LATAR BELAKANG MASALAH PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam setiap perubahan selalu muncul pertanyaan mendasar, apakah perubahan itu akan menciptakan kemajuan, atau setidaknya dapat memperbaiki kehidupan masyarakat? Pertanyaan ini bukan hal yang mudah dijawab, sebab perubahan lebih bersifat relatif pada pencapaian tujuannya. memang, sebuah perubahan selalu diharapkan akan menciptakan tatanan yang lebih baik. Sama halnya dengan hadirnya BPJS–sebagai ‘anak kandung’ UU SJSN, juga berorientasi untuk mewujudkan sosok jaminan sosial yang ideal, yakni mengakomodasi masyarakat secara adil dan universal. Namun, dapatkah hal itu diwujudkan? Semua pasti akan ditentukan oleh negara sendiri sebagai pelaksana jaminan sosial dengan kemampuan yang dimilikinya. Telah diketahui bahwa BPJS merupakan lembaga hasil peleburan empat BUMN penyelenggara jaminan sosial sebelumnya, yaitu PT Jamsostek, Askes, Taspen, dan Asabri. Transformasi ini tidak sesederhana yang kita bayangkan, sebab keempat BUMN ini memiliki aset masing-masing, dengan sumber premi yang dibayar oleh peserta. Bertransformasi berarti juga harus mengatur kembali aset-aset perusahaan dan hak kepersetaan yang sudah ada. Oleh karena itu, kebijakan merelakan peleburan BUMN tersebut diwarnai sikap pro dan kontra antara masyarakat peserta dengan pemerintah, maupun antara pemerintah dengan legislatif, sebab masing-masing pihak memperjuangkan kepentingannya dalam jaminan sosial Diskusi MAP Corner – Klub MKP, 18 Oktober 2011. Pro-Kontra tersebut cukup ‘alot’, bahkan memakan waktu yang lama untuk merumuskan bentuk BPJS yang akan hadir mengelola jaminan sosial tersebut. Namun demikian, atas desakan masyarakat BPJS akhirnya terbentuk dengan dibagi menjadi 2 bidang, yaitu bidang kesehatan dan bidang ketenagakerjaan. Secara substansi bidang-bidang ini tidak memiliki perbedaan dengan apa yang dikelola BUMN sebelumnya. Namun, perubahan status kelembagaannya menjadi nirlaba BPJS diharapkan dapat berimplikasi pada arah jaminan sosial selanjutnya dengan adanya manfaat yang lebih besar untuk masyarakat. Terkait aspek ini, UU No.24 tahun 2011 menjelaskan bahwa untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum berdasarkan prinsip gotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. Sangat jelas bahwa orientasi BPJS kini tertuju pada kesejahteraan peserta yang dalam hal ini akan diperluas untuk seluruh lapisan masyarakat. Konsep dasar yang dikembangkan dalam kebijakan jaminan sosial baru tersebut menjelaskan secara tegas bahwa negara mengembangkan jaminan untuk mencapai kesejahteraan sosial. Negara yang berorientasi pada kesejahteraan sosial setidaknya harus memenuhi tiga syarat, yakni pertama, ketika masalah sosial dapat di-manage dengan baik; kedua, ketika kebutuhan terpenuhi; dan ketiga, ketika peluang-peluang sosial terbuka secara maksimal Midgley, 1997; Huda, 2009:72. Ketiga syarat ini sangat memungkinkan dicapai melalui mekanisme jaminan sosial. BPJS dengan prinsip nirlaba yang menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat terutama kebutuhan dasar akan dapat mengatasi masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam harapan dibentuknya program BPJS agar pemenuhan kebutuhan kesehatan bagi warga masyarakat Indonesia terpenuhi sesuai dengan tujuan negara yang memberikan pelayanan dalam bentuk kesehatan. Namun dalam kenyataannya pelaksanaan program BPJS belum berjalan dengan baik, dalam bidang administrasi maupun praktek di Rumah Sakitnya sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH