yang tidak pernah dikenalnya, tidak pernah tahu program-programnya dan tidak pernah mengenal partai yang mengusungnya. Oleh sebab itu PNS
berusaha untuk mendapatkan informasi melalui media massa baik dengan membeli secara eceran, berlangganan ataupun membaca media yang
disediakan dikantornya. Mereka berusaha untuk memilih rubrik khusus yang membahas tentang pilkadal. Untuk media massa yang dipilih adalah media
massa lokal yaitu KH Suara Merdeka, KH Solo Pos dan KH Jawa pos Radar Solo. Disamping itu juga melalui internet. Kadang-kadang saja melalui radio
Solo Pos FM yang didalam mobil sambil berangkat bekerja. Dengan demikian PNS cukup mendapatka informasi yang lengkap tentang pilkada melalui media
massa baik media cetak maupun media audio visual terutama media massa lokal.
2. Perilaku Pemilih Melalui Pola Penggunaan Komunikasi Interpersonal.
Untuk mengetahui apakah dari media massa itu informasi dapat diperoleh secara lengkap dan jelas, kemudian mengenal wajah-wajah kandidat,
partai-partainya, program-programnya, dan pada gilirannya mendorongnya untuk memilih, berikut wawancara dengan pak T:
”Saya tahu tentang pilkada dari membaca koran, melihat TV, atau mendengarkan radio. Kalau itu belum cukup sering mencari di internet.
Tapi saya tetap belum merasa cukup untuk mengetahui lebih dalam atau dekat tentang calon-calonnya, programnya itupun kurang jelas,
kalau partainya ya saya tahu”. Wawancara bulan Agustus 2005.
Selanjutnya juga diakui oleh PNS lain yang kebetulan bertemu pada saat menghadiri perjamuan teman kerjanya, menyatakan bahwa:
”Memilih Kepala Daerah itu tidak cukup hanya percaya pada informasi dari koran. Saya itu tahu banyak tentang calon-calonnya, pribadinya,
kebiasaannya, kemampuannya justru dari teman-teman wedangan. Disitu sering membahas tentang pilkada langsung ini. Saya senang
barang kali pilihan saya itu tepat” Wawancara bulan Agustus 2005.
Dari beberapa pendapat mengenai informasi tentang pilkada dapat diambil kesimpulan bahwa figur kandidat yang sering dimunculkan di media
massa kurang memberikan informasi yang jelas. Biasanya hal ini dibahas atau dibicarakan lagi oleh masyarakat secara informal, dalam media-media informal
seperti pada saat mereka bertemu diacara hajatan, atau wedangan, atau saat jam-jam istirahat. Apalagi sebagai PNS dilarang mengikuti kegiatan-kegiatan
kampanye, kecuali dengan melihat di televisi atau mendengarkan radio. Berita-berita gencar mengenai pilkada semakin dekat dengan
pelaksanaan pilkada semakin deras mengalir dari berbagi media massa. Namun demikian hal tersebut hanya cukup untuk memberikan pengetahuan bagi
pemilih. Dari berita atau informasi media massa sering kali dibicarakan kembali pada kesmpatan-kesempatan yang lebih santai sehingga informasi
tersebut menjadi lebih jelas. Misalnya calon kandidat yang dulu adalah bekas pejabat yang pernah terlibat kasus korupsi, atau calon kandidat yang memiliki
program akan mencoba menertibkan hunian liar, membenahi pedagang kaki lima, atau calon kandidat yang memiliki program akan mengadakan reformasi
organisasi pemerintahan daerah secara besar-besaran, atau perilaku calon kandidat yang dikenal masyarakat jago judi dan jago mabok misalnya, dapat
mereka peroleh melalui pembicaraan dari PNS satu dengan lainnya atau dengan sesama teman ronda. Justru melalui media inilah PNS terpengaruh
untuk menentukan pilihannya karena informasi tentang calon kandidat dapat diketahui secara lengkap.
Lebih dari itu melalui komunikasi interpersonal ini PNS bisa saling memberikan saran, atau saling menanyakan tentang calon-calon yang paling
sesuai bagi PNS untuk dipilihnya. Dari hal inilah yang banyak mendorong PNS untuk menjatuhkan plihannya dengan harapan kandidat yang terpilih
adalah kandidat yang benar-benar mampu mengadakan perubahan ditubuh pemerintah kota kearah yang lebih menguntungkan bagi nasib PNS utamanya
karir yang selama ini selalu menjadi isu yang tetap menarik perhatian disemua kalangan masyarakat
BAB V SIMPULAN DAN SARAN