Kenyataan pelaksanaan program BPJS

iv. Skrining kesehatan. Pelayanan skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu. Ketentuan mengenai tata cara pemberian pelayanan skrining kesehatan jenis penyakit, dan waktu pelayanan skrining kesehatan sebagaimana dimaksud diatur dalam Peraturan Menteri. Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud terdiri atas manfaat medis dan manfaat non medis.Manfaat medis tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan.Manfaat non medis meliputi manfaat akomodasi, dan ambulans.Manfaat akomodasi dibedakan berdasarkan skala besaran iuran yang dibayarkan.Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

B. Kenyataan pelaksanaan program BPJS

Sejak adanya UU 242011 ttg BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, maka pelaksananya disederhanakan yaitu untuk urusan kesehatan oleh BPJS Kesehatan BPJS Kes.Untuk urusan lainya oleh BPJS Ketenagakerjaan BPJS TK.Peserta BPJS Kes ada 2 golongan, pertama peserta PBI Penerima Bantuan Iuran yaitu warga tak mampu atau paska PHK atau fakir miskin yang iuranya dibayar negara.Kedua peserta Non PBI yaitu peserta yang wajib membayar iuranya baik pegawaai yang kerja pada negara, swasta formal atau non formal.Babak baru eksperimen pemerintahpun dimulai.Banyak aturan yang berubah. Era Jamsostek dulu, jaminan kesehatan karyawan wajib diberikan, namun pelaksananya boleh oleh Jamsostek atau dengan cara lain atau dikerjakan sendiri oleh perusahaan. Dengan begitu gerak perusahaan cukup luas dalam memberikan JPK pada karyawan disesuaikan dengan selera dan kemampuan keuangan masing-masing. Iuran atau biayanya 100 dibebankan pada pengusaha perusahaan, bila ikut Jamsostek iuranya 3 bagi bujang dan 6 bagi pekerja berkeluarga, dihitung dari gaji pokok. Pelayanan terhenti ketika karyawan di PHK. Era BPJS aturanya berubah, semua perusahaan wajib ikut jadi peserta BPJS.Tanggal pedaftaranya saja yg bertahap.Jan 2014, TNIPOLRI, peserta eks ASKES, peserta eks Jamsostek.Awal Jan 2015 semua perusahaan BUMN, usaha besarsedangkecil wajib didaftarkan.Jan 2016 usaha mikro dan terakhir Jan 2019 baru pekerja lepas mandiri non formal wajib pula daftar. Bagi karyawan yg diPHK tetap dilayani BPJS hingga 6 bulan, bila setelah 6 bulan tak kunjung dapat kerja direncanakan bisa masuk jadi peserta PBI yang iuranya dibayar negara. Bagaimana bila tidak daftar? Maka UU mengancam perusahaan atau pribadi warga negara itu, sanksi ditegur lisan, denda dan administrative berupa tidak akan diberikan pelayanan public semisal izin usaha, SIUP, SITU, IMB dan sertifikat tanah. Biaya iuranpun ditanggung bersama antara pemberi kerja dan pegawai, bagi PNSTNI 3 negara dan 2 gaji pegawai dipotong. Karyawan swasta sejak 1 Juli 2015 nanti, 4 perusahaan dan 1 gaji karyawan dipotong untuk iuran. Taruhlah tahun depan UMSK Kutim Rp 2.400.000 maka iuranya Rp 96.000 oleh perusahaan dan Rp 24.000bulan gaji karyawan dipotong. UU 242011 pasal 29 mewajibkan perusahaan memotong iuran karyawan, bila tidak dilakukan, diancam pasal 55 berupa hukuman 8 tahun atau denda 1 Milyar. Dengan ancaman ini, dijamin hampir pasti karyawan akan dipotong gajinya untuk iuran BPJS. Bagaimana pelayanan yang diberikan?Konsepnya secara umum mirip pelayanan Jamsostek, yaitu harus ke dokter keluarga dulu biasanya prakteknya hanya sore hari dan di hari kerja, ke spesialis atau RS harus membawa rujukan dari dokter tingkat pertama, dan obatnya hanya harus obat generik. Sistem pembayaranya kepada pelaksananya dokter keluarga, puskesmas, klini atau rumah sakit, dokter praktek puskesmas modelnya sama, yaitu kapitasi Rp 6.000 – Rp 8.000 per jiwa per bulan, pasienya banyak atau tidak adapun bayaranya tetap. Untuk pelayanan tingkat II III Rumah Sakit Rujukan, berbeda.Dulu Jamsostek membayar berdasar “fee for service” alias sesuai pelayanan actual yg diberikan.Dalam kontrak kerjasamanya sudah ditentukan biaya kamar per hari, biaya dokter, alat kesehatan, obat, dll.Jadi pasien andai dirawat 10 hari ya dihitung 10 hari. Sekarang pada BPJS, memakai system INA CBG’s yaitu software yang merangkum ribuan diagnose penyakit menjadi sekitar 700 kelompok penyakit. Dan bayaranya sudah ditentukan paketan tergantung jenis penyakit, keparahan, jenis kelas RS yang melayani, area wilayah, dll.Dalam bahasa praktis INA CBG’s itu system pelayanan “BORONGAN”. Contoh kasus operasi SC sectio caesaria dikelas III boronganya adalah Rp 3,7 jt, itu sudah termasuk jasa operasi dokter, anastesi, perawat, bahan habis pakai, makan, kamar, obat, dll. Mau pasien sembuh sehari, dua hari atau sebulan pembayaranya ya sesuai paket “borongan”.Sebagai perbandingan pertama Jamsostek dulu, masih menanggung biaya sekitar 6-7 jutaan. Kedua, tarif RSUD di Kutim sesuai peraturan bupati no 232013 biaya operasi SC Hanya biaya operasinya saja adalah Rp 4.500.000,- belum termasuk obat, kamar, makan, Bahan habis pakai, dll. RSUD yang gedung, alat, tenaganya dibayarin pemerintah saja, bisa dikatakan rugi deficit, apalagi RS Swasta yang semua operasionalnya ditanggung sendiri. Hingga sekarang baik pengelola RS Pemerintah atau swasta, masih bingung bagaimana membuat system internal pembagian distribusi pembayaran 3,7 jt untuk pelayanan SC itu. Berapa untuk dokter, obat, alat kesehatan, dan kamar. Tahun depan semua perusahaan dan warga negara wajib ikut BPJS. Pertanyaanya, apakah mampu RSUD melayani sendiri, tanpa ikut serta RS Swasta?Dan apakah mau semua karyawan di Indonesia hanya dilayani di RSUD?Dan apakah mau, RS Swasta ikut melayani namun cenderung rugi?Tokoh nasional pengurus organisasi buruh beberapa hari lalu, mengatakan bahwa BPJS Kes gagal menyelengarakan layanan JPK yang baik, biang keroknya adalah system borongan INA CBG’s. Dipandang dari harapan cita-cita, maksud dan tujuan BPJS adalah baik serta mulia. Namun dipandang dari aturan system pelaksanaanya, pemerintah terlihat terlalu buru-buru menerapkan system pembayaran model baru. Sistem serupa model INA CBG’s di negara maju terbukti telah membuat bangkrut sekitar 20 RS yang ada. Bahkan Amerika Serikat, program yang serupa walau tidak sama persis Obama care berdampak dengan shutdown ditutupnya operasional pemerintah untuk sementara. Bila sistem INA CBG’s diterapkan di Indonesia, selain RS pemerintah, adakah yang mau bangkrut? Tentu tidak ada. Bila pembayaran dari BPJS relative kecil tidak cukup, maka yang berpotensi terkena dampaknya adalah pasien karyawan yg berobat, bisa jadi pelayanan kurang maksimal atau banyak timbul biaya tambahan dari kantong pribadi pasien walau secara teorinya tidak boleh. Ada baiknya pemerintah juga perlu mempersiapkan system cadangan. Yaitu program BPJS tetap berjalan, namun system INA CBGS’s dihapus atau dimodifikasi. Dalam masa transisi, bisa diterapkan system “fee for service” alias ditentukan berapa biaya kamar, dokter, alat kesehatan, obat bisa dibuat baku per wilayah propinsi. Sehingga ada keseimbangan antara biaya pelayanan dan kemampuan financial BPJS sendiri dalam menjalankan program tersebut. Untuk cakupan PBI Penerima Bantuan Iuran, pemerintah idealnya, tetap perlu proaktive lagi. Warga miskin menurut partai Oposisi adalah 100 juta jiwa, namun yang didaftarkan pemerintah pusat hanya sekitar 85 juta jiwa. Masih ada 15 juta jiwa lebih warga miskin lagi yang belum terdaftar sebagai PBI.Hal itu bisa dilakukan pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Melihat desain perpres 122013, PBI maunya hanya didaftarkan oleh pemerintah pusat. Dengan dirubahnya aturan tsb dng perpres 1112013, peran pemerintah daerah dibuka diharap-harap. Jumlah pemda kabkota sekitar 506, diprorata warga miskin per kabupaten yg belum tercakup PBI sekitar 30.000. Dengan biaya iuran Rp 19.225 per bulan, maka perlu anggaran sekitar Rp 570 juta perbulan. Hemat saya itu biaya itu relative kecil, bagi PEMDA bila mereka terketuk hatinya untuk ikut mensukseskan program yang niatnya mulia ini. Saya yakin semua PEMDA mampu, tinggal mau dan itikad untuk menganggarkanya saja yg perlu ditingkatkan. Semoga pemerintah segera menyadari, bahwa niat baik dan mulia saja tidak cukup, perlu serta diikuti dengan menjalankan cara-cara yang baik dan memperhatikan kepentingan bersama pula.

C. Masalah yang sering timbul dalam pelaksanaan BPJS