Teori Konvergensi Dan Penyatuan Hukum

commit to user 53 Sehubungan dengan metode fungsional ini, Soedarto menjelaskan sebagai berikut: “Metode ini mempertanyakan apakah fungsi suatu norma atau pranata institut dalam masyarakat tertentu, dan apakah dengan demikian fungsi itu dipenuhi dengan baik atau tidak jawaban atas pertanyaan itu tergantung dari perbandingan norma atau lembaga pranata dengan norma atau lembaga di masyarakat-masyarakat lain yang harus memenuhi fungsi yang sama. Dengan demikian, secara ideal dapat diadakan ramalan, apakah norma itu dipertahankan, dihapus atau diubah. Jadi metode fungsional berorientasi pada problema, dan memperhatikan hubungan antara suatu peraturan dan masyarakat tempat bekerjanya aturan itu. Mempertanyakan fungsi sesuatu norma, itu mengandung arti diikutinya pandangan bahwa hukum merupakan instrumen sarana. Dalam hal ini hukum dipandang sebagai sarana untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat, sebagai suatu gejala yang menimbulkan gejala lain dalam masyarakat. Pandangan instrumental dari hukum ini erat berkaitan dengan pandangan bahwa hukum itu sesuatu yang dibuat, bahwa hukum itu cocok untuk menimbulkan sesuatu dalam kenyataan sosial. Perlu diketahui, bahwa di samping pandangan instrumental mengenai hukum ini ada pandangan-pandangan mengenai hukum rechtsideologie yang non-instrumental. Kalau kita berbicara tentang fungsionalisasi suatu norma, maka harus diformulasikan lebih dulu problema atau masalah yang mendapat jawaban dalam atau oleh aturan hukum tersebut. Masalah ini pada umumnya masalah kemasyarakatan dan belum bersifat yuridis hukum. dengan itu, maka terdapat bidang yang luas untuk perumusan masalah dalam perbandingan hukum”. 94

E. Teori Konvergensi Dan Penyatuan Hukum

Ketika sistem hukum terus saling mempengaruhi satu sama lain dalam penggunaan-penggunaan sumber hukumnya, ada kemungkinan besar terjadinya 94 Ibid, hlm. 14-15 commit to user 54 perubahan situasi di mana Undang-Undang dan perkara digunakan dalam takaran yang setara dan bahkan dipandang sebagai sama-sama otoritatif. Disini kita dapat melihat adanya sebuah kecendrungan untuk memberikan keyakinan yang lebih besar terhadap opini-opoini hukum atau para penulis doctrinal dalam yurisdiksi common law, meskipun untuk wilayah-wilayah hukum yang relatif belum berkembang, seperti hukum medis, dan mungkin juga pengurangan yang sangat besar dalam bobot yang disumbangkan oleh adat-istiadat setempat di dalam ‘modernisasi’ sistem hukum. akankah ini berarti bahwa sebuah konvergensi sistem telah terjadi, atau yang pada akhirnya terjadi? Perdebatan terhadap Maastricht Treaty berkenaan kerja sama Eropa, perang sipil yang sedang berlangsung di sebagain negara Eropa Timur, dan ketidakpastian masa depan Federasi Rusia baru serta hubungan yang tidak mudah dengan Barat seputar masalah-masalah Kritis, menunjukkan bahwa penyatuan hukum antara Barat dan Timur dalam tingkatan praktis sekalipun, sekarang ini, masih jauh dari ideal 95 . Selanjutnya, Peter de Cruz memberikan contoh, ‘Euro’ sebagai mata uang yang sudah umum dikeluarkan pada tahun 1999, walaupun, pada 2001, Euro hanya digunakan oleh beberapa negara tertentu. Apabila kerja sama Eropa yang lebih erat pada akhirnya bisa dicapai, ini akan menjadi suatu langkah kedepan meskipun hanya kecil menuju suatu bentuk penyatuan. Oleh sebab itu, selama masih berhubungan dengan keluarga hukum, masih tetap relevan, berguna dan akurat jika mengkaji sistem common law dan civil law berdasarkan kriteria yang sudah kita bahas, dan untuk merenungkan tentang karakteristik pengidentifikasian bagi sejumlah negara yang tersisa dan masih mengaku sistem hukum sosialis 96 . Meskipun teori konvergensi dalam beberapa hal tertentu memang memungkinkan, perbedaan-perbedaaan yang mencolok dalam ideology, sikap politik, kebijakan sosial dan ekonomi, tanpa menyebutkan nilai-nilai moral dan filsafat, sikap hukum, dan yudisial struktur administratif dan eksekutif, harus terlebih dahulu direkonsialisasikan antara satu yang lainnya. Integrasi secara besar-besaran jelas bukan proses yang kemungkinan terjadi dimasa depan yang dapat diperkirakan, 95 Op.Cit, Peter de Cruz, …, hlm. 58-59 96 Ibid, hlm. 59 commit to user 55 tetapi sebuah usaha pendahuluan dibidang penyelarasan unsur-unsur dari sistem yang berbeda telah dimulai dalam konteks Uni Eropa 97 . Dalam konteks Indonesia, Secara deskriptif, terdapat koeksistensi beberapa sistem hukum, setidak-tidaknya subsistem atau sub-subsistem hukum. Dalam hal ini di antaranya koeksis aturan-aturan hukum yang bersumber dari civil law system, hukum islam, common law system, dan hukum adat. Keberadaan, koeksistensi, atau pertemuan beberapa sistem hukum dalam jurisdiksi Indonesia di samping karena pluralitas masyarakat Indonesia, juga sebagai konsekuensi dari reformasi hukum dalam rangka pembangunan. Bahkan secara historis, dapat dijelaskan sebagai akibat dari “transfrontier mobility of law” mobilisasi hukum lintas jurisdiksi oleh pemerintah kolonial maupun hubungan-hubungan bilateral atau multilateral antara Indonesia dan negara atau bangsa lain 98 . Koeksistensi beberapa sistem hukum di Indonesia tersebut tentu melibatkan proses-proses persaingan di antara elemen-elemen sistem hukum yang dipindahkan dan sistem hukum tuan rumah. Hal ini berarti dalam jurisdiksi hukum Indonesia terjadi persaingan antara elemen sistem hukum civil law, hukum islam, common law, dan hukum adat. Apabila secara teoritis persaingan mengakibatkan pencampuran elemen-elemen sistem hukum tersebut, maka dengan demikian hukum Nasional sesungguhnya merupakan “mixed legal system” dan Indonesia merupakan “mixed jurisdictions” sebagaimana konsepsi Esin Őrűcű dan William Tetley di atas . Secara substantif, artinya terjadi pencampuran elemen-elemen yang berbeda atau satu dari elemen-elemen sistem hukum tersebut menjadi elemen dominan disebabkan oleh faktor-faktor politik. Hal penting untuk diberikan perhatian, yaitu konvergensi budaya hukum legal- cultural convergence yang niscaya sebagai akibat import dan terjadinya divergensi sosio-kultural. Dalam konteks pluralisme kultural ini dan terjadinya benturan budaya yang berbeda serta konsekuensi atas impor sistem hukum, yaitu munculnya kepentingan kontemporer tertentu particular contemporary interest. 97 Loc.Cit. 98 http:haripurwadi.staff.hukum.uns.ac.id, Diakses Tanggal 27102011, Jam 21.11 Wib Surakarta. commit to user 56 Lebih dari itu, pluralisme hukum merupakan ikhwal signifikan lainnya. Secara konsepsional, pertemuan dengan demikian juga persaingan di antara sistem-sistem hukum muncul pada dua tingkatan yang berbeda, yaitu : 1 tingkatan ide-ide, konsep, dan solusi; 2 tingkatan struktur, institusi, dan metode. Tingkatan- tingkatan tersebut tidak hanya menjelaskan kandungan sistem yang dapat bersaing dan pada tahap berikutnya kemungkinan berintegrasi, namun juga membedakan tingkat kemudahan atau kesulitan, bahkan kemungkinan kegagalan atau keberhasilan berintegrasi dalam proses persaingan 99 .

F. Tinjauan Umum Tentang Pencucian Uang