Pembahasan Tugas take home Karolin Adhisty

C. Pembahasan

Kasus pemerkosaan bukanlah kasus yang dapat di pandang dengan sebelah mata, tindak pidana ini merupakan tindakan kejahatan yang harus diproses secara hukum. Menurut teori feminis perkosaan merupakan tindakan dan institusi sosial yang melanggengkan dominasi patriarkhis yang didasarkan kekerasan dan bukan sekedar kejahatan kekerasan. Maria Ulfah Anshor 2006 dikutip dalam . Kasus perkosaan ini juga merupakan kasus kekerasan seksual yang tertinggi dibandingkan dengan kasus-kasus kekerasan lainnya. Rumusan tindak pidana perkosaan ini terdapat dalam Buku ke II Bab XIV KUHP tentang kejahatan terhadap kesusilaan, khususnya Pasal 285. Adapun rumusan selengkapnya Pasal 285 KUHP adalah sebagai berikut : “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”. Moeljatno,1990 dikutip dalam Kasus kekerasaan seksual tentunya akan sangat berdampak sangat besar pada korban itu sendiri terutama pada aspek psikologis dan trauma yang dapat menyebabkan korban berada dalam keadaan putus asa dan dapat berujung pada kasus bunuh diri. Korban tentunya tidak menginginkan kehamilan yang terjadi pada dirinya selain itu, hal ini akan menyebabkan pertentangan dalam dirinya antara lain; dia harus memilih apakah harus menggugurkan kandungannya atau mempertahankannya dengan resiko sangsi masyarakat atau agama dan hal ini yang akan membuat para petugas kesehatan dihadapkan dengan keputusan etik apakah harus mengikuti permintaan pasien atau menolak. Persoalan pada kasus seperti ini selain trauma pada perkosaan itu sendiri, korban perkosaan juga mengalami trauma terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, hal inilah yang menyebabkan si korban menolak keberadaan janin yang tumbuh di rahimnya. Janin dianggap sebagai objek mati, yang pantas dibuang karena membawa sial saja. Janin tidak diangap sebagai bakal manusia yang mempunyai hak-hak hidup. Ekotama, 2001 dikutip oleh . Lingkungan sosial juga dapat menyebabkan trauma yang dialami oleh korban bertambah berat, penolakkan dan penghinaan yang tujukan pada korban tentunya akan menambah beban psikis korban. Persoalan seperti ini tentunya akan menyebabkan suatu dilema etik pada tenaga kesehatan terutama pada seorang perawat karena berdasarkan kode etik keperawatan disebutkan bahwa perawat dalam memberikan suatu keputusan harus berlandaskan dengan informasi yang adekuat, dan juga berdasarkan cakupan tanggung jawab perawat Indonesia Tugas: UTS Science In Nursing 2 yaitu meningkatkan derajat kesehatan, mencegah terjadinya penyakit, mengurangi dan menghilangkan penderitaan kode etik keperawatan, . Permasalahan pada kasus ini adalah apakah dengan menggugurkan janin pada pasien tersebut akan dapat menghilangkan penderitaan yang dialami oleh pasien tersebut. Secara prinsip UUD tidak mengatur masalah boleh atau tidaknya larangan terhadap abortus provocatus terutama yang terjadi karena suatu tindak perkosaan. Namun UUD 1945 yang diamandemen memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi perempuan sebagai kelompok yang rentan. Beberapa pasal yang terkait permasalahan terhadap perlindungan hak reproduksi perempuan dapatlah dianalisis dari pasal-pasal yang tertuang dalam BAB XA Pasal 28 terutama Pasal 28 A, Pasal 28 D dan Pasal 28 H . “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum” UUD 1945 BAB X pasal 28 D Sistem kesehatan juga telah melakukan suatu upaya perlindungan hukum baik untuk tenaga kesehatan juga masyarakat yaitu dengan diberlakukannya ketentuan UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan khususnya Pasal 75 tentang legalisasi aborsi, dengan aturan-aturan tertentu maka sudah sewajarnya Pemerintah melakukan tindak lanjut sebagai implementasi pelaksanaan ketentuan tersebut dengan menyediakan sarana prasarana pelayanan aborsi yang aman, terutama yang dikaitkan dengan abortus provocatus karena perkosaan pada Pasal: Pasal 75 1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi 2. Larangan sebagaimana dimaksud diatas pada ayat 1 dapat dilakukan berdasarkan: a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu danatau janin yang menderita penyakit genetik berat danatau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan 3. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling danatau penasehat pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukna oleh konselor yang kompeten dan berwenang Tugas: UTS Science In Nursing 3 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3 diatur dengan peraturan pemerintah Pasal 76 Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan: a. Sebelum kehamilan berumur 6 enam minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri Pengambilan keputusan pada kasus dilema etik seperti ini, harus didasarkan pada prinsip-prinsip etik yang terdiri dari; Autonomi; Beneficience and Non maleficience; Justice; Fidelity; and Veracity, dikutip dalam a. Menghormati martabat manusia respect for personautonomy. Setiap individu pasien harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi hak untuk menentukan nasib diri sendiri, dan setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan. b. Berbuat baik beneficence tenaga kesehatan haruslah berbuat baik kepada semua pasiennya dengan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban. c. Tidak berbuat merugikan non-maleficence. Praktik kedokteran harus memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. d. Keadilan justice. Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap tenaga kesehatan terhadap pasiennya. Landasan pengambilan keputusan sebagai tenaga kesehatan pada dasarnya harus berpedoman pada perundang-undangan yang berlaku dan juga kode etik profesi yang merupakan landasan berperilaku dalam menerapkan standar praktek keperawatan. Tugas: UTS Science In Nursing 4

D. Solusi yang ditawarkan