dapat diatasi dengan pemberian insulin dan obat-obat hipoglikemia namun hal ini belum
mampu mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut, sehingga diperlukan senyawa
antioksidan.
Dalam tubuh
terdapat antioksidan
endogen seperti
enzim glutathione peroxidase , namun jika jumlah
radikal bebas berlebih, maka dibutuhkan antioksidan dari luar untuk menetralkannya.
Antioksidan dapat mereduksi aktivitas enzim glukosa-6-fosfatase, dan fruktosa-1-6-
disfosfatase di hati tikus diabetes serta meningkatkan aktivitas enzim glukokinase
Shetti et al., 2012.
Untuk dapat dikembangkan menjadi obat herbal terstandar, maka ekstrak meniran
harus aman pada uji toksisitas praklinik baik jangka pendek akut dan jangka panjang.
Hasil uji ketoksikan akut ekstrak etanol meniran pada tikus termasuk dalam kategori
praktis tidak toksik LD
50
semu 15 gkgBB
Da’i dkk, 2014. Selain itu pada dosis 100 mgkgBB ekstrak meniran bersifat
nefroprotektif pada tikus diabetes Da’i, dkk., 2014
Hati merupakan salah satu organ yang dapat
digunakan untuk
mengevaluasi ketoksikan obat, karena hati merupakan
organ metabolisme yang penting dalam proses sintesis, penyimpanan, metabolisme
dan klirens banyak senyawa endogen Aslam dkk., 2003. Salah satu fungsi hati
adalah detoksifikasi, sehingga hati sangat rentan menjadi sasaran utama ketoksikan
suatu senyawa kimia Husada, 1991. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui apakah meniran bersifat tidak toksik pada hati jika digunakan dalam
jangka panjang.
2. KAJIAN LITERATUR
DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Salah satu uji yang termasuk uji ketoksikan tak khas adalah uji ketoksikan
subkronis yaitu
uji ketoksikan
suatu senyawa yang diberikan dengan dosis
berulang pada hewan uji tertentu selama kurang lebih tiga bulan. Uji ketoksikan
subkronis bertujuan untuk mengungkapkan berbagai efek toksik efek samping yang
terjadi bila suatu senyawa digunakan dalam jangka waktu tertentu dan untuk melihat
hubungan berbagai efek toksik dengan peringkat dosisnya. Pada dasarnya uji
ketoksikan subkronis meliput efek toksik wujud dan sifat sesuatu obat yang mungkin
timbul selama 10 masa hidup hewan uji yang pada akhirnya dapat disetarakan
dengan kejadian yang mungkin timbul ketika obat tersebut digunakan pada manusia
Donatus, 2001
Penelitian Bagalkotkar et.al, 2006 menunjukkan
bahwa herba
meniran mempunyai
berbagai aktivitas
seperti antihipertensi,
antilitik, anti-HIV
antihepatotoksik, dan antihepatitis B. Selain itu pada penelitian sebelumnya terbukti
bahwa meniran mempunyai efek antioksidan baik invitro Saraswati, 2012 maupun
invivo Surya, 2014. Efek antioksidan ini diharapkan
dapat digunakan
untuk mencegah komplikasi lebih lanjut pada
penderita diabetes melitus. Oleh karena itu perlu dilakukan uji ketoksikan subkronik
mengingat obat diabetes digunakan dalam jangka panjang. Berdasarkan penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa meniran mengandung zat phyllanthin, hypophylantin
dan corilagin yang mempunyai potensi hepatoprotektif
Sumardi, 2010.
Berdasarkan hal ini diduga ekstrak meniran bersifat tidak toksik pada fungsi hati jika
digunakan dalam jangka panjang.
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental,
menggunakan rancangan
penelitian acak lengkap pola searah. Adapun variabel dalam penelitian ini :
a. Variabel bebas : dosis ekstrak etanol herba meniran.
b. Variabel tergantung : aktivitas SGPT, SGOT, dan hasil histopatologi organ hati
tikus. c. Variabel terkendali : tikus galur, jenis
kelamin, berat badan, umur, makanan dan minuman, meniran waktu panen,
daerah pengambilan.
ISSN 2407-9189 University Research Colloquium 2015
137
Bahan utama:
Herba meniran Phyllanthus niruri L., etanol 96, reagen kit GPT-ALAT DSi,
GOT-ALAT DSi, formalin 10, NaCl fisiologis 0,9, aquadest.
Alat utama
Bejana maserasi, corong Buchner, rotary evaporator, waterbath, Sonifikator
Branson Spektrofotometer
UV-Vis StarDust FC15, Sentrifuse Minispin
Eppendorf, timbangan hewan uji Triple Beam Balance, micropipette Socorex,
vortex Thermoline Maxi Mix II, jarum peroral, jarum suntik Terumo, holder tikus,
alat-alat gelas dan seperangkat alat bedah.
Hewan uji
Tikus putih galur Sprague Dawley sehat, jenis kelamin betina dan jantan, berat
badan 150-200g, umur 2-3 bulan.
Tempat penelitian
Penelitian ini
dilakukan di
Laboratorium Farmakologi,
Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Sedangkan pembuatan preparat untuk pemeriksaan histopatologi organ hati
dilakukan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Jalannya penelitian
1. Pembuatan ekstrak etanol herba meniran Ekstrak
etanol meniran
dibuat dengan metode maserasi. Satu kilogram
simplisia herba meniran dimasukkan dalam bejana maserasi, kemudian ditambahkan
penyari etanol 96 sebanyak 7 Liter, ditutup dan dibiarkan selama 3 hari sambil sesekali
diaduk. Kemudian maserat disaring dengan corong
Buchner. Ampas
kemudian diremaserasi sebanyak 2 kali dengan jenis
dan jumlah pelarut yang sama. Maserat yang terkumpul
diuapkan dengan
rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.
2. Perlakuan pada hewan uji Sebelum penelitian berlangsung,
tikus diaklimatisasi terlebih dahulu selama 1 minggu. Sebanyak 36 ekor tikus sehat galur
Sprague Dawley yang terdiri dari 18 tikus jantan dan 18 tikus betina dibagi menjadi 3
kelompok yaitu : Kelompok I
: kontrol diberi aquadest 2,5 mL200gBB
Kelompok II :
diberi ekstrak
etanol meniran dosis 50 mgkgBB
Kelompok III : diberi
ekstrak etanol
meniran dosis 250 mgkgBB Perlakuan diberikan setiap hari satu kali
sehari selama 90 hari. Sampel darah diambil dari vena lateralis ekor tikus pada hari ke-0
dan hari 90. Darah ditampung di ependrof sebanyak kurang lebih 0,5 mL, kemudian
didiamkan
kurang lebih
20 menit,
disentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit dan didapatkan serum yang
berupa cairan bening supernatan. Serum selanjutnya diukur aktivitas SGPT dan
SGOT-nya, dan pada akhir penelitian hari ke-90
sebagian tikus
dikorbankan, selanjutnya diambil organ hati untuk
pemeriksaan histopatologi. 3. Penetapan aktivitas SGPT dan SGOT
Aktivitas SGPT
dan SGOT
ditetapkan secara
fotometri dengan
menggunakan Spektrofotometer UV. Pada analisis ini 100µL serum dimasukkan dalam
kuvet, kemudian ditambah 1000µL larutan monoreagen. Larutan monoreagen dibuat
dengan mencampurkan empat bagian reagen 1 R
1
dan satu bagian reagen 2 R
2
. Blangko yang digunakan adalah campuran
antara 100µL aquadest dengan 1000µL monoreagen. Kemudian antara serum dan
monoreagen dihomogenkan dengan vortex dan absorbansi dibaca terhadap blangko
pada menit 1, 2 dan 3 pada panjang gelombang 340 nm, suhu 37
o
C. Aktivitas SGPT dan SGOT dinyatakan dalam satuan
IUL. 4. Pembuatan dan pemeriksaan preparat
histopatologi sel-sel hati tikus Hati tikus dipotong kecil-kecil
dengan mikrotom setebal 3 mm kemudian difiksasi. Preparat dimasukkan dalam larutan
etanol secara bertingkat, berturut-turut etanol 50 selama 30 menit, etanol 90
University Research Colloquium 2015 ISSN 2407-9189
138
selama 30 menit, etanol mutlak selama 30 menit, masing-masing 2 kali perlakuan.
Selanjutnya preparat dimasukkan xylol- parafin, dimasukkan dalam oven selama 1
jam dalam suhu 60°C. Dipindahkan dalam parafin cair selama 1,5 jam dalam blok
preparat. Setelah dicetak, preparat dipotong setebal 5µm, dimasukkan xylol murni
selama 5 sampai 10 menit. Ambil preparat dan dimasukkan dalam etanol bergantian
berturut-turut 96, 90, 70, dan 50 masing-masing selama 10 menit, cuci
dengan air, baru kemudian dimasukkan dalam larutan eosin-alkohol selama 1 sampai
2 menit. Akhirnya preparat dikeringkan dalam suhu kamar dan ditutup dengan
kanada balsem serta obyek glass.
Hati tikus yang telah dibuat preparat dengan pengecatan hematoksilin-
eosin, diperiksa dibawah mikroskop sinar tampak. Pembuatan preparat histopatologi
sel-sel hati tikus dikerjakan di Fakultas Kedokteran Hewan UGM Yogyakarta.
Analisis data
Data aktivitas SGPT dan SGOT hari ke-0 dan 90 tiap kelompok diuji statistik
paired t test dengan taraf kepercayaan 95. Histopatologi
organ hati
kelompok perlakuan dibandingkan dengan kontrol.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN