Pengenalan Pola DASAR TEORI

2.2. Mikrofon

Mikrofon adalah suatu komponen elektronika yang dapat mengubah atau mengkonversikan energi akustik gelombang suara ke energi listrik sinyal audio. Fungsi dari mikrofon adalah sebagai komponen atau alat pengubah satu bentuk energi ke bentuk energi lainnya. Setiap jenis Mikrofon memiliki cara yang berbeda dalam mengubah konversi bentuk energinya, tetapi semua jenis mikrofon memiliki persamaan yaitu memiliki suatu bagian utama yang disebut dengan diafragma. Mikrofon merupakan komponen penting dalam perangkat elektronik seperti alat bantu pendengaran, perekam suara, penyiaran radio maupun alat komunikasi lainnya seperti handphone, telepon, interkom, walkie talkie serta home entertainment seperti karaoke [3]. Pada perancangan ini mikrofon digunakan sebagai alat perekaman suara untuk mendapatkan nada terekam alat musik belira, agar kemudian dapat diproses untuk melalui tahap selanjutnya sehingga mendapatkan keluaran teks yang sesuai dengan nada yang dimainkan. Mikrofon yang digunakan adalah tipe Microphone Genius 01A. Dalam proses perekaman, mikrofon dihubungkan langsung dengan kartu suara yang ada di laptop. Gambar 2.2 Mikrofon Genius 01A

2.3. Pengenalan Pola

Pengenalan pola pattern recognition sesungguhnya telah lama ada dan telah mengalami perkembangan terus menerus dimulai dari pengenalan pola tradisional kemudian menjadi pengenalan pola modern. Pada mulanya pengenalan pola berbasis pada kemampuan alat indera manusia, dimana manusia mampu mengingat suatu informasi pola secara menyeluruh hanya berdasarkan sebagian informasi pola yang tersimpan di dalam ingatannya. Misalnya sebuah nada pendek yang dibunyikan dapat membuat manusia mengingat sebuah lagu secara keseluruhan. Inti dari pengenalan pola adalah proses pengenalan suatu objek dengan menggunakan berbagai metode dimana dalam proses pengenalannya memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Memiliki tingkat akurasi yang tinggi mengandung pengertian bahwa suatu objek yang secara manual oleh manusia tidak dapat dikenali tetapi bila menggunakan salah satu metode pengenalan yang diaplikasikan pada komputer masih dapat dikenali [4]. Pola adalah entitas yang terdefinisi dan dapat diidentifikasi melalui ciri-cirinya features [5]. Ciri-ciri tersebut digunakan untuk membedakan suatu pola dengan pola lainnya. Ciri yang bagus adalah ciri yang memiliki daya pembeda yang tinggi, sehingga pengelompokan pola berdasarkan ciri yang dimiliki dapat dilakukan dengan keakuratan yang tinggi. Tabel 2.1 Contoh Pengenalan Pola Pola Ciri Huruf Suara Tanda Tangan Sidik Jari Tinggi, Tebal, Titik Sudut, Lengkungan Garis, dll Amplitudo, Frekuensi, Nada, Intonasi, Warna, dll Panjang, Kerumitan, Tekanan, dll Lengkungan, Jumlah Garis, dll Pengenalan pola bertujuan menentukan kelompok atau kategori pola berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki oleh pola tersebut. Dengan kata lain, pengenalan pola membedakan suatu objek dengan objek lain. Terdapat dua pendekatan yang dilakukan dalam pengenalan pola yaitu pendekatan secara statistik dan pendekatan secara sintaktik atau struktural [5]. a. Pengenalan Pola secara Statistik Pendekatan ini menggunakan teori-teori ilmu peluang dan statistik. Ciri-ciri yang dimiliki oleh suatu pola ditentukan distribusi statistiknya. Pola yang berbeda memiliki distribusi yang berbeda pula. Dengan menggunakan teori keputusan di dalam statistik, kita menggunakan distribusi ciri untuk mengklasifikasikan pola. Gambar 2.3 Sistem Pengenalan Pola dengan Pendekatan Statistik Ada dua fase dalam sistem pengenalan pola: i fase pelatihan dan ii fase pengenalan. Pada fase pelatihan, beberapa contoh citra dipelajari untuk menentukan ciri yang akan digunakan dalam proses pengenalan serta prosedur klasifikasinya. Pada fase pengenalan, citra diambil cirinya kemudian ditentukan kelas kelompoknya. 1. Preprocessing Proses awal yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas citra edge enhancement 2. Feature Extraction Proses mengambil ciri-ciri yang terdapat pada objek di dalam citra. Pada proses ini objek di dalam citra mungkin perlu dideteksi seluruh tepinya, lalu menghitung properti-properti objek yang berkaitan sebagai ciri. Beberapa proses ekstraksi ciri mungkin perlu mengubah citra masukan sebagai citra biner, melakukan penipisan pola, dan sebagainya. 3. Classification Proses mengelompokkan objek ke dalam kelas yang sesuai. 4. Feature Selection Proses memilih ciri pada suatu objek agar diperoleh ciri yang optimum, yaitu ciri yang dapat digunakan untuk membedakan suatu objek dengan objek lainnya. 5. Learning Proses belajar membuat aturan klasifikasi sehingga jumlah kelas yang tumpang tindih dibuat sekecil mungkin. Kumpulan ciri dari suatu pola dinyatakan sebagai vektor ciri dalam ruang bahumatra multi dimensi. Jadi, setiap pola dinyatakan sebagai sebuah titik dalam ruang bahumatra. Ruang bahumatra dibagi menjadi sejumlah uparuang sub-ruang. Tiap uparuang dibentuk berdasarkan pola-pola yang sudah dikenali kategori dan ciri-cirinya melalui fase pelatihan. Lihat Gambar 2.5 Gambar 2.4 Contoh Pembagian Kelas Pola b. Pengenalan Pola secara Sintaktik Pendekatan ini menggunakan teori bahasa formal. Ciri-ciri yang terdapat pada suatu pola ditentukan primitif dan hubungan struktural antara primitif kemudian menyusun tata bahasanya. Dari aturan produksi pada tata bahasa tersebut kita dapat menentukan kelompok pola. Gambar 2.6 memperlihatkan sistem pengenalan pola dengan pendekatan sintaktik. Pengenalan pola secara sintaktik lebih dekat ke strategi pengenalan pola yang dilakukan manusia, namun secara praktek penerapannya relatif sulit dibandingkan pengenalan pola secara statistik. Gambar 2.5 Sistem pengenalan pola dengan pendekatan sintaktik Pendekatan yang digunakan dalam membentuk tata bahasa untuk mengenali pola adalah mengikuti kontur tepi batas objek dengan sejumlah segmen garis terhubung satu sama lain, lalu mengkodekan setiap garis tersebut misalnya dengan kode rantai. Setiap segmen garis merepresentasikan primitif pembentuk objek.

2.4. Teorema Pencuplikan