mengakibatkan jika berturut-turut terdapat istirahat selama lebih dari dua hari dikhawatirkan kondisi fisik akan kembali ke keadaan semula Nala, 1998.
Latihan ini dilaksanakan 4 minggu agar mengasilkan efek yang optimal.
2.2 Kajian Anatomi dan Fisiologi Pada Tungkai
2.2.1 Anatomi Otot Tungkai Daerah tungkai memiliki beberapa grup otot besar yang dapat memberikan
kontribusi terhadap kelincahan. Beberapa grup otot besar yang terlibat adalah: 1.
Group Otot Ekstensor Knee dan Fleksor Hip Quadriceps Femoris Otot quadriceps femoris adalah salah satu otot rangka yang terdapat pada
bagian depan paha manusia. Otot ini mempunyai fungsi dominan ekstensi pada knee Watson, 2002. Otot quadriceps terdiri atas empat otot, yaitu:
Gambar 2.3 Grup otot quadriceps femoris Watson, 2002 a
Otot Rectus Femoris Terletak paling superfisial pada facies ventalis berada diantara otot
quadriceps yang lain yaitu otot vastus lateralis dan medialis. Berorigo pada Spina Illiaca Anterior Inferior caput rectum dan pada os ilium di cranialis acetabulum
caput obliquum dan mengadakan insersio pada tuberositas tibia dengan perantaran ligamentum patellae. Otot ini digolongkan ke dalam otot tipe 1
Watson, 2002. b
Otot Vastus Lateralis Tipe otot ini adalah otot tipe II yang berada pada sisi lateral yang
mengadakan perlekatan pada facies ventro lateral trochanter major dan labium lateral linea aspera femoris Watson, 2002.
c Otot Vastus Medial
Melekat pada labium medial linea aspera dua pertiga bagian bawah dan termasuk otot tipe II Watson, 2002.
d Otot Vastus Intermedius
Mengadakan perlekatan pada facies ventro-lateral corpus femoris juga merupakan otot tipe II Watson, 2002.
2. Grup Otot Fleksor Knee dan Ekstensor Hip Hamstring
Hamstring merupakan otot paha bagian belakang yang berfungsi sebagai fleksor knee dan ekstensor hip. Secara umum hamstring bertipe otot serabut otot
tipe II Watson, 2002. Hamstring terbagi atas tiga otot yaitu:
Gambar 2.4 Grup otot hamstring Watson, 2002 a
Otot Biceps Femoris Mempunyai dua buah caput. Caput longum dan breve, caput longum
berorigo pada pars medialis tuber Ichiadicum dan M. semitendinosus sedangkan caput breve berorigo pada labium lateral linea aspera femoris, insersio otot ini
pada capitulum fibula Watson, 2002. b
Otot Semitendinosus Otot ini berorigo pada pars medialis tuber ichiadicum dan berinsersio pada
facies medialis ujung proximal tibia Watson, 2002. c
Otot Semimembranosus Melekat di sebelah pars lateralis tuber ichiadicum turun ke arah sisi
medial regio posterior femoris dan berinsersio pada facies posterior condylus medialis tibia Watson, 2002.
3. Grup Otot Plantar Fleksor Ankle
Gambar 2.5 Grup otot plantar fleksor ankle Watson, 2002 a
Otot Gastrocnemius Otot ini merupakan serabut otot fast-twitch yang sangat kuat untuk plantar
fleksi kaki pada ankle joint. Otot gastrocnemius merupakan otot yang paling superfisial pada dorsal tungkai dan terdiri dari dua caput pada bagian atas calf.
Dua caput tersebut bersamaan dengan soleus membentuk triceps surae. Bagian lateral dan medial otot masih terpisah satu sama lain sejauh memanjang ke bawah
pada middle dorsal tungkai. Kemudian menyatu di bawah membentuk tendon yang besar yaitu tendon Achilles Hamilton, 2002.
b Otot Soleus
Seperti otot gastrocnemius, otot soleus berfungsi pada gerakan plantar fleksi kaki pada ankle joint. Otot ini terletak di dalam gastrocnemius, kecuali di
sepanjang aspek lateral dari ½ bawah calf, di mana bagian lateral soleus terletak pada bagian atas dari tendon calcaneus. Serabut otot soleus masuk ke dalam
tendon calcaneal dalam pola bipenniform. Otot ini dominan memiliki serabut slow-twitch Hamilton, 2002.
4. Group Otot Dorsi Fleksor Ankle
Gambar 2.6 Grup otot dorsi fleksor ankle Watson, 2002 a
Tibialis Anterior Otot ini terletak di sepanjang permukaan anterior tibia dari condylus
lateral kebawah pada aspek medial regio tarsometatarsal. Sekitar ½ sampai
2 3
ke bawah tungkai otot ini menjadi tendinous. Tendon berjalan di depan malleolus
medial sampai pada cuneiform pertama. Otot ini berperan dalam gerakan dorsi
fleksi ankle dan kaki, serta supinasi inversi dan adduksi tarsal joint ketika kaki dorsi fleksi. Dalam penelitian EMG, otot ini ditemukan aktif pada ½ orang yang
berdiri bebas dan ketika dalam posisi forward lean Hamilton, 2002. b
Extensor Digitorum Longus Otot ini memanjang pada empat jari-jari kaki. Otot ini juga berperan pada
gerakan dorsi fleksi ankle joint dan tarsal joint serta membantu eversi dan abduksi kaki. Otot ini berbentuk penniform, terletak di lateral dari tibialis anterior pada
bagian atas tungkai dan lateral dari extensor hallucis longus pada bagian bawahnya. Tepat di depan ankle joint tendon ini membagi empat tendon pada
masing-masing jari-jari kaki Hamilton, 2002. c
Extensor Hallucis Longus Otot ini berperan dalam gerakan ekstensi dan hiperekstensi ibu jari kaki.
Otot extensor hallucis longus juga berperan pada gerakan dorsi fleksi ankle dan tarsal joint. Seperti otot diatas, otot ini juga berbentuk penniform. Pada bagian
atas otot ini terletak di dalam tibialis anterior dan extensor digitorum longus, tetapi sekitar ½ bawah tungkai tendon ini menyebar diantara dua otot tersebut di
atas sehingga otot ini menjadi superfisial. Setelah mencapai ankle tendonnya ke arah medial melewati permukaan dorsal kaki sampai pada ujung ibu jari kaki
Hamilton, 2012. Selain otot tungkai, otot yang berperan dalam gerakan kelincahan adalah
otot gluteus maximus, gluteus medius dan minimus, Otot-otot ini berperan sebagai pembentuk bokong.
a. Gluteus maximus
Otot ini merupakan otot yang terbesar yang terdapat di sebelah luar ilium membentuk perineum. Fungsinya, antagonis dari iliopsoas yaitu rotasi fleksi dan
endorotasi femur. Fungsi utama dari gluteus maximus adalah untuk menjaga bagian belakang tubuh tetap tegap, atau untuk mendorong kedudukan pinggul ke
posisi yang tepat.
Gambar 2.7 otot gluteus maximus Watson, 2002 b.
Gluteus medius dan minimus Otot ini terdapat di bagian belakang dari sendi ilium di bawah gluteus
maksimus. Fungsinya, abduksi dan endorotasi dari femur dan bagian medius eksorotasi femur.
Gambar 2.8 otot gluteus medius dan minimus Watson, 2002
2.2.2 Fisiologi Otot Rangka Otot merupakan jaringan yang mampu secara aktif mengembangkan
ketegangan. Karakteristik ini memungkinkan otot skeletal dapat melakukan fungsi penting dalam mempertahankan postur tubuh tegak, menggerakkan anggota gerak
tubuh, dan meredam terjadinya shock. Ada empat sifat jaringan otot, yaitu: ekstensibilitas, elastisitas, irritabilitas, dan kemampuan mengembangkan
ketegangan tension Sudaryanto dan Anshar, 2011. Tubuh manusia tersusun atas 434 otot yang membentuk 40 - 45 dari
berat tubuh orang dewasa. Sekitar 75 pasangan otot bertanggung jawab terhadap gerakan tubuh dan postur tubuh. Otot rangka sering disebut dengan otot skelet,
otot bergaris atau otot lurik merupakan otot yang berfungsi untuk menggerakkan tulang. Apabila otot ini dilihat dibawah mikroskop maka susunannya terdiri dari
serabut-serabut panjang yang mengandung banyak inti sel, dan terlihat adanya garis terang yang diselingi dengan garis gelap yang melintang. Otot mempunyai
hukum “All or none law” hukum berlaku untuk 1 serabut otot, artinya bila 1 serabut otot dirangsang, maka akan berkontraksi bila rangsangan yang diterima
lebih tinggi dari nilai ambang rangsang, otot tidak akan berkontraksi bila nilai
rangsangnya kurang dari ambang rangsang Guyton dan Hall, 2008.
Otot rangka mempunyai fungsi untuk menggerakkan anggota tubuh memberikan bentuk pada tubuh, melindungi organ tubuh yang lebih dalam. Otot
rangka terdiri atas serabutfibers, myofibril, sarkomer. Secara mikroskopis sel, membran yang membungkus serabut otot disebut dengan sarkolema. Pada bagian
dalam dari sel otot rangka terdapat cairan intraseluler sarcoplasma yang terisi
banyak dengan molekul-molekul glikogen, protein myoglobin dan mitokondria. Sarkoplasma pada tiap serabut otot mengandung mitokondira dan terdapat serabut
myofibril. Myofibril mengandung 2 tipe protein yang menghasilkan pola striated sehingga dinamakan otot striated atau otot skeletal. Myofibril terbuat dari molekul
protein yang panjang yang disebut dengan myofilamen. Myofilamen terdiri dari dua jenis yaitu thick myofilamen yang berwarna lebih gelap dan thin myofilamen
yang berwarna lebih terang Sherwood, 2006.. Pada setiap serabut otot terdapat ratusan hingga ribuan myofibril. Setiap
myofibril tersusun oleh sekitar 1500 filamen tebal myosin dan 3000 filamen tipis actin, yang merupakan molekul protein polimer besar yang bertanggung jawab
untuk melakukan kontraksi otot sesungguhnya Guyton dan Hall, 2008. Pada myosin dan actin akan membentuk suatu bagian yang saling bersambung dalam
myofibril yang disebut sarcomer. Pada daerah tengah sarcomere akan terlihat lebih gelap yang disebut dengan A-band sedangkan daerah pinggir terlihat lebih
terang yang disebut dengan I-band. Bagian yang memisahkan antara kedua daerah tersebut adalah Z-line. Secara mikroskopis, terlihat adanya perubahan struktur
bands A bands, I bands dan garis di dalam otot skeletal selama kontraksi otot. Pada sarkomer terbagi antara 2 Z lines, yang merupakan unit struktural dasar dari
serabut otot. Setiap sarkomer dibagi menjadi dua oleh suatu M line. A band berisi filamen myosin yang kasar dan tebal serta dikelilingi oleh 6 filamen actin yang
tipis dan halus. Pada I band berisi hanya filamen actin yang tipis. Pada pusat A band terdapat H zone yang hanya berisi filamen myosin yang tebal. Ketika otot
melakukan kontraksi, filamen actin yang tipis dari salah satu ujung sarkomer akan
bergerak satu sama lain. Z line akan bergeerak ke arah A bands untuk mempertahankan ukuran awalnya, sementara I bands akan menjadi menyempit
dan H zone menjadi menghilang. Jumlah serabut otot pada tiap-tiap orang berbeda, jumlah serabut otot yang sama saat lahir akan dipertahankan hingga
dewasa kecuali jika terjadi injury maka jumlah serabutnya akan menurun atau bahkan akan menghilang. Peningkatan ukuran serabut otot dapat bertambah ketika
diberikan resistance training Sherwood, 2006. Kontraksi otot skeletal ada dua yaitu kontraksi isotonik dan isometrik.
Kontraksi otot isotonik dibagi menjadi konsentrik dan eksentrik. Kontraksi konsentrik merupakan kontraksi otot yang membuat otot memendek dan terjadi
gerakan pada sendi sedangkan kontraksi eksentrik merupakan kontraksi otot pada saat memanjang untuk menahan beban. Kontraksi isometrik merupakan kontraksi
otot yang tidak disertai dengan perubahan panjang otot Lippert, 2011. Kelelahan otot terjadi akibat adanya aktivitas fisik dengan intensitas yang
tinggi dan berlangsung singkat yang disebabkan oleh akumulasi produksi asam laktat di dalam otot dan darah. Ketika melakukan aktivitas dengan intensitas yang
tinggi maka akan terjadi kontraksi otot di dalam serabut otot fast twitch FT. Serabut otot FT lebih cepat mengalami kelelahan dibandingkan serabut otot slow
twitch ST dikarenakan serabut otot FT mempunyai kemampuan sistem anaerobik yang tinggi dan sistem aerob yang rendah sehingga mempercepat
penumpukan dari asam laktat. Hal tersebut menyebabkan lebih cepat terjadi kelelahan otot Sherwood, 2006.
Gambar 2.9 Struktur otot Sumber: Donatelli, 2007
2.2.3 Biomekanika Pada Tungkai Bawah Biomekanik merupakan sebuah ilmu yan mempelajari tentang gerak tubuh
pada manusia pada sub bab ini akan menjelaskan pembagian dari biomekanika tungkai bawah pada hip, knee dan ankle sebagai berikut :
1. Hip Joint
a. Osteokinematika Hip Joint
Hip joint merupakan triaxial yang memiliki 3 pasang gerakan 3 DKG yaitu fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi, dan endorotasi-eksorotasi. Gerakan yang
paling luas
adalah fleksi
hip dan
yang paling
terbatas adalah
ekstensihipereskstensi hip Sudaryanto dan Anshar, 2011. Fleksi-ekstensi terjadi pada bidang sagital di sekitar aksis medio-lateral dengan gerak rotasi spin tidak
murni. Abduksi-adduksi terjadi dalam bidang frontal di sekitar axisantero- posterior dengan gerak rotasi spin. Endorotasi-eksorotasi terjadi pada bidang
transversal di sekitar aksis vertikal dengan gerak rotasi spin pada posisi tungkai dianggap sebagai permukaan kerucut yang tidak beraturan dan apex-nya terletak
pada caput femoris Sudaryanto dan Anshar, 2011.
Fleksi hip adalah gerakan femur ke depan dalam bidang sagital. Jika knee lurus maka luas gerakan fleksi hip dibatasi oleh ketegangan otot hamstring.
Gerakan fleksi hip yang luas dilakukan dengan knee dalam posisi fleksi dimana pelvic akan backward tilt untuk melengkapimenyempurnakan gerakan fleksi pada
hip joint. ROM fleksi hip dengan posisi ekstensi knee adalah sebesar 0 - 90
, sedangkan ROM fleksi hip dengan posisi fleksi knee adalah sebesar 0
– 120 gerak aktif dan 0
– 140 gerak pasif. Fleksi hip dihasilkan oleh kontraksi otot
iliopsoas yang dibantu oleh otot rectus femoris Sudaryanto dan Anshar, 2011. Ekstensi adalah gerakan kembali dari fleksi sedangkan hiperekstensi adalah
gerakan femur ke belakang dalam bidang sagital. Gerakan ini sangat terbatas, kecuali pada akrobatik yang memungkinkan terjadi rotasi femur keluar sehingga
gerakannya cukup luas. Faktor penghambat hiperekstensi hip adalah ketegangan ligamen iliofemoral pada bagian depan sendi. ROM ekstensihiperekstensi hip
adalah 0 – 20
gerak aktif dan sebesar 0 – 30
gerak pasif. Otot yang bekerja pada gerakan ini adalah otot gluteus maximus yang dibantu oleh grup otot
hamstring Sudaryanto dan Anshar, 2011. Abduksi hip adalah gerakan femur ke samping dalam bidang frontal
sehingga paha bergerak jauh dari midline tubuh. ROM abduksi akan terjadi lebih besar jika femur berotasi keluar. Abduksi dibatasi oleh kerja otot-otot adductor
dan ligamen pubofemoral. ROM abduksi hip sebesar 0 – 45
gerak pasif dan 0 – 30
gerak aktif. Otot yang bekerja pada gerakan abduksi adalah otot gluteus medius et minus dan tensor fascia latae beserta traktus iliotibialis, yang dibantu
oleh otot sartorius Sudaryanto dan Anshar, 2011.
Adduksi hip adalah gerakan kembali dari abduksi. Hiperadduksi hanya dapat terjadi jika tungkai sisi kontralateral digerakkan keluar. Pada hiperadduksi
yang luas, ligamen capitis teres femoris menjadi tegang. ROM adduksi hip sebesar 0
– 30 gerak pasif dan sebesar 0
– 20 gerak aktif. Otot yang bekerja
pada gerakan ini adalah grup otot adductor, pectineus, dan gracilis Sudaryanto dan Anshar, 2011.
Eksorotasi adalah suatu rotasi femur sekitar aksis longitudinal sehingga knee berputar keluar. Eksorotasi juga merupakan suatu rotasi femur sekitar aksis
sagital sehingga knee berputar ke dalam. ROM eksorotasi biasanya lebih besar daripada endorotasi. ROM eksorotasi hip adalah 0
– 40 60
, sedangkan otot yang bekerja dalam posisi tungkai lurus adalah enam otot yang pendek yaitu
obturator internus externus, gemellus superior dan inferior, quadratus femoris dan piriformis, serta dibantu oleh otot gluteus medius et minimus. Berbeda dengan
posisi tungkai fleksi knee dimana otot yang bekerja adalah grup otot adductor, pectineus, gracilis, dan sartorius Sudaryanto dan Anshar, 2011.
Endorotasi hip adalah gerak rotasi femur sekitar aksis longitudinal sehingga knee terputar ke dalam. Endorotasi juga merupakan gerak rotasi femur disekitar
aksis sagital sehingga knee terputar keluar. ROM endorotasi dan eksorotasi dipengaruhi oleh derajat torsi femoral. ROM endorotasi hip adalah 0
– 30 40
, sedangkan otot yang bekerja dalam posisi tungkai lurus adalah grup otot adductor
dan pectineus, dan dalam posisi tungkai fleksi knee adalah keenam otot rotator yang pendek yang dibantu oleh tensor fascia lataeAnshar and Sudaryanto,
2011..
b. Arthrokinematika Hip Joint
Caput femoris berbentuk konveks seperti bola yang melekat pada collum femoris, dengan arahnya adalah menghadap anterior, medial, dan superior.
Sedangkan asetabulum berbentuk konkaf dengan arahnya menghadap anterior, lateral, dan inferior. Pada setiap gerakan hip joint, caput femoris selalu bergerak
slide berlawanan arah dengan gerakan angular Anshar dan Sudaryanto, 2011. Terjadinya gerakan abduksi dan adduksi akan menimbulkan jarak dalam
diameter longitudinal terhadap permukaan sendi. Gerakan ekstensi, internal, dan eksternal rotasi menimbulkan jarak dalam diameter transversal. Gerakan fleksi
dan ekstensi menimbulkan gerakan spin dalam sendi, antara caput femur dengan lunate surface acetabulum Neumann, 2002.
Tabel 2.2 Hubungan gerak angular dengan artrhokinematika caput femur
Sumber: Sudaryanto dan Anshar , 2011
Gerakan angular femur
Arthrokinematika caput
femur terhadap
acetabulum
Fleksi Posteriorspin
Ektensi Anteriorspin
Abduksi Inferior
Adduksi
Superior
Endorotasi Posterior
Eksorotasi
Anterior
2. Knee Joint
a. Biomekanika Knee Joint
Aksis gerak fleksi dan ekstensi terletak di atas permukaan sendi, yaitu melewati condylus femoris. Sedangkan gerakan rotasi aksisnya longitudinal pada
daerah condylus medialis Kapandji, 1995. Secara biomekanik, beban yang diterima sendi lutut dalam keadaan normal akan melalui medial sendi lutut dan
akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral, sehingga resultannya akan jatuh di bagian sentral sendi lutut Sudaryanto dan Anshar, 2011.
b. Osteokinematika
Osteokinematika yang memungkinkan terjadi adalah gerakan fleksi dan ekstensi pada bidang sagital dengan lingkup gerak sendi fleksi antara 120-130
derajat, bila posisi hip fleksi penuh, dan dapat mencapai 140 derajat, bila hip ekstensi penuh, untuk gerakan ekstensi, lingkup gerak sendi antara 0
– 10 derajat gerakan putaran pada bidang rotasi dengan lingkup gerak sendi untuk endorotasi
antara 30 – 35 derajat, sedangkan untuk eksorotasi antara 40-45 derajat dari posisi
awal mid posision. Gerakan rotasi ini terjadi pada posisi lutut fleksi 90 derajat Kapandji, 1995, gerakan yang terjadi pada kedua permukaan tulang meliputi
gerakan rolling dan sliding. Saat tulang femur yang bergerak maka, gerakan rolling ke arah belakang dan sliding ke arah depan berlawanan arah. Saat fleksi,
femur rolling ke arah belakang dan sliding ke belakang, untuk gerakan ekstensi, rolling ke depan dan sliding ke belakang. Saat tibia yang bergerak fleksi adapun
ekstensi maka rolling maupun sliding bergerak searah, saat fleksi maka rolling maupun sliding bergerak searah, saat fleksi rolling dan sliding ke arah belakang,
sedangkan saat ekstensi rolling dan sliding bergerak ke arah depan Sudaryanto dan Anshar, 2011.
c. Artrokinematika
Artrokinematika pada sendi lutut di saat femur bergerak rolling dan sliding berlawanan arah, disaat terjadi gerak fleksi femur rolling ke arah belakang dan
sliding-nya ke depan, saat gerakan ekstensi femur rolling kearah depannya sliding-nya ke belakang. Jika tibia bergerak fleksi ataupun ekstensi maka rolling
maupun sliding terjadi searah, saat fleksi menuju dorsal, sedangkan ekstensi menuju ventral Kapandji, 1995.
3. Ankle Joint a. Biomekanika Ankle Joint
Sistem Sendi Sendi pergelangan kaki terdiri dari tiga persendian, yaitu : 1 tibio fibularis distalis, 2 talocrularis joint, 3 subtalaris joint Norkin dan
White, 1995. Sendi tibiofibularis distal dibentuk oleh incisura fibularis tibia dengan facies articularis fibula. Sendi tibiofibularis proksimal dan distal diperkuat
oleh membrane interoseus yang terletak di antara tibia dan fibula. Sendi talocrularis dibentuk oleh ujung distal fibula yang membentuk opermukaan
cekung dengan talus yang permukaannya cembung Sendi subtalar dibentuk oleh talus dan calcaneus Sudaryanto dan Anshar, 2011.
b. Osteokinematika Gerakan yang terjadi pada ankle joint adalah plantar flexi, dorsal flexi, eversi dan inversi
c. Arthrokinematika Dalam keadaan normal besarnya gerakan dorsal flexi adalah 20˚, sedangkan plantar flexi adalah 50˚ dan gerakan eversi yaitu 20˚, gerakan
inversi 40˚ Russe, 1975 Luas gerak sendi ankle untuk gerak plantar flexi sebesar
50 derajat dan gerak dorsi flexi sebesar 20 derajat yang diukur pada posisi anatomis. Sedangkan untuk gerak inversi sebesar 40 derajat dan eversi sebesar 20
derajat. Bila penulisan disesuaikan dengan standar ISOM maka untuk gerak dorsi flexi dan plantar flexi akan tertulis S 20-0-50 dan gerak inversi dan eversi
tertulis S 20-0-40 Russe, 1975. Dilihat dari aspek arthrikinematika selama dorsi fleksi ankle, talus akan sliding kearah posterior dan fibula bergerak kearah
proksimal dan lateral, selama plantar fleksi ankle talus sliding kearah anterior dan fibula bergerak ke arah distal dan sedikit ke anterior. Saat inversi calcaneus
sliding kearah lateral dan pada saat eversi calcaneus sliding ke medial Norkin dan White, 1995
2.3 Stretching