Tahap pertama diberikan 1
minggu setelah inokulasi.

Pemupukan tahap kedua diberikan ketika tanaman

memulai masa generatif yaitu ketika terjadi pemunculan bunga pertama. Pada
masa pengisian buah, tanaman disemprot dengan pupuk Gandasil B. Penyiraman
dilakukan setiap pagi hari. Air diberikan pada tanaman di dalam polibag sehingga
air tidak dapat tersimpan. Penyiraman harus diberikan sesuai kebutuhan tanaman
dan memenuhi standar waktu, cara, dan jumlah yang tepat.

11
Pengikatan dan Pemangkasan
Tanaman mulai diikat pada umur 2 minggu setelah tanam (MST). Batang
mentimun diikat pada tali sehingga tanaman dapat merambat (Gambar 2a).
Pemangkasan

dilakukan

terhadap

wiwilan

(kuncup

daun

yang

hanya

menghasilkan daun). Cabang anakan diatur agar tidak mengganggu tanaman di
dekatnya, caranya adalah dengan memangkas bagian pucuk cabang anakan
sehingga pertumbuhan diarahkan pada pembesaran buah.

Pemanenan
Mentimun yang ditanam dapat berbuah pada usia 32 sampai 50 hari
tergantung varietas (Lampiran 1). Buah yang dipanen untuk kepentingan
konsumsi adalah buah yang telah matang penuh ditandai dengan warna hijau yang
seragam (Gambar 2b). Pemetikan dapat dilakukan dengan memotong sebagian
tangkai atas. Pemetikan dapat dilakukan dengan bantuan gunting atau pisau
sehingga bidang potong rata dan beraturan. Pemetikan dapat dilakukan setiap hari,
karena proses pematangan buah berlangsung 7 sampai 10 hari setelah bunga
mekar. Buah yang dipanen dengan kepentingan sebagai benih adalah buah
mentimun yang tua, ditandai dengan warna kulit buah sudah putih atau kuning
tergantung varietas.

a

b

Gambar 2 Tanaman merambat pada tali yang disediakan (a) ; Buah mentimun siap
panen (b)

12
Inokulasi SqMV pada Lima Varietas Mentimun
Inokulasi dilakukan pada tanaman berusia 7 hari setelah tanam. Sumber
inokulum adalah daun sampel tanaman yang telah diuji dan positif terinfeksi
SqMV. Tahapan inokulasi diawali dengan persiapan sap tanaman. Sebanyak 0.2 g
daun digerus dalam bufer fosfat dengan perbandingan 1:10 (b/v). Inokulasi
dilakukan pada kotiledon tanaman yang telah ditaburi dengan karborundum (600
mesh) dengan cara mengoleskan sap tanaman sakit pada permukaan kotiledon
dengan menggunakan jari. Setelah pengolesan, kotiledon tersebut dibilas dengan
aquades mengalir (Bos 1990).

Tahapan inokulasi dilakukan terhadap lima

varietas tanaman. Jumlah tanaman yang diinokulasi adalah 10 tanaman untuk
setiap varietas.
Pengamatan dilakukan terhadap masa inkubasi dan kejadian penyakit. Masa
inkubasi adalah waktu gejala pertama kali muncul setelah tanaman diinokulasi.
Kejadian penyakit untuk setiap varietas dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Jumlah tanaman terserang
% kejadian penyakit =

x 100%
Jumlah tanaman

Pengamatan terhadap perkembangan penyakit mosaik dilakukan dengan
mengamati perkembangan gejala yang muncul dan pengukuran titer virus pada
masa vegetatif, masa berbunga, dan masa berbuah. Pengukuran titer virus
dilakukan dengan metode indirect-ELISA.

Deteksi SqMV Terbawa Benih
SqMV dilaporkan sebagai patogen terbawa benih.

Pada penelitian ini

dilakukan pengujian untuk mengetahui jumlah benih yang membawa SqMV.
Pengujian terhadap benih dibedakan menjadi dua bagian yaitu pengujian terhadap
benih yang dibeli dari toko pertanian (F1) dan pengujian terhadap benih dari
tanaman percobaan di rumah kaca (F2). Benih diuji dengan metode growing-on
test yaitu benih ditumbuhkan pada media tanam di tempat pembibitan hingga
berusia 7 hari setelah tanam (Gambar 3). Bagian tanaman (bibit) yang digunakan
untuk pengujian adalah daun pertama yang muncul.

13
Total benih yang diuji untuk setiap varietas mentimun berjumlah 30 benih.
Deteksi SqMV dilakukan dengan metode DIBA (Dot Immunobinding Assay).
Persentase virus terbawa benih dihitung dengan rumus sebagai berikut:

% virus terbawa benih =

Jumlah benih terinfeksi
Jumlah benih yang ditanaman

x 100%

Gambar 3 Benih ditanam pada baki persemaian (growing on test)

Metode Indirect-ELISA
Metode ELISA tidak langsung dilakukan berdasarkan prosedur umum
Indirect ELISA (Agdia Inc, Indiana USA). Teknik deteksi diawali dengan tahapan
persiapan antigen. Antigen disiapkan dengan menggerus 0.2 g daun mentimun
dalam plastik tebal dan ditambah GEB (General Extract Buffer) pH 7.4.
Perbandingan daun dengan GEB adalah 1:10 (b/v). Sebanyak 100 µl antigen
diisikan pada sumuran plat mikrotiter, kemudian diinkubasi semalaman pada suhu
4 0C. Setelah inkubasi, cairan dalam plat mikrotiter dibuang dan diisi dengan 100
µl bloking solution yaitu skim milk 2%. Penggunaan bloking solution berfungsi
untuk menutupi bagian sumuran yang tidak berikatan dengan antigen virus. Plat
mikrotiter lalu diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 0C kemudian dicuci
menggunakan 200 µl PBST (phosphate buffer saline tween-20) sebanyak lima
kali.
Tahap deteksi selanjutnya adalah menyiapkan antiserum SqMV yaitu
dengan mengencerkan antiserum SqMV dalam conjugate buffer dengan
perbandingan 1:200.

Sebanyak 100 µl antiserum diisikan ke dalam setiap

sumuran plat mikrotiter lalu diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37 0C. Plat
mikrotiter dicuci kembali dengan PBST sebanyak lima kali.

Masing-masing

14
sumuran lalu diisi dengan 100 µl campuran antibodi kedua (goat anti rabbit-IgG,
Agdia). Antibodi ini telah dilabel dengan phosphatase dan diencerkan dalam
conjugate buffer dengan perbandingan 1:5000. Plat mikrotiter diinkubasi kembali
selama 2 jam pada suhu 37 0C lalu dicuci dengan PBST.
Tahap deteksi selanjutnya adalah mengisi plat mikrotiter dengan 100 µl
substrat PNP (paranitrophenyl phosphate) dan diinkubasi selama 30 sampai 60
menit pada suhu ruang.

Apabila warna berubah kuning, maka reaksi segera

dihentikan dengan 50 µl NaOH 3 M. Hasil ELISA diukur dengan menggunakan
ELISA reader (Bio-rad model 550 microplate reader) pada panjang gelombang
405 nm. Hasil ELISA dinyatakan positif jika nilai absorbans sampel yang diuji 2
kali lebih besar dari nilai kontrol negatif tanaman sehat (Matthews 1993).

Metode DIBA (Dot Immunobinding Assay)
Metode DIBA dilakukan berdasarkan Mahmood et al. 1997 dalam Opriana
2009.

Membran nitroselulosa (HybondTM –P, Amersham Bioscience UK)

sebelum digunakan direndam dalam metanol 100% selama 10 detik dan dikering
anginkan. Jaringan daun tanaman yang diduga terinfeksi SqMV digerus dalam
tris buffer saline (TBS) dengan perbandingan 1:10 (b/v) (TBS: Tris-HCl 0.02 M
dan NaCl 0.15 M, pH 7.5). Cairan perasan tanaman tersebut selanjutnya
diteteskan ke atas membran nitroselulosa sebanyak 10 µl. Setelah tetesan sampel
kering, membran direndam di dalam 10 ml larutan blocking non fat milk 2%
dalam TBS yang mengandung Triton X-100 dengan konsentrasi akhir 2%.
Membran kemudian diinkubasi pada suhu ruang sambil digoyang dengan
kecepatan 50 rpm selama 2 jam dengan menggunakan shaker (EYELA multi
shaker MMS). Membran kemudian dicuci 5 kali dengan dH2O, tiap pencucian
berlangsung 5 menit sambil digoyang dengan kecepatan 100 rpm. Membran
selanjutnya direndam dalam 5 ml TBS yang mengandung antibodi SqMV 5 µl
ditambah non fat milk dengan konsentrasi akhir 2% dan kemudian membran
diinkubasi semalam pada suhu kamar sambil digoyang dengan kecepatan 50 rpm.
Membran kemudian dicuci sebanyak 5 kali dengan Tween 0,05% dalam TBS
(TBST). Membran selanjutnya direndam dalam 5 ml TBS yang mengandung

15
konjugat 5 µl (goat anti rabbit-IgG, Agdia) ditambah non fat milk dengan
konsentrasi akhir 2% dan kemudian membran diinkubasi selama 60 menit sambil
digoyang dengan kecepatan 50 rpm. Membran selanjutnya dicuci kembali dengan
TBST, kemudian membran direndam selama 5 menit dalam substrate buffer
(Tris-HCl 0.1 M, NaCl 0.1 M dan MgCl 5 mM) yang mengandung nitro blue
tetrazolium (NBT) 66 µl dan bromo chloro indolit phosphate (BCIP) 30 µl. Bila
reaksi positif akan terjadi perubahan warna putih menjadi ungu pada membran
nitroselulosa yang telah ditetesi cairan perasan tanaman dan reaksi dapat
dihentikan dengan merendam membran dengan dH2O.

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun
Bogor dikenal sebagai salah satu daerah sentra pertanian khususnya
tanaman hortikultura seperti buah-buahan, cabai, tomat, kacang panjang, dan
mentimun. Desa Situgede merupakan salah satu kawasan pertanian di Bogor
dengan komoditas yang beraneka ragam diantaranya padi, jagung, singkong,
cabai, bengkuang, paria, pepaya, pisang, kacang panjang, talas, dan mentimun.
Mentimun yang dibudidayakan di daerah Situgede adalah jenis timun
lalapan yang langsung dijual ke pasar. Varietas yang ditanam petani adalah
mentimun hibrida Vario F1. Penggunaan varietas ini dianggap lebih
menguntungkan oleh petani karena hasil yang banyak dan usia panen yang relatif
cepat.
Survei dilakukan pada lahan seluas 1600 m2 dengan jumlah total tanaman
sebanyak 6000 tanaman. Tanaman contoh yang diamati berjumlah 180 tanaman
dengan usia 5 MST. Hasil pengamatan menunjukkan terdapat 112 tanaman atau
sebanyak 62.22% tanaman mentimun yang menunjukkan gejala infeksi virus.
Gejala yang terlihat di lapangan beraneka ragam tetapi gejala yang umum muncul
dapat dikelompokan menjadi bintik kuning (A), mosaik kuning (B), mosaik hijau
(C), mosaik hijau keriting (D), mosaik hijau kuning (E), mosaik kuning-hijaukeriting (F), dan keriting (G) (Tabel 1). Tanaman yang menunjukkan gejala
tersebut selanjutnya diuji terhadap beberapa antiserum yaitu SqMV, CMV,
ZYMV, WMV, dan TRSV dengan metode ELISA.
Dari tujuh sampel daun mentimun yang diuji, terdapat tiga sampel yang
memberikan reaksi positif terhadap SqMV yaitu sampel B, D, dan E dengan nilai
absorbansi ELISA berturut-turut 0.7660, 0.7825, dan 0.8155.

Ketiga sampel

tersebut menunjukkan reaksi yang negatif terhadap virus lain yang diuji yaitu
CMV, WMV, ZYMV, dan TRSV. Empat sampel lainya (A, C, F, dan G) bereaksi
negatif terhadap semua antiserum yang diuji. Dengan demikian, keempat sampel
tanaman tersebut bebas dari infeksi SqMV, CMV, WMV, ZYMV, dan TRSV.
Gejala yang muncul kemungkinan disebabkan oleh infeksi virus lain atau
organisme lain.

Menurut Pracaya (2010) gejala menguning pada daun dapat

17
disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum. Gejala mosaik ataupun keriting
juga dapat muncul pada tanaman yang kekurangan unsur hara. Daun tanaman
yang kekurangan kalium akan berkerut dan mengalami klorosis. Gejala mosaik
vein banding juga dapat disebabkan oleh virus lain seperti Potato Virus Y (PVY).

Tabel 1 Jenis virus yang menginfeksi tanaman mentimun di Desa Situgede,
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor berdasarkan hasil ELISA
Jenis sampel
A (bintik kuning)
B (mosaik kuning)
C (mosaik hijau)
D (mosaik hijau keriting)
E (mosaik hijau kuning)
F (mosaik hijau kuning keriting)
G (keriting)

Reaksi sampel terhadap antiserum
CMV SqMV TRSV WMV ZYMV
+
+
+
-

Keterangan: - = sampel memberikan reaksi negatif terhadap antiserum
+ = sampel memberikan reaksi positif terhadap antiserum
CMV= Cucumber mosaic comovirus; SqMV= Squash mosaic comovirus;
TRSV= Tobacco ring spot potyvirus; WMV= Watermelon mosaic potyvirus;
ZYMV= Zuchini mosaic potyvirus

Gejala khas dari tanaman terinfeksi SqMV adalah mosaik kuning dan hijau.
Pada gejala lanjut pembuluh daun akan berwarna pucat sedangkan bagian daun
yang lain berwarna hijau normal (Babadoost 1999). Mosaik merupakan gejala
yang paling umum muncul pada tanaman yang terinfeksi virus.

Hijau daun

terlihat tidak normal dan seolah terdapat batasan antara warna hijau normal, hijau
pucat ataupun kuning. Gejala mosaik yang diekspresikan tanaman bergantung
pada virus yang menginfeksi. Setiap virus memiliki gejala yang khas pada
masing-masing tanaman inangnya. Gejala mosaik yang semakin luas merupakan
tanda bahwa virus mampu bereplikasi dan virus dapat menyebar hingga
menyerang titik tumbuh tanaman (Bos 1964).
Berdasarkan pengukuran nilai absorbans hasil ELISA, sampel E memiliki
titer virus yang paling tinggi (0.8155). Sampel E selanjutnya digunakan sebagai
sumber inokulum untuk penelitian berikutnya. Perbanyakan sumber inokulum
SqMV dilakukan pada mentimun varietas Yupiter. Gejala mosaik hijau rata-rata
muncul setelah 6 hari dari waktu inokulasi. Gejala mosaik hijau semakin jelas

18
seiring dengan pertumbuhan tanaman (Gambar 4). Konfirmasi infeksi SqMV
pada tanaman sumber inokulum tersebut dilakukan dengan ELISA dan diperoleh
rata-rata nilai absorbans 0.6953.

Gambar 4 Gejala mosaik hijau pada tanaman mentimun varietas Yupiter yang
terinfeksi SqMV

Pengaruh Infeksi SqMV pada Lima Varietas Mentimun
Varietas yang digunakan dalam pengujian adalah varietas hibrida Vario dan
Calista, varietas lokal yaitu Venus dan Yupiter , serta varietas impor Japan File.
Varietas-varietas ini merupakan varietas yang telah terdaftar dan banyak
digunakan oleh petani khususnya di daerah Bogor. Perbedaan antar varietas
terletak pada morfologi tanaman khususnya buah dan waktu panen (Lampiran 1).
Gejala infeksi SqMV umumnya muncul tujuh hari setelah inokulasi, yaitu berupa
mosaik hijau ringan.

Perkembangan gejala SqMV pada masa pertumbuhan

vegetatif, masa berbunga, dan berbuah cukup bervariasi antar varietas (Tabel 2
dan Gambar 5).
Perbedaan gejala infeksi SqMV pada lima varietas mentimun disebabkan
oleh beberapa faktor. Seperti diuraikan dalam Bos (1964), gejala infeksi virus
ditentukan oleh spesies tanaman, kondisi fisiologi tanaman, varietas, umur
tanaman, iklim, dan nutrisi. Respon tanaman terhadap infeksi virus dapat dilihat
dari gejala yang muncul. Gejala yang relatif sama ditunjukkan oleh mentimun
varietas Venus, Yupiter, Calista, dan Vario. Gejala infeksi SqMV pada tanaman
fase vegetatif tidak berbeda jauh dengan gejala pada fase berbunga. Ada
kecenderungan terjadi fenomena recovery karena gejala infeksi pada fase

19
berbunga lebih ringan dibandingkan pada fase vegetatif.

Pada fase berbuah,

gejala yang muncul menjadi semakin parah.

Tabel 2 Perkembangan gejala infeksi SqMV pada lima varietas mentimun sejak
masa pertumbuhan vegetatif sampai berbuah
Varietas
Venus
Yupiter
Vario
Calista
Japan File

1

Masa pertumbuhan
Berbunga
Berbuah
Mosaik
hijau Pemucatan tulang daun dan buah
kuning
normal
Mosaik hijau
Mosaik kuning
Mosaik kuning hijau dan buah
normal
Mosaik hijau
Mosaik kuning Mosaik kuning hijau yang jelas
dan terdapat benjolan pada buah
dan hijau
Warna daun Belang berwarna Mosaik kuning dan hijau yang
pucat
kuning dan hijau jelas pada daun dan buah
Mosaik hijau pada daun dan warna
Mosaik ringan Pemucatan
buah pucat
tulang daun
Vegetatif
Mosaik hijau

2

1

3

2

3

4

A

5

B

4

5

Gambar 5 Gejala infeksi SqMV pada lima varietas mentimun: Calista (1), Venus
(2), Vario (3), Yupiter (4), dan Japan File (5). Gejala pada daun ketika
masa pembuahan (A) dan gejala pada buah (B). Keterangan gejala
dijelaskan pada Tabel 2.

20
Recovery adalah peristiwa pemulihan pada tanaman terinfeksi virus. Pada
peristiwa ini, daun yang baru tumbuh memiliki gejala yang lebih sedikit bahkan
tidak ada walaupun virus mungkin masih berada di dalam sel tanaman. Recovery
pada umumnya dipengaruhi oleh faktor tanaman inang, varietas, dan strain virus
(Hull 2002). Fenomena recovery yang paling jelas ditunjukkan oleh tanaman
mentimun varietas Japan File. Gejala yang muncul semakin menurun setelah masa
berbunga. Hal tersebut diduga berkaitan dengan mekanisme pertahanan tanaman
terhadap infeksi virus.
Mekanisme pertahanan tanaman terhadap virus dapat berupa pertahanan
struktural, pertahanan kimia, dan pertahanan genetik. Pertahanan struktural adalah
pertahanan tanaman dengan memanfaatkan bagian-bagian struktural tanaman
untuk mencegah patogen dapat masuk ke dalam sel tanaman. Hal tersebut dapat
berupa trikoma pada permukaan daun tanaman. Pertahanan kimia adalah
pertahanan tanaman dengan menghasilkan senyawa-senyawa metabolit maupun
toksik untuk menghambat penyebaran maupun replikasi patogen dalam sel
tanaman. Pertahanan genetik adalah ketahanan tanaman terhadap patogen karena
adanya gen yang mampu menghambat patogen (Robinson 1987).
Titer virus pada tiap varietas mentimun yang diuji diestimasi berdasarkan
pengukuran nilai absorbans ELISA (Tabel 3). Secara umum terlihat bahwa nilai
absorbans pada fase vegetatif relatif tinggi kemudian menurun pada fase berbunga
dan meningkat kembali pada fase berbuah. Pada varietas Venus, Yupiter, Vario,
dan Calista nilai titer virus menurun ketika fase vegetatif menuju fase berbunga
dan meningkat ketika fase pengisian buah. Penurunan nilai titer virus mencapai
setengah kali dari nilai titer virus awal.
Tabel 3 Rata-rata nilai absorbans ELISA pada lima varietas mentimun yang
diinokulasi SqMV
Fase Pertumbuhan
Vegetatif
Berbunga
Berbuah

Venus
1.5603a
0.8999a
1.4420a

Yupiter
1.4948a
1.1465a
1.3008a

Varietas
Japan File
1.5152a
1.2780a
0.8849a

Vario
1.3845a
0.9146a
1.4326a

Calista
1.4748a
0.8966a
1.3669a

Keterangan: * nilai yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada α = 5 %

21
Hasil pengukuran pada varietas Japan File agak berbeda karena nilai titer
virus pada varietas ini tetap menurun hingga fase berbuah. Berdasarkan analisis
statistika nilai titer virus pada setiap fase pertumbuhan untuk setiap varietas tidak
berbeda nyata. Menurunnya titer virus dapat dikaitkan dengan kemampuan virus
melakukan replikasi di dalam jaringan tanaman. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa kelima varietas mampu mengurangi replikasi virus di jaringan tanaman
terutama hingga fase berbunga. Pada fase berbuah titer meningkat kembali
kemungkinan disebabkan oleh menurunnya ketahanan tanaman pada saat berbuah.
Proses metabolisme tanaman lebih banyak diarahkan untuk pengisian buah.
Berdasarkan pengukuran nilai absorbans hasil ELISA pada masing-masing
sampel tanaman dapat ditentukan persentase kejadian penyakit untuk tiap varietas.
(Tabel 4). Kejadian penyakit yang paling tinggi ketika tanaman mengalami fase
vegetatif terjadi pada varietas Yupiter dan Calista yaitu 66% diikuti varietas
Venus dan Japan File masing-masing sebesar 33%, sedangkan untuk varietas
Vario adalah 0% yang berarti seluruh tanaman masih bebas SqMV. Hal tersebut
menunjukkan bahwa mentimun varietas Vario memiliki kemampuan menahan
infeksi SqMV ketika tanaman ini berada pada fase vegetatif, sebaliknya varietas
Yupiter dan Calista merupakan varietas yang paling rentan pada fase ini.
Tabel 4 Persentase kejadian penyakit mosaik (SqMV) pada tiga fase pertumbuhan
tanaman
Varietas
Venus
Yupiter
Japan File
Vario
Calista

Vegetatif
33
66
33
0
66

Fase Pertumbuhan
Berbunga
25
75
100
25
25

Berbuah
100
100
25
100
100

Keterangan: Kejadian penyakit ditentukan berdasarkan nilai absorbansi ELISA

Pertumbuhan tanaman menuju fase berbunga disertai dengan perubahan
kejadian penyakit. Pada fase ini kejadian penyakit tanaman varietas Japan File
meningkat menjadi 100% yang berarti bahwa seluruh tanaman yang diuji
terinfeksi SqMV.

Peningkatan kejadian penyakit juga terjadi pada tanaman

varietas Yupiter (75%) dan Vario (25%).

Kejadian penyakit menurun pada

22
mentimun varietas Venus dan Calista yaitu masing-masing 25% sementara pada
varietas Vario yang terinfeksi menjadi 25%. Seperti dijelaskan sebelumnya
peningkatan dan penurunan kejadian penyakit tersebut berkaitan dengan proses
replikasi virus dalam jaringan tanaman.
Pada fase generatif akhir yaitu ketika tanaman berbuah juga terdapat
perubahan status kejadian penyakit.

Kejadian penyakit pada varietas Venus,

Yupiter, Calista, dan Va