KEHARMONISAN HUBUNGAN ANTARA ETNIS BALI DENGAN ETNIS LAMPUNG

(1)

KEHARMONISAN HUBUNGAN

ANTARA ETNIS BALI DENGAN ETNIS LAMPUNG (Studi di Kabupaten Lampung Selatan)

Oleh

DENI AFERO

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara etnis Bali dengan etnis non-Bali, mengapa konflik etnis Bali dengan etnis Lampung cepat membesar, bagaimana peran pemerintah dalam resolusi konflik, dan bagaimana kondisi realitas keharmonisan di Kabupaten Lampung Selatan. Konflik yang selama ini tidak terungkap ke permukaan membuat banyak pandangan negatif terhadap masyarakat Lampung Selatan secara umum.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam. Penentuan informen secara purposive sampling dengan memilih beberapa anggota masyarakat yang terlibat langsung pada konflik di Lampung Selatan dan beberapa tokoh adat Lampung. Informasi dianalisis guna menarik kesimpulan yang sesuai dengan kondisi realitas di lapangan dengan metode reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Pertama, kecenderungan untuk melakukan tindakan tidak terpuji etnis Bali membuat keresahan mengakibatkan etnis lain bersatu untuk melawan tindakan tersebut. Kedua, ada ego yang terbangun dan sikap saling membalas yang dilakukan antara etnis Bali dan Etnis Lampung. Ketiga, pemerintah belum mampu menyelesaikan konflik antar etnis di Lampung Selatan. Keempat, keharmonisan hubungan antar etnis terutama antara etnis Bali dengan etnis non-Bali termasuk rendah.


(2)

THE HARMONY RELATIONSHIP

BETWEEN ETHNIC BALI WITH ETHNIC LAMPUNG (Studies in South Lampung Regency)

By

DENI AFERO

The purpose of this research is to know the correlation between Bali ethnic with non-Bali ethnic, why is conflict Bali with Lampung ethnic fast to grow up, how is act the government in conflict resolution, and why reality condition of harmonisation in South Lampung regency. Conflict is long time no gasping for breath make many negative to look at each other toeards South Lampung Society according the public.

This research use qualitative method. The collect of data use interview to deepen ethnic. The fixed informant according the purposif sampling with choose any member of society is wound in directly on conflict in South Lampung and any custom figure Lampung. Information in analys to make the conclusion to fit with reality condition in district with reduction data method, to serve the data, to make the conclusion and verification.

The result of this research showed that: first, preference to do not praise the acion of Bali ethnic make restless to result in other ethnic combine to resist that action. Second, to be ego is shape and the attitude mutual to requite is to do between Bali ethnic and Lampung ethic. Third, the government not yet to be able to finished the conflict between ethnic in South Lampung. Fourth, the harmonisation of correlation between ethnic, especially Bali ethnic with non-Bali ethnic included low.


(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, Skripsi adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Megister/ Sarjana/ Ahli Madya), baik di Universitas Lampung maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan Penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Lampung.

Bandar Lampung, 14 Februari 2013 Yang Membuat Pernyataan,

M a t r a i Rp. 6 0 0 0

DENI AFERO NPM. 0856011006


(4)

Oleh

DENI AFERO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(5)

Penulis dilahirkan di Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan pada hari Rabu tanggal 16 Agustus 1989, sebagai anak Bungsu dari enam bersaudara, dari Bapak Syahdan Karim dan Ibu Rumlah.Kata Ema’, saya lahir di tangani oleh Bidan jam 4 (empat) sore ketika akan ada Pawai peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-44 kalinya.

Jenjang pendidikan formal yang syukur alhamdulillah telah penulis tempuh dengan penuh suka dan duka dalam perjuangan antara lain, Sekolah Dasar Negeri (SD) di SD N 2 Kalianda, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan dari tahun 1996 sampai lulus di tahun 2002. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP N 1 Kalianda, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan dari tahun 2002 sampai lulus di tahun 2005. Selanjutnya penulis melanjutkan jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA N 1 Kalianda, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan dari tahun 2005 dan lulus di tahun 2008.

Puji Syukur kepada Allah SWT karena pada tanggal 15 Agustus tahun 2008 penulis tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Lampung dengan melalui Ujian Mandiri. Pergaulan di dunia kampus merupakan miniatur


(6)

berkembang dan pergulatan politik kampus merupakan proses pembelajaran yang tak ternilai harganya walau harus dibayar dengan Bulan, karena bukan hanya pembelajaran dalam bentuk tekstual yang kita terima melainkan pengetahuan-pengetahuan yang bersifat dinamis dan selalu berkembang yang tidak bisa didapatkan di jenjang pendidikan manapun.

Penulis mengabdikan diri sebagai pengurus HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) Sosiologi pada tahun kepengurusan 2010-2011 sebagai Sekretaris Umum, di sini penulis banyak mendapatkan pembelajaran dalam menumbuh kembangkan kemampuan diri serta bakat yang dimiliki untuk pemenuhan aktualisasi HMJ Sosiologi. Di tahun ini jugalah penulis merasakan benar bagaimana kita bekerja sama dengan orang lain, bermusyawarah mencari jalan keluar dari kebuntuan konsep, hingga membentuk gagasan-gagasan yang sebelumnya tidak pernah terpikir oleh penulis sebelum berhimpun di HMJ Sosiologi, dan inilah yang penulis pikir akan terjadi ketika kita sudah selesai berjuang di dunia pendidikan dan bergelut di dunia kerja.

Setelah penulis menyelesaikan kepengurusan di HMJ Sosiologi, penulis kembali mengabdikan diri guna menunjang kualitas berorganisasi yang juga sebagai perwujudan aktualisasi diri dalam dinamika kampus Unila. Menjabat sebagai Assisten II BEM FISIP Unila Periode 2011-2012, yang memfokuskan diri dalam urusan eksternal kampus merupakan keuntungan yang luar biasa guna menajamkan teknik lobi dan bernegosiasi untuk mengeluarkan Win Win Solution


(7)

Penulis sempat mengabdikan diri pada (satu) organisasi eksternal kampus tertua di Indonesia, selama penulis tergabung dalam organisasi tersebut banyak pelatihan yag penulis ikuti dan sangat berperan penting dalam menunjang perkuliahan dan bersosialisasi. Selain itu, penulis banyak mendapatkan pengalaman yang mustahil didapatkan di dalam organisasi internal kampus Unila.

Penulis berhasil menyelesaikan KKN (Kuliah Kerja Nyata) pada tanggal 10 Agustus 2011 di Kota Metro Kecamatan Metro Selatan Kelurahan Margorejo. Dilokasi KKN penulis berhasil membuat kegiatan-kegiatan yang menunjang kelengkapan kesekretarian di Kelurahan Margorejo, seperti pembuatan statistik pertumbuhan pendidikan, pembuatan bagan statistik angka kelahiran dan kematian per-5 tahun dalam 30 tahun terakhir, dan lain sebagainya.

Pergolakan dinamika dalam persahabatan sangat fluktuatif, kondisi demikian membuat penulis merasakan benar arti suatu persahabatan. Bukan hanya berbicara pengorbanan, melainkan rasa saling memahami tanpa harus turut merasakan lelah/kesulitan/derita teman yang harus diciptakan dalam suatu persahabatan. Jika itu semua sudah dapat dibangun, penulis meyakini hubungan akan tetap terjaga dengan harmonis tanpa ada garis yang memisahkan walau itu terlihat buram.


(8)

Aku Percaya Semua Manusia di Dunia Ini

Tapi Iblis di Dalam Diri Mereka Yang Tidak Aku Percaya.

Kuasai Iblismu

Maka Engkau Akan Menaklukkan Dunia.

Tuhan Selalu Memiliki Rencana-Nya Sendiri Dalam Mengatur Keputusan-Nya.

Waktu Tanpa Iba Meninggalkan Kita,

Hanya Kenangan dan Penyesalan Tersisa di Suatu Hari Kelak Orang-orang Yang Siap Sedia, Lebih Mungkin Menjadi Pemenang.

Khatong Banjikh Mak Kisikh, Khatong Bakhak Mak Kikhak

(Datang Air Bah Yang Besar Dia Tidak Mau Pergi dan Dengan Segala Resiko Dihdapi,Walai Api Yang Besar Datang Untuk Membakar Tetap Saja Bertahan

Untuk Menggapai Mimpi Merajut Asa dan Meraih Cita-cita).

Teruslah Mengejar, Tidak Perlu Kau Gentar Tunjukan Bahwa Kau Sang Pemenang Semangat Kau Genggam Lintasi Rintangan Untuk Menembus Cahaya Dalam Kegelapan.


(9)

Aku Percaya Semua Manusia di Dunia Ini

Tapi Iblis di Dalam Diri Mereka Yang Tidak Aku Percaya.

Kuasai Iblismu

Maka Engkau Akan Menaklukkan Dunia.

Tuhan Selalu Memiliki Rencana-Nya Sendiri Dalam Mengatur Keputusan-Nya.

Waktu Tanpa Iba Meninggalkan Kita,

Hanya Kenangan dan Penyesalan Tersisa di Suatu Hari Kelak Orang-orang Yang Siap Sedia, Lebih Mungkin Menjadi Pemenang.

Khatong Banjikh Mak Kisikh, Khatong Bakhak Mak Kikhak

(Datang Air Bah Yang Besar Dia Tidak Mau Pergi dan Dengan Segala Resiko Dihdapi,Walai Api Yang Besar Datang Untuk Membakar Tetap Saja Bertahan

Untuk Menggapai Mimpi Merajut Asa dan Meraih Cita-cita).

Teruslah Mengejar, Tidak Perlu Kau Gentar Tunjukan Bahwa Kau Sang Pemenang Semangat Kau Genggam Lintasi Rintangan Untuk Menembus Cahaya Dalam Kegelapan.


(10)

(11)

(12)

(13)

Judul : KEHARMONISAN HUBUNGAN ANTARA ETNIS BALI DENGAN ETNIS LAMPUNG

Lokasi Penelitian : Kabupaten Lampung Selatan

Fokus Penelitian

1. Realitas Perilaku Etnis Bali dengan Etnis non-Bali.

2. Faktor penyebab konflik cepat membesar antara etnis Bali dengan etnis non-Bali.

3. Peran pemerintah terkait resolusi konflik.

4. Realitas keharmonisan antara etnis Bali dengan etnis Lampung.

Identitas Informen

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Status Perkawinan :

Alamat :

Latar Belakang Sosial dan Budaya

TTL :

Pendidikan Terakhir :

Pekerjaan :

Etnis/Suku :


(14)

2. Etnis Bali dengan etnis Semendo 3. Etnis Bali dengan etnis Lampung

Faktor penyebab konflik cepat membesar antara etnis Bali dengan etnis non-Bali

1. Sejarah konflik

2. Toleransi dalam peribadatan

3. Faktor pemicu konflik pada tanggal 27 Oktober 2012 4. Kesenjangan Sosial

Peran pemerintah terkait resolusi konflik 1. Tingkat Keamanan

2. Lapangan pekerjaan

Realitas keharmonisan antara etnis Bali dengan etnis Lampung 1. Kondisi keharmonisan pasca bentrok 27 Oktober 2012 2. Pergaulan yang terbangun pada masyarakat


(15)

Abineno. 1990. Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen. BPK Gunung Mulia. Jakarta.

Ahmad, Haidlor Ali, 2010. Dinamika Kehidupan Keagamaan di Era Reformas. Kementerian Agama RI. Jakarta.

Azizah, Nuraini. 2010.Multikulturalisme. http://technurlogy.wordpress.com /2010/03/31/multikulturalisme. Akses 31-07-2012.

Azra, Azyumardi. 2008.Pancasila di Tengah Peradaban Dunia: Perspektif Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural.http://www.setneg.go. id/index.php?option=com_content&task=view&id=1659&Itemid=192. Akses 31-07-2012.

. 2008.Pancasila di Tengah Peradaban Dunia: Perspektif Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural.

http://www.setneg.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&i d=1659. Akses 31-07-2012.

Badan Pusat Statistik. dan Bappeda. 2011. Lampung Selatan Dalam Angka 2011. Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan.

Basrowi. dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Rineka Cipta. Jakarta.

Bogdan, Robert. And Taylors K.B. 1992. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory an Methods. (dalam Basrowi dan Suwandi 2008). Rineka Cipta Jakarta.


(16)

Budiyono H.D. 1973. Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama. Kanisius. Yogyakarta.

Burhanudin. Jajat. Subhan. Arief. 1998. Sistem Siaga Dini; Unruk Kerusuhan Sosial. Badan Litbang Depag RI dan PPIM-IAIN Jakarta. Ciputat.

Danu, Shri. 2009.Pengendalian Diri Etika dan Toleransi. http://www.hindu-dharma.org/2009/07/pengendalian-diri-etika-dan-toleransi. Akses 31-07-2012.

Departemen Agama Republik Insonesia. Al Quran dan Terjemanya. CV Diponegoro.

Departemen. Dalam. Negeri. 2008.Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. http://www.depdagri.go.id/produk-hukum/2008/11/10/undang-undang-no-40-tahun-2008. Akses 15-12-1012.

______________________. 2010. Data Dasar Profil Desa/Kelurahan Patok Sidoarjo.

. 2012. Undang-undang Penanganan Konflik Sosial. http://www.depdagri.go.id/media/documents/2012/05/29/u/u/uu_no.07-2012.pdf. Akses 15-12-1012.

Dhammika, Shravasti. 2006.Maklumat Raja Asoka.

http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/umum/Maklumat%20Raja%20As oka.pdf. Akses 31-07-2012.

Hartoyo. 1996. (tesis) Keserasian Hubungan Antar Etnik, Faktor Pendorong dan Pengelolaannya. Universitas Indonesia. Jakarta.

Hasiri. 2009.Masyarakat Adat Lampung. http://hasiri.wordpress.com/masyarakat-adat-lampung.html. Akses 03-01-2013


(17)

Indonesia. Jakarta).

Ikhlas Beramal. 2010. Mewujudkan lima misi utama kemenag. Media Informasi Kementerian Agama.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, Edisi Ketiga, Departeman Pendidikan Nasional, Balai Pustaka. Jakarta.

Kartini Kartono. 1990. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Mandar Maju. Bandung.

Koentjaraningrat. 1990.Pengantar Ilmu Antropologi.Cetakan Kedelapan. Rineka Cipta. Jakarta.

. 1980. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djambatan. Jakarta.

Lembaga Alkitab Indonesia.Al Kitab Perjanjian Baru. Jakarta.

Lincoln, Ivonna S. and Egon G. Guba. 1994.Naturalistic Inquinj. (dalam Basrowi dan Suwandi 2008). Rineka Cipta Jakarta.

Machfudi. 2011.Realitas Sosial Budaya.

http://machfudisosiolog.blogspot.com/p/sayang.html?zx=23cdf4048f437 dd0. Akses 28-01-2013

Ma’Arif, Jamuin. 2004. Manual Advokasi: Resolusi Konflik Antar-Etnik dan Agama. Ciscore Indonesia. Surakarta.

Madjid, Nurcholish. 2010.Islam Agama Kemanusiaan.Dian Rakyat. Jakarta.

Miles, Matthew B. and Michael Huberman. An Expanded Source Book: Qualitative Data Analysis (dalam Basrowi dan Suwandi 2008) Rineka Cipta. Jakarta.


(18)

Nasir, Mohammad. 2003.Metode Penelitian(dalam Basrowi dan Suwandi 2008). Rineka Cipta Jakarta.

Nasikun. 1991. Sistem Sosial Indonesia. Rajawali Press. Jakarta. (dalam Tesis Hartoyo. 1996. Keserasian Hubungan Antar Etnik, Faktor Pendorong dan Pengelolaannya. Universitas Indonesia. Jakarta).

Natsir, Mohammad. 1969. Islam dan Kristen di Indonesia. Media Da’wah. Jakarta.

Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. 2007.Sejarah Terbentuknya Kabupaten Dati II Lampung Selatan 14 November 1956.

Poison, Opick. 2011. Kebudayaan Dalam Perspektif Teori Sosial. http://komunitas-duapitue.blogspot.com/2011/05/kebudayaan-dalam-perspektif-teori.html. Akses 28-01-2013.

Pratiwi, Winda, Anggraini. 2011.Adat Provinsi Bali.

http://winda-anggraeni.blogspot.com/2011/11/adat-provinsi-bali.html. Akses 03-01-2013.

Rakhmat, Ioanes. 2011.Peran Kaum Muda Indonesia dalam Membangun Kerukunan Umat Beragama: Tantangan, Peluang, dan Hambatan. http://countertheocracy.blogspot.com/2011/01/peran-kaum-muda-indonesia-dalam.html. Akses 31-07-2012.

Ramses, Alex. 2008.

Pluralisme: Harmoni Dalam Keberagaman.

http://yamadhipati.blogspot.com/2008/10/pluralisme-harmoni-dalam-keberagaman.html. Akses 31-07-2012.

Riva’i, Muhammad. 1984. Perbandingan Agama. Wicaksana. Semarang. (dalam Skripsi Ahmad Zarkasi. 1997. Kerukunan Hidup Beragama : Sebuah Deskripsi di Desa Bawang Kecamatan Padang Cermin Lam-sel).


(19)

Saikal, Amin. 2006. Islam dan Barat, Konflik atau Kerjasama. Sanabil Pustaka. Jakarta.

Soyomukti, Nurani. 2010.Pengantar Sosiologi. Ar-Ruzz Media. Jogjakarta.

Soekamto, Soerjono. 2007.Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Syarbini, Amirulloh. Al-ma’arif, Ucup,Pathudin. Kusaeri, Ahmad. HR Rodiah. Solehudin. Rahman, Elan, Zaelani. Komarudin, Oman. Maryama, Ima. 2011,Al-Quran dan Kerukunan Hidup Umat Beragama,PT Gramedia. Jakarta.

Sudrajat, Ajat. 2012.Pengertian dan Bentuk-bentuk Konflik Sosial.

http://anaajat.blogspot.com/2012/10/pengertian-dan-bentuk-bentuk-konflik.html. Akses 03-01-2013.

Sulistiyono, Rendra. 2012.Konflik Sosial Dan Integrasi Sosial

http://sinausosiologi.blogspot.com/2012/05/konflik-sosial-dan-integrasi-sosial.html. Akses 03-01-2013.

Tarigan, Azhari, Akmal. 2011.Membangun kerukunan umat beragama.

http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article &id=175639:membangun-kerukunan-umat-beragama&catid=33:artikel-jumat&Itemid=981. Akses 31-07-2012.

Wrahatnala, Bondet. 2012.Bentuk Bentuk Konflik.

http://ssbelajar.blogspot.com/2012/03/bentuk-bentuk-konflik.html#. Akses 03-01-2013.


(20)

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan disampaikan sejarah konflik antara etnis Bali dan etnis Lampung yang pernah terjadi di Kabupaten Lampung Selatan, dan juga kronologi konflik yang terjadi pada tanggal 27 sampai 29 bulan Oktober 2012 yang bersumber dari wawancara dengan beberapa warga dan tokoh adat di Lampung Selatan juga dokumen-dokumen terkait dengan konflik yang terjadi antara etnis Lampung dengan etnis Bali. Juga beberapa konflik yang pernah terjadi antara etnis Bali dengan etnis pendatang non Bali.

Selain itu, analisis dari pemaparan beberapa tokoh lokal terkait konflik yang terjadi antara etnis Bali dari Desa Bali Nuraga Kecamatan Way Panji dan etnis Lampung dari Desa Agom Kecamatan Kalianda di Kabupaten Lampung Selatan. Pada tanggal 27 hingga 29 Oktober yang merenggut banyak korban jiwa maupun luka-luka dan juga kerugian materi.

5.1 Realitas Perilaku Etnis Bali Dengan Etnis non-Bali di Kabupaten Lampung Selatan

Mayoritas masyarakat etnis Lampung beragama Islam, sedangkan masyarakat etnis Bali beragama Hindu, Ketimpangan terjadi ketika kita menelaah kebiasaan etnis Bali yang memelihara atau mempunyai ternak hewan yang dianggap tidak lazim bagi umat muslim. Masyarakat Lampung sangat jarang berkonflik dengan


(21)

masyarakat pendatang yang berbeda etnis dan agama, seperti etnis Lampung dengan etnis Jawa, jarang terjadi konflik karena mereka memiliki kesamaan, baik itu agama, kebiasaan dalam keseharian, ataupun hewan ternak mereka.

Contoh lainnya, antara etnis Lampung pribumi dengan etnis Batak, mereka berbeda dalam segi agama mungkin, tetapi sangat jarang atau mustahil kita melihat warga etnis Batak memelihara ternak babi. Jika hewan peliharaan seperti anjing, etnis Lampung pun tidak jarang yang memelihara anjing untuk menjaga rumah mereka atau untuk dibawa berkebun.

Masyarakat Lampung mempunyai doktrin kearifan lokal berupaPhi’il Pesenggiri (Phi’il), yang di dalamnya terkait soal kehormatan diri yang muncul karena kemampuan mengolah kedewasaan berpikir dan berperilaku. Di sini kemampuan hidup berdampingan dengan berbagai kalangan termasuk pendatang, merupakan salah satu inti ajaran Phi’il dalam etnis Lampung yang telah lama ada di dalam sendi kehidupan masyarakat.

Begitu juga masyarakat Bali dengan ajaran Bhinneka Tunggal Ika, Tatwam Asi (kamu adalah aku dan aku adalah kamu) dan Salunglung Sabayantaka, yang mengajarkan demikian dalam arti penting hidup berdampingan secara damai dan saling menghormati dalam keberagaman etnis di bumi yang mereka pijak. Tanpa memperdulikan perbedaan etnis dan agama agar bias membaur dan menekan kesenjangan sosial antara etnis.

Tetapi doktrin tersebut tidak dipungkiri telah banyak mengalami pergeseran makna yang sesungguhnya. Situasi di Lampung ini cerminan bahwa nilai-nilai


(22)

kearifan lokal makin terpinggirkan, setidaknya mengalami pergeseran makna, konsep Phi’il, misalnya, mengalami penyempitan makna sekadar membela harga diri, alih-alih dikaitkan keharusan kedewasaan berperilaku, masalah ”kehormatan diri” justru jadi alasan pembenaran untuk menempuh cara apapun sejauh itu dianggap dapat menjaga harga diri etnis mereka.

Sementara pergeseran makna doktrin dalam etnis Bali memasuki wilayah tindakan yang tidak terpuji, dimana mereka menganggap etnis mereka akan superior jika mereka bersatu melawan etnis lain tanpa menelisik akar permasalahan yang sedang dihadapi. Selain itu, dukungan arogansi dituangkan dalam jiwa generasi muda yang sesungguhnya menjadi ancaman bagi etnis mereka secara keseluruhan di Lampung Selatan.

5.1.1 Ragam Konflik Antara Etnis Bali Dengan Etnis non-Bali

Berikut ini adalah beberapa konflik yang pernah terjadi antara etnis Lampung dengan etnis Bali di Kabupaten Lampung Selatan, yang pernah terjadi dalam beberapa tahun terakhir dengan berbagai penyebab konflik. Pada akhirnya menyebabkan arogansi harga diri untuk menyelesaikan konflik secara primordial dengan mekanisme kekerasan, tanpa mempertimbangkan akibat dalam jangka panjang.

1. Warga Desa Bali Nuraga Dengan Warga Desa Sandaran

Pada awalnya, antara tahun 1982 pernah terjadi perselisihan antara warga Desa Bali Nuraga dengan warga Desa Sandaran yang diakibatkan oleh saling rebut areal kekuasaan antara calo agen yang berlatar belakang etnis Lampung dengan calo agen yang berlatar belakang etnis Bali dari Desa Bali Nuraga. Akibat


(23)

perselisihan itu, berbuntut pada penyerangan yang dilakukan oleh warga Desa Bali Nuraga yang notabene adalah etnis Bali, tidak diketahui pasti jumlah korban tetapi dua rumah habis terbakar di Desa Sandaran yang diakibatkan penyerangan tersebut.

2. Warga Bali Ketapang Dengan Warga Desa Tetaan

Kemudian pada tahun 2010, karena perkelahian antara pemuda Lampung dengan pemuda beretnis Bali, masyarakat Bali dari Kecamatan Ketapang menyerang Desa Tetaan Kecamatan Penengahan. Penyerangan tersebut menghancurkan gardu ronda dan pangkalan ojek di perempatan Gayam Kecamatan Penengahan, tidak diketahui secara pasti kerugian dan korban baik itu korban jiwa ataupun korban luka.

3. Warga Bali Dengan Warga Desa Marga Catur

Setelah itu antara tahun 2011 terjadi lagi konflik antara warga Bali dengan warga Desa Marga Catur yang beretnis Lampung. Pertikaian terjadi diakibatkan karena saling senggol antara kedua kelompok pemuda pada saat berjoget di acara resepsi pernikahan warga Desa Marga Catur. Konflik meluas dan mengakibatkan korban luka dari pihak pemuda Bali.

Karena tidak terima warganya menjadi korban, puluhan warga Bali menyerang Desa Marga Catur yang mengakibatkan kurang lebih enam rumah habis terbakar oleh warga Bali. Ketika masyarakat Bali melakukan penyerangan ke Desa Marga Catur, mereka menggunakan atribut-atribut khusus adat Bali sebagai simbol kekuatan etnis Bali.


(24)

4. Warga Bali Napal Dengan Warga Desa Kota Dalam Sidomulyo

Setelah itu terjadi lagi konflik horizontal yang dikarenakan lahan parkir di Desa Sidomulyo antara warga Sidomulyo yang beretnis Lampung dengan warga Dusun Napal yang beretnis Bali di Tahun 2012 bulan Januari. Pertikaian dikarenakan Perebutan lahan parker. Karena terjadi cekcok antara tukang parkir, warga Desa Napal memanggil teman-temannya dan melakukan pengeroyokan di pasar Sidomulyo dan melakukan Penyerangan terhadap Desa Kota Dalam yang mengakibatkan beberapa orang warga Kota Dalam menjadi korban luka-luka. Pemuda Lampung pun melaporkan kejadian tersebut kepada tokoh adat Lampung, karena tidak terima dengan kejadian tersebut.

Warga etnis Lampung kembali menyerang Desa Napal dengan mengerahkan ratusan massa dan mengakibatkan kurang lebih empat orang warga etnis Bali menjadi korban dan kurang lebih lima puluh rumah di Desa Napal habis terbakar. Perdamaian terjadi pada tanggal 27 bulan Januari tahun 2012 dan memuat permohonan maaf yang berisi:

1. Kami warga Lampung Selatan suku Bali dengan ini menyatakan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya atas peristiwa kerusuhan yang terjadi di desa Marga Catur dan desa Kota Dalam pada tanggal 24 Januari 2012, yang dilakukan warga Lampung Selatan suku Bali desa Sidomulyo kecamatan Sidomulyo kabupaten Lampung Selatan.

2. Kami warga Lampung Selatan suku Bali menyatakan dan menjamin bahwa warga Lampung Selatan suku Bali tidak akan mengulangi menimbulkan perbuatan-perbuatan anarkis yang mengatas namakan suku, agama, dan ras (SARA) dan kalau ada warga Lampung Selatan suku Bali sengaja terbukti melakukan perbuatan tersebut diatas, maka kami selaku tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh pemuda, akan memberikan sanksi tegas kepada warga kami yang melakukan perbuatan anarkis tersebut dan tidak akan membela orang yang sengaja terbukti melakukan kesalahan, yang mengakibatkan kerugian orang lain.


(25)

3. Kami warga Lampung Selatan suku Bali akan senantiasa akan hidup berdampingan secara rukun dan damai dengan seluruh masyarakat di Kabupaten Lampung Selatan.

Juga perjanjian yang berisi:

1. Kedua belah pihak sepakat tidak akan mengulangi tindakan-tindakan anarkis yang mengatas namakan Suku, Agama, dan Ras (SARA), sehingga menyebabkan keresahan, ketakutan, kebencian, kecemasan, kerugian secara material khususnya bagi kedua belah pihak dan umumnya bagi masyarakat luas.

2. Kedua belah pihak sepakat apabila terjadi pertikaian, perkelahian, dan perselisihan yang disebabkan oleh permasalahan pribadi, kelompok, dan/atau golongan agar segera diselesaikan secara langsung oleh orang tua dan/atau keluarga yang bersangkutan.

3. Kedua belah pihak sepakat apabila orang tua dan/atau keluarga tidak mampu menyelesaikan permasalahan seperti yang tercantum pada angka 2 (dua), maka akan diselesaikan secara kekeluargaan oleh tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda dan aparat pemerintahan desa setempat.

4. Kedua belah pihak sepakat apabila menyelasaikan permasalahan seperti yang tercantum pada angka 3 (tiga) tidak tercapai, maka tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda dan aparat pemerintahan desa setempat menghantarkan dan menyerahkan permasalahan tersebut kepada pihak berwajib untuk diproses sesuai ketentuan Undang-undang yang berlaku.

5. Kedua belah pihak sepakat untuk menjaga keamanan, ketertiban, kerukunan, keharmonisan, dan perdamaian antar suku yang ada di bumi Khagom Mufakat Kabupaten Lampung Selatan yang kita cintai serta mendukung kelancaran pelaksanaan program pembangunan yang sedang berjalan.

6. Kedua belah pihak sepakat berkewajiban untuk mensosialisasikan isi perjanjian perdamaian ini.

Sebelum peneliti paparkan lebih jauh konflik yang terjadi antara Desa Bali Nuraga dengan Desa Agom, peneliti ingin menyampaikan konflik yang pernah terjadi antara etnis Bali dengan pendatang lain yang ada di Lampung Selatan. Tetapi tetap tidak mengesampingkan fokus penelitian, maksud dalam menyampaikan konflik antara etnis Bali dengan etnis non Lampung ini dikarenakan peneliti


(26)

menganggap ini bagian dari sejarah konflik di Lampung Selatan yang tidak bisa dianggap hilang atau tidak pernah terjadi.

5. Konflik Antara Etnis Bali Dengan Pendatang yang Beretnis Semendo di Kecamatan Palas

Pada tahun 2005 masyarakat Bali Agung Kecamatan Palas terlibat konflik dengan masyarakat Desa Palas Pasmah, penyebab terjadinya konflik pada saat itu adalah karena pertikaian pemuda ketika acara organ tunggal. Akhirnya kerusuhan bermuara pada penyerangan terhadap Desa Palas Pasmah dan beberapa rumah warga Desa Palas Pasmah terbakar.

Kemudian pada tahun 2010 warga masyarakat Bali Agung kembali melakukan penyerangan, kali ini penyebab terjadinya konflik karena keributan antara pelajar SMAN 1 Penengahan Lampung Selatan yang beretnis Bali dengan pelajar lain yang beretnis Semendo. Karena perkelahian pelajar tersebut berbuntut pada penyerangan terhadap Desa Palas Pasmah.

Dikarenakan penyerangan dilakukan pada siang hari, masyarakat Palas Pasmas tidak banyak yang berada di rumah karena mayoritas mata pencaharian mereka yang berkebun dan bertani di sawah. Sehingga hanya beberapa rumah warga yang terbakar dan 1 (satu) warga bernama Rio yang tidak mengetahui akan adanya penyerangan tersebut menjadi korban meninggal karena terkena tombak dibagian kepala belakangnya. Menurut beberapa saksi, mereka menyerang dengan tombak, panah, dan juga pedang.


(27)

6. Warga Masyarakat Bali Dengan Masyarakat Desa Ruguk di Kecamatan Ketapang

Warga Bali pada Tahun 2009 di Kecamatan Ketapang menyerang (melempari) Masjid di Desa Ruguk, penyerangan dikarenakan suara Adzan yang dianggap terlalu kuat di masjid, karena hal tersebut masjid Desa Ruguk menjadi sasaran yang mengakibatkan rusaknya atap masjid akibat pelemparan tersebut. Penyerangan tersebut tidak mengakibatkan korban baik luka maupun korban jiwa.

7. Warga Desa Bali Nuraga Dengan Warga Desa Patok Sidoarjo Kecamatan Way Panji

Pada saat malam takbiran Idul Fitri tahun 2012, para pemuda Desa Bali Nuraga melakukan kerusuhan/keonaran di depan masjid Sidoarjo Way Panji saat umat muslim sedang mengumandangkan takbir kemenangan atas puasa Ramadhan sebelumnya. Pemuda Bali Nuraga menganggap umat Islam melakukan kebisingan dengan menghidupkan petasan di wilayah tersebut, sedangkan bagi umat Islam dihampir seluruh penjuru dunia biasa dalam memeriahkan malam Idul Fitri dengan bertakbir dan memainkan petasan.

TABEL 5: Urutan Kejadian Konflik.

No. Konflik antar Etnis Tahun Akar Permasalahan 1. Desa Bali Nuraga (Bali)

dengan Desa Sandaran (Lampung)

1982 Perebutan wilayah antara Agen (calo penumpang)

2. Desa Bali Agung (Bali) dengan Desa Palas Pasemah (Semendo)

2005 Perkelahian pemuda pada saat orgen tunggal

3. Masyarakat Bali

menyerang Masjid Desa Ruguk

2009 Dikarenakan suara adzan yang terlalu kuat


(28)

4. Desa Bali Agung (Bali) dengan Desa Palas Pasemah (Semendo)

2010 Perkelahian pelajar SMA

5. Bali Desa Ketapang (Bali) dengan desa Tetaan (Lampung)

2010 Perkelahian pemuda

6. Bali dengan Desa Marga Catur (Lampung)

2011 Saling senggol ketika berjoged

7. Desa Bali Napal (Bali) dengan Desa Kota Dalam (Lampung)

2012 Perselisihan tukang parkir

8. Warga Bali Nuraga (Bali) dengan warga Patok Sidoarjo (Jawa)

2012 Merayakan malam takbiran di area masjid, dianggap berisik oleh warga Bali

9. Desa Bali Nuraga (Bali) dengan Desa Agom (Lampung)

2012 Pelecehan Seksual terhadap 2 gadis Lampung

5.2 Penyebab Konflik Antara Etnis Bali Dengan Etnis Lampung Cepat Membesar

Pada subbab ini, penulis akan memaparkan kronologi penyebab konflik antara etnis Bali dengan etnis Lampung di Lampung Selatan pada tanggal 27 sampai dengan 29 Oktober 2012 berdasarkan temuan-temuan fakta di lapangan. Selain itu juga akan dijelaskan kondisi pasca bentrok di lampung selatan.

5.2.1 Penyebab Awal Konflik

Sekitar pukul 13.00 WIB, awalnya dua gadis Lampung pulang dari pasar Patok Sidoarjo Kecamatan Way Panji menuju Desa Agom Kecamatan Kalianda dengan berboncengan sepeda motor. Ketika melewati wilayah sepi yang masih terdapat banyak sawah warga, mereka didekati dengan 2 lelaki pengendara motor lain yang berboncengan, yang juga notabene warga Desa Bali Nuraga Kecamatan Way Panji.


(29)

Ketika itu, 2 pengendara motor laki ini mendekati motornya ke motor perempuan Lampung tersebut dan memepet motornya sambil melakukan pelecehan yaitu dengan memegang buah dada perempuan tersebut hingga mereka terjatuh di paritan jalan. Mengharap bantuan pemuda tanggung itu justru berlalu dengan rekan-rekannya. Bersamaan dari itu ada warga yang juga etnis Lampung menolong dua gadis tersebut dan mengantarnya kerumah dan menuju Rumah Sakit Umum Kalianda Lampung Selatan.

5.2.2 Peta Penyebab Konflik Membesar

Setelah kejadian tersebut, sekitar pukul 14.00 WIB warga Desa Agom yang diwakili orang tua kedua korban, Kepala Desa Agom, tokoh pemuda, dan tokoh masyarakat pergi munuju Desa Bali Nuraga. Maka menemui Kepala Desa Bali Nuraga untuk meminta pertanggung jawaban atas tindakan pelecehan warganya yang mengakibatkan kedua gadis harus dilarikan kerumah sakit.

Kemudian Kades Bali Nuraga mengantar kerumah warganya yang menjadi pelaku jatuhnya 2 gadis Desa Agom. Terjadi dialog antara kedua Kades, orang tua korban, dan orang tua Pelaku. Kades Agom menginginkan pertanggung jawaban sepenuhnya atas warganya yang menjadi korban. Tetapi Kades Bali Nuraga tidak menyanggupi dan memberikan penawaran bahwa kerugian diselesaikan bersama yaitu setengah dari pihak Bali Nuraga dan setengah dikembalikan kepada orang tua korban. Tetapi Kades Agom menolak dengan alasan bahwa korban gadis Lampung tersebut bukan terjatuh karena tabrakan, benturan, gesekan atau tersenggol kendaraan lain secara tidak disengaja, melainkan terjatuh akibat kesengajaan warga Desa Bali Nuraga yang melakukan tindakan tidak terpuji.


(30)

Ketika terjadi dialog di dalam rumah pelaku dari warga Bali Nuraga yang juga terdapat banyak warga dari desa tersebut, diluar rumah banyak warga Desa Bali Nuraga yang berbisik-bisik dan mengatakan “udah lah tausah diurusin, Desa Agom aja kecil”. Akibat bisikan-bisikan itulah, Kades Bali Nuraga terpancing dan mengatakan “yasudah kalau tidak mau diurusin”. Kurang lebih pukul 16.00 WIB warga Desa Agom langsung pergi meninggalkan Desa Bali Nuraga tanpa ada hasil keputusan.

Setelah itu, Kades Agom dan orang tua korban melaporkan kejadian pada pihak yang berwajib. Pihak kepolisianpun menindaklanjuti laporan tersebut dengan mendatangi Desa Bali Nuraga untuk mencari pelaku pelecehan tersebut. Tetapi pihak Desa Bali Nuraga dan warga menyembunyikan pelaku agar tidak ditangkap oleh polisi. Karena warga Desa Agom mengetahui kejadian tersebut akhirnya kesal dan melaporkan kejadian tersebut kepada ketua-ketua adat dari beberapa Marga Lampung di Lampung Selatan.

5.2.3 Eskalasi Massa

Kompleksitas dari gesekan yang sering terjadi membuat masyarakat etnis Lampung menganggap ada kehormatan yang harus diperjuangkan. Pada sisi lain kalangan masyarakat etnis Bali menganggap bahwa mereka adalah satu keutuhan yang takkan bisa dipecahkan jika kebersamaan terus dijaga tanpa memperhatikan sumber masalah yang ada dan coba memecahkannya dengan jalan dialogis bersama. Akhirnya upaya perdamaian menjadi buntu, kedua etnis merasa ada hal penting menyangkut ego masing-masing etnis.


(31)

Kegeraman akan keresahan yang telah diperbuat dalam jangka waktu yang cukup lama dengan berbagai latar belakang masalah membuat etnis Lampung sebagai tuan rumah merasa memang harus menyelesaikan permasalahan yang ada tak peduli apa yang akan terjadi. Karena mereka menganggap jika tidak diselesaikan dengan cara primordial, maka kecenderungan untuk mengulangi perbuatan yang sama dikemudian hari akan terjadi. Begitu kuatnya peran tokoh adat di Provinsi Lampung membuat penyebaran informasi begitu cepat meluas, tidak hanya melalui Handphon, tetapi juga melalui jejaring sosial internet seperti Facebook danTwitteryang disebar kepada kerabat di luar Lampung Selatan.

Akhirnya pada Sabtu malam, beberapa masyarakat Lampung mendatangi Desa Bali Nuraga untuk mencari pelaku. Tetapi sudah disambut dengan ratusan warga Desa Bali Nuraga yang menggunakan senapan angin dan senjata tajam. Kejadian tersebut mengakibatkan dua orang etnis Lampung luka serta satu sepeda motor dibakar oleh warga Desa Bali Nuraga.

Penyerangan keduapun kembali terjadi pada hari Minggu 28 oktober pukul 10,00 WIB yang mengakibatkan dua orang warga Lampung meninggal dunia di tempat kejadian dan yang satu meninggal di RSUAM (Rumas Sakit Umum Abdul Moeloek) Bandar Lampung. Kemudian pada sore harinya sekitar pukul 13.00 WIB kembali terjadi penyerangan pada warga Desa Bali Nuraga secara sporadis. Serangan kali ini kembali disambut dengan tembakan senjata api laras pendek yang mengakibatkan satu orang tewas tertembak di bagian kepala dan langsung di mutilasi oleh ratusan warga Bali Nuraga, serta dua orang terkena luka tembak di bagian kaki. Korban yang meninggal dunia adalah, Yahya bin Abdulah 45 tahun


(32)

dari warga Kelurahan Wayurang, Marhadan 35 tahun dari warga Gunung Terang, dan Alwin 35 tahun dari warga Tajimalela. Satu lagi, Solihin 35 tahun warga Kalianda yang tewas saat mendapatkan perawatan medis di RSUAM Bandar Lampung.

Penyerangan dihentikan karena memang lemahnya strategi yang belum tersusun dengan baik. Kemudian, pada hari Senin tanggal 29 Oktober masyarakat etnis Lampung dengan kekuatan massa tidak kurang 20.000 orang dari berbagai daerah di Lampung pada pukul 08.00 WIB kembali berkumpul. Tujuannya adalah melakukan penyerangan kembali kepada warga Desa Bali Nuraga. Pada awalnya penyerangan akan dilakukan pada pukul 10.00 WIB, tetapi karena dari tokoh adat memiliki pertimbangan lain, akhirnya penyerangan dilakukan pada pukul 14.00 hingga 16.30 WIB. Selesai atau tidak selesai warga etnis Lampung diharuskan meninggalkan Desa Bali Nuraga oleh tokoh adat dari Keratuan Darah Putih yang dipimpin oleh Raden Imba dan lima marga di Lampung Selatan.

Karena merasa terhina dengan tindakan etnis Bali tersebut, langsung beredar pesan singkat melalui Handphone untuk yang kedua kalinya yang berisi pengumpulan massa yang berpusat di Desa Agom Kecamatan Kalianda. Bukan hanya etnis Lampung di Kabupaten Lampung Selatan yang turun dalam konflik tersebut, melainkan seluruh etnis Lampung dari berbagai daerah seperti Jabung, Asahan, Lampung Tengah, Metro, Lampung Utara, dan etnis Lampung dari Provinsi Banten ikut membantu dalam penyelasaian konflik tersebut. Selain itu, ada beberapa etnis lain yang juga turut serta dalam konflik di Lampung Selatan, itu disebabkan kebosanan mereka terjajah oleh etnis Bali di Lampung Selatan.


(33)

Semua etnis pendatang yang merasa pernah terjajah akhirnya mengambil peran untuk meredam arogansi etnis Bali yang selama ini meresahkan mereka, dengan harapan suatu hari nanti masyarakat etnis Bali dapat membaur dengan masyarakat pendatang lain dan dengan pribumi yang merupakan tuan rumah.

Gambar 1: Pemetaan Konflik di Kabupaten Lampung Selatan. Keterangan:

Menandakan pihak yang terlibat. Garis putus-putus menandakan hubungan yang tidak resmi. Garis turun-naik (zig-zag)

Menandakan perselisihan, konflik. Kotak persegi menandakan isu-isu, Topik, atau pemicu konflik.

Perebutan Lahan Parkir

Keonaran di masjid

Jawa

Saling senggol saat berjoget

Perkelahian Remaja SMA

Perselisihan Calo agen

Pelecehan seksual

Bali

Lampung


(34)

Massa yang memasuki perkampungan etnis Bali membagi kelompok menjadi tiga arah penyerangan, kelompok pertama menyusuri jalan utama Desa Bali Nuraga yang juga dijaga ketat aparat kepolisian, korps brimob dan tentara, kelompok kedua memasuki sawah sebelah kiri jalan yang ternyata tidak mendapat penjagaan ketat, lalu kelompok yang ketiga memasuki persawahan sebelah kanan jalan utama yang juga tidak mendapat penjagaan dari aparat.

5.2.4 Akibat yang Ditimbulkan Karena Penyerangan

Penyerangan tersebut mengakibatkan sedikitnya 345 rumah porak-poranda akibat dirusak dan dibakar dan sekitas 103 rumah rusak ringan, tidak diketahui secara jelas korban tewas di hari Senin, dari harian Media Indonesia Onlinepada tanggal 30 oktober pukul 15.50 WIB menyebutkan 10 korban meninggal dunia pada hari senin tersebut. Sedangkan kompas.com merilis 9 korban tewas pada hari Senin.

Sedangkan Menurut warga Lampung dari Desa Kedaton yang pada hari Senin 19 November menerangkan jumlah korban meninggal pada hari Senin 29 Oktober berjumlah 77 (tujuh puluh tujuh) orang. Keterangan ini sesuai dengan keterangan salah seorang anggota Korps Brimob yang bertugas di tempat kejadian, dia mengatakan bahwa Korban yang ditemukan hingga tanggal 17 November lebih dari 30 (tiga puluh) kantung mayat yang berhasil ditemukan.

Banyak korban luka-luka yang diakibatkan penyerangan tersebut, dari warga Lampung satu orang tertembak tetapi tidak diketahui siapa pelaku penembakan tersebut, juga terdapat dua warga Lampung yang terkena pecahan kaca di bagian kakinya. Selain itu, salah seorang warga Lampung juga terkena sabetan senjata tajam di bagian tangan kirinya ketika terlibat perkelahian, sedangkan korban luka


(35)

dari pihak etnis Bali hanya di hari minggu saja dikarenakan kontak langsung dengan warga Lampung, tetapi tidak diketahui berapa jumlahnya karena mereka dirawat di Puskesmas Candi Puro, selain di ungsikan ke hutan.

5.2.5 Hasil Perdamaian Konflik

Kesepakatan perdamaian dicapai pada hari minggu 4 november 2012 yang di hadiri petinggi pemerintah Provinsi Lampung, Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan, Tokoh adat Lampung yang diwakili oleh Temenggung Niti Zaman dan Syafrudin Husin juga tokoh adat Bali Lampung Selatan yang diwakili oleh Made Sukintre, Wayan Gambar, Made Sumite, Nyoman Gita, Putu Supandi, Jro Gede Suti, Sudarsana, Made Karyase, Mulyana, Made Suka. Dengan menandatangani Surat Pernyataan dan 10 poin perdamaian yang akan dijaga oleh kedua etnis khususnya dan seluruh etnis yang ada di Lampung Selatan umumnya.

Tetapi pengukuhan perdamaian dilaksanakan pada hari rabutanggal 21 November di lapangan Waringin Harjo Desa Agom Kecamatan Kalianda. Dengan dihadiri mayoritas masyarakat Lampung dari Desa Agom Kecamatan Kalianda, warga Desa Bali Nuraga, Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Lampung, Pemerintah Provinsi Bali, dan Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan.

Pernyataan permohonan maaf etnis Bali di Kabupaten Lampung Selatan pada Tanggal 21 November 2012:

1. Kami mewakili seluruh warga Lampung Selatan asal Bali menyadari sepenuhnya bahwa peristiwa tersebut terjadi atas kesalahan oknum-oknum anak-anak atau pemuda kami yang berarti keselahan kami juga selaku orang tua.

2. Menyadari akan kesalahan tersebut maka dari lubuk hati kami yang paling dalam, kami menyatakan permohonan maaf yang


(36)

setulus-tulusnya kepada saudara-saudara kami suku Lampung yang berdomisili di wilayah hukum Kabupaten Lampung Selatan maupun yang berdomisili di luar wilayah hukum Kabupaten Lampung Selatan.

Pernyataan janji masyarakat etnis Bali Kabupaten Lampung Selatan pada tanggal 21 November 2012:

1. Bahwa dimasa yang akan datang, kami tidak akan mengulangi segala bentuk perbuatan, tindakan, atau ucapan yang dapat menimbulkan perpecahan dan perselisihan antara kami warga Lampung Selatan asal Bali dengan warga Lampung Selatan Suku Lampung dan Suku Lainnya. 2. Bahwa apabila ada oknum warga Lampung Selatan asal Bali terbukti melakukan perbuatan yang tidak terpuji, yang dapat berpotensi menimbulkan perselisihan dan perpecahan maka kami masyarakat adat suku Bali memberikan Sanksi Adat kepada oknum tersebut yaitu dikeluarkan dari keanggotaan masyarakat adat Bali desa setempat dan menyerahkan oknum tersebut kepada pihak yang berwajib untuk diproses secara hukum.

3. Bahwa kami warga Lampung Selatan asal Bali akan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal secara utuh yang telah berkembang sesuai perkembangan zaman.

4. Bahwa kami warga Lampung Selatan asal Bali akan selalu menjalin hubungan yang harmonis, dan hidup bersampingan secara rukun dan damai dengan semua suku yang ada di Lampung Selatan.

Perjanjian pada tanggal 04 November 2012 sebelumnya sebagai berikut:

1. Kedua pihak sepakat menjaga keamanan, ketertiban, kerukunan, kehamornisan, kebersamaan, dan perdamaian antarsuku yang ada di Lampung Selatan.

2. Kedua pihak sepakat tidak akan mengulangi tindakan-tindakan anarkis yang mengatasnamakan suku, agama, rasa (SARA) sehingga menyebabkan keresahan, ketakutan, kebencian, kecemasan dan kerugian secara material khususnya bagi kedua belah pihak dan umumnya bagi masyarakat luas.

3. Kedua pihak sepakat apabila terjadi pertikaian, perkelahian dan perselisihan yang disebabkan oleh permasalahan pribadi, kelompok atau golongan agar segera diselesaikan secara langsung oleh orangtua, ketua kelompok dan atau pimpinan golongan.

4. Kedua pihak sepakat apabila orangtua, ketua kelompok dan atau pimpinan golongan tidak mampu menyelesaikan permasalahan seperti


(37)

yang tercantum pada poin 3, maka akan diselesaikan secara musyawarah, mufakat dan kekeluargaan oleh tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda serta aparat pemerintahan desa setempat.

5. Kedua pihak sepakat apabila penyelesaian permasalahan seperti tercantum pada poin 3 dan 4 tidak tercapai, maka tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda dan aparat pemerintahan desa setempat menghantarkan dan menyerahkan permasalahan tersebut kepada pihak berwajib untuk diproses sesuai dengan ketentuan perundangan berlaku.

6. Apabila ditemukan oknum warganya yang terbukti melakukan perbuatan, tindakan, ucapan serta upaya-upaya yang berpotensi menimbulkan dampak permusuhan dan kerusuhan, kedua pihak bersedia melakukan pembinaan kepada yang bersangkutan. Dan jika pembinaan tidak berhasil, maka diberikan sanksi adat berupa pengusiran terhadap oknum tersebut dari wilayah Lampung Selatan. 7. Kewajiban pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada poin 6

berlaku juga bagi warga Lampung Selatan dari suku-suku lainnya yang ada di Lampung Selatan.

8. Terhadap permasalahan yang telah terjadi pada 27-29 Oktober yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa maupun korban luka-luka, kedua pihak sepakat untuk tidak melakukan tuntutan hukum apapun dibuktikan dengan surat pernyataan dari keluarga yang menjadi korban dan hal ini juga berlaku bagi aparat kepolisian.

9. Kepada masyarakat suku Bali khususnya yang berada di Desa Balinuraga harus mampu bersosialisasi dan hidup berdampingan secara damai dengan seluruh lapisan masyarakat yang ada di Lampung Selatan terutama dengan masyarakat yang berbatasan dan atau berdekatan dengan wilayah Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji.

10. Kedua pihak sepakat berkewajiban untuk menyosialisasikan isi perjanjian perdamaian ini dengan lingkungan masyarakatnya.

Ikrar perdamaian etnis Lampung dengan etnis Bali di Kabupaten Lampung Selatan pada tanggal 21 November 2012:

1. Akan menjaga keamanan, ketertiban, perdamaian dan kerukunan hidup bermasyarakat, beragama, dan bersosial kemasyarakatan lainnya. Dalam keragaman suku, adat, ras (SARA), demi kerukunan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

2. Apabila terjadi permasalahan, perselisihan yang timbul akan diselesaikan dengan secara damai dan kekeluargaan.


(38)

3. Akan mendukung kelancaran pelaksanaan program pembangunan yang sudah ada maupun yang akan dilaksanakan di Provinsi Lampung pada umumnya, dan di Kabupaten Lampung Selatan khususnya.


(39)

(40)

5.3 Peran Pemerintah Dalam Resolusi Konflik

Hingga saat ini banyak wilayah di Indonesia yang terjadi konflik antar etnis, tetapi penanggulangan hanya bersifat sementara untuk meredam konflik di wilayah itu saja tanpa memperhatikan potensi konflik di daerah transmigran lain. Seharusnya pengelola transmigrasi memperhatikan benar wilayah tujuan dengan masyarakat yang menjadi target pemindahan baik itu segi etnis, agama, dan kebiasaan, agar tidak timbul kesenjangan antar pendatang dengan warga pribumi.

Transmigrasi di masa lalu membawa seluruh pranata sosial suatu masyarakat, pranata bawaan diterapkan di daerah tujuan dengan alasan agar transmigran nyaman. Dampaknya, desa transmigrasi tidak membaur dengan desa lokal. Akhirnya muncul desa Jawa, Bali, Sunda, dan sebagainya di daerah-daerah tujuan transmigrasi.

Dalam hal ini resolusi konflik sebenarnya belum terlembaga secara memadai, untuk itu diperlukan upaya membentuk dan merevitalisasi lembaga-lembaga, baik adat maupun pemerintahan, yang terkait dengan persoalan primordial itu secara lebih serius. Tujuan utamanya jelas agar potensi konflik yang melibatkan unsur etnis dapat menemukan jalur penyelesaian secara lebih cepat, berkeadilan, dan komprehensif.

Penambahan lapangan pekerjaan harus diupayakan oleh pemerintah dalam menanggulangi konflik di Lampung Selatan. Minimnya lapangan pekerjaan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan konflik sering terjadi, terbukti dari temuan-temuan sejarah konflik di Lampung Selatan terdapat dua kali konflik terjadi karena perebutan lapangan pekerjaan pada tahun 1982 dan 2012.


(41)

Peningkatan keamanan di tingkat desa merupakan solusi konflik yang harus diupayakan, terutama ketika ada kegiatan yang bersifat mengundang masyarakat banya dan rentan terhadap gesekan. Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, tercatat sudah dua kali terjadi konflik dikarenakan acara resepsi pernikanan yaitu tahun 2005 dan 2011. Lemahnya keamanan dan tingginya pengaruh minuman beralkohol membuat kelompok-kelompok masyarakat yang hadir tidak terkendali dan membuat kerusuhan.

Jika memang negara atau pemerintah menginginkan kemandirian terbentuk dalam setiap daerah, seharusnya pengawalan serius dilakukan terhadap pemahaman akan budaya mereka masing-masing, agar ketika ada permasalahan kecil, mereka tidak mudah terprovokasi dengan penyimpangan-penyimpangan makna doktrin budaya mereka sendiri. Dalam beberapa kasus konflik antar etnis yang terjadi di Indonesia, para provokator memprovokasi dengan menyimpangkan makna doktrin yang ada dalam budaya mereka agar masa lebih cepat tersulut emosinya.

Jika dilihat dari kacamata politik, maka pemerintah seharusnya mampu menciptakan kondisi harmonis antar umat beragama dan antar etnis yang ada di kawasannya, memang pemerintah sudah membentuk organisasi yang menjaga keharmonisan antar agama dan antar etnis. Tetapi itu dibuat hanya dalam kerangka pemenuhan aparatur desa, sedangkan lemahnya pemantauan dan perhatian dari pemerintah menjadikan organisasi tersebut tidak sesuai dengan fungsi pembuatannya.

Perhatian peneliti tertuju pada satu pertanyaan, dimana peran FKUB ketika konflik baru terjadi di Kecamatan Way Panji, mengapa FKUB yang dibentuk dari


(42)

berbagai agama dan etnis tidak mampu menjembatani konflik yang terjadi agar tidak meluas dan bisa menemukan titik temu perdamaian. FKUB menjadi tumpul karena lemahnya perhatian dari pemerintah maupun pihak kepolisian sehingga FKUB tidak dianggap mempunyai peran dalam menjaga keharmonisan sosial yang ada di masyarakat.

Tidak sedikit anggaran yang dikeluarkan dalam pembentukan FKUB di setiap kecamatan. Tetapi itu hanya untuk mengeluarkan dana yang sudah dianggarkan oleh pemerintah pusat dan kementerian agama, tetapi di tataran masyarakat peran dan fungsi FKUB tidak begitu terasa bahkan masih jauh panggang dari api. Pengawalan dan perhatian serius seharusnya bisa dilakukan untuk membuat lembaga bentukan pemerintah memiliki magnet untuk menyelesaikan masalah.

Pemerintah seharusnya memahami betul apa sebab yang memicu gelombang manusia begitu besar turut serta dalam konflik yang terjadi di Lampung Selatan ini. Masyarakat tidak serta-merta ingin terjun membantu saudara yang beretnis sama jika latar belakang masalah hanya sekedar pelecehan terhadap dua perempuan Lampung saja, melainkan secara historis ada akar permasalahan yang hanya selesai di tataran elit saja.

Pemerintah baik itu pusat, provinsi, ataupun kabupaten tidak menelaah sejauh itu dalam mencari fakta sejarah konflik dan penyelesaiannya dalam masyarakat. Ketika konflik kembali pecah dimasyarakat, pemerintah hanya menyalahkan masyarakat dan mengatakan bahwa kita seperti hidup dalam hukum rimba dan mengerahkan aparat begitu banyak. Apakah ketua adat, tokoh adat, dan tokoh masyarakat serendah itu dalam membuat pranata sosial di daerahnya dari dahulu.


(43)

Tekanan yang diberikan oleh pemerintah pasca kerusuhan hanyalah penyelesaian konflik sebelah pihak saja, karena masyarakat cenderung hanya di takuti oleh kekuatan aparat polisi bersenjata saja, bukan karena kharisma pemimpin yang menenangkan gelombang massa. Semua itu terjadi karena adanya kesenjangan antara elite politik dengan masyarakat, sehingga elite pemerintah ataupun elite politik tidak dikenal oleh masyarakatnya sendiri.

Pemimpin haruslah memberi solusi konkret dalam konflik yang ada dimasyarakat, karena pemimpin seharusnya bisa menjembatani antara permintaan masyarakat pribumi dengan harapan masyarakat pendatang yang menjadi sumber masalah dalam konflik skala besar. Tidak hanya mengandalkan kekuatan militer seperti ingin membasmi teroris atau pemberontak negara.

Kebanyakan pemimpin pemerintah hanya memikirkan kelompoknya saja, tanpa mau memperhatikan masyarakatnya yang sebenarnya merupakan kekuatan besar baginya dan negara. Dengan konflik besar ini, pemerintah harus menelaah lagi sikap politiknya terhadap masyarakat agar tetap memiliki wibawa yang bisa menenangkan gelombang konflik besar. Semua menilai bahwa pemerintahlah yang bobrok dalam mengatasi konflik yang ada, dan menjaga keharmonisan sosial, tetapi pemerintah daerah masih belum melakukan pembenahan dalam menyelesikan konflik.

Seharusnya pemerintah pusat memperhatikan benar bagaimana kondisi jajarannya di tingkat provinsi dan kabupaten, agar konflik horizontal tidak terus menerus kembali terjadi di tempat yang sama ataupun di kabupaten lain. Konflik horizontal di Indonesia bagaikan bom waktu yang siap meledak ketika waktunya tiba.


(44)

Tangan dingin pemerintah pusat diperlukan dalam mereformasi pejabatnya di tingkat daerah, bukan kepada masyarakat tangan dingin tersebut diarahkan.

5.4 Realitas Keharmonisan Antara Etnis Bali dengan Etnis Lampung di Kabupaten Lampung Selatan

Untuk kabupaten yang memiliki banyak indikator konflik, pencegahan harus menjadi pendekatan utama pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat. Aparat keamanan tidak berhasil menurunkan ketegangan dan mencegah kekerasan karena intervensi baru dilakukan ketika konflik sudah hampir meluas, pemerintah seharusnya memberikan perhatian serius kepada masyarakat melalui paguyuban atau organisasi di masyarakat agar peran pemerintah tetap memiliki power dimata masyarakat.

Dalam kasus di Lampung Selatan ini, terlihat bahwa masyarakat tidak memiliki kepercayaan terhadap lembaga hukum di daerahnya, sehingga masyarakat memutuskan untuk terjun langsung dalam menyelesaikan permasalahan di masyarakat itu sendiri. Tetapi dengan keterbatasan masyarakatlah sehingga mereka mengumpulkan jumlah yang besar agar bisa menyelesaikan persoalan mereka. Masyarakat saat ini memang merasa jenuh dengan hukum yang terlihat berkurang dalam segi kualitas, oleh karena itu, hukum harus kembali menciptakan keamanan dalam sisi kehidupan masyarakat, agar kepercayaan masyarakat kembali muncul dalam menyerahkan persoalan yang ada.

Dengan gelombang massa yang begitu besar, justru bukan menyelesaikan konflik yang terjadi, melainkan menimbulkan permasalahan baru karena tidak terkontrolnya amarah massa yang memuncak karena ada di antara mereka yang


(45)

menjadi korban dalam kerusuhan tersebut. Jika memang pihak hukum menginginkan penegakan hukum dengan tegas, maka jangan sampai langkah yang ditempuh justru menimbulkan konflik baru yang terjadi.

Selain itu, kearifan lokal harus dijunjung tinggi tanpa ada pergeseran makna, setiap budaya dan daerah pasti memiliki doktrin kearifan lokal yamg harus dijunjung tinggi sesuai kebhinekaan yang mencerminkan kesatuan negara. Dalam beberapa kasus, ketika ada gesekan antar etnis, mereka tidak lagi melihat doktrin yang dijunjung budayanya.

Kebanyakan penyelesaian konflik di Lampung Selatan menyisakan bom waktu pada masyarakat yang siap untuk meledakkan kembali bumi Lampung Selatan di suatu saat. Ini karena penyelesaian perdamaian hanya sebatas untuk kepentingan politik saja, pemerintah terkesan terburu-buru dalam menyelesikan konflik tanpa mengulas kembali lebih dalam historis konflik yang sebelumnya.

Kerusuhan sosial dalam skala besar pasti bukan karena satu alasan saja, melainkan akumulasi dari konflik-konflik sebelumnya yang memuncak dan menyebabkan masyarakat geram dan bertindak anarkis secara masive. Seperti perdamaian yang terjadi di Desa Agom Kecamatan Way Panji pada tanggal 21 November 2012, masih ada beberapa desa di Lampung Selatan yang belum menyetujui perdamaian tersebut karena dianggap mempunyai muatan politik para elit pemerintahan.

Tetapi sayangnya, pemerintah hanya membiarkan saja sikap masyarakat desa tersebut tanpa memperhatikan mereka, ini merupakan bentuk konkret bahwa


(46)

penyelesaian konflik di Lampung Selatan secara fundamental belum selesai. Seharusnya pemerintah kembali mengadakan dialog dan menampung aspirasi dari desa-desa tersebut dan memberikanwin-win solutionbagi kedua belah pihak yang bertikai dan untuk pemerintah.

Beberapa desa yang belum sepakat dengan perdamaian ini di kemudian hari tidak menutup kemungkinan akan menjadi potensi bentrok dalam skala besar jika etnis Bali membuat keonaran lagi. Karena mereka belum merasa berdamai dengan pihak etnis Bali dan juga pemerintah tidak memperhatikannya. Selain itu, bentuk konkret bahwa pemerintah belum sepenuhnya menyelesaikan perdamaian di Kabupaten Lampung Selatan terlihat dari penjagaan aparat yang melimpah ruah di Desa Agom, kantor Pemda Lampung Selatan dan beberapa titik vital di Kecamatan Kalianda dalam agenda perdamaian tanggal 21 November tersebut.

Kondisi keharmonisan di Kabupaten Lampung Selatan saat ini terbilang rendah. Adanya perasaan saling tidak percaya antara etnis Bali dengan etnis Lampung dan perasaan saling curiga merupakan penyebab keharmonisan menjadi kurang. Semua itu merupakan buntut dari pelanggaran perjanjian perdamaian konflik di Kecamatan Sidomulyo dan konflik yang terus terulang antara etnis Bali dengan etnis non-Bali di Lampung Selatan.


(47)

III. METODE PENELITIAN

Suatu penelitian bertujuan untuk memahami suatu permasalahan sehingga dapat dikembangkan kebenarannya, maka diperlukan metode dalam penelitian tersebut, hal ini dimaksudkan agar penelitian dapat berjalan dengan baik dan mencapai hasil yang diharapkan. Dalam melakukan penelitian sosial, seorang peneliti dapat menggunakan beberapa metode guna mempermudah memecahkan persoalan yang ada.

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, istilah penelitian kualitatif dimaksud sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lain. Dengan mengambil informan melalui teknik purposive, karena ditinjau dari sudut cara dan taraf pembahasan masalahnya serta hasil yang akan dicapai. Penelitian ini bermaksud mengetahui dan menjelaskan keharmonisan hubungan antara etnis Lampung dengan etnis Bali yang ada dikalangan Kabupaten Lampung Selatan.

Dimana dewasa ini banyak daerah-daerah yang sering terjadi konflik dari awalnya hanya irisan-irisan yang kemudian berkembang benjadi gesekan antar etnis. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan makna luas akan arti kehidupan yang penuh dengan rasa solidaritas, plural, majemuk, dan penuh rasa saling


(48)

hormat menghormati, dan harmonisasi sosial. Penelitian ini termasuk penelitian lapangan atau fild research, yaitu penelitian yang mengangkat data permasalahan yang ada di dalam masyarakat. Metode yang digunakan adalah deskriptif yang menggunakan analisa kualitatif dengan mengambil informan dari beberapa orang yang terlibat dalam konflik.

Tidak hanya itu, penelitian deskriptif mampu menyajikan gambaran secara detail dari sebuah situasi dan atau social setting, menurut Kartini Kartono (1990) penelitian deskriptif adalah penelitian yang hanya melukiskan, memaparkan, menuliskan dan melaporkan suatu keadaan, suatu obyek, atau suatu peristiwa tanpa menarik suatu kesimpulan. Pada pendekatan kualitatif, data yang dikumpulkan umumnya berbentuk kata-kata, gambar dan bukan angka-angka, kalaupun angka-angka sifatnya hanya sebagai penunjang. Data yang dimaksud meliputi transkip wawancara, catatan dari lapangan, foto-foto, dokumen pribadi, nota, dan catatan lain-lain. Atas alasan itulah dipilihnya pendekatan deskriptif kualitatif.

Menurut Bodgan dan Taylor (dalam Basrowi dan Suwandi 2008: 21) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sedangkan menurut Basrowi dan Suwandi (2008: 20) penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan berdasarkan paradigma, strategi, implementasi model secara beragam.


(49)

3.2 Fokus Penelitian

Suatu penelitian tidak dimulai dari sesuatu yang kosong. implikasinya, peneliti sewajarnya membatasi masalahnya dengan fokus. Fokus pada dasarnya adalah masalah yang bersumber dari pengalaman peneliti atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan lainnya. implikasinya apabila peneliti merasakan adanya masalah, seyogianya ia mendalami kepustakaan yang relevan sebelum terjun ke lapangan.

Penelitian ini terfokus pada bagaimana kondisi riil keharmonisan antara etnis Bali dengan etnis non-Bali di Kabupaten Lampung Selatan. Dengan demikian fokus penelitian akan memenuhi kriteria untuk membatasi bidang inkuiri dan kriteria inklusi-ekslusi. Implikasi yang lain ialah peneliti harus menetapkan bahkan menyadari posisinya sebagai peneliti untuk memanfaatkan paradigma.

Dalam suatu penelitian sangat penting adanya fokus penelitian karena fokus penelitian akan dapat membatasi studi yang akan diteliti. Tanpa adanya fokus penelitian, peneliti akan terjebak oleh melimpahnya volume data yang diperoleh di lapangan. Penerapan fokus penelitian berfungsi dalam memenuhi kriteria-kriteria, inklusi-ekslusi, atau masukan-masukannya, menjelaskan informasi yang diperoleh di lapangan. Dengan adanya fokus penelitian, akan menghindari pengumpulan data yang serampangan dan hadirnya data yang melimpah ruah. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada:

1. Pada tokoh adat dan masyarakat yang terlibat langsung dalam beberapa konflik di Kabupaten Lampung Selatan, untuk mengetahui faktor-faktor konflik dan eskalasi massamudah berkembang.


(50)

2. Tahapan meliputi prapersiapan, persiapan, dan pelaksanaan penelitian di Kabupaten Lampung Selatan.

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lampung Selatan. Penetapan lokasi penetilian tersebut berdasarkan beberapa pertimbangan diantaranya:

1. Karena Kabupaten Lampung Selatan sangat sering terjadi konflik horizontal antar etnis dalam beberapa tahun terakhir.

2. Besarnya potensi gesekan antar etnis di Lampung Selatan.

3.

Beberapa konflik besar antara etnis Lampung dengan etnis Bali yang terjadi di Provinsi Lampung terjadi di Kabupaten Lampung Selatan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini ada beberapa alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Alat pengumpul data tersebut berfungsi saling melengkapi akan data yang dibutuhkan. Untuk mengumpulkan data dan informasi pada penelitian ini, digunakan beberapa teknik sebagai berikut :

3.4.1 Teknik Studi Dokumenter

Menurut Hadari Nawari (1993) teknik/studi dokumenter adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil/hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penyelidikan. Dalam penelitian ini teknik/studi dokumenter merupakan acuan utama yang dipakai di dalam mengumpulkan data.


(51)

Menurut Lincoln dan Guba (dalam Basrowi dan Suwandi 2008: 159) mendefinisikan dokumen danrecordadalah sebagai berikut:recordadalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting. Dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik.

Menurut Hadari Nawari (1996: 109) studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan pengumpulan data dan informasi dari berbagai sumber, seperti buku-buku yang memuat berbagai ragam kajian teori yang sangat dibutuhkan peneliti, majalah-majalah, naskah-naskah, kisah sejarah, dan dokumen. Termasuk di dalamnya adalah rekaman berita dari radio, televisi, dan media elektronik lainnya.

Penggunaan studi kepustakaan sebagai teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mencari dan menghimpun informasi/data yang bersifat kepustakaan dan dokumentatif, seperti: artikel-artikel (dalam jurnal ataupun internet), skripsi, hand out kegiatan, dan lainnya. Dalam proses pengumpulan data, peneliti juga memanfaatkan media elektronik google,email (electronic mail atau surat elektronik) guna mendapatkan data lengkap.

3.4.2 Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju/pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu. Maksud dilakukan wawancara seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (dalam Basrowi dan Suwandi 2008: 127) antara lain: mengonstruksikan perilaku orang, kejadian,


(52)

kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, dan kepedulian, merekonstruksi kebulatan-kebulatan harapan pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas konstruksi yang dikembangkan peneliti sebagai pengecekan.

Moh. Nasir (dalam Basrowi dan Suwandi 2008: 127) memaparkan bahwa yang dimaksud dengan wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara). Digunakannya wawancara pada penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi secara lengkap, mendalam, dan komprehensif sesuai dengan tujuan penelitian. Pada penelitian ini, proses wawancara dalam rangka mendapatkan data dilakukan dengan interview bebas, maksudnya pewawancara bebas menanyakan apa saja hal-hal yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan (jenis wawancara seperti ini bisa juga dikategorikan ke dalam wawancara tidak berstruktur). Proses wawancara dilakukan kepada beberapa orang informan.

Menurut Basrowi dan Suwandi (2008:127) ada beberapa cara pembagian jenis wawancara yang dikemukakan dalam kepustakaan:

a. Wawancara Pembicaraan Informal

Pada jenis wawancara ini pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada pewawancara itu sendiri, jadi bergantung pada spontanitasnya dalam mengajukan pertanyaan kepada yang diwawancarai.


(53)

b. Pendekatan Menggunakan Petunjuk Umum Wawancara

Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok pertanyaan dalam wawancara, tetapi tidak harus dipertanyakan secara berurutan.

c. Wawancara Baku Terbuka

Jenis wawancara ini adalah yang menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-katanya, dan penyajiannyapun sama untuk setiap responden.

d. Wawancara oleh Tim atau Panel

Wawancara oleh tim berarti wawancara yang dilakukan oleh dua orang atau lebih terhadap seorang yang diwawancarai. Di pihak lain, seorang pewawancara dapat saja memperhadapkan dua orang atau lebih yang diwawancarai sekaligus dan dinamakan panel.

e. Wawancara tertutup dan wawancara terbuka

Pada wawancara tertutup yang diwawancarai tidak mengetahui dan tidak menyadari bahwa mereka diwawancarai. Juga mereka tidak mengetahui tujuannya. Sedangkan wawancara terbuka ialah para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud wawancara.

f. Wawancara Riwayat Secara Lisan

Jenis ini adalan wawancara terhadap orang-orang yang pernah membuat sejarah atau yang membuat karya ilmiah, sosial, pembangunan, perdamaian dsb.


(54)

g. Wawancara Terstruktur dan Wawancara tak Terstruktur

Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Sedangkan wawancara tak terstruktur merupakan wawancara yang berbeda dengan terstruktur. Cirinya kurang diinterupsi dan abiter.

3.4.3 Teknik Analisis Data

Pada prinsipnya analisis data kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Teknik analisis data yang dilakukan dengan menggunakan teknik analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (dalam Basrowi dan Suwandi 2008: 209) mencakup tiga kegiatan yang bersamaan : (1) reduksi data (2) penyajian data, dan (3) penarikan kesimpulan/verifikasi.

1) Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian, pengabstraksian dan pentransformasian data kasar dari lapangan. Proses ini berlangsung selama penelitian dilakukan dari awal sampai akhir penelitian. Reduksi merupakan bagian dari penelitian, bukan terpisah, fungsinya untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir sehingga interpretasi bisa ditarik.

2) Penyajian Data

Adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian yang sering digunakan pada analisis data kualitatif adalah bentuk teks naratif (peristiwa-peristiwa yang ditampilkan secara berurutan). Data yang diperoleh dari hasil


(55)

wawancara mendalam terhadap masyarakat, dikumpulkan untuk diambil kesimpulan-kesimpulan, sehingga bisa disajikan dalam bentuk narasi deskriptif.

3) Penarikan Kesimpulan/Verifikasi

Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikas selama penelitian berlangsung.


(56)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Manusia hidup dalam kebersamaan menunjukkan bahwa manusia adalah umat yang satu. Dengan kebersamaan itu manusia berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan direalisasikan dengan berbagai jenis aktivitas, serta bermacam-macam hubungan antara sesama mereka. Kebersamaan merupakan sarana atau ruang gerak bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi tanpa kebersamaan manusia tidak mampu hidup sendiri, dan ketergantungan itu yang menjadikan manusia sebagai makhluk sosial.

Bangsa Indonesia merupakan bangsa religius dengan berbagai etnis yang ada, maka dapat timbul suatu masalah yang menyangkut masalah keharmonisan masyarakat antar etnis. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan dan memelihara keharmonisan hidup antar etnis, berarti dari masing-masing etnis harus mampu mencerminkan nilai budaya yang baik dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan identitas bangsa Indonesia. Dengan demikian dapat tercipta suatu kerukunan hidup antar etnis yang lebih baik.

Indonesia adalah suatu negara yang berbentuk multi budaya, multi etnis, agama, ras, dan multi golongan, etnis merupakan kebudayaan yang telah ada bahkan sebelum suatu negara merdeka, dengan berbagai nilai dan norma yang mengatur tatanan kehidupan masyarakat sebelum adanya hukum dalam bentuk


(57)

Undang-undang. Etnis di Indonesia sendiri sangat beraneka ragam dan dengan berbagai nilai yang diyakini oleh individu-individu dalam anggota etnis tersebut. Hingga saat ini, Negara Indonesia terkenal dengan kearifan lokal etnis yang sangat majemuk dan penuh dengan nilai seni yang tidak terdapat di negara-negara lain.

Agama adalah tuntunan yang kita terima sebagai sebuah kepastian hidup. Dogma tidak terbantah dan harus diterapkan agar kehidupan kita menjadi lebih baik. Dengan beragama maka kehidupan menjadi lebih nyaman dan terarah serta teratur. Tidak ada lagi tindakan-tindakan anarkis yang mengatasnamakan kemanusiaan.

Menurut Shri Danu (2009), pengendalian diri, etika dan toleransi merupakan pencerminan kehidupan beragama dengan sesama atau antar etnis, baik manusia dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara bahkan dalam hubungan internasional antar bangsa-bangsa. Dengan kekayaan akan perbedaan, seharusnya negara dapat lebih cepat dan berkembang dalam kemajuan etnis dan budaya karena kedewasaan dalam menerima hal-hal baru di sekitar mereka.

2.1 Teori-teori Keharmonisan Hubungan Antar Etnis

Harmonis dalam kehidupan dapat tercipta apabila tiap-tiap orang itu saling tenggang rasa dan lapang dada (toleransi). Termasuk dalam hal ini adalah penciptaan kondisi hidup penuh Keharmonisan antar etnis yang sangat menentukan kondisi kehidupan kita di masyarakat. Menurut Roland Robertson (1988), ada beberapa teori tentang usaha untuk menciptakan kerukunan dalam kehidupan yang beragam itu adalah :


(58)

1. Tradisionalisme dan warisan budaya bersama

Mereka menginginkan nilai-nilai harmoni dan kerja sama dipertahankan, bertentangan dengan perselisihan secara terbuka, untuk menindih perasaan secara sopan, dan bertingkah laku menurut nilai-nilai status yang masih mempunyai beberapa kekuatan, juga untuk orang-orang muda yang paling modern.

2. Nasionalisme dan proyeksi kebudayaan bersama yang baru

Kecenderungan yang lebih nasionalistik pada orang juga bersandar pada nilai-nilai nasionalis bersama, karena doktrin nasionalisme, dalam banyak hal berusaha menyatakan kembali nilai-nilai itu dalam bentuk yang lebih digeneralisasi; tetapi diatas semua itu, orang yang nasionalistik menghendaki berbagai macam aspirasi yang dirangsang oleh kontak dengan dunia luar.

3. Toleransi dan integrasi sosial yang majemuk

Dua hal terakhir yang meredam konflik keagamaan-toleransi yang didasarkan atas relativisme kontekstual dan pertumbuhan mekanisme sosial bagi bentuk integrasi sosial nonsinkretik yang majemuk.

2.2 Pengertian Keharmonisan Hubungan Antar Etnis

Keharmonisan adalah istilah yang dipenuhi muatan makna “baik” dan “damai”. Intinya hidup bersama dalam masyarakat dengan kesatuan hati dan bersepakat untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran. Keharmonisan hubungan antar etnis adalah suatu kondisi sosial dimana semua golongan etnis dan budaya bisa hidup berdampingan tanpa mengurangi hak dasar masing-masing untuk


(59)

melaksanakan kewajiban kulturnya. Masing-masing hidup sebagai penganut budaya yang baik dalam keadaan harmonis dan damai.

Menurut Amirulloh Syarbini dkk (2011: 73, 111), rukun berarti berada dalam keadaan selaras, tenang dan tentram tanpa perselisihan dan pertentangan, bersatu dalam maksud untuk saling membantu. Berprilaku rukun berarti menghilangkan tanda-tanda ketegangan dalam masyarakat atau antara pribadi-pribadi sehingga hubungan-hubungan sosial tetap terlihat selaras dan baik. Kata rukun dan kerukunan mempunyai pengertian damai dan perdamaian dalam kehidupan sehari-hari. Kerukunan jelas hanya dipergunakan dalam dunia pergaulan atau interaksi sosial dimasyarakat.

Keharmonisan hubungan antar etnis pada dasarnya adalah Keharmonisan yang terwujud di antara beberapa etnis di dalam kehidupan sosial tanpa mempersoalkan agama, kepercayaan, atau etnis yang dianut oleh anggota masyarakat. Sedangkan etnis yang dianut oleh masig-masing orang dalam masyarakat tersebut tentu saja tidak bisa harmonis atau diharmoniskan karena masing-masing etnis memiliki ajaran yang berbeda dan khas. Dengan Keharmonisan hubungan antar etnis, masyarakat menyadari bahwa negara adalah milik dan tanggung jawab bersama.

Oleh karena itu, keharmonisan antar etnis adalah kerukunan hakiki yang dilandasi dan dijiwai oleh nilai-nilai etnis masing-masing. Dengan adanya Keharmonisan hubungan antar etnis akan terjamin dan terpelihara stabilitas sosial sebagai syarat mutlak untuk berhasilnya pembangunan. Selain itu dengan adanya kerukunan hidup antar etnis, maka potensi etnis yang demikian besar dapat dimanfaatkan untuk memperlancar pembangunan. Keharmonisan akan mudah diwujudkan


(60)

apabila ada persamaan latar belakang sejarah, penderitaan, cita-cita, dan keserasian dalam banyak hal.

Usaha ini tidak dapat dijalankan oleh 1 atau 2 orang saja, akan tetapi harus dilakukan oleh masing-masing kita atau setiap individu masyarakat. Sebab, ini mengenai satu segi dari ideologi pancasila yang harus kita dukung, kita tumbuh suburkan dalam masyarakat seluruh bangsa kita umumnya. Karena kita bangsa Indonesia sering membanggakan atau dibanggakan sebagai bangsa yang bertoleransi dan berkerukunan yang tinggi.

Hal-hal rinci seperti ekspresi-ekspresi simbolik dan formalistik, tentu sulit dipertemukan. Masing-masing etnis dan budaya bahkan sesungguhnya masing-masing kelompok intern suatu etnis tertentu sendiri mempunyai idiomnya yang khas dan bersifat esoterik, yakni hanya berlaku secara intern. Karena itulah ikut campur etnis lain atau pemaksaan doktrin etnis dalam internal orang dari etnis lain adalah tidak rasional danabsurd.

Menurut Ridwan Lubis (dalam Azhari Akmal Tarigan, 2011), yang merupakan tokoh kerukunan umat beragama di Sumatera Utara, Keharmonisan hubungan adalah terbinanya keseimbangan antara hak dan kewajiban dari setiap etnis, budaya, atau umat beragama. Keseimbangan antara hak dan kewajiban itu adalah usaha yang sungguh-sungguh dari setiap anggota untuk menerapkan seluruh nilai-nilai budayanya. Pada saat yang sama, penerapan ajarannya tidak pula bersinggungan dengan kepentingan orang lain yang juga memiliki hak dan kewajiban untuk menerapkan nilai-nilai.


(61)

Sepertinya sikap yang penuh inklusifisme ini harus kita pahami betul demi kebaikan kita semua. Bahwa setiap penganut etnis diharapkan menerapkan nilai-nilai budaya yang baik dengan sungguh-sungguh, dan untuk etnis yang lain, seperti yang telah diteladani dapat menyaring budaya lain sebagai proses asimilasi untuk memperkaya budayanya.

Kita percaya bahwa tidak ada satu etnispun di muka bumi ini yang menanamkan nilai-nilai pada masyarakatnya untuk melakukan kekerasan dan permusuhan. Nilai-nilai normatif budaya selalu mendendangkan kedamaian dan ketenteraman antar sesama dalam bermasyarakat. Kendati demikian, tidak tertutup kemungkinan penafsiran atau pemahaman anggota etnis yang salah dapat menjadi pemicu terjadinya disharmonisasi antar etnis.

Menurut A.R. Radcliffe Brown (dalam Koentjaraningrat 1990: 173), hubungan antar individu dalam masyarakat adalah hal yang konkret yang dapat diobservasi dan dapat dicatat. Inilah suatu cara menjaga keseimbangan dalam kemajemukan masyarakat yang sangat kompleks dan terus berkembang dalam berbagai perbedaan. Menurut Hunt dan Walker menyatakan (dalam Hartoyo, 1996), bahwa basis dari aspek interaksi dari integrasi ialah mengendurnya diskriminasi yang berakar pada perbedaan-perbedaan etnik, budaya dan agama tersebut.

Selain itu juga, menurut Ioanes Rakhmat (2011), untuk dapat membuat kemajemukan sebagai sebuah unsur pemersatu dan penginspirasi bangsa, setiap orang di Indonesia, apapun etnis dan aliran keagamaannya (atau aliran kepercayaannya), perlu memandang etnisnya sebagai komplemen atau unsur pelengkap bagi etnis lainnya. Sebab, unsur yang potensial dapat saling


(1)

senyum mengumbar pesona kepada Cewe-cewe [Calm aja dan Lanjut Terus].

17. For Cewe-cewe kusut (Tukang Ngebanyol) 2008 (Suzi Grace Hilda, Wera, Febrika, Nathalia DS, Nesri, Aniek, Bunga, Ambar.

18. Untuk seluruh rekan perjuangan HMJ Sosiologi FISIP Unila Periode Kepengurusan 2010-2011 Tanpa Terkecuali.

19. Untuk seluruh rekan perjuangan Sosiologi Angkatan 2008 Tanpa Terkecuali.

20. Untuk Alumni (Seno Aji 06, Hendra Fauzi 05, Mba Enda 05, Bang Fani Wirha Kesuma 03, & bang Levi Tujaidi 96) Atas Motivasi dalam berorganisasi.

21. Untuk kawan-kawan Teknokrat (Puchi, Slamet, Oval, Heri, Bang Nando, Ely, Putra, Dll yang yang jarang ketemu) selalu ada cerita dalam dunia maya. Tidak lupa Rekan Seperjuangan SMA dari Kalianda (Obby, Rudy Opak, Hendri, Robi, Wawan, Reza, Adi, Ghita, Irsan. Three Encek, dll) yang setia menabur cerita waktu kumpul.

22. Untuk rekan-rekan angkatan 2009 and 2010 atas tamparannya (pertanyaan “kapan Wisuda”) yang menjadi motivasi positif.

Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik bagi kita semua, dan Baginda Besar Nabi Muhammad SAW memberikan Hidayahnya di yaumil akhir. Ammiin…

(^_^) (^_^) (^_^)


(2)

Penulis


(3)

Skripsi sederhana yang menguras pikiran dan tenaga ini dengan segala kerendahan hati saya persembahkan untuk:

1. Ayah saya Syahdan Karim dan Ema’ saya Rumlah yang tidak pernah berhenti menaruh harapan terhadap saya. Aku cinta kalian Kemarin, Saat Ini, Hari Ini, Esok, dan Selamanya;

2. Uncle Muslim Karim yang dari awal perjalanan pendidikan saya di Unila sudah berperan penting bagi masa depan saya;

3. Untuk ke-lima My Brother (Heriansyah, Agus Setiawan, Al Faizar, Afrison, dan Habibi) yang selalu mendukung kemana langkah kaki ini berjalan;

4. Untuk keluarga besar yang selalu memberi pencerahan (Minan Yohanna, Om Nur Hadri, Om Zainal Arifin & Tante Ros, Minan Rosmiati & Om Hemlan Elhani, Umi Khoironi & Abi Syukri);

5. Untuk almamater Universitas Lampung;

6. Tidak lupa untuk Someone yang akan mengukir Jutaan Cinta dan Untaian Kasih Sayang dalam Palung Hati ini (Sometimes).


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan pada hari Rabu tanggal 16 Agustus 1989, sebagai anak Bungsu dari enam bersaudara, dari Bapak Syahdan Karim dan Ibu Rumlah.Kata Ema’, saya lahir ditangani oleh Bidan jam 4 (empat) sore ketika akan ada Pawai peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-44 kalinya.

Jenjang pendidikan formal yang syukur alhamdulillah telah penulis tempuh dengan penuh suka dan duka dalam perjuangan antara lain, Sekolah Dasar Negeri (SD) di SD N 2 Kalianda, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan dari tahun 1996 sampai lulus di tahun 2002. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP N 1 Kalianda, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan dari tahun 2002 sampai lulus di tahun 2005. Selanjutnya penulis melanjutkan jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA N 1 Kalianda, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan dari tahun 2005 dan lulus di tahun 2008.

Puji Syukur kepada Allah SWT karena pada tanggal 15 Agustus tahun 2008 penulis tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Lampung dengan melalui Ujian Mandiri. Pergaulan di dunia kampus merupakan miniatur


(5)

murni dari pergaulan kehidupan di dunia nyata, tinggal dimana kita mau mengambil peran untuk berproses pasca dunia pendidikan. Dinamika yang berkembang dan pergulatan politik kampus merupakan proses pembelajaran yang tak ternilai harganya walau harus dibayar dengan Bulan, karena bukan hanya pembelajaran dalam bentuk tekstual yang kita terima melainkan pengetahuan-pengetahuan yang bersifat dinamis dan selalu berkembang yang tidak bisa didapatkan di jenjang pendidikan manapun.

Penulis mengabdikan diri sebagai pengurus HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) Sosiologi pada tahun kepengurusan 2010-2011 sebagai Sekretaris Umum, di sini penulis banyak mendapatkan pembelajaran dalam menumbuh kembangkan kemampuan diri serta bakat yang dimiliki untuk pemenuhan aktualisasi HMJ Sosiologi. Di tahun ini jugalah penulis merasakan benar bagaimana kita bekerja sama dengan orang lain, bermusyawarah mencari jalan keluar dari kebuntuan konsep, hingga membentuk gagasan-gagasan yang sebelumnya tidak pernah terpikir oleh penulis sebelum berhimpun di HMJ Sosiologi, dan inilah yang penulis pikir akan terjadi ketika kita sudah selesai berjuang di dunia pendidikan dan bergelut di dunia kerja.

Setelah penulis menyelesaikan kepengurusan di HMJ Sosiologi, penulis kembali mengabdikan diri guna menunjang kualitas berorganisasi yang juga sebagai perwujudan aktualisasi diri dalam dinamika kampus Unila. Menjabat sebagai Assisten II BEM FISIP Unila Periode 2011-2012, yang memfokuskan diri dalam urusan eksternal kampus merupakan keuntungan yang luar biasa guna menajamkan teknik lobi dan bernegosiasi untuk mengeluarkan Win Win Solution


(6)

dalam kerangka urusan organisasi, baik itu internal kampus ataupun eksternal kampus Universitas Lampung.

Penulis sempat mengabdikan diri pada (satu) organisasi eksternal kampus tertua di Indonesia, selama penulis tergabung dalam organisasi tersebut banyak pelatihan yag penulis ikuti dan sangat berperan penting dalam menunjang perkuliahan dan bersosialisasi. Selain itu, penulis banyak mendapatkan pengalaman yang mustahil didapatkan di dalam organisasi internal kampus Unila.

Penulis berhasil menyelesaikan KKN (Kuliah Kerja Nyata) pada tanggal 10 Agustus 2011 di Kota Metro Kecamatan Metro Selatan Kelurahan Margorejo. Dilokasi KKN penulis berhasil membuat kegiatan-kegiatan yang menunjang kelengkapan kesekretarian di Kelurahan Margorejo, seperti pembuatan statistik pertumbuhan pendidikan, pembuatan bagan statistik angka kelahiran dan kematian per-5 tahun dalam 30 tahun terakhir, dan lain sebagainya.

Pergolakan dinamika dalam persahabatan sangat fluktuatif, kondisi demikian membuat penulis merasakan benar arti suatu persahabatan. Bukan hanya berbicara pengorbanan, melainkan rasa saling memahami tanpa harus turut merasakan lelah/kesulitan/derita teman yang harus diciptakan dalam suatu persahabatan. Jika itu semua sudah dapat dibangun, penulis meyakini hubungan akan tetap terjaga dengan harmonis tanpa ada garis yang memisahkan walau itu terlihat buram.