PERBANDINGAN NEURAL MOBILIZATION DAN CONTRACT RELAX STRETCHING PADA LATIHAN AGILITY LADDER EXERCISE METODE LATERAL RUN DALAM MENINGKATKAN KELINCAHAN PEMAIN SEPAK BOLA DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA.
SKRIPSI
PERBANDINGAN NEURAL MOBILIZATION DAN CONTRACT
RELAX STRETCHING PADA LATIHAN AGILITY LADDER
EXERCISE METODE LATERAL RUN DALAM
MENINGKATKAN KELINCAHAN PEMAIN SEPAK BOLA DI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
011
I NYOMAN KRISNA WIJAYA
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
(2)
i
PERBANDINGAN NEURAL MOBILIZATION DAN CONTRACT
RELAX STRETCHING PADA LATIHAN AGILITY LADDER
EXERCISE METODE LATERAL RUN DALAM
MENINGKATKAN KELINCAHAN PEMAIN SEPAK BOLA DI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
Skripsi ini diajukan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA FISIOTERAPI
011
Oleh :
I NYOMAN KRISNA WIJAYA
NIM. 1202305043
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
(3)
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Nama : I Nyoman Krisna Wijaya
NIM : 1202305043
Judul Proposal Penelitian :“ Perbandingan Neural Mobilization Dan Contract
Relax Stretching Pada Latihan Agility Ladder
Exercise Metode Lateral Run Dalam Meningkatkan
Kelincahan Pemain Sepak Bola Di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana”
Skripsi ini telah disetujui oleh Dosen Pembimbing Skripsi untuk diajukan ke Sidang Skripsi.
Denpasar, 12 Mei 2016
Komisi Pembimbing
Pembimbing I,
(I Made Niko Winaya Sst.Ft, SKM, M.Fis)
Pembimbing II,
(dr. I Putu Adiartha, Griadhi, M.Fis) NIP. 19761125 200501 1 002
(4)
iii
UNIVERSITAS UDAYANA
Denpasar, 23 Juni 2016
Pembimbing I,
(I Made Niko Winaya Sst.Ft, SKM, M.Fis)
Pembimbing II,
(dr. I Putu Adiartha, Griadhi, M.Fis) NIP. 19761125 200501 1 002
Penguji,
(dr. Nila Wahyuni, S.Ked, M.Fis) NIP. 19831008 201404 2 001
(5)
iv
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
PERBANDINGAN NEURAL MOBILIZATION DAN CONTRACT
RELAX STRETCHING PADA LATIHAN AGILITY LADDER
EXERCISE METODE LATERAL RUN DALAM
MENINGKATKAN KELINCAHAN PEMAIN SEPAK BOLA DI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
OLEH :
I NYOMAN KRISNA WIJAYA NIM : 1202305043
TELAH DIUJIKAN DI HADAPAN TIM PENGUJI
PADA HARI : KAMIS TANGGAL : 23 JUNI 2016
MENGETAHUI
DEKAN KETUA
FK UNIVERSITAS UDAYANA PS. FISIOTERAPI FK UNUD
Prof. Dr. dr. Putu Astawa,SpOT(K), M.Kes Prof. Dr. dr. I. N. Adiputra, MOH, PFK NIP.195301311980031004 NIP. 194712111976021001
(6)
v
MENINGKATKAN KELINCAHAN PEMAIN SEPAK BOLA DI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
ABSTRAK
Kelincahan adalah kemampuan untuk mengubah posisi tubuh atau arah gerakan tubuh dengan cepat ketika sedang bergerak cepat, tanpa kehilangan keseimbangan. Kelincahan bukan merupakan komponen fisik tunggal akan tetapi tersusun dari komponen koordinasi, kekuatan, kelentukan, waktu reaksi dan power.
Melihat sekian banyak latihan kelincahan hanya dapat meningkatkan koordinasi
neuromuscular, keseimbangan, kecepatan reaksi, kekuatan otot saja tetapi tidak
signifikan meningkatkan fleksibiltas. Peneliti ingin menambahkan 2 metode fisioterapi yang meningkatkan fleksibilitas untuk melihat perbandingan 2 metode tersebut.
Rancangan penelitian ini adalah penelitian eksperimental Pre Test and Post
Test Control Group Design. Sampel berjumlah 20 orang dibagi menjadi 2 kelompok
perlakuan yang terdiri atas neural mobilization & ladder exercise 10 sampel dan
contract relax stretching & ladder exercise 10 sampel. Latihan dilakukan selama 4
minggu dengan frekuensi 3 kali dalam satu minggu. Illinois Agility run test
digunakan sebelum dan sesudah pelatihan untuk mengukur waktu kelincahan.
Selanjutnya dilakukan uji normalitas dengan Saphiro Wilk dan uji homogenitas dengan Levene’s test. Perbedaan rerata sebelum dan sesudah pelatihan kelompok 1 diuji dengan Paired Sample T-test karena data pada kelompok 1 berdistribusi normal dan homogen, terjadi rata-rata penurunan waktu sebesar 1.72 detik (8,78%) dengan p = 0,000 (p<0,05), sedangkan pada Kelompok 2 diuji dengan
Paired Sample T-test karena data normal dan homogen, terjadi rata-rata penurunan
waktu sebesar 0,91 detik (4,73%) dengan p = 0,000 (p<0,05). Hal ini berarti bahwa pada setiap kelompok terjadi peningkatan kelincahan secara bermakna. Uji beda selisih antara kelompok 1 dan kelompok 2 dengan Independent T-test yang menunjukkan ada perbedaan yang bermakna dengan hasil p = 0,002 (p<0,05).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan, latihan neural
mobilization lebih baik dalam meningkatkan kelincahan daripada latihan contract
relax stretching pada pemain sepakbola Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Kata kunci: kelincahan, neural mobilization, contract relax stretching, agility
(7)
vi
COMPARISON BETWEEN NEURAL MOBILIZATION AND
CONTRACT RELAX STRETCHING ON LADDER AGILITY
EXERCISE METHOD LATERAL RUN TO IMPROVE AGILITY
IN SOCCER PLAYERS IN MEDICAL FACULTY UDAYANA
UNIVERSITY
ABSTRACT
Agility is ability to change body position or direction of movement of the
body quickly when you’re moving fast, without losing balance. Agility is not a single
physical component but is composed of components coordination, strength, flexibility, reaction time and power. Seeing many agility training can only improve neuromuscular coordination, balance, reaction speed, muscular strenght alone but not significantly improve flexibility. Reseachers want to add 2 methods of physiotherapy which increases the flexibility to see a comparison of the 2 methods.
The research was an experimental Pre Test and Post Test Control Group Design. Samples numbered 20 people were divided into two treatment groups consisting of neural mobilization and agility ladder 10 samples and contract relax stretching and agility ladder 10 samples. Exercise for 4 weeks with a frequency of 3 times a week.Illinois Agility Run test was used before and after training to measure time agility.
Subsequently conducted by shapiro wilk normality test and homogeneity test by Levene 's test. Mean difference before and after the training group 1 was tested with Paired Sample T-test for the data in group 1 with normal distribution and homogeneous, there was an average reduction of time of 1.72 seconds (8 , 78%) with p = 0.000 (p <0.05), for the second group was tested with Paired Sample T-test for normal data and homogeneous, there was an average reduction of time of 0.91 seconds (4.73%) with p = 0.000 (p <0.05). This means that in every group there was an increase agility substantially. Different test the difference between group 1 and group 2 with Independent T-test showed no significant difference with the result p = 0.002(p<0.05).
Based on these results, it can be concluded that the neural mobilization better to improve agility than contract relax stretching on soccer players in medical faculty udayana university.
Keywords: agility, neural mobilization, contract relax stretching, agility ladder, illinois agility test run.
(8)
vii
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang
berjudul “Perbandingan Neural Mobilization Dan Contract Relax Stretching Pada Latihan Agility Ladder Exercise Metode Lateral Run Dalam Meningkatkan
Kelincahan Pemain Sepak Bola Di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.”. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana
Fisioterapi. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini
tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan
segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini,
yaitu kepada:
1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes selaku dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
2. Prof. Dr. dr.I Nyoman Adiputra, MOH, PFK selaku ketua Program Studi
Fisioterapi Universitas Udayana.
3. I Made Niko Winaya Sst.Ft, SKM, M.Fis selaku pembimbing sekaligus
pengajar yang telah banyak memberikan petunjuk dan bimbingan dalam
penyusunan proposal ini.
4. dr. I Putu Adiartha, Griadhi, M.Fis selaku pembimbing sekaligus pengajar
yang telah banyak memberikan petunjuk dan bimbingan dalam
(9)
viii
5. Dosen-dosen pengajar dan staf Program Studi Fisioterapi yang telah
banyak membantu dalam penyelesaian proposal ini.
6. Orang Tua dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan dan
semangat untuk menyelesaikan proposal ini.
7. Teman-teman Fisioterapi angkatan 2012 (AXOPLASMIC), EVIDENCE
BASED, BIANGLALA, BASECAMP dan Para sahabat yang tidak bisa
saya sebutkan satu persatu yang selalu membantu dan memberikan
semangat dalam berbagai cara dan bentuk baik itu melalui canda tawa,
ataupun nasihat-nasihat yang memacu semangat adrenalin. Terimakasih
banyak sudah mengingatkan satu sama lainnya untuk sama-sama berjuang
bersama.
8. Seluruh kerabat dan sejawat yang tidak mungkin penulis sebutkan satu
persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak sangat
harapkan.
Denpasar, Juni 2016
(10)
ix
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 4
1.3Tujuan Penelitian ... 5
1.4Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1Kelincahan ... 7
2.1.1 Pengertian Kelincahan ... 7
2.1.2 Penerapan Kelincahan dalam Sepak Bola ... 9
2.1.3 Mekanisme Fisiologi Kelincahan………. 10
2.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kelincahan……….. 12
2.1.5 Hubungan Komponen Biomotorik Terhadap Kelincahan…….. 19
2.1.6 Pengukuran Kelincahan……….... 20
2.1.7 Takaran Pelatihan………. 23
2.2Kajian Anatomi dan Fisiologi ... 25
2.2.1 Anatomi Otot tungkai ... 25
2.2.2 Fisiologi Otot Rangka ... 31
2.2.3 Biomekanika Pada Tungkai Bawah ... 34
2.3Stretching ... 40
(11)
x
2.3.2 Mekanisme Stretching Terhadap Kelincahan ... 44
2.4Ladder Agility ... 45
2.4.1 Pengertian Agility Ladder Exercise ... 45
2.4.2 Aplikasi Agility Ladder Lateral Run………..... 47
2.4.3 Mekanisme Ladder agility terhadap kelincahan ... 47
2.5Neural Mobilization ... 48
2.5.1 Pengertian Neural Mobilization ... 48
2.5.2 Slump Stretch ... 50
2.5.3 Aplikasi Slump Stretch ... 52
2.5.4 Mekanisme Neural Mobilization Terhadap Kelincahan ... 53
2.6Contract Relax Stretching ... 54
2.6.1 Pengertian Contract Relax Stretching ... 54
2.6.2 Aplikasi Contract Relax Stretching ... 56
2.6.3 Mekanisme Contract Relax Stretching Terhadap Kelincahan ... 56
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, HIPOTESIS 3.1Kerangka Berpikir ... 59
3.2Kerangka Konsep ... 62
3.3Hipotesis ... 63
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1Desain Penelitian ... 64
4.2Lokasi dan Waktu Penelitian ... 65
4.3Populasi dan Sampel ... 65
4.3.1 Populasi ... 65
4.3.2 Sampel ... 65
4.3.3 Besar Sampel ... 67
4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel... 68
4.4Variabel Penelitian ... 69
4.5Definisi Operasional Variabel ... 69
4.6Instrumen Penelitian ... 71
4.7Prosedur Penelitian ... 72
(12)
xi
4.9Teknik Analisis Data... 79
4.10Jadwal Penelitian………... 80
BAB V HASIL PENELITIAN ... ……….. 81
5.1Data Karakteristik Sampel ... 81
5.2Uji Normalitas dan Homogenitas ... 83
5.3Uji Hipotesis ... 84
5.3.1 Uji Hipotesis 1 dan 2 ... 84
5.3.2 Uji Hipotesis 3 ... 86
BAB VI PEMBAHASAN ... 88
6.1Karakteristik Sampel ... 88
6.2Distribusi dan Varians Sampel Penelitian ... 89
6.3Latihan Neural Mobilization Pada Latihan AgilityLadder Exercise Metode Lateral Run Efektif Dalam Meningkatkan Kelincahan Pada Pemain Sepak Bola ... 90
6.4Latihan Contract Relax Stretching Pada Latihan AgilityLadder Exercise Metode Lateral Run Efektif Dalam Meningkatkan Kelincahan Pada Pemain Sepak Bola ... 92
6.5Ada Perbedaan Antara Latihan Neural Mobilization Dengan Contract Relax Stretching Pada Latihan Agility Ladder Exercise Metode Lateral Run Dalam Meningkatkan Kelincahan Pemain Sepak Bola………….……….. 93
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 95
7.1Kesimpulan ... 95
7.2Saran ... 95
Daftar Pustaka Lampiran
(13)
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2-1.Illusitrasi Keterkaitan Kemampuan Biomotorik ... 20
Gambar 2-2.Illinois Agility Run Test ... 22
Gambar 2-3. Grup Otot Quadriceps Femoris ... 25
Gambar 2-4. Grup Otot Hamstring ... 27
Gambar 2-5. GrupOtot Plantar FleksorAnkle ... 27
Gambar 2-6. Group Otot Dorsi Fleksor Ankle ... 28
Gambar 2-7. Otot Gluteus Maximus………. 30
Gambar 2-8. Otot Gluteus Medius Dan Minimus ... 31
Gambar 2-9. Struktur Otot ... 34
Gambar 2-10. Agility Ladder Lateral Run ... 47
Gambar 2-11. Slump Stretching ... 53
Gambar 2-12. Contract Relax Stretching ... 56
Gambar 3-1. Skema Kerangka Konsep ... 62
Gambar 4-1. Desain Penelitian ... 64
(14)
xiii
Tabel 2.1. Tabel Illnios Agility Run Test... 21
Tabel 2.2. Hubungan Gerak Angular Dengan Artrhokinematika Caput Femur ... 37
Tabel 4.1. Indeks Masa Tubuh ... 74
Tabel 4.2. Tabel Jadwal Penelitian ... 80
Tabel 5.1 Distribusi Data Sampel Berdasarkan Umur dan IMT ... 82
Tabel 5.2 Distribusi Data Sampel Berdasarkan Tipe Tubuh... 82
Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Peningkatan Kelincahan Pada Pemain Sepak Bola Sebelum dan Sesudah Pelatihan ... 83
Tabel 5.4 Uji Rerata Peningkatan Kelincahan Pada Pemain Sepak Bola Sebelum & Setelah Pelatihan Pada Kelompok 1 & Kelompok 2 ……….……….. 85
Tabel 5.5 Hasil Uji Independent T-test……….. 86
(15)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sepak bola merupakan salah satu dari banyak cabang olahraga yang paling
banyak digemari oleh sebagian besar penduduk dunia. Demikian juga di Indonesia
sepak bola sangat digemari oleh semua lapisan kalangan masyarakat baik dari
tingkat daerah, nasional, dan internasional, dari usia anak-anak, dewasa hingga
orang tua, dari yang bermain atau sebagai penonton. Dewasa ini permainan
sepakbola tidak sekedar dilakukan untuk tujuan rekreasi dan pengisi waktu luang
akan tetapi dituntut suatu prestasi yang optimal dan bisa sebagai mata
pencaharian.
Sepak bola merupakan permainan yang menggunakan waktu 2 x 45 menit.
Dalam waktu 90 menit tersebut, seorang pemain sepak bola dituntut untuk selalu
bergerak. Tidak hanya sekedar bergerak, namun dalam bergerak tersebut masih
melakukan berbagai gerak fisik lainnya seperti berlari sambil melakukan
dribbling bola, berlari kemudian harus berhenti tiba-tiba, berlari sambil berbelok
90 derajat, bahkan 180 derajat. Melompat (jumping), meluncur (sliding) beradu
badan (body-charge), bahkan terkadang berlanggar dengan pemain lawan dalam
kecepatan tinggi. Semua itu memerlukan kualitas kondisi fisik pada tingkat
tertentu, untuk bisa memainkan bola tersebut dengan baik (Apriyadi, 2014).
Melihat hal tersebut kondisi fisik yang baik sangat penting dimiliki oleh seorang
(16)
melakukan teknik – teknik secara sempurna oleh sebab itu kondisi fisik adalah modal dasar untuk dapat mencapai keterampilan yang optimal bagi atlet (Sajoto,
1995).
Kondisi fisik adalah salah satu unsur pendukung yang sangat penting
untuk menunjang performa di lapangan. Kondisi fisik akan mempengaruhi
permainan secara signifikan. Komponen – komponen kondisi fisik yang harus dimiliki pemain sepak bola adalah 1). Speed (Kecepatan), 2). Strength (Kekuatan),
3) Endurance (Daya tahan), 4). Flexibility (Fleksibilitas), 5) Accuration (Akurasi)
,6).Power (DayaLedak), 7). Coordination (Koordinasi) , 8). Reaction (Reaksi), 9).
Balance (Keseimbangan), 10). Agility (Kelincahan)(Ismoyo, 2014).
Permainan sepakbola membutuhkan tingkat kelincahan (agility) yang tinggi
dan juga salah satu faktor yang berperan dalam meningkatkan kemampuan
pemain sepak bola juga, beberapa bentuk aktivitas di lapangan yang
membutuhkan kelincahan pada saat menggiring bola sampai dribbling dengan
cepat menuju gawang melewati beberapa lawan yang menjaga daerah dengan
formasi tertentu. Kelincahan sangat menentukan agar bisa menerobos
menghindari hadangan dari lawan agar bisa memasukkan bola ke gawang lawan.
Selain itu kelincahan juga bermanfaat bagi para atlet agar tidak mudah jatuh &
cedera saat berlari di lapangan (Muhyi Faruq 2009).
Kelincahan bukan merupakan komponen fisik tunggal akan tetapi tersusun
dari komponen koordinasi, kekuatan, kelentukan, waktu reaksi dan power
(Ismaryati,2009:41). Menurut Muchtar (1992) ada 3 latihan untuk meningkatkan
kelincahan yaitu shuttle run, zig-zag run dan lari rintangan. Dilihat dari ketiga
(17)
3
sepak bola adalah dengan menggunakan Agility ladder exercise dengan metode
lateral run. Jenis latihan ini penerapannya dengan menggunakan media kotak
tangga yang disebut dengan tangga kelincahan. Kemudian untuk tekniknya
dengan lari menyamping di dalam lintasan berupa tangga tersebut. Latihan ini
sangat bagus untuk meningkatkan kelincahan, karena latihan ini melatih
konsentrasi gerak yang tinggi (Apriyadi, 2014).
Latihan agility ladder exercise metode lateral run merupakan bentuk latihan
yang menuntut konsentrasi tinggi dan koordinasi gerakan yang kompleks. Faktor
tersebut akan mempengaruhi peningkatan momen gaya kontraksi otot, sehingga
terjadi peningkatan pada koordinasi sistem keterampilan motorik yang dapat
memicu meningkatnya kelincahan (Maulana, 2012).
Setelah dikaji lagi latihan ini hanya dapat meningkatkan koordinasi
neuromuscular, keseimbangan, kecepatan reaksi, kekuatan otot saja tetapi tidak
signifikan meningkatkan fleksibiltas yang merupakan salah satu dari komponen
penting kelincahan, maka dari itu perlu adanya latihan yang mampu
meningkatkan fleksibilitas tersebut (Yunitasari, 2015).
Flesibilitas memiliki pengertian yaitu luas gerak satu (LGS
satu atau range of motion persendian atau beberapa persendian. Dari pendapat
tersebut bisa disimpulkan bahwa fleksibilitas merupakan prasyarat yang
diperlukan untuk menampilkan suatu keterampilan yang memerlukan ruang gerak
sendi yang luas dan memudahkan dalam melakukan gerakan-gerakan yang cepat
(Ariyadi, 2012).
Penelitian Prasetyo (2014) tentang “ Korelasi Fleksibilitas, Kecepatan Dan
(18)
bahwa fleksibiltas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kelincahan.
Berdasarkan pada penelitian tersebut peneliti ingin menambahkan dan
mengkombinasikan metode latihan fisioterapi untuk meningkatkan fleksibilitas
tersebut di antaranya adalah dengan menggunakan neural mobilization dan
contract relax stretching. Dari penelitian Dabholkar Tejashree (2014) tentang
“Effect Of Neural Mobilization On Agility In Asymptomatic Subjects Using Sliders
Technique” menghasilkan kesimpulan bahwa neural mobilization meningkatkan
fleksibilitas lebih baik daripada grup tanpa perlakuan terhadap peningkatan
kelincahan. Sedangkan dari penelitian Rima Yunitasari (2015) “Pengaruh pemberian contract relax stretching Terhadap Tingkat Kelincahan Pemain Ukm
Bola Voli Putri Ums” menyebutkan bahwa contract relax stretching mempunyai pengaruh yang intensif dengan menggunakan dosis yang benar secara signifikan
terhadap peningkatan kelincahan.
Kedua penelitian tersebut membuat peneliti tertarik untuk mengangkat latihan
neural mobilization dan contract relax stretching dalam pemain sepak bola.
Selain itu belum banyaknya dilakukan penelitian terhadap latihan ini juga menjadi
salah satu alasan peneliti untuk melakukan penelitian tentang latihan neural
mobilization dan contract relax stretching terhadap peningkatan kelincahan pada
pemain sepak bola. Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin mengangkat judul
“Perbandingan Neural Mobilization Dan Contract Relax Stretching Pada Latihan
Agility Ladder Exercise Metode Lateral Run Dalam Meningkatkan Kelincahan
(19)
5
1.2Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas dapat dibuat rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah penambahan neural mobilization pada latihan agility ladder
exercise metode lateral run efektif dalam meningkatkan kelincahan
pemain sepak bola ?
2. Apakah penambahan contract relax stretching pada latihan agility ladder
exercise metode lateral run efektif dalam meningkatkan kelincahan
pemain sepak bola ?
3. Apakah ada perbedaan antara neural mobilization dan contract relax
stretching pada latihan agility ladder exercise metode lateral run dalam
meningkatkan kelincahan pemain sepak bola ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran umum tentang neural mobilization
dengan contract relax stretching dan latihan agility ladder exercise
metode lateral run dalam meningkatkan kelincahan pada pemain sepak
bola.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk membuktikan neural mobilization pada latihan agility
ladder exercise metode lateral run efektif dalam meningkatkan
(20)
2. Untuk membuktikan contract relax stretching pada latihan agility
ladder exercise metode lateral run efektif dalam meningkatkan
kelincahan pada pemain sepak bola.
3. Untuk membuktikan perbedaan antara neural mobilization dengan
contract relax stretching pada latihan agility ladder exercise
metode lateral run dalam meningkatkan kelincahan pemain sepak
bola
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi
para pembaca (mahasiswa) tentang perbandingan neural
mobilization dengan contract relax stretching pada latihan
agilityladder exercise metode lateral run dalam meningkatkan
kelincahan pada pemain sepak bola..
2. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi
para pembaca (mahasiswa) dalam mengembangkan penelitian
selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan referensi
bagi masyarakat khususnya fisioterapis olahraga, pelatih atau
trainer pengaruh penambahan neural mobilization dengan contract
relax stretching pada latihan agilityladder exercise metode lateral
(21)
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1Kelincahan
2.1.1 Pengertian Kelincahan
Kelincahan merupakan salah satu dari komponen fisik yang banyak di
gunakan dalam berbagai cabang olahraga. Salah satu cabang olahraga yang
memerlukan komponen kelincahan yaitu sepakbola. Kelincahan (agility)
merupakan kemampuan seseorang untuk bisa mengubah arah dengan cepat dan
tepat saat bergerak tanpa mengalami kehilangan keseimbangan (Muhajir, 2004).
Kelincahan merupakan kemampuan seseorang untuk mengubah posisi dan arah
secepat mungkin sesuai dengan situasi yang dihadapi dan dikehendaki (Moh.
Gilang, 2007). Menurut pendapat Mochamad Sajoto (1995: 90) mendefinisikan
kelincahan sebagai kemampuan untuk mengubah arah dalam posisi di arena
tertentu. Seseorang yang mampu mengubah arah dari posisi yang berbeda dalam
kecepatan yang tinggi dengan koordinasi gerak yang baik berarti kelincahannya
cukup tinggi.
Kelincahan merupakan persyaratan untuk mempelajari dan memperbaiki
keterampilan gerak dan teknik olahraga, terutama pada gerakan yang
membutuhkan koordinasi gerak. Dilihat dari keterlibatannya atau perannya dalam
beraktivitas, kelincahan dikelompokan menjadi dua tipe yaitu, kelincahan umum
(General Agility) dan kelincahan khusus (Special Agility). Berdasarkan jenis
(22)
aktivitas sehari-hari atau kegiatan olahraga secara umum yang melibatkan gerakan
seluruh tubuh. Sedangkan pada kelincahan khusus merupakan kelincahan yang
bersifat khusus yang dibutuhkan dalam cabang olahraga tertentu. Kelincahan yang
dibutuhkan memiliki karakteristik tertentu sesuai tuntutan cabang olahraga yang
dipelajari dan hanya melibatkan pada segmen tubuh tertentu (Ismaryanti, 2008).
Seorang pemain yang mempunyai kelincahan yang baik memiliki
beberapa keuntungan, antara lain: mudah melakukan gerakan yang sulit, tidak
mudah jatuh atau cedera, dan mendukung teknik-teknik yang digunakannya
terutama teknik menggiring bola. Ciri-ciri kelincahan dapat dilihat dari
kemampuan bergerak dengan cepat, mengubah arah dan posisi, menghindari
benturan antar pemain dan kemampuan berkelit dari pemain lawan di lapangan.
Kemampuan bergerak mengubah arah dan posisi tergantung pada situasi dan
kondisi yang dihadapi dalam waktu yang relatif singkat dan cepat (Purwanto,
2004).
Setiap individu dengan kelincahan yang baik memiliki kesempatan lebih
baik untuk sukses dalam aktivitas fisik dibandingkan dengan individu yang
memiliki kelincahan buruk. Dinyatakan demikian karena kelincahan sendiri
merupakan aspek dari beberapa kondisi fisik yang harus dimiliki untuk
meningkatkan performance dan menghindari terjadinya injury (Sumiyarsono,
2006).
Berdasarkan dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
kelincahan merupakan kemampuan seseorang dalam merubah arah dan posisi
(23)
9
situasi dan kondisi yang dihadapi di lapangan tertentu tanpa kehilangan
keseimbangan tubuh (Widiyanto, 2012).
2.1.2 Peranan Kelincahan dalam Sepakbola
Dalam pelatihan olahraga, untuk dapat mencapai prestasi yang maksimal
harus memperhatikan beberapa faktor. Salah satunya adalah teknik dasar dalam
olahraga tertentu. Begitu juga dalam olahraga sepak bola, apabila kita menguasai
teknik dasar dengan baik maka kita dapat bermain dengan baik.
Menurut Irsyad (2014) mengatakan untuk dapat mencapai kerjasama tim
yang baik, semua pemain harus menguasai teknik dasar dan keterampilan bermain
sepak bola. Adapaun teknik dasar dalam permainan sepak bola yang perlu
dikuasai olah para pemain adalah menendang bola, menggiring bola, menahan dan
menghentikan bola, menyundul bola, melempar bola, dan merebut bola. Hal ini
membuktikan bahwa prioritas komponen kondisi fisik pada cabang olahraga sepak
bola yaitu kekuatan, kelincahan, kecepatan, ketahanan aerobik dan anaerobik dan
kelentukan (Sadikun, 1992).
Kecepatan dan kelincahan sangat dibutuhkan oleh seseorang pemain sepak
bola dalam menghadapi situasi tertentu dan kondisi pertandingan yang menuntut
unsur kecepatan, kelincahan, kekuatan otot tungkai, dan daya tahan dalam
bergerak untuk menguasai bola maupun dalam bertahan menghindari benturan
yang mungkin terjadi. Bagi seorang pemain sepakbola situasi yang berbeda-beda
selalu dihadapi dalam setiap pertandingan, juga seorang pemain sepak bola
menghendaki gerakan yang indah dan cepat sering dilakukan unsur kecepatan dan
(24)
2.1.3 Mekanisme dan Fisiologi Kelincahan
Kelincahan merupakan salah satu komponen biomotorik yang
didefinisikan sebagai kemampuan mengubah arah secara efektif dan cepat.
Kelincahan terjadi karena adanya gerakan tenaga yang eksplosif (Ruslan, 2012).
Kelincahan juga merupakan kombinasi antara power dengan flexibility. Besarnya
tenaga ditentukan oleh kekuatan dari kontraksi serabut otot. Kecepatan otot
tergantung dari kekuatan dan kontraksi serabut otot. Kecepatan kontraksi otot
tergantung dari daya rekat serabut-serabut otot dan kecepatan transmisi impuls
saraf (Lestari, 2015).
Seseorang yang bisa mengubah arah dari posisi ke posisi yang berbeda
dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi gerak yang baik berarti kelincahannya
cukup tinggi. Elastisitas otot sangat penting karena semakin panjang otot tungkai
yang bisa terulur, semakin kuat dan cepat otot dapat memendek atau berkontraksi.
Dengan diberikan pelatihan maka otot-otot akan menjadi lebih elastis dan ruang
gerak sendi akan semakin baik sehingga persendian akan menjadi sangat lentur
sehingga menyebabkan ayunan tungkai dalam melakukan langkah-langkah
menjadi sangat lebar. Dengan otot yang elastis, tidak akan menghambat
gerakan-gerakan dari otot tungkai sehingga langkah kaki dapat dilakukan dengan cepat dan
panjang. Keseimbangan dinamis juga akan terlatih karena dalam pelatihan ini
harus mampu mengontrol keadaan tubuh saat melakukan pergerakan. Dengan
meningkatnya komponen-komponen tersebut maka kelincahan akan mengalami
(25)
11
Pelatihan fisik yang teratur akan menyebabkan terjadinya hipertropi
fisiologi otot, yang dikarenakan jumlah miofibril, ukuran miofibril, kepadatan
pembuluh darah kapiler, saraf tendon dan ligamen, dan jumlah total kontraktil
terutama protein kontraktil myosin meningkat secara proposional. Perubahan pada
serabut otot tidak semuanya terjadi pada tingkat yang sama, peningkatan yang
lebih besar terjadi pada serabut otot putih (fast twitch) sehingga terjadi
peningkatan kecepatan kontraksi otot. Sehingga meningkatnya ukuran serabut otot
yang pada akhirnya akan meningkatkan kecepatan kontraksi otot sehingga
menyebabkan peningkatan kelincahan (Womsiwor, 2014). Selain itu, terjadinya
adaptasi persyarafan ditandai dengan peningkatan teknik dan tingkat keterampilan
seseorang (Sukadiyanto, 2005).
Pemberian pelatihan fisik secara teratur dan terukur dengan takaran dan
waktu yang cukup, akan menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis yang
menuju pada kemampuan menghasilkan energi yang lebih besar dan memperbaiki
penampilan fisik. Jenis pelatihan fisik yang diberikan secara cepat dan kuat, akan
memberikan perubahan yang meliputi peningkatan subtrak anareobik seperti
ATP-PC, kreatin dan glikogen serta peningkatan pada jumlah dan aktivitas enzim
(McArdle, 2010).
Jadi, telah dibuktikan secara teoritis bahwa dengan dilakukan pelatihan
fisik maka unsur kebugaran jasmani seperti kekuatan otot tungkai, kecepatan,
fleksibilitas sendi lutut dan pinggul, elastisitas otot dan keseimbangan dinamis
akan mengalami peningkatan fungsi secara fisiologis sehingga akan berpengaruh
(26)
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelincahan
Faktor yang mempengaruhi kelincahan dapat dibagi menjadi 2 yaitu,
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari genetik, tipe tubuh,
umur, jenis kelamin, berat badan sedangkan untuk faktor eksternal terdiri dari
suhu, dan kelembaban udara, arah dan kecepatan angin, ketinggian tempat.
Berikut merupakan uraian dari faktor-faktor tersebut:
1. Faktor Internal
a) Genetik
Genetik manusia, unit yang kecil yang tersusun atas sekuen
Deoxyribonucleic Acid (DNA) merupakan bahan yang paling mendasar dalam
menentukan hereditas. Keunggulan genetik yang bersifat pembawaan atau
genetik tertentu diperlukan untuk berhasil dalam cabang olahraga tertentu.
Beberapa komponen dasar seperti proporsi tubuh, karakter, psikologis, otot
merah, otot putih dan suku, sering menjadi pertimbangan untuk pemilihan
atlet (Widhiyanti 2013). Tubuh seseorang secara genetik rata-rata tersusun
oleh 50% serabut otot tipe lambat dan 50% serabut otot tipe cepat pada otot
yang digunakan untuk bergerak (Quinn, 2013).
b) Umur
Massa otot semakin besar seiring dengan bertambahnya umur seseorang.
Pembesaran otot ini erat sekali hubungannya dengan kekuatan otot, di mana
kekuatan otot merupakan komponen penting dalam peningkatan daya ledak.
Kekuatan otot akan meningkat sesuai dengan pertambahan umur (Kamen dan
(27)
13
Selain ditentukan oleh pertumbuhan fisik, kekuatan otot ini ditentukan
oleh aktivitas ototnya. Laki-laki dan perempuan akan mencapai puncak
kekuatan otot pada usia 20-30 tahun. Kemudian di atas umur tersebut
mengalami penurunan, kecuali diberikan pelatihan. Namun umur di atas 65
tahun kekuatan ototnya sudah mulai berkurang sebanyak 20% dibandingkan
sewaktu muda (Nala, 2011).
c) Tipe Tubuh
Tipe tubuh umumnya diklasifikasikan berdasarkan tiga konsep utama atau
dimensi-dimensi tipe tubuh, yaitu: muscularity, linearity, dan fatness. Tiga
komponen tersebut diistilahkan berturut-turut sebagai: mesomorf, ectomorf,
dan endomorph. Tipe tubuh merupakan kapasitas fisik umum dan hanya
sebagai satu indikasi kecocokan seorang atlet dengan prestasi yang tinggi.
berat badan dan tipe memainkan peranan penting dalam pemilihan cabang
olahraga tertentu.
Orang yang memiliki bentuk tubuh tinggi ramping (ectomorf) cenderung
kurang lincah seperti halnya orang yang bentuk tubuhnya bundar (endomorf).
Sebaliknya, orang yang bertubuh sedang namun memiliki perototan yang baik
(mesomorf) cenderung memiliki kelincahan yang lebih baik (Lestari, 2015).
Secara khusus oleh Craig yang sependapat dengan Bloomfield (dalam Pyke,
1991) menyatakan bahwa atlet atletik yang bertipe ectomesomorf cenderung
lebih lincah dibanding yang bertipe endomesomorf.
(28)
Indeks massa tubuh adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat
badan dan tinggi badan seseorang. Rumus untuk menghitung IMT adalah,
IMT = Berat Badan (kg) / [Tinggi Badan (m)]2 (Arga, 2008). IMT normal
sebesar 18,5-22,9 kg/m2
Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat kegemukan memiliki
pengaruh yang besar terhadap performa empat komponen fitness dan tes-tes
kemampuan atletik. Kegemukan tubuh berhubungan dengan keburukan
performa atlet pada tes-tes speed (kecepatan), endurance (daya tahan),
balance (kesimbangan) agility (kelincahan) serta power (daya ledak) (Arga,
2008).
e) Jenis Kelamin
Dilihat dari gender kekuatan otot laki-laki sedikit lebih kuat daripada
kekuatan otot perempuan pada usia 10-12 tahun. Perbedaan kekuatan yang
signifikan terjadi seiring pertambahan umur, di mana kekuatan otot laki-laki
jauh lebih kuat daripada wanita (Bompa, 2005). Pengaruh hormon testosteron
memacu pertumbuhan tulang dan otot pada laki-laki, ditambah perbedaan
pertumbuhan fisik dan aktivitas fisik wanita yang kurang juga menyebabkan
kekuatan otot wanita tidak sebaik laki-laki. Bahkan pada umur 18 tahun ke
atas, kekuatan otot bagian atas tubuh pada laki-laki dua kali lipat daripada
perempuan, sedangkan kekuatan otot tubuh bagian bawah berbeda
(29)
15
2. Faktor Eksternal
a. Suhu dan Kelembaban Relatif
Suhu sangat berpengaruh terhadap performa otot. Suhu yang terlalu panas
membuat seseorang akan mengalami dehidrasi saat latihan. Dan suhu yang
terlalu dingin membuat seorang atlet susah mempertahankan suhu tubuhnya,
bahkan bisa menimbulkan kram otot (Widhiyanti, 2013). Pada umumnya
upaya penyesuaian fisiologis atau adaptasi orang Indonesia terhadap suhu
tropis sekitar 290-300C dan kelembaban relatif antara 85%-95%.
b. Arah dan kecepatan angin
Arah dan kecepatan angin berpengaruh karena pelatihan berlangsung di
lapangan terbuka. Arah angin diukur dengan bendera angin/kantong angin
sedangkan kecepatannya dengan anemometer (Lestari, 2015). Dalam
penelitian ini, arah dan kecepatan angin berada dalam batas toleransi,
diharapkan pengaruhnya dapat ditekan sekecil-kecilnya atau tempat
pengambilan data berada pada kondisi yang sama atau satu tempat.
c. Ketinggian tempat
Setiap peningkatan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut terjadi
penurunan percepatan gravitasi sebesar 0,3 cm/dtk. Hal ini akan
mempengaruhi penampilan atlet. Tempat yang percepatan gravitasinya rendah
akan lebih mudah mengangkat tubuh karena beratnya berkurang sebanding
dengan penurunan percepatan gravitasi. Keuntungan ini dibayar dengan
kerugian yang lebih besar (Lestari 2015).
(30)
Pelatihan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam
peningkatan kelincahan. Pelatihan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk
memperbaiki sistem organ alat-alat tubuh dan fungsinya dengan tujuan untuk
mengoptimalkan penampilan atau kinerja atlet (Nala, 2008). Tujuan latihan
fisik meningkatkan fungsi potensial yang dimiliki atlet dan mengembangkan
kemampuan biomotoriknya sehingga mencapai standar tertentu (Nala, 2002).
Selain faktor internal dan eksternal di atas komponen biomotorik
kelincahan juga dipengaruhi oleh berbagai unsur. Kelincahan termasuk suatu
gerak yang rumit, di mana dalam kelincahan unsur-unsur yang lain seperti
kekuatan, kecepatan, keseimbangan, koordinasi neuromuscular, dan
fleksibilitas. Dibawah ini penulis akan membahas faktor-faktor yang
mempengaruhi kelincahan tersebut:
1. Kekuatan
Kekuatan merupakan kemampuan tubuh mengerahkan tenaga untuk
menahan beban yang diberikan. Kekuatan otot yang banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, yaitu otot tungkai, karena harus menahan berat tubuh.
Kekuatan otot saling berhubungan dengan system neuromuskuler yaitu
seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot untuk melakukan
kontraksi, semakin banyak serabut otot yang teraktifasi, maka semakin besar
(31)
17
2. Kecepatan
Kecepatan adalah kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya (Muhajir 60:2006). Kecepatan merupakan
kemampuan bergerak secara berturut-turut untuk menempuh suatu jarak
dalam satu selang waktu. Pada jarak tempuh yang sama, semakin singkat
waktu tempuh, kecepatan yang dihasilkan akan semakin baik.
Terdapat 2 tipe kecepatan yaitu
a. Kecepatan reaksi
Kecepatan reaksi adalah kapasitas awal pergerakan tubuh untuk
menerima rangsangan secara tiba-tiba atau cepat
b. Kecepatan bergerak
Kecepatan bergerak adalah kecepatan berkontraksi dari beberapa otot
untuk menggerakan anggota tubuh secara cepat.
3. Kecepatan reaksi
Reaksi adalah kemampuan seseorang segera bertindak secepatnya, dalam
menanggapi rangsangan-rangsangan yang datang lewat indera, saraf, atau
feeling lainnya (Sajoto, 1988:59). Kecepatan reaksi merupakan waktu yang
diperlukan untuk memberikan respon kinetic setelah menerima perintah atau
rangsangan
4. Keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan seseorang mengendalikan organ-organ
(32)
perubahan titik bobot badan yang cepat pula baik dalam keadaan statis
maupun dalam gerak dinamis (Sajoto, 1988:58).
Keseimbangan terbagi menjadi dua :
a. Keseimbangan Statis
Keseimbangan statis adalah kemampuan tubuh mempertahankan
keseimbangan dalam posisi tetap.
b. Keseimbangan Dinamis
Keseimbangan dinamis adalah kemampuan mempertahankan
keseimbangan pada waktu melakukan gerak satu posisi kearah
posisi lain.
5. Koordinasi Neuromuscular
Dalam bukunya Nurhasan (2005:21) mengemukakan bahwa komponen
koordinasi menjadi dasar bagi usaha belajar yang bersifat sensomotorik.
Makin tinggi tingkat kemampuan koordinasi makin cepat dan efektif dalam
mempelajari suatu gerakan.
Sedangkan menurut Sukadiyanto (2005:139) “Koordinasi merupakan hasil
perpaduan kinerja dari kualitas otot, tulang dan persendian dalam
menghasilkan satu gerakan yang efektif dan efisien”.
Kemampuan koordinasi sangat mendukung pernguasaan keterampilan
dasar gerak. Koordinasi meliputi tangan, kaki, tangan-kaki,
mata-tangan-kaki, telinga-mata-kaki, dan seterusnya.
(33)
19
Fleksibilitas adalah kemampuan tubuh untuk menggunakan otot dan
persendian dengan rentang yang luas. Seorang atlet yang tidak memiliki
keluntukan dia akan cenderung akan sedikit sulit dalam melakukan gerakan
apalagi dengan gerakan yang kompleks sehingga akan terlihat kaku.
Sebaliknya seorang atlet yang memiliki kelentukan dia akan lebih mudah
dalam melakukan gerakan dan lebih efisien dan dapat mengurangi risiko
cidera (Nurba, 2015).
Ciri-ciri latihan kelentukan adalah meregang persendian, dan mengulur
sekelompok otot. Kelentukan ini sangat diperlukan oleh setiap atlet agar
mereka mudah mempelajari berbagai gerak, meningkatkan ketrampilan,
mengurangi risiko cedera, dan mengoptimalkan kekuatan, kecepatan, dan
koordinasi (Sukadiyanto, 2005).
2.1.5 Hubungan Komponen Biomotorik Terhadap Kelincahan
Karakteristik kelincahan sangat unik. Menurut Jensen & Fisher (1979) kelincahan tersusun atas komponen-komponen koordinasi, kekuatan, kelentukan, waktu reaksi dan power. Koordinasi berkenaan dengan gerakan-gerakan khusus, merupakan komponen terpenting kelincahan.Jika koordinasi seseorang jelek, maka ia tidak akan memiliki kelincahan yang baik walaupun memiliki ciri-ciri bawaan yang lain.
Kekuatan, seseorang yang kekuatanya kurang memadai, maka ia akan lamban dalam mengontrol gerakan tubuh yang efektif. Kelentukan merupakan hal yang pokok dalam keluasan, kelancaran, dan kelenturan gerakan sehingga dapat diperoleh suatu gerakan yang efektif. Waktu reaksi, sangat diperlukan dalam
(34)
situasi-situasi permainan di mana atlet harus merespon dengan cepat suatu rangsang dari luar dengan tindakan yang terampil.
Reaksi yang cepat ditunjukkan dengan adanya gerakan-gerakan yang cepat yang seringkali memungkinkan seorang atlet mengecoh lawan. sangat mem-pengaruhi kelincahan, karena dengan tidak adanya yang memadai, tubuh tidak akan dapat memproyeksikan arah gerakan secara tepat. Oleh karena itu dalam meningkatkan kelincahan,perlu juga dilatih.
Gambar 2.1 Ilustrasi Keterkaitan Kemampuan Biomotorik ( Bompa, 1993: 6)
2.1.6 Pengukuran Kelincahan
Kelincahan sangat dibutuhkan ketika seseorang dalam berolahraga karena
akan melakukan pergerakan dalam keadaan berdiri atau dalam keadaan berlari
merubah arah secara cepat dan tepat. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
illinois agility run test. Secara umum berlari akan menimbulkan kontraksi otot dan
(35)
21
Namun berlari dilapangan yang luas sangat berbeda dengan berlari dilintasan
illinois agility run test.
Berlari dilintasan illinois agility run test. membutuhkan fleksibilitas,
keseimbangan, kecepatan reaksi, kekuatan otot dan koordinasi neuromuscular hal
tersebut membutuhkan juga konsentrasi yang tinggi dengan kata lain dibutuhkan
adaptasi neuromuscular karena saat berlari bolak-balik diantara cone terjadi
gerakan yang kompleks dengan cepat tanpa kehilangan keseimbangan (Apriyadi,
2014).
Test yang digunakan dalam penelitian ini adalah illinois agility run test.,
test ini lebih efektif digunakan dari pada shuttle run dan zig-zag run untuk
mengetahui kelincahan, karena dalam illinois agility run test. mencakup semua
unsur dalam kelincahan seperti kecepatan, koordinasi dan fleksibilitas (Mujito,
2013). Pada kelincahan ini terdapat kriteria nilai berdasarkan jenis kelamin, dan
menurut Mujito (2013) nilai normatif kelincahan adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Kategori Kelincahan dengan Illinois Agility Run Test
Sumber: Mujito 2013
No Kategori Pria Wanita
1 Baik Sekali < 15,2 <17,0
2 Baik 16,1-15,2 17,9-17,0
3 Sedang 18,1-16,2 21,7-18,0
4 Kurang 18,3-18,2 23,0-21,8
(36)
Prosedur pengukuran kelincahan dengan menggunakan illinois agility run test
sebagai berikut :
a. Tandai area lapangan dengan luas 10 x 5 meter, kemudian letakkan 4 cone
pada setiap ujung lapangan. Ujung kiri lapangan yang terdapat sebuah
cone diberi tanda start dan ujung kanan lapangan yang terdapat sebuah
cone diberi tanda finish.
b. Letakkan 4 cone lainnya pada area pertengahan lapangan, dan setiap
cone jaraknya 3,3 meter.
c. Orang coba mulai berdiri di depan cone start, kemudian asisten
menjelaskan jalur lari yang harus dilakukan sampai finish.
d. Pada saat asisten memberi aba-aba “go” maka orang coba harus lari secepat mungkin mengikuti jalur lari sampai finish, sementara asisten
menjalankan stopwatch.
e. Selama lari, orang coba tidak boleh menyentuh cone.
f. Waktu yang ditempuh sampai finish dicatat dan dicocokkan dengan
tabel Illinois Agility Run Test.
g. Tiap test melakukan 2 kali ulangan
(37)
23
Gambar 2.2
http://www.rehab.research.va.gov/jour/2013/507/jrrd-2012-05-0096.html
2.1.7 Takaran Pelatihan
Sebuah hasil latihan yang maksimal harus memiliki prinsip latihan. Tanpa
adanya prinsip atau patokan yang harus diikuti oleh semua pihak yang terkait,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada evaluasi pelatihan akan sulit
mencapai hasil yang maksimal (Nala, 2011).
1. Intensitas
Intensitas pada latihan kelincahan merupakan ukuran terhadap aktivitas yang
dilakukan dalam satu kesatuan waktu. Kualitas suatu intensitas yang menyangkut
kecepatan atau kekuatan dari suatu aktivitas ditentukan oleh besar kecilnya
persentase (%) dari kemampuan maksimalnya. dalam takaran pelatihan kelincahan
intensitas yang digunakan adalah intensitas sub-maksimum sampai maksimum.
Intensitas tersebut diukur berdasarkan posisi, jarak, dan jumlah tiang yang
digunakan (Nala, 2011).
2. Volume
Volume dalam pelatihan merupakan komponen takaran yang paling penting
dalam setiap pelatihan. Unsur volume ini merupakan takaran kuantitatif, yakni
satu kesatuan yang dapat diukur banyaknya, berapa lama, jauh, tinggi atau jumlah
suatu aktivitas (Nala, 2011). Pada umumnya volume pelatihan ini terdiri dari atas :
durasi atau lama waktu pelatihan, jarak tempuh dan berat beban, serta jumlah
repetisi dan set.
(38)
a) Repetisi
Repetisi merupakan pengulangan yang dilakukan tiap set pelatihan. Untuk
latihan kelincahan repetisi yang digunakan adalah 1-3 kali, tetapi untuk
menghasilkan peningkatan yang maksimal repetisi yang sebaiknya digunakan
adalah 3 repetisi untuk tiap set (Nala, 2011).
b) Set
Set adalah satu rangkaian dari repetisi (Nala, 1987). Untuk latihan kelincahan
set yang dianjurkan adalah 3-5 kali, untuk menghasilkan peningkatan yang
maksimal set yang sebaiknya digunakan adalah 5 set (Nala, 2011).
c) Istirahat
Waktu istirahat diperlukan dalam setiap set untuk memberikan waktu istirahat
kepada otot-otot yang berperan dalam pelatihan kelincahan. Waktu istirahat yang
dianjurkan adalah selama 1-3 menit antar set, untuk mencegah terlalu lamanya
waktu istirahat (Nala, 2011).
3. Frekuensi
Frekuensi merupakan kekerapan atau kerapnya pelatihan per-minggu. Dalam
pelatihan kelincahan, frekuensi yang biasa digunakan adalah 3-5 kali seminggu
(Nala, 2011). Hal ini sesuai bagi atlet sehingga menghasilkan peningkatan
kemampuan otot yang baik serta tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti
(Harsono, 1996)
Pada penelitian ini latihan dilakukan tiga kali sesi pertemuan dalam satu
minggu, dengan diberi jeda waktu tidak lebih dari 48 jam. Hal ini dimaksudkan
(39)
25
mengakibatkan jika berturut-turut terdapat istirahat selama lebih dari dua hari
dikhawatirkan kondisi fisik akan kembali ke keadaan semula (Nala, 1998).
Latihan ini dilaksanakan 4 minggu agar mengasilkan efek yang optimal.
2.2 Kajian Anatomi dan Fisiologi Pada Tungkai
2.2.1 Anatomi Otot Tungkai
Daerah tungkai memiliki beberapa grup otot besar yang dapat memberikan
kontribusi terhadap kelincahan. Beberapa grup otot besar yang terlibat adalah:
1. Group Otot Ekstensor Knee dan FleksorHip (Quadriceps Femoris)
Otot quadriceps femoris adalah salah satu otot rangka yang terdapat pada
bagian depan paha manusia. Otot ini mempunyai fungsi dominan ekstensi pada
knee (Watson, 2002). Otot quadriceps terdiri atas empat otot, yaitu:
Gambar 2.3 Grup otot quadriceps femoris (Watson, 2002)
a) Otot Rectus Femoris
Terletak paling superfisial pada facies ventalis berada diantara otot
quadriceps yang lain yaitu otot vastus lateralis dan medialis. Berorigo pada Spina
(40)
(caput obliquum) dan mengadakan insersio pada tuberositas tibia dengan
perantaran ligamentum patellae. Otot ini digolongkan ke dalam otot tipe 1
(Watson, 2002).
b) Otot Vastus Lateralis
Tipe otot ini adalah otot tipe II yang berada pada sisi lateral yang
mengadakan perlekatan pada facies ventro lateral trochanter major dan labium
lateral linea aspera femoris (Watson, 2002).
c) Otot Vastus Medial
Melekat pada labium medial linea aspera (dua pertiga bagian bawah) dan
termasuk otot tipe II (Watson, 2002).
d) Otot Vastus Intermedius
Mengadakan perlekatan pada facies ventro-lateral corpus femoris juga
merupakan otot tipe II (Watson, 2002).
2. Grup Otot Fleksor Knee dan Ekstensor Hip (Hamstring)
Hamstring merupakan otot paha bagian belakang yang berfungsi sebagai
fleksor knee dan ekstensor hip. Secara umum hamstring bertipe otot serabut otot
(41)
27
Gambar 2.4 Grup otot hamstring (Watson, 2002)
a) Otot Biceps Femoris
Mempunyai dua buah caput. Caput longum dan breve, caput longum
berorigo pada pars medialis tuber Ichiadicum dan M. semitendinosus sedangkan
caput breve berorigo pada labium lateral linea aspera femoris, insersio otot ini
pada capitulum fibula (Watson, 2002).
b) Otot Semitendinosus
Otot ini berorigo pada pars medialis tuber ichiadicum dan berinsersio pada
facies medialis ujung proximal tibia (Watson, 2002).
c) Otot Semimembranosus
Melekat di sebelah pars lateralis tuber ichiadicum turun ke arah sisi
medial regio posterior femoris dan berinsersio pada facies posterior condylus
medialis tibia (Watson, 2002).
3. Grup Otot Plantar FleksorAnkle
Gambar 2.5 Grup otot plantar fleksor ankle (Watson, 2002)
a) Otot Gastrocnemius
Otot ini merupakan serabut otot fast-twitch yang sangat kuat untuk plantar
fleksi kaki pada ankle joint. Otot gastrocnemius merupakan otot yang paling
(42)
Dua caput tersebut bersamaan dengan soleus membentuk triceps surae. Bagian
lateral dan medial otot masih terpisah satu sama lain sejauh memanjang ke bawah
pada middle dorsal tungkai. Kemudian menyatu di bawah membentuk tendon
yang besar yaitu tendon Achilles (Hamilton, 2002).
b) Otot Soleus
Seperti otot gastrocnemius, otot soleus berfungsi pada gerakan plantar
fleksi kaki pada ankle joint. Otot ini terletak di dalam gastrocnemius, kecuali di
sepanjang aspek lateral dari ½ bawah calf, di mana bagian lateral soleus terletak
pada bagian atas dari tendon calcaneus. Serabut otot soleus masuk ke dalam
tendon calcaneal dalam pola bipenniform. Otot ini dominan memiliki serabut
slow-twitch (Hamilton, 2002).
4. Group Otot Dorsi Fleksor Ankle
Gambar 2.6 Grup otot dorsi fleksor ankle (Watson, 2002)
a) Tibialis Anterior
Otot ini terletak di sepanjang permukaan anterior tibia dari condylus
lateral kebawah pada aspek medial regio tarsometatarsal. Sekitar ½ sampai 2/3 ke
bawah tungkai otot ini menjadi tendinous. Tendon berjalan di depan malleolus
(43)
29
fleksi ankle dan kaki, serta supinasi (inversi dan adduksi) tarsal joint ketika kaki
dorsi fleksi. Dalam penelitian EMG, otot ini ditemukan aktif pada ½ orang yang
berdiri bebas dan ketika dalam posisi forward lean (Hamilton, 2002).
b) Extensor Digitorum Longus
Otot ini memanjang pada empat jari-jari kaki. Otot ini juga berperan pada
gerakan dorsi fleksi anklejoint dan tarsal joint serta membantu eversi dan abduksi
kaki. Otot ini berbentuk penniform, terletak di lateral dari tibialis anterior pada
bagian atas tungkai dan lateral dari extensor hallucis longus pada bagian
bawahnya. Tepat di depan ankle joint tendon ini membagi empat tendon pada
masing-masing jari-jari kaki (Hamilton, 2002).
c) Extensor Hallucis Longus
Otot ini berperan dalam gerakan ekstensi dan hiperekstensi ibu jari kaki.
Otot extensor hallucis longus juga berperan pada gerakan dorsi fleksi ankle dan
tarsal joint. Seperti otot diatas, otot ini juga berbentuk penniform. Pada bagian
atas otot ini terletak di dalam tibialis anterior dan extensor digitorum longus,
tetapi sekitar ½ bawah tungkai tendon ini menyebar diantara dua otot tersebut di
atas sehingga otot ini menjadi superfisial. Setelah mencapai ankle tendonnya ke
arah medial melewati permukaan dorsal kaki sampai pada ujung ibu jari kaki
(Hamilton, 2012).
Selain otot tungkai, otot yang berperan dalam gerakan kelincahan adalah
otot gluteus maximus, gluteus medius dan minimus, Otot-otot ini berperan sebagai
pembentuk bokong.
(44)
Otot ini merupakan otot yang terbesar yang terdapat di sebelah luar ilium
membentuk perineum. Fungsinya, antagonis dari iliopsoas yaitu rotasi fleksi dan
endorotasi femur. Fungsi utama dari gluteus maximus adalah untuk menjaga
bagian belakang tubuh tetap tegap, atau untuk mendorong kedudukan pinggul ke
posisi yang tepat.
Gambar 2.7 otot gluteus maximus (Watson, 2002)
b. Gluteus medius dan minimus
Otot ini terdapat di bagian belakang dari sendi ilium di bawah gluteus
maksimus. Fungsinya, abduksi dan endorotasi dari femur dan bagian medius
eksorotasi femur.
(45)
31
2.2.2 Fisiologi Otot Rangka
Otot merupakan jaringan yang mampu secara aktif mengembangkan
ketegangan. Karakteristik ini memungkinkan otot skeletal dapat melakukan fungsi
penting dalam mempertahankan postur tubuh tegak, menggerakkan anggota gerak
tubuh, dan meredam terjadinya shock. Ada empat sifat jaringan otot, yaitu:
ekstensibilitas, elastisitas, irritabilitas, dan kemampuan mengembangkan
ketegangan (tension) (Sudaryanto dan Anshar, 2011).
Tubuh manusia tersusun atas 434 otot yang membentuk 40% - 45% dari
berat tubuh orang dewasa. Sekitar 75% pasangan otot bertanggung jawab terhadap
gerakan tubuh dan postur tubuh. Otot rangka sering disebut dengan otot skelet,
otot bergaris atau otot lurik merupakan otot yang berfungsi untuk menggerakkan
tulang. Apabila otot ini dilihat dibawah mikroskop maka susunannya terdiri dari
serabut-serabut panjang yang mengandung banyak inti sel, dan terlihat adanya
garis terang yang diselingi dengan garis gelap yang melintang. Otot mempunyai
hukum “All or none law” hukum berlaku untuk 1 serabut otot, artinya bila 1 serabut otot dirangsang, maka akan berkontraksi bila rangsangan yang diterima
lebih tinggi dari nilai ambang rangsang, otot tidak akan berkontraksi bila nilai
rangsangnya kurang dari ambang rangsang (Guyton dan Hall, 2008).
Otot rangka mempunyai fungsi untuk menggerakkan anggota tubuh
memberikan bentuk pada tubuh, melindungi organ tubuh yang lebih dalam. Otot
rangka terdiri atas serabut/fibers, myofibril, sarkomer. Secara mikroskopis sel,
membran yang membungkus serabut otot disebut dengan sarkolema. Pada bagian
(46)
banyak dengan molekul-molekul glikogen, protein myoglobin dan mitokondria.
Sarkoplasma pada tiap serabut otot mengandung mitokondira dan terdapat serabut
myofibril. Myofibril mengandung 2 tipe protein yang menghasilkan pola striated
sehingga dinamakan otot striated atau otot skeletal. Myofibril terbuat dari molekul
protein yang panjang yang disebut dengan myofilamen. Myofilamen terdiri dari
dua jenis yaitu thick myofilamen yang berwarna lebih gelap dan thin myofilamen
yang berwarna lebih terang (Sherwood, 2006)..
Pada setiap serabut otot terdapat ratusan hingga ribuan myofibril. Setiap
myofibril tersusun oleh sekitar 1500 filamen tebal (myosin) dan 3000 filamen tipis
(actin), yang merupakan molekul protein polimer besar yang bertanggung jawab
untuk melakukan kontraksi otot sesungguhnya (Guyton dan Hall, 2008). Pada
myosin dan actin akan membentuk suatu bagian yang saling bersambung dalam
myofibril yang disebut sarcomer. Pada daerah tengah sarcomere akan terlihat
lebih gelap yang disebut dengan A-band sedangkan daerah pinggir terlihat lebih
terang yang disebut dengan I-band. Bagian yang memisahkan antara kedua daerah
tersebut adalah Z-line. Secara mikroskopis, terlihat adanya perubahan struktur
bands (A bands, I bands) dan garis di dalam otot skeletal selama kontraksi otot.
Pada sarkomer terbagi antara 2 Z lines, yang merupakan unit struktural dasar dari
serabut otot. Setiap sarkomer dibagi menjadi dua oleh suatu M line. A band berisi
filamen myosin yang kasar dan tebal serta dikelilingi oleh 6 filamen actin yang
tipis dan halus. Pada I band berisi hanya filamen actin yang tipis. Pada pusat A
band terdapat H zone yang hanya berisi filamen myosin yang tebal. Ketika otot
(47)
33
bergerak satu sama lain. Z line akan bergeerak ke arah A bands untuk
mempertahankan ukuran awalnya, sementara I bands akan menjadi menyempit
dan H zone menjadi menghilang. Jumlah serabut otot pada tiap-tiap orang
berbeda, jumlah serabut otot yang sama saat lahir akan dipertahankan hingga
dewasa kecuali jika terjadi injury maka jumlah serabutnya akan menurun atau
bahkan akan menghilang. Peningkatan ukuran serabut otot dapat bertambah ketika
diberikan resistance training (Sherwood, 2006).
Kontraksi otot skeletal ada dua yaitu kontraksi isotonik dan isometrik.
Kontraksi otot isotonik dibagi menjadi konsentrik dan eksentrik. Kontraksi
konsentrik merupakan kontraksi otot yang membuat otot memendek dan terjadi
gerakan pada sendi sedangkan kontraksi eksentrik merupakan kontraksi otot pada
saat memanjang untuk menahan beban. Kontraksi isometrik merupakan kontraksi
otot yang tidak disertai dengan perubahan panjang otot (Lippert, 2011).
Kelelahan otot terjadi akibat adanya aktivitas fisik dengan intensitas yang
tinggi dan berlangsung singkat yang disebabkan oleh akumulasi produksi asam
laktat di dalam otot dan darah. Ketika melakukan aktivitas dengan intensitas yang
tinggi maka akan terjadi kontraksi otot di dalam serabut otot fast twitch (FT).
Serabut otot FT lebih cepat mengalami kelelahan dibandingkan serabut otot slow
twitch (ST) dikarenakan serabut otot FT mempunyai kemampuan sistem
anaerobik yang tinggi dan sistem aerob yang rendah sehingga mempercepat
penumpukan dari asam laktat. Hal tersebut menyebabkan lebih cepat terjadi
(48)
Gambar 2.9 Struktur otot (Sumber: Donatelli, 2007)
2.2.3 Biomekanika Pada Tungkai Bawah
Biomekanik merupakan sebuah ilmu yan mempelajari tentang gerak tubuh
pada manusia pada sub bab ini akan menjelaskan pembagian dari biomekanika
tungkai bawah pada hip, knee dan ankle sebagai berikut :
1. Hip Joint
a. Osteokinematika Hip Joint
Hip joint merupakan triaxial yang memiliki 3 pasang gerakan (3 DKG)
yaitu fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi, dan endorotasi-eksorotasi. Gerakan yang
paling luas adalah fleksi hip dan yang paling terbatas adalah
ekstensi/hipereskstensi hip (Sudaryanto dan Anshar, 2011). Fleksi-ekstensi terjadi
pada bidang sagital di sekitar aksis medio-lateral dengan gerak rotasi spin tidak
murni. Abduksi-adduksi terjadi dalam bidang frontal di sekitar
axisantero-posterior dengan gerak rotasi spin. Endorotasi-eksorotasi terjadi pada bidang
transversal di sekitar aksis vertikal dengan gerak rotasi spin pada posisi tungkai
dianggap sebagai permukaan kerucut yang tidak beraturan dan apex-nya terletak
(49)
35
Fleksi hip adalah gerakan femur ke depan dalam bidang sagital. Jika knee
lurus maka luas gerakan fleksi hip dibatasi oleh ketegangan otot hamstring.
Gerakan fleksi hip yang luas dilakukan dengan knee dalam posisi fleksi dimana
pelvic akan backward tilt untuk melengkapi/menyempurnakan gerakan fleksi pada
hip joint. ROM fleksi hip dengan posisi ekstensi knee adalah sebesar 00 - 900,
sedangkan ROM fleksi hip dengan posisi fleksi knee adalah sebesar 00 – 1200 (gerak aktif) dan 00– 1400 (gerak pasif). Fleksi hip dihasilkan oleh kontraksi otot
iliopsoas yang dibantu oleh otot rectus femoris (Sudaryanto dan Anshar, 2011).
Ekstensi adalah gerakan kembali dari fleksi sedangkan hiperekstensi adalah
gerakan femur ke belakang dalam bidang sagital. Gerakan ini sangat terbatas,
kecuali pada akrobatik yang memungkinkan terjadi rotasi femur keluar sehingga
gerakannya cukup luas. Faktor penghambat hiperekstensi hip adalah ketegangan
ligamen iliofemoral pada bagian depan sendi. ROM ekstensi/hiperekstensi hip
adalah 00– 200 (gerak aktif) dan sebesar 00– 300 (gerak pasif). Otot yang bekerja pada gerakan ini adalah otot gluteus maximus yang dibantu oleh grup otot
hamstring (Sudaryanto dan Anshar, 2011).
Abduksi hip adalah gerakan femur ke samping dalam bidang frontal
sehingga paha bergerak jauh dari midline tubuh. ROM abduksi akan terjadi lebih
besar jika femur berotasi keluar. Abduksi dibatasi oleh kerja otot-otot adductor
dan ligamen pubofemoral. ROM abduksi hip sebesar 00– 450 (gerak pasif) dan 00
– 300 (gerak aktif). Otot yang bekerja pada gerakan abduksi adalah otot gluteus
medius et minus dan tensor fascia latae beserta traktus iliotibialis, yang dibantu
(50)
Adduksi hip adalah gerakan kembali dari abduksi. Hiperadduksi hanya
dapat terjadi jika tungkai sisi kontralateral digerakkan keluar. Pada hiperadduksi
yang luas, ligamen capitis (teres) femoris menjadi tegang. ROM adduksi hip
sebesar 00– 300 (gerak pasif) dan sebesar 00– 200 (gerak aktif). Otot yang bekerja pada gerakan ini adalah grup otot adductor, pectineus, dan gracilis (Sudaryanto
dan Anshar, 2011).
Eksorotasi adalah suatu rotasi femur sekitar aksis longitudinal sehingga
knee berputar keluar. Eksorotasi juga merupakan suatu rotasi femur sekitar aksis
sagital sehingga knee berputar ke dalam. ROM eksorotasi biasanya lebih besar
daripada endorotasi. ROM eksorotasi hip adalah 00 – 400/600, sedangkan otot yang bekerja dalam posisi tungkai lurus adalah enam otot yang pendek yaitu
obturator internus externus, gemellus superior dan inferior, quadratus femoris
dan piriformis, serta dibantu oleh otot gluteus medius et minimus. Berbeda dengan
posisi tungkai fleksi knee dimana otot yang bekerja adalah grup otot adductor,
pectineus, gracilis, dan sartorius (Sudaryanto dan Anshar, 2011).
Endorotasi hip adalah gerak rotasi femur sekitar aksis longitudinal sehingga
knee terputar ke dalam. Endorotasi juga merupakan gerak rotasi femur disekitar
aksis sagital sehingga knee terputar keluar. ROM endorotasi dan eksorotasi
dipengaruhi oleh derajat torsi femoral. ROM endorotasi hip adalah 00 – 300/400, sedangkan otot yang bekerja dalam posisi tungkai lurus adalah grup otot adductor
dan pectineus, dan dalam posisi tungkai fleksi knee adalah keenam otot rotator
yang pendek yang dibantu oleh tensor fascia latae(Anshar and Sudaryanto,
(51)
37
b. Arthrokinematika Hip Joint
Caput femoris berbentuk konveks seperti bola yang melekat pada collum
femoris, dengan arahnya adalah menghadap anterior, medial, dan superior.
Sedangkan asetabulum berbentuk konkaf dengan arahnya menghadap anterior,
lateral, dan inferior. Pada setiap gerakan hip joint, caput femoris selalu bergerak
(slide) berlawanan arah dengan gerakan angular (Anshar dan Sudaryanto, 2011).
Terjadinya gerakan abduksi dan adduksi akan menimbulkan jarak dalam
diameter longitudinal terhadap permukaan sendi. Gerakan ekstensi, internal, dan
eksternal rotasi menimbulkan jarak dalam diameter transversal. Gerakan fleksi
dan ekstensi menimbulkan gerakan spin dalam sendi, antara caput femur dengan
lunate surface acetabulum (Neumann, 2002).
Tabel 2.2 Hubungan gerak angular dengan artrhokinematika caput femur
Sumber: (Sudaryanto dan Anshar , 2011)
Gerakan angular femur Arthrokinematika caput femur
terhadap acetabulum
Fleksi Posterior/spin
Ektensi Anterior/spin
Abduksi Inferior
Adduksi Superior
Endorotasi Posterior
(52)
2. Knee Joint
a. Biomekanika Knee Joint
Aksis gerak fleksi dan ekstensi terletak di atas permukaan sendi, yaitu
melewati condylus femoris. Sedangkan gerakan rotasi aksisnya longitudinal pada
daerah condylus medialis (Kapandji, 1995). Secara biomekanik, beban yang
diterima sendi lutut dalam keadaan normal akan melalui medial sendi lutut dan
akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral, sehingga resultannya akan jatuh
di bagian sentral sendi lutut (Sudaryanto dan Anshar, 2011).
b. Osteokinematika
Osteokinematika yang memungkinkan terjadi adalah gerakan fleksi dan
ekstensi pada bidang sagital dengan lingkup gerak sendi fleksi antara 120-130
derajat, bila posisi hip fleksi penuh, dan dapat mencapai 140 derajat, bila hip
ekstensi penuh, untuk gerakan ekstensi, lingkup gerak sendi antara 0 – 10 derajat gerakan putaran pada bidang rotasi dengan lingkup gerak sendi untuk endorotasi
antara 30 – 35 derajat, sedangkan untuk eksorotasi antara 40-45 derajat dari posisi awal mid posision. Gerakan rotasi ini terjadi pada posisi lutut fleksi 90 derajat
(Kapandji, 1995), gerakan yang terjadi pada kedua permukaan tulang meliputi
gerakan rolling dan sliding. Saat tulang femur yang bergerak maka, gerakan
rolling ke arah belakang dan sliding ke arah depan (berlawanan arah). Saat fleksi,
femur rolling ke arah belakang dan sliding ke belakang, untuk gerakan ekstensi,
rolling ke depan dan sliding ke belakang. Saat tibia yang bergerak fleksi adapun
ekstensi maka rolling maupun sliding bergerak searah, saat fleksi maka rolling
(53)
39
sedangkan saat ekstensi rolling dan sliding bergerak ke arah depan (Sudaryanto
dan Anshar, 2011).
c. Artrokinematika
Artrokinematika pada sendi lutut di saat femur bergerak rolling dan sliding
berlawanan arah, disaat terjadi gerak fleksi femur rolling ke arah belakang dan
sliding-nya ke depan, saat gerakan ekstensi femur rolling kearah depannya
sliding-nya ke belakang. Jika tibia bergerak fleksi ataupun ekstensi maka rolling
maupun sliding terjadi searah, saat fleksi menuju dorsal, sedangkan ekstensi
menuju ventral (Kapandji, 1995).
3. Ankle Joint
a. Biomekanika Ankle Joint
Sistem Sendi Sendi pergelangan kaki terdiri dari tiga persendian, yaitu : (1)
tibio fibularis distalis, (2) talocrularis joint, (3) subtalaris joint (Norkin dan
White, 1995). Sendi tibiofibularis distal dibentuk oleh incisura fibularis tibia
dengan facies articularis fibula. Sendi tibiofibularis proksimal dan distal diperkuat
oleh membrane interoseus yang terletak di antara tibia dan fibula. Sendi
talocrularis dibentuk oleh ujung distal fibula yang membentuk opermukaan
cekung dengan talus yang permukaannya cembung Sendi subtalar dibentuk oleh
talus dan calcaneus (Sudaryanto dan Anshar, 2011).
b. Osteokinematika Gerakan yang terjadi pada ankle joint adalah plantar flexi,
dorsal flexi, eversi dan inversi
c. Arthrokinematika Dalam keadaan normal besarnya gerakan dorsal flexi adalah
(54)
inversi 40˚ (Russe, 1975) Luas gerak sendi ankle untuk gerak plantar flexi sebesar 50 derajat dan gerak dorsi flexi sebesar 20 derajat yang diukur pada posisi
anatomis. Sedangkan untuk gerak inversi sebesar 40 derajat dan eversi sebesar 20
derajat. Bila penulisan disesuaikan dengan standar ISOM maka untuk gerak dorsi
flexi dan plantar flexi akan tertulis (S) 20-0-50 dan gerak inversi dan eversi
tertulis (S) 20-0-40 (Russe, 1975). Dilihat dari aspek arthrikinematika selama
dorsi fleksi ankle, talus akan sliding kearah posterior dan fibula bergerak kearah
proksimal dan lateral, selama plantar fleksi ankle talus sliding kearah anterior dan
fibula bergerak ke arah distal dan sedikit ke anterior. Saat inversi calcaneus
sliding kearah lateral dan pada saat eversi calcaneus sliding ke medial (Norkin dan
White, 1995)
2.3 Stretching
2.3.1 Konsep Dasar dan Konsep Neurofisiologis Stretching
Sebelum menerapkan teknik stretching ada beberapa konsep dasar dan
konsep neurofisiologis yang berperan penting saat terjadi stretching otot seperti
propioseptor, stretch refleks dan komponennya, reaksi pemanjangan otot dan juga
resiprokal inhibisi sehingga mendapatkan hasil yang bagus (Wismanto, 2011).
a. Proprioseptor
Propioseptor juga disebut dengan nama mekanoreseptor yang merupakan
sumber dari seluruh propiosepsi yaitu persepsi tentang gerak dan posisi tubuh.
(1)
2.5.4 Mekanisme Neural Mobilization Terhadap Kelincahan
Slump stretch adalah salah satu teknik neurodynamic pada ekstremitas bawah yang men-stretch seluruh saraf. Dengan diberikan neurodynamic pada jaringan saraf akan mengalami adaptasi terhadap suatu latihan yang dilberikan. Secara efek neurophysiology dari mobilisasi pada spinal menunjukkan bahwa mobilisasi pada jaringan saraf akan meningkatkan aliran darah ke otot dengan aktifnya saraf simpatis dan meningkatkan kecepatan rangsang saraf terutama saraf-saraf yang menginervasi otot tungkai (Sudarsono, 2011).
Adaptasi dari otot, saraf dan kecepatan rangsang saraf merupakan salah satu komponen dalam peningkatan kelincahan. Slump stretch mempengaruhi adaptasi suatu latihan dalam mentransmisikan stimulus dari luar yang dibawa ke susunan saraf pusat untuk diproses menjadi suatu gerakan yang komplek. Sehingga dengan adanya proses adaptasi dari saraf akan memperbaiki kecepatan rangsang saraf ke reseptor di otot terutama reseptor muscle spindel baik saraf sensorik maupun motorik terlibat disini. Innervasi sensor utama terletak pada pusat kantung inti serat intrafusal. Saraf ini berakhir dengan bentuk yang berstuktur seperti koil (ujung anulospiral) disekitar intrafusal dan merupakan reseptor aktual untuk mendeteksi perubahan dalam perpanjangan intarfusal. Karena intrafusal ujungnya melekat kuat pada dinding sel dari serat otot rangka, setiap perubahan dalam ukuran serat otot rangka diakibatkan oleh perubahan panjang intrafusal dan juga gerakan dalam ujung yang berbentuk koil pada sensor reseptor (Sudarsono, 2011).
(2)
Pada penelitian Webright et al (1997) menunjukkan bahwa slump meningkatkan fleksiblitas dari hamstring. Slump stretch melibatkan peregangan pada paha belakang bersamaan jaringan saraf yang akan menyumbang peningkatan LGS ektensi knee aktif. Pada penelitian Curtis et al (2016) meneliti tentang efek akut dari neural mobilization dan static stretching menunjukkan peningkatan rom ekstensi knee setelah dilakukan pemberian neural mobilization.
Penelitian Tejashree et al (2014) juga menunjukkan neural mobilization memiliki efek langsung pada ROM hip, knee & ankle sehingga ROM mengalami peningkatkan yang berimbas pada fleksibilitas semakin besar luas gerakan yang bisa dicapai maka semakin mudah dalam melakukan gerakan-gerakan yang cepat sehingga berimbas pada peningkatan kelincahan.
2.6 Contract Relax Stretching
2.6.1 Pengertian Contract Relax Stretching
Contract relax stretching merupakan kombinasi dari tipe stretching isometrik dengan stretching pasif. Dikatakan demikian karena teknik contract relax stretching yang dilakukan adalah memberikan kontraksi isometrik pada otot yang memendek dan dilanjutkan dengan relaksasi dan stretching pada otot tersebut. Adapun tujuan dari pemberian contract relax stretching yaitu untuk memanjangkan / mengulur struktur jaringan lunak seperti otot, fasia tendon dan ligamen yang memendek secara patologis sehingga dapat meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS). Bukan hanya untuk mengurangi terjadinya cidera dalam aktivitas yang memerlukan gerakan daya ledak, tetapi contract relax mampu memberikan peningkatan jangkauan LGS yang lebih besar jika dibandingkan
(3)
dengan tanpa latihan (Jayanto, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nagarwal et al (2009) didapatkan hasil PNF (Contract Relax-Antagonist
Contract) lebih efektif daripada PNF (Hold Relax) untuk meningkatkan
fleksibilitas. Untuk itu contract relax adalah cara baik untuk tetap menjaga fleksibilitas otot tungkai (Jayanto, 2014).
Secara umum contract relax stretching dilakukan untuk mendapatkan efek relaksasi dan pengembalian panjang dari otot dan jaringan ikat. Jaringan ikat membutuhkan waktu 20 detik untuk mencapai efek relaksasi sedangkan otot membutuhkan waktu 2 menit untuk dapat mencapai efek relaksasi. Efek contract relax stretching jangka panjang pada manusia didapatkan bahwa individu yang mendapatkan contract relax stretching dengan durasi 15-45 detik menunjukkan panjang otot yang maksimum. Contract relax stretching dengan durasi 20 dan 30 detik dapat mencapai efek yang maksimal pada minggu ke-7 dan contract relax stretching dengan durasi 10 detik mencapai efek maksimal pada minggu ke-10 sedangkan contract relax stretching yang diberikan dengan durasi 30 detik dapat menghasilkan efek maksimal pada minggu keenam dan ketujuh (Irfan, 2008).
2.6.2 Aplikasi Contract Relax Stretching
a. Gerakkan hip ke arah fleksi hingga akhir ROM secara aktif atau pasif.
b. Tanpa melepaskan posisi tersebut, minta subjek berkontraksi secara isotonik sementara terapis memberikan block dengan tahanan.
(4)
c. Subjek mempertahankan kontraksi hingga 10 detik, kemudian diminta rileks.
d. Selama subjek rileks, terapis menggerakkan ke dalam ROM aktif atau pasif yang baru selama 20 detik.
e. Ulangi rangkaian gerakan tersebut sampai tidak tercapai lagi ROM yang lebih jauh lagi.
f. Aplikasi teknik ini diberikan setelah latihan dengan frekuensi 3x dalam satu minggu.
Gambar 2.12 Contract Relax Stretching (Anonim, 2016) 2.6.3 Mekanisme Contract Relax Stretching Terhadap Kelincahan
Contract relax stretching ini memberikan efek pada pemanjangan struktur jaringan lunak (soft tissue) seperti otot, fascia tendon dan ligament yang memendek secara patologis sehingga dapat meningkatkan lingkup gerak sendi, mengurangi spasme dan pemendekan otot (Wismanto,2011)
Secara umum contract relax stretching dilakukan untuk mendapatkan rileksasi dan pengembalian panjang dari otot dan jaringan ikat. Jaringan ikat membutuhkan waktu 20 detik untuk mencapai efek relaksasi sedangkan otot
(5)
membutuhkan waktu 2 menit untuk dapat mencapai efek rileksasi. Efek contract relax stretching jangka panjang pada manusia didapatkan bahwa individu yang mendapatkan contract relax stretching dengan durasi 15-45 detik menunjukkan panjang otot yang maksimum.
Dalam penerapan prosedur contract relax stretching pasien menunjukkan suatu kontraksi isotonic dari otot yang mengalami ketegangan sebelum secara pasif otot dipanjangkan. Alasan penerapan teknik ini adalah bahwa kontraksi isotonic yang diberikan sebelum stretching dari otot yang mengalami ketegangan akan menghasilkan rileksasi sebagai hasil dari autogenic inhibition. Adanya kontraksi isotonic akan membantu menggerakan stretch reseptor dari spindle otot untuk segera menyesuaikan panjang otot yang maksimal. Golgi tendon organ dapat terlibat dan menghambat ketegangan otot sehingga otot dapat dengan mudah dipanjangkan dan untuk elastisitas dari otot akan bertambah (Wismanto,2011).
Contract relax stretching yang dilakukan pada serabut otot pertama kali mempengaruhi sarkomer yang merupakan unit kontraksi dasar pada serabut otot. Pada saat sarkomer berkontraksi area yang tumpang tindih antara komponen miofilamen tebal dan komponen miofilamen tipis akan meningkat. Apabila terjadi penguluran area tumpang tindih ini akan berkurang yang menyebabkan serabut otot memanjang. Pada saat serabut otot memanjang maksimum maka seluruh sarkomer terulur secara penuh dan memberikan dorongan kepada jaringan penghubung yang ada dalam jaringan penghubung berubah posisinya di sepanjang dorongan yang diterima. Pada saat terjadi suatu penguluran maka serabut otot
(6)
akan terulur penuh melebihi panjang serabut otot itu pada kondisi normal yang dihasilkan oleh sarkomer. Ketika penguluran terjadi hal ini menyebabkan serabut yang berada pada posisi yang tidak teratur dirubah posisinya sehingga menjadi lurus sesuai dengan arah ketegangan yang diterima. Perubahan dan pelurusan posisi ini memulihkan jaringan parut untuk kembali normal (Yunitasari, 2015)
Dalam meningkatkan panjang otot berbanding lurus dengan peningkatan fleksibilitas serta peningkatan ROM sendi yang digerakkan otot tersebut. Fleksibilitas sangat dibutuhkan dalam kelincahan membantu pemain sepakbola bergerak dengan leluasa untuk membantu menggerakkan sendi dan ototnya sesuai yang diinginkan sehingga kelincahan akan tercapai. Tanpa adanya fleksibilitas orang tidak akan menjadi orang yang lincah. Fleksibilitas dan kelincahan merupakan bagian penting dalam semua cabang olahraga khususnya sepakbola karena didalam kelincahan tersebut ada unsur fleksibilitas yang mendukung terjadinya kelincahan (Kardjono, 2008).