Penentuan umur simpan keripik ubi jalar dan keripik talas dalam kemasan plastik dan aluminium foil

PENENTUAN UMUR SIMPAN KERIPIK UBI JALAR DAN
KERIPIK TALAS DALAM KEMASAN PLASTIK DAN
ALUMINIUM FOIL

ADYTIA FIARDY

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Umur
Simpan Keripik Ubi Jalar dan Keripik Talas dalam Kemasan Plastik dan
Aluminium Foil adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Adytia Fiardy
NIM F14090080

ABSTRAK
ADYTIA FIARDY. Penentuan Umur Simpan Keripik Ubi Jalar dan Keripik Talas
dalam Kemasan Plastik dan Aluminium Foil. Dibimbing oleh I WAYAN
BUDIASTRA.
Kepulauan Mentawai mimiliki potensi produksi ubi jalar dan talas yang cukup
besar. Dengan produksi ubi jalar dan talas yang cukup besar perlu dilakukan
penanganan pascapanen yang tepat. Salah satu penanganan yang dilakukan adalah
dengan membuat ubi jalar dan talas menjadi keripik dengan proses penggorengan
hampa dan dikemas dengan menggunakan kemasan plastik dan aluminium foil.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan umur simpan keripik ubi jalar dan keripik
talas dan menentukan jenis kemasan yang terbaik. Penentuan umur simpan keripik
ubi jalar dan keripik talas menggunakan metode akselerasi dengan bantuan persamaan
Arrhenius. Parameter kritis dari pendugaan umur simpan untuk keripik ubi jalar dan
keripik talas adalah penerimaan aroma. Umur simpan keripik ubi jalar pada suhu

ruang (25˚C) adalah 155 hari untuk kemasan aluminium foil, 117 hari untuk kemasan
PP, dan 37 hari untuk kemasan HDPE. Sedangkan umur simpan keripik talas adalah
287 hari untuk kemasan aluminium foil, 60 hari untuk kemasan PP, dan 56 hari untuk
kemasan HDPE. Kemasan terbaik untuk keripik ubi jalar dan keripik talas adalah
kemasan aluminium foil.
Kata kunci: keripik ubi jalar, keripik talas, kemasan, umur simpan

ABSTRACT
ADYTIA FIARDY. Shelf Life Determination of Sweet Potato Chips and Taro Chips
in Plastic and Aluminium Foil Packaging. Supervised by I WAYAN BUDIASTRA.
Mentawai island has great potensial on producing sweet potato and taro. The
huge number of the production must be balanced by proper-harvest handling. The
handling method is by making the comodities as chips by vaccum frying and then will
be packed using plastic and aluminium foil packaging. This research is to determine
shelf life of sweet potato chips and taro chips and to decide what kind of the best
packaging. Shelf life was determined by using acceleration method with Arrhenius
equation. Critical parameter for determining the shelf life was flavour. The shelf life
of sweet potato chips at room temperature (25oC) was 155 days using aluminium foil,
117 days using PP, and 37 days using HDPE. Whereas storing life of taro chips was
287 days using aluminium foil, 60 days using PP, and 56 days using HDPE. The best

packaging for sweet potato chips and taro chips are aluminium foil.
Keywords: sweet potato chips, taro chips, packaging, shelf life

PENENTUAN UMUR SIMPAN KERIPIK UBI JALAR DAN
KERIPIK TALAS DALAM KEMASAN PLASTIK DAN
ALUMINIUM FOIL

ADYTIA FIARDY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi: Penentuan Umur Simpan Keripik Ubi Jalar dan Keripik Talas
dalam Kemasan Plastik dan Aluminium Foil
. : Adytia Fiardy
Nama
: F14090080
NlM

Disetuj ui oleh

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr
Pembimbing

Tanggal Lulus:

'0 9 OCT 2013

Judul Skripsi: Penentuan Umur Simpan Keripik Ubi Jalar dan Keripik Talas
dalam Kemasan Plastik dan Aluminium Foil
Nama

: Adytia Fiardy
NIM
: F14090080

Disetujui oleh

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr.
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, M.Eng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 ini ialah pengemasan,
dengan judul Pemilihan Jenis Kemasan Plastik dan Pennentuan Umur Simpan

Keripik Ubi Jalar dan Keripik Talas Selama Penyimpanan.
Dengan selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin
menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis, kakak dan saudara-saudara penulis yang telah
memberikan banyak dorongan, motivasi, semangat dan doa sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.
2. Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr selaku dosen pembimbing tugas akhir yang
telah memberikan arahan dan nasihat kepada penulis dalam penelitian hingga
penyelesaian tugas akhir skripsi ini.
3. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si dan Ir. M. Yamin, MT selaku dosen penguji
atas saran dan kritik yang membangun untuk penulis.
4. Teman satu bimibingan Toni Dwi Novianto dan Ni Made Citta, Kak Drupadi
Ciptaningtyas, Endah Prahmawati, Ivan Setiawan, Nopri Suryanto, Nafis
Rahman, Lazuardi Fahmi, Elsamila Aritesty, Amajida Bahrina, Awanis,
Nurrahma, Rusnadi, Sujarwedi, Aditya Nugraha, Zaqlul Iqbal, Abdul Rouf,
Naufal, Aynal, Kala, Angela, Gumilar, Rizky, Gina Annisa, Rina, Riska, Ina,
Ledyta, Nurul Rizqiyah, Eti Supriati dan teman-teman Orion TMB 46 yang
telah membantu selama penulis melakukan penelitian.
5. Bapak Sulyaden, Bapak Deva Primadia, Spi, Msi, Bapak Cheppy, dan keluarga
Bapak Khusni atas bantuannya selama penelitian, serta seluruh staff UPT TMB

IPB yang telah membantu dalam proses administrasi.
Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan
memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di
bidang teknologi pertanian.

Bogor, Oktober 2013
Adytia Fiardy

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xiv


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

3


Talas (Colocasia esculenta L.)

4

Pengemasan dan Jenis-jenis Kemasan

5

Penentuan Umur Simpan

9

Umur Simpan dalam Kemasan untuk Produk Penggorengan Hampa
METODE

13
14

Waktu dan Tempat Penelitian


14

Bahan

14

Alat

14

Prosedur Penelitian

16

Uji Organoleptik

19

Prosedur Analisis Data


20

HASIL DAN PEMBAHASAN

21

Perubahan Kekerasan

21

Uji Organoleptik Selama Penyimpanan

30

Pendugaan Umur Simpan

37

Pemilihan Jenis Kemasan Terbaik

76

SIMPULAN DAN SARAN

78

Simpulan

78

Saran

78

DAFTAR PUSTAKA

79

LAMPIRAN

81

RIWAYAT HIDUP

88

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.

Produksi Ubi Jalar dan Talas Kabupaten Kepulauan Mentawai
Kandungan gizi ubi jalar tiap 100 gram bahan
Kandungan Gizi dari Talas Tiap 100 Gram Bahan
Karakteristik beberapa jenis kemasan
Permeabilitas terhadap gas dan uap air dari beberapa jenis film
plastik
6. Persamaan garis kenaikan nilai kekerasan keripik ubi jalar dan R2
pada tiga tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil
7. Persamaan garis kenaikan nilai kekerasan keripik talas dan R2 pada
tiga tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil
8. Persamaan garis kenaikan nilai kekerasan keripik ubi jalar dan R2
pada tiga tingkat suhu dalam kemasan PP
9. Persamaan garis kenaikan nilai kekerasan keripik talas dan R2 pada
tiga tingkat suhu dalam kemasan PP
10. Persamaan garis kenaikan nilai kekerasan keripik ubi jalar dan R2
pada tiga tingkat suhu dalam kemasan HDPE
11. Persamaan garis kenaikan nilai kekerasan keripik talas dan R2 pada
tiga tingkat suhu dalam kemasan HDPE
12. Persamaan garis penerimaan rasa keripik ubi jalar dan R2 pada tiga
tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil
13. Persamaan garis penerimaan rasa keripik talas dan R2 pada tiga
tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil
14. Persamaan garis penerimaan rasa keripik ubi jalar dan R2 pada tiga
tingkat suhu dalam kemasan PP
15. Persamaan garis penerimaan rasa keripik talas dan R2 pada tiga
tingkat suhu dalam kemasan PP
16. Persamaan garis penerimaan rasa keripik ubi jalar dan R2 pada tiga
tingkat suhu dalam kemasan HDPE
17. Persamaan garis penerimaan rasa keripik talas dan R2 pada tiga
tingkat suhu dalam kemasan HDPE
18. Persamaan garis penerimaan kerenyahan keripik ubi jalar dan R2
pada tiga tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil.
19. Persamaan garis penerimaan kerenyahan keripik talas dan R2 pada
tiga tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil
20. Persamaan garis penerimaan kerenyahan keripik ubi jalar dan R2
pada tiga tingkat suhu dalam kemasan PP
21. Persamaan garis penerimaan kerenyahan keripik talas dan R2 pada
tiga tingkat suhu dalam kemasan PP
22. Persamaan garis penerimaan kerenyahan keripik ubi jalar dan R2
pada tiga tingkat suhu dalam kemasan HDPE

1
4
5
9
9
37
38
40
41
42
43
45
46
47
48
50
51
52
53
55
56
57

23. Persamaan garis penerimaan kerenyahan keripik talas dan R2 pada
tiga tingkat suhu dalam kemasan HDPE
24. Persamaan garis penerimaan aroma keripik ubi jalar dan R2 pada tiga
tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil
25. Persamaan garis penerimaan aroma keripik talas dan R2 pada tiga
tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil
26. Persamaan garis penerimaan aroma keripik ubi jalar dan R2 pada tiga
tingkat suhu dalam kemasan PP
27. Persamaan garis penerimaan aroma keripik talas dan R2 pada tiga
tingkat suhu dalam kemasan PP
28. Persamaan garis penerimaan aroma keripik ubi jalar dan R2 pada tiga
tingkat suhu dalam kemasan HDPE
29. Persamaan garis penerimaan aroma keripik talas dan R2 pada tiga
tingkat suhu dalam kemasan HDPE
30. Persamaan garis penerimaan warna keripik ubi jalar dan R2 pada tiga
tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil
31. Persamaan garis penerimaan warna keripik talas dan R2 pada tiga
tingkat suhu dalam kemasan aluminium foil
32. Persamaan garis penerimaan warna keripik ubi jalar dan R2 pada tiga
tingkat suhu dalam kemasan PP
33. Persamaan garis penerimaan warna keripik talas dan R2 pada tiga
tingkat suhu dalam kemasan PP
34. Persamaan garis penerimaan warna keripik ubi jalar dan R2 pada tiga
tingkat suhu dalam kemasan HDPE
35. Persamaan garis penerimaan warna keripik talas dan R2 pada tiga
tingkat suhu dalam kemasan HDPE
36. Umur simpan keripik ubi jalar dan keripik talas berdasarkan data
fisik
37. Umur simpan keripik ubi jalar dan keripik talas berdasarkan data
organoleptik
38. Uji pembobotan hasil organoleptik

58
60
61
63
64
65
66
68
69
70
71
73
74
75
75
77

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Grafik antara nilai ln k dan 1/T dalam persamaan Arrhenius
Rheometer CR-500DX
Oven
Sealer (a) tipe kembung dan (b) tipe pengepres
Diagram alir penelitian
Penyimpanan pada beberapa kondisi (a) suhu 37˚C, dan (b) 50˚C
Produk keripik dalam kemasan aluminium foil, PP dan HDPE (a)
keripik ubi jalar, dan (b) keripik talas
8. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan
(N) keripik ubi jalar dalam kemasan aluminium foil pada suhu 25 oC,
37 oC, dan 50 oC

11
15
15
15
17
18
19

21

9. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan
(N) keripik ubi jalar dalam kemasan PP pada suhu 25 oC, 37 oC, dan
50oC
10. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan
(N) keripik ubi jalar dalam kemasan HDPE pada suhu 25 oC, 37 oC,
dan 50 oC
11. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan
(N) keripik talas dalam kemasan aluminium foil pada suhu 25 oC,
37 oC, dan 50 oC
12. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan
(N) keripik talas dalam kemasan PP pada suhu 25 oC, 37 oC, dan 50
o
C
13. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan
(N) keripik talas dalam kemasan HDPE pada suhu 25 oC, 37 oC, dan
50 oC
14. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan (N) pada
suhu 25 oC untuk ketiga jenis kemasan
15. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan (N) pada
suhu 37 oC untuk ketiga jenis kemasan
16. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan (N) pada
suhu 50 oC untuk ketiga jenis kemasan
17. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan (N) pada
suhu 25 oC untuk ketiga jenis kemasan
18. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan (N) pada
suhu 37 oC untuk ketiga jenis kemasan
19. Grafik antara lama penyimpanan (hari) dengan kekerasan (N) pada
suhu 50 oC untuk ketiga jenis kemasan
20. Grafik hubungan antara kekerasan (N) keripik ubi jalar dengan
penerimaan terhadap kerenyahan keripik ubi jalar
21. Grafik hubungan antara kekerasan (N) keripik talas dengan
penerimaan terhadap kerenyahan keripik talas
22. Diagram penerimaan panelis terhadap rasa selama penyimpanan
23. Diagram penerimaan panelis terhadap rasa selama penyimpanan
24. Diagram penerimaan panelis terhadap aroma selama penyimpanan
25. Diagram penerimaan panelis terhadap rasa selama penyimpanan
26. Diagram penerimaan panelis terhadap kerenyahan selama
penyimpanan
27. Diagram penerimaan panelis terhadap rasa selama penyimpanan
28. Diagram penerimaan panelis terhadap warna selama penyimpanan
29. Diagram penerimaan panelis terhadap rasa selama penyimpanan
30. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k nilai kekerasan keripik
ubi jalar selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil
31. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k nilai kekerasan keripik
talas selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil
32. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k nilai kekerasan keripik
ubi jalar selama penyimpanan untuk kemasan PP
33. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k nilai kekerasan keripik
talas selama penyimpanan untuk kemasan PP

22

22

23

23

24
25
25
26
27
27
28
29
30
31
31
32
33
34
34
35
36
38
39
40
41

34. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k nilai kekerasan keripik
ubi jalar selama penyimpanan untuk kemasan HDPE
35. Grafik hubungan antara 1/T dengan nilai ln k nilai kekerasan keripik
talas selama penyimpanan untuk kemasan HDPE
36. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan rasa keripik ubi
jalar selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil
37. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan rasa keripik
talas selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil
38. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan rasa keripik ubi
jalar selama penyimpanan untuk kemasan PP
39. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan rasa keripik
talas selama penyimpanan untuk kemasan PP
40. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan rasa keripik ubi
jalar selama penyimpanan untuk kemasan HDPE
41. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan rasa keripik
talas selama penyimpanan untuk kemasan HDPE
42. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan kerenyahan
keripik ubi jalar selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil
43. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan kerenyahan
keripik talas selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil
44. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan kerenyahan
keripik ubi jalar selama penyimpanan untuk kemasan PP
45. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan kerenyahan
keripik talas selama penyimpanan untuk kemasan PP
46. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan kerenyahan
keripik ubi jalar selama penyimpanan untuk kemasan HDPE
47. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan kerenyahan
keripik talas selama penyimpanan untuk kemasan HDPE
48. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan aroma keripik
ubi jalar selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil
49. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan aroma keripik
talas selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil
50. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan aroma keripik
ubi jalar selama penyimpanan untuk kemasan PP
51. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan aroma keripik
talas selama penyimpanan untuk kemasan PP
52. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan aroma keripik
ubi jalar selama penyimpanan untuk kemasan HDPE
53. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan aroma keripik
talas selama penyimpanan untuk kemasan HDPE
54. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan warna keripik
ubi jalar selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil
55. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan warna keripik
talas selama penyimpanan untuk kemasan aluminium foil
56. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan warna keripik
ubi jalar selama penyimpanan untuk kemasan PP
57. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan warna keripik
talas selama penyimpanan untuk kemasan PP

43
44
45
46
48
49
50
51
53
54
55
56
58
59
60
62
63
64
66
67
68
69
71
72

58. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan warna keripik
ubi jalar selama penyimpanan untuk kemasan HDPE
59. Grafik hubungan antara 1/T dengan skor penerimaan warna keripik
talas selama penyimpanan untuk kemasan HDPE
60. Nilai kepentingan (bobot) tiap parameter organoleptik

73
74
77

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Data Kekerasan (kg/mm) Keripik Ubi Jalar
Data Kekerasan (kg/mm) Keripik Talas
Form Uji Organoleptik
Kuesioner Tingkat Kepentingan Keripik
Data uji organoleptik keripik ubi jalar pada penyimpanan di suhu 25˚C
Data uji organoleptik keripik ubi jalar pada penyimpanan di suhu 37˚C
Data uji organoleptik keripik ubi jalar pada penyimpanan di suhu 50˚C
Data uji organoleptik keripik talas pada penyimpanan di suhu 25˚C
Data uji organoleptik keripik talas pada penyimpanan di suhu 37˚C
Data uji organoleptik keripik talas pada penyimpanan di suhu 50˚C

81
82
83
84
84
85
85
86
86
87

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang terletak di wilayah tropis, serta beriklim
basah. Daerah seperti ini memungkinkan tumbuhnya berbagai macam tumbuhan
dengan subur. Salah satunya adalah ubi jalar dan talas. Tumbuhan ini rata-rata
tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan salah satu kabupaten yang
berada di provinsi Sumatera Barat yang memiliki potensi produksi ubi jalar dan
talas yang cukup besar. Tanaman ini mudah ditemukan di seluruh wilayah
kabupaten Kepulauan Mentawai. Menurut data BPS Kabupaten Kepulauan
Mentawai tahun 2011, produksi ubi jalar dan talas setiap tahunnya mengalami
peningkatan. Berikut Tabel produksi ubi jalar dan talas Kabupaten Kepulauan
Mentawai.
Tabel 1 Produksi Ubi Jalar dan Talas Kabupaten Kepulauan Mentawai
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010

Padi Sawah
1111
2914
2403.6
1582
1376.3
2691

Produksi (ton)
Jagung
Talas
Ubi Jalar
53.4
2515.8
142.2
18.9
350.5
150
80
2630.2
1401.9
82.5
2801.5
1091.7
79.5
4792
704.7
72
5013
441

Ubi Kayu
371
200
1905.4
2114.2
1460
600

Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2011

Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa produksi talas merupakan produksi
yang paling besar dibandingkan dengan produksi tanaman lain. Sementara untuk
produksi ubi jalar cukup besar. Ubi jalar dan talas seperti produk pertanian
lainnya juga memiliki masa simpan yang terbatas dan realtif pendek. Oleh sebab
itu, dengan produksi ubi jalar dan talas yang cukup besar perlu dilakukan
penanganan pascapanen yang tepat untuk pengolahan ubi jalar dan talas agar umur
simpannya lebih lama dan ada nilai tambah dari kedua produk tersebut.
Ubi jalar dan talas sebagai bahan baku dapat diolah antara lain menjadi
tepung dan berbagai macam makanan ringan seperti keripik. Keripik adalah
makanan ringan (snack food) yang digemari masyarakat. Keripik yang dijual
dipasaran pada mulanya hanyalah berupa keripik singkong, pisang, dan ubi.
Semakin berkembangnya teknologi penggorengan (seperti vaccum frying) kini
terdapat berbagai macam keripik yang berasal dari buah (seperti keripik nangka,
salak, nanas, dan lain-lain) dan dari sayuran (bayam, kentang, dan lain-lain).
Keripik tergolong jenis makanan craker yaitu makanan yang bersifat kering dan
renyah dengan kandungan lemak yang tinggi. Renyah adalah keras dan mudah

2
patah. Sifatnya renyah pada craker ini akan hilang jika produk menyerap air.
Produk ini banyak disukai karena rasanya enak, renyah, dan tahan lama, praktis
dan mudah dibawa dan disimpan (Sulistyowati, 2004) dikutip dari (Nuraisyah,
2012).
Penggorengan hampa (vaccum frying) adalah proses penggorengan pada
kondisi hampa yang berarti bahwa proses penggorengan terjadi pada kondisi
tekanan lebih rendah dari tekanan atmosfer, hingga kondisi hampa udara.
Akibatnya titik didih minyak goreng juga menjadi lebih rendah. Penggorengan
hampa mempunyai banyak keuntungan yaitu dapat mengurangi kadar minyak
pada produk hasil penggorengan, dapat mempertahankan warna alami dan rasa
dari produk, dan dapat menjaga kualitas minyak dalam waktu yang lama (Shyu et
al 1998; Garayo dan Moreira 2002).
Dalam industri keripik menengah-besar, dengan skala produksi tinggi ada
kemungkinan produk (keripik) tidak habis dalam beberapa hari saja bahkan
sampai berbulan-bulan. Untuk itu perlakuan terhadap pengemasan dan
penyimpanan sangat menentukan kualitas dan daya tahan dari keripik yang
diproduksi. Dalam hal produksi keripik tentu tidak terlepas dari kerenyahan.
Kerenyahan merupakan faktor penentu mutu produk-produk keripik. Komposisi
kimia produk terutama kadar air menentukan kerenyahan, semakin rendah kadar
air maka produk tersebut akan semakin renyah (Evawati, 1997) dikutip dari
(Nuraisyah, 2012).
Dalam penyimpanan produk (keripik ubi jalar dan keripik talas) dibutuhkan
pengemasan yang efektif diharapkan daya simpan keripik ubi jalar dan keripik
talas akan meningkat. Fungsi dari pengemasan adalah mempertahankan mutu
produk selama penyimpanan dan agar umur simpan produk tersebut dapat lebih
lama. Selain itu dengan penggunaan kemasan yang sesuai, diharapkan dapat
meningkatkan penampilan dan daya saing keripik ubi jalar dan keripik talas
terhadap produk keripik lainnya yang ada di pasaran saat ini.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah 1) menentukan umur simpan keripik ubi
jalar dan keripik talas, dan 2) menentukan jenis kemasan yang tepat agar produk
keripik ubi jalar dan keripik talas dari hasil penggorengan hampa (vaccum frying)
dapat dipertahankan mutunya selama penyimpanan untuk jangka waktu tertentu.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)
Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L) diduga berasal dari benua Amerika,
tetapi para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar
adalah Selandia Baru, Polinesia dan Amerika bagian tengah. Ubi jalar mulai
menyebar ke seluruh dunia, terutama ke negara-negara beriklikm tropis pada abad
ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama
Filipina, Jepang, dan Indonesia. Cina merupakan penghasil ubi jalar terbesar
mencapai 90% (rata-rata 114.7 juta ton) dari yang dihasilkan dunia (Anonim,
2012).
Taksonomi tanaman ubi jalar menurut (Hakim 1988) diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Convolvulales
Famili
: Convolvulales
Genus
: Ipomoea
Spesies
: Ipomoea batatas L.
Keberadaan ubi jalar cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia, bahkan di
beberapa daerah seperti Papua, ubi jalar dijadikan sebagai makanan pokok. Selain
itu, ditinjau dari segi potensinya, ubi jalar memiliki prospek yang cukup bagus
sebagai komoditas pertanian unggulan. Sebagai tanaman palawija yang memiliki
potensi produksi ±25-40 ton/ha dan waktu tanam yang relatif singkat (3.5-6
bulan), saat ini ubi jalar merupakan tanaman umbi-umbian yang paling produktif
(Widhi, 2008).
Ubi jalar merupakan jenis tanaman umbi-umbian yang memilik masa
simpan yang relatif lama dan bernilai ekonomis tinggi.
Akan tetapi,
pemanfaatannya sebagai bahan baku makanan masih sangat minim. Umumnya,
ubi jalar masih dikonsumsi secara langsung setelah dimasak dan hanya sebagian
kecil saja yang mengalami pengolahan lanjutan, seperti diolah menjadi keripik,
kerupuk, saus, timus, dan obi (Widhi, 2008).
Nilai gizi ubi jalar secara kualitatif selalu dipengaruhi oleh varietas, lokasi
dan musim tanam. Berikut adalah kandungan gizi ubi jalar dapat dilihat pada
Tabel 2.

4
Tabel 2 Kandungan gizi ubi jalar tiap 100 gram bahan
Senyawa
Kalori (kal)
Serat kasar (g)
Protein (g)
Zat besi (mg)
Kalsium (mg)
Natrium (mg)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Air (g)
Vitamin B2 (mg)
Fosfor (mg)
Vitamin A (mg)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Abu (g)
Gula (g)
Amilosa (g)

Komposisi
113
0.3
2.3
1.0
46
5
0.7
27.9
70
0.05
49
7 100
0.08
20
1.2
2-6.7
9.8-26

Sumber: Juanda dan Cahyono 2010

Talas (Colocasia esculenta L.)
Tanaman talas atau taro merupakan tumbuhan asli daerah tropis.
Hasil ekspedisi Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet,
menunjukkan bahwa asal tanaman talas adalah dari dataran Cina dan India.
Di Indonesia, tanaman talas dapat tumbuh dan berproduksi di dataran
rendah sampai dataran tinggi (pegunungan) dengan ketinggian ± 1300 meter
di atas permukaan laut, dengan lingkungan tumbuh yang ideal pada suhu
21˚C – 27 ˚C, kelembaban udara 50 – 90 %, mendapat sinar matahari
langsung (tempat terbuka), dan bercurah hujan ± 240 mm/tahun. Di daerah
yang beretinggian ±250 meter di atas permukaan laut dan beriklim basah
seperti Bogor, tanaman talas berproduksi dengan baik dan berkualitas prima
(Rukmana, 1998) dikutip dari (Nurrahmat, 2002).
Berdasarkan taksonomi tumbuhan, tanaman talas diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Klas
: Monocotyledonae
Ordo
: Arales
Famili
: Aracae
Genus
: Colocasia
Spesies
: Colocasia esculenta (L.) Schott
Karakter tanaman talas bersifat sukulen (herbaceous) yang artinya
banyak mengandung air. Sistem perakaran tanaman talas relatif dangkal

5
dan daya jangkau akar mencapai kedalaman 40 – 60 cm dari permukaan
tanah. Tanaman talas berakar serabut yang melekat pada umbi batang atau
pangkal batang (Rukmana, 1998) dikutip dari (Nurrahmat, 2002).
Di beberapa daerah di Indonesia tanaman talas telah banyak
dimanfaatkan sebagai bahan pangan, diversifikasi pangan maupun bahan
pakan ternak serta bahan baku industri. Tanaman talas memiliki nilai
ekonomi yang tinggi karena hampir sebagian besar bagian tanaman dapat
dimanfaatkan untuk dikonsumsi manusia. Tanaman talas yang merupakan
penghasil karbohidrat berpotensi sebagai suplemen/substitusi beras atau
sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya
(Anonim, 2012).
Talas mempunyai manfaat yang besar untuk bahan makanan utama
dan substitusi karbohidrat di beberapa negara termasuk Indonesia. Selain
itu sebagai bahan baku industri dibuat tepung yang selanjutnya diproses
menjadi makanan bayi (di USA), kue-kue (di Philippina dan Columbia),
serta roti (di Brazilia) sementara di Indonesia dibuat menjadi makanan
enyek-enyek, dodol talas, chese stick talas, keripik talas dan juga untuk
pakan ternak (termasuk daun dan batangnya) (Anonim, 2012).
Talas mengandung karbohidrat yang tinggi, protein, lemak dan
vitamin. Kandungan protein daun talas lebih tinggi dari umbinya.
Kandungan gizi yang terdapat pada umbi talas dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kandungan Gizi dari Talas Tiap 100 Gram Bahan
Komponen
Air
Karbohidrat
Protein
Lemak
Serat kasar
Fosfor
Kalsium
Besi
Vitamin C
Tiamin
Riboflavin
Niasin

Kandungan
63-85%
13-29%
1.4-3.0%
0.16-0.36%
0.60-1.18%
61 mg
28 mg
1.00 mg
7-9 mg
0.18 mg
0.04 mg
0.9 mg

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 2012

Penggorengan Hampa (Vaccum Frying)
Penggorengan hampa (vaccum frying) adalah proses penggorengan pada
kondisi hampa yang berarti bahwa proses penggorengan terjadi pada kondisi
tekanan lebih rendah dari tekanan atmosfer (1 atm = 76 cmHg), hingga kondisi
hampa udara. Proses penggorengan hampa (vaccum frying) pada dasarnya
penggorengan yang dilakukan pada tekanan rendah (-70 cmHg), sehingga suhu
penggorengan dapat turun menjadi 85oC (Lastriyanto, 2006). Dengan demikian

6
kerusakan gizi dari komoditas yang diolah dapat ditekan, proses dapat diterapkan
pada komoditi peka panas seperti buah-buahan dan sayuran.
Menurut Haryadi et al. (2000)prinsip kerja dari penggorengan vakum yaitu
kompor gas digunakan untuk mensuplai panas ke minyak yang berada di tanki
penggorengan. Kerja pompa dan water jet akan menurunkan tekanan pada ketel
penggorengan. Dengan penurunan tekanan maka suhu penggorengan bisa
dilakukan relatif lebih rendah dibandingkan suhu penggorengan dengan tekanan
atmosfer (Putro, 2012).
Menurut Amy (2003), penggorengan vakum dengan suhu rendah akan
menghasilkan produk dengan tekstur dan warna yang lebih bagus, penyerapan
minyak yang rendah, kerusakan vitamin rendah, sehingga produk memiliki mutu
dan tingkat kesehatan yang baik (Putro, 2012).
Menurut Lastriyano (1997) penggorengan hampa dilakukan dalam ruangan
tertutup dengan kondisi tekanan vakum. Mesin penggoreng vakum (vaccum
fryer), terdiri dari 5 komponen, yakni: 1) pompa vakum, 2) tabung penggoreng, 3)
pengendali temperatur, 4) kondensor, 5) sumber pemanas.
Pengemasan dan Jenis-jenis Kemasan
Pengemasan mempunyai peran penting dalam rantai penyaluran makanan
(food supplay chain). Pengemasan merupakan suatu cara untuk memberikan
kondisi lingkungan yang tepat pada produk pangan. Pengemasan makanan harus
mampu memenuhi kebutuhan dan persyaratan tertentu.
Secara tradisional, kemasan makanan membuat distribusi menjadi lebih
mudah. Kemasan harus mampu melindungi makanan dari kondisi lingkungan
sekitar, seperti: cahaya, oksigen, kelembaban, mikroba, beban mekanis dan debu.
Fungsi dasar lainnya adalah kemasan dapat dilabel untuk menyediakan informasi
kepada konsumen (Ahvenainen, 2003) dikutip dari (Nurhudaya, 2011).
Syarief et. al. (1989) menyatakan bahwa bahan kemas baik pada logam,
maupun bahan lain seperti bermacam-macam plastik, gelas, kertas dan karton
seyogyanya mempunyai 6 fungsi utama, yaitu:
1. Menjaga produk bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap
kotoran dan kontaminasi lain.
2. Melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air dan
penyinaran (cahaya).
3. Mempunyai fungsi yang baik, efisien dan ekonomis khususnya selama proses
penempatan makanan ke dalam wadah kemasan.
4. Mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga memudahkan
dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan dan distribusi.
5. Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar
yang ada, mudah dibuang dan mudah dibentuk atau dicetak.
6. Menampakkan identifikasi, informasi dan penampilan yang jelas agar dapat
membantu promosi atau penjualan.
Suharto (1991) menyebutkan beberapa sifat-sifat yang harus dimiliki bahan
kemasan untuk produk awetan pangan, yaitu:
1. Mempunyai kemampuan penghantaran serta penyerapan/penerusan panas atau
listrik yang rendah (diidealisasikan = nol).

7
2. Mampu menangkal keluar masuknya uap air maupun udara (berarti harus rapat
dan tidak bocor).
3. Mempunyai kemampuan mangembalikan sinar yang datang dari luar.
4. Mampu menangkal beban-beban mekanis (oleh karena getaran-getaran, mesin,
maupun manusia) misalnya diberikan bantalan-bantalan yang biasanya dari
bahan-bahan porrous (gabus, jerami, gas, kapas, dan lain-lain).
Kemasan yang digunakan pada produk-produk berkadar air rendah seperti
keripik harus mampu menjaga produk keripik tersebut tetap baik sampai ke tangan
konsumen. Kerenyahan merupakan sifat tekstur yang sangat penting untuk
makanan ringan yang digoreng (fried snack foods), dan apabila kerenyahan ini
hilang terutama disebabkan oleh penyerapan kelembaban menjadikan produk
makanan ringan ini ditolak oleh konsumen (Robertson, 1993).
Persyaratan yang harus dipenuhi kemasan makanan ringan seperti potato
chips menurut Sacharow dan Griffin (1980) adalah mampu melindungi dari
ketengikan, kelembaban, kehilangan bau atau masuknya bau asing dan hancurnya
produk. Sedangkan Robertson (1993) menyatakan bahwa kemasan yang
digunakan untuk makanan ringan yang digoreng (fried snack foods) harus mampu
menyediakan perlindungan yang baik terhadap oksigen, cahaya dan kelembaban
(Nurhudaya, 2011).
Buckle (1985) membuat pengelompokan dasar bahan-bahan pengemas yang
digunakan bahan pangan, yaitu:
1. Logam seperti lempeng timah, baja bebas timah, aluminium.
2. Gelas.
3. Plastik, termasuk beraneka ragam plastik tipis, yang berlapis laminates
dengan plastik lainnya, kertas atau logam (aluminium).
4. Kertas, paperboard, fiberboard.
5. Lapisan (laminate) dari satu atau lebih bahan-bahan di atas.
Beberapa jenis kemasan, biasa digunakan untuk produk olahan makanan.
Banyak diantaranya terdapat di pasaran, yaitu kemasan seperti berikut:
1. Aluminium Foil
Foil adalah bahan kemas dari logam, berupa lembaran aluminium yang
padat dan tipis dengan ketebalan kurang dari 0.15 mm. Aluminium foil
didefinisikan sebagai aluminium murni (derajat kemurniannya tidak kurang dari
99.4%) walaupun demikian dapat diperoleh dalam bentuk campuran yang
berbeda-beda (Syarief et. al. , 1989).
Foil mempunyai sifat hermetis, fleksibel, tidak tembus cahaya. Pada
umumnya digunakan sebagai bahan pelapis (laminan) yang dapat ditempatkan
pada bagian dalam (lapisan dalam) atau lapisan tengah sebagai penguat yang
dapat melindungi bungkusan (Nurhudaya, 2011).
2. Polietilen (PE)
Polietilen dibuat dengan proses polimerisasi adisi dari gas etilen yang
diperoleh sebagai hasil samping industri arang dan minyak. Polietilen merupakan
jenis plastik yang paling banyak digunakan dalam industri karena sifat-sifatnya
yang mudah dibentuk, tahan terhadap berbagai bahan kimia, penampakannya
jernih dan mudah digunakan sebagai laminasi (Syarief et al., 1989).
Polietilen diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu High Density Polyethylene
(HDPE), Low Density Polyethylene (LDPE), dan Linear Low Density

8
Polyethylene (LLDPE). Plastik LDPE baik terhadap daya rentang, kekuatan retak,
ketahanan putus, dan mampu mempertahankan kestabilannya hingga di bawah
suhu -60 oC. Jenis plastik ini memiliki ketahanan yang baik terhadap air dan uap
air, namun kurang terhadap gas (Robertson, 1993). Briston et al. (1974) dikutip
dari (Azriani, 2006) menyatakan titik leleh dari plastik LDPE yaitu 85-87 oC.
Menurut Harrington et al. (1991) kemasan yang terbuat dari LDPE memiliki ciri
khas lembut, fleksibel dan mudah direntangkan, jernih, penahan uap air yang baik
namun bukan penahan oksigen yang baik, tidak menyebabkan aroma atau bau
terhadap makanan, serta mudah di-seal.
LLDPE mempunyai struktur yang sebanding dengan LDPE dan dibuat pada
tekanan rendah, perbedaannya tidak mempunyai rantai bercabang yang panjang.
Kelebihan LLDPE dibandingkan dengan LDPE adalah lebih tahan terhadap bahan
kimia, permukaan yang mengkilat, memiliki kekuatan yang lebih tinggi dan tahan
pecah karena tekanan (Robertson, 1993). Harington et al. (1991) menjelaskan
bahwa plastik LLDPE memiliki kekuatan dan seal yang sama dengan plastik
LDPE dan memiliki kekuatan dan kekerasan yang sama dengan plastik HDPE.
Polietilen dengan kepadatan tinggi (suhu dan tekanan rendah) (HDPE)
memberi perlindungan yang baik terhadap air dan meningkatkan stabilitas
terhadap panas (Buckle et al., 1987). Titik leleh plastik jenis ini yaitu 120-130 oC
(Briston et al., 1974). Menurut Robertson (1993), HDPE lebih tahan terhadap zat
kimia dibandingkan dengan LDPE, dan memiliki ketahan yang baik terhadap
minyak dan lemak (Azriani, 2006)
3. Polipropilen (PP)
Poliprepilen termasuk jenis olefin dan merupakan polimer dari propilen
dengan sifat utama ringan dan mudah dibentuk, kekuatan tarik lebih mudah
daripada polietilen, tidak mudah sobek sehingga mudah untuk penanganan dan
distribusi, tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak serta pada suhu tinggi akan
bereaksi dengan benzene, tolen, terpentin dan asam nitart (syarif et al., 1989).
Menurut Robertson (1993), polipropelin memiliki densitas yang lebih rendah (900
kg m-3) dan memiliki titik lunak lebih tinggi (140-150 oC) dibandingkan dengan
polietilen, transmisi uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tahan terhadap
lemak dan bahan kimia, tahan gores, dan stabil pada suhu tinggi, serta memiliki
kilap yang bagus dan kecerahan tinggi.
Polipropilen lebih kaku, kuat dan ringan daripada polietilen, serta stabil
terhadap suhu tinggi. Plastik polipropilen yang tidak mengkilap mempunyai daya
tahan yang cukup rendah terhadap suhu tetapi bukan penahan gas yang baik
(Buckle et al., 1987).
Untuk memperbaiki sifat-sifatnya, polipropelin dapat dimodifikasi menjadi
OPP (oriented polypropylene) jika dalam pembuatannya ditarik satu arah (Syarief
et al., 1989). Dijelaskan oleh Brown (1992) bahwa orientasi mengahsilkan
kemasan yang lebih kuat, lebih cerah dan meningkatkan ketahanan terhadap uap
air.

9
Tabel
Ketebalan
Jenis
Kemasan
(mm)
0.05
Aluminium
0.08
foil
0.1
0.03
PP
0.05
0.08

4 Karakteristik beberapa jenis kemasan
Densitas
Gramatur
WVTR*
3
3
(g/cm )
(g/cm )
(g/cm2/24 jam)
0.721
36.037
0.5749
1.058
84.617
0.1298
1.103
110.273
0.0768
83.685
71.380
41.320

O2TR**
(cc/m2/24 jam)
0.8492
0.2933
0.3199
792 429
1 258 803
679 188

*Temperatur = 37.8˚C, RHU = 100%
**Temperatur = 21˚C, RH = 55%
Sumber : BBKK (2009), diacu dalam Putro (2012)

Laju transmisi uap air atau water vapour transmission rate adalah jumlah
uap air yang melewati satu unit permukaan luas dari suatu bahan selama satu
satuan waktu pada kondisi suhu dan RH yang relatif konstan. Permeabilitas uap
air adalah laju transmisi uap air dibagi dengan perbedaan tekanan uap air antara
permukaan produk (Arfah, 2001) dikutip dari Putro (2012).
Tabel 5 Permeabilitas terhadap gas dan uap air dari beberapa jenis film plastik
Jenis Plastik
LDPE
HDPE
Nylon 6
PP
PVC
PCDC

Permeabilitas (cm3/cm2/mm/dt/cmHg) x 1010
N2
O2
CO2
H2O
19.00
55.00
352.00
800.00
2.70
10.60
35.00
130.00
0.10
0.380
1.60
7000.00
23.00
92.00
680.00
0.40
1.20
10.00
1560.00
0.0094
0.053
0.29
14.00

Sumber : Buckle, et al. (1987), diacu dalam Widowati (1993)

Penentuan Umur Simpan
Menurut Speigel (1992), penentuan umur simpan secara umum adalah
penangan suatu produk dalam suatu kondisi yang dikehendaki dan dipantau setiap
waktu sampai produk mengalami kerusakan. Umur simpan produk berkaitan
dengan kadar air kritis, suhu dan kelembaban (Nurcahyanti, 2005).
Aspek lain dari umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh komponen
material kemasan plastik untuk bermigrasi pada bahan makanan sampai batas
maksimal kadar yang dieperkenankan. Berbeda dengan kemasan metal dan gelas,
pada kemasan plastik dalam suhu kamar, senyawa dengan berat molekul kkevil
masuk ke dalam makanan secara bebas baik yang berasal dari aditif maaupun dari
plasticizers. Tergantung dari jenis plastik yang digunakan, migrasi zat-zat plastik,
monomer maupun zat-zat pembantu polimerisasi, dalam kadar tertentu dapat larut
ke dalam makanan padat atau cair, berminyak (non polar) maupun cairan tak
berminyak (polar) (Winarno, 1983) dikutip dari Nurcahyanti (2005).
Semakin panas bahan makanan yang dikemas, semakin tinggi peluang
terjadinya migrasi zat-zat plastik ke dalam makanan.
Sehingga, setiap
mengkonsumsi makanan tersebut, maka secara tidak sadar juga mengkonsumsi
zat-zat yang terimigrasi itu. Semakin lama makanan disimpan maka semakin

10
tinggi batas maksimum dilampaui. Oleh karena itu, keterangan batas ambang
waktu kadaluwarsa bagi produk yang dikemas dengan plastik perlu diberitahukan
secara jelas kepada konsumen (Nurcahyanti, 2005).
Penentun umur simpan dilakukan dengan mengamati produk selama
penyimpanan selama selang waktu tertentu sampai terjadi perubahan yang tidak
dapat diterima lagi oleh konsumen. Syarief dan Halid (1993), menyatakan bahwa
perubahan mutu makanan terutama dapat diketahui dari perubahan faktor mutu
tersebut, oleh karenanya dalam menentukan daya simpan suatu produk perlu
dilakukan pengukuran terhadap faktor mutu tersebut (Handayani, 1999).
Menurut Syarief et al. (1989) faktor-faktor yang memperngaruhi umur
simpan bahan pangan yang disimpan adalah sebagai berikut :
1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya
perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen dan kemungkinan
terjadinya perubahan kimia internal dan fisik.
2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume.
3. Kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat
bertahan selama transit dan sebelum digunakan.
4. Sifat keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau,
termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat.
Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan dua metode
yaitu metode Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies
(ASS). ESS atau yang sering disebut metode konvensional adalah penentuan
tanggal kadaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi
normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya
hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun
memerlukan yang lama dan analisa parameter yang relatif banyak. Metode ASS
menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi
penurunan mutu produk pangan. Kelebihan metode ini adalah waktu pengujian
yang relatif singkat, namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi.
Metode akselerasi pada dasarnya adalah meode kinetik yang disesuaikan
untuk produk-produk pangan tertentu. Model-model yang diterapkan pada
penelitian akselerasi ini menggunakan dua cara pendekatan yaitu : 1) Pendekatan
kadar air kritis dengan teori difusi, yaitu suatu cara pendektan yang diterpkan
untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai
kiteria kadaluwarsa dan 2) Pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan
Arrhenius, yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetia yang pada
umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan. Pada
penelitian ini akan menggunakan pendekatan semi empiris dengan bantuan
persamaan Arrhenius.
Model Arrhenius
Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu
makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai
senyawaan kimia akan semakin cepat. Oleh karena itu dalam menduga kecepatan
penurunan mutu makanan selama penyimpanan, faktor suhu harus selalu
diperhitungkan.

11
Dalam penyimpanan makanan, keadaan suhu ruangan penyimpanan
selayaknya dan keadaan tetap dari waktu ke waktu tetapi seringkali keadaan suhu
penyimpanan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Apabila keadaan suhu
penyimpanan tetap dari waktu ke waktu (atau dianggap tetap) maka perumusan
masalahnya sederhana, yaitu untuk menduga laju penurunan mutu cukup dengan
menggunakan persamaan Arrhenius (Syarief dan Halid, 1989).
Persamaan Arrhenius :
k = k0.e-Ea/RT
Keterangan :
k
=
k0 =
Ea =
R
=
T
=

……………………………………….. (1)

Konstanta penurunan mutu
Kontanta (tidak tergantung pada suhu)
Energi aktivasi (KJ/mol)
Konstanta gas (1.986 Kal/mol)
Suhu mutlak (K)

Persamaan di atas dapat diubah menjadi :
Ln k = ln k0 –(Ea / RT ) ……………………………………….. (2)
Maka akan diperoleh kurva berupa garis linier pada plot nilai ln k terhadap 1/T
dengan slope –Ea/R seperti pada Gambar .

Gambar 1 Grafik antara nilai ln k dan 1/T dalam persamaan Arrhenius
Menurut Syarief dan Halid (1989), semakin sederhana model yang
digunakan untuk menduga, maka biasanya semakin banyak asumsi yang dipakai.
Asumsi untuk penggunaan model Arrhenius ini misalnya adalah :
1. Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja.
2. Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu.
3. Proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat dari proses-proses
yang terjadi sebelumnya.
4. Suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap.
Faktor-faktor mutu yang sangat dipengaruhi oleh suhu misalnya adalah
tekstur pada buah-buahan, reaksi pencoklatan enzimatik, kadar vitamin C dan
lain-lain.

12
Nilai umur simpan dapat diketahui dengan memasukkan nilai perhitungan
ke dalam persamaan reaksi ordo nol atau satu. Menurut Labuza (1982), reaksi
kehilangan mutu pada makanan banyak dijelaskan oleh reaksi ordo nol dan satu,
sedikit yang dijelaskan oleh reaksi ordo lain.
Reaksi Ordo Nol
Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo nol
meliputi reaksi enzimatis, pencoklatan enzimatis dan oksidasi (Labuza, 1982).
Penurunan mutu ordo reaksi nol adalah penurunan mutu yang konstan. Kecepatan
penurunan mutu tersebut berlangsung tetap pada suhu konstan dan diGambarkan
dengan persamaan berikut :
-dA / dt = k

……………………………………….. (3)

Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi
terhadap persamaan :
A0

ʃ At dA = - 0 ʃ t k.dt

……………………………………….. (4)

Sehingga menjadi :
……………………………………….. (5)
At – A0 = - kt
dimana :
At = jumlah A pada awal waktu t
A0 = jumlah awal A
Reaksi Ordo Satu
Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo satu
meliputi : ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off-flavor (penyimpanan
flavor) oleh mikroba pada daging, ikan dan unggas, kerusakan vitamin, penurunan
mutu protein dan lain sebagainya (Labuza, 1982).
Persamaan reaksi ordo satu :
-dA / dt = k.A

……………………………………….. (6)

Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi
terhadap persamaan :
A0

ʃ At dA/A = - 0 ʃ t k.dt

……………………………………….. (7)

Sehingga menjadi :
ln At – ln A0 = - kt

……………………………………….. (8)

dimana :
At = jumlah A pada awal waktu t
A0 = jumlah awal A

13
Sebelum dilakukan perhitungan, terlebih dahulu ditentukan ordo reaksi yang
tepat yang memperlihatkan laju penurunan mutu dari masing-masing parameter
mutu. Ordo reaksi yang digunakan adalah ordo 0 dan ordo 1. Persamaan ordo 0
diperoleh dengan cara memplotkan data penurunan parameter di tiga suhu
penyimpanan pada sumbu y dalam skala linear dan umur simpan pada sumbu x
dalam skala linear. Sedangkan persamaan ordo 1 dieperoleh dengan cara
memplotkan data penurunan parameter di tiga suhu penyimpanan pada sumbu y
dalam skala logaritmik dan umur simpan pada sumbu x dalam skala linear.
Setelah itu, ditarik garis regresi dari ketiga plotting parameter dan suhu tersebut
sehingga diperoleh persamaan garis seperti persamaan (9).
y = kx + b
................................. (9)
selain persamaan garis, ditentukan juga koefisien regresinya (R2). Koefisien
regresi ini akan menentukan ordo reaksi mana yang paling mendekati laju raksi
penurunan mutu keripik ubi jalar dan keripik talas selama penyimpanan.
Kemudian, setelah ditentukan ordo reaksi yang akan digunakan, dihitung
nilai ln k dari setiap nilai k. Nilai ln k kemudian diplotkan pada sumbu y dalam
skala linear dan nilai 1/T pada sumbu x dalam skala linear. T adalah suhu
penyimpanan dalam satuan Kelvin. Setelah itu ditentukan garis regresinya, nilai
slope yang diperoleh merupakan nilai =Ea/RT dalam persamaan Arhenius dan
intersepnya berupa nilai ln k0. Dengan menggunakan rumus: k = k0.e-Ea/RT, akan
diperoleh nilai penurunan mutu (k) dari produk yang disimpan dalam kemasan
tertentu. Setelah itu, perhitungan umur simpan diselesaikan menggunakan
persamaan (10) atau (11).
t = (At - Ao)/k, untuk ordo 0 ..........................(10)
t = (ln Ao – ln At)/k, untuk ordo 1 ...............(11)
Umur Simpan dalam Kemasan untuk Produk Penggorengan Hampa
Penelitian umur simpan dalam kemasan untuk produk penggorengan hampa
sudah ada dilakukan oleh beberapa peneliti. Dalam penelitian Nurhudaya (2011)
tentang “Rekayasa Proses Penggorengan Vakum (Vaccum Frying) dan
Pengemasan Keripik Durian Mentawai” menggunakan tiga jenis kemasan yaitu
kemasan aluminium foil, PP, dan HDPE. Dari hasil penelitian, diperoleh
parameter kritis dari pendugaan umur simpan keripik durian yaitu kadar air.
Umur simpan keripik durian berdasarkan parameter kritis tersebut pada suhu
25˚C adalah 59 hari untuk keripik durian yang dikemas dengan aluminium foil, 15
hari untuk keripik durian yang dikemas dengan PP, dan 10 hari untuk keripik
durian yang dikemas dengan HDPE. Dalam penelitian selanjutnya Jati Sumarto
Putro (2012) tentang “Optimasi Proses Penggorengan Hampa dan Penyimpanan
Keripik Ikan Pepetek (Leiognathus sp.)” menggunakan dua jenis kemasan yaitu
kemasan aluminium foil dan PP. Dari hasil penelitian, berdasarkan perubahan
kadar air umur simpan keripik ikan pepetek antara 4-4.5 bulan untuk kemasan PP,
dan 4.9-5.1 untuk kemasan aluminium foil. Sedangkan umur simpan keripik
pepetek berdasarkan perubahan nilai TBA berkisar antara 6.1-6.3 bulan untuk
kemasan PP, dan 6.5-7.6 bulan untuk kemasan aluminium foil. Dari hasil
penelitian tersebut, penyimpanan dengan menggunakan kemasan aluminium foil
memberikan umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan kemasan PP dan
HDPE. Hal ini disebabkan karena kemasan aluminium foil memiliki sifat water

14
vapour transmission rate dan O2 transmission rate yang lebih rendah
dibandingkan kemasan PP dan HDPE.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa
Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai untuk
mendapatkan produk yang akan dikemas. Sementara itu, uji fisik dan organoleptik
produk yang dikemas dilakukan di Laboratorium Teknik Pengloahan Pangan dan
Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB. Waktu
pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan November 2012 hingga April 2013.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain :
1. Keripik Ubi Jalar dan Keripik Talas
Bahan baku yang akan digunakan dalam proses penelitian ini adalah
keripik ubi jalar dan keripik talas. Keripik yang digunakan merupakan keripik
dari hasil penggorengan hampa (Vaccum frying) dengan waktu dan suhu
penggorengan yang dianggap optimum.
2. Kemasan Plastik
Kemasan plastik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah high
density polyethilene (HDPE) ketebalan 25 µm, polypropilene (PP) ketebalan 80
µm, dan aluminium foil ketebalan 70 µm.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam pene