Pertumbuhan Anak Domba Periode Prasapih dari Induk dengan Genotipe Calpastatin (CAST) dan Pakan yang Berbeda di UP3 Jonggol

PERTUMBUHAN ANAK DOMBA PERIODE PRASAPIH DARI
INDUK DENGAN GENOTIPE CALPASTATIN (CAST) DAN
PAKAN YANG BERBEDA DI UP3 JONGGOL

SKRIPSI
JOKO SUPRIYANTO

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
i

RINGKASAN
Joko Supriyanto. D14061940. 2010. Pertumbuhan Anak Domba Periode
Prasapih dari Induk dengan Genotipe Calpastatin (CAST) dan Pakan yang
Berbeda di UP3 Jonggol. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr,Sc
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Panca Dewi M. H. K, M.Si
Ternak domba merupakan salah satu ternak yang sudah dikembangkan dan

berperan penting dalam peternakan Indonesia guna memenuhi kebutuhan daging
dalam negeri yang cukup besar. Domba lokal Indonesia mempunyai keunggulan
diantaranya prolifik, dapat beranak setiap tahun selama masa produktifnya, dapat
bertahan hidup pada kondisi iklim setempat, serta daya tahan terhadap beberapa
penyakit dan parasit lokal lebih tinggi, tetapi produktivitasnya masih belum optimal
dalam menghasilkan daging. Oleh karena itu, perlu upaya peningkatan produktivitas
salah satunya dengan seleksi. Seleksi dapat dilakukan dalam tingkatan gen dan salah
satu gen yang berhubungan dengan pembentukan massa otot adalah gen calpastatin.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pertumbuhan anak domba pada
periode prasapih dari induk dengan genotipe calpastatin (CAST) dan digembalakan
pada penggembalaan yang berbeda di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan
Jonggol.
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah genotipe MM sebanyak
36 ekor dan genotipe MN sebanyak 10 ekor, serta menggunakan 34 ekor anak domba
yang digembalakan pada penggembalaan yang berbeda (Brachiaria humidicola dan
Brachiaria humidicola + legume). Anak domba yang berjumlah 34 ekor tersebut
dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, genotipe induk, dan penggembalaan,
kemudian dicatat bobot badan, bobot sapih dan pertumbuhan dengan melihat
pertambahan bobot badan, serta pertambahan ukuran-ukuran tubuh. Analisis data
menggunakan analisis Rancangan Faktorial 2x2, regresi eksponensial, serta analisis

korelasi Pearson guna mengetahui korelasi tertinggi antara ukuran tubuh dengan
bobot badan.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa genotipe calpastatin dari
induk dan penggembalaan yang berbeda tidak berpengaruh baik pada bobot lahir
anak, bobot sapih anak, serta parameter ukuran tubuh anak domba pada periode
prasapih baik pada anak domba jantan maupun betina (P > 0,05). Rataan bobot lahir
anak yang dihasilkan pada genotipe MM lebih kecil daripada genotipe MN, yaitu
dengan berat 2,49 dan 2,53 Kg. Namun hasil rataan bobot sapih anak domba dengan
genotipe MM cenderung lebih tinggi yaitu sebesar 10,44 kg daripada genotipe MN
dengan rataan total 9,59 kg. Hal tersebut menunjukkan adanya pengaruh dari gen
calpastatin terhadap pembentukan massa otot yang lebih besar, tetapi pengaruhnya
kecil pada periode prasapih. Korelasi ukuran tubuh dengan bobot badan pada anak
domba jantan tertinggi terdapat pada lingkar dada dan panjang badan. Anak jantan
pada kelompok MM B memiliki nilai R2 0,598 pada panjang badan dan lingkar dada
dengan bobot badannya, kelompok MM B+L bernilai R2 0,969 pada lingkar dadanya,
kelompok MN B bernilai R2 0,984 pada panjang badan dan lingkar dada, serta
kelompok MN B+L bernilai R2 0,982 pada lingkar dadanya. Anak domba betina
i

memiliki nilai R2 tertinggi yang lebih beragam yaitu pada kelompok MM B terdapat

pada dalam dada dan lebar dada dengan nilai R2 0,956, MM B+L terdapat pada
panjang badan dengan nilai R2 0,962, kelompok MN B bernilai R2 0,971 pada lingkar
dada, dan kelompok MN B+L bernilai R2 0,894 pada lebar dadanya. Berdasarkan
hasil analisis dapat dikatakan bahwa genotipe induk dan padang penggembalaan
tidak berpengaruh terhadap bobot badan induk, bobot lahir anak, bobot sapih, laju
pertumbuhan, dan pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh domba pada periode prasapih
di UP3 Jonggol.
Kata-kata kunci : domba lokal, pertumbuhan, genotipe calpastatin induk,
penggembalaan, periode prasapih

ii

ABSTRACT
Lamb Growth Preweaning Period on The Parents with Calpastatin Genotipe
(CAST) and Feed Differences at Jonggol Animal Science Teaching and
Research Unit
Supriyanto, J., C. Sumantri., and P. D. M. H. Karti
Local sheep potential to be developed in Indonesia because they have several
superiority but their productivity are not optimum yet. The sheep productivity can be
improved through selection at the gene level. Among the genes turned out to

calpastatin gene (CAST) correlated with the sheep productivity esspecially on their
body weight and growth rate. The purpose of this research was to find out the lamb
growth preweaning period on the parents with different CAST genotype and tended
to the different pasture. The lamb growth rate was known from weighting the body
weight every once of two weeks. The materials used in this study were the MM
genotype of 36 ewes and MN genotypes of 10 ewes, and used the 34 lambs which
were tended in different pasture (B. humidicola and B. humidicola + legume). The 34
lambs then were separated by sex, genotype of the parents, and grazing, then
observed for birth weight, weaning weight and growth by according to body weight
and body measurements increased. Analysis of data that using in this research were
factorial design, exponential regression analysis, and Pearson correlation analysis to
determine the highest correlation between body size with body weight. The results
showed that the calpastatin genotypes from different carriers and pasture were no
significant differences in both birth weight, wean, as well as body size parameters
lamb preweaning period in both male and female lambs (P > 0,05). Based on the
analysis results, the genotype of the parent and grazing did not affect body weight of
the parents, lamb birth weight, weaning weight, growth rate, and growth of body
measurements in sheep on UP3 Jonggol preweaning period.
Keywords : local sheep, lamb growth, parents calpastatin genotype, pasture


iii

PERTUMBUHAN ANAK DOMBA PERIODE PRASAPIH DARI
INDUK DENGAN GENOTIPE CALPASTATIN (CAST) DAN
PAKAN YANG BERBEDA DI UP3 JONGGOL

JOKO SUPRIYANTO
D14061940

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

iv


Judul

: Pertumbuhan Anak Domba Periode Prasapih dari Induk dengan
Genotipe Calpastatin (CAST) dan Pakan yang Berbeda di UP3
Jonggol

Nama

: Joko Supriyanto

NIM

: D14061940

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

Pembimbing Anggota,


(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc )
NIP: 19591212 198603 1 004

(Dr. Ir. Panca Dewi M. H. K., M.Si)
NIP: 19611025 198703 2 002

Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc )
NIP: 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 11 Agustus 2010

Tanggal Lulus :
v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Magelang pada tanggal 2 April 1988. Penulis adalah
anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Chusaini dan Ibu Suyanti.
Pendidikan sekolah dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SDN Trasan 2, pendidikan
lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTP Negeri 6 Magelang,
dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2006 di SMA Negeri
1 Mertoyudan, Magelang. Penulis diterima menjadi mahasiswa IPB di Fakultas
Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006.
Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Peternakan, penulis aktif mengikuti
organisasi antara lain sebagai staf Informasi dan Komunikasi Badan Eksekutif
Mahasiswa Peternakan (BEM-D) periode 2007-2008, Wakil Ketua Himpunan
Mahasiswa Peduli Peternakan Indonesia (HMPPI) periode 2007-2008, Anggota
Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI) periode 2007-2008, Staf
Informasi dan Komunikasi Himpunan Keprofesian HIMAPROTER Fakultas
Peternakan periode 2008-2009 serta beberapa kepanitiaan lainnya. Selain aktif dalam
organisasi intra kampus, penulis juga aktif di organisasi mahasiswa daerah yaitu
sebagai anggota Ikatan Keluarga Mahasiswa Magelang (IKMM).
Penulis pernah terdaftar sebagai asisten praktikum matakuliah Genetika
Ternak tahun ajaran 2009/2010 dan Teknik Pengolahan Telur dan Daging Unggas
tahun ajaran 2009/2010. Penulis merupakan salah satu penerima Beasiswa

Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) selama 3 tahun berturut-turut.

vi

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim.
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena
atas berkat, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan skripsi yang berjudul “ Pertumbuhan Anak Domba Periode Prasapih
dari Induk dengan Genotipe calpastatin (CAST) dan Pakan yang Berbeda di UP3
Jonggol”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah SAW
beserta keluarga, saudara, sahabat beserta umatnya yang senantiasa berada di jalan
Allah.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari pertumbuhan anak domba periode prasapih yang diperoleh dari
induk dengan genotipe calpastatin dan pakan yang berbeda di UP3 Jonggol dengan
melihat pertambahan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh anak domba tersebut,
sehingga dapat digunakan sebagai salah satu acuan seleksi domba dengan
produktivitas yang baik.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh
dari kata sempurna, oleh sebab itu Penulis memohon maaf apabila terdapat
kekurangan. Ucapan terima kasih tidak lupa Penulis sampaikan kepada semua pihak
yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini, hanya Allah Yang Maha
Pemurah dan Penyayang yang akan membalasnya. Harapannya skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi kemajuan peternakan di
Indonesia. Amin.

Bogor, Agustus 2010

Penulis

vii

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................
ABSTRACT ................................................................................................

i

iii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................

v

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
PENDAHULUAN .........................................................................................

1

Latar Belakang .....................................................................................
Tujuan ................................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................

3
3
3
3
4
4
5
7
8
8

Klasifikasi Domba ..............................................................................
Domba Ekor Tipis ................................................................
Domba Ekor Gemuk ..............................................................
Domba Garut ..........................................................................
Pertumbuhan ......................................................................................
Ukuran – Ukuran Tubuh ................................................................
Bobot Lahir ........................................................................................
Bobot Sapih ........................................................................................
Gen Calpastatin .................................................................................
Hubungan Antara Sistem Calpastatin dengan Sifat
Pertumbuhan ......................................................................................
Padang Penggembalaan ......................................................................
Leguminosa ........................................................................................
Sentro (Centrosema pubescens) .............................................
Puero (Peuraria phaseoloides) ...............................................
Kalopo (Calopogonium mucunoides) ................................

9
10
11
12
13
13

MATERI DAN METODE .............................................................................. 14
Lokasi dan Waktu ..............................................................................
Materi ................................................................................................
Ternak ....................................................................................
Padang Rumput ......................................................................
Kandang dan Peralatan ...........................................................
Prosedur Penelitian ............................................................................
Persiapan Ternak ................................................................

14
14
14
14
14
15
15

viii

Penentuan Umur Domba ........................................................
Identifikasi Genotipe Induk ...................................................
Penempatan Ternak ................................................................
Peubah yang Diamati .........................................................................
Rancangan ..........................................................................................
Analisis Data ..........................................................................
Analisis Regresi Eksponensial ...............................................
Analisis dengan Korelasi Pearson ..........................................

15
16
16
17
17
17
18
19

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 20
Keadaan Umum Lokasi ...................................................................... 20
Kondisi Padang Penggembalaan ............................................ 20
Jumlah Populasi Ternak dan Manajemen Pemeliharaan
21
Gen Calpastatin dan Pengaruhnya Terhadap Bobot Badan ................ 22
Bobot Lahir ........................................................................................ 24
Bobot Sapih ........................................................................................ 27
Laju Pertumbuhan Ternak ................................................................ 29
Pertumbuhan Parameter Ukuran Tubuh ............................................. 33
Tinggi Pundak ........................................................................ 33
Panjang Badan ........................................................................ 35
Lingkar Dada .......................................................................... 37
Lebar dada .............................................................................. 39
Dalam dada ............................................................................ 41
Korelasi Ukuran Tubuh Ternak terhadap Bobot Badan ..................... 42
KEIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 45
Kesimpulan ........................................................................................ 45
Saran ................................................................................................ 45
UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 48
LAMPIRAN ................................................................................................

53

ix

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1.

Pendugaan Umur Domba Berdasarkan Pergantian Gigi Seri ................. 15

2.

Rataan Curah Hujan, Kelembaban Udara dan Suhu Lingkungan
di UP3J ................................................................................................

20

3.

Kandungan Nutrien Rumput B. humidicola dan Beberapa Jenis
Leguminosa ............................................................................................ 21

4.

Rataan Bobot Badan Induk dari Anak Domba Jantan dan Betina
dengan Genotipe Calpastatin dan Penggembalaan yang Berbeda
di UP3 Jonggol ....................................................................................... 24

5.

Rataan Bobot Badan Anak Domba dengan Genotipe dan
Penggembalaan yang berbeda yang Telah Mengalami Koreksi
Umur Induk dan Tipe Kelahiran ............................................................ 25

6.

Persamaan Regresi, Nilai Koefisien Laju Pertumbuhan (k) dan
Bobot Badan yang Diduga pada Umur t Minggu (Wt) pada
Masing-masing Anak Domba dengan Genotipe Induk dan
Penggembalaan yang Berbeda ................................................................ 30

7.

Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Tinggi
Pundak Anak Domba Jantan dan Betina dengan Genotipe
Calpastatin Induk dan Penggembalaan yang Berbeda ........................... 34

8.

Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Panjang
Badan Anak Domba Jantan dan Betina dengan Genotipe
Calpastatin Induk dan Penggembalaan yang Berbeda ............................ 36

9.

Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Lingkar
Dada Anak Domba Jantan dan Betina dengan Genotipe
Calpastatin Induk dan Penggembalaan yang Berbeda .......................... 38

10. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Lebar Dada
Anak Domba Jantan dan Betina dengan Genotipe Calpastatin
Induk dan Penggembalaan yang Berbeda .............................................. 40
11. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Lebar Dada
Anak Domba Jantan dan Betina dengan Genotipe Calpastatin
Induk dan Penggembalaan yang Berbeda .............................................. 41
12. Korelasi Ukuran Tubuh dan Bobot Badan Anak Domba Periode
Prasapih dengan Genotipe Induk dan Penggembalaan yang
Berbeda di UP3 Jonggol ......................................................................... 43

x

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman
5

1.

Kurva Pertumbuhan pada Beberapa Jenis Ternak ................................

2.

Padang Penggembalaan di UP3 Jonggol .............................................. 11

3.

Perbedaan sekuen nukleotida gen Calpastatin pada lokus
CAST-MspI yang disebabkan karena subtitusi basa G – A ................. 16

4.

Sistem Kandang ................................................................................... 22

5.

Ternak Domba di UP3 Jonggol ............................................................ 22

6.

Hasil dari Analisis PCR-RPLF dari Gen Calpastatin (CAST)
Domba dengan Enzym Restriksi MspI dalam Gel Poliakrilamid
6% (Diyono, 2008) ................................................................................ 23

7.

Respon Genotipe Induk terhadap Penggembalaan pada Bobot
Lahir Anak ........................................................................................... 27

8.

Respon Genotipe Induk terhadap Penggembalaan pada Bobot
Sapih Anak ........................................................................................... 28

9.

Kurva Pertumbuhan Anak Domba Jantan dari Induk dengan
Genotipe Calpastatin dan Penggembalaan yang Berbeda .................. 31

10. Kurva Pertumbuhan Anak Domba Betina dari Induk dengan
Genotipe Calpastatin dan Penggembalaan yang Berbeda .................. 31
11. Kurva Pertumbuhan Tinggi Pundak Anak Domba Jantan dan
Betina dengan Genotipe Calpastatin dan Penggembalaan yang
Berbeda ................................................................................................ 35
12. Kurva Pertumbuhan Panjang Badan Anak Domba Jantan dan
Betina dengan Genotipe Calpastatin dan Penggembalaan yang
Berbeda ................................................................................................ 37
13. Kurva Pertumbuhan Lingkar Dada Anak Domba Jantan dan
Betina dengan Genotipe Calpastatin dan Penggembalaan yang
Berbeda ................................................................................................ 39
14. Kurva Pertumbuhan Lebar Dada Anak Domba Jantan dan
Betina dengan Genotipe Calpastatin dan Penggembalaan yang
Berbeda ................................................................................................ 40
15. Kurva Pertumbuhan Dalam Dada Anak Domba Jantan dan
Betina dengan Genotipe Calpastatin dan Penggembalaan yang
Berbeda ................................................................................................ 42

xi

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1.

Analisis Ragam Respon Genotipe dan Penggembalaan yang
Berbeda terhadap Bobot Induk ............................................................ 54

2.

Analisis Ragam Respon Genotipe dan Penggembalaan yang
Berbeda terhadap Bobot Lahir Anak Domba Jantan ........................... 54

3.

Analisis Ragam Respon Genotipe dan Penggembalaan yang
Berbeda terhadap Bobot Sapih Anak Domba Jantan ........................... 55

4.

Analisis Ragam Respon Genotipe dan Penggembalaan yang
Berbeda terhadap Bobot Lahir Anak Domba Betina ........................... 55

5.

Analisis Ragam Respon Genotipe dan Penggembalaan yang
Berbeda terhadap Bobot Sapih Anak Domba Betina ........................... 56

6.

Analisis Ragam Respon Genotipe dan Penggembalaan yang
Berbeda terhadap Bobot Lahir Total Anak Domba ............................. 56

7.

Analisis Ragam Respon Genotipe dan Penggembalaan yang
Berbeda terhadap Bobot Sapih Total Anak Domba ............................. 57

8.

Hasil Analisis Regresi Eksponensial Bobot Badan Anak Domba
Jantan dengan Genotipe Induk MM pada Penggembalaan B.
Humidicola ........................................................................................... 57

9.

Hasil Analisis Regresi Eksponensial Bobot Badan Anak Domba
Jantan dengan Genotipe Induk MM pada Penggembalaan B.
Humidicola + Legum ............................................................................ 58

10. Hasil Analisis Regresi Eksponensial Bobot Badan Anak Domba
Jantan dengan Genotipe Induk MN pada Penggembalaan B.
Humidicola .......................................................................................... 59
11. Hasil Analisis Regresi Eksponensial Bobot Badan Anak
Domba Jantan dengan Genotipe Induk MN pada
Penggembalaan B. Humidicola + Legum ............................................ 60
12. Hasil Analisis Regresi Eksponensial Bobot Badan Anak Domba
Betina dengan Genotipe Induk MM pada Penggembalaan B.
Humidicola ........................................................................................... 61
13. Hasil Analisis Regresi Eksponensial Bobot Badan Anak Domba
Betina dengan Genotipe Induk MM pada Penggembalaan B.
Humidicola + Legum ........................................................................... 62
14. Hasil Analisis Regresi Eksponensial Bobot Badan Anak Domba
Betina dengan Genotipe Induk MN pada Penggembalaan B.
Humidicola ........................................................................................... 63

xii

15. Hasil Analisis Regresi Eksponensial Bobot Badan Anak Domba
Betina dengan Genotipe Induk MN pada Penggembalaan B.
Humidicola+ Legum ............................................................................ 64
16. Rataan Tinggi Pundak Anak Domba dengan Genotipe Induk
dan Penggembalaan yang Berbeda di UP3 Jonggol ............................. 65
17. Rataan Panjang Badan Anak Domba dengan Genotipe Induk
dan Penggembalaan yang Berbeda di UP3 Jonggol ............................. 66
18. Rataan Lingkar Dada Anak Domba dengan Genotipe Induk dan
Penggembalaan yang Berbeda di UP3 Jonggol ................................

67

19. Rataan Lebar Dada Anak Domba dengan Genotipe Induk dan
Penggembalaan yang Berbeda di UP3 Jonggol ................................

68

20. Rataan Dalam Dada Anak Domba dengan Genotipe Induk dan
Penggembalaan yang Berbeda di UP3 Jonggol ................................

69

21. Korelasi Antara BB; TP; PB; LD; LbD; DD pada Anak Domba
Jantan dengan Genotipe Induk MM pada Penggembalaan B.
humidicola ............................................................................................ 70
22. Korelasi Antara BB; TP; PB; LD; LbD; DD pada Anak Domba
Jantan dengan Genotipe Induk MM pada Penggembalaan B.
humidicola + Legum ............................................................................ 70
23. Korelasi Antara BB; TP; PB; LD; LbD; DD DD pada Anak
Domba Jantan dengan Genotipe Induk MN pada
Penggembalaan B. humidicola ............................................................. 71
24. Korelasi Antara BB; TP; PB; LD; LbD; DD DD pada Anak
Domba Jantan dengan Genotipe Induk MN pada
Penggembalaan B. humidicola + Legum ............................................. 71
25. Korelasi Antara BB; TP; PB; LD; LbD; DD pada Anak Domba
Betina dengan Genotipe Induk MM pada Penggembalaan B.
humidicola ............................................................................................ 72
26. Korelasi Antara BB; TP; PB; LD; LbD; DD pada Anak Domba
Betina dengan Genotipe Induk MM pada Penggembalaan B.
humidicola + Legum ............................................................................ 72
27. Korelasi Antara BB; TP; PB; LD; LbD; DD DD pada Anak
Domba Betina dengan Genotipe Induk MN pada
Penggembalaan B. humidicola ............................................................. 73
28. Korelasi Antara BB; TP; PB; LD; LbD; DD DD pada Anak
Domba Betina dengan Genotipe Induk MN pada
Penggembalaan B. humidicola + Legum ............................................. 73

xiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ternak domba merupakan salah satu ternak yang sudah dikembangkan dan
berperan penting dalam peternakan Indonesia. Fungsi dari ternak tersebut salah
satunya adalah sebagai sumber penghasil protein hewani yang berupa daging. Jumlah
kebutuhan daging domba pada tahun 2008 mencapai 51.894 ton atau 2,5% dari
jumlah konsumsi protein hewani lainnya dan semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Kebutuhan daging yang cukup besar tersebut belum dapat dipenuhi dari produksi
daging domba dalam negeri, meskipun jumlah populasi ternak domba sebesar 10.392
juta ekor dan selama delapan tahun terakhir terus mengalami peningkatan
(Ditjennak, 2008). Oleh karena itu, diperlukan suatu usaha guna meningkatkan
produktivitas ternak ke arah yang lebih baik, salah satunya dengan cara
mengembangkan potensi domba lokal. Domba lokal mempunyai keunggulan yaitu
bersifat prolifik, dapat beranak setiap tahun selama masa produktifnya, dapat
bertahan hidup pada kondisi iklim setempat, serta daya tahan terhadap beberapa
penyakit dan parasit lokal lebih tinggi dibandingkan domba impor. Hanya saja
produktivitasnya

belum

optimal

sehingga

masih

berpeluang

besar

untuk

dikembangkan.
Produktivitas seekor ternak sangat berhubungan dengan genetik dan pengaruh
lingkungan sekitarnya. Seekor ternak dengan genetik yang unggul sangat menunjang
dalam produktivitas yang lebih baik, dan akan diturunkan kepada keturunannya.
Lingkungan yang mendukung dengan ketersediaan pakan yang cukup dan kondisi
yang nyaman akan meningkatkan produktivitasnya. Interaksi antara kedua faktor
tersebut sangat erat kaitannya untuk produktivitas ternak yang dibudidayakan.
Pemilihan ternak domba unggul dapat dilakukan dengan metode seleksi indukan.
Seiring dengan berkembangnya ilmu genetika molekuler maka seleksi dapat
dilakukan pada tingkatan gen. Produktivitas seekor ternak dikendalikan oleh ratusan
atau bahkan ribuan gen. Salah satu gen yang diduga berperan dalam produktivitas
yang baik adalah gen calpastatin (CAST). Penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Duckett et al. (2000) menemukan bahwa gen tersebut mengendalikan sifat
pertumbuhan, pembentukan massa otot yang lebih besar dan kualitas daging yang
lebih baik.

1

Salah satu tempat peternakan domba lokal dengan jumlah ternak yang banyak
dan masih berpotensi untuk dikembangkan adalah di Unit Pendidikan dan Penelitian
Peternakan Jonggol (UP3J). Kurangnya penyeleksian ternak domba yang unggul dan
kondisi lingkungan yang kurang mendukung seperti kualitas padang penggembalaan
yang kurang memenuhi kebutuhan ternak menyebabkan produktivitas ternak di
tempat tersebut belum optimal. Usaha peningkatkan produktivitas ternak perlu
dilakukan dengan cara seleksi dilihat dari genotip calpastatin induk dan peningkatan
kualitas hijauan dengan introduksi legum pada ladang penggembalaan. Produktivitas
induk domba dapat diamati dengan melihat bobot badannya, pertumbuhan anak,
pertambahan bobot anak domba, dan pertambahan parameter ukuran tubuh.
Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari pertumbuhan anak
domba pada periode prasapih dari induk dengan genotipe calpastatin (CAST) yang
digembalakan pada penggembalaan yang berbeda serta mempelajari interaksi antara
faktor genetik (gen calpastatin) dan lingkungan (penggembalaan) di Unit Pendidikan
dan Penelitian Peternakan Jonggol, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi domba
Ternak domba termasuk dalam kerajaan Animalia (hewan), filum Chordata
(hewan bertulang belakang), kelas Mammalia (hewan menyusui), Ordo Artiodactyla
( hewan berkuku genap), family Bovidae (memamah biak), genus Ovis (domba) dan
spesies Ovis aries (domba yang telah didomestikasi) (Blakely dan Bade, 1994).
Beberapa jenis domba yang dikenal di Indonesia tetapi secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu domba ekor gemuk dan domba ekor tipis.
Hardjosubroto (1994) menyatakan kedua jenis domba tersebut dianggap berasal dari
bangsa yang sama. Menurut Mulyaningsih (1990) menyatakan bahwa secara umum
domba asli Indonesia diklasifikasikan ke dalam tiga bangsa yaitu domba ekor tipis
(Javanese thin tailed) atau domba lokal, domba Priangan yang dikenal sebagai
domba Garut dan domba ekor gemuk (Javanese fat tailed). Domba ekor tipis adalah
domba yang umum terdapat di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat, sedangkan
domba ekor gemuk banyak terdapat di Jawa Timur.
Domba Ekor Tipis
Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia yang sering dikenal
sebagai domba lokal (Hardjosubroto, 1994). Penjelasan lebih lanjut bahwa domba
lokal mempunyai tubuh yang kecil sehingga disebut domba kacang atau domba
Jawa. Domba lokal biasanya mempunyai warna bulu putih dan memiliki bercak
hitam di sekeliling mata. Ekor domba lokal tidak menunjukkan deposisi lemak.
Domba betina biasanya tidak bertanduk, sedangkan domba jantan bertanduk kecil
dan melingkar. Mulliadi (1996) menyatakan bahwa domba lokal mempunyai garis
punggung lurus dan tinggi pundak lebih rendah dari tinggi pinggul. Bobot badan
domba ekor tipis di Jonggol umur 2-3 tahun sebesar 34,90 kg dan betina sebesar
26,11 kg serta ukuran tinggi pundak pada jantan sebesar 55,66 cm dan betina sebesar
57,87 cm (Einstiana, 2006)
Domba Ekor Gemuk
Domba ekor gemuk memiliki ciri-ciri yaitu berbulu kasar, baik jantan
maupun betina biasanya bertanduk, warna putih dan telinga sedang (Devendra dan
McLeroy, 1982). Ekor yang gemuk merupakan tempat penyimpanan cadangan

3

makanan dalam bentuk lemak yang dapat dimanfaatkan jika terjadi kekurangan
pakan. Pada saat banyak pakan, ekor domba ini penuh dengan lemak sehingga
terlihat membesar. Namun jika pakan kurang, ekor mengecil karena cadangan
energinya dibongkar untuk mensuplai energi yang dibutuhkan tubuh. Panjang ekor
normal 15-18 cm tulang vertebrae, berbentuk huruf S atau sigmoid. Domba ini
banyak terdapat di Jawa Timur dan Madura, serta pulau-pulau di Nusa Tenggara.
Bentuk tubuh domba ekor gemuk lebih besar dari domba ekor tipis. Domba ini
merupakan domba tipe pedaging, berat jantan dewasa antara 30-50 kg, sedangkan
berat badan betina 25-35 kg. Tinggi badan jantan dewasa antara 60-65 cm,
sedangkan betina dewasa 52-60 cm (Malewa, 2007)
Domba Garut
Domba Garut dikategorikan dalam dua tipe, yaitu tipe tangkas dan tipe
pedaging. Domba jantan memiliki tanduk yang cukup besar, melengkung ke arah
belakang dan ujungnya mengarah ke depan sehingga membentuk seperti spiral,
sedangkan domba betina tidak bertanduk. Domba ini terdapat di Priangan, yaitu
Bandung, Garut, Sumedang, Ciamis dan Tasikmalaya. Menurut Einstiana (2006),
pola warna bulu domba Garut di Margawati terdiri dari empat pola warna baku, yaitu
hitam, putih, coklat, dan kombinasi (dua warna dan tiga warna). Bobot badan domba
Priangan jantan mencapai 50-60 kg sedangkan domba betina sekitar 35-40 kg.
Domba Priangan termasuk domba yang prolifik, interval beranak yang pendek dan
jumlah anak yang dihasilkan pertahun rata-rata 1,7 ekor (Devendra dan McLeroy,
1982).
Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup,
bentuk, dimensi linier dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen tubuh
seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen kimia, terutama air, lemak,
protein dan abu pada karkas (Soeparno, 1994). Soeparno (1994) melanjutkan bahwa
faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi laju pertumbuhan. Faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hewan antara lain
nutrisi, suhu, kelembaban, polusi dan penyakit, sehingga dapat menyebabkan
perubahan komposisi tubuh, baik secara fisik maupun kimia. Hal tersebut

4

berpengaruh terhadap laju pertumbuhan tulang yang lebih lambat dan pertumbuhan
otot yang relatif cepat. Soeparno (1994) menambahkan bahwa berdasarkan laju
pertumbuhan

maksimum,

jaringan

tubuh

mempunyai

urutan

pertumbuhan

berdasarkan umur yaitu (1) jaringan syaraf, (2) tulang, (3) otot, dan (4) lemak.
Nurhayati (2004) menyatakan bahwa peningkatan ini relatif tinggi pada umur muda
yaitu pada umur I0 dan I1, yaitu pada saat ternak mulai tumbuh dan membentuk
tubuhnya. Lawrence dan Fowler (2002) menyatakan bahwa pertumbuhan terdiri dari
tiga bagian yaitu fase percepatan (self-accelerating phase), diikuti fase linier (linier
phase) atau pertumbuhan yang sangat cepat dengan waktu yang sangat pendek
(dewasa kelamin) dan berakhir pada fase perlambatan (self-decelerating phase) yang
berangsur-angsur menurun sampai hewan mencapai dewasa tubuh, seperti yang
diilustrasikan pada Gambar 1.

Bobot Hidup (Kg)

Sapi

Babi

Domba

Umur (tahun) Mulai Saat Pembuahan

Gambar 1. Kurva Pertumbuhan pada Beberapa Jenis Ternak
(Sumber : Lawrence dan Fowler, 2002)
Ukuran-Ukuran Tubuh
Penampilan seekor hewan adalah hasil dari suatu proses pertumbuhan yang
berkesinambungan dalam seluruh hidup hewan tersebut. Setiap komponen tubuh
mempunyai kecepatan pertumbuhan atau perkembangan yang berbeda-beda karena
pengaruh genetik maupun lingkungan (Diwyanto, 1982). Menurut Mulliadi (1996),
ukuran permukaan dan bagian tubuh hewan mempunyai banyak kegunaan, karena
dapat digunakan untuk menaksir bobot badan dan karkas serta memberi gambaran
bentuk tubuh hewan sebagai ciri suatu bangsa tertentu. Penggunaan ukuran tubuh

5

dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk
dapat memberikan gambaran eksterior seekor domba dan mengetahui perbedaanperbedaan dalam populasi ternak ataupun digunakan dalam seleksi.
Pengaruh genetik dan lingkungan menyebabkan timbulnya keragaman pada
pengamatan dalam berbagai sifat kuantitatif. Keragaman merupakan suatu sifat
populasi yang sangat penting dalam pemuliaan terutama dalam seleksi. Seleksi akan
efektif bila terdapat tingkat keragaman tinggi (Martojo, 1990). Menurut Devendra
dan Mcleroy (1982), ukuran tubuh dewasa pada domba lokal untuk betina adalah
tinggi badan 57 cm, bobot badan 25-35 kg sedangkan pada jantan, tinggi badan
mencapai 60 cm dan bobot badan 40-60 kg dengan rata-rata bobot potong 19 kg.
Fourie et al. (2002) menyatakan bahwa bentuk dan ukuran tubuh domba
dideskripsikan berdasarkan ukuran dan penilaian visual. Ukuran merupakan indikator
penting dari pertumbuhan untuk mengevaluasi pertumbuhan, tetapi tidak digunakan
untuk mengindikasikan komposisi tubuh ternak. Lingkar dada dan panjang badan
merupakan ukuran yang lebih umum digunakan.
Lingkar dada meningkat seiring umur ternak. Lingkar dada dan panjang
badan mempunyai pengaruh paling besar terhadap bobot badan (Fourie et al., 2002).
Dijelaskan lebih lanjut bahwa ditemukan korelasi positif antara lingkar dada dan
tingkat pertumbuhan lepas sapih yang menandakan bahwa seleksi pada lingkar dada
menjadi petunjuk kecepatan pertumbuhan ternak. Hal tersebut berakibat pada
peningkatan tinggi pundak dan ukuran kerangka. Trislawati (2006) menyatakan
bahwa lingkar dada dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi karena berkaitan dengan
produktivitas domba. Perbedaan kelompok umur mengakibatkan perbedaan ukuran
tubuh, karena lebar dada, panjang badan, dan tinggi pundak pada ternak dipengaruhi
oleh pertumbuhan kerangka tulang (faktor genetik), sedangkan pertumbuhan dalam
dada dan lingkar dada dipengaruhi oleh pertumbuhan daging antar otot (faktor
lingkungan). Devendra dan McLeroy (1982) menyatakan bahwa berbagai sifat dapat
diukur, beragam antar individu dan hampir semuanya sangat peka terhadap pengaruh
lingkungan. Mulliadi (1996) menambahkan bahwa keragaman yang muncul pada
setiap individu ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : kondisi
pemeliharaan, pengaruh pemberian pakan, kondisi alat pencernaan dan keragaman
genetik.

6

Bobot Lahir
Bobot lahir merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan prestasi
produksi selanjutnya. Induk domba yang menghasilkan bobot lahir yang tinggi perlu
dipertahankan karena biasanya bobot lahir yang tinggi berhubungan dengan bobot
sapih dan bobot karkas yang tinggi pula saat dipotong. Faktor-faktor yang
menentukan bobot lahir antara lain adalah jenis kelamin, bangsa, tipe kelahiran,
umur domba, kondisi induk dan ransum tambahan untuk induk saat bunting. Anak
dengan bobot lahir besar akan tumbuh lebih cepat dibanding dengan anak yang bobot
lahirnya kecil. Namun ada kalanya, anak domba dengan bobot rendah pun bisa
tumbuh cepat asalkan bukan berdasarkan keturunan tetapi dengan manajemen
pemeliharaan yang baik (Harjosubroto, 1994). Partodiharjo et al. (1983) menyatakan
bahwa anak-anak domba yang lahir kembar tiga, baik jantan maupun betina bobot
lahirnya lebih rendah, sifat fisiknya lemah, pembagian saat menyusu tidak teratur,
kompetisi memperoleh susu induk sangat tergantung kekuatan fisik mereka
mengakibatkan betina yang lahir bersama jantan dalam kembar tiga lebih menderita.
Devendra dan McLeroy (1982) menyatakan anak domba tipe kelahiran tunggal
mempunyai perkembangan janin pada rahim induk domba yang lebih baik daripada
tipe kelahiran kembar 2 atau 3.
Rataan rendahnya bobot lahir pada domba erat hubungannya dengan bobot
induk yang rendah. Bobot lahir anak yang dilahirkan induk akan semakin meningkat
bobotnya apabila induk semakin dewasa. Bobot sapih meningkat bobotnya mengikuti
kedewasaan induk. Nafiu (2003) menyatakan bahwa bobot lahir anak domba yaitu
4,87 ± 1,38 kg. Bobot lahir anak erat hubungannya dengan bobot induk, jika bobot
induk rendah biasanya bobot anak domba yang dilahirkan juga rendah. Campbell et
al. (1996) menyatakan bahwa bobot induk yang rendah berhubungan dengan
manajemen pemberian pakan yang kurang baik. Penelitian Baliarti (1981)
melaporkan bahwa anak domba jantan memiliki bobot lahir lebih tinggi jika
dibandingkan dengan anak domba betina. Tuah dan Baah (1985) menyatakan bahwa
penyebab hal tersebut adalah pertumbuhan tulang kerangka anak jantan lebih cepat
dibandingkan dengan anak betina sehingga mempengaruhi bobot badan lahir.

7

Bobot Sapih
Bobot sapih merupakan bobot dimana anak mulai dipisahkan dari induknya.
Umur penyapihan berbeda-beda tergantung dari manajemen pemeliharaan. Pada
peternakan rakyat usia sapih bisa mencapai 5 hingga 6 bulan. Bobot sapih anak
menggambarkan produksi susu dari induk, biasanya produksi susu induk yang lebih
tinggi akan mengasilkan bobot sapih yang tinggi pula. Devendra dan McLeroy
(1982) menyatakan bahwa bobot sapih anak dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur
sapih, umur induk dan produksi susu induk. Bobot sapih selain ditentukan oleh bobot
lahir yang merupakan akumulasi pertumbuhan embrio sampai fetus, juga tergantung
pada produksi susu induk yang dihasilkan.
Subandriyo (1985) dalam pengamatannya terhadap domba ekor tipis di Jawa
Barat melaporkan bahwa umur induk hanya berpengaruh nyata terhadap jumlah
bobot badan pada saat disapih. Baliarti (1981) melaporkan bahwa anak domba jantan
mempunyai bobot sapih yang lebih tinggi dibandingkan dengan bobot sapih pada
anak domba betina. Bobot sapih meningkat bobotnya mengikuti kedewasaan induk.
Induk yang lebih tua akan menghasilkan anak dengan bobot sapih yang lebih besar
dibandingkan dengan induk yang lebih muda (Saputra, 2008).
Gen Calpastatin
Gen calpastatin merupakan salah satu gen yang berperan dalam pembentukan
massa otot dan pertumbuhan ternak yaitu dengan mendegradasi protein yang ada di
dalam otot. Gen calpastatin terletak pada kromosom domba nomor 5 sedangkan pada
ternak sapi (Bos taurus) terletak pada kromosom nomor 7 (Bishop et al.,1993). Gen
calpastatin dengan simbol CAST terletak diantara dua penciri apit mikrosatelit
MCM527 dan BMS1247 pada posisi lokus 5q15-q21 antara 96,057-96,136 Mb. Hasil
analisis Quantitative Traits Loci (QTL) menunjukkan bahwa gen calpastatin
berasosiasi kuat terhadap sifat pertumbuhan pada domba silang balik antara DET
dengan Merino (Margawati, 2005). Gabor et al. (2008) menjelaskan bahwa gen
calpastatin merupakan kandidat gen yang baik untuk sifat daging pada ternak.
Palmer et al. (1998) melaporkan bahwa terdapat keragaman gen calpastatin domba
Dorset pada bagian ekson 1C, intron 1 dan ekson 1D (no akses Gen Bank Af016006
dan AF016007). Hasil pemotongan produk PCR dengan enzim retriksi Mspl dan
Ncol menghasilkan dua alel, yaitu alel M dan N. Enzim retriksi Mspl menghasilkan

8

produk 336 dan 286 bp sedangkan Ncol menghasilkan potongan produk 374 dan 284
bp.
Hubungan Antara Sistem Calpastatin dengan Sifat Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan peningkatan ukuran tubuh dan perubahan komposisi
tubuh seiring dengan bertambahnya umur anak domba. Sifat pertumbuhan anak
domba dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah tingkat pemberian pakan,
genotip, jenis kelamin, kesehatan dan manajemen pemeliharaan (Gatenby, 1991).
Pada tingkat sel pertumbuhan hewan ternak dapat didefinisikan sebagai hiperplasia
yaitu penambahan jumlah sel melalui proses mitosis, dan hipertropi yaitu
bertambahnya ukuran dan volume sel-sel otot (Hossner, 2005). Menurut Chung et al.
(1999), kejadian hipertropi ini erat kaitannya dengan sistem calpain-calpastatin yang
terdapat pada jaringan tubuh. Garbor et al. (2009) menambahkan bahwa gen
calpastatin pada ternak domba memainkan peranan penting dalam pembentukan
otot, degradasi dan keempukan daging setelah pemotongan. Aktifitas gen calpastatin
sangat tinggi pada ternak muda atau pada masa pertumbuhan dengan memperbesar
ukuran sel otot dan menambah jumlah otot secara hiperplasia dan hipertropi sehingga
akan menyebabkan otot lebih besar dan banyak jika dibandingkan dengan otot
normal.
Kejadian hipertropi tersebut disebabkan oleh kandungan DNA otot yang
tinggi sehingga dapat meningkatkan kapasitas sintesis protein otot. Kejadian
hipertropi terjadi setelah hewan dilahirkan sehingga tidak menyebabkan kesulitan
beranak (dystocia) dan sering disebut dengan callipyge pada domba. Domba
callipyge terlihat lebih berotot (double muscle) akibat adanya akivitas gen tersebut.
Oleh karena itu, pada umumnya bobot badan ternak akan menjadi lebih tinggi.
Duckett et al., (2000) dalam penelitiannya melaporkan bahwa adanya aktifitas
calpastatin yang tinggi pada domba callipyge mempengaruhi bobot supraspinatus,
longissimus, dan semimembranosus yang lebih tinggi dibandingkan dengan domba
yang normal dan ditemukan pada ternak-ternak yang berumur muda dengan kisaran
bobot badan sebesar 7 - 20 Kg. Selain itu hipertropi pada domba callipyge juga
disebabkan oleh menurunnya degradasi

protein otot sebagai akibat dari

meningkatnya aktivitas calpastatin (Koohmaraie et al., 1995)

9

Hasil penelitian Diyono (2008) melaporkan bahwa adanya keragaman gen
calpastatin pada lokus yang sama yang diidentifikasi dengan metode Polymerase
Chain Reaction Restriction Fragment Length Polymorphisms (PCR-RPLF).
Identifikasi dengan metode PCR-RPLF pada gen calpastatin menghasilkan dua jenis
alel yaitu alel M dan N, sehingga akan diperoleh tiga genotipe yaitu MM, MN dan
NN. Garbor et al. (2009) dalam penelitiannya juga memperoleh hasil yang sama.
Diyono (2008) menyatakan bahwa gen calpastatin berpengaruh nyata terhadap bobot
badan domba dan alel M terkait dengan bobot badan yang lebih tinggi. Penelitian
lain menunjukkan bahwa genotipe gen calpastatin terkait dengan sifat pertumbuhan.
Nassiry et al. (2005) melaporkan adanya hubungan antara genotipe gen calpastatin
domba Kurdi Iran (metode PCR-SSCP) dengan sifat pertumbuhan. Genotipe AB
terkait dengan pertambahan bobot badan domba harian prasapih dan pertambahan
bobot badan harian dari umur 9 bulan sampai umur 1 tahun (AB>AA>AC). Hasil
yang sama juga dilaporkan oleh Tahmoorespour (2005) yang melaporkan bahwa
genotipe AB>AA>AC terkait dengan pertambahan bobot badan harian prasapih pada
domba Baluchi.

Padang Penggembalaan
Padang penggembalaan adalah tempat atau lahan yang ditanami rumput
unggul dan atau legume (jenis rumput/ legume yang tahan terhadap injakan ternak)
yang digunakan untuk menggembalakan ternak. Tujuan utama dalam pembuatan
padang penggembalaan adalah menyediakan hijauan makanan ternak yang
berkualitas, efisien dan tersedia secara kontinyu sepanjang tahun, disamping itu
sebagai media intensifikasi kawin alam (Sofyan, 2009). Beberapa macam padang
penggembalaan

diantaranya

adalah

padang

penggembalaan

alam,

padang

penggembalaan permanen yang sudah ditingkatkan, padang penggembalaan
temporer dan padang penggembalaan irigasi.
Produksi rumput di padang penggembalaan dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu iklim, pengelolaan, tanah, pemeliharaan dan tekanan pengembangan
(Reksohadiprodjo, 1994). Rumput yang biasa digunakan untuk penggembalaan
adalah Brachiaria humidicola. Rumput tersebut mempunyai ketahanan terhadap

10

tekanan panas yang tinggi, tergolong tanaman tahunan, perkembangan vegetatif
dengan stolon yang begitu cepat sehingga bila ditanam di lapang akan membentuk

Gambar 2. Padang Penggembalaan di UP3 Jonggol
hamparan. Tinggi tanaman dapat mencapai 50 cm, daunnya tidak berbulu dan
umumnya menggulung, warna bunga ungu atau kecoklatan. Kandungan TDN rumput
tersebut sebesar 55% dan PK sebesar 6,6% (Vendramini et al., 2008)
Leguminosa
Leguminosa termasuk dicotyledoneus dimana embrio mengandung dua daun
biji/cotyledone. Famili legume dibagi menjadi 3 group sub famili, yaitu: mimisaceae,
tanaman kayu dan herba dengan bunga “regular”, caesalpinaceae, tanaman dengan
bunga “irregular” dan papilonaceae, tanaman kayu dan herba ciri khas berbentuk
bunga kupu-kupu (Susetyo, 1980). Hijauan pakan jenis leguminose (polongpolongan) memiliki sifat yang berbeda dengan rumput-rumputan, jenis legume
umumnya kaya akan protein, Ca dan P. Leguminosa memiliki bintil-bintil akar yang
berfungsi dalam pensuplai nitrogen, dimana di dalam bintil-bintil akar inilah bakteri
bertempat tinggal dan berkembang biak serta melakukan kegiatan fiksasi nitrogen
bebas dari udara. Itulah sebabnya penanaman campuran merupakan sumber protein
dan mineral yang berkadar tinggi bagi ternak, disamping memperbaiki kesuburan
tanah (AAK, 1983). Lebih jelasnya berikut sistematika Taxonomi dari legum :

11

Phylum

= Spermatophyta

Sub phylum

= Angiospermae

Class

= Dicotyl

Ordo

= Rosales

Family

= Leguminoceae

Sub Family

= Papillionaceae

Genus

= Centrosema, Peuroria,Calopogonium

Spesies

= Pubescens, Phaseloides, Mucunoides

Kebanyakan tanaman pakan dan tanaman ekonomi penting termasuk dalam
papiloneceae group. Legume ada yang mempunyai siklus hidup secara annual,
biennial atau perennial (Soegiri et al., 1982). Leguminosa memegang peranan
penting sebagai hijauan pakan ternak dan rumput-rumputan untuk ternak herbivora
(Lubis, 1992). Dijelaskan lebih lanjut bahwa leguminosa mempunyai sifat-sifat yang
baik sebagai bahan pakan dan mempunyai kandungan protein dan mineral yang
tinggi. Tanaman leguminosa meskipun mempunyai kandungan nutrisi cukup tinggi
tetapi hanya dapat digunakan sebagai campuran pakan hijauan paling banyak 50%
dari total hijauan yang diberikan (Susetyo, 1980). Hal ini disebabkan dalam
leguminosa terdapat zat anti nutrisi seperti mimosin, anti tripsin, dan juga
mempunyai banyak bulu sehingga palatabilitasnya rendah. Jenis leguminosa antara
lain: Sentro (Centrosema pubescens), Puero (Pueraria phaseoloidse), Kalopo
(Calopogonium muconoides), Gamal (Gliricida maculata), Lamtoro (Leucaena
leucocephala). Berikut beberapa contoh karakteristik beberapa jenis legum :
Sentro (Centrosema pubescens)
Centrosema pubescens merupakan legum yang berasal dari Amerika Selatan,
merupakan tumbuhan perennial. Legum ini responsif terhadap pupuk P (Sutopo,
1985). Centrosema pubescens merupakan legum herba yang membelit, menjalar atau
memanjat, batang agak tumbuh berbulu dan tidak berkayu, mempunyai tiga daun
pada setiap tangkai (trifoliat), berambut, panjangnya 5-12 cm dan lebar 3-10 cm
(Soegiri et al., 1982).

12

Puero (Pueraria ph