dan menikkan tanah ke sekitar batang.  Untuk kacang tanah sebaiknya dilakukan pembumbunan sekali lagi yaitu pada saat tanaman selesai berbunga sekitar 40 hari setelah tanam Warsana,
2009. Pemupukan dilakukan dua kali yaitu pada saat tanam dan pada saat tanaman telah berumur
1 bulan. Dosis pupuk untuk jagung adalah 120 kg  Urea,  65 kg  SP-36 dan 50 kg KCL. Dosis pupuk untuk kacang tanah adalah 40 kg Urea, 80 kg SP-36 yang masing-masing diberikan dalam
dua kali pemupukan. Pemupukan pertama pada jagung adalah 80 kg Urea, 65 kg SP-36 dan 50 kg   KCl,   satu   bulan   kemudian   ditambahkan   pupuk   susulan   yaitu   Urea   sebanyak   40   kg.
Pemupukan pertama pada kacang tanah adalah: 20 kg Urea, 80 kg SP-36 dan 40 kg KCL, selang satu bulan ditambahkan pupuk susulan yaitu 20 kg Urea. Cara pemupukan yaitu semua pupuk
yang akan diberikan dicampur jadi satu, kemudian dibuat larikan dekat barisan tanaman sekitar 5 cm dari barisan tanaman dengan kedalaman   antara   5-7   cm,   pupuk   ditabur   sepanjang
larikan kemudian ditutup kembali dengan tanah. Pemupukan kedua untuk tanaman jagung larikan disesuaikan dengan
tajuk tanaman, sedangkan untuk kacang tanah larikan dibuat di tengah jarak antara dua barisan tanaman kacang tanah Warsana, 2009.
2.2.5  Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama penyakit dimaksukkan agar kesehatan tanaman dapat terjaga sehingga tanaman   dapat   tumbuh   dan   berkembang   dengan   baik.   Pengendalian   hama   maupun   penyakit
dengan menggunakan pestisida sebaiknya dilakukan dengan bijaksana, karena bahan kimia ini selain membunuhhama tetapi juga sekaligus membunuh predatornya juga.  Jadikanlah pestisida
sebagai  pilihan
yang mempunyai spektrum sempit.   Pada jagung yang sering dijumpai adalah penyakit bulai untuk hamanya adalah penggerek daun penghisap daun Warsana,2009 .
2.2.6  Panen dan pasca panen
Ciri   jagung   yang   siap   dipanen   adalah     Umur   panen   adalah   86-96   hari   setelah   tanam. Jagung siap dipanen dengan tongkol atau kelobot mulai mengering yang ditandai dengan adanya
lapisan hitam pada biji bagian lembaga.  Biji kering, keras, dan mengkilat, apabila ditekan tidak membekas. Jagung untuk sayur jagung muda, dipanen sebelum bijinya terisi penuh. Saat itu
diameter  tongkol   baru  mencapai   1-2  cm.  Jagung  untuk  direbus  dan  dibakar,   dipanen   ketika matang susu. Tanda-tandanya kelobot masih berwarna hijau, dan bila biji dipijit tidak terlalu
keras serta akan mengeluarkan cairan putih. Jagung untuk makanan pokok beras jagung, pakan ternak,   benih,   tepung   dan   berbagai   keperluan   lainnya   dipanen   jika   sudah   matang   fisiologis.
Tanda-tandanya: sebagian besar daun dan kelobot telah menguning. Apabila bijinya dilepaskan akan ada warna coklat kehitaman pada tangkainya tempat menempelnya biji pada tongkol. Bila
biji dipijit dengan kuku, tidak meninggalkan bekas. Jagung dikupas pada saat masih menempel pada batang atau setelah pemetikan selesai.
Pengupasan ini dilakukan untuk menjaga agar kadar air di dalam tongkol dapat diturunkan dan kelembaban di sekitar biji tidak menimbulkan kerusakan biji atau mengakibatkan tumbuhnya
cendawan.   Pengupasan   dapat   memudahkan   atau   memperingan   pengangkutan   selama   proses pengeringan.                            Pengeringan jagung dapat dilakukan secara alami atau buatan.
Secara tradisional jagung dijemur di bawah sinar matahari sehingga kadar air berkisar 9–11 . Biasanya penjemuran memakan waktu sekitar 7-8 hari. Penjemuran dapat dilakukan di lantai,
dengan   alas   anyaman   bambu   atau   dengan   cara   diikat   dan   digantung.   Secara   buatan   dapat dilakukan dengan mesin pengering untuk menghemat tenaga manusia, terutama pada musim
hujan.   Terdapat   berbagai   cara   pengeringan   buatan,   tetapi   prinsipnya   sama   yaitu   untuk mengurangi kadar air di
dalam biji dengan panas pengeringan sekitar 38-430 C, sehingga kadar air turun menjadi 12-13 . Mesin pengering dapat digunakan setiap saat dan dapat dilakukan pengaturan suhu sesuai
dengan kadar air biji jagung yang diinginkan      Kasryno 2009 .
2.3 Monokultur dan Tumpang Sari