Pola Komunikasi Politisi Dalam Perilaku Korupsi Di Lembaga Legislatif ( Studi Kasus Pola Komunikasi Angelina Sondakh )

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi syarat meraih gelar

Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

DIDIK SETIAWAN NIM: 208051000024

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

Nama NIM Jurusan Fakultas

Alamat

Didik Setiawan

20805 100024

Komunikasi Penyiaran Islam

Dakwah Dan Komunikasi

Jl. Fatmawati Raya, Ds. Praguman Rt.03 Rw.05, Kec. Tuntang,

Kab. Semarang

-

Jawa Tengah.

MENYATAKAN DENGAN

SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Pola Komunikasi Politisi Dalam Perilaku

Korupsi

Di

Lembaga Legislatif

( Studi Kasus Pola Komunikasi

Angelina

Sondakh ) adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama

Pembimbing

: Rubiyanah, MA

NIP

:197308221998032001

Dengan surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan saya siap

menerima segala konsekuensinya apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil

karya sendiri.

Jakarta, 30 September 2014 Yang Menyatakan


(3)

Skripsi yang berjudul

poLA

KOMLTNIKASI POLITISI DALAM PERILAKU

KORITPSI

DI

LEMBAGA LEGISLATIF

(studi

Kasus

pola

Komunikasi

Angelina sondakh) telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas

Irmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Iakarta pada tangal

30

September 2014. Skripsi initelah diterima sebagai

salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Komunikasi dan

Penyiaran Islam.

J akarta, 30 Septemb er 2A I 4. Sidang Munaqasyah

KetuaMerangka ta

NIP" 61129200912

I

001 Penguji

i. MA NIP 97611292A0912 1 001

isMerangkapAnggota

Pembimbing

1983061020a9122A01

197108161

ffin

Rubivai

1973082


(4)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dalrwah dan IImu Komunikasi Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi syarat meraih gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

OIeh

DIDIK SETIAWAN NrM 208051000024

Di bawah bimbingano

2 001

JURUSAN

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN

ISLAM

F'AKULTAS

ILMU

DAKWAH DAN

ILMU

KOMUNIKASI

UNIVERSITAS

ISLAM NEGERI

SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(5)

ii

korupsi di Indonesia sekarang ini di lakukan dengan berbagai cara serta memiliki motif tersendiri dari cara bertransaksi dan berkomunikasi. Korupsi disebut sebagai extraordinary crime (kejahatan luar biasa), Sehingga menuntut penanganan yang luar biasa.

Salah satu kasus korupsi yang menggunakan berbagai strategi dan pola komunikasi di luar kebiasaan umum adalah kasus korupsi Angelina Sondakh. Pemakaian istilah-istilah tertentu yang memiliki tujuan agar orang lain tidak mengetahui dan tidak memahami maksud di balik istilah-istilah tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut maka pada kasus korupsi yang digunakan oleh Angelina Sondakh dalam melakukan tindak pidana korupsi di komisi X. Sehingga timbul pertanyaan Bagaimana pola Komunikasi yang di lakukan Angelina Sondakh dalam perilaku korupsi di lembaga Legislatif ?

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis dan studi kasus, bermaksud meneliti serta menemukan informasi yang seluas-luasnya dari observasi, wawancara maupun pengumpulan data secara komprehensif dengan tujuan memperoleh pemahaman secara mendalam.

Menguji teori Richard Fagen Pola komunikasi politik adalah suatu aktivitas komunikasi yang membawa konsekuensi-konsekuensi politik baik yang aktual maupun yang potensial di dalam suatu sistem politik yang ada. Menurut Teori konvergensi simbolik Dalam teori ini, Ernest G. Bormann (1990:106) mengartikan istilah konvergensi sebagai suatu cara dimana dunia simbolik pribadi dari dua atau lebih individu menjadi saling bertemu, saling mendekati kemudian saling berhimpitan. Sedangkan istilah simbolik sendiri terkait dengan kecenderungan manusia untuk memberikan penafsiran dan menanamkan makna kepada berbagai lambang, tanda, kejadian yang tengah dialami.

Peneliti menemukan bahwa jaringan komunikasi yang di gunakan oleh Angelina sondakh adalah jaringan komunikasi roda yaitu seorang pemimpin yang menjadi fokus perhatian. Ia dapat berhubungan dengan seluruh anggota kelompok, tetapi setiap anggota kelompok hanya dapat berhubungan dengan pemimpinnya. Pemakaian bahasa simbolik yang dilakukan oleh Angelina sondakh dalam melakukan tindak pidana korupsi dilakukan dengan memberikan makna simbolik terhadap kata atau bahasa. Sebagai contoh temuan peneliti dalam percakapan adalah “Tp apel washington ya bu” “1 kilo dulu ya bu. Krn stock ku habis. Diusahakan sebelum selesai istirahat sdh ada”. Dalam hal ini terbukti Angelina sondakh menjadi pemimpin atau otak yang mengatur bagaimana pola komunikasinya terhadap Mindo Rosalina manulang yang mengarahkan bahwa maksud dari apel Washington adalah uang dollar Amerika. Sehingga peneliti menilai komunikasi yang di gunakan Angelina soundakh cukup terstruktur, sistematis dan terorganisir.


(6)

iv

SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Dimulai dengan bacaan basmallah penulis memulai mengerjakan skripsi ini, dan diakhiri dengan bacaan hamdalah penulis mengakhiri penulisan skripsi ini.

Proses penulisan skripsi ini ternyata tidak semudah yang penulis bayangkan sebelumnya. Dalam perjalanannya, begitu banyak hal yang penulis belum tahu sebelumnya, penulis ketahui saat melakukan penulisan skripsi ini. Memang ilmu Allah Maha Luas, manusia hanya mengetahui sedikit dari kemahaluasan ilmu tersebut.

Rintangan dan ujian serta berkah yang ada saat penulis melakukan penulisan skripsi ini, alhamdulillah dapat penulis lalui. Begitu banyak pelajaran dan hikmah yang berharga yang penulis dapatkan.

Terdapat begitu banyak pihak yang membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Dalam lembar ini, penulis menghaturkan terima kasih kepada:

1. Dr. Arif Subhan, M.Ag., Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Rachmat Baihaky, MA Kajur Komunikasi Penyiaran Islam serta Ibu Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.


(7)

v

penulisan maupun pengetikan mungkin tidak ternilai harganya. Penulis hanya bisa berdoa, semoga apa yang Ibu berikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT, dan merupakan nilai ibadah di sisi-Nya.

4. Ibu Hj. Musfirah Nurlaili, MA. yang selalu memberikan semangat dan mengingatkan serta membantu segala informasi administrasi.

5. Orang tua penulis, Bapak Pariman yang menjadi motivasi serta semangat. Juga Ibu Samsiah yang selalu mendo’akan serta kakak Sri wati dan adik-adikku Gunarti dan Titik Safila yang selalu jadi penyemangat

6. Siti Aisyah S.Kom.i yang selalu mengingatkan selalu makan, sholat, kesehatan dan istirahat, sampai mana pengerjaanya dll. Serta selalu memberi semangat. 7. Bapak Marzuki Ali serta stafnya Bang Sony yang menyempatkan diri untuk kita

bisa selalu berdiskusi.

8. Pak Gun Gun Heriyanto yang, Ibu Selina Gita yang masih menyempatkan waktu untuk wawancara, serta Bapak Susno Duadji, Nanan Sukarna, Sri Rachma Candrawati, Hilaludin safari serta seluruh Tim Setara Institute for democrazy and peace yang menjadikan ispirasi.

9. Seluruh sahabat-sahabat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Fakultas Dakwah Dan Komunikasi (KOMFAKDA) serta para MABINKOM.


(8)

vi

11.Tim Lanscape Production, Mukti Setia, Rumah Koalisi, Perempuan Indonesia Hebat yang selalu menjadi sumber jaringan dan komunikasi.

Akhirnya, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kemajuan dan kesempurnaan skripsi ini. Penulis yakin bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Semoga skripsi ini dapat memberikan tambahan literatur yang berguna bagi semua pihak serta menambah khazanah keilmuan, khususnya bidang dakwah dan komunikasi.

Jakarta, 2 September 2014


(9)

vi

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan perumusan masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metodologi Penelitian ... 6

E. Sistematika penulisan ... 9

BAB II KERANGKA TEORI A. Komunikasi ... 10

1. Pengertian Komunikasi ... 10

2. Unsur-unsur Komunikasi ... 12

3. Pola Komunikasi ... 16

4. KomunikasiPolitik ... 29

5. Teori Konvergensi Simbolik ... 32

B. Korupsi ... 36

1. Pengertian Korupsi ... 36

2. Faktor-faktor Penyebab Korupsi ... 38


(10)

vii

B. Profil Pelaku Korupsi Angelina Sondakh ... 51

BAB IV KOMUNIKASI POLITISI DALAM MELAKUKAN

TINDAKAN KORUPSI

A. Pemakaian Istilah-Istilah tertentu dalam Kasus Korupsi Angelina Sondakh ... 55 1. Pemakaian Istilah tertentu dalam Kasus Korupsi Proyek

Universitas ... 55 2. Motif Pemakaian Istilah ... 68 B. Analisis... 75 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 83 B. Saran-saran ... 84 DAFTAR PUSTAKA ... 85


(11)

1 A. Latar Belakang Masalah

Perilaku korupsi di Indonesia sekarang ini banyak di lakukan dengan berbagai macam cara serta memiliki motif tersendiri dalam menjalankanya. Korupsi disebut sebagai extraordinary crime (kejahatan luar biasa), sehingga menuntut penanganan yang luar biasa. Mengingat para pelaku korupsi menggunakan berbagai cara, strategi, komunikasi, di luar kebiasaan masyarakat pada umumnya. Pemakaian istilah-istilah atau sandi-sandi tertentu untuk menyebut istilah tertentu, merupakan salah satu indikasi yang menunjukkan bahwa dalam perilaku korupsi, terdapat beberapa perilaku yang tidak biasa. Penggunaan komunikasi yang tidak biasa ini tentu ditujukan agar orang lain yang tidak terlibat dengan tindakan korupsi tersebut tidak mengetahui dan tidak memahami maksud di balik istilah-istilah tersebut.

Pembicaraan tentang korupsi seakan tidak ada putus-putusnya. Fenomena ini memang sangat menarik untuk dikaji, apalagi dalam situasi seperti sekarang ini, Dimana ada indikasi yang mencerminkan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah. Tuntutan akan pemerintahan yang bersih semakin keras, menyusul krisis ekonomi akhir-akhir ini. Hal ini sungguh masuk akal, sebab kekacauan ekonomi saat ini merupakan ekses dari buruknya kinerja pemerintahan di Indonesia dan praktek korupsi inilah yang menjadi akar masalah.1

1


(12)

Basrief Arief menyatakan bahwa meningkatnya aktivitas tindak pidana korupsi yang tidak terkendali, tidak saja akan berdampak terhadap kehidupan nasional, tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Oleh karena itu, tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Metode konvensional yang selama ini digunakan terbukti tidak bisa menyelesaikan persoalan korupsi yang ada di masyarakat, maka penanganannya pun juga harus menggunakan cara-cara luar biasa.2

Korupsi Berasal dari kata corruption dalam bahasa latin yang berarti kerusakan atau kebobrokan.3 Robert Klitgarrd, mendefinisikan korupsi sebagai perbuatan seseorang yang dilakukan secara tidak halal dengan meletakkan kepentingan pribadinya di atas kepentingan rakyat serta cita-cita, menurut sumpah akan dilayaninya, dengan ,menggunakan instrumen-instrumen kebijakan atau prosedur-prosedur sederhana, baik di sektor swasta maupun pemerintahan.4

Korupsi telah merayap dan menyelinap dalam berbagai bentuk, atau modus operandi sehingga menggerogoti keuangan negara, perekonomian negara dan merugikan kepentingan masyarakat.5 Berbagai kasus yang menimpa para penyelenggara negara (eksekutif) terkait korupsi, menjadi pertanda bahwa kasus korupsi sudah mulai menyebar dalam organ-organ

2

Basrief Arief, Korupsi dan Upaya Penegakan Hukum (Kapita Selekta), Jakarta: PT. Adika Remaja Indonesia: 2006, hal. 87

3

Elwi Danil, Korupsi: Konsep, tindak Pidana dan Pembahasannya, PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2011, hal.3

4

Robert Klidgard, Membasmi Korupsi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001, hal. xix

5

Andi Hamzah, Korupsi Di Indonesia Masalah dan Pemecahannya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991, hal. 2.


(13)

pemerintahan. Tidak terkecuali juga dengan lembaga-lembaga lainnya, seperti lembaga yudikatif dan legislatif.

Masyarakat pengguna bahasa korupsi tidak seperti masyarakat bahasa umumnya. Mereka tidak berada dalam satu wilayah geografis dan demografis tertentu atau berkumpul dalam komunitas. Pengguna bahasa korupsi bersifat individual, seolah-olah sulit dicari tapi ada di mana-mana. Karakteristik "bahasa korupsi" mencangkup keterlibatan aparat pemerintah, terkadang "menjual" nama pejabat, pintar bersandiwara, menggunakan aneka istilah, penuh kehati-hatian, kesantunan dalam berbahasa, menguasai aneka aturan, memanfaatkan insan media, berkaitan dengan momen tertentu.6

Menurut Gun Gun Heryanto, salah satu penyebab terpolanya tindakan korup di antara para politikus, karena memang mereka berpolitik dalam logika ekonomi. Mereka menginvestasikan uang yang luar biasa banyak, misalnya dalam Pencalegan, lantas mereka menjadikan jabatan yang mereka punya sebagai kerja pengembalian modal plus keuntungannya.7 Dengan kata lain, apa yang dilakukan oleh para politisi dalam tindak pidana korupsi tidak berbeda dengan pengusaha atau pedagang yang selalu berhitung untung rugi dalam setiap aktivitas ekonominya.

Dalam kasus korupsi yang menjerat Angelina Sondakh, pemakaian

istilah „apel Washington‟ dua pikulan untuk merujuk pada uang dolar

Amerika, serta penggunaan „apel malang‟ untuk merujuk uang rupiah

6

"Bahasa Korupsi" Gunakan Komunikasi Konteks Tinggi”, pikiran-rakyat.com, 23 Juli 2013, artikel diakses dari http://www.pikiran-rakyat.com/node/245032, diunduh pada tanggal 26 Juli 2013

7Korupsi, Buah Berpolitik dengan Logika Ekonomi”,

okezone.com, 23 April 2013, diakses

dari http://news.okezone.com/read/2013/04/23/339/796034/redirect, diunduh pada tanggal 28 Juli 2013


(14)

Indonesia, kini diketahui oleh masyarakat. Sebelum kasus ini terbongkar, tentu tidak banyak yang tahu maksud dari penggunaan istilah tersebut. Pemakaian istilah-istilah yang hanya dipakai oleh kalangan tertentu sudah berlangsung sejak lama dan terjadi di berbagai strata, golongan, dan profesi masyarakat. Seperti misalnya di kalangan pekerja salon, mahasiswa, dokter, arsitek, bahkan di kalangan para pencopet atau perampok. Mereka masing-masing memiliki istilah-istilah tersendiri dalam rangka untuk menjaga eksklusivitas dan kerahasiaan informasi yang mereka miliki.

Semasa orde baru korupsi dilakukan oleh orang-orang di sekitar pemegang kekuasaan. Kecenderungan sekarang melebar ke lembaga-lembaga legislatif dari tingkat daerah/kota propinsi hingga pusat, hampir semua jabatan memerlukan pengesahan dari legislatif sudah punya tarif.8

Dalam skripsi ini penulis bermaksud untuk meneliti fenomena pemakaian istilah-istilah tertentu dalam komunikasi para pelaku tindak pidana korupsi, dalam rangka untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang lebih mendalam. Dengan harapan, hal tersebut dapat dijadikan pelajaran dan pemahaman bagi penulis sendiri, serta masyarakat pada umumnya, terkait dengan pola komunikasi yang dipakai oleh para pelaku korupsi.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Pola Komunikasi Politisai Dalam Perilaku Korupsi Di Lembaga Legislative ( Studi Kasus Pola Komunikasi Angelina Sondakh)”.

8

Leden Marpaung, Tindak Pidana Korupsi Pemberantasan dan Pencegahan, Jakarta: Djambatan, 2001, h. 27


(15)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka masalah pada penelitian ini, Difokuskan hanya pada Pola Komunikasi Perilaku Korupsi Angelina Sondakh Di Lembaga Legislatif, dengan mengambil beberapa contoh unsur komunikasi simbolis di Komisi X Periode 2009-2014.

Mengingat begitu luasnya cakupan dan bidang-bidang yang ditangani oleh masing-masing komisi di DPR, dalam penelitian ini penulis membatasi lembaga legislatif pada Komisi X yang meliputi pendidikan, pemuda, olahraga, pariwisata, keseniaan dan kebudayaan terkait korupsi pembangunan sarana olahraga berupa Wisma Atlet di Palembang.

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, penelitian ini akan dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

Bagaimana Pola Komunikasi yang di lakukan Angelina sondakh dalam perilaku korupsi di lembaga Legislatif ?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui kasus korupsi yang memiliki pola komunikasi

simbolis.

b. Untuk mendapatkan gambaran, bagaimana komunikasi dilakukan di antara para pelaku korupsi di lembaga legislatif.

c. Untuk mengetahui motif penggunaan komunikasi tertentu dari Angelina sondakh dalam korupsi di lembaga legislatif.


(16)

2. Manfaat penelitian

Diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat memberikan manfaat, yaitu :

a. Sebagai pengetahuan bagi masyarakat secara umum, serta bagi penulis secara khusus tentang pola komunikasi perilaku korupsi Angelina soundakh di lembaga legislatif.

b. Untuk menambah wawasan tentang pola komunikasi, sehingga dapat berguna di kemudian hari.

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif-analitis, yaitu pengumpulan fakta melalui interprestasi yang tepat dan di tujukkan untuk mempelajari permasalahan yang timbul dalam masyarakat dan situasi tertentu.

Yang fungsinya untuk memberikan gambaran umum tentang data yang diperoleh dan menitik beratkan pada observasi serta suasana alamiah (natural setting), peneliti bertindak sebagai pengamat.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah pendekatan kualitatif dengan studi kasus, di mana penelitian kualitatif menekankan bahwa setiap temuan (sementara) dilandaskan pada data,


(17)

sehingga temuan itu semakin tersahihkan sebelum dinobatkan sebagai teori.9 Sementara Studi Kasus merupakan metode pengumpulan data secara komprehensif yang meliputi aspek fisik dan psikologis individu dengan tujuan memperoleh pemahaman secara mendalam. 3. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Sebuah pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian. Dalam subyek penelitian dengan cara meminta hasil putusan sidang Angelina Sondakh ke pengadilan Jakarta pusat.

b. Wawancara

Wawancara secara langsung dengan para informan yaitu Penulis melakukan wawancara dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat komisi X Selina Gita serta ketua DPR Marzuki Ali untuk mendapatkan gambaran dan pendapat mereka tentang perilaku korupsi yang ada di lembaga parlemen. Serta dengan Gun Gun Heriyanto sebagai informan ahli komunikasi politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mendapatkan data tambahan.

c. Dokumentasi

Dalam proses pengumpulan data penulis mengumpulkan data melalui catatan-catatan yang berkaitan dengan subjek penelitian. Dokumentasi ini penulis mengambil dari buku-buku, majalah-majalah, dan foto-foto yang penulis ambil saat observasi serta dokumen-dokumen atau arsip yang berisi data-data yang berkaitan dengan

9

A. Chaidar Alwasilah, Pokoknya Kualitatif; Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2002), Cet. Ke-1, hal. 102


(18)

subyek penelitian yang penulis dapat dari pengadilan negeri Jakarta pusat. Semua ini penulis lakukan demi memperkuat dan mendukung proses analisis data penelitian.

4. Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian di pada tanggal 04 Februari sampai 05 Juni 2014 bertempat di Rumah DPR RI Widya candra III/10 Jakarta saat melakukan wawancara kepada Marzuki Alie. Sedangkan pada saaat mewawancarai selina Gita di lakukan di Jl. Pondok Hijau II No. 2 RT 005 RW 013 Pondok Indah, Jakarta Selatan, pada tanggal 23 April 2014. Serta Gun Gun Heriyanto 05 Mei 2014 di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah.

5. Tehnik analisa data

Seluruh data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis dan di inpterprestasikan. Adapun metode yang di gunakan dalam menganalisa data, peneliti menggunakan analisis deskriptif yakni berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Dimana peneliti mengungkapkan data dan fakta yang apa adanya secara ilmiah tanpa sedikitpun mempengaruhi subjek ataupun objek penelitian. 6. Tehnik pengolahan data

Dalam pengolahan data, peneliti menggabungkan tiga proses pengumpulan data dengan mengolah data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi menjadi sebuah data yang bisa saling melengkapi sehingga dapat di deskriptifkan.


(19)

7. Teknik Penulisan

Dalam menyusun penelitian ini, penulis menggunakan pedoman penulisan karya ilmiyah yang berlaku di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Sistematika Penulisan

Dalam rangka untuk membuat penelitian ini lebih sistematis, penulis akan menyajikannya dengan sistematika sebagai berikut;

BAB I Pendahuluan. Dalam bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II Kerangka Teori. Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori-teori komunikasi yang berkaitan dengan tema penelitian. Adapun teori-teori yang dibahas adalah teori mengenai komunikasi dan teori mengenai korupsi.

BAB III Gambaran Singkat Lembaga Legislatif Komisi X dan pelaku korupsi. Dalam bab ini penulis akan menguraikan Profil Lembaga Legislatif Komisi X dan Profil pelaku korupsi.

BAB IV Hasil Penelitian. Dalam bab ini akan dianalisis Deskriptif Pola Komunikasi Organisasi yang dilakukan oleh Angelina Sondakh; Pola Komunikasi yang terjalin antara Angelina Sondakh dengan anggota yang di bawahnya menggunakan teori-teori yang sudah diajukan.

BAB V Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran. Pada bab ini penulis menyimpulkan seluruh data yang di peroleh dari penelitian dan menyampaikan saran.


(20)

10 A. Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris 'communication' berasal dari bahasa Latin 'communicatio', dan bersumber dari kata 'communis' yang berarti 'sama'. Sama di sini maksudnya adalah 'sama makna'.1

Komunikasi dalam bahasa Latin berasal dari kata Communicare, artinya berbicara, menyampaikan pesan, informasi, pikiran, perasaan, gagasan, dan pendapat yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dengan mengharapkan jawaban, tanggapan atau arus balik (feed back).2

Sedangkan menurut kata sifatnya communes, communis, berarti ihwal membagi kepentingan, keinginan, pengetahuan, dan gagasan. Jadi communicare berarti pula dua orang atau lebih atau sistem yang bertindak bersama, bertemu, berada bersama-sama baik secara langsung atau tatap muka maupun melalui media atau saluran tertentu untuk berkomunikasi antar pribadi membagi pengetahuan, pengalaman, pikiran, dan perasaan.3

Menurut istilah, pengertian komunikasi yang dipaparkan di atas sifatnya mendasar, dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Komunikasi

1

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek, (Bandung: Rosdakarya, 2001), Cet. Ke-14, h. 9

2

A. Muis, Komunikasi Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2001), h.35.

3


(21)

tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga harus persuasif agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain-lain.

Wilbur Schramm, seorang ahli komunikasi dalam karyanya,

“Communication Research In The United States.” Menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experience and meanings) yang pernah diperoleh komunikan.4

Di antara para ahli sosiologi, ahli psikologi dan ahli politik di Amerika Serikat, yang menaruh minat pada perkembangan komunikasi adalah Carl I. Hovland menyatakan bahwa komunikasi adalah “Suatu proses melalui seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau

membentuk perilaku orang lain (khalayak).”5

Lasswell mengatakan bahwa "Cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which channel To Whom With What Effect."6

Lalu berdasarkan paradigma Lasswell yang dikutip oleh Onong Uchjana, komunikasi adalah "Proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu".7

4

Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek, h. 13.

5

Sasa Djuarsa Sendjaja, dkk, Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999), h. 14.

6

Sasa Djuarsa Senjaya,Ilmu Komunikasi, h. 14

7


(22)

2. Unsur-Unsur Komunikasi

Dalam bahasan komunikasi, terdapat unsur-unsur komunikasi sebagai berikut:

Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat ditransformasikan secara efektif, maka komunikasi dapat terjadi kalau didukung oleh beberapa unsur yaitu adanya sumber, pesan, media, penerima, dan efek(feedback).8

a. Sumber (Source)

Sumber atau sering juga disebut pengirim (sender), penyandi (encoder), komunikator, pembicara (speaker) atau originator. Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi, sumber sebagai dasar yang digunakan dalam menyampaikan pesan dan digunakan dalam rangka memperkuat pesan tersebut, sumber bisa berupa orang, lembaga, perusahaan, buku dan dokumen.

8

Hafied Canggara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT. Rajawali Press, 2004, h. 21

Pesan Media

Efek

Umpan balik/feed back

Komunikator (sumber)

Komunikan (penerima)


(23)

b. Pesan (message)

Pesan adalah sesuatu yang dikomunikasikan atau disampaikan oleh pengirim (sumber) kepada penerima baik secara langsung ataupun tidak langsung. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan atau non verbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud dari pengirim. Pesan terdiri dari beberapa bentuk yaitu:

1) Informatif; pesan ini bersifat memberikan keterangan-keterangan yang kemudian dapat diambil kesimpulan dan keputusan oleh komunikan.

2) Persuasif; yaitu pesan yang bersifat bujukan yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan perubahan sikap (tanpa paksaan).

3) Instruktif/Koersif; yaitu pesan yang bersifat memaksa dengan menggunakan sangsi-sangsi apabila tidak dilakukan9.

c. Media (channel)

Media atau saluran adalah alat untuk memindahkan atau menyampaikan pesan dari sumber kepada penerima. Saluran boleh jadi merujuk pada bentuk pesan yang disampaikan kepada penerima, apakah saluran verbal atau non verbal. Pada dasarnya saluran komunikasi manusia adalah dua saluran yakni cahaya dan suara, meskipun kita bisa juga menggunakan kelima indera kita untuk menerima pesan dari orang lain. Saluran juga merujuk pada cara


(24)

penyajian pesan, apakah langsung (tatap muka) atau lewat media cetak (surat kabar, majalah) atau media elektronik (radio, televisi, telegram, telepon). Pengirim pesan akan memilih saluran itu, tergantung pada situasi, tujuan yang dikehendaki atau ingin dicapai dan jumlah penerima pesan yang dihadapi komunikasi. Selain itu, media komunikasi ada yang melalui telepon, surat kabar, spanduk, billboard, telegram, dan lain lain.

d. Penerima (receiver)

Penerima atau sering juga disebut sasaran atau tujuan (destination), komunikate, penyandi balik (decoder) atau khalayak (audience), pendengar (listener), penafsir (interpreter), yakni pihak yang menjadi sasaran atau penerima pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa juga terdiri dari satu orang atau lebih. Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi, karena ia sebagai sasaran komunikasi. Sebagai prinsip komunikasi seorang komunikator harus terlebih dahulu mengenal komunikan (penerima pesan). Karena mengetahui dan memahami karakteristik komunikan berarti suatu peluang untuk mencapai keberhasilan berkomunikasi telah terbuka.10 e. Umpan balik (feedback)

Umpan balik atau yang sering disebut efek adalah hasil akhir suatu komunikasi yakni apakah penerima pesan tersebut menjadi bertambah pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), terhibur,


(25)

perubahan sikap, perubahan keyakinan, dan perubahan prilaku. Efek, menurut Deddy Mulyana adalah apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), terhibur, perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan keyakinan, perubahan perilaku (dari tidak bersedia membeli barang yang ditawarkan menjadi bersedia membelinya, atau dari tidak bersedia memilih partai politik tertentu menjadi bersedia memilihnya dalam pemilu), dan sebagainya.11

Efek ini dapat dilihat dari tiga pendapat; Pertama, personal opinion, yakni sikap dan pendapat pribadi terhadap sesuatu masalah tertentu. Kedua, public opinion (pendapat umum) maksudnya adalah penelitian sosial mengenai suatu hal yang penting dan berarti atas dasar pertukaran pikiran yang dilakukan individu secara sadar dan rasional. Ketiga, mayority opinion, yaitu sebagai suatu pendapat dari publik.

Jadi, dalam berkomunikasi unsur-unsur tersebut sangat berperan penting. Apabila ada salah satu unsur yang tidak terpenuhi, maka komunikasi tidak akan terjadi. Sebab dari unsur-unsur tersebut saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Yang jelas komunikasi harus mengetahui atau menguasai keadaan, waktu, tempat dan lingkungannya.

11

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi; Suatu Pengatar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. Ke-8, h. 71


(26)

Saat semua unsur komunikasi tersebut di atas dapat dipenuhi, maka komunikasi yang tercipta akan terlakasana dan dapat diterima baik oleh yang memberi informasi maupun yang menerima informasi.

"Komunikasi ialah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media".12 Komunikasi dapat digolongkan dalam empat bentuk, yaitu: personal, kelompok, massa dan komunikasi massa.13

3. Pola Komunikasi

Dalam hal ini penulis menfokuskan pada pola komunikasi organisasi. Pola Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005).14 Komunikasi Organisasi di bagi menjadi dua pola model komunikasi yaitu :

a. Komunikasi Organisasi formal

Komunikasi Organisasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. 15

12

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h.5.

13

Effendy, Ilmu Komunikasi, h. 7.

14

Miftah Thoha, Perilaku Organisasi, 1996

15


(27)

b. Komunikasi Organisasi informal

Komunikasi Organisasi Informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.

Komunikasi Organisasi di bagi menjadi dua pola model komunikasi yaitu :

4. Gaya komunikasi Organisasi

Didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antar pribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver). Enam gaya komunikasi menurut Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss.16

a. The Controlling style

Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications. Pihak-pihak yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya

16


(28)

mereka untuk berharap pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.17

b. The Equalitarian style

Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah. Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama. The equalitarian style ini akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks. 18

17

Miftah Thoha, Perilaku Organisasi, ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya,1996), h.121

18

http://terismon85blog.blogspot.com/2011/04/pentingnya-komunikasi-dalam-organisasi.html Onong Uchyana Effendi, Dimensi-Dimensi Komunikasi, 2001


(29)

c. The Structuring style

Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut.19

d. The Dynamic style

Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan ( action-oriented). The dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga (salesmen atau saleswomen).

Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah mestimulasi atau merangsang pekerja/karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik. Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.20

19

Applbaum, Ronald L, Charles E. Merril, 1974, Strategies for Persuasive

Communication, , (Columbus, Ohio: Publishing Company, 1974), h. 33

20


(30)

e. The Relinguishing style

Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.

Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.21

f. The Withdrawal style

Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.22

5. Hambatan-Hambatan Terhadap Komunikasi yang Efektif Di Dalam Organisasi.

a. Hambatan Teknis

Keterbatasan fasilitas dan peralatan komunikasi. Dari sisi teknologi, semakin berkurang dengan adanya temuan baru

21

Ibid, hal. 36

22


(31)

dibidang kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, sehingga saluran komunikasi dapat diandalkan dan efesien sebagai media komunikasi.

Menurut Cruden dan Sherman dalam bukunya Personel Management, 1976, jenis hambatan teknis dari komunikasi. Tidak adanya rencana atau prosedur kerja yang jelas, Kurangnya informasi atau penjelasan, Kurangnya ketrampilan membaca, Pemilihan media (saluran) yang kurang tepat.

b. Hambatan Semantik

Gangguan semantik menjadi hambatan dalam proses penyampaian pengertian atau idea secara secara efektif. Definisi semantik sebagai studi atas pengertian, yang diungkapkan lewat bahasa. Kata-kata membantu proses pertukaran timbal balik arti dan pengertian (komunikator dan komunikan), tetapi seringkali proses penafsirannya keliru. Tidak adaya hubungan antara Simbol (kata) dan apa yang disimbolkan (arti atau penafsiran), dapat mengakibatkan kata yang dipakai ditafsirkan sangat berbeda dari apa yang dimaksudkan sebenarnya. Untuk menghindari mis komunikasi semacam ini, seorang komunikator harus memilih kata-kata yang tepat sesuai dengan karakteristik komunikannya, dan melihat kemungkinan penafsiran terhadap kata-kata yang dipakainya.23

23


(32)

c. Hambatan Manusiawi

Terjadi karena adanya faktor, emosi dan prasangka pribadi, persepsi, kecakapan atau ketidakcakapan, kemampuan atau ketidakmampuan alat-alat panca indera seseorang

6. Model Komunikasi dalam Organisasi Terdiri tiga bagian penting yaitu :

1) Pengirim 2) Pesan 3) Penerima

Model ini menunjukkan 3 unsur esensi komunikasi. Bila salah satu unsur hilang, komunikasi tidak dapat berlangsung. Sebagai contoh seorang dapat mengirimkan pesan, tetapi bila tidak ada yang menerima atau yang mendengar, komunikasi tidak akan terjadi. Model komunikasi yang terperinci, dengan unsur-unsur penting dalam suatu organisasi yaitu :

1) Sumber mempunyai gagasan, pemikiran atau kesan yang diterjemahkan atau disandikan ke dalam kata-kata dan symbol-simbol.

2) Disampaikan atau dikirimkan sebagai pesan kepada penerima, penerima menangkap symbol-simbol diterjemahkan kembali atau diartikan kembali menjadi suatu gagasan.

3) Mengirimkan berbagai bentuk umpan balik kepada pengirim. Sumber (source) atau pengirim mengendalikan berbagai pesan


(33)

yang dikirim, susunan yang digunakan, dan saluran mana yang akan digunakan untuk mengirim pesan tersebut. Mengubah pesan ke dalam berbagai bentuk simbo-simbol verbal atau nonverbal yang mampu memindahkan pengertian, seperti kata-kata percakapan atau tulisan, angka, dan lain sebagainya. 24

7. Struktur jaringan komunikasi

Salah satu faktor yang memengaruhi faktor situasional adalah jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi dibagi menjadi lima aitu bentuk roda, rantai, Y, lingkaran dan bintang seperti pada gambar di bawah ini :

.

1) Struktur lingkaran

Struktur lingkaran tidak memiliki pemimpin. Semua anggota posisinya sama. Mereka memiliki wewenang atau kekuatan yang sama untuk mempengaruhi kelompok. Setiap anggota bisa berkomunikasi dengan dua anggota lain di sisinya.25

24

Dalam Harsono Suwadi, Peranan Pers dalam Politik di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993),h.28

25


(34)

2) Struktur roda

Struktur roda memiliki pemimpin yang jelas, yaitu yang posisinya di pusa. Orang ini merupakan satu-satunya yang dapat mengirim dan menerima pesan dari semua anggota. Oleh karena itu, jika seorang anggota ingin berkomunikasi dengan anggota lain, maka pesannya harus disampaikan melalui pemimpinnya.

3) Struktur Y

Struktur Y relatif kurang tersentralisasi dibanding struktur roda, tetapi lebih tersentralisasi dibanding dengan pola lainnya. Pada struktur Y juga terdapat pemimpin yang jelas. Tetapi satu anggota lain berperan sebagai pemimpin kedua. Anggota ini dan mengirimkan dan menerima pesan dari dua orang lainnya. Ketiga anggota lainnya komunikasinya terbatas hanya dengan satu orang lainnya.26

4) Struktur rantai

Struktur rantai sama dengan struktur lingkaran kecuali bahwa para anggota yang paling ujung hanya dapat berkomunikasi dengan satu orang saja. Keadaan terpusat juga terdapat disini. Orang yang berada di posisi tengah lebih berperan sebagai pemimpin daripada mereka yang berada di posisis lain.

5) Struktur semua saluran

Struktur semua saluran atau pola bintang hampir sama dengan struktur lingkaran dalam arti semua anggota adalah sama dan

26

Harsono Suwadi, Peranan Pers dalam Politik di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993),h. 32


(35)

semuanya juga memiliki kekuatan yang sama untuk mempengaruhi anggota lainnya. Akan tetapi, dalam struktur semua saluran, setiap anggota bisa berkomunikasi dengan setiap anggota lainnya. Pola ini memungkinkan adanya partisipasi anggota secara optimum.27

8. Arus Komunikasi Organisasi

Pembahasan mengenai komunikasi dalam organisasi dalam bentuk arah arus informasinya sangat penting. Komunikasi ke atas dan ke bawah (sering disebut vertikal) dan komunikasi lateral barangkali merupakan yang paling penting. Di samping itu, kita akan melihat pada informasi samar dan juga pada sebab dan akibat adanya kepadatan informasi.

a. Komunikasi ke atas

Komunikasi ke atas merupakan pesan yang dikirim dari tingkat hirarki yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi-misalnya, para pelaksana ke manajernya, atau dari para dosen ke

dekan fakultas. Jenis komunikasi ini biasanya mencakup (1) kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan, (2) masalah yang

berkaitan dengan pekerjaan dan pertanyaan yang belum terjawab, (3) berbagai gagasan untuk perubahan dan saran-saran perbaikan; dan (4) perasaan yang berkaitan dengan pekerjaan mengenai organisasi, pekerjaan itu sendiri, pekerjaan lainnya, dan masalah lain yang serupa. Komunikasi ke atas sangat penting untuk mempertahankan dan bagi pertumbuhan organisasi. Komunikasi

27

Harsono Suwadi, Peranan Pers dalam Politik di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993),h. 32


(36)

itu memberikan manajemen umpan balik yang diperlukan mengenai semangat kerja para karyawannya dan berbagai ketidakpuasan yang mungkin. Komunikasi itu juga membuat bawahan memiliki rasa memiliki dan merasa sebagai bagian dari organisasi. Di samping itu juga memungkinkan manajemen memiliki kesempatan untuk memperoleh berbagai gagasan baru dari para pegawainya.28

Masalah tentang komunikasi ke atas di samping penting bagi organisasi, komunikasi atas itu sulit dikendalikan. Salah satu masalahnya adalah pesan yang mengalir ke atas seringkali merupakan pesan yang perlu di dengar oleh hirarki yang lebih tinggi lagi. Para pekerja seringkali enggan mengirim pesan yang negatif karena merasa khawatir mereka dianggap sebagai biang keladi.

b. Komunikasi ke bawah

Komunikasi ke bawah merupakan pesan yang dikirim dari tingkat hirarki yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah. Sebagai contoh, pesan yang dikirim oleh manajer kepada karyawannya atau dari dekan fakultas kepada para dosennya adalah komunikasi ke bawah. Perintah seringkali merupakan contoh jelas

untuk komunikasi ke bawah:”Ketik surat ini rangkap dua,” “Kirim

barang ini sebelum tengah hari.” Tulis kopi iklan ini,” dan sebagainya.

28

Dalam Harsono Suwadi, Peranan Pers dalam Politik di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), h. 34


(37)

Masalah tentang komunikasi ke bawah Manajemen dan karyawan seringkali berbicara dengan bahasa yang berbeda. Banyak manajer yang tidak mengetahui bagaimana agar pesan mereka dapatdipahami oleh karyawannya. Misalnya saja, kebanyakan manajer memilki pendidikan yang lebih tinggi dan banyak bahasa teknis mengenai bisnis daipada para karyawannya.29 c. Komunikasi lateral

Komunikasi lateral adalah pesasn antara sesama-manajer ke manajer, karyawan ke karyawan. Pesan semacam ini bisa bergerak di bagian yang sama di dalam organisasi atau mengalir antar bagian. Komunikasi lateral merupakan komunikasi yang terjadi antara dua dosen sejarah di perguruan tinggi yang sama. Juga bisa merupakan komunikasi antara dua dosen psikologi di dua universitas yang berbeda.30

Masalah pada komunikasi lateral Salah satu masalah yang jelas pada komunikasi lateral adalah bahasa yang khusus yang dikembangkan oleh divisi tertentu di dalam organisasi. Bahasa semacam itu seringkali sulit dipahami oleh penerima pesan. Untuk bisa berkomunikasi dengan psikolog misalnya, maka perlu berbicara dengan bahasa psikologi- untuk mengetahui arti dari beberapa istilah seperti skedul, pemantapan, egoisme, katarsis, STM, dan asosiasi bebas.

29

Harsono Suwadi, Peranan Pers dalam Politik di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993),h. 35

30

Harsono Suwadi, Peranan Pers dalam Politik di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), h.36


(38)

d. Kabar burung

Menurut ahli organisasi, John Baird (1977), meskipun kabar burung merupakan bagian dari komunikasi informal dalam setiap organisasi besar, jenis komunikasi itu jangan digunakan terlalu sering seperti folklore yang sudah biasa kita ketahui. Biasanya kabar burung tidak terjadi pada iklim yang stabil. Perubahan dan ketidakjelasan mendorong timbulnya kabar burung. Bagaimanapun juga tidaklah mengherankan apabila jenis komunikasi ini menghasilkan ketepatan informasi yang tinggi.31

e. Kepadatan informasi

Sekarang ini, dengan kecanggihan teknologi, kepadatan informasi merupakan salah satu masalah kita yang terbesar. Informasi dikembangkan dengan kecepatan tinggi sehingga sulit untuk diikuti semuanya dan dianggap relevan untuk satu jenis pekerjaan tertentu. Dengan kadar yang berbeda-beda setiap orang harus mampu menyeleksi informasi tertentu dan menganggap informasi lain tidak penting. Kepadatan informasi tampaknya sudah menjalar di semua organisasi. Dan sudah barang tentu, inilah penyebab mengapa begitu banyak organisasi yang mengunakan komputer untuk mengatasinya. Dengan menaruh apa saja ke dalam komputer memang relati mudah dan efisien untuk mengatasi kecepatan informasi. Tetapi cara itu tidak merupakan jawaban untuk semuanya. Beberapa kerja manusia masih diperlukan untuk

31

Harsono Suwadi, Peranan Pers dalam Politik di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993),h. 38


(39)

mengerjakan informasi-sekurang-kurangnya biasanya demikian. Dan dalam kondisi informasi yang terlalu padat, maka kesalahan sudah biasa terjadi, hanya karena seseorang tidak bisa menyediakan waktu yang dibutuhkan untuk segalanya. Semakin kita sibuk, semakin banyak kesalahan yang kita buat. Di samping itu masih banyak lagi penundaan antara pengiriman pesan dengan pelaksanaan tindakan yang diperlukan, dan penundaan itu merupakan hal yang tidak efisien dan menelan biaya bagi organisasi.32

9. Komunikasi Politik

Bertolak dari konsp komunikasi dan konsep politik yang telah diuraikan pada bagian awal, maka upaya untuk mendekati pengertian apa yang dimaksud komunikasi politik.

Menurut Richard Fagen komunikasi politik adalah suatu aktivitas komunikasi yang membawa konsekuensi-konsekuensi politik baik yang aktual maupun yang potensial di dalam suatu sistem politik yang ada.33 Fugen mengatakan bahwa konsekuensi politik merupakan syarat komunikasi itu dapat dikatakan sebagai komunikasi politik. 34

Sedangkan Arangruen menyebutkan bahwa komunikasi politik tidak lain adalah suatu penyampaian pesan-pesan politik (terutama pesan-pesan

32

Harsono Suwadi, Peranan Pers dalam Politik di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), h. 42

33

Harsono Suwadi, Peranan Pers dalam Politik di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), h. 44

34

Michael Rush & Philip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, terj. (Jakarta: Rajawali Press, 2003), h. 254


(40)

yang dilambangkan dengan menggunakan bahasa dalam arti yang luas) dari suatu sumber kepada sejumlah sasaran dengan tujuan yang pasti.35 Pendapat Arangruen mengenai pesan-pesan politik yang disampaikan dalam komunikasi adalah pesan-pesan politik yang berbentuk lambang atau simbol, seperti lagu, bendera, perilaku. Arangruen juga menambahkan komunikasi akan memiliki arti politik bila pesan yang disampaikan memiliki makna politik seperti negara, kekuasaan, jabatan politik.

Menurut A. Muis, komunikasi politik adalah:

Segala macam komunikasi yang digunakan oleh lembaga kekuasaan, lembaga legislatif, lembaga hukum, lembaga politik, lembaga masyarakat, lembaga ekonomi, atau kelompok pelaku ekonomi besar (pressure group) dan lembaga komunikasi massa untuk mengontrol, menguasai, atau mengatur masyarakat dan negara. Dalam pengertian lain, komunikasi politik kurang lebih sama implikasinya dengan artikulasi politik sebab ada pengertian tindakan atau cara melakukan politik secara bersama-sama.36

Dan Nimmo menjelaskan bahwa komunikasi politik adalah (kegiatan) komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasarkan frekuensi-frekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia di dalam kondisi-kondisi konflik.37

Terkait bahasa, Burke memandang setiap kata selalu bersifat emosional dan tidak pernah netral. Maksudnya, setiap sikap, putusan, dan perasaan kita selalu terdapat dalam bahasa yang kita gunakan. Untuk memahami ini, kita perlu menilik konsep Burke tentang rasa bersalah

35

Harsono Suwadi, Peranan Pers dalam Politik di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), h. 43

36

A. Muis, Titian Jalan Demokrasi: Peranan Kebebasan Pers untuk Budaya Komunikasi

Politik, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2000), h. xiv

37


(41)

(guilt), yaitu perasaan dan tekanan yang terdapat pada diri seseorang akibat penggunaan simbol, misalnya kegelisahan, benci diri sendiri ( self-hatred), dan kebencian.

Menurut Burke, guilt diakibatkan oleh tiga hal, yaitu (1) negatif, rasa bersalah dalam hal ini dipandang sebagai akibat dari mengikuti peraturan yang bertentangan dengan aturan lain; (2) prinsip perfeksi, dalam hal ini rasa bersalah dihasilkan dari ketidaksesuaian antara yang ideal dengan kenyataan; dan (3) prinsip hierarkis, dalam hal ini rasa bersalah merupakan hasil dari persaingan dan perbedaan yang pada akhirnya membentuk sebuah hirarki. Seluruh tindakan dan komunikasi, menurut Burke, didasari oleh guilt, yaitu untuk mengusir rasa bersalah..38

Lebih jauh, dalam menjelaskan komunikasi, Burke menggunakan beberapa istilah yang bersinonim, yaitu konsubstansialitas (consubstantiality), identifikasi (identification), persuasi (persuasion), komunikasi (communication), dan retorika (rethoric). Konsubstansialitas menyatakan makna substansi yang dibagi bersama antarindividu dalam masyarakat, sedangkan identifikasi, lawan dari pembedaan (division), menyatakan peningkatan pemahaman yang bermaksud persuasi dan atau komunikasi yang efektif.

Burke selanjutnya membedakan tiga macam identifikasi, yaitu (1) identifikasi material, merupakan hasil dari abstraksi yang meliputi, misalnya, benda, kebutuhan, dan kepemilikan yang terwujud dalam hal,

38

Littlejohn, Stephen W,. 2002. Theories of Human Communication (edisi ketujuh). Belmont: Thomson Learning, terj. (Jakarta: Rajawali Press, 2004), h. 254


(42)

seperti memiliki mobil yang sama; (2) identifikasi idealistik, merupakan hasil dari abstraksi yang meliputi, misalnya, nilai, sikap, perasaan, dan ide yang terwujud dalam hal, seperti menjadi anggota organisasi yang sama; dan (3) identifikasi formal, merupakan hasil dari abstraksi yang berasal dari pemaknaan peristiwa yang menempatkan kelompok-kelompok tertentu dalam pihak tertentu. Lebih singkat, menurut Burke komunikasi lebih sukses jika identifikasi lebih besar dari divisi. Komunikasi yang sukses dapat dilakukan dengan strategi, dalam hal ini berarti retorika, yang memiliki jumlah hampir tak terbatas.39

10.Konvergensi Simbolik

Dalam Teori Konvergensi Simbolik Ernest G. Bormann menyatakan bahwa teori konvergensi simbolik adalah teori umum (general theory) yang mengupas tentang fenomena pertukaran pesan yang memunculkan kesadaran kelompok yang beimplikasi pada hadirnya makna, motif dan perasaan bersama (Hirokawa dan Poole, 1986; 219). Penjelasan Ernest G. Bormann di atas tampaknya masih agak sukar dicerna, tapi maksudnya sederhana saja yakni teori ini berusaha menerangkan bagaimana orang-orang secara kolektif membangun kesadaran simbolik bersama melalui suatu proses pertukaran pesan. Kesadaran simbolik yang terbangun dalam proses tersebut kemudian menyediakan semacam makna, emosi, dan motif untuk bertindak bagi orang-orang atau kumpulan orang yang terlibat didalamnya. Sekumpulan individu ini dapat berasal dari kelompok orang yang telah saling

39

Littlejohn, Stephen W,. 2002. Theories of Human Communication (edisi ketujuh). Belmont: Thomson Learning, terj. (Jakarta: Rajawali Press, 2004), h. 144-162


(43)

mengenal dan berinteraksi dalam waktu yang relatif lama atau orang-orang yang tidak saling mengenal dan memiliki cara berbeda dalam menafsirkan lambang yang digunakan tapi mereka kemudian saling berkomunikasi sehingga terjadi konvergensi yang pada gilirannya menciptakan realitas simbolik bersama. Dengan demikian proses konvergensi dapat muncul bukan hanya dalam kelompok kecil yang relatif saling mengenal, tapi juga dapat terjadi dalam rapat akbar, atau saat seseorang mendengarkan ceramah atau ketika kita menikmati film dan iklan politik ditelevisi.

Dalam teori ini, Ernest G. Bormann (1990:106) mengartikan istilah konvergensi (convergence) sebagai suatu cara dimana dunia simbolik pribadi dari dua atau lebih individu menjadi saling bertemu, saling mendekati satu sama lain atau kemudian saling berhimpitan (the way in which the private symbolic worlds of two or more people begin come together or overlap). Sedangkan istilah simbolik sendiri terkait dengan kecenderungan manusia untuk memberikan penafsiran dan menanamkan makna kepada berbagai lambang, tanda, kejadian yang tengah dialami, atau bahkan tindakan yang dilakukan manusia (Bormann, 1986: 221). Dalam kaitan ini Ernest G. Bormann juga menyatakan bahwa manusia adalah symbol-users dalam arti bahwa manusia menggunakan symbol dalam komunikasi secara umum dan dalam storytelling (bercerita). Lewat simbol-simbol inilah manusia saling mempertemukan pikiran mereka.40

40

Littlejohn, Stephen W,. 2002. Theories of Human Communication (edisi ketujuh). Belmont: Thomson Learning, terj. (Jakarta: Rajawali Press, 2004), h.163-166


(44)

Ketika kelompok berbagi simbol bersama , komunikasi menjadi lebih mudah dan efisien. Disini Para ahli Teori Konvergensi Simbolik mengasumsikan hadirnya semacam “a meeting of mind‟ atau perjumpaan pikiran (Infante.et.al., 1993:130). Ketika pikiran saling bertemu maka orang mulai bergerak kearah penggunaan sistem simbol yang sama dan ini akan meningkatkan saling pengertian diantara orang-orang yang terlibat. Saling pengertian inilah yang kemudian menjadi dasar terciptanya kesadaran bersama serta kesamaan pikiran dan perasaan tentang hal-hal yang diperbincangkan.

Dalam artikelnya berjudul “Symbolic Convergence Theory: A

Communication Formulation” (1985) Ernest G. Bormann menyebutkan tiga aspek atau struktur penting yang membentuk bangunan teori ini yakni; (1) Penemuan dan penataan bentuk dan pola komunikasi yang berulang yang mengindikasikan hadirnya kesadaran bersama dalam kelompok secara evolutif. (2) deskripsi tentang kecenderungan dinamis dalam sistem komunikasi yang menerangkan mengapa kesadaran kelompok muncul, berlanjut, menurun dan akhirnya menghilang, dan (3) faktor-faktor yang menerangkan mengapa orang-orang terlibat dalam tindakan berbagi fantasi.

Disamping ketiga struktur pokok teori di atas, Ernest G. Bormann juga menyebutkan dua asumsi pokok yang mendasari teori Konvergensi simbolik. Pertama, realitas diciptakan melalui komunikasi. Dalam hal ini komunikasi menciptakan realitas melalui pengaitan antara kata-kata yang


(45)

digunakan dengan pengalaman atau pengetahuan yang diperoleh. Sedangkan asumsi kedua menyatakan bahwa Makna individual terhadap simbol dapat mengalami konvergensi (penyatuan) sehingga menjadi realitas bersama. Realitas dalam teori ini dipandang sebagai susunan narasi atau cerita-cerita yang menerangkan bagaimana sesuatu harus dipercayai oleh orang-orang yang terlibat didalamnya. Cerita tersebut semula dibincangkan dalam kelompok dan kemudian disebarkan kelingkungan masyarakat yang lebih luas. Menyertai kedua asumsi pokok diatas Bormann (1986) juga menyebutkan enam asumsi epistemologis teori ini yakni (1) Makna, emosi dan motif bertindak ada pada isi pesan yang ternyatakan dengan jelas, (2) Realitas diciptakan secara simbolik, (3) Rantai fantasi menciptakan konvergensi simbolik dalam bentuk dramatistik, (4), analisis tema fantasi adalah metode pokok dalam menangkap relitas simbolik, (5) tema fantasi dapat terjadi dalam berbagai wacana yang dikembangkan dan terakhir (6) terdapat tiga Visi analog Master yakni ; Righteous, social dan pragmatic.41

Teori Konvegensi simbolik dibangun dengan melandaskan pada gagasan bahwa anggota-anggota kelompok harus bertukar fantasi untuk dapat membentuk kelompok yang kohesif. Dalam teori ini fantasi diartikan sebagai interpretasi yang kreatif dan imajinatif terhadap berbagai peristiwa yang memenuhi kebutuhan psikologis dan retoris (The creative and imaginative of narratives explaining how things are believed to be)

41

Littlejohn, Stephen W,. 2002. Theories of Human Communication (edisi ketujuh). Belmont: Thomson Learning, terj. (Jakarta: Rajawali Press, 2004), h. 167


(46)

(Bormann, 1990). Jadi istilah fantasi tersebut bukan merujuk pada cerita fiksi, hal-hal yang tidak nyata seprti dalam film kartun, atau kisah kisah tentang peri, atau juga hasrat-hasrat yang bersifat erotik. Fantasi lebih diartikan sebagai cerita, satire, perumpamaan, kenangan masa lalu, pengalaman, atau lelucon yang memiliki muatan emosi. Fantasi mencakup persitiwa-peristiwa masa lalu anggota kelompok, atau kejadian yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang. 42

B. Korupsi

1. Pengertian Korupsi

Kata korupsi sebagaimana yang dipahami oleh banyak pihak, berasal dari bahasa Inggris corrupt, corruption, yang berarti jahat, buruk, rusak, curang, suap.43 Istilah korupsi secara sederhana dapat dipahami sebagai tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan untuk keuntungan pribadi, serta berakibat merugikan kepentingan umum dan negara. Bentuk nyata dari korupsi bisa berupa penggelapan, penyuapan, penyogokan, manipulasi data administrasi keuangan dan perbuatan sejenis lainnya.44

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, korupsi berasal dari kata

“korup” yang berarti busuk, palsu, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan,

dan ketidakjujuran. Korup juga berarti dapat disogok, menyelewengkan

42

Littlejohn, Stephen W,. 2002. Theories of Human Communication (edisi ketujuh). Belmont: Thomson Learning, terj. (Jakarta: Rajawali Press, 2004), h. 168

43

John M. Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2003), h. 149.

44

Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami untuk Membasmi: Buku Panduan untuk


(47)

uang atau barang milik perusahaan atau negara, menerima uang dengan menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi, penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan tempat seseorang bekerja untuk kepentingan pribadi atau orang lain.45 Sedangkan menurut UU No. 20

Tahun 2001 disebutkan bahwa korupsi merupakan “Tindakan melanggar

hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi

yang berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.

Menurut Sudarto, istilah korupsi berasal dari kata corruptio yang berarti kerusakan, di samping itu perkataan korupsi dipakai pula untuk menunjuk keadaan atau perbuatan busuk.46 Menurut Fockema Andreae, sebagaimana yang dikutip oleh Andi Hamzah, kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio atau corruptus. Selanjutkan disebutkan bahwa corruptio itu berasal dari kata corrumpere, suatu kata Latin yang lebih tua.47 Dari bahasa Latin itulah turun ke bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt, Prancis yaitu corruption, dan Belanda yaitu corruptie. Arti harfiah dari kata itu ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, peyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah seperti dapat dibaca dalam The Lexicon Webster Dictionary:48

“White collar crime: an illegal act or services of illegal acts committed by nonphysical means and by concealment of guile, to

45

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 527

46

Sidarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni Bandung, 1979), h. 122. 47

Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan

Internasional, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), h. 4-5

48


(48)

obtain or property, to avoid the payment or loss of money or property, to obtain business or personal advantage”.

(Kejahatan kerah putih: suatu perbuatan atau serentetan perbuatan yang bersifat ilegal yang dilakukan secara fisik, tetapi dengan terselubung untuk mendapatkan uang atau kekayaan serta menghindari pembayaran/ pengeluaran uang atau kekayaan untuk mendapatkan bisnis/ keuntungan pribadi).

Dalam hal ini ada beberapa tindakan yang dikategorikan sebagai korupsi yaitu: suap, illegal profit, secret transaction, hadiah, hibah (penggelapan), penggelapan, kolusi, nepotisme, dan penyalahgunaan jabatan dan wewenang, serta fasilitas negara.49

2. Faktor-faktor Penyebab Korupsi

Terdapat banyak faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana korupsi. Menurut Soejono, salah satu faktor tersebut adalah adanya perkembangan dan perbuatan pembangunan khususnya di bidang ekonomi dan keuangan yang telah berjalan dengan cepat, serta banyak menimbulkan berbagai perubahan dan peningkatan kesejahteraan. Di samping itu, kebijakan-kebijakan pemerintah dalam upaya mendorong ekspor, peningkatan investasi melalui fasilitas-fasilitas penanaman modal maupun kebijaksanaan dalam pemberian kelonggaran, kemudahan dalam bidang perbankan, sering menjadi sasaran dan faktor penyebab terjadinya korupsi.50

49 Sumiarti, “Pendidikan Anti Korupsi”, dalam

Insania Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan, vol. 12, No. 2, 2007, h. 3

50


(49)

Sedangkan menurut Alatas, korupsi bisa terjadi karena faktor-faktor sebagai berikut:51

a. Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.

b. Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika. c. Kolonialisme

d. Kurangnya pendidikan e. Kemiskinan

f. Tiadanya hukuman yang keras

g. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi h. Struktur pemerintahan

i. Peruahan radikal. j. Keadaan masyarakat.

Dengan memperhatikan berbagai faktor penyebab munculnya korupsi tersebut di atas, terlihat bahwa korupsi lahir dari banyak faktor. Dengan kata lain, korupsi adalah sebuah permasalahan yang kompleks sehingga usaha untuk menanggulanginya pun menjadi kompleks juga.52

Untuk konteks Indonesia, ada beberapa hal yang menyebabkan korupsi begitu subur dan berkembang di masyarakat. Penyebab tersebut adalah:53

51

Syed Hussein Alatas, Sosiologi Korupsi: Sebuah Penjelajahan dengan Data

Kontemporer, (Jakarta: LP3ES, 1986), h. 46-47.

52

Terdapat penjelasan yang menarik mengenai strategi pemberantasan korupsi yang ditulis oleh Jeremy Pope, yang berjudul Strategi Pemberantasan Korupsi: Elemen Sistem Integritas

Nasional, trek. Masri Maris, (Jakarta: Transparancy International Indonesia, 2008).

53 Sumiarti, “Pendidikan Anti Korpusi”, dalam

Insania, Jurnal Pemikiran Alternatif


(50)

a. Pemerintah telah berubah menjadi lembaga transaksi kekuasaan. Pemerintah yang seharusnya menjadi lembaga yang memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk mengatur negara demi kepentingan publik, telah menjelma menjadi lembaga yang melakukan transaksi kekuasaan. Karena pemerintah memegang hak regulasi dan otorisasi, pengumpul pajak, penentu belanja negara, hak menjual barang dan jasa di bawah harga pasar, wewenang dalam penetapan insentif pajak perdagangan, pemberian hak pengelolaan hutan, pemberian monopoli terhadap barang dan jasa tertentu, penjualan aset di sektor publik, penjualan BUMN, dan sebagainya.

b. Adanya hyper consumerism. Akibat adanya hyper globalization yang merupakan anak kandung dari hyper consumerism, menyebabkan masyarakat memiliki tradisi baru dengan perilaku konsumerisme. Masyarakat berlomba-lomba mengumpulkan barang dan harta demi memuaskan hawa nafsunya. Hal ini diperburuk dengan gencarnya tayangan iklan melalui berbagai media massa dan elektronik yang meracuni masyarakat sehingga masyarakat terpengaruh untuk membeli hal-hal yang tidak mereka butuhkan.

c. Kekuasaan dan gaji yang tidak memadai. Minimnya gaji sering dijadikan alasan untuk melakukan korupsi.

d. Korupsi dipersepsikan sebagai tuntutan perubahan sehingga korupsi tidak lagi dipermasalahkan sebagai tindakan tercela.

e. Perilaku pembiaran. Akar korupsi adalah pembiaran oleh masyarakat terhadap koruptor sehingga seakan-akan korupsi adalah perbuatan


(51)

yang wajar dan biasa. Lebih parahnya lagi, beberapa koruptor tetap menduduki posisi dan jabatan publik, bahkan tidak tersentuh.

f. Atasan mendapat bagian. Atasan tidak mempunyai kepentingan menindak bawahan karena dia mendapatkan keuntungan dari tindakan korup bawahannya.

3. Korupsi dalam Islam

Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi aspek keadilan dan menentang perbuatan-perbuatan yang merugikan masyarakat. Menurut Makhrus Munajat, perbuatan dianggap sebagai tindak kejahatan karena merugikan tatanan kemasyarakatan, kepercayaan-kepercayaan, harta benda, nama baik, kehormatan, jiwa dan lain sebagainya, yang

kesemuanya menurut hukum syara‟ harus dipelihara dan dihormati serta

dilindungi.54

Meskipun dalam hukum Islam55 tidak terdapat istilah korupsi secara definitif, namun Islam secara tegas mengharamkan tindakan mencuri, suap dan berbagai kejahatan lainnya yang termasuk dalam kategori korupsi.56 Yusuf Qardhawi misalnya, menyatakan bahwa Islam mengharamkan seorang muslim menyuap penguasa dan pembantu-pembantunya. Selain itu juga kepada pihak ketiga diperingatkan untuk tidak menjadi perantara di antara pihak penerima dan pemberi, karena perbuatan suap termasuk

54

Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, (Yogyakarta: Logung Pusaka, 2004), h. 5.

55

Hukum Islam dipahami sebagai sekumpulan aturan keagamaan, totalitas perintah Allah yang mengatur perilaku kehidupan umat Islam dalam keseluruhan aspeknya. Josept Schacht,

Pengantar Hukum Islam, trek. Joko Supomo, (Yogyakarta: Islamika, 2003), h. 1.

56Irdamisraini, “Korupsi Perspektif Pidana Islam”,

Jurnal Hukum Islam, Vol. VIII, No. 2,


(52)

memakan harta orang lain dengan cara yang batil.57 Hal ini dikuatkan dengan firman Allah SWT:

Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.(Al-Baqarah/2: 188)

Dalam fikih Islam tidak ditemukan istilah khusus mengenai korupsi. Akan tetapi dalam terminologi fikih Islam, korupsi dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap amanah. Korupsi identik dengan risywah (suap) dan menyalahgunakan wewenang. Jika dilakukan secara sembunyi-sembunyi disebut pencurian dan jika dilakukan secara terang-terangan disebut sebagai perampokan. Korupsi termasuk kejahatan terhadap harta benda manusia dan secara esensial mirip dengan ghulul, yaitu pengkhianatan terhadap amanah dalam pengelolaan harta rampasan perang (ganimah). Ghulul jelas-jelas diharamkan dalam al-Qur‟an dengan ancaman bahwa pelakunya akan membawa serta barang yang dikorupsinya sebagai pertanggungjawaban di akhirat.58

Prinsip dasar Islam dalam mengatur kehidupan publik bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (siyasah ad-dunya) adalah untuk mewujudkan kemaslahatan atau kesejahteraan rakyat secara umum (al-maslahah al-„ammah) yang berkeadilan berdasarkan hukum etika sosial.

57

Yusuf Qardhawi, Al-Halal Kwa al-Haram fi al-Islam, (t.tp: Dar Ihya Kitab

al-„Arabiyah, t.th), h. 240

58Irdamisraini, “Korupsi…, hlm. 121


(53)

Islam secara eksplisit mengajarkan manusia untuk menegakkan keadilan, kebebasan, toleransi, persamaan hak dan kewajiban serta bermusyawarah

dalam kehidupan bersama. Dengan demikian, disyari‟atkannya hukum

-hukum agama adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia, baik kemaslahatan dunia maupun kemaslahatan akhirat.59

Kemaslahatan itu utamanya untuk menjamin hak-hak dasar manusia yang meliput; menjaga agama (hifz ad-din), kemaslahatan jiwa raga (hifz an-nafs), kemaslahatan harta atau hak milik pribadi (hifz al-mal), kemaslahatan keturunan (hifz an-nasl), dan kemaslahatan akal atau kebebasan berpikir (hifz al-‟aql)60 yang kemudian juga dapat dipakai dalam kerangka tujuan pembentukan negara.

Menurut M. Cholil Nafis, dalam tindakan korupsi sedikitnya terdapat tiga kejahatan, yaitu: Pertama, kejahatan yang berdampak pada hilangnya uang negara sehingga tindakan korupsi yang akut akan menyebabkan hilangnya hajat hidup orang banyak, memperlebar kesenjangan sosial-ekonomi, dan menghilangkan keadilan.

Kedua, korupsi dapat menghilangkan hak hidup warga negara dan regulasi keuangan negara. Negara yang korup akan menyebabkan lahirnya kemiskinan dan kebodohan.

Ketiga, kejahatan korupsi menggerogoti kehormatan dan keselamatan generasi penerus. Berdasarkan hal tersebut, maka korupsi telah bertentangan dengan tujuan syariah (maqasid asy-syari‟ah), yaitu

59

Abdul al-Wahab Khalaf, Ilmu Usul al-Fiqh, cet. ke-2, (Kairo: Dar al-Qalam, 1978), h. 197

60

Abu Ishaq Ibrahim Ibn Musa asy-Syatibi, al-Muwafaqat fi Usul al-Ahkam, (t.p: Dar al Rasy>ad al-H{adisah, t.t.), II: 4


(54)

melindungi jiwa (hifz an-nafs), melindungi harta (hifz al-mal) dan melindungi keturunan (hifz an-nasl). Korupsi juga melanggar perlindungan terhadap akal (hifz al-„aql) dan penodaan terhadap agama (hifz al-din).61

Tindak pidana korupsi dalam hukum Islam dimasukkan dalam klasifikasi jarimah. Secara sederhana jarimah merupakan larangan-larangan syara‟ yang diancam Allah dengan hukuman h}ad atau ta‟zir. Dalam hal ini, suatu perbuatan dianggap delik jarimah bila memenuhi unsur-unsur umum jarimah, yaitu:62

a. Unsur formil, yakni adanya undang-undang atau nas. Artinya setiap perbuatan tidak dianggap melawan hukum dan pelakunya tidak dapat dipidana kecuali adanya nas atau undang-undang yang mengaturnya. Dalam hukum positif masalah ini dikenal dengan istilah legalitas, yaitu suatu perbuatan tidak dapat dianggap melawan hukum dan pelakunya tidak dapat dikenai sanksi sebelum adanya peraturan yang

mengundangkannya. Dalam syari‟ah Islam hal ini lebih dikenal dengan

istilah ar-rukn asy-syar‟i. kaidah yang mendukung unsur ini adalah

“tidak ada perbuatan yang dianggap melanggar hukum dan tidak ada

hukuman yang dijatuhkan kecuali adanya ketentuan nas”.

b. Unsur materiil yakni sifat melawan hukum. Artinya adanya tingkah laku seseorang yang membentuk jarimah, baik dengan sikap berbuat maupun sikap tidak berbuat. Unsur ini dalam hukum pidana Islam disebut ar-rukn al-madi.

61Sumiarti, “Pendidikan Anti…, h. 3 62


(55)

c. Unsur moril yakni pelakunya mukalaf. Artinya pelaku jarimah adalah orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terhadap jarimah yang dilakukannya. Dalam syari‟ah Islam, unsur moril disebut dengan ar-rukn al-adabi

Adapun jarimah dalam Islam dilihat dari kadar hukumannya diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:63

a. Jarimah hudud yaitu perbuatan melanggar hukum yang jenis dan ancaman hukumannya ditentukan oleh nas, yaitu hukuman had (hak Allah). Hukuman had yang dimaksud tidak mempunyai batasan terendah dan tertinggi dan tidak bisa dihapuskan oleh perorangan ataupun masyarakat yang mewakili.

b. Jarimah qisas diyat yakni perbuatan yang diancam dengan hukuman qisas dan diyat. Hukuman qisas maupun diyat merupakan hukuman yang telah ditentukan batasnya, tidak ada batasan terendah dan tertinggi, tetapi menjadi hak perorangan (korban atau walinya), yang dengan demikian berbeda dengan hukuman had yang menjadi milik Allah semata.

c. Jarimah ta‟zir yaitu memberi pelajaran, artinya suatu jarimah yang diancam dengan hukuman ta‟zir yaitu hukuman selain had dan qisas ta‟zir. Dalam hal ini, pelaksanaan hukuman ta‟zir, baik yang jenis

larangannya ditentukan oleh nas atau tidak, baik perbuatan itu menyangkut hak Allah atau hak perorangan, hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa.

Korupsi dalam hal ini merupakan jarimah yang dikategorisasikan

63


(1)

87

Wawancara:

Wawancara dengan Marzuki Ali, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) periode 2009-2014. Wawancara dilakukan di Rumah Dinas Ketua DPR RI Widya Candra III/10 Jakarta, pada tanggal 19 Maret 2014.

Wawancara dengan Selina Gita, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) periode 2009-2014. Wawancara dilakukan Jl. Pondok Hijau II No. 2 RT 005 RW 013 Pondok Indah, Jakarta Selatan, pada tanggal 23 April 2014

Wawancara dengan Gungun Heriyanto, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta: wawancara dilakukan di Kampus, pada tanggal 5 Juni 2014

Website:

"Bahasa Korupsi" Gunakan Komunikasi Konteks Tinggi”, pikiran-rakyat.com, 23 Juli 2013, artikel diakses dari http://www.pikiran-rakyat.com/node/245032, diunduh pada tanggal 26 Juli 2013

“Kode Korupsi Al-Qur’an: Santri, Pengajian, Murtad”, 22 Februari 2013, artikel tersedia di http://www.tempo.co/read/news/2013/02/22/063462896/Kode-Korupsi-Al-Quran-Santri-Pengajian-Murtad

“Korupsi, Buah Berpolitik dengan Logika Ekonomi”, okezone.com, 23 April 2013, diakses dari http://news.okezone.com/read/2013/04/23/339/796034/redirect, diunduh pada tanggal 28 Juli 2013


(2)

DOKUMENTASI WAWANCARA

Gambar (1)

Dokumentasi Peneliti dengan Selina Gita, SE yang dilakukan Di Jl. Pondok Hijau II No. 2 RT 005 RW 013 Pondok Indah, Jakarta Selatan, Pada Tanggal 23 April 2014

Gambar (2)

Wawancara Dilakukan Pada Hari Kamis, 20 Maret 2014 JalanWidya Chandra III, Jakarta


(3)

SURAT

KETERANGAN PENELITIAN

Dengan

ini

menerangkan Bahwa :

Nama :

Didik

Setiawan

Fakultas

:

Dakwah dan Komunikasi

Jurusan

:

Komunikasi penyiaran Islam

Universitas

:

UIN

Syarief

Hidayatullah Jakarta

NIM ' :

208051000024

Telah Melalcukan Penelitian dengan

Judul

"Study Kasus Pola Komunikasi

politisi

Angelina Sondakh Dolam Perilaku Korupsi di Lembaga

Legislarif,

Dengan melakukan wawancarakepada Anggota Dewan

Legislatif

:

Nama

:

Selina

Gita

SE

NomorAnggota

t ltgg

Komisi

: {

Fraksi ,

Taret,t

?olrcor^

'/ v


(4)

KEMENTERIAN

AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS

ILMU

DAKWAH

DAN

ILMU

KOMUNIKASI

Telepon/Fax : (021) 7432728 I 74703580

Jl. Ir. H. JuandaNo.95 Ciputat 15412 Indonesia Website: rw.fdkuiniakarta.ac.id, E-mail : dakwah@fdk.uinjakarta.ac.id

Nomor

Lampiran

Hal

:

Un.or/F5/PP.o0.e/

6f/

not+

:

Izin Penelitian (Skripsi)

Kepada Yth,

hno^J,l.,n

''f

in'o,

-: - - w - - - - *-

-,

l;-_-_eri_l

'-Ltttht-r--^goh-er-di

Tempat

As salamu' alaikum Wr. Wb.

Iakarta,l

Februari 2014

Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta menerangkan bahwa :

Nama

Nomor Pokok

Tempat/Tanggal Lahir

Semester Jurusan

Alamat

Telp.

Tembusan :

1. Wakil Dekan Bidang Akademik

2. Ka/Sekprodi Komunikasi dan Penyiaran Islam

Didik Setiawan

20805 1 000024

Semarang, 4 Juni 1986

XII (Dua Balas)

Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPD

Ciputat.

085697873162

adalah benar mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang akan melaksanakan penelitian/mencari data dalam rangka penulisan skripsi berjudul Pola Komunikasi Politisi Dalam Prilaku Korupsi di Lembaga Legislatif.

Sehubungan

dengan

itu,

dimohon

kiranya

Bapak/Ibu/Sdr. dapat

menerima./mengizinkan mahasiswa kami tersebut dalam pelaksanaan kegiatan

dimaksud.

Demikian, atas kerjasama dan bantuannya kami rnengucapkan terima kasih.

l( s s al amu' al ai kum I(r. L'/b .

Dekan,

rief Subhan,

MAt


(5)

KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

FAKULTAS

ILMU

DAKWAH

DAN

ILMU

KOMUNIKASI

Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412 Indonesia

TelePon/Fax : (021) 743lrl8 -r-::: &"

Website: ww.fdkuinjakarta.ac.id, E-mail : dakwah?rdt uus":e u ':

Nomor Lampiran Hal

Tembusan

Un.o1/F5/PP.oo.e/A

I

nov

Izin Penelitian (Skripsi)

Kepada Yth,

Bapak Marzuki Alie, S.E, Ph.D ( Ketua DPR RI )

di

Tempat

As s alamu' alaikum W. Wb.

Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta menerangkan bahwa:

Jakarta,

{

frU*-i

zOt+

Nama

Nomor Pokok

Tempat/Tanggal Lahir Semester

Jurusan

Alamat

Telp.

adalah benar mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang akan melaksanakan penelitian/mencari data dalarrt rangka penulisan skripsi berjudul Pola Komunikasi Politisi Dalam Prilaku Kortrpsi di Lembaga Legislatif.

Sehubungan

dengan

itu,

dimohon

kiranya

Bapak/Ibu/Sdr' dapat

menerima./-.ngirinkan mahasiswa kami tersebut dalam pelaksanaan kegiatan

dimaksud.

Demikian, atas kerjasama dan bantuannya kami mengucapkan terima kasih'

Ws salamu' alaikum Wr. Wb.

Didik Setiawan

20805 1 000024

Semarang,4 Juni 1986

XII (Dua Balas)

Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPD Ciputat.

08s697873r62

L Wakil Dekan Bidang Akademik

2. Ka/Sekprodi Komunikasi dan Penyiaran Islam

Dekan,

fef Subhan, I\{A 1 9660110199301 1'o[']


(6)

KEMENTERIAN

AGAMA

UNIVERSITAS

ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS

ILMU

DAKWAH

DAN

ILMU

KOMUNIKASI

Telepon/Tax : (021) 7 432728 / 7 4703580 Jl. Ir. H. JuandaNo. 95 Ciputat 15412 Indonesia Website: ww.fdkuinjakarta,ac.id, E-mail

Nomor Lampiran Hal

un.01/F5/PP.00.9/

6l{

nOU

Izin Penelitian (Skripsi)

Kepada Yth, Ibu Selina Gita, SE

( Anggota Komisi X DPR RI ) di

Tempat

Ass alamu' alaikum Wr. Wb.

Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta menerangkan bahwa :

Jakarta,

y' f.U**i2014

Nama

Nomor Pokok

Tempat/Tanggal Lahir

Semester Jurusan

Alamat

Telp.

Tembusan :

1. Wakil Dekan Bidang Akademik

2. Ka/Sekprodi Komunikasi dan Penyiaran Islam

Didik Setiawan

20805 1 000024

Semarang, 4 Juni 1986

XII (Dua Balas)

Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI)

Ciputat.

085697873162

adalah benar mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang akan melaksanakan penelitian/mencari data dalam rangka penulisan skripsi berjudul Pola Komunikasi Politisi Dalam Prilaku Korupsi di Lembaga Legislatif.

Sehubungan

dengan

itu,

dimohon kiranya

Bapak/Ibu/Sdr. dapat

menerima./mengizinkan mahasiswa kami tersebut dalam pelaksanaan kegiatan dimaksud.

Demikian, atas kerjasama dan bantuannya kami mengucapkan terima kasih.

14/ s s al amu' al ai kum Wr.'tVb.

Dekan,

Subhan,

MAtl