PEMANFAATAN BEBERAPA TIPE VEGETASI OLEH CUCAK KUTILANG (Pycnonotus aurigaster Vieillot) DI UNIVERSITAS LAMPUNG

(1)

BY CUCAK KUTILANG (Pycnonotus aurigaster Vieillot) IN UNIVERSITY OF LAMPUNG

By

M. DEDY PRATAMA SUKMARA

The study was conducted in green open space area of Lampung University (Unila), to determine the activities patterns cucak kutilang (P. aurigaster) in utilizing vegetation as habitat components. Data had been collected August-September 2012 in seven observation blocks, namely A Block (student dormitory), B Block (Football Field), C Block (Captive Deer), D Block (Library and Computer Centre), E Block (Faculty of Engineering), F Block (Arboretum), and G Block (Faculty of Medicine and Integrated Laboratory). The method used in this study is rapid assessment and concentrated. Data was collected at 05:30-08:30 am and 03:00-06:00 pm for six repetitions. Data were analyzed descriptively to determine the proportion of the number of bird encounters, the use of space, and function of vegetation canopy. This study concluded that, 1) the proportion of the overstory vegetation cover widest (± 9.317 ha) and the smallest ground cover (± 3.344 ha), 2) activities cucak kutilang (P. aurigaster) are most commonly found in C stratum (5-20 meters) the rest 60% (morning) and 73.13% (evening), the D stratum (1-4.9 meters) activities that is most commonly found is hunting 24.83% (morning) and the rest 20.15% (pm), while the E stratum (<1 meter) feeding activity is found only 15.2% (morning) and 6.72% (evening), 3) 8 models of tree architecture found in Unila, 5 models including a models that all editorial space used by cucak kutilang (P. aurigaster) to pearch, namely rauh, attims, aubreville, massart, and trolls, while a canopy on the 3 other models, namely koribia, roux and the corners are not all used. 4) fruits feed of cucak kutilang (P. aurigaster) found in Unila consists of 10 spesies, namely Ficus benjamina, Mimusops elengi, Lagerstromia speciosa, Syzygium polyanthum, Roystonia elata, Terminalia catappa, Manilkara kauki, Musa paradisiaca, Carica papaya and Henslowia frutescens.


(2)

DI UNIVERSITAS LAMPUNG Oleh

M. DEDY PRATAMA SUKMARA

Penelitian ini dilakukan di kawasan ruang terbuka hijau Universitas Lampung (Unila), untuk mengetahui pola aktivitas cucak kutilang (P. aurigaster) dalam memanfaatkan vegetasi sebagai komponen habitat. Data dikoleksi pada bulan Agustus-September 2012 di tujuh blok pengamatan yaitu Blok A (Asrama Mahasiswa), Blok B (Lapangan Sepak bola), Blok C (Penangkaran Rusa), Blok D (Perpustakaan dan Pusat Komputer), Blok E (Fakultas Teknik), Blok F (Arboretum), serta Blok G (Fakultas Kedokteran dan Laboratorium Terpadu). Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rapid assessment untuk dan terkonsentrasi. Waktu pengumpulan data dilakukan pada pagi (pukul 05.30-08.30 WIB) dan sore hari (pukul 15.00-18.00 WIB) sebanyak enam kali pengulangan. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk mengetahui proporsi jumlah pertemuan burung, penggunaan ruang tajuk dan fungsi vegetasi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa, 1) proporsi penutupan vegetasi terluas yaitu overstory (±9,317 ha) dan terkecil yaitu ground cover (±3,344 ha), 2) aktivitas cucak kutilang (P. aurigaster) yang paling banyak ditemukan pada stratum C (5-20 meter) yaitu istirahat 60% (pagi) dan 73,13% (sore), pada stratum D (1-4,9 meter) aktivitas terbanyak yang ditemukan yaitu berburu 24,83% (pagi) dan istirahat 20,15% (sore), sementara pada stratum E (<1 meter) hanya ditemukan aktivitas makan 15,2% (pagi) dan 6,72% (sore), 3) 8 model arsitektur pohon ditemukan di Unila, 5 model diantaranya merupakan model yang seluruh ruang tajuknya digunakan oleh cucak kutilang (P. aurigaster) untuk bertengger, yaitu rauh, attims, aubreville, massart, dan troll, sementara ruang tajuk pada 3 model lainnya, yaitu koribia, roux serta corner tidak seluruhya digunakan. 4) buah pakan cucak kutilang (P. aurigaster) yang ditemukan di Unila terdiri dari 10 jenis yaitu Ficus benjamina, Mimusops elengi, Lagerstromia speciosa, Syzygium polyanthum, Roystonia elata, Terminalia catappa, Manilkara kauki, Musa paradisiaca, Carica papaya, dan Henslowia frutescens.

Kata kunci: Pemanfaatan, tipe vegetasi, cucak kutilang (P. aurigaster),


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Universitas Lampung (Unila) yang dikenal dengan sebutan Kampus Hijau (Green Campus) memiliki ruang terbuka hijau dengan tipe vegetasi yang beragam serta multi strata berupa pepohonan, semak belukar hingga padang rumput. Sehingga menciptakan komponen habitat yang berfungsi sebagai cover (tempat berlindung, bersarang, bermain dan beristirahat) serta penyedia pakan bagi berbagai jenis burung. Djausal, Bidayasari dan Ahmad (2007) menjelaskan burung-burung dapat diamati pada lokasi-lokasi yang merupakan habitat burung di Unila, antara lain pada pepohonan dan belukar sekitar Perpustakaan, Fakultas Teknik, Lapangan Sepak bola, Asrama Mahasiswa, Penangkaran Rusa, Arboretum dan Fakultas Kedokteran. Berdasarkan hasil pemotretan burung di Kampus Unila oleh Djausal dkk dari November 2004 sampai Juni 2007, salah satu jenis burung yang paling umum dijumpai dan tersebar pada beberapa lokasi yang menjadi habitat burung di Unila adalah cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster).

Burung ini merupakan pengguna ruang yang cukup baik, beraktivitas pada tajuk-tajuk pohon, semak belukar hingga rumput-rumput rendah. Burung ini menyukai buah-buahan, biji-bijian dan serangga sebagai sumber pakan. Sehingga, burung ini memiliki peran penting dalam mengontrol populasi serangga sekaligus membantu menyebarkan biji-biji tanaman yang dimakannya. Beberapa penelitian


(4)

tentang keanekaragaman jenis burung di Unila secara umum telah banyak dilakukan. Namun, informasi mengenai fungsi vegetasi sebagai komponen habitat burung di Unila masih terbatas. Berdasarkan penyebarannya di Unila, cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) dipilih sebagai model spesies untuk mengetahui pemanfaatan beberapa tipe vegetasi yang terdapat di Unila.

B. Rumusan Masalah 

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 

1. Bagaimanakah proporsi luas penutupan vegetasi di RTH Unila?

2. Bagaimanakah pola aktivitas cucak kutilang (P. aurigaster) dalam menggunakan strata vegetasi?

3. Bagaimanakah pengaruh model arsitektur pohon terhadap preferensi pemilihan ruang sebagai tempat bertengger oleh cucak kutilang (P. aurigaster)?

4. Bagaimanakah ketersediaan pakan cucak kutilang (P. aurigaster)? C. Tujuan Penelitian 

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui proporsi luas penutupan vegetasi di RTH Unila.

2. Mengetahui pola aktivitas cucak kutilang (P. aurigaster) dalam menggunakan strata vegetasi.

3. Mengetahui pengaruh model arsitektur pohon terhadap preferensi pemilihan ruang oleh cucak kutilang (P. aurigaster) sebagai tempat bertengger.


(5)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah mengenai proporsi penutupan vegetasi serta fungsi masing-masing tipe vegetasi sebagai komponen habitat burung khususnya cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster). Sehinga dapat menjadi masukan bagi model pengelolaan vegetasi di RTH Unila.

E. Kerangka Pemikiran

Universitas Lampung (Unila) memiliki ruang terbuka hijau (RTH) dengan tipe vegetasi beragam mulai dari pepohonan, semak belukar hingga padang rumput, baik di wilayah daratan maupun perairan (rawa). Keberadaan areal vegetasi di Unila menjadi daya tarik bagi berbagai jenis burung untuk memperoleh sumber pakan, tempat berlindung (cover), tempat bermain hingga berkembangbiak. Dari berbagai jenis burung yang terdapat di Unila, salah satu jenis burung yang umum dijumpai adalah cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster).

Burung ini merupakan pengguna ruang yang cukup baik yang terlihat dari penyebarannya baik secara horisontal maupun vertikal. Berdasarkan penelitian Djausal dkk (2007), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) tersebar pada vegetasi di sekitar Perpustakaan, Fakultas Teknik, Lapangan Sepak bola, Asrama Mahasiswa, Penangkaran Rusa, Arboretum dan Fakultas Kedokteran, beraktivitas pada tajuk-tajuk pohon, semak belukar hingga rumput-rumput rendah. Burung ini menyukai buah-buahan, biji-bijian dan serangga. sebagai sumber pakan. Sehingga burung ini memiliki peran penting dalam mengontrol populasi serangga sekaligus membantu menyebarkan biji-biji tanaman yang dimakannya.


(6)

Oleh karena itu, cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) dipilih sebagai model spesies untuk mengetahui pemanfaatan tipe vegetasi yang terdapat pada masing-masing RTH di Unila.

Data dikoleksi pada bulan Agustus hingga September 2012 di tujuh blok pengamatan berdasarkan lokasi vegetasi dan frekuensi perjumpaan cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) menurut Djausal dkk (2007). Selanjutnya lokasi-lokasi tersebut dibagi menjadi tujuh blok pengamatan yaitu Blok A (Asrama Mahasiswa), Blok B (Lapangan Sepak bola), Blok C (Penangkaran Rusa), Blok D (Perpustakaan dan Pusat Komputer), Blok E (Fakultas Teknik), Blok F (Arboretum), serta Blok G (Fakultas Kedokteran dan Laboratorium Terpadu). Dari ketujuh blok tersebut, dilakukan pengumpulan data vegetasi melalui survai menggunakan metode rapid assessment (IUCN, 2007), untuk mengetahui strata vegetasi, komposisi jenis vegetasi, dan model arsitektur. Selanjutnya, pengumpulan data aktivitas burung dilakukan melalui pengamatan langsung menggunakan metode terkonsentrasi (Alikodra, 1990) dengan periode waktu pagi (pukul 05.30-08.30 WIB) dan sore hari (pukul 15.00-18.00 WIB) selama enam kali pengulangan pada setiap blok pengamatan.

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk mengetahui proporsi penutupan vegetasi, pola aktivitas cucak kutilang (P. aurigaster) dalam menggunakan strata vegetasi, preferensi pemilihan ruang oleh cucak kutilang (P. aurigaster) sebagai tempat bertengger berdasarkan model arsitektur pohon, dan mengetahui ketersediaan pakan cucak kutilang (P. aurigaster) di Unila.


(7)

Ruang Terbuka Hijau di Unila  

   

Tipe vegetasi pepohonan, semak belukar serta padang rumput                                             Terkonsentrasi (Ali Kodra, 1990)

Komposisi jenis vegetasi (pohon, semak, rumput)

Habitat burung (Djausal dkk, 2007)

Metode Penelitian

Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster)

Strata vegetasi (Strata A >30 m, B 20-30 m, C 5-19,9, D 1-4,9 m dan E <1 m) Jumlah burung (jumlah pertemuan

terbesar selama pengamatan) Posisi ditemukan burung pada

vegetasi

Aktivitas burung (makan, istirahat, bermain, berburu)

Pemanfaatan tipe vegetasi

oleh cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) 9 Proporsi luas penutupan vegetasi di Unila

9 Pola aktivitas cucak kutilang (P. aurigaster) dalam menggunakan strata vegetasi

9 Preferensi pemilihan ruang tajuk pohon sebagai tempat bertengger

9 Ketersediaan pakan cucak kutilang (P. aurigaster)

Model arsitektur pohon (rauh, attims, aubreville, massart, koribia, roux, troll, corner)

Rapid assessment (IUCN, 2007) 9 Blok A (Asrama ahasiswa)

9 Blok B (Lap. Sepak Bola) 9 Blok C (Penangkaran Rusa) 9 Blok D (Perpus dan Puskom) 9 Blok E (Fak. Teknik)

9 Blok F (Arboretum)

9 Blok G (Fak. Kedokteran dan Lab. Terpadu)


(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Burung

1. Definisi Burung

Burung termasuk dalam kelas Aves, sub Phylum Vertebrata dan masuk ke dalam Phylum Chordata, yang diturunkan dari hewan berkaki dua (Welty, 1982; Darmawan, 2006). Burung dibagi dalam 29 ordo yang terdiri dari 158 famili, merupakan salah satu diantara kelas hewan bertulang belakang. Burung berdarah panas dan berkembangbiak melalui telur. Tubuhnya tertutup bulu dan memiliki bermacam-macam adaptasi untuk terbang. Burung memiliki pertukaran zat yang cepat kerena terbang memerlukan banyak energi. Suhu tubuhnya tinggi dan tetap sehingga kebutuhan makanannya banyak (Ensiklopedi Indonesia, 1992; Darmawan, 2006).

Welty (1982) dalam Darmawan (2006), mendeskripsikan burung sebagai hewan yang memiliki bulu, tungkai atau lengan depan termodifikasi untuk terbang, tungkai belakang teradaptasi untuk berjalan, berenang dan hinggap, paruh tidak bergigi, jantung memiliki empat ruang, rangka ringan, memiliki kantong udara, berdarah panas, tidak memiliki kandung kemih dan bertelur.


(9)

2. Penyebaran Burung

Burung dapat menempati tipe habitat yang beranekaragam, baik habitat hutan maupun habitat bukan hutan seperti tanaman perkebunan, tanaman pertanian, pekarangan, gua, padang rumput, savana dan habitat perairan (Alikodra, 2002; Syafrudin, 2011). Penyebaran jenis burung dipengaruhi oleh kesesuaian lingkungan tempat hidup burung, meliputi adaptasi burung terhadap perubahan lingkungan, kompetisi dan seleksi alam (Welty, 1982; Dewi, 2005; Syafrudin, 2011).

Pergerakan satwaliar baik dalam skala sempit maupun luas merupakan usaha untuk memenuhi tuntutan hidupnya. Burung membutuhkan suatu koridor untuk melakukan pergerakan yang dapat menghubungkan dengan sumber keane-karagaman. Penyebaran suatu jenis burung disesuaikan dengan kemampuan pergerakkannya atau kondisi lingkungan seperti pengaruh luas kawasan, ketinggian tempat dan letak geografis. Burung merupakan kelompok satwaliar yang paling merata penyebarannya, ini disebabkan karena kemampuan terbang yang dimilikinya (Alikodra, 2002; Syafrudin 2011).

Kehadiran suatu burung pada suatu habitat merupakan hasil pemilihan karena habitat tersebut sesuai untuk kehidupannya. Pemilihan habitat ini akan menen-tukan burung pada lingkungan tertentu (Partasasmita, 2003; Rohadi, 2011). Beberapa spesies burung tinggal di daerah-daerah tertentu, tetapi banyak spesies yang bermigrasi secara teratur dari suatu daerah ke daerah yang lain sesuai dengan perubahan musim. Jalur migrasi yang umum dilewati oleh burung yaitu bagian Utara dan Selatan bumi yang disebut Latitudinal. Pada musim panas,


(10)

burung-burung bergerak atau tinggal di daerah sedang dan daerah-daerah sub Arktik dimana terdapat tempat-tempat untuk makan dan bersarang, serta kembali ke daerah tropik untuk beristirahat selama musim salju. Beberapa spesies burung melakukan migrasi altitudinal yaitu ke daerah-daerah pegunungan selama musim panas dan ini terdapat di Amerika Utara bagian Barat (Pratiwi, 2005; Rohadi, 2011).

3. Populasi Burung

Populasi adalah kelompok kolektif organisme-organisme dari spesies yang sama (atau kelompok-kelompok lain dimana masing-masing individu dapat bertukar informasi genetik) yang menduduki ruang atau tempat tertentu, memiliki berbagai ciri atau sifat yang unik dari kelompok dan bukan merupakan sifat individu. Sifat tersebut antara lain kerapatan, natalitas (laju kelahiran), mortalitas (laju kematian), penyebaran umur, potensi biotik, dispersi, dan bentuk pertumbuhan atau perkembangan (Odum, 1993; Satriyono, 2008).

Populasi burung dapat dihitung pada saat burung sedang berkumpul dipohon tempat tidur ataupun bersarang. Perhitungan dapat dilakukan baik saat burung akan tidur dan mencari makan (Alikodra, 1990). Karakteristik suatu populasi dibentuk oleh interaksi-interaksi antara individu dengan lingkungannya baik dalam skala waktu ekologi maupun evolusioner, dan seleksi alam dapat merubah semua karakteristik tersebut. Dua karakteristik penting pada populasi manapun adalah kepadatan dan jarak antar individu (Campbell, Reece, Mitchell, 2004; Satriyono, 2008). Kelimpahan adalah istilah umum yang digunakan untuk suatu populasi satwa dalam hal jumlah yang sebenarnya dan kecenderungan naik


(11)

turunnya populasi atau keduanya. Kelimpahan erat kaitannya dengan distribusi, sehingga biasanya kedua istilah ini seringkali digunakan bersama-sama (Mahmud, 1991; Darmawan, 2006).

4. Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster)

Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) adalah sejenis burung pengicau dari suku Pycnonotidae. Sering juga disebut cangkurileung (bahasa sunda) dan ketilang atau genthilang (bahasa jawa). Sedangkan, dalam bahasa inggris burung ini disebut Sooty headed Bulbul. Burung ini berukuran sedang, panjang tubuh total (diukur dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 20 cm. Sisi atas tubuh (punggung dan ekor) berwarna coklat kelabu, sisi bawah (tenggorokan, leher, dada dan perut) putih keabu-abuan. Bagian atas kepala, mulai dari dahi, topi dan jambul, berwarna hitam. Tungging (di muka ekor) nampak jelas berwarna putih, serta penutup pantat berwarna jingga. Iris mata berwarna merah, paruh dan kaki hitam (Wikipedia, 2012).

Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) kerap mengunjungi tempat-tempat terbuka, tepi jalan, kebun, pekarangan, semak belukar dan hutan sekunder, sampai dengan ketinggian sekitar 1.600 m dpl. Sering pula ditemukan hidup meliar di taman dan halaman-halaman rumah di perkotaan. Burung ini acapkali berkelompok, baik ketika mencari makanan maupun bertengger, dengan jenisnya sendiri maupun dengan jenis merbah yang lain atau bahkan dengan jenis burung yang lain (Leonhart, 2009).


(12)

Sarang cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) berbentuk cawan dari dua atau tiga butir, berwarna kemerah-jambuan berbintik ungu dan abu-abu. Tercatat bersarang sepanjang tahun kecuali Nopember, dengan puncaknya April sampai September (Leonhart, 2009).

                   

Gambar 2. Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) (Baskoro, 2009) Klasifikasi ilmiah

Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Aves

Ordo : Passeriformes Famili : Pycnonotidae Genus : Pycnonotus


(13)

B. Habitat

1. Definisi Habitat

Habitat merupakan tempat makhluk hidup berada secara alami. Menurut Alikodra (2002) dalam Syafrudin (2011), habitat didefinisikan sebagai kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik fisik maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiaknya satwaliar. Sedangkan, menurut Odum (1993) dalam Syafrudin, (2011), habitat adalah tempat organisme itu hidup, atau tempat ke mana seseorang harus pergi untuk menemukannya.

Wikipedia (2011) mendefinisikan habitat sebagai tempat suatu makhluk hidup tinggal dan berkembang biak. Istilah habitat dapat juga dipakai untuk menunjukan tempat tumbuh sekelompok organisme dari berbagai spesies yang membentuk suatu komunitas (Rososoedarmo, Kartawinata dan Soegiarto, 1986; Indriyanto, 2008).

2. Habitat Burung

Burung dapat menempati tipe habitat yang beranekaragam, baik habitat hutan maupun habitat bukan hutan. Menurut Welty (1982) dalam Darmawan (2006), setiap burung yang hidup di alam membutuhkan dua kebutuhan dasar yaitu bahan dan energi. Bahan menyediakan media untuk hidup burung, seperti udara dan daratan, sedangkan energi didapatkan burung dari makanan dan energi matahari. Sebagai komponen habitat burung, pohon dapat berfungsi sebagai cover (tempat berlindung dari cuaca dan predator, bersarang, bermain beristirahat, dan mengasuh anak). Selain menyediakan bagian-bagian pohon (daun, bunga, dan


(14)

buah) suatu pohon dapat berfungsi sebagai habitat (atau niche habitat) berbagai jenis organisme lain yang merupakan makanan tersedia bagi burung (Setiawan, Alikodra, Gunawan, dan Darnaedi, 2006).

Faktor yang menentukan keberadaan burung adalah ketersediaan makanan, tempat untuk istirahat, bermain, kawin, bersarang, bertengger dan berlindung. Kemampuan areal menampung burung ditentukan oleh luasan, komposisi dan struktur vegetasi, banyaknya tipe ekosistem dan bentuk areal serta keamanan (Muhammad, 2012). Hernowo (1985) dalam Syafrudin (2011), mengatakan bahwa burung merupakan salah satu margasatwa yang terdapat hampir di setiap tempat, tetapi untuk hidupnya memerlukan syarat-syarat tertentu yaitu adanya kondisi habitat yang cocok, baik, serta aman dari segala macam gangguan. Habitat yang baik harus dapat menyediakan pakan, air, tempat berlindung, tempat beristirahat dan tidur malam, serta tempat untuk berkembangbiak baik ditinjau dari segi kuantitas dan kualitas.

Habitat burung terbentang mulai dari tepi pantai hingga ke puncak gunung. Burung yang memiliki habitat khusus di tepi pantai tidak dapat hidup di pegunungan dan sebaliknya. Namun ada pula spesies burung-burung generalis yang dapat dijumpai di beberapa habitat. Misalnya burung Kutilang (Pycnonotus aurigaster) yang dapat dijumpai pada habitat bakau hingga pinggiran hutan dataran rendah (Suryadi, 2006).

Tipe habitat utama pada jenis burung sangat berhubungan dengan kebutuhan hidup dan aktivitas hariannya. Tipe burung terdiri dari tipe burung hutan (forest birds), burung hutan kayu terbuka (open woodland birds), burung lahan budidaya


(15)

(cultivated birds), burung pekarangan rumah (rural area birds), burung pemangsa (raptor birds) dan burung air atau perairan (water birds) (Kurnia, 2003; Rohadi, 2011).

Menurut komposisinya di alam, habitat satwa liar terdiri dari 3 komponen utama yang satu sama lain saling berkaitan, yaitu:

1. Komponen biotik meliputi: vegetasi, satwaliar, dan organisme mikro. 2. Komponen fisik meliputi: air, tanah, iklim, topografi, dll.

3. Komponen kimia, meliputi seluruh unsur kimia yang terkandung dalam komponen biotik maupun komponen fisik.

Secara fungsional, seluruh komponen habitat di atas menyediakan pakan, air dan tempat berlindung bagi satwa liar burung. Jumlah dan kualitas ketiga sumber daya fungsional tersebut akan membatasi kemampuan habitat untuk mendukung populasi satwa liar. Komponen fisik habitat (iklim, topografi, tanah dan air) akan menentukan kondisi fisik habitat yang merupakan faktor pembatas bagi ketersediaan komponen biotik di habitat tersebut (Irwanto, 2006).

3. Habitat Burung di Universitas Lampung

Djausal dkk (2007) menjelaskan, burung-burung dapat diamati pada lokasi-lokasi yang merupakan habitat burung. Lokasi pengamatan burung di kampus Unila antara lain pada pepohonan dan belukar sekitar:

a. Perpustakaan,

Tipe vegetasi yang terdapat pada lokasi ini berupa pepohonan dan belukar campuran. Jenis burung yang terdapat pada lokasi ini antara lain, perenjak


(16)

(Prinia spp.), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster.), merbah (Pycnonotus goiavier.), burung madu (Anthreptes spp.), burung gereja (Passer montanus) dan bondol (Lonchura spp.).

b. Fakultas Teknik

Tipe vegetasi pada lokasi ini berupa semak belukar yang terdapat dibelakang laboratorium terpadu dan Teknik Kimia. Jenis burung meliputi cekakak belukar (Halcyon smymensis), bondol (Lonchura spp.), tekukur (Streptopelia spp.), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster.), kacamata (Zosterops spp.), wiwik (Cacomantis spp.).

c. Lapangan Sepak Bola

Tipe vegetasi pada lokasi ini berupa pepohonan yang menjadi habitat bagi tekukur (Streptopelia spp.), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), wiwik (Cacomantis spp.), cekakak (Halcyon spp.), burung gereja (Passer montanus) dan merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier).

d. Asrama Mahasiswa

Tipe vegetasi pada lokasi ini berupa rawa dan belukar yang cukup luas. Jenis burung yang terdapat pada lokasi ini meliputi kareo padi (Amaurornis phoenicurus), berambangan (Ixobrychus cinnamomeus), tekukur (Streptopelia chinensis), bubut Centropus bengalensis), perenjak (Prinia familiaris), bondol (Lonchura spp.), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster.), merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier.), wiwik (Cacomantis spp.), burung madu (Anthreptes spp.).


(17)

e. Penangkaran Rusa

Tipe vegetasi berupa pepohonan terdapat disekitar kandang rusa. Beberapa jenis burung yang terdapat pada lokasi ini meliputi cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), tekukur (Streptopelia chinensis), cekakak (Halcyon spp.).

f. Arboretum

Hutan koleksi (arboretum) yang memanjang dari selatan ke utara Fakultas Pertanian sampai seberang Fakultas Hukum terdiri dari pepohonan yang beraneka ragam. Burung madu (Anthreptes spp.) banyak terlihat di lokasi ini. g. Fakultas Kedokteran

Rawa, belukar dan rumpun bambu yang memanjang dari halaman depan Fakultas Kedokteran sampai belakang masjid Al Wasi’i menjadi habitat berbagai jenis burung meliputi kareo padi (Amaurornis phoenicurus), cekakak belukar (Halcyon smymensis), bondol (Lonchura spp), burung madu (Anthreptes spp.), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster.), merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier.), tekukur (Streptopelia chinensis), perenjak (Prinia spp.) dan burung gereja (Passer montanus).

4. Model Arsitektur Pohon

Arsitektur pohon merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu yang merupakan suatu fase pada saat tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan pohon, nyata dan dapat diamati setiap waktu. Bentuk pertumbuhan yang menentukan rangkaian fase arsitektur pohon disebut model arsitektur. Elemen-elemen dari suatu arsitektur pohon terdiri dari pola pertumbuhan batang,


(18)

percabangan dan pembentukan pucuk terminal. Pola pertumbuhan pohon dapat berupa ritmik dan kontinu. Pertumbuhan ritmik memiliki suatu periodisitas dalam proses pemanjangannya yang secara morfologi di tandai dengan adanya segmentasi pada batang atau cabang. Pertumbuhan kontinu berbeda dengan pertumbuhan ritmik karena tidak meliki periodisitas dan tidak ada segmentasi pada batang atau cabangnya (Halle, Oldman and Tomlison, 1978; Firoroh, 2009).

Model arsitektur pohon dibedakan 4 karakterestik utama (Halle & Oldeman, 1975; Firoroh, 2009) yaitu :

1. Pohon tidak bercabang (monoaxial) yaitu bagian vegetatif pohon

terdiri satu aksis dan dibangun oleh meristem soliter, contohnya model Holttum dan model Corner.

2. Pohon bercabang dengan axis vegetatif ekuivalen dan orthotropik, contohnya model Tomlinson, dan model Chamberlain.

3. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif non ekuivalen, contohnya model Prevost, model Rauh, model Cook.

4. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif campuran ada yang ekuivalen dan non ekuivalen, contohnya model Troll, model Champagnat, dan model Mangenot.

C. Pemetaan

1. Sistem Informasi Geografi (SIG)

Puntodewo, Dewi dan Tarigan (2003), mendefinisikan Sistem Informasi Geografi (SIG) sebagai suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola,


(19)

memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis. Informasi spasial memakai lokasi, dalam suatu sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya.

SIG adalah suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Memiliki perangkat keras komputer beserta dengan perangkat lunaknya belum berarti bahwa kita sudah memiliki SIG apabila data geografis dan sumberdaya manusia yang mengoperasikannya belum ada. Sebagaimana sistem komputer pada umumnya, SIG hanyalah sebuah ‘alat’ yang mempunyai kemampuan khusus. Kemampuan sumberdaya manusia untuk memformulasikan persoalan dan menganalisa hasil akhir sangat berperan dalam keberhasilan sistem SIG (Puntodewo dkk., 2003)

Menurut Prasetyo (2003) Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem yang mencapture, mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan data yang secara spatial (keruangan) mereferensikan kepada kondisi bumi. Teknologi SIG mengintegrasikan operasi-operasi umum database, seperti query dan analisa statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisa yang unik yang dimiliki oleh pemetaan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan Sistem Informasi lainnya yang membuatnya menjadi berguna untuk berbagai kalangan untuk menjelaskan kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang akan terjadi.

Sedangkan menurut Amri (2011), Sistem Informasi Geografis (SIG) atau yang biasa dikenal dengan Geographic Information System (GIS) adalah sebuah alat bantu manajemen informasi yang berkaitan erat dengan sistem pemetaan dan analisis terhadap segala sesuatu serta berbagai peristiwa yang terjadi di muka


(20)

bumi. Definisi SIG selalu berkembang, bertambah dan bervariasi. Hal ini telihat dari banyaknya definisi SIG yang telah beredar. Selain itu, SIG juga merupakan suatu kajian ilmu dan teknologi yang relatif baru, digunakan oleh berbagai bidang disiplin ilmu, dan berkembang dengan cepat (Pramadihano, Sesulihatien, Prasetyaningrum dan Firmansyah, 2012).

Akmal (2011) membagi SIG dalam beberapa definisi secara lebih spesifik yaitu: • Sistem yang dapat mendukung pengambilan keputusan spasial dan mampu

mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi dengan karakteristik-karakteristik fenomena yang ditemukan disuatu lokasi.

• SIG adalah sistem komputer yang digunakan untuk memasukan, menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa dan menampilkan data yang berhubungan dengan posisi-posisi permukaan bumi.

• SIG merupakan kombinasi perangkat keras dan perangkat lunak komputer yang memungkinkan untuk mengelola, memetakan informasi spasial berikut data attributnya dengan akurasi kartografi.

• SIG merupakan sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang tereferensi secara spasial atau koordinat-koordinat geografi. SIG adalah sistem basis data dengan kemampuan-kemampuan khusus untuk data yang tereferensi secara geografis.

Sistem Informasi Geografis mempunyai empat komponen dasar, yaitu perangkat keras, perangkat lunak, data serta operator/sumberdaya manusia. Komponen tersebut saling berhubungan. Perangkat keras berupa komputer yang dilengkapi dengan alat masukan (digitizer, keyboard), alat penyimpan (hard disk, CD-Rom),


(21)

alat untuk memproses atau processor dan alat untuk pengeluaran (printer, plotter). Perangkat lunak merupakan komponen untuk mengintegrasikan berbagai macam data masukan yang akan diproses dalam SIG. Data merupakan komponen utama yang akan diproses dengan menggunakan SIG sesuai dengan kebutuhannya. Sumberdaya manusia merupakan pengguna sistem dan yang mengoperasikan perangkat lunak maupun perangkat keras (Dewi, 2005).

2. GPS (Global Positioning System)

Global Positioning System (GPS) adalah sistem navigasi yang dapat menentukan posisi sasaran dengan ketepatan tinggi dalam waktu yang singkat (Widodo, 2009). GPS bekerja pada referensi waktu yang sangat teliti dan memancarkan data yang menunjukkan lokasi dan waktu pada saat itu (Puntodewo dkk., 2003). Operasi dari seluruh satelit GPS yang ada disinkronisasi sehingga memancarkan sinyal yang sama. Alat penerima GPS akan bekerja jika ia menerima sinyal dari sedikitnya 4 buah satelit GPS, sehingga posisinya dalam tiga dimensi bisa dihitung. Pada saat ini, sedikitnya ada 24 satelit GPS yang beroperasi setiap waktu dan dilengkapi dengan beberapa cadangan. Satelit tersebut mengorbit selama 12 jam (dua orbit per hari) pada ketinggian sekitar 11.500 mil dan bergerak dengan kecepatan 2000 mil per jam (Puntodewo dkk., 2003).

Sejak pemanfaatan NAVSTAR GPS (Navigation Satellite Timing andRanging Global Positioning System) untuk kepentingan sipil diperbolehkan oleh Pemerintah Amerika Serikat pada tahun 1983, maka optimalisasi penggunaan GPS untuk berbagai aplikasi semakin luas (Abidin, 2000; Ekawati, 2010). Penggunaannya bukan hanya untuk kepentingan militer, tetapi juga untuk


(22)

penelitian dan bahkan saat ini telah digunakan oleh masyarakat umum untuk penentuan posisi, seperti pada saat berkendaraan, berlibur ataupun berlayar (Sadeque, 2005; Ekawati, 2010).

3. ArcGIS

ArcGIS adalah software GIS yang diproduksi oleh ESRI (Sebuah perusahaan swasta di USA yang bergerak dalam bidang pengembangan software), merupakan pengembangan lanjut dari software ArcInfo dan ArcView. Sebelumnya ArcInfo dan ArcView terkenal sebagai 2 software GIS yang handal dan satu sama lain saling melengkapi. ArcInfo, walaupun masih berbasis text command, terkenal handal dalam analisis GIS karena memiliki lebih dari 3000 command, sedangkan ArcView handal untuk pembuatan petanya. Kedua kemampuan itu sekarang diintegrasikan dalam ArcGIS yang di release pertama kali dengan ArcGIS 7.0 pada tahun 2000. Saat ini sudah dipasarkan versi terbaru yaitu ArcGIS 9.1. ArcGIS didisain khusus bekerja hanya pada platform Windows 2000/NT/XP/ME dan tidak dapat dijalankan pada Windows 3.x/95/98 (Darmawan, 2010).

4. Pemetaan Digital

Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran permukaan bumi (terminologi geodesi) dengan menggunakan cara dan atau metode tertentu sehingga didapatkan hasil berupa softcopy maupun hardcopy peta yang berbentuk vektor maupun raster (Wikipedia, 2010). Pemetaan dapat didefinisikan sebagai suatu proses terpadu yang mencakup pengumpulan, pengolahan dan visualisasi dari data spasial (keruangan). Produk suatu proses pemetaan adalah suatu


(23)

informasi spasial yang dapat divisualisasikan dalam bentuk atlas (kertas maupun elektronis), peta (kertas maupun digital), basis data digital maupun Sistem Informasi Geografis (SIG) (Abidin, 2007).

Data spasial adalah data yang memiliki referensi ruang kebumian (georeference) dimana berbagai data atribut terletak dalam berbagai unit spasial. Sekarang ini data spasial menjadi media penting untuk perencanaan pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan pada cakupan wilayah continental, nasional, regional maupun lokal. Pemanfaatan data spasial semakin meningkat setelah adanya teknologi pemetaan digital dan pemanfaatannya pada Sistem Informasi Geografis (SIG). Format data spasial dapat berupa vektor (polygon, line, points) maupun raster (Wikipedia, 2010).

Pemetaan digital adalah suatu proses pekerjaan pembuatan peta dalam format digital yang dapat disimpan dan dicetak sesuai keinginan pembuatnya baik dalam jumlah atau skala peta yang dihasilkan. Format digital terdiri dari raster dan vektor. Raster merupakan format data dengan satuan pixel (resolusi/kerapatan) ditentukan dalam satuan ppi (pixel per inch). Vektor merupakan format data yang dinyatakan oleh satuan koordinat (titik dan garis termasuk bidang) format ini yang dipakai untuk pembuatan peta digital atau sketsa (Parji, 2011).

5. Sumber Data Spasial

Berdasarkan UNDP-Tim Teknis Nasional (2007), salah satu syarat SIG adalah data spasial yang dapat diperoleh dari beberapa sumber antara lain:


(24)

a. Peta Analog

Peta analog (antara lain peta topografi, peta tanah dan sebagainya) yaitu peta dalam bentuk cetak. Pada umumnya peta analog dibuat dengan teknik kartografi, kemungkinan besar memiliki referensi spasial seperti koordinat, skala, arah mata angin dan sebagainya. SIG memiliki tahapan sebagai keperluan sumber data, peta analog dikonversi menjadi peta digital dengan cara format raster diubah menjadi format vektor melalui proses dijitasi sehingga dapat menunjukan koordinat sebenarnya di permukaan bumi.

b. Data Sistem Penginderaan Jauh

Data Penginderaan Jauh (antara lain citra satelit, foto-udara dan sebagainya), merupakan sumber data yang terpenting bagi SIG karena ketersediaanya secara berkala dan mencakup area tertentu. Dengan adanya bermacam-macam satelit di ruang angkasa dengan spesifikasinya masing-masing, kita bisa memperoleh berbagai jenis citra satelit untuk beragam tujuan pemakaian. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format raster.

c. Data Hasil Pengukuran Lapangan

Data pengukuran lapangan yang dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan tersendiri, pada umumnya data ini merupakan sumber data atribut contohnya: batas administrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil, batas hak pengusahaan hutan dan lain-lain.

d. Data GPS (Global Positioning System)

Teknologi GPS memberikan terobosan penting dalam menyediakan data bagi SIG. Keakuratan pengukuran GPS semakin tinggi dengan berkembangnya teknologi. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format vektor.


(25)

D. Peran Burung dalam Kehidupan

Burung memiliki peranan yang luar biasa dalam kehidupan, baik bagi alam (ekosistem) maupun manusia. Ramdhani (2008) mengatakan bahwa, burung memiliki manfaat bagi ekosistem antara lain:

1. Burung dapat menjadi predator maupun mangsa dalam rantai makanan, oleh karena itu burung sangat berperan dalam proses ekologi.

2. Burung-burung tertentu memiliki bentuk paruh yang panjang dan runcing yang dipergunakan untuk mengambil madu/sari bunga, sehingga secara tidak langsung dapat membantu proses penyerbukan tanaman.

3. Burung dapat berperan dalam mengontrol populasi serangga yang sebagian besar adalah hama.

4. Bagi burung pemakan biji dapat membantu menyebarkan biji-biji tanaman yang dimakannya.

Ramdhani (2008) mengatakan bahwa, selain memiliki manfaat di dalam ekosistem, burung pun bermanfaat bagi manusia, antara lain:

1. Sebagai bahan penelitian, pendidikan lingkungan, dan objek wisata (ekoturism).

2. Telur dan daging burung memiliki kandungan protein yang tinggi.

3. Banyak perlombaan-perlombaan yang diadakan dengan objek utamanya adalah burung, karena burung memiliki nilai estetika baik dari keindahan warna yang ditampilkan, maupun kemerduan suara burung.

4. Burung memiliki manfaat dari segi ekonomi. Komoditi burung yang paling dikenal adalah sarang walet, sehingga banyak bermunculan budidaya walet sehingga dapat menambah devisa negara.


(26)

Burung juga dapat dijadikan sebagai indikator keanekaragaman hayati karena beberapa hal:

1. Burung hidup tersebar di seluruh dunia dan hidup hampir di seluruh tipe habitat dan pada berbagai ketinggian tempat. Burung bisa tinggal di banyak habitat, mulai dari hutan belantara sampai perkotaan. Burung juga mempunyai kemampuan menjelajah.

2. Burung peka terhadap perubahan lingkungan. Apabila terjadi pencemaran lingkungan burung merupakan komponen alam terdekat yang terkena dampak pencemaran.

3. Taksonomi burung telah mantap, sehingga dapat dikatakan tidak ada lagi perubahan. Taksonomi burung sudah tepat dan sudah benar untuk kesemua spesiesnya.

4. Informasi mengenai penyebaran secara geografis setiap spesies burung di dunia telah diketahui dan terdokumentasi dengan baik. Spesies burung yang ada di masing-masing belahan bumi sudah terdata dengan baik (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995; Wibowo, 2005; Utama, 2011).


(27)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3).

B. Alat dan Objek Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah binokuler, kamera, kompas, alat pengukur waktu, alat pengukur tinggi pohon, alat tulis dan tallysheet, Global Positioning Sistem (GPS), komputer beserta perangkat lunak MapSource dan ArcGIS 10. Objek penelitian adalah cucak kutilang (P. aurigaster ) dan vegetasi yang ada di Unila.

C. Batasan Penelitian

Batasan dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian dilakukan selama 42 hari (waktu efektif selama pengumpulan data burung dan vegetasi).

2. Penelitian dilakukan sesuai dengan kondisi cuaca yaitu cuaca cerah dan mendung. Apabila hujan maka penelitian tidak dilakukan.

3. Blok pengamatan ditentukan berdasarkan lokasi habitat burung di kawasan terbuka hijau Unila menurut Djausal dkk (2007).


(28)

4. Jumlah pertemuan adalah jumlah pertemuan terbesar antara pengamat dengan burung, selama pengamatan sebanyak enam kali pengulangan pada masing-masing blok pengamatan.

D. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer

Data Primer merupakan data yang didapatkan saat pengamatan. Data yang dicatat adalah jumlah cucak kutilang (P. aurigaster), waktu, aktivitas, serta posisi ditemukan burung. Selanjutnya mencatat jenis vegetasi, strata vegetasi dan model arsitektur pohon yang ada pada masing-masing blok pengamatan.

2. Data Sekunder

Data cucak kutilang (P. aurigaster) dan vegetasi yang ada di Unila berdasarkan penelitian sebelumnya. Karakteristik lokasi penelitian berupa kondisi fisik wilayah meliputi letak geografis, tipe iklim, tanah dan topografi serta keadaan lingkungan di Unila serta data-data lain yang menunjang penetitian ini.

E. Metode Pengumpulan Data dan Cara Kerja 1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data vegetasi dilakukan melalui survey menggunakan metode rapid assessment untuk mendapatkan gambaran secara umum komposisi vegetasi pada setiap blok pengamatan. Menurut IUCN (2007) prinsip umum rapid assessment adalah berbasis lapangan yang fokus pada suatu lokasi dan lanskap untuk mengumpulkan serta mencatat secara cepat dan akurat data dan pengamatan yang relevan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif pada lokasi tertentu.


(29)

Selanjutnya, pengumpulan data burung dilakukan melalui pengamatan langsung menggunakan metode terkonsentrasi. Menurut Alikodra (1990) metode terkonsentrasi dilakukan dengan cara menetapkan lokasi-lokasi yang sesuai dengan pergerakan dan kondisi lingkungan. Metode terkonsentrasi digunakan untuk pengumpulan data aktivitas burung pada tajuk pohon, semak belukar, dan vegetasi penutup tanah di setiap blok pengamatan. Pada setiap blok dilakukan pengamatan selama enam hari, pada pagi (pukul 05.30-08.30 WIB) dan sore hari (pukul 15.00-18.00 WIB).

Penentuan posisi ditemukan burung secara vertikal dilihat berdasarkan strata vegetasi menurut Richard (1964) dan van Balen (1984) meliputi A (>30 m), B (20-30 m), C (5-19,9 m), D (1-4,9 m) dan E (<1 m) (Tabel 1). Penggunaan ruang tajuk dilihat berdasarkan pembagian ruang diantaranya tajuk atas (TA), tajuk tengah (TT), tajuk tengah bagian tepi (TTt), tajuk bawah bagian tepi (TBt) dan tajuk bawah (TB) (Gambar 4), untuk memudahkan pembagian ruang digunakan model arsitektur pohon (Halle & Oldman, 1975). Pola aktivitas yang dicatat adalah makan, berburu, istirahat dan bermain. Adapun kategori aktivitas tersebut adalah: a) makan yaitu mengumpulkan, mengambil atau memakan sumber pakan berupa buah-buahan, biji-bijian dan serangga; b) Berburu yaitu mencari serangga yang terdapat pada vegetasi; c) bertengger yaitu berdiam diri (beristirahat, berjemur, menelisik maupun berlindung; d) bermain yaitu berinteraksi dengan kelompok maupun jenis lain atau berkicau.


(30)

2. Cara Kerja

a. Studi PendahuluanStudi pendahuluan dilakukan untuk menentukan lokasi penelitian yang representatif berdasarkan frekuensi perjumpaan cucak kutilang (P. aurigaster).

b. Penentuan Blok Pengamatan

Blok pengamatan ditentukan berdasarkan lokasi habitat burung di Unila menurut Djausal dkk (2007) yaitu Asrama Mahasiswa (Blok A), Lapangan Sepak Bola (Blok B), Penangkaran Rusa (Blok C), Perpustakaan dan Pusat Komputer (Blok D), Fakultas Teknik (Blok E), Arboretum (Blok F) serta Fakultas Kedokteran dan Laboratorium Terpadu (Blok G). Lokasi blok pengamatan dapat dilihat pada Gambar 5.

c. Pengamatan burung

Pengamatan burung dilakukan pada setiap blok pengamatan menggunakan metode terkonsentrasi (Alikodra, 1990) dengan mencatat jumlah, waktu, posisi ditemukan burung serta aktivitas burung.

d. Pengamatan Vegetasi

Pengamatan vegetasi dilakukan menggunakan metode rapid assessment (IUCN, 2007) dengan mencatat jenis tumbuhan penyusun vegetasi, strata vegetasi dan model arsitektur pohon pada setiap blok pengamatan.

e. Pemetaan Penutupan Vegetasi

Pemetaan Penutupan vegetasi dilakukan untuk mengetahui proporsi penutupan vegetasi pada masing-masing blok pengamatan. Menurut Alikodra (1990), suatu penutupan vegetasi dibedakan menjadi penutupan tajuk atas (overstory),


(31)

penutupan semak (understory) dan penutupan bagian bawah/lantai hutan (ground cover). Data yang dikumpulkan merupakan luas penutupan vegetasi di setiap blok berdasarkan pengukuran menggunakan GPS Garmin 76 CSX.

F. Analisis Data

1. Jumlah Pertemuan Burung

Jumlah pertemuan cucak kutilang (P. aurigaster) pada setiap blok pengamatan dihitung berdasarkan jumlah terbesar selama pengamatan dalam enam kali pengulangan (Fachrul, 2007) Selanjutnya, jumlah tersebut dianalisis untuk membandingkan jumlah pertemuan cucak kutilang (P. aurigaster) pada masing-masing blok pengamatan

2. Proporsi Distibusi Vertikal dan Penggunaan Ruang Tajuk

Proporsi distribusi vertikal dan penggunaan ruang tajuk dianalisis secara deskriptif kualitatif. Proporsi distribusi vertikal ditentukan berdasarkan jumlah cucak kutilang (P. aurigaster) pada strata vegetasi dan dianalisis untuk mengetahui pola aktivitas cucak kutilang (P. aurigaster) dalam menggunakan strata vegetasi. Penggunaan ruang tajuk dianalisis berdasarkan proporsi ditemukan burung pada ruang tajuk pohon untuk mengetahui pengaruh model arsitektur pohon terhadap preferensi pemilihan ruang sebagai tempat bertengger oleh cucak kutilang (P. aurigaster).

3. Fungsi Vegetasi

Analisis fungsi vegetasi dilakukan secara deskriptif kualitatif untuk mengetahui fungsi vegetasi bagi cucak kutilang (P. aurigaster) berdasarkan aktivitas dalam


(32)

mengguna berlindung

akan veget g), tempat b

asi sebagai beristirahat,

i tempat m tempat ber

memperoleh rmain dan te

h makanan, empat berbu

, cover (te uru.

empat

Tabel 1. P B Pemanfaata Keterangan: Ruang tajuk Gambar 3 No. Kr 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St T TB Balen 1984;

an strata bur

:

k: Tajuk atas ( bagian tepi ( . Pembagia Oldman, 1 riteria trata E trata D trata C trata B trata A TA T T TTt Bt ; Syafrudin,

rung secara vertikal (Riichard 19644 dan van , 2011) Ke < 1 – 5 – 20 >

(TA), Tajuk te (TBt), Tajuk b an ruang taju 975; Firoro A

T

TB

TT

engah (TT), Ta bawah (TB) uk berdasark oh, 2009)

etinggian 1 meter – 4.9 meter – 19.9 met 0 – 30 mete

30 meter

Tt

TBt

ajuk tengah ba

kan model a TTt

TBt

agian tepi (TT

arsitektur p r er er TA TT TB

Tt), Tajuk baw

ohon (Halle TTt

TBt

wah


(33)

Gambar 4. Peta lokasi penelitian cucak kutilang (P. aurigaster ) di Unila Bandar Lampung (Peta Tutupan Lahan Bandar Lampung skala 1: 100.000, Kementrian Lingkungan Hidup, 2007)


(34)

Gambar 5. Peta blok pengamatan cucak kutilang (Pycnonotus aurigaser) pada bulan Agustus-September 2012 di Unila


(35)

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Berdasarkan luas total penutupan vegetasi pada seluruh blok pengamatan di Unila, penutupan tajuk pohon (overstory) memiliki proporsi yang paling luas yaitu ±9,317 ha, selanjutnya penutupan semak belukar (understory) ±4,282 ha, dan tumbuhan bawah (ground cover) 3,344 ha. Tipe vegetasi di Unila terbagi dalam tiga strata yaitu strata C (5-20 meter), strata D (1-4,9 meter), dan strata E (<1 meter).

2. Secara keseluruhan, jumlah pertemuan cucak kutilang (P. aurigaster) di Unila adalah 145 (ekor) pada pagi hari dan 134 (ekor) pada sore hari. Dari jumlah tersebut, aktivitas cucak kutilang (P. aurigaster) yang paling banyak ditemukan pada strata C (5-20 meter) yaitu istirahat dengan persentase sebesar 60% (pagi) dan 73,13% (sore). Strata D (1-4,9 meter) lebih banyak ditemukan aktivitas berburu dengan persentase 24,83% (pagi) dan istirahat 20,15% (sore). Sedangkan strata E (<1 meter) hanya ditemukan aktivitas makan dengan persentase 15,2 % (pagi) dan 6,72% (sore).

3. Cucak kutilang (P. aurigaster) menggunakan seluruh ruang tajuk pada lima model arsitektur pohon yaitu rauh, attims, aubreville, massart dan troll. Sedangkan tidak


(36)

digunakannya seluruh ruang tajuk ditemukan pada tiga model arsitektur pohon yaitu roux, koribia dan corner.

4. Buah pakan cucak kutilang (P. aurigaster) yang ditemukan di Unila terdiri dari sepuluh spesies yaitu beringin (Ficus benjamina), tanjung (Mimusops elengi), bungur lilin (Lagerstromia speciosa), salam (Syzygium polyanthum), palem (Roystonia elata), ketapang (Terminalia catappa), sawo kecik (Manilkara kauki), pisang (Musa paradisiaca), papaya (Carica papaya) dan buah benalu (Henslowia frutescens). Serangga yang hidup pada vegetasi, ulat dan larva juga menjadi sumber pakan bagi cucak kutilang (P. aurigaster).

B. Saran

Saran berdasarkan penelitian ini adalah:

1. Mengoptimalkan upaya konservasi untuk meningkatkan daya dukung habitat burung di areal kampus unila dengan memininalisasi kegiatan pembangunan di sekitar dan di dalam areal yang diketahui sebagai habitat burung

2. Mempertahankan vegetasi yang memiliki fungsi sebagai komponen habitat terutama jenis vegetasi yang berfungsi sebagai sumber makanan bagi burung.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H. S. 1980. Dasar-Dasar Pembinaan Marga Satwa. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

1990. Pengelolaan Satwa Liar. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

2002. Pengelolaan Satwa Liar. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Campbell, N. A., J. B. Reece, L.G. Mitchell. 2004. Biologi Jilid 3. Erlangga. Jakarta.

Dahlan, U. Z. Farisa, M. Maria, Ulpah, T. Rahmi, L. K. Dewi. 2009. Pemanfaatan Berbagai Tipe Habitat Oleh Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster Vieillot) di Kebun Raya Bogor. IPB. Bogor

Darmawan, A. 2010. Panduan Praktikum Sistem Informasi Geografi. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Unila. Bandar Lampung.

Darmawan, M. P. 2006. Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe Habitat di Hutan Lindung Gunung Lumut Kalimantan Timur. (Skripsi) Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dewi, T. S. 2005. Kajian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Lanskap Hutan Tanaman Pinus (Studi Kasus: Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu). (Skripsi). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Djausal, A., Bidayasari, I. dan Ahmad, M. 2007. Kehidupan Burung di Kampus

Unila. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Ensiklopedi Indonesia. 1992. Ensiklopedi Indonesia Seri Fauna. PT. Ichtiar Baru van Hoeve. Jakarta.

Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.


(38)

Firoroh, I. 2009. Kajian Profil Vegetasi Terhadap Konsevasi Air (Aliran Batang, Curahan Hujan dan Infiltrasi) di Kebun Campur Sumber Tirta Senjoyo Semarang. (Tesis). Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Halle, F., R. A. A. Oldman and P. B. Tomlison. 1978. Tropical Trees and Forest an Archithecture Analysis. Spinger-Verlag. Berlin. Heidelberg. NewYork. Halle, F. and R.A.A. Oldeman, 1975. An Essay on the Architechture and

Dynamics of Growth of Tropical Trees. Penerbit University Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.

Hernowo, J. B. 1985. Studi Pengaruh Tanaman Pekarangan Terhadap Keanekaragaman Jenis Burung Daerah Pemukiman Penduduk Perkampungan di Wilayah Tingkat II Bogor. (Skripsi). Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Hernowo, J. B., Wahyu, T.W. 2006. Population and Habitat of Javan Green Peafowl at Alas Purwo National Park, East Java. Jurnal Ilmiah Bidang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Lingkungan. Volume XI/No 3 Desember 2006.

Indriyanto. 2008. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.

IUCN, The World Conservation Union. 2007. Pedoman dan Metodologi Rapid Assessement untuk Kerusakan Ekosistem Darat Pesisir Akibat Tsunami. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources & Mangrove Action Project.

Jarulis. 2006. Pemanfaatan Ruang Secara Vertikal Oleh Burung- Burung Di Hutan Kampus Kandang Limun Universitas Bengkulu. Jurnal Gradien. Vol.3 No.1 Januari 2007 : 237-242. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu, Indonesia

Jaya, Y. P. 2010. Studi Kelimpahan Jenis Burung Untuk Pengembangan Wisata Pengamatan Burung (Birdwatching) di Uiversitas Lampung. (Skripsi). Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Bandar Lampung.

Jessen, R.J. 1978. Statistical Survey Technigues. Jhon Wiley and Sons. New York.

Krebs, C. J. 1978. Ecological Methodology. Harper dan Row Publisher. New York.

Kurnia, I. 2003. Studi Keanekaragaman Jenis Burung Untuk Pengembangan Wisata Birdwatching di Kampus IPB Darmaga. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(39)

MacKinnon J., K. Phillips, dan B.V. Balen. 1998. Panduan Lapangan Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Jakarta: Puslitbang Biologi-LIPI.

Mahmud, A. 1991. Kelimpahan dan Pola Penyebaran Burung-burung Merandai di Cagar Alam Pulau Rambut. (Skripsi). Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Nurwatha, P.F. 1995. Penggunaan Habitat Secara Vertikal pada Komunitas Burung Taman Kota di Kotamadya Bandung. (Skripsi). Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran. Bandung. Tidak Dipublikasikan

Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Partasasmita, R. 2003. Ekologi Burung Pemakan Buah dan Peranannya sebagai Penyebar Biji. Makalah Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pratiwi, A. 2005. Pengamatan Burung di Resort Bama Seksi Konservasi Wilayah II Bekol dalam Upaya Reinventarisasi Potensi Jenis. Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan, Taman Nasional Baluran.

Puntodewo, A., Dewi, S. dan Tarigan, J. 2003. Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Center for International Forestry Research (CIFOR). Bogor.

Ramdhani D. 2006. Studi Hubungan Keanekaragaman Burung dengan Lansekap Taman Kota Bandung. (Skripsi). Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran. Jatinangor.

Richard P.W. 1964. The Tropical Rain Forest an Ecological Study. Cambridge at The University Press. London.

Rohadi, D. 2011. Keanekaragaman Jenis Burung di Rawa Universitas Lampung. (Skripsi). Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rososoedarmo, S., K. Kartawinata dan A. Soegiarto. 1986. Pengantar Ekologi. Remaja Rosda Karya. Bandung.

Sadeque. 2005. Implementation of UERE Module into NavSim and Study of Galats for Single and Dual Frequency GPS-Receivers. (Thesis). German Aerospace Center. Institute of Communications and Navigation. Germany.


(40)

Setiawan, A., Alikodra, H. S., Gunawan, A., dan Darnaedi, D. 2006. Keanekaragaman Jenis Pohon dan Burung di Beberapa Areal Hutan Kota Bandar Lampung. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. Vol. XII No. 1 : 1-13.

Sujatnika, P., Joseph, T. R., Soehartono, M. J., Crosby, A. dan Mardiastuti. 1995. Melestarikan Keanekaragaman Hayati Indonesia : Pendekatan Daerah Burung Endemik. PHPA/BirdLife International-Indonesia Programme. Jakarta.

Syafrudin, D. 2011. Keanekaragaman Jenis Burung Pada Beberapa Tipe Habitat di Tambling Wildlife Nature Conservation (Twnc), Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung. (Skripsi). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Utama, M., T. 2011. Keanekaragaman Jenis Burung Di Beberapa Tipe Lahan Mangrove Desa Sungai Burung Kecamatan Dente Teladas Kabupaten Tulang Bawang. (Skripsi). Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Van Balen, B. 1984. Bird Counts and Bird Observation in Neighbourhood of Bogor. Nature Conservation Dept. Agriculture University Wageningham. The Netherlands.

Welty, J. C. 1982. The Life of Bird. Saunders College Publishing. Philadelphia. Wibowo, R. B. 2005. Keanekaragaman Jenis Burung di Hutan Mangrove Desa

Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Lampung Selatan. (Skripsi). Jurusan Manajemen Hutan. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

   


(41)

Abidin, H. Z. 2000. Geodesi Satelit. http//www.journal.uii.ac.id/index.php/ Snati/article /viewFile/1426/1242. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 13.26 WIB.

Abidin, H. Z. 2007. Dinas Pemetaan Jawa Barat Perlu Dibentuk. http://geodesy.gd.itb.ac.id/hzabidin/?p=76. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 14.23 WIB.15.46 WIB.

Akmal, G. D. N. 2011. Membangun Sistem Informasi Geografis Pemetaan Perguruan Tinggi di DIY Berbasis Web. http://amikom.ac.id. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 12.12 WIB.

Amri, M. S. 2011. Membangun Sistem Navigasi di Surabaya Menggunakan Google Maps Api. http://repo.eepis-its.edu/id/eprint/1220. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 11.51 WIB.

Baskoro. 2009. Cucak Kutilang. http://www.bio.undip.ac.id/sbw/spesies/ sp_ cucak_ kutilang.htm. Diakses 02 April 2012 pukul 21.15 WIB.

Ekawati, S. 2010. Pengaruh Geometri Satelit dan Ionosfer dalam Kesalahan Penentuan Posisi GPS. http//www.journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article /viewFile/1426/1242. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 13.26 WIB. Irwanto. 2006. Perencanaan Perbaikan Habitat Satwa Liar Burung Pasca Bencana

Alam Gunung Meletus. Diakses tanggal 02 April 2012 pukul 21.30 WIB. Leonhart, B. 2009. Burung Kutilang. http://my.opera.com/cangkur/blog/

2009/10/02. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 18.25 WIB.

Muhammad. 2012. Habitat Burung. http://informasiseputarduniahewan. blogspot.com/2012/02/habitat-burung.html. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 18.08 WIB.

Nandika, D. dan D. Agustina. 2010. Studi Populasi Betet Jawa Psittacula alexandri di Jakarta. 6 April 2010. Konservasi Kakatua Indonesia - The Indonesian Parrot Project. 26 September 2012. www.indonesian-parrot-project.org.

Parji. 2011. Pemetaaan Digital. http://geografi-geografi.blogspot.com /2011/09/ pemetaan-digital.html. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 14.23 WIB.15.32 WIB.


(42)

Peta Tutupan Lahan Kota Bandar Lampung skala 1:100.000. 2007. http://www.docstoc.com/docs/6971494/Peta-Tutupan-Lahan-Kota-Bandar -Lampung-2007. Kementrian Lingkungan Hidup. Diakses tanggal 02 April 2012 pukul 17.21 WIB.

Pramadihano, D., Sesulihatien, W. T., Prasetyaningrum, I., Firmansyah, A. 2012. Pemodelan Perkembangan Kawasan Permukiman di Kota Surabaya Berbasis SIG. http://repo.eepis-its.edu/id/eprint/1152. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 12.22 WIB.

Prasetyo, D., H. 2003. Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Tata Guna Lahan. http://if2.ubaya.ac.id/~daniel. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 13.32 WIB.

Ramdhani. 2008. Burung dan Dasar-Dasar Birdwatching. http://www.deri ram dhani’s. weblog.com. Diakses tanggal 18 Maret 2012 pukul 20.52 WIB. Satriyono, A. 2008. Aktivitas dan Penggunaan Habitat Burung Pengganggu

Penerbangan di Kawasan Bandar Udara Internasional Juanda. http://asatrio.files.wordpress.com/2008/11/the-activities-and-habitat-e-f-flight-disturbance-bird-at-juanda-international-airport.pdf.

Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 18.44 WIB.

Suryadi, S. 2006. Mengintip Kehidupan Burung. http://suers.multiply.com/ journal/item/6/Mengintip_Kehidupan_Burung Diakses tanggal 02 April 2012 pukul 21.35 WIB.

UNDP-Tim Teknis Nasional. 2007. Modul Pelatihan ArcGIS Dasar. http://p3b.bappenas.go.id/handbook/docs/15.%20%20Modul_ArcGIS/Mo dul_ArcGIS_Dasar.pdf. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 14.23 WIB.16.52 WIB.

Widodo, S. 2009. Metode Penentuan Posisi pada GPS. http://isjd.pdii .lipi.go.id/admin/jurnal/5109201206.pdf. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 12.50 WIB.

Wikipedia. 2012. Cucak Kutilang. http://id.wikipedia.org. Diakses tanggal 12 Maret 2012 pukul 21.45 WIB.

Wikipedia. 2010. Data Spasial. http://id.wikipedia.org/wiki/Data_spasial. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 16.35 WIB.

Wikipedia. 2011. Habitat. http://id.wikipedia.org. Diakses tanggal 02 April 2012 pukul 17.30 WIB.

Wikipedia. 2010. Pemetaan. http://id.wikipedia.org/wiki/Pemetaan. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 16.23 WIB.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H. S. 1980. Dasar-Dasar Pembinaan Marga Satwa. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

1990. Pengelolaan Satwa Liar. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

2002. Pengelolaan Satwa Liar. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Campbell, N. A., J. B. Reece, L.G. Mitchell. 2004. Biologi Jilid 3. Erlangga. Jakarta.

Dahlan, U. Z. Farisa, M. Maria, Ulpah, T. Rahmi, L. K. Dewi. 2009. Pemanfaatan Berbagai Tipe Habitat Oleh Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster Vieillot) di Kebun Raya Bogor. IPB. Bogor

Darmawan, A. 2010. Panduan Praktikum Sistem Informasi Geografi. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Unila. Bandar Lampung.

Darmawan, M. P. 2006. Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe Habitat di Hutan Lindung Gunung Lumut Kalimantan Timur. (Skripsi) Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dewi, T. S. 2005. Kajian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Lanskap Hutan Tanaman Pinus (Studi Kasus: Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu). (Skripsi). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Djausal, A., Bidayasari, I. dan Ahmad, M. 2007. Kehidupan Burung di Kampus

Unila. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Ensiklopedi Indonesia. 1992. Ensiklopedi Indonesia Seri Fauna. PT. Ichtiar Baru van Hoeve. Jakarta.

Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.


(2)

71

Firoroh, I. 2009. Kajian Profil Vegetasi Terhadap Konsevasi Air (Aliran Batang, Curahan Hujan dan Infiltrasi) di Kebun Campur Sumber Tirta Senjoyo Semarang. (Tesis). Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Halle, F., R. A. A. Oldman and P. B. Tomlison. 1978. Tropical Trees and Forest an Archithecture Analysis. Spinger-Verlag. Berlin. Heidelberg. NewYork. Halle, F. and R.A.A. Oldeman, 1975. An Essay on the Architechture and

Dynamics of Growth of Tropical Trees. Penerbit University Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.

Hernowo, J. B. 1985. Studi Pengaruh Tanaman Pekarangan Terhadap Keanekaragaman Jenis Burung Daerah Pemukiman Penduduk Perkampungan di Wilayah Tingkat II Bogor. (Skripsi). Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Hernowo, J. B., Wahyu, T.W. 2006. Population and Habitat of Javan Green Peafowl at Alas Purwo National Park, East Java. Jurnal Ilmiah Bidang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Lingkungan. Volume XI/No 3 Desember 2006.

Indriyanto. 2008. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.

IUCN, The World Conservation Union. 2007. Pedoman dan Metodologi Rapid Assessement untuk Kerusakan Ekosistem Darat Pesisir Akibat Tsunami. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources & Mangrove Action Project.

Jarulis. 2006. Pemanfaatan Ruang Secara Vertikal Oleh Burung- Burung Di Hutan Kampus Kandang Limun Universitas Bengkulu. Jurnal Gradien. Vol.3 No.1 Januari 2007 : 237-242. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu, Indonesia

Jaya, Y. P. 2010. Studi Kelimpahan Jenis Burung Untuk Pengembangan Wisata Pengamatan Burung (Birdwatching) di Uiversitas Lampung. (Skripsi). Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Bandar Lampung.

Jessen, R.J. 1978. Statistical Survey Technigues. Jhon Wiley and Sons. New York.

Krebs, C. J. 1978. Ecological Methodology. Harper dan Row Publisher. New York.

Kurnia, I. 2003. Studi Keanekaragaman Jenis Burung Untuk Pengembangan Wisata Birdwatching di Kampus IPB Darmaga. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(3)

MacKinnon J., K. Phillips, dan B.V. Balen. 1998. Panduan Lapangan Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Jakarta: Puslitbang Biologi-LIPI.

Mahmud, A. 1991. Kelimpahan dan Pola Penyebaran Burung-burung Merandai di Cagar Alam Pulau Rambut. (Skripsi). Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Nurwatha, P.F. 1995. Penggunaan Habitat Secara Vertikal pada Komunitas Burung Taman Kota di Kotamadya Bandung. (Skripsi). Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran. Bandung. Tidak Dipublikasikan

Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Partasasmita, R. 2003. Ekologi Burung Pemakan Buah dan Peranannya sebagai Penyebar Biji. Makalah Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pratiwi, A. 2005. Pengamatan Burung di Resort Bama Seksi Konservasi Wilayah II Bekol dalam Upaya Reinventarisasi Potensi Jenis. Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan, Taman Nasional Baluran.

Puntodewo, A., Dewi, S. dan Tarigan, J. 2003. Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Center for International Forestry Research (CIFOR). Bogor.

Ramdhani D. 2006. Studi Hubungan Keanekaragaman Burung dengan Lansekap Taman Kota Bandung. (Skripsi). Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran. Jatinangor.

Richard P.W. 1964. The Tropical Rain Forest an Ecological Study. Cambridge at The University Press. London.

Rohadi, D. 2011. Keanekaragaman Jenis Burung di Rawa Universitas Lampung. (Skripsi). Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rososoedarmo, S., K. Kartawinata dan A. Soegiarto. 1986. Pengantar Ekologi. Remaja Rosda Karya. Bandung.

Sadeque. 2005. Implementation of UERE Module into NavSim and Study of Galats for Single and Dual Frequency GPS-Receivers. (Thesis). German Aerospace Center. Institute of Communications and Navigation. Germany.


(4)

73

Setiawan, A., Alikodra, H. S., Gunawan, A., dan Darnaedi, D. 2006. Keanekaragaman Jenis Pohon dan Burung di Beberapa Areal Hutan Kota Bandar Lampung. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. Vol. XII No. 1 : 1-13.

Sujatnika, P., Joseph, T. R., Soehartono, M. J., Crosby, A. dan Mardiastuti. 1995. Melestarikan Keanekaragaman Hayati Indonesia : Pendekatan Daerah Burung Endemik. PHPA/BirdLife International-Indonesia Programme. Jakarta.

Syafrudin, D. 2011. Keanekaragaman Jenis Burung Pada Beberapa Tipe Habitat di Tambling Wildlife Nature Conservation (Twnc), Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung. (Skripsi). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Utama, M., T. 2011. Keanekaragaman Jenis Burung Di Beberapa Tipe Lahan Mangrove Desa Sungai Burung Kecamatan Dente Teladas Kabupaten Tulang Bawang. (Skripsi). Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Van Balen, B. 1984. Bird Counts and Bird Observation in Neighbourhood of Bogor. Nature Conservation Dept. Agriculture University Wageningham. The Netherlands.

Welty, J. C. 1982. The Life of Bird. Saunders College Publishing. Philadelphia. Wibowo, R. B. 2005. Keanekaragaman Jenis Burung di Hutan Mangrove Desa

Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Lampung Selatan. (Skripsi). Jurusan Manajemen Hutan. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

   


(5)

Abidin, H. Z. 2000. Geodesi Satelit. http//www.journal.uii.ac.id/index.php/ Snati/article /viewFile/1426/1242. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 13.26 WIB.

Abidin, H. Z. 2007. Dinas Pemetaan Jawa Barat Perlu Dibentuk. http://geodesy.gd.itb.ac.id/hzabidin/?p=76. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 14.23 WIB.15.46 WIB.

Akmal, G. D. N. 2011. Membangun Sistem Informasi Geografis Pemetaan Perguruan Tinggi di DIY Berbasis Web. http://amikom.ac.id. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 12.12 WIB.

Amri, M. S. 2011. Membangun Sistem Navigasi di Surabaya Menggunakan Google Maps Api. http://repo.eepis-its.edu/id/eprint/1220. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 11.51 WIB.

Baskoro. 2009. Cucak Kutilang. http://www.bio.undip.ac.id/sbw/spesies/ sp_ cucak_ kutilang.htm. Diakses 02 April 2012 pukul 21.15 WIB.

Ekawati, S. 2010. Pengaruh Geometri Satelit dan Ionosfer dalam Kesalahan Penentuan Posisi GPS. http//www.journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article /viewFile/1426/1242. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 13.26 WIB. Irwanto. 2006. Perencanaan Perbaikan Habitat Satwa Liar Burung Pasca Bencana

Alam Gunung Meletus. Diakses tanggal 02 April 2012 pukul 21.30 WIB. Leonhart, B. 2009. Burung Kutilang. http://my.opera.com/cangkur/blog/

2009/10/02. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 18.25 WIB.

Muhammad. 2012. Habitat Burung. http://informasiseputarduniahewan. blogspot.com/2012/02/habitat-burung.html. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 18.08 WIB.

Nandika, D. dan D. Agustina. 2010. Studi Populasi Betet Jawa Psittacula alexandri di Jakarta. 6 April 2010. Konservasi Kakatua Indonesia - The Indonesian Parrot Project. 26 September 2012. www.indonesian-parrot-project.org.

Parji. 2011. Pemetaaan Digital. http://geografi-geografi.blogspot.com /2011/09/ pemetaan-digital.html. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 14.23 WIB.15.32 WIB.


(6)

75

Peta Tutupan Lahan Kota Bandar Lampung skala 1:100.000. 2007. http://www.docstoc.com/docs/6971494/Peta-Tutupan-Lahan-Kota-Bandar -Lampung-2007. Kementrian Lingkungan Hidup. Diakses tanggal 02 April 2012 pukul 17.21 WIB.

Pramadihano, D., Sesulihatien, W. T., Prasetyaningrum, I., Firmansyah, A. 2012. Pemodelan Perkembangan Kawasan Permukiman di Kota Surabaya Berbasis SIG. http://repo.eepis-its.edu/id/eprint/1152. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 12.22 WIB.

Prasetyo, D., H. 2003. Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Tata Guna Lahan. http://if2.ubaya.ac.id/~daniel. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 13.32 WIB.

Ramdhani. 2008. Burung dan Dasar-Dasar Birdwatching. http://www.deri ram dhani’s. weblog.com. Diakses tanggal 18 Maret 2012 pukul 20.52 WIB. Satriyono, A. 2008. Aktivitas dan Penggunaan Habitat Burung Pengganggu

Penerbangan di Kawasan Bandar Udara Internasional Juanda. http://asatrio.files.wordpress.com/2008/11/the-activities-and-habitat-e-f-flight-disturbance-bird-at-juanda-international-airport.pdf.

Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 18.44 WIB.

Suryadi, S. 2006. Mengintip Kehidupan Burung. http://suers.multiply.com/ journal/item/6/Mengintip_Kehidupan_Burung Diakses tanggal 02 April 2012 pukul 21.35 WIB.

UNDP-Tim Teknis Nasional. 2007. Modul Pelatihan ArcGIS Dasar. http://p3b.bappenas.go.id/handbook/docs/15.%20%20Modul_ArcGIS/Mo dul_ArcGIS_Dasar.pdf. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 14.23 WIB.16.52 WIB.

Widodo, S. 2009. Metode Penentuan Posisi pada GPS. http://isjd.pdii .lipi.go.id/admin/jurnal/5109201206.pdf. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 12.50 WIB.

Wikipedia. 2012. Cucak Kutilang. http://id.wikipedia.org. Diakses tanggal 12 Maret 2012 pukul 21.45 WIB.

Wikipedia. 2010. Data Spasial. http://id.wikipedia.org/wiki/Data_spasial. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 16.35 WIB.

Wikipedia. 2011. Habitat. http://id.wikipedia.org. Diakses tanggal 02 April 2012 pukul 17.30 WIB.

Wikipedia. 2010. Pemetaan. http://id.wikipedia.org/wiki/Pemetaan. Diakses tanggal 04 April 2012 pukul 16.23 WIB.